Berikut Yang Bukan Objek Pajak Pertambahan Nilai Adalah?

Berikut Yang Bukan Objek Pajak Pertambahan Nilai Adalah
Karakteristik Pemungutan PPN

Pajak Objektif

pemungutan PPN didasarkan pada objek pajak tanpa memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak (WP) sebagai subjek pajak

Pajak Tidak Langsung

secara ekonomis beban PPN dapat dialihkan kepada pihak lain, tetapi kewajiban memungut, menyetor, melapor melekat pada pihak yang menyerahkan barang/jasa

Multi Stage Tax

dilakukan secara berjenjang dari pabrikan sampai konsumen akhir

Dipungut Menggunakan Faktur Pajak

sehingga Pengusaha Kena Pajak (PKP) sebagai pemungut pajak harus menerbitkan faktur pajak sebagai bukti pemungutan PPN

Bersifat Netral

dikenakan baik atas konsumsi barang maupun jasa, dan dipungut menggunakan prinsip tempat tujuan, yaitu bahwa PPN dipungut di tempat barang atau jasa dikonsumsi

Non-duplikasi

karena terdapat mekanisme pengkreditan pajak masukan

PPN terhadap konsumsi dalam negeri dikenakan sebesar 10%, sedangkan untuk ekspor dikenakan tarif 0% (untuk ekspor secara riil tidak ada PPN yang dibayarkan namun tetap harus dilaporkan)

Objek PPN 1. Penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP) di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha 2. Impor BKP dan/atau pemanfaatan JKP/BKP Tak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean 3. Ekspor BKP dan/atau JKP 4.

  • Egiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan 5.
  • Penyerahan aktiva oleh PKP yang menurut tujuan semula aktiva tersebut tidak untuk diperjualbelikan, sepanjang PPN yang dibayar pada saat perolehannya dapat dikreditkan Barang Kena Pajak (BKP) • Barang Kena Pajak (BKP) merupakan barang berwujud yang menurut sifat atau hukumnya dapat berupa barang bergerak atau barang tidak bergerak, dan barang tidak berwujud, yang dikenakan pajak berdasarkan UU PPN.

• Pengaturan cakupan BKP dalam UU PPN bersifat ” negative list “, dalam artian bahwa pada prinsipnya seluruh barang merupakan BKP, kecuali ditetapkan sebagai barang yang tidak dikenai PPN. Barang yang Tidak Dikenai PPN (Non-BKP)

  1. Barang hasil pertambangan, penggalian, pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya:
  2. Barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak: a. beras, gabah, jagung, sagu, kedelai b. garam, baik yang beryodium maupun yang tidak beryodium c. daging, yaitu daging segar yang tanpa diolah, tetapi telah melalui proses disembelih, dikuliti, dipotong, didinginkan, dibekukan, dikemas atau tidak dikemas, digarami, dikapur, diasamkan, diawetkan dengan cara lain, dan/atau direbus d. telur, yaitu telur yang tidak diolah, termasuk telur yang dibersihkan, diasinkan, atau dikemas e. susu, yaitu susu perah baik yang telah melalui proses didinginkan maupun dipanaskan, tidak mengandung tambahan gula atau bahan lainnya, dan/atau dikemas atau tidak dikemas f. buah-buahan, yaitu buah-buahan segar yang dipetik, baik yang telah melalui proses dicuci, disortasi, dikupas, dipotong, diiris, di-grading, dan/atau dikemas atau tidak dikemas; dan g. sayur-sayuran, yaitu sayuran segar yang dipetik, dicuci, ditiriskan, dan/atau disimpan pada suhu rendah, termasuk sayuran segar yang dicacah
  3. Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya, tidak termasuk yang diserahkan oleh usaha jasa boga atau catering
  4. Uang, emas batangan, dan surat berharga (misalnya saham, obligasi)
  1. minyak mentah (crude oil)
  2. gas bumi, tidak termasuk gas bumi seperti elpiji yang siap dikonsumsi langsung oleh masyarakat
  3. panas bumi
  4. asbes, batu tulis, batu setengah permata, batu kapur, batu apung, batu permata, bentonit, dolomit, felspar (feldspar), garam batu (halite), grafit, granit/andesit, gips, kalsit, kaolin, leusit, magnesit, mika, marmer, nitrat, opsidien, oker, pasir dan kerikil, pasir kuarsa, perlit, fosfat (phospat), talk, tanah serap (fullers earth), tanah diatome, tanah liat, tawas (alum), tras, yarosif, zeolit, basal, dan trakkit; dan
  5. bijih besi, bijih timah, bijih emas, bijih tembaga, bijih nikel, bijih perak, serta bijih bauksit.

Jasa Kena Pajak (JKP)

  • Jasa Kena Pajak (JKP) merupakan setiap kegiatan pelayanan berdasarkan surat perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang, fasilitas, kemudahan, atau hak tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang pesanan atau permintaan dengan bahan dan/atau petunjuk dari pemesan, yang dikenakan pajak berdasarkan UU PPN.
  • Seperti halnya cakupan BKP, pengaturan cakupan JKP dalam UU PPN juga bersifat ” negative list “, dalam artian bahwa pada prinsipnya seluruh jasa merupakan JKP, kecuali ditetapkan sebagai jasa yang tidak dikenai PPN.

Jasa yang Tidak Dikenai PPN (Non JKP) 1. Jasa pelayanan kesehatan medis 2. Jasa pelayanan sosial 3. Jasa pengiriman surat dengan perangko 4. Jasa keuangan 5. Jasa asuransi 6. Jasa keagamaan 7. Jasa Pendidikan 8. Jasa kesenian dan hiburan 9. Jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan 10.

Jasa angkutan umum di darat dan di air serta jasa angkutan udara dalam negeri yang menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari jasa angkutan udara luar negeri 11. Jasa tenaga kerja a. Jasa perhotelan b. Jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum c. Jasa penyediaan tempat parker d.

Jasa telepon umum dengan menggunakan uang logam e. Jasa pengiriman uang dengan wesel pos f. Jasa boga atau katering Subjek PPN Pengusaha Kena Pajak (PKP), baik orang pribadi maupun badan, yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP), yang dikenakan pajak berdasarkan UU PPN.

Tarif PPN Tarif PPN adalah sebesar 10% • Pemerintah diberikan kewenangan untuk mengubah tarif PPN menjadi paling rendah 5% dan paling tinggi 15% melalui penerbitan Peraturan Pemerintah. • Mengingat PPN adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi BKP di dalam Daerah Pabean, maka ekspor BKP dan ekspor JKP tertentu dikenai PPN dengan tarif 0%.

Dasar Pengenaan PPN PPN terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif PPN dengan Dasar Pengenaan Pajak (DPP) yang meliputi: 1. Harga Jual nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan BKP, tidak termasuk PPN dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak 2.

Penggantian nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh pengusaha karena penyerahan JKP, ekspor JKP, atau ekspor BKP Tidak Berwujud, tidak termasuk PPN dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak; atau nilai berupa uang yang dibayar atau seharusnya dibayar oleh Penerima Jasa karena impor JKP dan/atau oleh penerima manfaat dari impor BKP Tidak Berwujud 3.

Nilai Impor nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan bea masuk ditambah pungutan kepabeanan dan cukai untuk impor BKP, tidak termasuk PPN dan PPnBM 4. Nilai Ekspor yaitu nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh eksportir 5.

Nilai lain yang diatur dengan atau berdasarkan PMK hanya untuk menjamin rasa keadilan dalam hal: Harga Jual, Nilai Penggantian, Nilai Impor, dan Nilai Ekspor sukar ditetapkan; dan/atau penyerahan BKP yang dibutuhkan oleh masyarakat banyak Pengusaha Kena Pajak (PKP) Pengusaha yang melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP di dalam Daerah Pabean, dan/atau melakukan ekspor BKP (baik BKP Berwujud maupun BKP Tidak Berwujud) dan/atau JKP, wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) dan wajib memungut, menyetor, dan melaporkan PPN dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) yang terutang.

Pengecualian PKP

  • Pengecualian pengukuhan sebagai PKP diberikan bagi pengusaha kecil yang batasannya ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
  • Pada saat ini, batasan pengusaha kecil tersebut diatur dalam PMK 197/PMK.03/2013, yaitu pengusaha yang melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP dengan omzet tidak lebih dari Rp4,8 miliar setahun.
  • Namun, UU PPN memberikan ruang bagi pengusaha kecil dimaksud untuk dapat dikukuhkan menjadi PKP yang diatur lebih lanjut dalam PMK 40/PMK.03/2010.

Pemungut PPN

  • Dalam rangka lebih memudahkan pemungutan PPN dan/atau PPnBM yang terutang atas penyerahan BKP dan/atau JKP oleh rekanan, Pemerintah menunjuk pihak tertentu untuk memungut, menyetorkan dan melaporkan PPN yang terutang.
  • Pihak tertentu tersebut meliputi bendahara pemerintah, badan, atau instansi pemerintah yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan.

Fasilitas Pembebasan PPN • Fasilitas atau insentif perpajakan dapat didefinisikan sebagai ketentuan perpajakan yang dibuat secara khusus, yang berbeda dengan ketentuan perpajakan yang berlaku umum, bagi Wajib Pajak dengan kriteria tertentu. • Fasilitas PPN diberikan untuk mendorong pembangunan nasional dengan membantu tersedianya barang yang bersifat strategis, seperti:

  1. Fasilitas dibebaskan dari pengenaan PPN
  2. fasilitas tidak dipungut PPN

• Untuk mendukung perkembangan dunia usaha dan meningkatkan daya saing dengan menjamin tersedianya barang-barang yang bersifat strategis, pemerintah memberikan fasilitas dibebaskan dari pengenaan PPN atas impor dan/atau penyerahan Barang Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis.

You might be interested:  Apa Manfaat Dari Penyusunan Laporan Keuangan?

Contents

Apa saja yang termasuk objek Pajak Pertambahan Nilai?

Kategori Objek PPN – Terdapat beberapa kategori objek PPN yang perlu Anda ketahui. Hal ini pun termuat dalam Undang- Undang PPN dan PPnBM, tepatnya pasal 4 ayat 1. Berikut ini beberapa kategorinya:

Pengalihan atau pemberian Barang Kena Pajak (BKP) di dalam wilayah pabean oleh pengusaha, pedagang, atau pengecer. Impor Barang Kena Pajak (BKP). Pengalihan atau pemberian Jasa Kena Pajak (JKP) di dalam wilayah pabean oleh pengusaha atau penyedia jasa. Pemakaian BKP tak berwujud fisik dari luar wilayah pabean di dalam wilayah pabean. Penggunaan JKP dari luar wilayah pabean di dalam wilayah pabean. Ekspor BKP berwujud fisik oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP). Perdagangan BKP tidak berwujud fisik oleh PKP. Ekspor JKP yang dilakukan oleh PKP.

Tak hanya itu, PPN juga secara khusus dikenakan atas beberapa kasus seperti kegiatan atau pekerjaan membangun sendiri oleh perorangan atau badan. Pekerjaan tersebut dilakukan tidak dalam rangka bisnis dan hasilnya dimanfaatkan sendiri atau orang lain.

  • Hal ini juga berlaku apabila kegiatan membangun sendiri ini menggunakan jasa kontraktor yang berstatus sebagai PKP, sehingga kontraktor tersebut harus memungut PPN.
  • Akan tetapi, jika kontraktor yang disewa bukan termasuk PKP, maka Anda sebagai wajib pajak hanya bertanggung jawab dalam melakukan penyetoran dan pelaporan PPN.

PPN juga berlaku dalam kasus pengalihan BKP berupa modal atau aset yang mulanya tidak untuk diperjualbelikan, lalu PKP terpaksa menjual aset tersebut karena kondisi tertentu.

5 Apa yang dimaksud dengan Pajak Pertambahan Nilai?

Apa itu PPN (Pajak Pertambahan Nilai), Definisi dan Tarifnya Kenali pengertian PPN dan besarnya tarif yang dikenakan pada wajib pajak.? Ketika melakukan suatu transaksi, terlebih pada barang atau jasa, Anda seringkali dihadapkan dengan istilah PPN. PPN adalah singkatan dari Pajak Pertambahan Nilai, yaitu pungutan yang dikenakan pada proses distribusi maupun transaksi. Pemungutan PPN cukup sering ditemukan dalam kegiatan sehari-hari, seperti makan di restoran, berbelanja di mall hingga membeli minuman di coffee shop, Karena itu, perlu Anda pahami pengertian beserta dengan objek pajak dan tarif PPN agar tidak bingung. Yuk simak!

Apakah tanah merupakan objek PPN?

Tanah merupakan barang yang dikenai PPN atau termasuk Barang Kena Pajak (BKP) yang atas penyerahannya dapat dikenai PPN berdasarkan ketentuan UU PPN. Dalam hal ini tanah dapat dikenai PPN berdasarkan Pasal 4 ayat (1) huruf a UU PPN dan dikenai PPN berdasarkan Pasal 16D UU PPN.

Apakah minyak goreng objek PPN?

Pemerintah menarik Pajak Pertambahan Nilai (PPN) aturan terbaru 11% untuk minyak goreng, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menyatakan minyak goreng memang bukanlah barang yang dibebaskan dari PPN. “Minyak goreng itu dari dulu sudah merupakan barang kena pajak, dari tahun-tahun sebelumnya tidak pernah masuk dalam kelompok barang yang tidak dikenakan pajak di pasal 4A UU PPN, jadi tidak ada yang berubah,” kata Kasubdit Peraturan PPN Industri S.J.

Maria Wiwiek Widwijanti dalam diskusi dengan wartawan secara daring, Rabu (6/4). Minyak goreng tidak memperoleh fasilitas pembebasan PPN meski saat ini harganya tengah melambung. Kenaikan tarif PPN ini berlaku untuk semua jenis, baik minyak goreng kemasan maupun minyak goreng curah yang banyak dikonsumsi masyarakat kelas menengah bawah.

“Sekarang pun sebenarnya kena PPN, tapi banyak subsidi dari pemerintah sehingga minyak goreng curah itu memang harganya sudah rendah,” kata Direktur Peraturan Perpajakan I DJP Hestu Yoga Saksama kepada wartawan akhir pekan lalu. Beberapa kebutuhan pokok yang dibebaskan dari PPN di antaranya beras, gabah, jagung, sagu, kedelai, garam, daging, telur, susu, buah-buahan, sayur-sayuran dan gula konsumsi.

Berdasarkan pantauan Katadata, harga minyak goreng kemasan di toko retail hampir semuanya berada di kisaran Rp 25 ribu per liter. Setelah PPN 11%, merek Bimoli ukuran 2 liter dibanderol Rp 48.500 dan ukuran 1 liter dengan harga Rp 24.500. Adapun merek Tropical ukuran 2 liter dijual dengan harga Rp 50.700 dan ukuran 1 liter dengan harga Rp 25.700.

Begitu juga di pasar tradisional, harga minyak goreng kemasan dibanderol dengan harga Rp 25 ribu hingga Rp 26 ribu per liter. Adapun harga minyak curah dijual dengan harga Rp 22 ribu per liter di Pasar Bendungan Hilir, Jakarta. Padahal, pemerintah menetapkan Harga Eceran Tertinggi atau HET Rp 14 ribu per liter.

  1. Pemerintah pun memutuskan memberikan bantuan langsung tunai (BLT) minyak goreng kepada 23 juta penerima.
  2. Bantuan tersebut menyasar kepada 20,5 juta keluarga yang masuk dalam penerima Bantuan Pangan Non Tunai dan Program Keluarga Harapan.
  3. Selain itu, bantuan juga disalurkan kepada 2,5 juta pedagang kaki lima yang berjualan makanan gorengan.

Anggaran yang disiapkan dari APBN mencapai Rp 6,9 triliun. Bantuan ini akan diberikan sebesar Rp 100 ribu per penerima selama tiga bulan yang akan disalurkan secara sekaligus di awal yakni pada bulan ini. Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan siklus pangan selama ini tidak lebih dari tiga bulan.

Siapa saja yang dikenakan PPN?

Sejumlah barang yang dikenakan pajak mengalami kenaikan harga usai pemerintah menerapkan kebijakan PPN 11 persen per 1 April 2022. (Foto: iStockphoto) Jakarta, CNN Indonesia – Sejumlah barang yang dikenakan pajak mengalami kenaikan harga usai pemerintah menerapkan kebijakan PPN 11 persen per 1 April 2022.

  1. Enaikan tarif akan membuat barang dan jasa yang biasa dikonsumsi publik sehari-hari menjadi semakin mahal.
  2. Barang-barang itu dikenakan pajak selama penjual berstatus Pengusaha Kena Pajak (PKP).
  3. Beberapa contoh barang yang terkena PPN antara lain pakaian, tas, sepatu, pulsa telekomunikasi, sabun, alat elektronik, barang otomotif, perkakas, hingga kosmetik.

Selain itu, jasa layanan streaming film dan musik yang biasa kita pakai seperti Netflix dan Spotify juga memungut PPN. Secara umum pengenaan PPN dkenakan atas objek: Penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) di dalam daerah pabean yang dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP), misalnya PPN terhadap kosmetik dan pakaian yang dibeli di pusat perbelanjaan.

– Impor BKP dan/atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak (JKP)/BKP Tak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean. Misalnya: layanan streaming film dan musik. – Ekspor BKP dan/atau JKP oleh PKP – Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan.

Misalnya, PPN atas bangunan. – Penyerahan aktiva oleh PKP yang menurut tujuan semula aktiva tersebut tidak untuk diperjualbelikan, sepanjang PPN yang dibayar pada saat perolehannya dapat dikreditkan. Sebelumnya, pemerintah resmi menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 10 persen menjadi 11 persen per Jumat, 1 April 2022.

Hal itu sesuai amanat pasal 7 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Menteri Keuangan Sri Mulyani menegaskan kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 11 persen tidak untuk menyusahkan rakyat. Dalam acara CNBC Indonesia Economic Outlook 2022, Sri Mulyani mengatakan kenaikan pajak tersebut justru akan kembali ke masyarakat.

(dzu/asa)

Jasa Dokter Hewan apakah objek PPN?

Layanan Jasa Ini Bebas PPN Jasa yang tidak dikenakan PPN merupakan jenis-jenis jasa yang atas penyerahannya tidak dikenai pungutan atas Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Adanya layanan jasa yang tidak dikenakan PPN ini karena pertimbangan ekonomi, sosial, dan budaya.

  1. Yang dimaksud dengan pertimbangan ekonomi, sosial dan budaya terkait jasa yang tidak dikenakan PPN adalah, beberapa jasa yang pemanfaatannya untuk hajat hidup orang banyak.
  2. Selain itu, ada pula jasa yang keberadaannya diperuntukan bagi kepentingan agama, serta ada pula jasa yang tidak dimaksudkan untuk kepentingan komersial.

Dasar Hukum Jasa yang Tidak Dikenakan PPN Jasa yang tidak dikenakan PPN memiliki dasar hukum peraturan perundang-undangan, yakni Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983, yang dalam perjalanan waktu mengalami beberapa penyempurnaan. Perubahan paling akhir adalah Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang PPN.

  • Jenis-Jenis Jasa yang Tidak Dikenakan PPN berdasarkan UU PPN Pasal 4A Ayat 3 antara lain:
  • Jasa pelayanan kesehatan medis Jasa pelayanan sosial Jasa pengiriman surat dengan perangko Jasa keuangan Jasa asuransi Jasa keagamaan Jasa pendidikan Jasa kesenian dan hiburan Jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan Jasa angkutan umum di darat dan di air serta jasa angkutan udara dalam negeri yang menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari jasa angkutan udara luar negeri Jasa tenaga kerja Jasa perhotelan Jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum Jasa penyediaan tempat parkir Jasa telepon umum dengan menggunakan uang logam Jasa pengiriman uang dengan wesel pos
  • Jasa boga atau katering
  • Jasa Pelayanan Kesehatan Medis masuk dalam kategori jasa yang tidak dikenakan PPN meliputi:
You might be interested:  Ciri Ciri Laporan Keuangan Yang Baik?

Jasa dokter umum, dokter spesialis dan dokter gigi. Jasa dokter hewan. Jasa ahli kesehatan, seperti akupuntur, ahli gigi, ahli gizi dan ahli fisioterapi. Jasa kebidanan. Jasa paramedis dan perawat. Jasa rumah sakit, rumah bersalin, klinik kesehatan, laboratorium kesehatan dan sanatorium. Jasa psikolog dan psikiater.

  1. Jasa pengobatan alternatif.
  2. Jasa pelayanan sosial yang masuk dalam kategori jasa yang tidak dikenakan PPN meliputi:

Jasa pelayanan panti asuhan dan panti jompo. Jasa pemadam kebakaran. Jasa pemberian pertolongan pada kecelakaan. Jasa lembaga rehabilitasi. Jasa penyediaan rumah duka atau jasa pemakaman, termasuk di dalamnya krematorium. Jasa di bidang olah raga, kecuali yang bersifat komersial.

  • jasa yang tidak dikenakan ppn
  • Jasa Pengiriman Surat dengan Perangko

Kriteria jasa pengiriman surat dengan perangko masuk dalam kategori jasa yang tidak dikenakan PPN meliputi jasa pengiriman surat dengan menggunakan perangko tempel. Dalam PMK Nomor 93/PMK.03/2012, surat yang dimaksud dalam hal ini termasuk di antaranya: Kartu pos yaitu bentuk komunikasi tertulis di atas kartu bergambar dan/atau tidak bergambar.

  • Warkat pos yaitu bentuk komunikasi tertulis yang ditulis pada selembar kertas yang sekaligus berfungsi sebagai sampul.
  • Sekogram yaitu tulisan, cetakan, atau rekaman untuk keperluan tunanetra.
  • Bungkusan kecil yaitu surat pos yang dimaksudkan untuk pengiriman barang sampai dengan 2 kilogram.
  • Dokumen yaitu data, catatan, dan/atau keterangan baik tertulis di atas kertas atau sarana lain maupun terekam dalam bentuk corak apapun yang dapat dilihat, dibaca, atau didengar dan mempunyai nilai komersial atau berharga.

Jasa Keuangan Jasa keuangan yang termasuk dalam kategori jasa yang tidak dikenai PPN, antara lain: Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.

  • Memberikan kredit.
  • Menempatkan dana pada, meminjam dana dari, atau meminjamkan dana kepada bank lain, baik dengan menggunakan surat, sarana telekomunikasi maupun dengan wesel unjuk, cek atau sarana lainnya.
  • Melakukan kegiatan anjak piutang, usaha kartu kredit.
  • Menyediakan pembiayaan dan atau melakukan kegiatan lain berdasarkan Prinsip Syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia (BI).

Jasa pembiayaan, termasuk pembiayaan syariah. Jasa penyaluran pinjaman atas dasar hukum gadai, termasuk gadai syariah dan fidusia. Jasa penjaminan. Jasa Penyiaran yang Tidak Bersifat Iklan Perihal jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan sebagai jasa yang tidak dikenakan PPN, diatur dalam PMK Nomor 155/PMK.03/2012.

  1. Dalam PMK tersebut, definisi penyiaran yang tidak bersifat iklan adalah, kegiatan penayangan pesan layanan masyarakat atau rangkaian pesan layanan masyarakat dalam bentuk suara, gambar atau suara dan gambar, baik yang bersifat interaktif maupun tidak.
  2. Berdasarkan definisi tersebut, kegiatan penyiaran yang tidak bersifat komersial, dalam arti memasarkan suatu produk tertentu, melainkan bertujuan sebagai layanan masyarakat, merupakan jenis jasa yang tidak dikenakan PPN.

Jasa yang Disediakan oleh Pemerintah Yang dimaksud dengan jasa yang disediakan dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum sebagai jasa yang tidak dikenakan PPN antara lain: Jasa pemberian Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Jasa pemberian Izin Usaha Perdagangan (IUP).

  • Pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
  • Pembuatan Kartu Tanda Penduduk (KTP).
  • Pemberian hak paten, pemberian merek, pemberian hak cipta, pembuatan akte kelahiran, pembuatan akte nikah, dan pemberian visa.
  • Eseluruhan layanan-layanan umum yang dilakukan pemerintah ini diatur dalam PMK Nomor 82/PMK.03/2012.

Layanan-layanan yang disediakan pemerintah selain dari yang tertuang dalam PMK ini bukan termasuk jasa yang tidak dikenakan PPN. : Layanan Jasa Ini Bebas PPN

Apakah ciri ciri Pajak Pertambahan Nilai?

Pemerintah memutuskan tetap menjalankan kebijakan menaikkan Pajak Pertambahan Nilai atau PPN per 1 April 2022. Sebelumnya, melalui Undang-undang (UU) Nomor 7 tahun 2021, pemerintah memutuskan untuk menaikkan tarif PPN dari 10% menjadi 11%. Kenaikan tarif PPN ini diberlakukan untuk menaikkan tingkat penerimaan pajak.

  • Hal ini diperlukan agar pemerintah mampu mencapai target defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebesar 4,8%.
  • Definisi PPN Secara umum, PPN merupakan pungutan yang disematkan dalam proses produksi dan distribusi barang dan jasa.
  • Pemungutannya kerap dijumpai dalam kehidupan sehari-hari.
  • Misalnya, saat kita berbelanja di supermarket atau membeli barang di pusat perbelanjaan atau mall.

Secara spesifik, PPN didefinisikan sebagai pajak yang dikenakan atas seluruh konsumsi barang atau jasa kena pajak yang bersifat umum (general tax on consumption). Pungutan ini menyasar barang kena pajak (BKP) dan jasa kena pajak (JKP), serta dibebankan kepada wajib pajak pribadi atau wajib pajak badan yang telah mendapatkan status Pengusaha Kena Pajak (PKP).

Mengutip www.kemenkeu.go.id, BKP sendiri dimaknai sebagai barang berwujud yang menurut sifat atau hukumnya dapat berupa barang bergerak atau barang tidak bergerak, dan barang tidak berwujud, yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-undang (UU) PPN. Cakupan BKP dalam UU PPN ini bersifat “negative list”, dalam artian pada prinsipnya seluruh barang merupakan BKP.

Kecuali ditetapkan sebagai barang yang tidak dikenai PPN oleh pemerintah. Dasar Hukum PPN PPN diperkenalkan dalam sistem perpajakan Indonesia pada 1983. Hal ini ditandai dengan diterbitkannya UU Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Barang Mewah atau lebih dikenal dengan UU PPN.

  1. Namun, melalui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1984 (Perppu), pemerintah memutuskan untuk menangguhkan pelaksanaan UU Nomor 8 Tahun 1983 menjadi selambat-lambatnya 1 Januari 1986.
  2. Penangguhan dilakukan karena pemerintah melihat belum siapnya berbagai pihak untuk melaksanakan UU PPN seketika.

Ketidaksiapan tersebut dikhawatirkan dapat menimbulkan gangguan yang berpotensi merugikan masyarakat dan negara. Sebelum menggunakan sistem PPN, Indonesia telah menggunakan tiga jenis pajak atau pungutan terhadap konsumsi. Tiga pajak tersebut adalah, Pajak Pembangunan I, Pajak Peredaran 1950, dan Pajak Penjualan (PPn).

  1. Dalam perjalanannya, UU PPN telah mengalami empat kali perubahan.
  2. Pertama, melalui Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1994 yang berlaku mulai 1 Januari 1995.
  3. Perubahan kedua dilakukan melalui pengesahan Undang-Undang (UU) Nomor 18 Tahun 2000 yang berlaku pada 1 Januari 2001.
  4. Emudian, perubahan ketiga atas UU PPN dilakukan melalui UU Nomor 42 Tahun 2009 yang mulai berlaku pada 1 April 2010.

Perubahan terakhir dilakukan melalui pengesahan UU Nomor 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Objek PPN PPN dikenakan pada lima objek, yaitu BKP dan JKP di dalam daerah pabean, yang dilakukan pengusaha. Daerah pabean yang dimaksud adalah, seluruh wilayah Republik Indonesia.

Kedua, PPN dibebankan untuk impor BKP. Ketiga, PPN dikenakan pada pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean. Yang dimaksud dengan BKP tidak berwujud antara lain, hak paten, merk dagang, dan hak cipta. Pengenaan PPN juga diberikan untuk pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean.

Terakhir, PPN dikenakan pada ekspor BKP berwujud atau tidak berwujud, serta dan ekspor JKP oleh PKP. Karakteristik PPN Sebagai pungutan atas konsumsi barang dan jasa di Indonesia, PPN memiliki enam karakteristik, antara lain.1. Pajak Atas Konsumsi Sebagai pungutan atas konsumsi, PPN dibebankan kepada konsumen yang membeli BKP dan/atau memanfaatkan JKP.

Artinya, yang bertanggung jawab untuk membayarnya adalah konsumen akhir.2. Pajak Tidak Langsung PPN merupakan bentuk pajak tidak langsung. Artinya, pihak yang diwajibkan untuk membayar adalah konsumen akhir atas pemanfaatan BKP dan JKP. Namun, pihak yang bertugas untuk memungut, menyetor dan melaporkan PPN adalah perusahaan yang sebelumnya telah dikukuhkan menjadi PKP.

Inilah yang dimaksud sebagai sifat pajak tidak langsung, karena pihak yang melakukan pembayaran dan penyetoran berbeda.3. Bersifat Objektif PPN memiliki sifat objektif, di mana tidak memandang subjek pajaknya. Berbeda dengan pajak penghasilan (PPh) misalnya, yang memiliki tarif berbeda, tergantung dari penghasilan wajib pajak.

  1. Tarif yang tertera dalam PPN menyasar semua kalangan.4.
  2. Memiliki Tarif Tunggal PPN menggunakan besaran tarif tunggal.
  3. Ini berbeda dibandingkan PPh, yang memiliki perhitungan progresif, di mana setiap penghasilan memiliki besaran tarif sendiri.5.
  4. Pajak Atas Konsumsi BKP dan/atau JKP di Dalam Negeri Karakteristik PPN berikutnya adalah pengenaannya yang hanya berlaku di dalam daerah paben atau di wilayah Indonesia.
You might be interested:  Tuliskan Apa Yang Kamu Ketahui Tentang Administrasi Keuangan Secara Luas?

Artinya, PPN hanya dikenakan atas konsumsi BKP dan JKP di dalam negeri seperti misalnya transaksi impor. Selain itu, pungutan PPN juga diterapkan pada pemanfaatan BKP dan JKP tidak berwujud di luar daerah pabean yang dimanfaatkan di dalam negeri.6. Multi Stage Levy Berbeda dengan PPh yang bersifat progresif, PPN memiliki ciri-ciri sebagai pajak yang bersifat multi stage levy,

Artinya, pungutan dikenakan pada setiap tahap jalur produksi dan distribusi. Ini mulai dari pabrik, pedagang besar, grosir, hingga pedagang kecil. Meski dikenakan pada setiap mata rantai produksi dan distribusi, pajak ini tidak akan menimbulkan efek pajak berganda. Karena, mekanismenya menganut pengkreditan Pajak Keluaran dan Pajak Masukan.

Tarif PPN Seperti disebutkan sebelumnya, PPN menggunakan tarif tunggal. Berdasarkan UU Nomor 42 Tahun 2009, tarif PPN ditetapkan sebagai berikut.

Tarif PPN adalah 10%. Tarif PPN sebesar 0% (nol persen) diterapkan atas ekspor BKP berwujud, ekspor BKP tidak berwujud dan ekspor JKP Tarif PPN dapat berubah menjadi paling rendah 5% dan paling tinggi sebesar 15% sebagaimana diatur oleh Peraturan Pemerintah (PP).

Tarif PPN kemudian berubah menjadi 11% melalui pengesahan UU Nomor 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Kenaikan tarif ini akan berlaku per 1 April 2022. Perubahan tarif ini selanjutnya akan diatur melalui Peraturan Pemerintah (PP) Berdasarkan UU 7/2021, tarif PPN ke depan akan dinaikkan menjadi 12%, yang mulai diberlakukan paling lambat 1 Januari 2025.

  1. Sementara, rentang maksimal pemungutan berdasarkan UU PPN adalah sebesar 15%.
  2. Rentang tarif PPN yang tertera dalam UU 7/2021 ini tetap mengadopsi aturan yang tercantum dalam UU 42/2009.
  3. Adapun, untuk ekspor BKP berwujud dan tidak berwujud, serta ekspor JKP juga tidak mengalami perubahan, yakni tetap 0%.

Ini tertera pada Pasal 7 Ayat (2) UU 7/2021.

PPN termasuk jenis pajak apa?

5. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) – Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) merupakan pajak yang dikenakan atas pemanfaatan atau kepemilikan tanah atau bangunan. PBB pada dasarnya merupakan Pajak Pusat, namun dalam realisasi penerimaannya, hampir seluruhnya diserahkan kepada Pemerintah Daerah, baik provinsi maupun Kabupaten/Kota.

Pajak Kendaraan Bermotor Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor Pajak Air Permukaan Pajak Rokok

Pajak Kabupaten/Kota:

Pajak Hotel Pajak Restoran Pajak Hiburan Pajak Reklame Pajak Penerangan Jalan Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan Pajak Parkir Pajak Air Tanah Pajak Sarang Burung Walet Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan

Untuk Pajak Daerah sendiri dapat dibayarkan di kantor samsat terdekat (untuk pajak kendaraan bermotor) dan Unit Pelayanan Pajak Daerah untuk jenis pajak daerah lainnya. Baru-baru ini Pemerintah Republik Indonesia telah menetapkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 10 Tahun 2021 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Rangka Mendukung Kemudahan Berusaha dan Layanan Daerah.

  1. Dalam Peraturan Pemerintah ini setidaknya mendukung penyederhanaan perizinan, kemudahan dalam hal berusaha dan layanan daerah.
  2. Hal ini bertujuan untuk memperkuat peran daerah dalam menyelaraskan kebijakan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dan saling bahu membahu dalam bekerjasama untuk menciptakan suasana yang kondusif bagi investasi di Indonesia.

Dengan adanya investasi yang dilakukan di daerah juga diharapkan dapat membantu meningkatkan pendapatan asli daerah.

Apakah batu dan pasir kena PPN?

Pasir, Kerikil, Tanah Liat Kena PPN Terbitnya UU HPP banyak memberikan perubahan terhadap aturan pada UU sebelumnya. Seperti barang kebutuhan pokok yang pada UU PPN No 8 Tahun 1983 sebagaimana diubah dalam UU Cipta Kerja No 11 Tahun 2020 Pasal 4A ayat 2 merupakan barang yang tidak dikenai PPN., namun pada UU HPP No 7 Tahun 2021, barang kebutuhan pokok tersebut dihapuskan dari Pasal 4A ayat 2.

Jika dihapuskan apakah barang kebutuhan pokok tersebut menjadi dikenakan PPN? Ternyata, oleh pemerintah barang kebutuhan pokok tersebut dipindah kedalam Pasal 16B ayat 1A menjadi “Pajak terutang tidak dipungut sebagian atau seluruhnya atau dibebaskan dari pengenaan pajak baik untuk sementara waktu maupun selamanya”.

Artinya atas barang kebutuhan pokok tersebut saat ini tetap tidak dikenakan PPN (mendapat fasilitas dibebaskan PPN). Lalu bagaimana dengan barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya seperti kerikil, pasir, tanah liat, dan lain-lain? Sama seperti barang kebutuhan pokok, ternyata untuk barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya juga dihapuskan dari kelompok barang yang dikenai PPN. Lalu bagaimana untuk barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya, apakah juga dimasukkan dalam Pasal 16B ayat 1A UU HPP yang mendapat fasilitas PPN? Bedasarkan Pasal 16B ayat 1A huruf (j) UU HPP ternyata hal tersebut tidak disebutkan yang artinya barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya seperti kerikil, pasir, tanah liat tidak mendapat fasilitas PPN dibebaskan atau tidak dipungut. Sehingga untuk sekarang ini, penjualan kerikil, pasir, tanah liat, dan sebagainya selain yang disebutkan dalam SP tersebut terutang PPN 11%. : Pasir, Kerikil, Tanah Liat Kena PPN

Apakah gas bumi termasuk objek PPN?

A. Gas bumi yang diambil langsung dari sumbernya termasuk jenis barang yang tidak dikenai PPN ; b. Gas bumi seperti elpiji yang siap dikonsumsi langsung oleh masyarakat merupakan Barang Kena Pajak.

Apa saja yang termasuk objek PPN berdasarkan Pasal 4 UU PPN?

Obyek PPN dalam Pasal 4 UU PPN —Obyek Pajak Pertambahan Nilai yang tercantum dalam Pasal 4 Undang-Undang (UU) Nomor 18 Tahun 2000 sebagai berikut; Penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha. Contoh : PT Indo Semen (perusahaan pabrikan semen) menyerahkan semen kepada pembelinya di Dalam Negeri Impor Barang Kena Pajak.

Contoh : PT Astra Internasional melakukan impor Mobil Toyota dari Jepang. Penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha. Contoh : PT JTS (perusahaan konsultan pajak) menyerahkan jasa konsultasi pajak kepada kliennya di Dalam Negeri. Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean.

Contoh : PT Coca Cola Indonesia (perusahaan pabrikan minuman ringan) menggunakan hak merek “Coca Cola” milik Coca Cola, Corp. di Amerika. Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean. Contoh : PT Garuda Indonesia (perusahaan maskapai penerbangan) menggunakan jasa konsultan manajemen dari perusahaan konsultan Jerman.

Penyerahan Barang/Jasa tersebut akan dikenakan PPN apabila memenuhi syarat-syarat kumulatif sebagai berikut :-Barang atau jasa yang diserahkan merupakan BKP/JKP -Penyerahannya dilakukan (terjadi) di Dalam NegeriPenyerahan tersebut dilakukan dalam kegiatan usaha atau pekerjaan Pengusaha yang bersangkutan.

: Obyek PPN dalam Pasal 4 UU PPN

Pajak Pertambahan Nilai termasuk pajak apa?

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atau Value Added Tax (VAT) adalah pajak yang dikenakan kepada konsumen atas setiap pertambahan nilai dari suatu barang dan/atau jasa di dalam daerah pabean Republik Indonesia. Pada dasarnya semua barang dan jasa merupakan barang kena pajak dan jasa kena pajak sehingga dikenakan PPN, kecuali jenis barang dan jasa yang ditetapkan dalam undang-undang.

Barang yang dikenakan pajak berdasarkan undang-undang disebut Barang Kena Pajak (BKP) dan jasa yang dikenakan pajak berdasarkan undang-undang disebut Jasa Kena Pajak (JKP). Ketentuan lebih lanjut mengenai BKP dan JKP telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 yang mengalami perubahan, yaitu UU Nomor 11 Tahun 1994, UU Nomor 18 Tahun 2000, UU Nomor 42 Tahun 2009, dan yang terbaru ialah UU HPP.

Dalam UU HPP yang telah diresmikan Presiden Republik Indonesia pada tanggal 29 Oktober 2021 terdapat peraturan baru mengenai PPN. Peraturan baru tersebut di antaranya adalah mengenai tarif PPN yang tercantum pada Pasal 7 UU HPP. Tarif PPN, yaitu sebesar 11% yang sudah berlaku sejak 1 April 2022.

Berdasarkan apakah Pajak Pertambahan Nilai?

Dasar Hukum PPN di Indonesia – Dasar hukum Pajak Penghasilan Tambahan atau PPN adalah Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2007 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah. Hingga saat ini, dasar hukum tersebut telah mengalami tiga kali perubahan atau amandemen.