Besarnya Pajak Masukan Yang Dapat Dikreditkan Adalah?

Besarnya Pajak Masukan Yang Dapat Dikreditkan Adalah
Pengecualian Penggunaan e-Faktur –

  • Kewajiban pembuatan Efaktur dikecualikan atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak:
  • 1. Dilakukan oleh pedagang eceran sebagaimana dimaksud pasal 20 PP Nomor 1 Tahun 2012
  • PKP pedagang eceran adalah PKP yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya melakukan:
  • A. Penyerahan Barang Kena Pajak dengan cara sebagai berikut:
  • Melalui suatu tempat penjualan eceran atau langsung mendatangi dari satu tempat konsumen akhir ke tempat konsumen akhir lainnya.
  • Dengan cara penjualan eceran yang dilakukan langsung kepada konsumen akhir, tanpa didahului dengan penawaran tertulis, pemesanan tertulis, kontrak, atau lelang.
  • Pada umumnya penyerahan Barang Kena Pajak atau transaksi jual beli dilakukan secara tunai dan penjual atau pembeli langsung menyerahkan atau membawa Barang Kena Pajak yang dibelinya.

B. Penyerahan Jasa Kena Pajak dengan cara sebagai berikut:

  • Melalui suatu tempat penyerahan jasa secara langsung kepada konsumen akhir atau langsung mendatangi dari satu tempat konsumen akhir ke tempat konsumen akhir lainnya.
  • Dilakukan secara langsung kepada konsumen akhir, tanpa di dahului penawaran tertulis, pemesanan tertulis, kontrak, atau lelang.
  • Pada umumnya pembayaran atas penyerahan Jasa Kena Pajak dilakukan secara tunai.

2. Dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak Toko Retail kepada orang pribadi pemegang paspor luar negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16E UU PPN.3. Bukti pungutan Pajak Pertambahan Nilainya berupa dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (6) UU PPN.

  • Dalam hal PKP deemed tidak memenuhi kriteria di atas, PKP deemed yang merupakan PKP yang ditetapkan oleh DJP, wajib membuat Faktur Pajak elektronik dengan Aplikasi e-Faktur namun untuk pelaporan SPT tetap menggunakan SPT Masa PPN 1111DM dengan Aplikasi eSPT Masa PPN 1111DM.
  • Tetapi untuk selanjutnya apabila dalam suatu masa peredaran usahanya telah melebihi 1,8 milyar PKP tersebut wajib memperhitungkan PPN normal PK-PM dengan melaporkan 1111, dan SPT Masa PPNnya dapat menggunakan Aplikasi Efaktur.

: PKP Deemed: Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan

Berapa besarnya pajak masukan yang dapat dikreditkan?

Pengkreditan Pajak Masukan PKP Tertentu – PMK 74 juga mengatur pedoman pengkreditan PPN untuk PKP yang melakukan penyerahan kendaraan bermotor bekas secara eceran dan PKP yang melakukan penyerahan emas perhiasan secara eceran. Besarnya pajak masukan yang dapat dikreditkan untuk PKP yang melakukan penyerahan kendaraan bekas adalah 90% sehingga PPN yang disetorkan ke kas negara sebesar 1% dari harga jual kendaraan bekas.

Apa yang dimaksud pajak masukan yang dapat dikreditkan?

MELALUI PMK 89/2020, Menteri Keuangan merilis beleid yang mengatur secara tersendiri penetapan nilai lain sebagai dasar pengenaan pajak (DPP) atas penyerahan barang hasil pertanian tertentu. Beleid ini dirilis untuk lebih menjamin rasa keadilan atas penyerahan barang hasil pertanian tertentu.

  • Selain itu, Ditjen Pajak (DJP) menyatakan faktor kesederhanaan menjadi pokok inti yang ditawarkan kepada petani atau kelompok tani.
  • Diharapkan adanya PMK 89/2020 dapat mempermudah petani atau kelompok tani dalam menjalankan kewajiban pajak pertambahan nilai (PPN).
  • Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Humas DJP Hestu Yoga Saksama mengatakan melalui PMK 89/2020 pengusaha kena pajak (PKP) petani tidak lagi dipusingkan dengan mekanisme penghitungan pajak masukan dalam menentukan besaran PPN yang disetor.

Lantas, sebenarnya apa yang dimaksud dengan pajak masukan? Definisi MERUJUK IBFD International Tax Glossary (2015) pajak masukan atau input tax atau input value add tax (VAT) adalah PPN yang dibayarkan oleh pengusaha terkait dengan perolehan barang dan jasa untuk tujuan bisnis.

Lebih lanjut, apabila barang dan jasa tersebut digunakan untuk transaksi kena pajak maka pajak masukan umumnya dapat dikreditkan. Namun, apabila barang dan jasa tersebut digunakan untuk tujuan yang dikecualikan dari pengenaan pajak, maka pajak masukan umumnya tidak dapat dikreditkan. Sementara itu, Kath Nithingale (2002) mendefinisikan pajak masukan sebagai PPN yang dapat diklaim kembali atas pembelian yang dilakukan oleh PKP.

Berdasarkan Pasal 1 angka 24 UU PPN, pajak masukan adalah PPN yang seharusnya sudah dibayar oleh PKP karena perolehan barang kena pajak (BKP), perolehan jasa kena pajak (JKP), pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar daerah pabean, dan/atau impor BKP.

Secara sederhana, pajak masukan dapat diartikan sebagai PPN yang telah dipungut oleh PKP pada saat penyerahan BKP/JKP dalam masa pajak tertentu. Pajak masukan tersebut dapat dikreditkan oleh PKP untuk memperhitungkan sisa pajak yang terutang melalui mekanisme pengkreditan pajak masukan. Secara ringkas, mekanisme pengkreditan pajak masukan membuat PKP dapat mengkreditkan pajak masukan yang dibayarkannya atas perolehan barang dan jasa dengan pajak keluaran yang dipungut ketika melakukan penyerahan barang.

Apabila pajak keluaran lebih besar dari pajak masukan maka kelebihan pajak keluaran tersebut harus disetorkan kepada kas negara. Sebaliknya, apabila pajak masukan lebih besar dari pajak keluaran maka kelebihan pajak masukan tersebut dapat dikompensasikan ke masa pajak berikutnya atau direstitusi.

  • Endati dapat dijadikan pengurang untuk mengetahui berapa besaran pajak yang harus disetor, tidak semua pajak masukan dapat dikreditkan.
  • Prinsip pengkreditan pajak masukan diatur dalam Pasal 9 ayat UU PPN.
  • Simak kelas “Tata Cara Pengkreditan Pajak Masukan” Pengkreditan pajak masukan juga menjadi mekanisme yang dapat menjamin beban PPN tidak ditanggung oleh PKP melainkan konsumen akhir.

Pasalnya tujuan pengenaan PPN adalah untuk mengenakan pajak atas konsumsi pribadi yang dilakukan konsumen akhir. Simpulan Pajak masukan adalah pajak yang dikenakan ketika PKP melakukan pembelian terhadap BKP atau pemanfaatan JKP. Hal ini berarti pajak masukan berlaku ketika PKP berada pada posisi pembeli.

Apakah semua pajak masukan dapat dikreditkan?

Pajak Pertambahan Nilai ( PPN ) di Indonesia menggunakan sistem pengkreditan (credit methode) dimana pajak masukan dalam suatu masa pajak dikreditkan dengan pajak keluaran dalam masa pajak yang sama. Namun, tidak semua pajak masukan dapat dikreditkan.

Kapan PPN masukan dapat dikreditkan?

Pengkreditan PPN Masukan pada Masa Pajak yang Tidak Sama Soal 1 PT. EFG adalah pengusaha kena pajak (PKP) yang bergerak di bidang pengolahan kayu. Pada tanggal 8 Agustus PT. EFG melakukan transaksi pembelian barang kena pajak (BKP) dari PT. HIJ yang juga merupakan PKP.

Adapun BKP tersebut digunakan untuk kegiatan yang berhubungan dengan usaha PT. EFG. Atas transaksi tersebut, diterbitkan faktur pajak oleh PT. HIJ saat tanggal dilakukannya transaksi yaitu 8 Agustus 2018. Akan tetapi, faktur pajak tersebut baru diterima oleh PT. EFG pada tanggal 14 Desember 2021. Dalam hal ini, PT.EFG telah menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPN Masa Pajak Agustus 2021, September 2021, dan Oktober 2021.

Akan tetapi, PT. EFG belum menyampaikan SPT Masa PPN Masa Pajak November 2021. Selain itu, PT. EFG juga belum membebankan sebagai biaya dan tidak menambahkan pajak masukan tersebut ke dalam harga perolehan BKP. Berdasarkan ilustrasi tersebut, bagaimana perlakuan perpajakannya? Jawab: Berdasarkan ketentuan dalam PMK 18/2021 disebutkan bahwa pajak masukan yang belum dikreditkan dengan pajak keluaran pada masa pajak yang sama dapat dikreditkan pada masa pajak berikutnya paling lama 3 masa pajak setelah berakhirnya masa pajak saat faktur pajak dibuat.

Adapun pengkreditan pajak masukan pada masa pajak yang berbeda tersebut dilakukan melalui pembetulan SPT Masa PPN. Dalam kasus di atas, faktur pajak masukan atas perolehan BKP tertanggal 8 Agustus 2021 baru diterima dari PT. HIJ pada 14 Desember 2021. Adapun faktur pajak tertanggal 8 Agustus 2021 tersebut dapat dikreditkan dengan pajak keluaran oleh PT.

EFG melalui pembetulan SPT Masa PPN Masa Pajak Agustus 2021, September 2021, atau Oktober 2021. Selain itu, pengkreditan pajak masukan tersebut dapat dilakukan melalui penyampaian SPT Masa PPN Masa Pajak November 2021.

REFERENSI:

Pengkreditan PPN Masukan pada Masa Pajak yang Tidak Sama

Apakah PPN 1% dapat dikreditkan?

Tarif Efektif PPN 1% dan Pengkreditan Pajak Masukan – Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, pengkreditan pajak masukan tidak bisa dilakukan pada beberapa kondisi, salah satunya pada sebuah transaksi yang menggunakan nilai lain sebagai DPP. Salah satu jenis PPN yang menggunakan nilai lain sebagai DPP adalah transaksi yang mengenakan tarif efektif PPN sebesar 1%. Namun, tarif efektif PPN 1% hanya diberlakukan untuk tiga transaksi, yakni:

Transaksi kendaraan bermotor bekas. Jasa biro perjalanan/biro pariwisata. Jasa pengiriman paket, termasuk jasa freight fowarding.

Penghitungan PPN memang menggunakan persentase yang tetap seperti BKP/JKP pada umumnya, yakni 10% dari DPP. Namun, untuk beberapa transaksi, seperti tiga transaksi di atas, penghitungan DPP adalah 10% x Harga Jual BKP/JKP. Jadi, tarif PPN-nya adalah 10% x 10% x Harga Jual BKP/JKP atau 1% x Harga Jual BKP/JKP.

Bagaimana cara perhitungan PPN 11 %?

Cara Menghitung PPN 11 persen, Ini Contohnya – Cara menghitung PPN 11 persen penerapannya bisa kita lihat, misalnya saja ada pengusaha yang kena pajak X menjual tunai barang kena pajak dengan harga Jual Rp 20.000.000. Pajak pertambahan nilai yang terutang = 11 persen x Rp 20.000.000 = Rp 2.200.000.

Artinya, pajak pertambahan nilai sebesar Rp 2.200.000 itu adalah pajak keluaran yang dipungut oleh pengusaha kena pajak X. Contoh lain rumus cara menghitung PPN 11 persen adalah, jika ada seseorang mengimpor barang kena pajak yang dikenai tarif 11 persen dengan nilai impor Rp 30.000.000. Pajak pertambahan nilai yang dipungut lewat Direktorat Jenderal Bea dan Cukai bisa dihitung dengan cara =11 persen x Rp 30.000.000 = Rp 3.300.000.

Nah begitu lah cara menghitung PPN 11 persen dengan contohnya. Semoga bermanfaat ya! Simak Video ” 1 April PPN Jadi 11 Persen, Samsung Tegaskan Produknya Tidak Naik Harga ” (hil/sun) : Cara Mudah Hitung PPN 11 Persen Lengkap dengan Contohnya, Catat Rek!

Bagaimana jika PPN masukan lebih besar dari PPN keluaran?

Kaitan Faktur Pajak Masukan ( VAT in ) dan Keluaran dalam Sistem Pengkreditan – Sebelumnya telah dijelaskan sekilas mengenai Faktur Pajak. Ini merupakan dokumen penting setiap kali PKP melakukan transaksi terkait Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak.

Isinya adalah detail transaksi yang terjadi, mulai dari identitas kedua belah pihak, komoditas yang diperjualbelikan, PPN dan PPnBM ( Pajak Penjualan atas Barang Mewah ) yang menjadi kewajiban, serta info detail lainnya. Jadi, untuk dapat menerbitkan Faktur Pajak, Sobat Klikpajak harus dikukuhkan menjadi PKP terlebih dahulu.

Syarat Pengajuan PKP dan Cara Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak Laporan pajak yang menggunakan Faktur Pajak Keluaran disampaikan PKP Penjual pada DJP setelah transaksi dilakukan. Kemudian, Faktur Pajak Masukan yang dimiliki PKP Pembeli untuk diverifikasi nilainya dengan dibandingkan pada Faktur Pajak Keluaran.

Dalam penghitungan PPN Terutang, bila terdapat selisih antara jumlah total kedua faktur pajak ini, akan diselesaikan dengan apa yang disebut Kredit Pajak. Kredit pajak sendiri berarti penyelesaian selisih Pajak Pertambahan Nilai yang terjadi antara kedua faktur pajak yang dilaporkan. Hal ini bukanlah pelanggaran hukum perpajakan, namun sebuah kewajaran.

Nantinya, selisih ini dapat diselesaikan dengan pembayaran kekurangan pajak (jika pajak masukan lebih kecil) atau klaim pajak atau kompensasi pajak (jika pajak masukan lebih besar). Pembayaran kekurangan pajak bisa dilakukan pada periode selanjutnya untuk menutup jumlah kekurangan yang ada.

  • Sedangkan ketika VAT in atau Pajak Masukan lebih besar, maka PKP dapat melakukan klaim, dan nantinya jumlah kelebihan bayar akan digunakan untuk mengurangi jumlah pajak pada periode berikutnya.
  • Ini yang disebut sebagai kompensasi pajak yang bisa diterima oleh PKP.
  • Etentuan Pengkreditan Pajak Masukan Berdasarkan Pasal 9 UU PPN, pengkreditan Pajak Masukan dan Pajak Keluaran ini dilakukan pada masa pajak yang sama.

Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Masukan yang dapat dikreditkan lebih besar daripada Pajak keluaran, maka selisihnya merupakan kelebihan pajak yang dapat dikompensasikan pada Masa Pajak berikutnya. Jika dalam suatu Masa Pajak, PKP disamping melakukan penyerahan yang terutang pajak juga melakukan penyerahan yang tidak terutang pajak, sepanjang bagian penyerahan yang terutang pajak dapat diketahui dengan pasti dari pembukuannya, maka jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan adalah Pajak Masukan yang berkenaan dengan penyerahan yang terutang pajak.

Apabila PKP disamping melakukan penyerahan yang terutang pajak juga melakukan penyerahan yang tidak terutang pajak, sedangkan Pajak Masukan untuk penyerahan yang terutang pajak tidak dapat diketahui dengan pasti, maka jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan untuk penyerahan yang terutang pajak dihitung dengan menggunakan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

Besarnya Pajak Masukan yang dapat dikreditkan oleh Pengusaha yang dikenakan Pajak Penghasilan dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN). Ketika Pajak Masukan yang dapat dikreditkan tersebut belum dilakukan pengkreditan Pajak Masukan dengan Pajak Keluaran pada masa pajak yang sama, maka dapat dikreditkan pada masa pajak berikutnya.

  1. Batas waktu pengkreditan Pajak Masukan maksimal 3 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir.
  2. Jika ternyata PKP belum melakukan produksi, sehingga belum ada penyerahan barang kena pajak terutang, maka Pajak Masukan dari impor/perolehan barang kena pajak tersebut dapat dikreditkan.
  3. Selengkapnya tentang ketentuan pengkreditan pajak masukan atau PPN masukan baca di sini.

Apakah PPN Masukan Masa Pajak tidak sama bisa dikreditkan? Seperti yang sudah ditetapkan dalam UU PPN bahwa pengkreditan PPN Masukan dilakukan pada masa pajak yang sama. Apakah tidak dapat mengkreditkan pajak masukan pada masa pajak yang tidak sama? Merujuk Peraturan Menteri Keuangan Nomor 18/PMK.03/2021, bawah pajak masukan yang belum dikreditkan dengan pajak keluaran pada masa pajak yang sama tetap dapat dikreditkan pada masa pajak berikutnya.

  • Pajak Masukan beda masa pajak tersebut dapat dilakukan pengkreditan pada masa pajak berikutnya paling lama 3 masa pajak setelah berakhirnya masa pajak saat e-Faktur dibuat.
  • Pengkreditan PPN Masukan beda masa pajak ini harus dilakukan melalui pembetulan SPT Masa PPN.
  • Contoh kasus: PT AAA adalah PKP di sektor usaha tekstil, pada tanggal 9 Juli 2022 melakukan transaksi pembelian bahan baku tekstil (BKP) dari PT BBB yang juga PKP.

Atas transaksi tersebut, PT BBB menerbitkan eFaktur pada saat transaksi tersebut dilakukan. Namun eFaktur tersebut baru diterima PT AAA pada 16 November 2022. Sementara itu PT AAA telah menyampaikan SPT Masa PPN untuk Masa Pajak Juli, Agustus, dan September 2022.

Tapi PT AAA belum menyampaikan SPT Masa PPN untuk Masa Pajak Oktober 2022 dan ia belum membebankan sebagai biaya serta tidak menambahkan Pajak Masukan tersebut ke dalam harga perolehan barang kena pajak. Maka, eFaktur tertanggal 9 Juli 2022 tersebut dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran oleh PT AAA melalui pembetulan SPT Masa PPN untuk Masa Pajak Juli, Agustus, atau September 2022.

Pengkreditan Pajak Masukan tersebut juga dapat dilakukan melalui penyampaian SPT Masa PPN untu Masa Pajak Oktober 2022.

You might be interested:  Yang Termasuk Fungsi Utama Pajak Adalah?

Apakah faktur pajak 05 dapat dikreditkan?

Kapan Kode Transaksi 05 pada Faktur Pajak Digunakan? | Registered Tax Consultant Besarnya Pajak Masukan Yang Dapat Dikreditkan Adalah Lebih dari satu bulan sudah PKP menggunakan versi terbaru aplikasi pembuat faktur pajak, e-Faktur 3.2. Pembaruan aplikasi ini dilakukan bersamaan dengan pemberlakuan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-03/PJ/2022 (PER-03/PJ/2022) mengenai faktur pajak yang berlangsung pada awal bulan April 2022 lalu.

  1. Dalam pelaksanaan ketentuan PER-03/PJ/2022 dan penggunaan aplikasi e-Faktur 3.2, PKP harus memperhatikan jangka waktu upload e-Faktur dan permohonan perolehan persetujuan atas e-Faktur.
  2. Untuk Masa Pajak April 2022, batas waktu upload dan persetujuan e-Faktur harus dilakukan paling lambat tanggal 15 Mei 2022 (tanggal 15 bulan berikutnya setelah tanggal pembuatan e-Faktur).

Namun, selain ketentuan upload dan persetujuan e-Faktur, terdapat syarat formal penting yang harus dipenuhi PKP dalam menyusun dokumen faktur pajak, yaitu keterangan Faktur Pajak harus diisi dengan benar, lengkap dan jelas. Hal ini penting diperhatikan oleh PKP mengingat Faktur Pajak yang cacat formal tidak dapat dikreditkan.

Tata Cara Penggunaan Kode Transaksi pada Faktur Pajak Beberapa perubahan ketentuan terkait Pajak Pertambahan Nilai dalam UU HPP, khususnya mengenai objek PPN mengharuskan PKP lebih cermat dalam menentukan kode transaksi yang harus digunakan pada Faktur Pajak. Adanya perubahan pada rincian objek yang dipungut PPN, objek yang atas PPN-nya dibebaskan atau tidak dipungut, objek yang dipungut dengan besaran tertentu, objek yang dipungut dengan DPP nilai lain serta bukan objek PPN menyebabkan berubahnya kode transaksi yang harus dipilih.

Kode transaksi pada faktur pajak diisi dengan ketentuan sebagai berikut: 01 : digunakan untuk penyerahan BKP dan/atau JKP yang PPN atau PPN dan PPnBM-nya dipungut oleh PKP yang melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP. Kode transaksi ini digunakan dalam hal bukan merupakan jenis penyerahan kode transaksi 02 sampai dengan kode transaksi 09.02 : digunakan untuk penyerahan BKP dan/atau JKP kepada pemungut PPN instansi pemerintah yang PPN atau PPN dan PPnBM-nya dipungut oleh pemungut PPN instansi pemerintah 03 : digunakan untuk penyerahan BKP dan/atau JKP kepada pemungut PPN lainnya (selain instansi pemerintah) yang PPN atau PPN dan PPnBM-nya dipungut oleh pemungut PPN lainnya (selain instansi pemerintah), yaitu pemungut PPN yang ditunjuk berdasarkan PMK (termasuk didalamnya yaitu perusahaan yang tunduk terhadap kontrak karya pertambangan yang di dalam kontrak tersebut secara lex specialis ditunjuk sebagai pemungut PPN) 04 : digunakan untuk penyerahan BKP dan/atau JKP yang dasar pengenaan pajaknya menggunakan nilai lain sebagaimana diatur dalam Pasal 8A ayat (1) UU PPN yang PPN atau PPN dan PPnBM-nya dipungut oleh PKP yang melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP.05 : digunakan untuk penyerahan BKP dan/atau JKP yang PPN-nya dipungut dengan besaran tertentu sebagaimana diatur dalam Pasal 9A ayat (1) UU PPN yang PPN-nya dipungut oleh PKP yang melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP.

  • Mempunyai peredaran usaha dalam 1 (satu) tahun buku tidak melebihi jumlah tertentu
  • Melakukan kegiatan usaha tertentu, dan/atau
  • Melakukan penyerahan BKP tertentu dan/atau JKP tertentu

06 : digunakan untuk penyerahan lainnya yang PPN atau PPN dan PPnBM-nya dipungut oleh PKP yang melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP. Kode transaksi ini digunakan atas penyerahan BKP dan/atau JKP yang:

  • Penyerahan yang menggunakan tarif selain tarif sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (1) UU PPN
  • Penyerahan BKP kepada orang pribadi pemegang paspor luar negeri sebagaimana diatur dalam Pasal 16E UU PPN

07 : digunakan untuk penyerahan BKP dan/atau JKP yang mendapat fasilitas PPN atau PPN dan PPnBM tidak dipungut atau ditanggung pemerintah. Kode ini digunakan berdasarkan peraturan khusus yang berlaku, antara lain sebagai berikut:

  • Ketentuan yang mengatur mengenai bea masuk, bea masuk tambahan, PPN dan PPnBM, dan pajak penghasilan dalam rangka pelaksanaan proyek pemerintah yang dibiayai dengan dana pinjaman/hibah luar negeri
  • Ketentuan yang mengatur mengenai tempat penimbunan berikat
  • Ketentuan yang mengatur mengenai biaya operasi yang dapat dikembalikan dan perlakuan pajak penghasilan di bidang usaha hulu minyak dan gas bumi
  • Ketentuan yang mengatur mengenai perlakuan PPN atas penyerahan avtur untuk keperluan angkutan udara luar negeri
  • Ketentuan yang mengatur mengenai perlakuan PPN atas penyerahan bahan bakar minyak untuk kapal angkutan laut luar negeri.
  • Ketentuan yang mengatur mengenai penyerahan BKP tertentu yang bersifat strategis yang tidak dipungut PPN.
  • Ketentuan yang mengatur mengenai perlakuan perpajakan pada kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi dengan kontrak bagi hasil gross split,
  • Ketentuan yang mengatur mengenai impor dan penyerahan alat angkutan tertentu serta penyerahan dan pemanfaatan JKP terkait alat angkutan tertentu yang tidak dipungut PPN.
  • Ketentuan yang mengatur mengenai penyelenggaraan kawasan ekonomi khusus.
  • Ketentuan yang mengatur mengenai penyelenggaraan kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas,
  • Ketentuan yang mengatur mengenai tata cara pemungutan, penyetoran, dan pelaporan pajak penjualan dan perlakuan PPN dan/atau PPnBM bagi kontraktor perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara generasi I.
  • Ketentuan yang mengatur mengenai PPN ditanggung pemerintah.

08 : digunakan untuk penyerahan BKP dan/atau JKP yang mendapat fasilitas dibebaskan dari pengenaan PPN atau PPN dan PPnBM. Kode transaksi ini digunakan berdasarkan peraturan khusus yang berlaku, antara lain sebagai berikut:

  • Ketentuan yang mengatur mengenai impor dan/atau penyerahan BKP tertentu dan/atau JKP tertentu yang dibebaskan dari pengenaan PPN.
  • Ketentuan yang mengatur mengenai perlakuan PPN atas penyerahan jasa kebandarudaraan tertentu kepada perusahaan angkutan udara niaga untuk pengoperasian pesawat udara yang melakukan penerbangan luar negeri.
  • Ketentuan yang mengatur mengenai penyerahan air bersih yang dibebaskan dari pengenaan PPN.
  • Ketentuan yang mengatur mengenai perlakuan PPN atas penyerahan jasa kepelabuhanan tertentu kepada perusahaan angkutan laut yang melakukan kegiatan angkutan laut luar negeri.
  • Ketentuan yang mengatur mengenai impor dan/atau penyerahan BKP tertentu yang bersifat strategis yang dibebaskan dari pengenaan PPN.
  • Ketentuan yang mengatur mengenai pemberian pembebasan PPN dan/atau PPnBM kepada perwakilan negara asing dan badan internasional serta pejabatnya.

09 : digunakan untuk penyerahan BKP berupa aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan sebagaimana diatur dalam Pasal 16D UU PPN yang PPN-nya dipungut oleh PKP yang melakukan penyerahan BKPSelain ketentuan penggunaan kode transaksi 01 sampai 09 seperti dijelaskan diatas, berikut beberapa ketentuan kode transaksi yang harus dipahami oleh PKP dalam penyusunan Faktur Pajak:

  1. Penyerahan yang mendapat fasilitas PPN atau PPN dan PPnBM tidak dipungut atau ditanggung pemerintah, atau dibebaskan dari pengenaan PPN atau PPN dan PPnBM, tetap menggunakan kode transaksi 07 atau 08, meskipun jenis penyerahannya juga termasuk dalam kategori penyerahan sebagaimana dimaksud pada kode transaksi 01 sampai dengan 06 dan kode transaksi 09.
  2. Dalam hal jenis penyerahannya tidak termasuk dalam kategori penyerahan sebagaimana dimaksud pada kode transaksi 07 dan 08, penyerahan kepada pemungut PPN yang PPN atau PPN dan PPnBM-nya dipungut oleh pemungut PPN yang bersangkutan tetap menggunakan kode transaksi 02 atau 03, meskipun jenis penyerahannya juga termasuk dalam kategori penyerahan sebagaimana dimaksud pada kode transaksi 04, 05, 06, dan 09.
  3. Dalam hal jenis penyerahannya tidak termasuk dalam kategori penyerahan sebagaimana dimaksud pada kode transaksi 07 dan 08 serta 02 dan 03, penyerahan yang menggunakan tarif selain tarif sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (1) UU PPN dan penyerahan kepada orang pribadi pemegang paspor luar negeri sebagaimana diatur dalam Pasal 16E Undang-Undang PPN tetap menggunakan kode transaksi 06, meskipun jenis penyerahannya juga termasuk dalam kategori penyerahan sebagaimana dimaksud pada kode transaksi 04, 05, dan 09.
  4. Dalam hal jenis penyerahannya tidak termasuk dalam kategori penyerahan sebagaimana dimaksud pada kode transaksi 02 sampai dengan 09 maka kode transaksi yang digunakan yaitu kode transaksi 01.
  5. Dalam hal penyerahannya kepada pemungut PPN, tetapi PPN atau PPN dan PPnBM yang terutang dikecualikan dari pemungutan oleh pemungut PPN yang bersangkutan maka kode transaksi yang digunakan yaitu 01 apabila jenis penyerahannya tidak termasuk dalam kategori penyerahan kode transaksi 02 sampai dengan 09.

Kapan PKP menggunakan Kode Transaksi 05? Sebelumnya, kode transaksi 05 digunakan untuk penyerahan BKP dan/atau JKP yang PPN-nya dihitung dengan menggunakan deemed Pajak Masukan kepada selain pemungut PPN. Ketentuan ini diatur dalam Lampiran III huruf B Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-159/PJ./2006.

  • Mempunyai peredaran usaha dalam 1 (satu) tahun buku tidak melebihi jumlah tertentu
  • Melakukan kegiatan usaha tertentu, dan/atau
  • Melakukan penyerahan BKP tertentu dan/atau JKP tertentu

Pajak Masukan atas perolehan, impor serta pemanfaatan BKP dan/atau JKP sehubungan dengan penyerahan oleh PKP yang menggunakan besaran tertentu tidak dapat dikreditkan.Beberapa contoh penggunaan kode transaksi 05 diantaranya: 1. Kegiatan Membangun Sendiri dalam PMK Nomor 61/PMK.03/2022 Pasal 3 PMK Nomor 61/PMK.03/2022 mengatur mengenai pemungutan dan penyetoran PPN dengan besaran tertentu untuk orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri.2.

Penyerahan LPG tertentu yang bagian harganya tidak disubsidi dalam PMK Nomor 62/PMK.03/2022. Pasal 6 PMK Nomor 61/PMK.03/2022 mengatur mengenai besaran tertentu PPN yang terutang atas penyerahan LPG tertentu tertentu yang bagian harganya tidak disubsidi pada titik serah agen atau pangkalan.3. Penyerahan Hasil Pertanian tertentu dalam PMK Nomor 64/PMK.03/2022 Pasal 3 PMK Nomor 64/PMK.03/2022 mengatur mengenai besaran tertentu PPN yang terutang atas penyerahan barang hasil pertanian tertentu.4.

Penyerahan Kendaraan Bermotor Bekas dalam PMK Nomor 65/PMK.03/2022 Pasal 2 PMK Nomor 65/PMK.03/2022 mengatur mengenai kewajiban PKP yang melakukan kegiatan usaha tertentu berupa penyerahan kendaraan bermotor bekas untuk memungut dan menyetorkan PPN yang terutang atas penyerahan kendaraan bermotor bekas dengan besaran tertentu.5.

Penyerahan jasa agen asuransi, jasa pialang asuransi, atau jasa pialang reasuransi dalam PMK Nomor 67/PMK.03/2022 Pasal 3 PMK Nomor 67/PMK.03/2022 mengatur mengenai pemungutan dan penyetoran dengan besaran tertentu atas penyerahan jasa agen asuransi, jasa pialang asuransi atau jasa pialang reasuransi.6.

Penyerahan JKP tertentu dalam PMK Nomor 71/PMK.03/2022 Pasal 2 PMK Nomor 71/PMK.03/2022 mengatur mengenai pemungutan dan penyetoran PPN terutang dengan besaran tertentu untuk penyerahan JKP tertentu, yaitu meliputi:

  1. Jasa pengiriman paket sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pos;
  2. Jasa biro perjalanan wisata dan/atau jasa agen perjalanan wisata berupa paket wisata, pemesanan sarana angkutan, dan pemesanan sarana akomodasi, yang penyerahannya tidak didasari pada pemberian komisi/imbalan atas penyerahan jasa perantara penjualan;
  3. Jasa pengurusan transportasi (freight forwarding) yang di dalam tagihan jasa pengurusan transportasi tersebut terdapat biaya transportasi (freight charges)
  4. Jasa penyelenggaraan perjalanan ibadah keagamaan yang juga menyelenggarakan perjalanan ke tempat lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai kriteria dan/atau rincian jasa keagamaan yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai, dan
  5. Jasa penyelenggaraan:a. Pemasaran media voucer b. Layanan transaksi pembayaran terkait dengan distribusi voucer, danc. Program loyalitas dan penghargaan pelanggan Yang penyerahannya tidak didasari pada pemberian komisi dan tidak terdapat selisih ( margin )

,,

Risma 14 Oct 2022 15:26:15 bapak/ibu saya mau bertanya saya dapat faktur pajak dari jasa pengiriman dengan kode 050, faktur pajak nya apakah dapat dikreditkan atau tidak dapat dikreditkan ? terimakasih

ul>

  • – Terima kasih atas pertanyaannya saudara Risma,
  • Kode faktur 050 dapat dikreditkan lawan transaksi sepanjang PPN yang dimaksud bukan PPN atas pengeluaran sebagaimana diatur dalam Pasal 9 ayat (8) UU PPN dan faktur pajaknya memenuhi syarat formal serta material.
  • Terima kasih, Salam, Vina Febriana (Tax Compliance Consultant)
  • Nisya 05 Oct 2022 11:46:05 perusahaan tmpt sy bekerja bergerak bidang distributor, mendapatkan faktur pajak kode 050dari pihak ekpedisi, apakah faktur pajak kode 050 ini bisa dikreditkan PPN masukannya, karena sebelumnya kami tidak pernah mengkreditkan Faktur pajak PM tersebut? Mohon info nya & terimakasih.

    • Terima kasih atas pertanyaannya saudara Nisya,Berdasarkan PMK Nomor 71/PMK.03/2022, PKP (Penjual) tidak dapat mengkreditkan Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak sehubungan dengan penyerahan JKP Tertentu.
    • Dalam case diatas, perusahaan Ibu Nisya adalah sebagai penerima jasa (pembeli), sehingga faktur pajak dengan kode 05 tersebut tetap dapat dikreditkan.

    Terima kasih, Salam,Aldhila Salma Rihadatul Aisy (Tax Compliance Consultant) Nani Suryani 27 Sep 2022 16:48:01 Pak/ Ibu, mhn pencerahannya. Kntr sy mendapatkan faktur pajak kode 05 atas jasa penitipan uang untuk disampaikn ke bank. Apakah bisa utk kode 05 ini sy kreditkan. Tmksh.

    1. – Terima kasih atas pertanyaannya saudara Nani Suryani,
    2. Kode faktur 050 dapat dikreditkan lawan transaksi selama sepanjang PPN yang dimaksud bukan PPN atas pengeluaran sebagaimana diatur dalam Pasal 9 ayat (8) UU PPN dan faktur pajaknya memenuhi syarat formal serta material.
    3. Terima kasih,

    Salam,Vina Febriana (Tax Compliance Consultant) Dani 22 Sep 2022 09:28:27 saya usaha dealer motor, unit yg saya beli dari supplier ada 1 yg digunakan sbg unit tes drive, bagaimana aturan PPNnya? apakah saya terbitkan FP untuk usaha saya sendiri? apakah pakai kode 04? dan apakah dapat saya kreditkan FPnya tsb? – Terima kasih atas pertanyaannya saudara Dani, Kode faktur pajak untuk pemakaian sendiri BKP dan/atau JKP adalah 040. Missi 09 Sep 2022 13:19:04 kami menjual hasil bumi.kami mau buka faktur tapi lawan transaksi kami minta menggunakan kode faktur 05.selama ini kami selalu menggunakan kode 03 dan 04.apakah kode 05 itu kami yg memungut dan membayar ataukah lawan transaksi kami yang membayar dan kirim bukti bayarnya ke kami,mohon penjelasannya.terima kasih – Terima kasih atas pertanyaannya saudara Missi, Kode faktur 05 digunakan untuk penyerahan BKP dan/atau JKP yang PPN-nya dipungut dengan besaran tertentu sebagaimana diatur dalam Pasal 9A ayat (1) UU PPN yang PPN-nya dipungut oleh PKP yang melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP. SUARDI HALIM 20 Aug 2022 11:47:30 Saya PKP JPT,.untuk tagihan tracking untu kode pajak nya saya menggunakan 04 atau 05.? -Terima kasih atas pertanyaannya saudara Suardi Halim,Berdasarkan Pasal 2 ayat (2) PMK Nomor 71/PMK.03/2022, PKP yang melakukan penyerahan jasa pengurusan transportasi (freight forwarding) yang di dalam tagihan jasa pengurusan transportasi tersebut terdapat biaya transportasi (freight charges) wajib memungut dan menyetorkan PPN yang terutang dengan besaran tertentu. Hilery ade 09 Aug 2022 08:52:14 Untuk jasa vendor seperti event organizer seperti itu apakah memakai kode faktur 05? -Terima kasih atas pertanyaannya saudara Hilery Ade, Berdasarkan Pasal 2 ayat (2) PMK Nomor 71/PMK.03/2022, jasa vendor seperti event organizer tidak menggunakan kode faktur 05.

    • Terima kasih,Salam,Vina Febriana
    • (Tax Compliance Consultant)

    Dewi 20 Jul 2022 17:19:54 Lalu, Kapan PKP menggunakan Kode Transaksi 04 itu sendiri? Ada rinciannya seperti artikel diatas? – Terima kasih atas pertanyaannya saudara Dewi, Berdasarkan Pasal 2 PMK Nomor 121/PMK.03/2015, kode Transaksi 04 dapat digunakan diantaranya pada transaksi sebagai berikut:

    1. untuk pemakaian sendiri Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak;
    2. untuk pemberian cuma-cuma Barang Kena Pajak dan/ atau Jasa Kena Pajak;
    3. untuk penyerahan film cerita;
    4. untuk penyerahan produk hasil tembakau;
    5. untuk Barang Kena Pajak berupa persediaan dan/atau aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan;
    6. untuk penyerahan Barang Kena Pajak dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan/atau penyerahan Barang Kena Pajak antar cabang;
    7. untuk penyerahan Barang Kena Pajak melalui pedagang perantara;
    8. untuk penyerahan Barang Kena Pajak melalui Juru lelang.
    You might be interested:  Metode Analisis Yang Menjadikan Laporan Keuangan Dalam Bentuk Presentasi Yaitu?

    Terima kasih, Salam, Aldhila Salma Rihadatul Aisy (Tax Compliance Consultant) Sutin 06 Jul 2022 09:53:34 Bp/Ibu Saya mau tanya penggunaan kode 05 di Faktur Pajak untuk Jasa Biro Perjalanan Wisata yang dahulu memakai kode 04, apakah dengan kode 05, Harga Jual/Penggantian sama dengan Dasar Pengenaan Pajak diinput dengan nilai sama, tapi untuk PPN nya 1,1% Apakah betul seperti ini ? Terima kasih – Terima kasih atas pertanyaannya saudara Sutin, Berdasarkan ketentuan Pasal 3 PMK 71/PMK.03/2022 bahwa: 1.

    Besaran tertentu tarif PPN adalah 10% x 11%, yaitu 1,1% 2. DPP untuk jasa biro perjalanan wisata adalah harga jual paket wisata, sarana angkutan dan akomodasi Terima kasih, Salam, Aldhila Salma Rihadatul Aisy (Tax Compliance Consultant) SUKMA 04 Jun 2022 12:32:23 Pak/ibu saya mau bertanya, kami selaku penjual utk pembuatan fpjk keluaran apakah bisa 1 no NPWP diinput dg bberapa alamat di efaktur? mohon pencerahan nya thanks – Terima kasih atas pertanyaannya saudara Sukma, Hal tersebut bisa dilakukan karena pengisian alamat pembeli dalam aplikasi e-faktur masih bersifat free text sehingga dapat diubah secara manual.

    Dalam hal aplikasi e-faktur belum dapat mengakomodasi pembuatan daftar referensi pembeli (lawan transaksi) dengan nama dan NPWP yang sama tetapi dengan alamat penerima yang berbeda-beda, maka penginputan Faktur Pajak keluaran dapat dilakukan dengan mekanisme impor data.

    Dalam hal apa sajakah PPN Masukan tidak dapat dikreditkan?

    Pengecualian Pengkreditan PPN Masukan – PPN masukan idealnya bisa dikreditkan, namun ada beberapa PPN masukan yang ternyata tidak bisa dikreditkan. PPN masukan tidak bisa dikreditkan dengan PPN keluaran hanya untuk penyerahan atau pengeluaran sebagai berikut:

    1. Perolehan BKP/JKP yang dilakukan sebelum pengusaha dikukuhkan sebagai PKP.
    2. Perolehan BKP/JKP yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha.
    3. Perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor berupa sedan dan station wagon, kecuali merupakan barang dagangan atau disewakan.
    4. Pemanfaatan BKP tidak berwujud atau pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean sebelum pengusaha dikukuhkan sebagai PKP.
    5. Perolehan BKP/JKP yang faktur pajaknya tidak memenuhi ketentuan atau tidak mencantumkan nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) pembeli BKP/JKP.
    6. Pemanfaatan BKP tidak berwujud atau pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean yang faktur pajaknya tidak memenuhi ketentuan.
    7. Perolehan BKP/JKP yang pajak maskannya ditagih dengan penerbitan ketetapan pajak.
    8. Perolehan BKP/JKP yang pajak masukannya tidak dilaporkan dalam SPT masa PPN, yang ditemukan pada waktu dilakukan pemeriksaan.
    9. Perolehan BKP selain barang modal atau JKP sebelum PKP berproduksi.

    Selain 9 kriteria di atas, PPN masukan yang tidak dapat dikreditkan untuk PPN masukan terkait BKP/JKP yang mendapat fasilitas pembebasan pungutan PPN. Meski BKP/JKP mendapat status dibebaskan PPN, bukan berarti tidak ada PPN, melainkan PPN yang ada tidak dipungut.

    PKP yang dalam suatu masa pajak melakukan penyerahan yang terutang PPN dan penyerahan yang tidak terutang PPN hanya dapat mengkreditkan PPN masukan yang berkenaan dengan penyerahan yang terutang PPN. Bagian penyerahan yang terutang pajak tersebut harus dapat diketahui dengan pasti dari pembukuan PKP.

    : PPN Masukan: Pengertian, Dasar Hukum dan Pengecualian Pengkreditan

    Kode faktur pajak 040 apakah bisa dikreditkan?

    Baru kali ini mengurus pajak bisnis dan bingung saat mendapatkan Faktur Pajak dengan kode 040? Bingung apa itu kode Faktur Pajak 040 dan bagaimana format penggunaannya? Ada banyak kode Faktur Pajak yang penggunaan dari masing-masing kode tersebut berbeda-beda.

    • Salah satunya adalah kode Faktur Pajak 040 yang harus diketahui dan dipahami PKP sebelum menggunakan jenis kode ini.
    • Mekari Klikpajak akan mengulas seputar kode Faktur Pajak dan apa itu kode Faktur Pajak 040 serta format penggunaannya.
    • Sehingga Faktur Pajak yang dibuat tepat dan benar sesuai peruntukannya berdasarkan kode yang digunakan.

    Omong-omong soal kode Faktur Pajak 040, jenis Faktur Pajak ini bisa dikreditkan, tapi ada kalanya juga tidak dapat dikreditkan. Hal itu tergantung pada sifat pembuatan dan pelaporan Faktur Pajak dengan jenis kode 040 tersebut. Sebelum lebih lanjut membahas soal kode Faktur Pajak 040, Klikpajak.id akan mengulas apa itu kode Faktur Pajak terlebih dahulu.

    PPN masukan pasal berapa?

    Pengkreditan Pajak Masukan PPN pada UU Cipta Kerja Besarnya Pajak Masukan Yang Dapat Dikreditkan Adalah Pada peraturan UU pasal 112 menganai Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dalam pasal 54 dan 55 ayat (1) PMK-18/2021 membahas mengenai pengkreditan pajak masukan bagi PKP yang belum melakukan penyerahan. Adapun kriteria PM yang dapat dikreditkan bagi PKP yang belum melakukan penyerahan atas perolehan sebagai berikut:

    • Perolehan Barang Kena Pajak
    • Perolehan Jasa Kena Pajak
    • Impor Barang Kena Pajak
    • Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean dan
    • Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean

    Pengkreditan PM dilakukan sesuai dengan ketentuan pengkreditan PM sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan dan atas kelebihan PM dapat diajukan permohonan pengembalian pada akhir tahun buku. Namun PM menjadi tidak dapat dikreditkan apabila PKP Belum Melakukan Penyerahan dalam jangka waktu tertentu dan PKP Belum Melakukan Penyerahan dan melakukan pembubaran usaha, melakukan pencabutan PKP, atau dilakukan pencabutan PKP secara jabatan.

    1. PKP yang kegiatan usaha utamanya Perdagangan, apabila dalam jangka waktu tertentu tidak melakukan kegiatan penyerahan BKP dan/atau ekspor BKP
    2. PKP yang kegiatan usaha utamanya Jasa, apabila dalam jangka waktu tertentutidak melakukan kegiatan penyerahan JKP dan/atau ekspor JKP
    3. PKP yang kegiatan usaha utamanya Menghasilkan BKP, apabila dalam jangka waktu tertentu tidak melakukan kegiatan penyerahan BKP dan/atau ekspor BKP yang dihasilkan sendiri

    Adapun termasuk dalam kriteria belum melakukan penyerahan adalah sebagai berikut:

    1. PKP melakukan kegiatan pemakaian sendiri dan/atau pemberian cuma-cuma BKP dan/atau JKP.
    2. PKP melakukan kegiatan penyerahan dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan/atau penyerahan antar cabang.
    3. PKP melakukan kegiatan penyerahan BKP berupa aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan.
    4. PKP melakukan kegiatan penyerahan BKP dan/atau JKP yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha utama.

    Jangka Waktu Pengkreditan PM Sebelum Penyerahan adalah 3 (tiga) tahun sejak Masa Pajak pengkreditan pertama kali PM dan ditetapkan lebih dari 3 (tiga) tahun sejak Masa Pajak pengkreditan pertama kali PM bagi Pengusaha Kena Pajak dalam sektor usaha tertentu seperti sektor usaha yang menghasilkan BKP, ditetapkan sampai dengan 5 (lima) tahun dan sektor usaha yang termasuk dalam proyek strategis nasional yang mendapatkan penugasan pemerintah, ditetapkan sampai dengan 6 (enam) tahun.

    • PM yang telah dikreditkan dan belum dimintakan pengembalian dapat dikreditkan dalam hal BKP dan/atau JKP dan/atau Barang Kena Pajak Tidak Berwujud digunakan untuk kegiatan usaha yang baru.
    • PM yang telah dikreditkan dan telah dimintakan pengembalian, wajib dibayar kembali ke kas negara dalam hal BKP dan/atau JKP dan/atau BKP Tidak Berwujud tidak digunakan untuk kegiatan usaha yang baru.
    • PM yang telah dikreditkan dan belum dimintakan pengembalian menjadi tidak dapat dikreditkan dalam hal BKP dan/atau JKP dan/atau Barang Kena Pajak Tidak Berwujud tidak digunakan untuk kegiatan usaha yang baru maka yang harus melakukan pembetulan SPT Masa PPN dalam hal pajak masukan menjadi tidak dapat dikreditkan.

    Perlakuan pajak masukan yang menjadi tidak dapat dikreditkan wajib dibayar kembali ke kas Negara dalam hal telah menerima pengembalian dan/atau telah mengkreditkan PM dengan PK (PK atas kegiatan yang termasuk dalam kriteria Belum Melakukan Penyerahan) dan tidak dapat dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya, serta tidak dapat diajukan permohonan pengembalian dalam hal belum dimintakan pengembalian.

    • akhir bulan berikutnya setelah tanggal berakhirnya jangka waktu tertentu (3 tahun)
    • akhir bulan berikutnya setelah tanggal berakhirnya jangka waktu tertentu bagi sektor usaha tertentu (5 tahun/ 6 tahun)
    • akhir bulan berikutnya setelah Masa Pajak dilakukannya perubahan kegiatan usaha

    lalu, pembayaran kembali PM memiliki jatuh tempo dapat dilakukan dengan Tata Cara sebagai berikut:

    1. menggunakan Surat Setoran Pajak dengan mencantumkan keterangan “Pembayaran kembali Pajak Masukan yang telah dikreditkan dan telah diberikan pengembalian”.
    2. dilaporkan pada masa pajak dilakukan pembayaran
    3. Pajak Pertambahan Nilai yang telah dibayar atas pembayaran kembali Pajak Masukan, tidak dapat dikreditkan sebagai Pajak Masukan
    4. Pembayaran kembali Pajak Masukan menggunakan Kode Jenis Pajak (KJP) 411219 untuk jenis pajak PPN Lainnya dan Kode Jenis Setor (KJS) 100 untuk pembayaran PPN terutang Lainnya.

    Selnajutanya adalah penetapan dan sanksi-sanksi mengenai pengkreditan pajak masukan bagi PKP yang belum melakukan penyerahan:

    • Terhadap PKP yang melakukan pembayaran kembali setelah tanggal jatuh tempo pembayaran pajak dikenai sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2a) Undang-Undang KUP
    • Terhadap PKP yang tidak melakukan pembayaran kembali dalam jangka waktu yang telah ditentukan, diterbitkan SKPKB dan dikenai sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2a) Undang-Undang KUP
    • PM yang tercantum dalam SKPKB tidak termasuk dalam PM yang dapat dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (9c) Undang-Undang PPN

    Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, PMK-31/PMK.03/2014 tentang Saat Penghitungan dan Tata Cara Pembayaran Kembali Pajak Masukan yang Telah Dikreditkan dan Telah Diberikan Pengembalian bagi Pengusaha Kena Pajak yang Mengalami Keadaan Gagal Berproduksi, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

    Demikian penjelasan mengenai pengkreditan pajak masukan bagi PKP yang belum melakukan penyerahan, terhadap PKP yang belum penyerahan dan telah mengkreditkan PM, jangka waktu tertentu ditetapkan sesuai dengan PMK ini. Pembetulan SPT Masa PPN pada Masa Pajak sebelum 2 November 2020 yang menyebabkan lebih bayar, ketentuan pengembalian atas kelebihan PM dilakukan berdasarkan ketentuan dalam PMK ini.

    : Pengkreditan Pajak Masukan PPN pada UU Cipta Kerja

    1 Jelaskan apa yang dimaksud dengan PPN masukan?

    Pajak Masukan dalam PPN – Pajak Masukan penjelasannya diatur berdasarkan Pasal 1 angka 24 UU PPN. Pajak masukan dalam PPN adalah pajak yang seharusnya sudah dibayar oleh PKP atas perolehan barang/jasa kena pajak, pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar daerah pabean, dan/atau impor BKP dalam masa pajak tertentu.

    Perolehan BKP dan/atau JKP Pemanfataan BKP/JKP tidak berwujud dari luar daerah pabean Impor BKP/JKP yang telah dipungut PKP pada saat pembelian dalam masa pajak tertentu.

    Berapakah maksimal pph 24 yang dapat dikreditkan?

    Rugi Usaha di Luar Negeri – Dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak, tidak dihitung kerugian yang diderita di luar negeri Contoh Kasus: Memperoleh penghasilan neto dalam tahun 2018 sebagai berikut:

    1. Di negara A, memperoleh penghasilan (laba) Rpl.000.000.000,00 dengan tarif pajak sebesar 35% (Rp350.000.000,00).
    2. Di negara B. Memperoleh penghasilan (laba) Rp3.000.000.000,00 dengan tarif i sebesar 20% (Rp600.000.000,00)
    3. Di negara C, menderita kerugian sebesar Rp2.000.000 000,0.
    4. Penghasilan usaha di Indonesia Rp4 000.000 000,00.

    Penghitungan kredit pajak luar negeri adalah sebagai berikut:

    Penghasilan luar negeri

    • Laba di negara A Rp.1.000.000.000,00
    • Laba di negara B Rp.3.000.000.000,00
    • Rugi di negara C Rp. –

    Jumlah penghasilan luar negeri Rp.4.000.000.000,00

    • Penghasilan dalam negeri Rp4.000.000.000,00
    • Jumlah penghasilan neto atau Penghasilan Kena Pajaknya adalah:

    Rp4 000 000 000,00 + Rp4.000.000,000,00 = Rp8.000.000.000,00

    PPh terutang (menurut tarif Pasal 17) = Rp8.000.000.000,00 x 25% = Rp2.000.000,000,00.

    Batas maksimum kredit pajak untuk masing-masing negara adalah:

    Untuk negara A

    (Rpl.000.000 000,00: Rp8.000,000.000,00)x Rp2.000.000.000,00 = Rp250.000.000.0 Pajak terutang di negara A sebesar Rp.350.000.000.000,00 maka maksimum kredit Pajak yang dapat dikreditkan = Rp.250.000.000.000,00

    Untuk negara B

    (Rp.3.000.000.000,00 : Rp.8.000.000.000,00) x Rp.2.000.000.000,00 = Rp.750.000.000,00

    Di negara C

    PT Fiskal menderita kerugian sebesar Rp.2.000.000.000,00. Kerugian ini tidak dapat dimasukkan dalam perhitungan penghasilan kena pajak. Kerugian ini juga tidak dapat dikompensasikan sebagai kredit pajak luar negeri.

    Jumlah Kredit pajak luar negeri yang diperkenankan adalah

    Rp.250.000.000.000,00 + Rp.750.000.000.000,00 = Rp.1.000.000.000,000,00

    Berapa batas maksimal pajak luar negeri yang dapat dikreditkan?

    DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 640/KMK.04/1994 TENTANG KREDIT PAJAK LUAR NEGERI MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

    Menimbang : a. bahwa sesuai dengan Pasal 24 ayat (6) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1994, ketentuan mengenai pelaksanaan pengkreditan pajak atas penghasilan dari luar negeri ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan;

    table>

    b. bahwa pengkreditan pajak atas penghasilan dari luar negeri dimaksudkan untuk meringankan beban pajak ganda yang dapat terjadi karena pengenaan pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri dari luar negeri; c. bahwa sehubungan dengan hal tersebut, dipandang perlu untuk menetapkan ketentuan mengenai kredit pajak luar negeri dengan Keputusan Menteri Keuangan;

    table>

    Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 49; Tambahan Lembaran Negara Nomor 3262), sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1994 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 59; Tambahan Lembaran Negara Nomor 3566);

    table>

    2. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 50; Tambahan Lembaran Negara Nomor 3263), sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1991 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Tahun 1991 Nomor 93; Tambahan Lembaran Negara Nomor 3459), dan dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1994 tentang Perubahan atas Undang- undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1991 (Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 60; Tambahan Lembaran Negara Nomor 3567);

    table>

    3. Keputusan Presiden Nomor 96/M Tahun 1993 tentang Pembentukan Kabinet Pembangunan VI;

    table>

    Menetapakan : KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG KREDIT PAJAK LUAR NEGERI.

    table>

    (1) Wajib Pajak dalam negeri terutang pajak atas Penghasilan Kena Pajak yang berasal dari seluruh penghasilan termasuk penghasilan yang diterima atau diperoleh dari luar negeri. (2) Penggabungan penghasilan yang berasal dari luar negeri dilakukan sebagai berikut :

    table>

    a. untuk penghasilan dari usaha dilakukan dalam tahun pajak diperolehnya penghasilan tersebut; b. untuk penghasilan lainnya dilakukan dalam tahun pajak diterimanya penghasilan tersebut; c. untuk penghasilan berupa dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1994, dilakukan dalam tahun pajak pada saat diperoleh dividen tersebut ditetapkan sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan.

    table>

    (3) Kerugian yang diderita di luar negeri tidak boleh digabungkan dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak.

    table>

    (1) Apabila dalam Penghasilan Kena Pajak terdapat penghasilan yang berasal dari luar negeri, maka Pajak Penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri atas penghasilan tersebut dapat dikreditkan terhadap Pajak Penghasilan yang terutang di Indonesia. (2) Pengkreditan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam tahun pajak digabungkannya penghasilan dari luar negeri tersebut dengan penghasilan di Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (2). (3) Jumlah kredit pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) setinggi- tingginya sama dengan jumlah pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri, tetapi tidak boleh melebihi jumlah yang dihitung menurut perbandingan antara penghasilan dari luar negeri terhadap Penghasilan Kena Pajak dikalikan dengan Pajak yang terutang atas Penghasilan Kena Pajak, atau setinggi- tingginya sama dengan pajak yang terutang atas Penghasilan Kena Pajak dalam hal Penghasilan Kena Pajak lebih kecil dari penghasilan luar negeri. (4) Apabila penghasilan luar negeri berasal dari beberapa negara, maka penghitungan kredit pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan untuk masing-masing negara.
    You might be interested:  Sumber Modal Investasi Yang Rendah Di Indonesia Adalah Termasuk Faktor?

    table>

    Dalam hal jumlah Pajak Penghasilan yang dibayar atau terutang diluar negeri melebihi jumlah kredit pajak yang diperkenankan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, maka kelebihan tersebut tidak dapat diperhitungkan dengan Pajak Penghasilan yang terutang tahun berikutnya, tidak boleh dibebankan sebagai biaya atau pengurang penghasilan, dan tidak dapat dimintakan restitusi.

    table>

    (1) Untuk melaksanakan pengkreditan pajak luar negeri, Wajib Pajak wajib menyampaikan permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak dengan melampiri :

    table>

    a. Laporan Keuangan dari penghasilan yang berasal dari luar negeri; b. Fotokopi Surat Pemberitahuan Pajak yang disampaikan di luar negeri; c. Dokumen pembayaran pajak di luar negeri.

    table>

    (2) Penyampaian permohonan kredit pajak luar negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan bersamaan dengan penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan.

    table>

    Atas permohonan Wajib Pajak, Direktur Jenderal Pajak dapat memperpanjang jangka waktu penyampaian lampiran-lampiran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 karena alasan-alasan di luar kekuasaan Wajib Pajak.

    table>

    (1) Dalam hal terjadi perubahan besarnya penghasilan yang berasal dari luar negeri, Wajib Pajak harus melakukan pembetulan Surat Pemberitahuan Tahunan untuk tahun pajak yang bersangkutan dengan melampirkan dokumen yang berkenaan dengan perubahan tersebut. (2) Apabila karena pembetulan tersebut pada ayat (1) menyebabkan Pajak Penghasilan kurang dibayar, maka atas kekurangan terbut tidak dikenakan bunga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) Undang-undang Nomor 6 tahun 1983 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1994. (3) Apabila karena pembetulan tersebut pada ayat (1) menyebabkan Pajak Penghasilan lebih dibayar, maka atas kelebihan tersebut dapat dikembalikan kepada Wajib Pajak setelah diperhitungkan dengan utang pajak lainnya.

    table>

    Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan Keputusaan ini ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.

    table>

    Dengan berlakunya keputusan ini maka Keputusan Menteri Keuangan Nomor 217/KMK.04/1986 tanggal 3 April 1986, dinyatakan tidak berlaku.

    table>

    Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 1995. Agar setiap orang mengetahui, memerintahkan pengumuman Keputusan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

    Ditetapkan di: JAKARTA pada tanggal : 29 Desember 1994 MENTERI KEUANGAN ttd. MAR’IE MUHAMMAD PENJELASAN ATAS KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 640/KMK.04/1994 TENTANG KREDIT PAJAK LUAR NEGERI

    Undang-undang Nomor 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1994 menentukan bahwa Wajab Pajak dalam negeri dikenakan Pajak Penghasilan atas seluruh penghasilan dimanapun penghasilan tersebut diterima atau diperoleh, baik di Indonesia maupun diluar Indonesia. Dengan pengenaan pajak atas seluruh penghasilan tersebut, maka dapat terjadi pengenaan pajak ganda terhadap penghasilan yang berasal dari luar Indonesia, di negara sumber penghasilan itu dan di Indonesia. Untuk menghindari pengenaan pajak ganda tersebut maka sesuai dengan ketentuan Pasal 24, pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri boleh dikreditkan terhadap pajak yang terutang di Indonesia, tetapi tidak melebihi penghitungan pajak yang terutang berdasarkan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1994. Metode kredit pajak yang demikian disebut metode pengkreditan terbatas (“ordinary credit method”).

    table>

    PASAL DEMI PASAL Pasal 1. Ayat 1

    table>

    Pajak Penghasilan dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak yang dihitung berdasarkan seluruh penghasilan yang diterima dan diperoleh oleh Wajib Pajak, baik penghasilan tersebut berasal dari dalam negeri mapun dari luar negeri. Dalam menghitung Pajak Penghasilan, maka seluruh penghasilan tersebut digabungkan.

    table>

    Contoh

    table>

    PT A di Jakarta dalam tahun pajak 1995 menerima dan memperoleh penghasilan neto dari sumber luar negeri sebagai berikut :

    table>

    a. Hasil usaha di Singapura dalam tahun pajak 1995 sebesar Rp.800.000.000,00; b. Dividen atas pemilikan saham pada “X Ltd” di Australia sebesar Rp 200.000.000,00 yaitu berasal dari keuntungan tahun 1992 yang ditetapkan dalam rapat pemegang saham tahun 1994 dan baru dibayar dalam tahun 1995; c. Dividen atas penyertaan saham sebanyak 70% pada “Y Corporation” di Hongkong yang sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek sebesar Rp.75.000.000,00 yaitu berasal dari keuntungan saham 1994 yang berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan ditetapkan diperoleh tahun 1995; d. Bunga kwartal IV tahun 1995 sebesar Rp.100.000.000,00 dari “Z Sdn Bhd” di Kuala Lumpur yang baru akan diterima bulan Mei 1996.

    table>

    Penghasilan dari sumber luar negeri yang digabungkan dengan penghasilan dalam negeri dalam tahun pajak 1995 adalah penghasilan pada huruf a,b, dan c, sedangkan penghasilan pada huruf d digabungkan dengan penghasilan dalam negeri dalam tahun pajak 1996.

    table>

    Dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak, kerugian yang diderita oleh Wajib Pajak di luar negeri tidak boleh dikompensasikan dengan penghasilan yang diterima atau diperoleh dari Indonesia. Contoh PT D di Jakarta memperoleh penghasilan neto dalam tahun 1995 sebagai berikut :

    table>

    a. di negara X, memperoleh penghasilan (laba) Rp 1000.000.000,00, dengan tarif pajak sebesar 40%(Rp.400.000.000,00); b. di negara Y, memperoleh penghasilan (laba)RP 3.000.000.000,00, dengan tarif pajak sebesar 25%(Rp.750.000.000,00); c. di negara Z, menderita kerugian Rp.2.500.000.000,00; d. Penghasilan usaha di dalam negeri Rp.4.000.000.000,00.

    table>

    Penghitungan kredit pajak luar negeri adalah sebagai berikut :

    table>

    1. Penghasilan luar negeri :

    a. Laba di Negara X = Rp.1.000.000.000,00 b. Laba di Negara Y = Rp.3.000.000.000,00 c. Laba di Negara Z = Rp. – – ( + ) Jumlah penghasilan luar negeri = Rp.4.000.000.000,00

    2. Penghasilan dalam negeri = Rp.4.000.000.000,00

    table>

    3. Jumlah penghasilan neto adalah Rp.8.000.000.000,00 yaitu Rp.4.000.000.000,00 + Rp.4.000.000.000,00

    table>

    4. PPh terutang (menurut tarif Pasal 17)= Rp2.391.250.000,00

    table>

    5. Batas maksimum kredit pajak luar negeri untuk masing-masing negara adalah :

    table>

    a. Untuk negara X =

    1.000.000.000,00 – X Rp.2.391.250.000,00=Rp.298.906.250,00 8.000.000.000,00

    Pajak yang terutang di negara X Rp.400.000.000, namun maksimum kredit pajak yang dapat dikreditkan = Rp.298.906.250,00

    table>

    b. Untuk negara Y =

    Rp 3.000.000.000,00 – x Rp.2.391.250.000,00=Rp.896.718.250,00 Rp 8.000.000.000,00

    Pajak yang terutang di negara Y sebesar Rp.750.000.000,00, maka maksimum kredit pajak yang dapat dikreditkan adalah Rp.750.000.000,00 Dari contoh di atas jelas bahwa dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak, kerugian yang diderita di luar negeri yaitu (di negara Z sebesar Rp.2.500.000.000,00) tidak dikompensasikan.

    table>

    Pajak atas penghasilan di luar negeri yang dapat dikreditkan terhadap Pajak Penghasilan yang terutang oleh Wajib Pajak adalah pajak atas penghasilan yang terutang atau dibayar di luar negeri. Yang dimaksud dengan pajak atas penghasilan yang terutang di luar negeri adalah pajak atas penghasilan berkenan dengan usaha atau pekerjaan di luar negeri, sedangkan yang dimaksud dengan pajak yang dibayar di luar negeri adalah pajak atas penghasilan dari modal dan penghasilan lainnya di luar negeri misalnya bunga, dividen, dan royalti.

    table>

    Contoh:

    table>

    PT “A” di Jakarta dalam tahun 1995 menerima dividen dari “B” Ltd di Belanda sebesar Rp.100.000.000,00 yang berasal dari keuntungan tahun 1994. Atas dividen tersebut telah dipotong Pajak Penghasilan oleh pemerintah Belanda sebesar 10%. Adapun penghasilan dari usaha di dalam negeri dalam tahun pajak 1995 berjumlah Rp.400.000.000,00. Pengkreditan pajak luar negeri sebesar Rp.10.000.000,00 dilakukan pada tahun 1995, yaitu pada tahun penggabungan penghasilan deviden dari “B” Ltd, karena deviden tersebut diterima tahun 1995. Dalam hal PT “A” mempunyai penyertaan pada badan usaha yang berkedudukan di negara tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang No.10 Tahun 1994, maka pengkreditan pajaknya tidak harus pada tahun yang sama dengan tahun penggabungan penghasilan. Dengan demikian apabila dividen tersebut telah dianggap dibagikan pada tahun pajak sebelum pajak atas dividen tersebut dibayar, pajak tersebut tetap dapat dikreditkan dalam tahun pembayaran pajak atas dividen dimaksud.

    table>

    Contoh penghitungan batas maksimum kredit pajak adalah sebagai berikut:

    table>

    a) PT A di Jakarta memperoleh penghasilan neto dalam tahun 1995 sebagai berikut :

    table>

    Penghasilan dalam negeri Rp.1.000.000.000,00 Penghasilan luar negeri Rp.1.000.000.000,00 (dengan tarif pajak 20%) Penghitungan jumlah maksimum kredit pajak luar negeri adalah sebagai berikut :

    1. – Penghasilan luar negeri Rp.1.000.000.000,00 – Penghasilan dalam negeri Rp.1.000.000.000,00 – ( + ) Jumlah penghasilan neto Rp.2.000.000.000,00

    2. Apabila jumlah penghasilan neto sama dengan Penghasilan Kena Pajak, maka sesuai dengan tarif Pasal 17, Pajak Kenghasilan yang terutang sebesar Rp.591.250.000,00.

    table>

    3. Batas maksimum kredit pajak luar negeri adalah :

    1.000.000.000,00 – X Rp.591.250.000,00 = Rp 295.625.000,00 2.000.000.000,00

    Oleh karena batas maksimum kredit pajak luar negeri sebesar Rp 295.625.000,00 lebih besar dari jumlah pajak luar negeri yang terutang atau dibayar di luar negeri yaitu sebesar Rp 200.000.000,00, maka jumlah kredit pajak luar negeri yang diperkenankan adalah sebesar Rp 200.000.000,00.

    table>

    b) PT. B di Jakarta memperoleh penghasilan neto dalam tahun 1995 sebagai berikut :

    table>

    – Penghasilan dari usaha di luar negeri Rp1.000.000.000,00 – Rugi usaha di dalam negeri (Rp 200.000.000,00)

    table>

    Pajak atas penghasilan di luar negeri maksimalnya 40% = Rp 400.000.000,00

    table>

    Penghitungan maksimum kredit pajak luar negeri serta pajak terutang adalah sebagai berikut :

    1. Penghasilan usaha luar negeri Rp.1.000.000.000,00 Rugi usaha dalam negeri (Rp.200.000.000,00) – (-) Jumlah Penghasilan neto Rp.800.000.000,00 2. Apabila jumlah penghasilan neto sama dengan Penghasilan Kena Pajak, maka sesuai dengan tarif Pasal 17, Pajak Penghasilan yang terutang sebesar Rp 231.250.000,00 3.

    Oleh karena pajak yang dibayar di luar negeri dan batas maksimum kredit pajak luar negeri yang dapat dikreditkan masih lebih besar dari jumlah pajak yang terutang, maka kredit pajak luar negeri yang diperkenankan untuk dikreditkan dalam penghitungan Pajak Penghasilan adalah sebesar Pajak Penghasilan yang terutang yaitu Rp 231.250.000,00.

    table>

    Apabila penghasilan luar negeri bersumber dari beberapa negara, maka jumlah maksimum kredit pajak luar negeri dihitung untuk masing-masing negara dengan menerapkan cara penghitungan sebagaimana dimaksud pada ayat (3).

    table>

    Contoh :

    table>

    PT. C di Jakarta dalam tahun 1995 memperoleh penghasilan neto sebagai berikut :

    Penghasilan dari dalam negeri = Rp 2.000.000.000,00 – Penghasilan dari negara X = Rp 1.000.000.000,00 (dengan tarif pajak 40%) – Penghasilan dari negara Y = Rp 2.000.000.000,00 (dengan tarif pajak 30%) – (+) Jumlah penghasilan neto = Rp 5.000.000.000,00

    Apabila penghasilan neto sama dengan Penghasilan Kena Pajak, maka Pajak Penghasilan terutang menurut tarif Pasal 17 sebesar Rp 1.491.250.000,00. Batas maksimum kredit pajak luar negeri setiap negara adalah:

    table>

    a. untuk negara X =

    1.000.000.000,00 – X Rp 1.491.250.000,00= Rp 298.250.000,00 5.000.000.000,00

    Pajak yang terutang di luar negeri sebanyak Rp 400.000.000,00 lebih besar dari batas maksimum kredit pajak yang dapat dikreditkan, maka jumlah kredit yang diperkenankan hanya sebesar Rp 298.250.000,00.

    table>

    b. Untuk negara Y =

    2.000.000.000,00 – X Rp 1.491.250.000,00= Rp 596.500.000,00 5.000.000.000,00

    Pajak yang terutang di luar negeri sebesar Rp 600.000.000,00 lebih besar dari batas maksimum kredit pajak yang dapat dikreditkan, maka jumlah kredit pajak yang diperkenankan adalah Rp 596.500.000,00.

    table>

    Ketentuan ini memberi penegasan bahwa apabila terdapat sisa pajak yang terutang atau dibayar di luar negeri yang tidak dapat dikreditkan dengan pajak yang terutang, karena jumlahnya melebihi batas maksimum yang diperkenankan, maka sisa tersebut tidak dapat diperhitungkan sebagai kredit pajak untuk tahun berikutnya, tidak boleh dibebankan sebagai biaya, dan tidak dapat diminta kembali.

    table>

    Wajib Pajak yang memperhitungkan kredit pajak luar negeri terhadap Pajak Penghasilan yang terutang dalam Surat Pemberitahuan Tahunan, harus mengajukan permohonan pengkreditan pajak luar negeri. Permohonan pengkreditan pajak luar negeri beserta dokumen-dokumen lampirannya disampaikan kepada kepada Direktur Jenderal Pajak sebagai lampiran dari Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan.

    table>

    Cukup jelas

    table>

    Cukup jelas

    table>

    Wajib Pajak harus melakukan pembetulan Surat Pemberitahuan Tahunan apabila di luar negeri dilakukan koreksi fiskal atas Surat Pemberitahuan Tahunan yang disampaikan oleh Wajib Pajak di negara tersebut.

    table>

    Dalam hal koreksi fiskal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah koreksi yang menyebabkan adanya tambahan penghasilan yang mengakibatkan pajak atas penghasilan terutang di luar negeri lebih besar dari yang dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan,sehingga pajak di luar negeri kurang dibayar, maka terdapat kemungkinan Pajak Penghasilan di Indonesia juga kurang dibayar. Sepanjang koreksi fiskal di luar negeri tersebut dilaporkan sendiri oleh Wajib Pajak melalui pembetulan Surat Pemberitahuan Tahunan, maka bunga yang terutang atas pajak yang kurang dibayar tersebut tidak ditagih.

    Penghasilan luar negeri (SPT) = Rp 1.000.000.000,00 – Penghasilan dalam negeri = Rp 2.000.000.000,00 – Penghasilan luar negeri (setelah dikoreksi di luar negeri) = Rp 2.000.000.000,00 – Pajak atas penghasilan yang ter- utang di luar negeri misalnya 40 % – PPh Pasal 25 yang dibayar = Rp 500.000.000,00 – PPh terutang sebelum dan sesudah koreksi fiskal di luar negeri adalah sebagai berikut: SPT 1.

    Penghasilan luar negeri Rp 1.000.000.000,00 2. Penghasilan dalam negeri Rp 2.000.000.000,00 – 3. Penghasilan Kena Pajak Rp 3.000.000.000,00 =================== 4. PPh terutang Rp 891.250.000,00 5. Kredit Pajak Luar Negeri: 1.000.000.000,00 – X Rp 891.250.000,00 = Rp 297.083.333,00 3.000.000.000,00 6. Harus bayar di Indonesia Rp 594.166.667,00 7.

    PPh Pasal 25 Rp 500.000.000,00 8. PPh Pasal 29 Rp 94.166.667,00 ================= Pembetulan SPT 1. Penghasilan luar negeri Rp 2.000.000.000,00 2. Penghasilan dalam negeri Rp 2.000.000.000,00 3. Penghasilan Kena Pajak Rp 4.000.000.000,00 =================== 4.

    Dapat pula terjadi bahwa koreksi fiskal di luar negeri berupa koreksi yang menyebabkan penghasilan dan pajak atas penghasilan terutang di luar negeri lebih kecil dari yang dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan, sehingga pajak di luar negeri lebih dibayar. Koreksi fiskal diluar negeri tersebut akan mengakibatkan Pajak Penghasilan terutang di Indonesia juga menjadi lebih kecil, sehingga Pajak Penghasilan menjadi lebih dibayar. Kelebihan bayar pajak tersebut dapat dikembalikan kepada Wajib Pajak setelah diperhitungkan dengan utang pajak yang lain.

    Penghasilan luar negeri (SPT) Rp 1.000.000.000,00 – Penghasilan dalam negeri Rp 2.000.000.000,00 – Penghasilan luar negeri (setelah koreksi di luar negeri) Rp 500.000.000,00 – Pajak atas Penghasilan yang terutang di luar negeri misalnya 40 % – PPh Pasal 25 yang di bayar Rp 500.000.000,00 PPh terutang sebelum dan sesudah koreksi fiskal di luar negeri adalah sebagai berikut: SPT 1.

    Penghasilan Luar Negeri Rp 1.000.000.000,00 2. Penghasilan dalam negeri Rp 2.000.000.000,00 – 3. Penghasilan Kena Pajak Rp 3.000.000.000,00 =================== 4. PPh terutang Rp 891.250.000,00 5. Kredit Pajak Luar Negeri: 1.000.000.000,00 – X Rp 891.250.000,00 = Rp 297.083.333,00 3.000.000.000,00 6. Harus di bayar di Indonesia Rp 594.166.667,00 7.

    PPh Pasal 25 Rp 500.000.000,00 8. PPh Pasal 29 Rp 94.166.667,00 Pembetulan SPT 1. Penghasilan luar negeri Rp 500.000.000,00 2. Penghasilan dalam negeri Rp 2.000.000.000,00 – 3. Penghasilan Kena Pajak Rp 2.500.000.000,00 =================== 4. PPh terutang Rp 741.250.000,00 5.

    Cukup jelas

    table>

    Cukup jelas

    table>

    Cukup jelas