Jenis Pemeriksaan Pajak Yang Biasa Dilakuan Adalah?
1. Pemeriksaan Lapangan – Pemeriksaan ini dilakukan di tempat kediaman, tempat bisnis, serta tempat dimana WP bekerja, atau mungkin tempat lain yang telah ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Pemeriksaan lapangan untuk menguji pemenuhan kewajiban perpajakan dilakukan dalam waktu paling lama enam bulan sejak Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan disampaikan kepada WP sampai dengan tanggal SPHP disampaikan.
Memperlihatkan buku atau dokumen yang menjadi sumber pembukuan dan dokumen lain baik fisik maupun elektronik yang ada kaitannya dengan penghasilan, kegiatan usaha, pekerjaan bebas WP, atau objek pajak Memberi kesempatan untuk mengakses data elektronik dan ruangan, barang gerak atau tidak gerak yang digunakan untuk menyimpan dokumen yang disebutkan pada poin sebelumnya Memberikan keterangan tertulis maupun lisan yang diperlukan Tepat waktu menghadiri pemeriksaan sesuai dengan waktu yang ditentukan
Contents
Apakah pemeriksaan harus dilakukan untuk semua jenis pajak?
Apakah pemeriksaan harus dilakukan untuk semua jenis pajak? Pemeriksaan tidak harus dilakukan untuk seluruh jenis pajak (all taxes) dalam 1 (satu) Surat Perintah Pemeriksaan, tetapi pemeriksaan dapat dilakukan untuk satu jenis pajak (single tax) maupun beberapa jenis pajak.
Apa itu pemeriksaan khusus pajak?
1 April 2003 SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE – 01/PJ.7/2003 TENTANG KEBIJAKAN PEMERIKSAAN PAJAK (SERI PEMERIKSAAN 01 – 03) DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Dalam rangka meningkatkan efektivitas dan efisiensi pemeriksaan pajak, maka dipandang perlu untuk mengatur kebijakan pemeriksaan pajak, sebagai berikut :
UMUM
Jenis Pemeriksaan Jenis pemeriksaan terdiri dari :
Pemeriksaan Rutin, yaitu pemeriksaan yang bersifat rutin dilakukan terhadap Wajib Pajak sehubungan dengan pemenuhan hak dan kewajiban perpajakannya. Pemeriksaan Kriteria Seleksi, yaitu pemeriksaan yang dilakukan terhadap Wajib Pajak yang terpilih berdasarkan skor resiko kepatuhan secara komputerisasi. Pemeriksaan Khusus, yaitu pemeriksaan yang dilakukan terhadap Wajib Pajak sehubungan dengan adanya informasi, data, laporan atau pengaduan yang berkaitan dengannya serta untuk memperoleh informasi atau data untuk tujuan tertentu. Pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi, yaitu pemeriksaan yang dilakukan atas cabang, perwakilan, pabrik dan atau tempat usaha dari Wajib Pajak Domisili. Pemeriksaan Tahun Berjalan, yaitu pemeriksaan terhadap Wajib Pajak yang dilakukan dalam tahun berjalan untuk jenis-jenis pajak tertentu atau seluruh jenis pajak dan atau untuk mengumpulkan data dan atau keterangan untuk tujuan tertentu. Pemeriksaan Bukti Permulaan, yaitu pemeriksaan yang dilakukan untuk mendapatkan bukti permulaan tentang adanya dugaan telah terjadi tindak pidana di bidang perpajakan. Pemeriksaan Terintegrasi, yaitu pemeriksaaan terkoordinasi dari dua atau lebih unit pemeriksaan terhadap beberapa Wajib Pajak yang memiliki hubungan kepemilikan, penguasaan, pengelolaan, usaha dan atau finansial. Pemeriksaan untuk Tujuan Penagihan Pajak (Delinquency Audit), yaitu pemeriksaan yang dilaksanakan untuk mendapatkan data mengenai harta Wajib Pajak/Penanggung Pajak yang merupakan objek sita sehubungan dengan adanya tunggakan pajak sesuai dengan Undang-undang Penagihan dengan Surat Paksa.
Ruang Lingkup Pemeriksaan Ruang Lingkup Pemeriksaan terdiri dari :
Pemeriksaan Lapangan dilakukan di tempat Wajib Pajak atas satu, beberapa atau seluruh jenis pajak, untuk tahun berjalan dan atau tahun-tahun sebelumnya. Pemeriksaan Lapangan dapat dibedakan menjadi :
Pemeriksaan Lengkap (PL) adalah Pemeriksaan Lapangan yang dilakukan terhadap Wajib Pajak, termasuk kerjasama operasi dan konsersium, atas seluruh jenis pajak, untuk tahun berialan dan atau tahun-tahun sebelumnya, yang dilaksanakan dengan menerapkan teknik-teknik pemeriksaan yang lazim digunakan dalam rangka mencapai tujuan pemeriksaan; Pemeriksaan Sederhana Lapangan (PSL) adalah Pemeriksaan Lapangan yang dilakukan terhadap Wajib Pajak untuk satu, beberapa atau seluruh jenis pajak secara terkoordinasi antar Seksi oleh Kepala Kantor, dalam tahun berjalan dan atau tahun-tahun sebelumnya, yang dilaksanakan dengan menerapkan teknik-teknik pemeriksaan yang dipandang perlu menurut keadaan dalam rangka mencapai tujuan pemeriksaan.
Pemeriksaan Kantor yaitu pemeriksaan yang dilakukan di KPP atau KP4 (tertentu) Direktorat Jenderal Pajak atas satu atau beberapa jenis pajak secara terkoordinasi antar Seksi oleh Kepala Kantor, dalam tahun berjalan dan atau tahun-tahun sebelumnya. Pemeriksaan Kantor hanya dapat dilaksanakan dengan Pemeriksaan Sederhana Kantor (PSK).
Jangka Waktu Penyelesaian Pemeriksaan
Untuk meningkatkan produktivitas, jangka waktu penyelesaian pemeriksaan ditetapkan sebagai berikut :
Pemeriksaan Lengkap (PL)
1) | PL harus diselesaikan dalam jangka waktu 2 (dua) bulan, terhitung sejak saat Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Pajak diterima oleh Wajib Pajak; |
2) | PL yang dilaksanakan berdasarkan instruksi dari Direktur Pemeriksaan, Penyidikan dan Penagihan Pajak (Direktur P4) harus diselesaikan dengan memperhatikan jangka waktu sebagaimana tersebut dalam instruksi dimaksud |
Pemeriksaan Sederhana Lapangan (PSL)
1) | PSL harus diselesaikan dalam jangka waktu 1 (satu) bulan, terhitung sejak saat Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Pajak diterima oleh Wajib Pajak; |
2) | PSL yang dilaksanakan berdasarkan instruksi dari Direktur P4 harus diselesaikan dengan memperhatikan jangka waktu sebagaimana tersebut dalam instruksi dimaksud; |
Pemeriksaan Sederhana Kantor (PSK) PSK harus diselesaikan dalam jangka waktu 4 (empat) minggu, terhitung sejak saat Surat Panggilan Pemeriksaan dikirimkan kepada Wajib Pajak.
Jangka waktu penyelesaian pemeriksaan seperti tersebut di atas tidak dapat diubah meskipun terjadi pergantian Pemeriksa Pajak.Dalam rangka pelaksanaan pengawasan atas waktu penyelesaian pemeriksaan, Kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan Pajak (Ka. UP3) harus melaporkan Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Pajak yang telah diterima oleh Wajib Pajak dan Surat Panggilan yang telah dikirim ke Wajib Pajak kepada Ka Kanwil DJP atasannya.
Berdasarkan permintaan, Kepala Kanwil DJP atau Direktur P4 dapat memperpaniang jangka waktu penyelesaian PL, PSL dan PSK dengan ketentuan sebagai berikut :
1) | Permintaan perpanjangan harus diajukan sebelum jangka waktu penyelesaian PL, PSL atau PSK berakhir dengan mempergunakan Formulir Surat Permintaan Perpanjangan Jangka Waktu Penyelesaian Pemeriksaan seperti pada Lampiran 2 dan disertai Laporan Kemajuan Pemeriksaan (audit progress report). |
2) | Perpanjangan dapat diberikan paling lama 6 (enam) bulan untuk PL atau 1 (satu) bulan untuk PSL atau 2 (dua) minggu untuk PSK, kecuali terdapat indikasi transfer pricing, dengan mempergunakan Formulir Surat Persetujuan atau Penolakan Perpanjangan Jangka Waktu Penyelesaian Pemeriksaan seperti pada Lampiran 3. |
Surat Permintaan Perpanjangan Jangka Waktu Penyelesaian Pemeriksaan dibuat oleh :
1) | Kepala KPP atau Karikpa atau Supervisor pada Kelompok Fungsional Kanwil DJP dan dikirimkan kepada Kepala Kanwil DJP; |
2) | Supervisor pada Kelompok Fungsional KP DJP dan dikirimkan kepada Direktur P4. |
Untuk Pemeriksaan Khusus yang dilakukan berdasar instruksi Direktur P4 maka Surat Permintaan Perpanjangan Jangka Waktu Penyelesaian Pemeriksaan dibuat oleh Kepala UP3 dan dikirimkan kepada Direktur P4. Apabila terdapat transaksi transfer pricing, jangka waktu pemeriksaan dapat diperpanjang menjadi paling lama 2 (dua) tahun.
Apabila perpanjangan tidak disetujui, Direktur P4 atau Kepala Kanwil menentukan tindak lanjut pemeriksaan.Apabila jangka waktu maksimal terlampaui, Kepala UP3 harus menentukan tindak lanjut pemeriksaan (sumier, pembahasan akhir sesuai data, bukti permulaan) dan terhadap pemeriksa diberikan tegoran. Kepala Kantor Wilayah DJP setiap triwulan harus melaporkan pemeriksaan yang tidak dapat diselesaikan dalam jangka waktu yang telah ditetapkan ke Kantor Pusat DJP c.q. Direktur P4 untuk dievaluasi lebih lanjut dengan menggunakan Surat Pengantar dan formulir sebagaimana pada Lampiran 4.
Perluasan Pemeriksaan
Kriteria Perluasan Pemeriksaan : Perluasan pemeriksaan dilaksanakan dalam hal :
SPT Tahunan Wajib Pajak Orang Pribadi atau Badan menyatakan adanya kompensasi kerugian dan tahun-tahun sebelumnya yang belum dilakukan pemeriksaan; sebab-sebab lain berdasarkan instruksi Direktur P4.
Perluasan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam huruf D butir 1.a dilaksanakan setelah Direktur P4 menerbitkan LP2 berdasarkan pemberitahuan tentang adanya SPT PPh dengan kompensasi kerugian dan belum pemah diperiksa.Khusus untuk Pemeriksaan yang SPT Tahunan PPh-nya menunjukkan Lebih Bayar, perluasan pemeriksaan sebagaimana huruf D butir 1.a dapat dilakukan sambil menunggu penerbitan LP2.Pemberitahuan perluasan sebagaimana huruf D butir 1.a dilakukan oleh Kepala UP3 yang melakukan pemeriksaan untuk tahun pajak lainnya dengan menggunakan formulir Surat Pemberitahuan Pemeriksaan atas SPT Tahunan PPh Rugi seperti pada Lampiran 5. Perluasan pemeriksaan sebagaimana diatur dalam huruf D butir 1.b langsung diberikan kepada UP3 yang ditunjuk dengan dilampiri LP2 untuk tahun pajak yang diinstruksikan.
Pemeriksaan Ulang
Pemeriksaan ulang dapat dilaksanakan dalam hal :
terdapat indikasi bahwa Wajib Pajak dapat diduga melakukan tindak pidana di bidang perpajakan; terdapat data baru dan atau data yang semula belum terungkap yang dapat mengakibatkan penambahan pajak terutang atau mengurangi kerugian yang dapat dikompensasi.
Sesuai dengan penjelasan Pasal 15 ayat (1) Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2000, yang dimaksud dengan data baru adalah data atau keterangan mengenai segala sesuatu yang diperlukan untuk menghitung besarnya jumlah pajak yang terhutang oleh Wajib Pajak belum diberitahukan pada waktu penetapan semula, baik dalam Surat Pemberitahuan dan lampiran-lampirannya maupun dalam pembukuan perusahaan yang diserahkan pada waktu pemeriksaan.
Tidak diungkapkan oleh Wajib Pajak dalam Surat Pemberitahaan beserta lampirannya (termasuk laporan keuangan); dan atauPada waktu pemeriksaan untuk penetapan semula Wajib Pajak tidak mengungkapkan data dan atau memberikan keterangan lain secara benar, lengkap dan terinci sehingga tidak memungkinkan fiskus dapat menerapkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dengan benar dalam menghitung jumlah pajak yang terutang.
Direktur Jenderal Pajak dengan pertimbangan tertentu dapat memberikan Instruksi Pemeriksaan Ulang kepada UP3 yang ditunjuk.Prosedur usulan Pemeriksaan Ulang :
Kepala KPP atau Karikpa mengajukan usul untuk melakukan Pemeriksaan Ulang terhadap Wajib Pajak yang memenuhi kriteria kepada Kepala Kanwil DJP atasannya;Berdasarkan usul KPP atau Karikpa atau usul dari Kanwil DJP sendiri, Kepala Kanwil DJP dapat mengajukan usul untuk melakukan Pemeriksaan Ulang kepada Direktur P4;Setiap pengajuan usul untuk melakukan Pemeriksaan Ulang harus disertai dengan alasan yang jelas dan dilengkapi dengan bukti pendukung serta ringkasan hasil pemeriksaan yang telah dilakukan untuk tahun pajak yang sama dengan menggunakan formulir seperti pada Lampiran 6;Berdasarkan pertimbangan Direktur P4, usul Pemeriksaan Ulang yang diajukan oleh Kepala Kanwil DJP akan diteruskan kepada Direktur Jenderal Pajak untuk mendapat persetujuan;Instruksi untuk melakukan Pemeriksaan Ulang diberikan oleh Direktur Jenderal Pajak dengan mempertimbangkan alasan penyebab diajukannya usul pemeriksaan dengan menggunakan formulir pada Lampiran 7.
Pelaksanaan Pemeriksaan Ulang
Pemeriksaan Ulang dapat meliputi seluruh jenis pajak (all taxes), beberapa jenis pajak atau satu jenis pajak (single tax) walaupun data baru atau data yang belum terungkap atau data lain hanya mencakup jenis-jenis pajak tertentu saja.Pemeriksaan Ulang harus dilaksanakan melalui Pemeriksaan Lapangan. Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan kepada Wajib Pajak dan pembahasan akhir (closing conference) baru dapat dilakukan setelah hasil pemeriksaan tersebut dibahas (direview) dan disetujui oleh Direktur P4.
Lembar Penugasan Pemeriksaan (LP2)
Penerbitan LP2 dilakukan melalui program Aplikasi Penerbitan LP2 yang ditentukan oleh Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak.Karena Kantor Wilayah DJP belum seluruhnya dapat terhubung (on-line) dengan Kantor Pusat DJP, untuk sementara waktu seluruh LP2 diterbitkan oleh Direktorat P4.Direktorat P4 segera menerbitkan LP2 berdasarkan :
Alokasi Daftar Nominatif Wajib Pajak Rutin; Alokasi Daftar Nominatif Wajib Pajak Kriteria Seleksi; Instruksi/persetujuan Pemeriksaan Khusus atau Pemeriksaan Ulang; Pemberitahuan Perluasan Pemeriksaan; Instruksi Pemeriksaan Bukti Permulaan.
LP2 diterbitkan dalam rangkap 4 (empat) dan seluruhnya dikirimkan kepada UP3 yang akan melaksanakan pemeriksaan dengan menggunakan Surat Pengantar Pengiriman LP2.Surat Pengantar Pengiriman LP2 dibuat dalam rangkap 5 (lima) dan dikirimkan kepada :
Kepala UP3 dalam 2 (dua) rangkap, dan 1 (satu) rangkap berfungsi sebagai tanda terima yang dikembalikan ke Direktorat P4;Kepala KPP dan atau Karikpa terkait;Kepala Kantor Wilayah DJP, dalam hal UP3 bukan Kantor Wilayah DJP yang bersangkutan;Arsip Direktorat P4.
Setiap pemeriksaan yang mencakup SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi atau Badan, baik Pemeriksaan Lapangan (PL/PSL) maupun Pemeriksaan Kantor (PSK), harus dilaksanakan berdasarkan LP2.Pemeriksaan yang dapat dilaksanakan tanpa LP2, antara lain pemeriksaan terhadap :
Bentuk Kerjasama Operasi (KSO) dan sejenisnya;Wajib Pajak yang menyampaikan SPT Tahunan PPh Pasal 21 yang menyatakan lebih bayar;Wajib Pajak yang tidak menyampaikan SPT PPh Pasal 21 selama 2 (dua) tahun berturut-turut;Wajib Pajak yang menyampaikan SPT Masa PPN masa pajak terakhir dari suatu tahun pajak yang menyatakan lebih bayar (baik meminta restitusi maupun kompensasi);Wajib Pajak yang melakukan kegiatan membangun sendiri dengan pemenuhan kewajiban PPN atas kegiatan tersebut patut diduga tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya;Wajib Pajak yang tidak menyampaikan SPT Masa PPN dalam tahun berjalan selama 3 (tiga) bulan berturut-turut dari suatu tahun pajak;Wajib Pajak yang menyampaikan SPT Masa PPN (dalam tahun berjalan) yang menyatakan meminta pengembalian kelebihan pembayaran pajak (restitusi) sehubungan dengan penyerahan ekspor dan atau penyerahan kepada badan pemungut PPN;Wajib Pajak sehubungan dengan adanya data, termasuk data PBB dan atau BPHTB, yang dapat dimanfaatkan untuk ekstensifikasi Wajib Pajak dan atau Pengusaha Kena Pajak (PKP);Wajib Pajak yang mengajukan suatu permohonan sehubungan dengan pelaksanaan kewajiban perpajakannya, antara lain permohonan pemberian NPWP, Pengusaha Kena Pajak (PKP), keberatan atau banding, penentuan Wajib Pajak berlokasi di daerah terpencil, dan pemusatan tempat terutang PPN, serta untuk tujuan lain seperti : penentuan jumlah angsuran pajak dalam suatu masa pajak bagi Wajib Pajak baru, pengumpulan bahan guna penyusunan Norma Penghitungan, pencocokan data dan atau alat keterangan;Wajib Pajak yang belum memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);Wajib Pajak sehubungan dengan Pemeriksaan Lokasi dan atau Tahun Berjalan.
Dalam hal terjadi pengalihan atau pembatalan pemeriksaan, LP2 yang telah diterima untuk pemeriksaan dimaksud harus dikembalikan ke Unit yang menerbitkan.
Standar Prestasi
Standar prestasi setiap pemeriksa per tahun ditetapkan sebagai berikut:
Untuk Pejabat Fungsional Pemeriksa Pajak di Lingkungan Kanwil XIX DJP WP Besar sejumlah 4 (empat) LPP;Untuk Pejabat Fungsional Pemeriksa Pajak pada Unit Pelaksana Pemeriksaan Lengkap di lingkungan Kanwil VII Jakarta Raya Khusus DJP dan Kantor Pusat DJP sejumlah 6 (enam) LPP; Untuk Pejabat Fungsional Pemeriksa Pajak pada Unit Pelaksana Pemeriksaan Lengkap di lingkungan Kanwil DJP lainnya sejumlah 8 (delapan) LPP; Untuk Pemeriksa Pajak pada Kantor Pelayanan Pajak di lingkungan Kanwil VII Jakarta Raya Khusus DJP sejumlah 15 (lima belas) LPP;Untuk Pemeriksa Pajak pada Kantor Pelayanan Pajak di lingkungan Kanwil DJP lainnya sejumlah 20 (dua puluh) LPP;
Standar prestasi tersebut di atas akan dievaluasi untuk penyesuaian setiap tahun sesuai dengan kebutuhan.
Pemeriksaan Rutin
Kriteria Pemeriksaan Rutin
Wajib Pajak Orang Pribadi atau Badan menyampaikan :
SPT Tahunan PPh yang menyatakan Lebih Bayar;SPT Tahunan PPh yang menyatakan Rugi Tidak Lebih Bayar; SPT Tahunan PPh untuk bagian tahun pajak sebagai akibat adanya perubahan tahun buku atau metode pembukuan yang telah disetujui oleh Direktur Jenderal Pajak; SPT Tahunan PPh untuk tahun pajak saat Wajib Pajak melakukan penilaian kembali aktiva tetap yang telah disetujui oleh Direktur Jenderal Pajak; SPT Tahunan PPh untuk tahun pajak saat Wajib Pajak melakukan penggabungan, pemekaran, pengambilalihan usaha, atau likuidasi. Pemeriksaan dalam rangka likuidasi dilakukan terhadap Wajib Pajak yang mengajukan permohonan pembubaran dengan melampirkan Laporan Keuangan Likuidasi atau diketahui dan media massa bahwa Wajib Pajak akan melakukan likuidasi; SPT Tahunan PPh yang menyatakan rugi yang pelaksanaan pemeriksaannya dikaitkan dengan pelaksanaan Pemeriksaan Rutin untuk tahun pajak lainnya; SPT Tahunan PPh yang termasuk dalam kelompok NE selama 2 tahun berturut-turut; SPT Tahunan PPh Pasal 21 yang menyatakan Lebih Bayar; SPT Masa PPN yang masa pajak terakhir dari suatu tahun pajak yang menyatakan Lebih Bayar baik restitusi maupun kompensasi;SPT Masa PPN (dalam tahun berjalan) yang menyatakan meminta pengembalian kelebihan pembayaran pajak (restitusi) terutama sehubungan dengan penyerahan ekspor dan atau penyerahan kepada badan pemungut PPN.
Wajib Pajak Orang Pribadi atau Badan tidak menyampaikan :
SPT Tahunan PPh walaupun telah dikirimkan Surat Teguran dan tidak mengajukan permohonan perpanjangan penyampaian SPT, termasuk SPT kembali pos (kempos);SPT Tahunan PPh Pasal 21 selama 2 (dua) tahun berturut turut;SPT Masa PPN dalam tahun berjalan selama 3 (tiga) bulan berturut-turut dari suatu tahun pajak.
Wajib Pajak Orang Pribadi atau Badan melakukan kegiatan membangun sendiri yang pemenuhan kewajiban PPN atas kegiatan tersebut patut diduga tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya.Wajib Pajak Orang Pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas atau Wajib Pajak Badan yang mengajukan permohonan pencabutan NPWP; atau perubahan tempat terdaftarnya Wajib Pajak dari suatu KPP ke lain KPP.Wajib Pajak Orang Pribadi menyampaikan SPT Tahunan PPh yang menyalahi ketentuan penggunaan Norma Penghitungan Penghasilan Neto.Data Prioritas dan atau Alat Keterangan.Terdapat Kerjasama Operasi (KSO) atau Konsorsium.Penentuan Wajib Pajak berlokasi di daerah terpencil.Pemusatan tempat terutang PPN. Pemeriksaan dalam rangka ekstensifikasi.
Daftar Nominatif Wajib Pajak
Setiap bulan Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) membuat Daftar Nominatif Wajib Pajak yang akan diperiksa melalui Pemeriksaan Rutin paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya dan mengirimkannya kepada Kepala Manwil DJP atasannya tanpa tembusan ke Direktorat P4 dengan menggunakan formulir Daftar Nominatif Wajib Pajak seperti pada Lampiran 8.Berdasarkan Daftar Nominatif Wajib Pajak yang akan diperiksa, Kepala Kanwil DJP membuat alokasi UP3 dan mengirimkan daftar alokasi tersebut kepada UP3 yang bersangkutan dengan tembusan Direktur P4 untuk diterbitkan LP2. Pemeriksaan atas SPT Lebih Bayar, SPT Rugi Tidak Lebih Bayar, WP pindah/pencabutan NPWP dan penggabungan/ pemekaran/ pengambilalihan usaha/ likuidasi sebagaimana dimaksud dalam huruf A butir 1 a, 1.b, 1.e dan huruf A butir 4 dapat dilaksanakan terlebih dahulu sambil menunggu diterbitkannya LP2. LP2 akan langsung dikirim ke UP3 yang telah ditentukan.
Unit Pelaksana Pemeriksaan Pajak
Pemeriksaan Rutin dilaksanakan melalui PL, PSL atau PSK dalam hal :
SPT Tahunan PPh menyatakan Lebih Bayar sebagaimana dimaksud dalam huruf A butir 1.a;Terdapat data prioritas dan atau alat keterangan sebagaimana dimaksud dalam huruf A butir 6;Kerjasama Operasi (KSO) atau konsorsium sebagaimana dimaksud dalam huruf A butir 7;SPT Tahunan PPh yang menyatakan rugi yang pelaksanaan pemeriksaannya dikaitkan dengan pelaksanaan Pemeriksaan Rutin untuk tahun pajak lainnya sebagaimana dimaksud dalam huruf A butir 1.f.
UP3 sebagaimana dimaksud dalam butir 1 ditentukan oleh Kepala Kantor Wilayah DJP terkait dengan memperhatikan volume pekerjaan pada masing-masing UP3. Pemeriksaan Rutin dilaksanakan melalui PSL meliputi satu tahun pajak atau seluruh masa pajak dalam tahun pajak yang bersangkutan dalam hal :
SPT Tahunan PPh menyatakan Rugi Tidak Lebih Bayar sebagaimana dimaksud dalam huruf A butir 1.b;SPT Tahunan PPh kelompok Non Efektif (NE) selama 2 (dua) tahun berturut-turut sebagaimana dimaksud dalam huruf A butir 1.g; SPT Tahunan PPh tidak disampaikan dalam jangka waktu sebagaimana tercantum dalam Surat Teguran, termasuk SPT kembali pos sebagaimana dimaksud dalam huruf A butir 2.a; SPT Tahunan PPh Pasal 21 tidak disampaikan selama 2 (dua) tahun berturut-turut sebagaimana dimaksud dalam huruf A butir 2.b; SPT Masa PPN tidak disampaikan dalam tahun berjalan selama 3 (tiga) bulan berturut-turut dan suatu tahun pajak sebagaimana dimaksud dalam huruf A butir 2.c; Wajib Pajak melakukan kegiatan membangun sendiri sebagaimana dimaksud dalam huruf A butir 3; Wajib Pajak mengajukan permohonan pencabutan NPWP atau perubahan tempat terdaftar dari satu KPP ke KPP lainnya sebagaimana dimaksud dalam huruf A butir 4; SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi menyalahi ketentuan penggunaan Norma Penghitungan Penghasilan Neto sebagaimana dimaksud dalam huruf A butir 5; Penentuan Wajib Pajak berlokasi di daerah terpencil sebagaimana dimaksud dalam huruf A butir 8; Pemusatan tempat terutang PPN sebagaimana dimaksud dalam huruf A butir 9;Dalam rangka ekstensifikasi sebagaimana dimaksud dalam huruf A butir 10.
Pemeriksaan Rutin dapat dilaksanakan dengan PSL atau PSK dalam hal :
SPT Tahunan PPh Pasal 21 menyatakan lebih bayar sebagaimana dimaksud dalam huruf A butir 1.h; SPT Masa PPN yang masa pajak terakhir dari suatu tahun pajak menyatakan lebih bayar sebagaimana dimaksud dalam huruf A butir 1.i; SPT Masa PPN (dalam tahun berjalan) menyatakan restitusi sehubungan dengan penyerahan ekspor dan atau penyerahan kepada badan pemungut PPN sebagaimana dimaksud dalam huruf A butir 1.j.
Pemeriksaan Rutin dilaksanakan dengan PL dalam hal :
SPT Tahunan PPh Wajib Pajak yang melakukan perubahan tahun buku sebagaimana dimaksud dalam huruf A butir 1.c; SPT Tahunan PPh Wajib Pajak yang melakukan revaluasi sebagaimana dimaksud dalam huruf A butir 1.d; SPT Tahunan PPh Wajib Pajak yang melakukan penggabungan, pemekaran atau pengambilalihan usaha atau likuidasi sebagaimana dimaksud pada huruf A butir 1.e, kecuali likuidasi perusahaan yang tidak berbentuk perseroan yang dapat dilaksanakan melalui PSL.
Koordinasi Pelaksanaan Pemeriksaan
Dalam hal Wajib Pajak selain memenuhi kriteria pemeriksaan rutin sebagaimana dimaksud dalam angka II huruf A butir 1.a, 1.f, 6 dan 7 juga memenuhi kriteria Pemeriksaan Rutin yang dilaksanakan oleh UP3 lengkap sebagaimana diatur dalam huruf A butir i.e, 1.d dan i.e, maka pemeriksaan untuk tahun yang bersangkutan dilakukan melalui pemeriksaan lengkap, kecuali untuk pemeriksaan yang berkenaan dengan likuidasi perusahaan yang berbentuk bukan perseroan terbatas dengan unit pelaksana ditentukan oleh Kepala Kanwil DJP atasannya. Apabila terjadi benturan pemeriksaan selain yang diatur dalam butir 1 di atas maka pemeriksaan dilakukan oleh UP3 yang telah lebih dulu menyampaikan Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Pajak kepada WP, kecuali ditentukan lain oleh Direktur P4.Pemeriksaan Rutin atas SPT Tahunan PPh yang menyatakan rugi yang pemeriksaannya dikaitkan dengan pelaksanaan Pemeriksaan Rutin untuk tahun pajak lainnya (angka II huruf A butir 1.f) dilaksanakan oleh UP3 yang melakukan pemeriksaan tahun pajak lainnya tersebut. Dalam hal atas SPT PPh Pasal 21 dan atau SPT Masa PPN yang menyatakan Lebih Bayar dilakukan Pemeriksaan Rutin oleh UP3 Lokasi dan pada saat bersamaan diperiksa juga oleh UPS Domisili maka pemeriksaan oleh UP3 Lokasi diteruskan sepanjang UPS Domisili tidak meminta kepada UP3 Lokasi untuk menghentikan pemeriksaan tersebut.
Pemeriksaan Sederhana Lapangan atas Penghapusan atau Pencabutan NPWP/NPPKP
PSL atas penghapusan atau pencabutan NPWP/NPPKP dapat dilakukan terhadap :
Wajib Pajak yang berpindah tempat terdaftarnya dari KPP ke KPP lainnya sebagai akibat berubahnya status Wajib Pajak (misainya Wajib Pajak PMA menjadi WP Masuk Bursa); Wajib Pajak yang berpindah alamat dari wilayah satu KPP ke KPP lainnya; Wajib Pajak BUT atau Wajib Pajak Luar Negeri yang sudah bubar atau terdapat tanda-tanda akan bubar atau meninggalkan Indonesia untuk seterusnya.
Terhadap Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada butir 1.a dan 1.b dilakukan PSL oleh KPP Lama dengan ketentuan bahwa Wajib Pajak Badan atau Orang Pribadi yang menjalankan usaha atau melakukan pekerjaan bebas, terbatas untuk tahun atau tahun-tahun pajak yang belum diperiksa.
Surat Pemberitahuan Pindah yang disampaikan oleh Wajib Pajak yang bersangkutan ke KPP lama; atau Tembusan Surat Pemberitahuan Pindah dalam hal Surat Pemberitahuan Pindah tersebut disampaikan langsung oleh Wajib Pajak yang bersangkutan ke KPP baru.
Hasil PSL oleh KPP lama ditindaklanjuti dengan :
Dalam hal Surat Pemberitahuan telah terdaftar di KPP baru telah diterima dari KPP baru sebelum LPP dan NPP selesai dibuat, mengirimkan LPP dan Nota Penghitungan Pajak (NPP) ke KPP baru untuk diterbitkan surat ketetapan pajak, dalam jangka waktu 3 (tiga) hari setelah tanggal pembahasan akhir; Dalam hal Surat Pemberitahuan telah terdaftar di KPP Baru belum diterima oleh KPP Lama atau UP3, menerbitkan surat ketetapan pajak segera setelah LPP dan NPP selesai dibuat.
Ketentuan Lain-lain
Dalam hal pemeriksaan atas SPT Tahunan PPh WP OP/Badan yang menyatakan lebih bayar ditemukan adanya indikasi transfer pricing yang belum dapat diungkap dalam jangka waktu penyelesaian SPT LB (12 bulan) maka surat ketetapan pajak harus diterbitkan dan pemeriksaan terhadap Wajib pajak dimaksud dapat dilanjutkan dengan pemeriksaan ulang berdasarkan instruksi Direktur Jenderal Pajak. LPP dari Pemeriksaan Rutin atas kerjasama operasi dan konsorsium agar disampaikan juga kepada semua Kepala KPP tempat para anggota kerjasama operasi terdaftar sebagai WP (KPP Domisili) untuk ditindaklanjuti. Dalam hal hasil pemeriksaan UP3 lengkap terhadap Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam angka II huruf A butir 1.e mengusulkan untuk dilakukan pencabutan NPWP dan atau NPPKP maka KPP terkait, setelah Wajib Pajak melunasi tunggakan pajaknya, harus segera menindaklanjuti dengan pencabutan NPWP dan atau NPPKP tanpa melakukan pemeriksaan. Dalam hal Wajib Pajak berdasarkan hasil pemeriksaan terbukti sebagai penerbit faktur pajak fiktif agar segera dilakukan pencabutan NPPKP. Untuk tujuan penerbitan LP2, Pemeriksaan Rutin diberi kode dengan nomor sebagaimana tercantum dalam Lampiran 9.
Pemeriksaan Kriteria Seleksi
Umum
Pemeriksaan kriteria seleksi dilaksanakan apabila SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi atau Badan terpilih untuk diperiksa berdasarkan sistem kriteria seleksi.Pemeriksaan kriteria seleksi difokuskan terhadap Wajib Pajak yang dikategorikan sebagai Wajib Pajak Besar dan Menengah baik skala nasional, regional maupun lokal. Penetapan Wajib Pajak Besar dan Menengah dilaksanakan oleh Kantor Pusat DJP berdasarkan jumlah peredaran usaha dan jumlah pajak yang dibayarkan serta elemen-elemen pertimbangan lainnya. Data yang dipergunakan sebagai dasar penetapan adalah data yang terdapat dalam Sistem Informasi Perpajakan. Untuk menjamin validitas data tersebut para Kepala Kantor Wilayah DJP bertanggungjawab untuk mengawasi proses input data SPT yang dilakukan di Kantor Pelayanan Pajak yang ada di wilayahnya. Pemeriksaan kriteria seleksi harus dilakukan melalui PL atau PSL.
Alokasi
Terhadap Wajib Pajak yang dikategorikan sebagai Wajib Pajak Besar dan Menengah proses seleksi dilakukan oleh Tim Alokasi Pemeriksaan Kantor Pusat DJP dengan menggunakan Sistem Kriteria Seleksi.Pengiriman Daftar Wajib Pajak untuk diperiksa dilakukan secara bertahap setiap tiga bulan oleh Direktur P4 kepada masing-masing Kepala Kantor Wilayah DJP paling lambat setiap akhir triwulan tahun berjalan (April, Juli, Oktober dan Januari). Kepala Kantor Wilayah DJP harus menyusun Tim Alokasi Pemeriksaan pada Tingkat Kantor Wilayah (Tim Alokasi Kanwil). Tim Alokasi Kanwil diketuai oleh Kepala Bidang Pemeriksaan Penyidikan dan Penagihan Pajak dan beranggotakan Pejabat dan Staf pada Bidang tersebut. Pedoman pelaksanaan tugas Tim Alokasi Kanwil adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran 10. Pemeriksaan terhadap Wajib Pajak Besar harus dilakukan oleh UP3 Lengkap kecuali atas SPT Tahunan LB yang sedang diperiksa oleh KPP, sedangkan terhadap Wajib Pajak Menengah dapat dilakukan oleh semua UP3. Daftar Alokasi pemeriksaan Wajib Pajak Besar dan Menengah dikirimkan oleh Kepala Kantor Wilayah DJP kepada masing-masing UP3 yang ditunjuk dengan tembusan kepada Direktur P4 untuk diterbitkan LP2-nya dengan menggunakan formulir sebagaimana tercantum dalam Lampiran 11. Alokasi UP3 harus dikirimkan ke Direktorat P4 paling lambat 2 (dua) bulan sejak tanggal surat daftar persediaan dikirimkan, Apabila dalam batas waktu tersebut Kanwil belum melakukan alokasi maka KPDJP akan menentukan UP3 sendiri. LP2 akan langsung dikirimkan kepada UP3 yang ditunjuk.
Pelaksanaan
Pemeriksaan dapat dilaksanakan terlebih dahulu sambil menunggu diterbitkannya LP2 oleh Direktorat P4. LP2 langsung dikirimkan ke UP3 yang ditunjuk. Pembatalan pemeriksaan terhadap Wajib Pajak Besar dan Menengah yang telah terpilih untuk diperiksa hanya dapat dilakukan oleh Direktur P4. Dengan memperhatikan rencana pemeriksaan nasional dan saldo tunggakan pemeriksaan, Kepala Kantor Wilayah DJP dapat mengajukan permintaan tambahan Wajib Pajak Besar dan Menengah yang akan diperiksa kepada Direktur P4.
Pemeriksaan Khusus
Kriteria Pemeriksaan Khusus Pemeriksaan Khusus harus dilakukan melalui PL atau PSL untuk satu, beberapa atau seluruh jenis pajak kewajiban Wajib Pajak termasuk Wajib Pajak yang diberikan fasilitas pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak, berdasarkan :
Adanya dugaaan melakukan tindak pidana di bidang perpajakan; Pengaduan masyarakat, termasuk melalui Kotak Pos 5000;Data baru atau data yang semula belum terungkap; Permintaan Wajib Pajak; SPT Lebih Bayar hasil edit; Pertimbangan Direktur Jenderal Pajak.
Khusus untuk kriteria pemeriksaan pada butir 3 hanya diberlakukan terhadap Wajib Pajak yang telah diberikan fasilitas pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak.
Tata Cara Pemeriksaan Khusus
Usul Permintaan Pemeriksaan Khusus
Kepala KPP atau Karikpa dapat mengajukan usul melakukan Pemeriksaan Khusus yang memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam angka IV huruf A butir 1 sampai dengan 5 kepada Kepala Kanwil DJP atasannya.Berdasarkan usul Kepala KPP atau Karikpa, atau inisiatif Kepala Kanwil, Kepala Kanwil DJP yang bersangkutan mengajukan usul melakukan Pemeriksaan Khusus kepada Direktur P4.Setiap pengajuan usul melakukan Pemeriksaan Khusus harus disertai dengan alasan yang jelas dan dilengkapi dengan bukti pendukungnya (seperti surat pengaduan masyarakat) dengan menggunakan formulir sebagaimana tercantum dalam Lampiran 12.Kepala Kanwil DJP dapat pula mengajukan usul kepada Direktur P4 agar terhadap Wajib Pajak yang berdomisili di luar wilayah kewenangannya dilakukan Pemeriksaan Khusus dengan menggunakan formulir sebagaimana tercantum dalam Lampiran 13.
Persetujuan dan Instruksi Pemeriksaan Khusus
Persetujuan untuk melakukan Pemeriksaan Khusus diberikan oleh Direktur P4 kepada unit pengusul atau UP3 lain dengan mempertimbangkan alasan diajukannya usul Pemeriksaan tersebut dengan menggunakan formulir sebagaimana tercantum dalam Lampiran 14. Direktur P4 dapat memberikan instruksi Pemeriksaan Khusus kepada Kepala UP3 apabila :
Terdapat kriteria sebagaimana dimaksud dalam angka IV huruf A. Terdapat usulan Pemeriksaan Khusus dari Kepala Kanwil DJP terhadap Wajib Pajak yang berdomisili di luar wilayah kewenangannya.
dengan menggunakan formulir sebagaimana tercantum dalam Lampiran 15.
Instruksi dan persetujuan Pemeriksaan Khusus harus memuat tahun pajak yang akan diperiksa, saat pemeriksaan harus diselesaikan, dan perlu tidaknya hasil pemeriksaan dibahas (review) terlebih dahulu.
Ketentuan Pemeriksaan Khusus Lainnya
Apabila dalam instruksi/persetujuan pemeriksaan dinyatakan perlunya dilakukan penelaahan (review), pemberitahuan hasil pemeriksaan kepada Wajib Pajak dan pembahasan akhir (closing conference) baru dapat dilakukan setelah hasil pemeriksaan tersebut disetujui.Untuk tujuan pembahasan, konsep LPP, termasuk konsep LPP sumir, tidak perlu diberi nomor dan tanggal laporan. Namun dalam Surat Pengantar harus menunjuk Surat Persetujuan/ Instruksi Pemeriksaan Khusus dan dinyatakan secara jelas bahwa LPP dikirim untuk ditelaah (review).Konsep LPP sebagaimana pada angka IV huruf C angka 1 harus dilengkapi dengan copy SPT Tahunan dan Laporan Keuangan atau Laporan Audit.Dalam hal tindak lanjut Pemeriksaan Khusus adalah berupa tindakan penyidikan, maka UP3 Wajib Pajak Lokasi menyelesaikan LPP berupa laporan sumier, dan kemudian mengirimkannya ke UP3 Wajib Pajak Domisili disertai dengan kertas kerja pemeriksaan (KKP).LPP harus memuat penjelasan mengenai terbukti atau tidaknya alasan yang menjadi dasar diterbitkannya persetujuan atau instruksi Pemeriksaan Khusus.Pemeriksaan Khusus sehubungan dengan adanya perluasan tahun pajak yang diperiksa, baru dapat dilaksanakan setelah Direktur P4 menerbitkan LP2 berdasarkan persetujuan, instruksi atau pemberitahuan tentang adanya perluasan Pemeriksaan Khusus. Apabila terjadi benturan pemeriksaan maka pemeriksaan dilakukan oleh UP3 yang telah lebih dulu menyampaikan Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Pajak kepada WP, kecuali ditentukan lain oleh Direktur P4.
Pemeriksaan Tahun Berjalan
Kriteria Pemeriksaan Tahun Berjalan Pemeriksaan Tahun Berjalan dapat dilakukan tanpa perlu dikaitkan dengan pemeriksaan tahun sebelumnya, yaitu terhadap :
Wajib Pajak yang dalam tahun berjalan melakukan merger, likuidasi, pemekaran, pengambilalihan usaha atau penilaian kembali aktiva. Pemotong atau pemungut pajak yang menunjukkan :
adanya pembayaran PPh Pasal 21 yang berfluktuasi tinggi selama 6 bulan berturut-turut atau; adanya perbedaan yang signifikan antara pembayaran PPh Pasal 26 terutama atas royalti dengan objek PPN Jasa Luar Negeri.
Pengusaha Kena Pajak berdasarkan :
program PK-PM teridentifikasi bahwa nilai PM yang diklarifikasikan tidak sama dengan nilai PK yang dilaporkan oleh PKP lawan transaksinya;program PK-PM tiga jenjang ke belakang belum ditemukan adanya PKP Pabrikan atau Importir, dengan prioritas PKP yang minimal 10% dari PM berasal dari PKP yang bersangkutan;program PK-PM termasuk dalam kriteria PM tidak sama dengan PK dan PK sama dengan nol, dengan prioritas PKP yang setelah diminta penjelasan tidak merespon atau tidak menjawab permintaan penjelasan dari KPP sampai dengan batas waktu yang telah ditentukan;penelitian informasi data diketahui peredaran usaha dalam SPT Masa PPN dan PPnBM PKP Orang Pribadi Baru dalam setiap masa berjumlah lebih dari Rp600 juta;penelitian informasi dan data diketahui peredaran usaha dalam SPT Masa PPN dan PPnBM PKP Badan Baru dalam setiap masa berjumlah lebih dari Rp5 miliar;penelitian diketahui peredaran usaha PKP baru untuk pertama kali menunjukkan jumlah yang relatif tinggi;pengamatan diketahui tidak mempunyai tempat usaha, alamat maupun gudang yang bersifat permanen, khususnya untuk PKP perdagangan, importir dan perindustrian;hasil pemeriksaan PPN dan PPnBM masa atau masa-masa sebelumnya yang PM atau PK dikoreksi secara signifikan;penelitian diketahui peredaran usaha dalam SPT Masa PPN dan PPnBM dan kaitan SPT Masa PPh Pasal 21 menunjukkan perbandingan yang tidak proporsional;penelitian diketahui menyampaikan SPT Masa PPN dan PPnBM tetapi tidak menyampaikan SPT PPh Pasal 21 dan tidak menyetor angsuran PPh Pasal 25;penelitian menunjukkan peningkatan peredaran usaha yang relatif tinggi;penelitian semula termasuk kategori NE tiba-tiba menjadi aktif dengan nilai peredaran usaha yang tinggi;pengamatan diketahui alamat usahanya berada di daerah pemukiman penduduk tetapi memiliki peredaran usaha yang relatif tinggi.
Wajib Pajak untuk tujuan Penagihan Pajak (Delinquency Audit). Wajib Pajak lainnya berdasarkan instruksi Direktur P4.
Tata Cara Pemeriksaan Tahun Berjalan
Usul Permintaan Pemeriksaan Tahun Berjalan
Kepala KPP atau Karikpa dapat mengajukan usul untulk melakukan Pemeriksaan TahunBerjalan yang memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam angka V huruf A angka 1, 2 dan 3 kepada Kepala Kanwil DJP atasannya dengan disertai alasan yang jelas dan dilengkapi dengan bukti pendukung. Kepala Kanwil DJP dapat pula mengajukan usul kepada Direktur P4 agar terhadap Wajib Pajak yang berdomisili di luar wilayah kewenangan Kepala Kanwil DJP yang bersangkutan untuk dilakukan Pemeriksaan Tahun Berjalan. Usul untuk melakukan Pemeriksaan Tahun Berjalan dengan menggunakan formulir seperti pada Lampiran 16.
Persetujuan dan Instruksi Pemeriksaan Tahun Berjalan
Persetujuan untuk melakukan Pemeriksaan Tahun Berjalan diberikan oleh Kepala Kanwil DJP kepada unit pengusul atau UP3 lain dengan mempertimbangkan alasan diajukannya usul Pemeriksaan Tahun Berjalan tersebut dengan menggunakan formulir seperti pada Lampiran 17. Pemeriksaan Tahun Berjalan dapat juga dilakukan berdasarkan instruksi dan Direktur P4 apabila :
1) | Wajib Pajak diduga melakukan tindak pidana di bidang perpajakan; |
2) | Terdapat pengaduan masyarakat ke Direktorat Jenderal Pajak; |
3) | Berdasarkan pertimbangan Direktur Jenderal Pajak. |
Direktur P4 dapat pula memberikan instruksi Pemeriksaan Tahun Berjalan kepada Kepala KPP, Karikpa atau Kanwil DJP terkait sehubungan dengan usul Kepala Kanwil DJP lain agar melakukan Pemeriksaan Tahun Berjalan terhadap Wajib Pajak yang berdomisili di luar wilayah kewenangan Kanwil DJP yang bersangkutan. Instrulksi Pemeriksaan Tahun Berjalan harus memuat antara lain masa pajak yang diperiksa dan saat pemeriksaan harus diselesaikan, dengan menggunakan formulir seperti pada Lampiran 18.
Ketentuan Pemeriksaan Lainnya
Pelaksanaan Pemeriksaan tahun Berjalan hanya dapat dilakukan atas masa pajak sampai dengan bulan Oktober tahun yang bersangkutan; Kegiatan Pemeriksaan Tahun Berjalan dilaporkan setiap Triwulan ke Kanwil DJP untuk dibuat Laporan Rekapitulasi Bulanan sebagai bahan evaluasi, sesuai formulir pada Lampiran 19.
Pemeriksaan WP Lokasi
Kriteria Pemeriksaan WP Lokasi
Wajib Pajak menyampaikan SPT Tahunan PPh Pasal 21 dan atau SPT Masa PPN menyatakan Lebih Bayar.Wajib Pajak tidak menyampaikan SPT Tahunan PPh Pasal 21 selama dua tahun berturut-turut dan atau SPT Masa PPN selama tiga bulan berturut-turut dalam suatu tahun pajak. Wajib Pajak mengajukan permohonan pemusatan tempat terutang PPN. Permintaan dari UP3 domisili. Wajib Pajak bergerak dalam bidang usaha tertentu yang ditentukan oleh Kepala Kanwil DJP khususnya atas PPh Pasal 23, Pasal 26, PPN dan PPnBM.
Tata Cara Pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi
Kepala UP3 Domisili harus meminta UP3 Lokasi untuk melakukan pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi. Khusus untuk Wajib Pajak Bank Lembaga Pembiayaan dan Asuransi serta WP yang telah memperoleh izin pemusatan tempat terutang PPN, pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi dilakukan oleh UP3 Domisili.Kantor Pusat DJP dan Kepala UP3 Domisili di lingkungan Kanwil VII DJP Jaya Khusus dan Kanwil XIX DJP Wajib Pajak Besar dapat meminta UP3 Wajib Pajak Lokasi melakukan pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi.Dalam hal SPT Tahunan PPh Pasal 21 dan atau SPT Masa PPN WP Lokasi menyatakan lebih bayar sebagaimana dimaksud dalam angka VI huruf A butir 1 disampaikan oleh Wajib Pajak Bank, Lembaga Pembiayaan dan Asuransi, UP3 Wajib Pajak Lokasi harus melakukan pemeriksaan sepanjang UP3 Wajib Pajak Domisili belum melakukan pemeriksaan.UP3 Wajib Pajak Lokasi harus melaporkan hasil pemeriksaannya ke UP3 Wajib Pajak Domisili dalam hal pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi dilakukan berdasarkan permintaan UP3 Wajib Pajak Domisili.Permintaan pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi harus dilakukan paling lambat 5 (lima) hari setelah Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Pajak disampaikan kepada Wajib Pajak Domisili dengan menggunakan surat permintaan pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi sesuai formulir pada Lampiran 20.Dalam hal surat permintaan pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi diterbitkan melebihi jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam butir 5 di atas, UP3 Domisili harus menjelaskan secara tertulis alasan keterlambatan tersebut kepada UP3 Lokasi dengan tembusan kepada Kepala Kanwil DJP terkait.Permintaan pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi harus dilakukan oleh UP3 Domisili.
Permintaan pemeriksaan oleh KPP diatur sebagai berikut :
1) | Apabila Wajib Pajak Lokasi berada di wilayah Kanwil DJP yang sama, permintaan pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi dapat langsung ditujukan kepada KPP terkait dengan tembusan Kepala Kanwil DJP atasannya; |
2) | Apabila Wajib Pajak Lokasi berada di wilayah Kanwil DJP yang berbeda, permintaan pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi dapat langsung ditujukan kepada KPP Lokasi dengan tembusan kepada Kepala Kanwil DJP atasannya dan Kanwil DJP lainnya yang terkait. |
Permintaan pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi oleh KPP Domisili kepada KPP Lokasi hanya dapat dilakukan apabila pemeriksaan Wajib Pajak Domisili dilakukan melalui PSL. |
Permintaan pemeriksaan oleh Karikpa diatur sebagai berikut :
1) | Apabila Wajib Pajak Lokasi berada di wilayah Kanwil DJP yang sama, permintaan pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi dapat langsung ditujukan kepada Karikpa atau KPP terkait dengan tembusan kepada Kepala Kanwil DJP atasannya; |
2) | Apabila Wajib Pajak Lokasi berada di wilayah Kanwil DJP yang berbeda, permintaan pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi dapat langsung ditujukan kepada Karikpa atau KPP Lokasi dengan tembusan kepada Kanwil DJP atasannya dan Kepala Kanwil DJP lainnya yang terkait. |
Permintaan pemeriksaan oleh Kanwil diatur sebagai berikut :
1) | Apabila Wajib Pajak Lokasi berada dalam wilayah Kanwil DJP yang sama, pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi harus dilakukan oleh tim pemeriksaan Kanwil DJP yang bersangkutan kecuali berdasarkan pertimbangan efisiensi harus dilakukan permintaan pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi kepada Karikpa atau KPP terkait; |
2) | Apabila Wajib Pajak Lokasi berada di wilayah Kanwil DJP yang berbeda, permintaan pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi dapat langsung ditujukan kepada Kanwil DJP terkait dengan tembusan Direktur P4, atau kepada Karikpa/KPP Lokasi dengan tembusan kepada Kepala Kanwil DJP atasannya. |
Permintaan pemeriksaan oleh Kantor Pusat DJP dapat langsung ditujukan kepada Kanwil DJP atau Karikpa atau KPP terkait dengan tembusan kepada Kepala Kanwil DJP atasannya. Surat Perintah Pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi harus diterbitkan selambat-lambatnya 3 (tiga) hari setelah tanggal diterimanya permintaan pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi dan pemeriksaannya harus dilaksanakan selambat-lambatnya 3 (tiga) hari setelah tanggal Surat Perintah Pemeriksaan Pajak Wajib Pajak Lokasi.
1. | SPT Tahunan Wajib Pajak Domisili menunjukkan Lebih Bayar dan akan segera jatuh tempo; |
2. | Wajib Pajak Lokasi dalam kondisi forcemajeur, misalnya kebakaran atau kebanjiran. |
Apabila dikemudian hari UP3 Domisili menerima LPP Wajib Pajak Lokasi yang datanya belum terungkap dalam LPP Wajib Pajak Domisili maka data baru/data belum terungkap tersebut harus ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dalam hal dokumen yang diperlukan oleh UP3 Lokasi telah dipinjamkan/diserahkan kepada UP3 Domisili maka UP3 Lokasi melakukan peminjaman dokumen yang diperlukan secara langsung kepada UP3 Domisili.
1. | LPP harus mencakup hasil pemeriksaan seluruh cabang; |
2. | LPP atas pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi yang seluruhnya dilakukan oleh UP3 Domisili dikirim kepada masing-masing KPP Lokasi yang terkait dengan surat pengantar. |
Pengawasan atas pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi dilakukan oleh Kepala Kanwil DJP dan dituangkan dalam lembar pengawasan pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi dengan menggunakan formulir sesuai contoh pada Lampiran 21. Apabila berdasarkan hasil pengawasan diketahui terdapat UP3 Lokasi yang belum menyelesaikan pelaksanaan pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi sesuai dengan jangka waktu yang telah ditentukan, Kepala Kanwil DJP harus memberikan peringatan dan pembinaan kepada UP3 Lokasi.
Pemeriksaan Terintegrasi
Kriteria Pemeriksaan Terintegrasi
Wajib Pajak yang berada dalam satu grup atau memiliki hubungan istimewa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (4) UU PPh. Wajib Pajak memiliki hubungan kegiatan usaha dan atau finansial dengan Wajib Pajak lain yang diperiksa.
Tata Cara Pemeriksaan Terintegrasi
Instruksi pemeriksaan terintegrasi dan Surat Perintah Pemeriksaan Pajak terintegrasi diterbitkan oleh Direktur P4 berdasarkan usul UP3 atau atas pertimbangan Dirjen.Tim pemeriksa pajak terintegrasi merupakan gabungan dari berbagai UP3 di lingkungan DJP yang dibentuk sesuai dengan lokasi dan kompleksitas jaringan transaksi para Wajib Pajak terperiksa. Pelaksanaan pemeriksaan harus dilakukan dan diselesaikan secara bersamaan oleh semua tim pemeriksa kecuali terhadap SPT Wajib Pajak yang menyatakan lebih bayar. Setiap supervisor yang tergabung dalam pemeriksaan terintegrasi secara berkesinambungan harus melaksanakan rekonsiliasi, ekualisasi, koordinasi dan melaporkannya ke Direktur P4. Data yang diperoleh suatu Tim pemeriksa terintegrasi harus disampaikan kepada tim pemeriksa lainnya dan dirumuskan dalam KKP dengan tembusan kepada Direktur P4. Konsep LPP terintegrasi ditelaah dan dikoordinir oleh Direktur P4. Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan disampaikan kepada Wajib Pajak setelah berkonsultasi dengan Direktur P4 dan tanggapan Wajib Pajak atas pemberitahuan tersebut dibahas bersama di bawah koordinasi Direktur P4. Apabila dalam waktu bersamaan Wajib Pajak yang diperiksa secara terintegrasi sedang dilakukan pemeriksaan oleh UP3 lain maka jenis pemeriksaan tersebut diubah menjadi pemeriksaan terintegrasi.
Pemeriksaan Bukti Permulaan
Laporan Pengamatan dan atau LPP yang mengindikasikan bahwa Wajib Pajak melakukan tindak pidana di bidang perpajakan harus ditindaklanjuti dengan Pemeriksaan Bukti Permulaan.Apabila pemeriksaan akan ditingkatkan menjadi pemeriksaan Bukti Permulaan maka pemeriksaan harus dihentikan dengan menerbitkan LPP sumier. LP2 yang sudah diterbitkan agar dikembalikan ke Kantor Pusat DJP. Instruksi untuk melakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan diberikan oleh Direktur P4 atau Kepala Kanwil DJP dengan menggunakan formulir sesuai contoh pada Lampiran 22. Pemeriksaan Bukti Permulaan dilaksanakan oleh Tim Pemeriksa yang berasal dari Direktorat P4 atau Kanwil DJP atau Karikpa terkait, dan sekurang-kurangnya satu orang anggota Tim Pemeriksa adalah Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS). Apabila pemeriksaan Bukti Permulaan ditingkatkan dengan tindakan Penyidikan maka pemeriksaan harus dihentikan dengan menerbitkan LPP sumier. Dalam hal pemeriksaan Bukti Permulaan terhadap Wajib Pajak yang SPT-nya menyatakan Lebih Bayar terdapat indikasi tindak pidana di bidang perpajakan sehingga pemeriksaan ditingkatkan dengan tindakan penyidikan, Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Keputusan Akan Dilakukan Tindakan Penyidikan sebelum berakhirnya jangka waktu pengembalian kelebihan pembayaran pajak.
Lain-lain
Mengingat volume pekerjaan pada masing-masing UP3, Kepala Kantor Wilayah DJP dapat mengalihkan pemeriksaan pajak dari UP3 Sederhana Lapangan ke UP3 Lengkap atau sebaliknya, dan dari Karikpa ke Kantor Wilayah DJP atasannya atau sebaliknya, sepanjang belum diterbitkan SP3. Dalam hal terdapat pengalihan pemeriksaan pajak, Kepala Kantor Wilayah DJP yang bersangkutan wajib memberitahukan kepada Direktur P4 berikut alasannya dengan menggunakan formulir sesuai contoh pada Lampiran 23. Dalam hal pemeriksaan dilakukan oleh KP4 sebagaimana diatur dalam SE-06/PJ.7/2002 tanggal 15 Juli 2002 maka penerbitan SP3, administrasi dan pengawasan pemeriksaan harus dilakukan oleh Kepala KPP atasannya.Dalam rangka memberikan pelayanan kepada Wajib Pajak, sedapat mungkin pelaksanaan pemeriksaan sederhana oleh KPP dilakukan secara terkoordinasi antar seksi untuk semua jenis pajak. Persetujuan, pengawasan, pemantauan dan evaluasi terhadap pemeriksaan khusus PPN/PPnBM dan PPh Pot/put sepenuhnya diserahkan kepada Kepala Kantor Wilayah atasannya. Kepala Kantor Wilayah mengirimkan Laporan Pelaksanaan Pemeriksaan Khusus PPN/PPnBM dan PPh Pot/put setiap semester ke Direktur P4 dengan menggunakan Surat Pengantar dan formulir sesuai contoh pada Lampiran 24. Laporan disampaikan selambat-lambatnya tanggal 20 bulan setelah periode satu semester. Berkas/Data Wajib Pajak yang dipinjam dari KPP oleh UP3 dapat meliputi masa 3 (tiga) tahun terakhir (termasuk tahun pajak yang diperiksa) dan jangka waktu pengiriman berkas paling lambat 7 (tujuh) hari sejak tanggal diterimanya Surat Peminjaman Berkas/ Data Wajib Pajak. Pemeriksa Pajak harus melakukan penelitian atas kebenaran pemberian KLU yang tercantum pada SPT Tahunan PPh Wajib Pajak, dan hasil penelitian terhadap kebenaran KLU tersebut merupakan bagian dari LPR Apabila ditemukan ketidaksesuaian KLU maka Pemeriksa Pajak harus mengirimkan hasil penelitian KLU kepada Kepala KPP yang bersangkutan c.q. Kepala Seksi TUP dengan menggunakan formulir Laporan Penelitian KLU sesuai dengan contoh pada Lampiran 25. Dalam rangka membantu pencairan tunggakan PBB, maka Pemeriksa Pajak harus melakukan penelitian atas Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT) PBB untuk 3 (tiga) tahun terakhir.Untuk meningkatkan pelayanan kepada Wajib Pajak, pembuatan dan pengiriman LPP dan Nota Penghitungan Pajak (NPP), diatur sebagai berikut :
Dalam hal pemeriksaan dilakukan melalui PL, Pemeriksa harus membuat LPP dan NPP dan menyampaikannya bersama-sama dengan berkas/data Wajib Pajak yang bersangkutan kepada KPP terkait dalam batas waktu paling lambat 3 (tiga) hari setelah Pembahasan Akhir; Dalam hal pemeriksaan dilakukan melalui PSL dan PSK, pemeriksa harus membuat LPP dan NPP dan menyampaikannya kepada Seksi TUP dalam batas waktu paling lambat 3 (tiga) hari setelah Pembahasan Akhir.
Untuk membantu pelaksanaan penagihan aktif, setiap pembuatan LPP harus melampirkan Daftar Harta Kekayaan Wajib Pajak/ Penanggung Pajak sebagaimana telah ditegaskan dalam Surat Edaran Nomor: SE-02/PJ.75/2000 tanggal 14 Maret 2000. Kepala UP3 turut bertanggung jawab dalam upaya pembayaran atas ketetapan pajak yang merupakan hasil pemeriksaannya sebagaimana telah ditegaskan dalam butir 5.12 Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor: SE-02/PJ.75/2002 tanggal 22 April 2002. Dalam hal Wajib Pajak mengajukan keberatan/banding atas surat ketetapan pajak yang timbul akibat pemeriksaan, KPP terkait harus mengirimkan tindasan uraian keputusan keberatan/putusan banding kepada UP3 sebagai bahan analisis dan evaluasi hasil pemeriksaan yang tefah dilakukan serta peningkatan kualitas pemeriksaan yang akan dilaksanakan. Analisis dan evaluasi tersebut harus dilaporkan secara triwulanan ke Kanwil DJP atasannya sebagai bahan pembinaan.
Dengan diterbitkannya Surat Edaran ini, maka Surat Edaran Nomor SE-04/PJ.7/2000 dan Surat Edaran Nomor: SE-03/PJ.7/2001 dinyatakan tidak berlaku lagi. Demikian untuk dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. DIREKTUR JENDERAL, ttd. HADI POERNOMO NIP 060027375
Apakah yang dimaksud pemeriksaan pajak dan self assessment?
Pemeriksaan pajak – Menurut UU No.16 Tahun 2009 pasal 1 angka 25 merupakan serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilakukan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
DJP dituntut untuk terus melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap wajib pajak. Salah satu bentuk pengawasan tersebut adalah dengan melakukan pemeriksaan pajak. Pemeriksaan pajak perlu dilakukan untuk mendeteksi adanya kecurangan yang dilakukan oleh wajib pajak dan juga mendorong mereka untuk membayar pajak dengan jujur sesuai ketentuan yang berlaku.
Pemeriksaan pajak merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan penerimaan perpajakan dalam hal ini merupakan penerimaan PPN. Dengan dilaksanakannya pemeriksaan pajak, DJP dapat menilai sejauh mana pemenuhan kewajiban perpajakan yang telah dilakukan oleh wajib pajak.
Apa yang dimaksud dengan pemeriksaan pajak lapangan?
Pemeriksaan lapangan merupakan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan wajib pajak. Pemeriksaan lapangan dilakukan dalam rangka (1) pemeriksaan rutin, dan/atau (2) pemeriksaan khusus (analisa risiko).
5 Apakah sebab Wajib Pajak dilakukan pemeriksaan?
Alasan dilakukannya pemeriksaan pajak – Secara umum, terdapat dua alasan mengapa wajib pajak (WP) menjadi sasaran pemeriksaan DJP Kementerian Keuangan. Alasan di lakukannya pemeriksaan pajak ada dua, yaitu pemeriksaan otomatis (pengajuan) pengembalian dana dan pemeriksaan berdasarkan analisis risiko.
- Apa resikonya? Risiko ketidakpatuhan.
- Wajib pajak yang mengajukan pengembalian akan melalui tahap pemeriksaan oleh pemeriksa pajak untuk memastikan bahwa mereka memenuhi kewajibannya.
- Sementara bagi Wajib Pajak yang menemukan tanda-tanda pelanggaran akan terlebih dahulu melalui proses pendataan.
- Data target pemeriksaan pajak adalah profil ekonomi dan profil perpajakan dari wajib pajak yang bersangkutan.
Khusus untuk status ekonomi Wajib Pajak orang pribadi dan badan, diperlukan data yang lengkap dari pihak ketiga (seperti bank dan instansi terkait lainnya). Terkait data tersebut, hal ini sejalan dengan upaya DJP untuk memaksimalkan database-nya. Untuk keperluan perpajakan atau Automatic Exchange of Information (AEoI), tindakan yang telah diambil telah dimasukkan dalam Program Pertukaran Data Internasional.
Semakin lengkap database, semakin mudah pemeriksa pajak dalam menjalankan tugasnya. Setelah mengumpulkan data, petugas akan menganalisis dan memeriksa metode yang mungkin digunakan oleh wajib pajak yang diduga tidak patuh. Pola yang biasa ditemui pemeriksa pajak adalah wajib pajak tidak mencatat pembeliannya, sehingga omzet yang dilaporkan berbeda dengan piutang usaha dan informasi biaya rekayasa, guna melakukan praktik transfer pricing.
Penetapan transfer pricing merupakan upaya untuk meminimalkan pembayaran pajak dengan memanfaatkan celah regulasi yang ada (seperti mentransfer keuntungan ke luar negeri dengan tarif pajak yang lebih rendah). Setelah inspektur mengetahui apa modenya, berikut ini adalah tindakan pencegahan yang harus di periksa WP.
Apa itu pemeriksaan data konkret?
DIRJEN Pajak, sesuai dengan amanat Pasal 29 ayat (1) UU KUP, berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan wajib pajak dan/atau untuk tujuan lain guna melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Etentuan mengenai pemeriksaan tersebut tersebar dalam banyak regulasi di antaranya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 17/PMK.03/2013 s.t.d.d. PMK 184/PMK.03/2015 tentang tata cara pemeriksaan. Dalam perkembangannya, SE Dirjen Pajak No.SE-15/PJ/2018 tentang Kebijakan Pemeriksaan dirilis guna menyempurnakan kebijakan pemeriksaan pajak.
Lantas, sebenarnya apakah yang dimaksud dengan pemeriksaan? Definisi MERUJUK Pasal 1 angka 25 Undang-Undang KUP jo. Pasal 1 angka 2 PMK 17/PMK.03/2013 s.t.d.d. PMK 184/PMK.03/2015, definisi pemeriksaan adalah: “Serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.” Mengacu pada definisi itu, berdasarkan tujuannya pemeriksaan dapat diklasifikasikan menjadi 2, yaitu untuk menguji kepatuhan dan untuk tujuan lain.
- Etentuan dan penjelasannya antara lain tercantum dalam PMK 17/2013 s.t.d.d.
- PMK 184/2015 dan SE Dirjen Pajak No.SE-15/PJ/2018 Pertama, pemeriksaan untuk menguji kepatuhan,
- Berdasarkan SE Dirjen Pajak No.SE-15/PJ/2018 ruang lingkup pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan meliputi 2, yaitu untuk 1 jenis pajak/beberapa jenis pajak dan untuk seluruh jenis pajak.
Dalam hal SPT Tahunan PPh Badan atau orang pribadi diperiksa, ruang lingkup pemeriksaan mencakup seluruh jenis pajak. Secara lebih terperinci, Pasal 4 ayat (1) PMK 184/2015 menguraikan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan dilakukan apabila memenuhi salah satu dari 9 kriteria.
- Pertama, wajib pajak yang mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B UU KUP.
- Edua, terdapat keterangan lain berupa data konkret sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) huruf a UU KUP.
- Etiga, wajib pajak menyampaikan SPT yang menyatakan lebih bayar, selain yang mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak.
Keempat, wajib pajak yang telah diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak. Kelima, wajib pajak menyampaikan SPT yang menyatakan rugi. Keenam, wajib pajak melakukan penggabungan, peleburan, pemekaran, likuidasi, pembubaran, atau akan meninggalkan Indonesia untuk selama-Iamanya.
- Etujuh, wajib pajak melakukan perubahan tahun buku atau metode pembukuan atau karena dilakukannya penilaian kembali aktiva tetap.
- Edelapan, wajib pajak tidak menyampaikan atau menyampaikan SPT tetapi melampaui jangka waktu yang telah ditetapkan dalam surat teguran yang terpilih untuk dilakukan pemeriksaan berdasarkan analisis risiko.
Kesembilan, wajib pajak menyampaikan SPT yang terpilih untuk dilakukan berdasarkan analisis risiko. Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan ini dapat dilakukan dengan 2 jenis pemeriksaan, yaitu pemeriksaan lapangan atau pemeriksaan kantor, Namun, SE Dirjen Pajak No.SE-15/PJ/2018 menyatakan terdapat 2 kriteria yang menjadi alasan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan.
- Dua kriteria itu adalah (i) pemeriksaan rutin yaitu pemeriksaan yang dilakukan sehubungan dengan pemenuhan hak dan/atau pelaksanaan kewajiban perpajakan wajib pajak; dan (ii) pemeriksaan khusus, yang diklasifikasikan menjadi 2 cakupan.
- Pertama, pemeriksaan khusus berdasarkan keterangan lain berupa data konkret ( audit based on data ), yaitu merupakan pemeriksaan terhadap wajib pajak yang berdasarkan keterangan lain berupa data konkret menunjukkan adanya indikasi ketidakpatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan.
Kedua, pemeriksaan khusus berdasarkan analisis risiko ( risk-based audit ), yaitu merupakan pemeriksaan yang dilakukan terhadap wajib pajak yang berdasarkan hasil analisis risiko menunjukkan adanya indikasi ketidakpatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan.
- Edua, pemeriksaan untuk tujuan lain.
- Merujuk pada PMK 184/2015 dan SE Dirjen Pajak No.SE-15/PJ/2018, ruang lingkup pemeriksaan untuk tujuan lain dapat meliputi penentuan, pencocokan, atau pengumpulan materi yang berkaitan dengan tujuan pemeriksaan.
- Secara lebih terperinci, pemeriksaan untuk tujuan lain dilakukan untuk 12 kriteria.
Pertama, penerbitan NPWP dan/atau Pengukuhan PKP secara jabatan. Kedua, penghapusan NPWP, baik atas permohonan wajib pajak maupun secara jabatan. Ketiga, pencabutan pengukuhan PKP, baik atas permohonan WP maupun secara jabatan. Keempat, wajib pajak mengajukan keberatan.
Kelima, pengumpulan bahan guna penyusunan Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN); Keenam, pencocokan data dan/atau alat keterangan; Ketujuh, penentuan wajib pajak berlokasi di daerah terpencil. Kedelapan, penentuan satu atau lebih tempat terutang PPN. Kesembilan, pemeriksaan dalam rangka penagihan pajak.
Kesepuluh, penentuan saat produksi dimulai; Kesebelas, penentuan perpanjangan jangka waktu kompensasi kerugian sehubungan dengan pemberian fasilitas perpajakan. Keduabelas, memenuhi permintaan informasi dari negara mitra Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B).
Simpulan INTINYA pemeriksaan merupakan serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan. Berdasarkan tujuannya, pemeriksaan dapat diklasifikasikan menjadi 2, yaitu untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
(Bsi)
Pencabutan PKP apakah diperiksa?
Wajib Pajak Ajukan Pencabutan Status PKP Diperiksa Petugas Pajak Wajib pajak yang mengajukan permohonan pencabutan pengusaha kena pajak (PKP) didatangi petugas pajak untuk dilakukan pemeriksaan lapangan di tempat usaha yang bersangkutan. KPP Pratama menerjunkan petugasnya untuk menindaklanjuti permohonan pencabutan PKP tersebut.
Pemeriksa pajak KPP Pratama Singkawang Ahmad Hafidz Fauzan mengatakan pemeriksaan lapangan dilakukan untuk memastikan wajib pajak sudah memenuhi syarat pencabutan PKP. Untuk itu, petugas perlu melakukan pengamatan menyeluruh serta pengumpulan data dan informasi. “Kami harus dapat memastikan aktivitas terakhir usaha wajib pajak, termasuk memastikan apakah omzet wajib pajak sudah di bawah Rp4,8 miliar atau belum,” katanya seperti kami kutip dari laman DJP, hari ini.
Hafidz menjelaskan proses pencabutan PKP dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Hal ini merupakan bentuk pelayanan KPP Pratama Singkawang dan tidak dipungut biaya. “Wajib pajak dan petugas pemeriksa juga telah menandatangani pakta integritas.
Selain itu, lanjut Hafidz, petugas juga turut mewawancarai wajib pajak dalam kegiatan pemeriksaan lapangan untuk menindaklanjuti permohonan pencabutan status PKP tersebut.PKP adalah pengusaha yang melakukan penyerahan barang kena pajak dan/atau penyerahan jasa kena pajak yang dikenakan pajak berdasarkan UU tentang PPN dan PPnBM.Pengusaha wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP jika melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP) di dalam daerah pabean dan/atau melakukan ekspor BKP, JKP, dan/atau ekspor BKP tidak berwujud.
: Wajib Pajak Ajukan Pencabutan Status PKP Diperiksa Petugas Pajak
Apakah ciri ciri dari official assessment system?
Official Assessment System – Sistem pemungutan pajak ini yang memungkinkan pihak berwenang untuk dengan bebas menentukan jumlah pajak yang harus dibayarkan kepada otoritas pajak atau pemungut pajak. Dalam sistem pemungutan pajak ini biasanya wajib pajak bersifat pasif dan hutang pajak hanya dapat digunakan setelah otoritas pajak mengeluarkan surat ketetapan pajaknya.
- Sistem pemungutan pajak ini biasanya dapat diterapkan pada penyelesaian Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) atau jenis pajak daerah lainnya.
- Dalam proses transaksi pembayaran PBB, KPP biasanya berperan sebagai pihak yang mengeluarkan surat ketetapan pajak yang memuat sejumlah PBB terutang disetiap tahunnya, sehingga tidak perlu lagi untuk menghitung pajak yang terutangnya, namun cukup dengan membayar PBB berdasarkan Surat Pernyataan Terutang Pajak (SPPT) yang diterbitkan oleh KPP yang terdaftar sebagai subjek pajak.
Ciri-ciri dari sistem pemungutan pajak official assessment adalah:
Petugas pajak berwenang menghitung dan memungut besaran pajak terutang; Wajib Pajak berperan pasif; Besaran pajak akan diketahui oleh Wajib Pajak setelah petugas pajak melakukan perhitungan dan menerbitkan SKP; serta Pemerintah memiliki hak penuh pada saat menentukan besaran pajak yang perlu dibayarkan.
Apa itu sistem official assessment?
2. Official Assessment System – Sistem pemungutan pajak yang satu ini, adalah sistem yang memberikan wewenang penentuan besarnya pajak terutang pada fiskus atau aparat perpajakan sebagai pemungut pajak. Dalam official assessment system, wajib pajak bersifat pasif dan pajak terutang baru ada setelah fiskus mengeluarkan surat ketetapan pajak.
- Di Indonesia, sistem pemungutan pajak ini diterapkan dalam pelunasan Pajak Bumi Bangunan (PBB), serta jenis pajak daerah lainnya.
- Dalam pembayaran PBB misalnya, KPP adalah pihak yang mengeluarkan surat ketetapan pajak berisi besaran PBB terutang.
- Jadi, wajib pajak tidak perlu menghitung pajak terutang, melainkan membayar PBB berdasarkan Surat Pembayaran Pajak Terutang (SPPT) yang dikeluarkan oleh KPP tempat objek pajak terdaftar.
Sistem pemungutan pajak ini, memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
Besarnya pajak terutang dihitung oleh petugas pajak. Wajib pajak sifatnya pasif dalam perhitungan pajak mereka. Pajak terutang ada setelah petugas pajak menghitung pajak yang terutang dan menerbitkan surat ketetapan pajak. Pemerintah memiliki hak penuh dalam menentukan besarnya pajak yang wajib dibayarkan.
Apa saja proses self assessment?
Prinsip self assessment adalah prinsip pemenuhan kewajiban perpajakan yang mewajibkan Wajib Pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar sendiri, dan melaporkan pajak yang teruang sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, sehingga penentuan besarnya pajak yang terutang dipercayakan kepada Wajib Pajak sendiri melalui dokumen Surat Pemberitahuan (SPT) yang disampai baik secara langsung, online, pos, maupun melalui ASP.
- berinisiatif mendaftarkan dirinya untuk mendapatkan NPWP;
- menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri pajak terutang.
Sistem pemungutan pajak tersebut mempunyai arti bahwa penentuan penetapan besarnya pajak yang terutang dipercayakan kepada Wajib Pajak sendiri dan melaporkannya secara teratur jumlah pajak yang terutang dan yang telah dibayar sesuai peraturan. Karena sudah dipercayakan kepada Wajib Pajak, maka besarnya pajak terutang tidak tergantung pada adanya ketetapan pajak.
Penerbitan suatu surat ketetapan pajak hanya terbatas kepada Wajib Pajak tertentu yang disebabkan oleh ketidakbenaran dalam pengisian SPT atau karena kantor pajak menemukan data fiskal yang tidak dilaporkan oleh Wajib Pajak. Pasal 12 ayat (1) Undang-Undang KUP: Setiap Wajib Pajak wajib membayar pajak yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, dengan tidak menggantungkan pada adanya surat ketetapan pajak.
Inilah dasar hukum self assessment dalam peraturan perundang-undangan perpajakan di Indonesia. Pajak pada prinsipnya terutang pada saat timbulnya objek pajak yang dapat dikenai pajak, tetapi untuk kepentingan administrasi perpajakan saat terutangnya pajak tersebut adalah:
- pada suatu saat, untuk Pajak Penghasilan yang dipotong oleh pihak ketiga;
- pada akhir masa, untuk Pajak Penghasilan yang dipotong oleh pemberi kerja, atau yang dipungut oleh pihak lain atas kegiatan usaha, atau oleh Pengusaha Kena Pajak atas pemungutan Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah; atau
- pada akhir Tahun Pajak, untuk Pajak Penghasilan.
Walaupun demikian, Direktorat Jenderal Pajak memiliki kewenangan untuk menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, yang pada hakikatnya hanya terhadap kasus-kasus tertentu. Hanya terhadap Wajib Pajak yang berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain tidak memenuhi kewajiban formal dan/atau kewajiban material.
- apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar;
- apabila Surat Pemberitahuan tidak disampaikan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) dan setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan pada waktunya sebagaimana ditentukan dalam Surat Teguran;
- apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain mengenai Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah ternyata tidak seharusnya dikompensasikan selisih lebih pajak atau tidak seharusnya dikenai tarif 0% (nol persen);
- apabila kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 atau Pasal 29 tidak dipenuhi sehingga tidak dapat diketahui besarnya pajak yang terutang; atau
- apabila kepada Wajib Pajak diterbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak secara jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4a).
Pegawai DJP sejak 1993 sampai Maret 2022. Konsultan Pajak sejak April 2022. Alumni magister administrasi dan kebijakan perpajakan angkatan VI FISIP Universitas Indonesia. Perlu konsultasi? Sila kirim email ke [email protected] atau klik https://aguspajak.com/konsultasi/ atau melalui aplikasi chatting yang tersedia.
Berapa jenis surat ketetapan pajak?
b. Jenis Surat Ketetepan Pajak (SKP) – Setidaknya ada 5 jenis Surat Ketetapan Pajak yang diterbitkan oleh DJP. Detail penjelasannya sebagai berikut: 1. Surat Tagihan Pajak (STP) Seperti namanya, Surat Tagihan Pajak atau STP adalah surat yang dibuat untuk menagih pajak atau sanksi administrasi berupa bunga atau denda.
- Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar.
- Ada kekurangan pembayaran pajak akibat salah tulis atau salah hitung.
- Terkena sanksi administrasi berupa denda atau bunga.
- Pengusaha yang dikenakan pajak berdasarkan UU PPN 1984 dan perubahannya. Akan tetapi, WP tersebut tidak melaporkan kegiatan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP).
- Pengusaha yang tidak dikukuhkan sebagai PKP, namun dia menerbitkan Faktur Pajak.
- Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai PKP tidak membuat faktur pajak, atau membuat faktur pajak namun tidak tepat waktu, atau tidak mengisinya secara lengkap.
Untuk WP yang mendapat SKP dengan alasan pada nomor 1 dan 2, maka jumlah kekurangan pajak terutang yang tercantum dalam surat tersebut ditambah dengan tarif bunga sanksi administrasi pajak sebulan dengan waktu maksimal 24 bulan. Waktu tersebut, terhitung sejak terutangnya pajak, atau bagian tahun pajak, atau tahun pajak sampai terbitnya Surat Tagihan Pajak.
- Jika Sobat Klikpajak menerima Surat Ketetapan Pajak dengan alasan nomor 4, 5 dan 6, maka juga akan dikenakan denda sebesar sesuai sanksi administrasi pajak terbaru sesuai UU No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dari dasar pengenaan pajak.2.
- Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) SKPKB dikeluarkan oleh DJP karena WP kurang atau tidak membayar pajak terutang, telat menyampaikan SPT Masa dari waktu yang telah ditentukan, adanya salah hitung terkait Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) yang dikenai tarif 0%, tidak diketahuinya besar pajak terutang.
Di dalam SKPKB itu, akan ditentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi, serta jumlah pajak yang masih harus dibayar oleh Sobat Klikpajak. Hal tersebut diatur dalam Undang-Undang RI Nomor 16 Tahun 2009. Contoh Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) via PER-17/2017 3. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) SKPLB dikeluarkan oleh DJP ketika WP lebih membayar pajak terutang dari yang seharusnya. Dalam SKPLB akan dituliskan berapa jumlah kelebihan pembayaran pajak.
SKPLB diterbitkan setelah dilakukannya pemeriksaan atas permohonan, selambatnya 12 bulan terhitung sejak surat permohonan diterima atau sesuai dengan keputusan DJP. Menariknya, apabila surat ini terlambat diterbitkan, maka Sobat Klikpajak berhak menerima imbalan bunga sesuai tarif bunga imbalan sebulan terhitung sejak berakhirnya batas waktu yang ditentukan.
Note: Aturan Baru Membuat e-Faktur dan Cara Mengkreditkan Pajak Masukan di UU Cipta Kerja 4. Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN) SKPN merupakan surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah pokok pajak yang sama besarnya dengan jumlah kredit pajak, pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak.
- Pajak Penghasilan (PPh) apabila jumlah kredit pajak sama dengan pajak yang terutang atau pajak yang tidak terutang dan tidak ada kredit pajak
- PPN jika jumlah kredit pajak sama dengan jumlah pajak yang terutang atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak
Jika ada pajak yang dipungut oleh Pemungut PPN, maka jumlah pajak yang terutang dihitung dengan cara jumlah Pajak Keluaran dikurang pajak yang dipungut oleh Pemungut PPN tersebut;
- Pajak Penjualan Atas Barang Mewah jika jumlah pajak yang dibayar sama dengan jumlah pajak yang terutang atau pajak tidak terutang dan tidak ada pembayaran pajak
- Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT)
Contoh SKPKBT via PER-17/2018 SKPKBT merupakan surat ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan. Mengenai hal ini diatur dalam Pasal 15 ayat 1 dalam UU No 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP), yang diubah dalam UU No 28 Tahun 2007.
Aturan tersebut berbunyi DJP dapat menerbitkan SKPKBT dalam tempo 5 tahun setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak apabila ditemukan data baru yang mengakibatkan penambahan jumlah pajak yang terutang setelah dilakukan tindakan pemeriksaan dalam rangka penerbitan SKPKBT.
Note: Tahapan Pengenaan Sanksi Pajak: Pemeriksaan & Penyelesaiannya, UMKM Wajib Tahu SKPKBT bisa dikatakan sebagai surat koreksi atas SKP yang diterbitkan sebelumnya. Contoh, Ketika Sobat Klikpajak telah melaporkan dan membayar pajak terutang sesuai dengan nominal yang tercantum dalam SKP, maka petugas pajak akan melakukan pengecekan pada data baru tersebut.
Apabila masih ditemukan adanya pajak terutang yang kurang atau tidak dibayar oleh WP, Ditjen Pajak akan menerbitkan SKPKBT. SKPKBT ini diterbitkan dalam rentan waktu 5 tahun, dengan jumlah pajak terutang yang harus dibayar ditambah sanksi bunga administrasi, Apabila sudah lewat dari jangka waktu tersebut dan Sobat Klikpajak masih belum juga membayar kekurangan pajak, maka akan ada tambahan sanksi bunga administrasi pajak dari jumlah pajak terutang yang harus dibayar.
Ketahui juga cara hitung pajak penghasilan di kalkulator PPh 21,
Apa yang dimaksud dengan closing conference?
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA TATA CARA PEMERIKSAAN PAJAK MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 31 Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 tahun 2000, perlu menetapkan Keputusan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak; Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonsia Nomor 3984) 2. Keputusan Presiden Nomor 234/M Tahun 2000 MEMUTUSKAN : Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN PAJAK. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Keputusan Menteri Keuangan ini, yang dimaksud dengan : 1. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan, mengolah data dan atau keterangan lainnya untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. 2. Pemeriksa pajak adalah Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Direktorat Jenderal pajak atau tenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak yang diberi tugas, wewenang dan tanggung jawab untuk melaksanakan pemeriksaan pajak. 3. Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa nerac dan laporan laba rugi pada setiap Tahun Pajak berakhir. 4. Pambahasan Akhir Hasil Pemeriksaan ( Closing Conference ) adalah pembahasan yang dilakukan antara Pemeriksa Pajak dan Wajib Pajak atas temuan selama pemeriksaan, dan hasil bahasan temuan tersebut baik yang disetujui maupun yang tidak disetujui dituangkan dalam Berita Acara Hasil Pemeriksaan yang ditandatangani oleh Pemeriksa Pajak dan Wajib Pajak. 5. Kertas Kerja Pemeriksaan adalah catatan secara rinci dan jelas yang diselenggarakan oleh Pemeriksa Pajak mengenai prosedur pemeriksaan yang ditempuh, pengujian yang dilakukan, bukti dan keterangan yang dikumpulkan dan kesimpulan yang diambil sehubungan dengan pelaksanaan pemeriksaan. 6. Laporan Pemeriksaan Pajak adalah laporan tentang hasil pemeriksaan yang disusun oleh Pemeriksa Pajak secara ringkas dan jelas serta sesuai dengan ruang lingkup dan tujuan pemeriksaan. 7. Bukti permulaan adalah keadaan dan atau bukti-bukti, baik berupa keterangan, tulisan, perbuatan, atau benda-benda yang dapat memberikan petunjuk bahwa suatu tindak pidana sedang atau telah terjadi yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang dapat menimbulkan kerugian pada Negara. 8. Pemeriksaan bukti permulaan adalah pemeriksaan pajak untuk mendapatkan bukti permulaan tentang adanya dugaan telah terjadi tindak pidana di bidang perpajakan. BAB II TUJUAN PEMERIKSAAN Pasal 2 (1) Tujuan Pemeriksaan adalah untuk : a. menguji keptuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dalam rangka memberikan kepastian hukum, keadilan, dan pembinaan kepada Wajib Pajak; dan b. tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. (2) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a dapat dilakukan dalam hal : a. Surat Pemberitahuan menunjukan kelebihan pembayaran pajak, termasuk yang telah diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak; b. Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan menunjukan rugi; c. Surat Pemberitahuan tidak disampaikan atau disampaikan tidak pada waktu yang telah ditetapkan; d. Surat Pmberitahuan yang memenuhi kriteria seleksi yang ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak; e. ada indikasi kewajiban perpajakan selain kewjiban tersebut pada huruf c tidak dipenuhi. (3) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b meliputi pemeriksaan yang dilakukan dalam rangka: a. pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak secara jabatan; b. penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak; c. pengukuhan atau pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak; d. Wajib Pajak mengajukan keberatan; e. pengumpulan bahan guna penyusunan Norma Penghitungan Penghasilan Neto; f. pencocokan data dan atau alat keterangan; g. penentuan Wajib Pajak berlokasi di daerah terpencil; h. penentuan satu atau lebih tempat terutang Pajak Pertambahan Nilai; i. pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan untuk tujuan lain selain huruf a sampai dengannhuruf h. BAB III RUANG LINGKUP DAN JANGKA WAKTU PEMERIKSAAN Pasal 3 (1) Ruang lingkup pemeriksaan terdiri dari : a. Pemeriksaan Lapangan yang meliputi suatu jenis pajak atau seluruh jenis pajak, untuk tahun berjalan dan atau tahun-tahun sebelumnya dan atau untuk tujuan lain yang dilakukan di tempat Wajib Pajak; b. Pemeriksaan Kantor yang meliputi suatu jenis pajak tertentu baik tahun berjalan dan atau tahun-tahun sebelumnya yang dilakukan di kantor Direktorat Jenderal Pajak. (2) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a dapat dilaksanakan dengan pemeriksaan lengkap atau pemeriksaan sederhana. (3) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b hanya dapat dilaksanakan dengan pemeriksaan sederhana. (4) Pemeriksaan lengkap sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilaksanakan dalam jangka waktu 2 (dua) bulas dan dapat diperpanjang menjadi paling lama 8 (delapan) bulan. (5) Pemeriksaan sederhana ebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilaksanakan dalam jangka waktu 1 (satu) bulan dan dapat diperpanjang menjadi paling lama 2 (dua) bulan. (6) Pemeriksaan sederhana sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dilaksanakan dalam jangka waktu 4 (empat) minggu dan dapat diperpanjang menjadi paling lama 6 (enam) minggu. (7) Apabila dalam pelaksanaan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b ditemukan indikasi adanya transaksi yang mengandung unsur transfer pricing, maka lingkup pemeriksaan ditingkatkan menjadi Pemeriksaan Lapangan. 8. Pemeriksaan Lapangan berkenaan dengan ditemukannya indikasi adanya unsur transfer pricing, yang memerlukan pemeriksaan yang lebih mendalam serta memerlukan waktu yang lebih lama dilaksanakan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun. 9. Jangka waktu pelaksanaan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (8) tidak perlu dalam hal pemeriksaan yang dilaksanakan berkenaan dengan Surat Pemberitahuan yang menyatakan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak. BAB IV NORMA DAN PEDOMAN PEMERIKSAN Pasal 4 Pemeriksaan dilakukan dengan berpedoman pada Norma Pemeriksaan yang berkaitan dengan Pemeriksa Pajak, Pemeriksaan, dan Wajib Pajak. Paal 5 (1) Norma Pmeriksaan yang berkaitan dengan Pemeriksa Pajak dalam rangka Pemeriksaan Lapangan adalah sebagai berikut: a. Pemeriksa Pajak harus memiliki Tanda Pengenal Pemeriksa dan dilengkapi dengan Surat Perintah Pemeriksaan pada waktu melakukan pemeriksaan; b. Pemeriksa Pajak wajib memberitahukan secara tertulis tentang akan dilakukan pemeriksaan kepada Wajib Pajak; c. Pemeriksa Pajak wajib memperlihatkan Tanda Pengenal Pemeriksa dan Surat Perintah Pemeriksaan kepada Wajib Pajak d. Pemeriksa Pajak Wajib menjelaskan maksud dan tujuan pemeriksaan kepada Wajib Pajak yang akan diperiksa; e. Pemeriksa Pajak wajib membuat Laporan Pemeriksaan Pajak; f. Pemeriksa Pajak wajib memberitahukan secara tertulis kepada Wajib Pajak tentang hasil pemeriksaan berupa hal-hal yang berbeda antara Surat Pemberitahuan dengan hasil pemeriksaan untuk ditanggapi Wajib Pajak; g. Pemeriksa Pajak wajib memberi petunjuk kepada Wajib Pajak mengenai penyelenggaraan pembukuan atau pencatatan dan petunjuk lainnya mengenai pemenuhan kewajiban perpajakan sehubungan dengan pemeriksaan yang dilakukan dengan tujuan agar penyelenggaraan pembukuan atau pencatatan dan pemenuhan kewajiban perpajakan dalam tahun-tahun selanjutnya dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku; h. Pemeriksa Pajak wajib mengembalikan buku-buku, catatan-catatan, dan dokumen pendukung lainnya yang dipinjam dari Wajib Pajak paling lama 14 (empat belas) hari sejak selesainya pemeriksaan; i. Pemeriksa Pajak dilarang memberitahukan kepada pihak lain yang tidak berhak segala sesuatu yang diketahui atau diberitahukan kepadanya oleh Wajib Pajak dalam rangka pemeriksaan. (2) Norma Pemeriksaan yang berkaitan dengan Pemeriksa Pajak dalam rangka Pemeriksaan Kantor adalah sebagai berikut : a. Pemeriksa Pajak, dengan menggunakan surat penggilan yang ditandatangani oleh Kepala kantor yang bersangkutan, memanggil Wajib Pajak untuk datang ke kantor Direktorat Jenderal Pajak yang ditunjuk dalam rangka pemeriksaan; b. Pemeriksa Pajak wajib menjelaskan maksud dan tujuan pemeriksaan kepada Wajib Pajak yang akan diperiksa; c. Pemeriksa Pajak wajib membuat Laporan Pemeriksaan Pajak; d. Pemeriksa Pajak wajib memberitahukan secara tertulis kepada Wajib Pajak tentang hasil pemeriksaan berupa hal-hal yang berbeda antara Surat Pemberitahuan dengan hasil pemeriksaan; e. Pemeriksa Pajak wajib memberi petunjuk kepada Wajib Pajak mengenai penyelenggaraan pembukuan atau pencatatan dan petunjuk lainnya mengenai pemenuhan kewajiban perpajakan sehubungan dengan pemeriksaan yang dilakukan dengan tujuan agar penyelenggaraan pembukuan atau pencatatan dan pemenuhan kewajiban perpajakan dalam tahun-tahun selanjutnya dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku; f. Pemeriksa Pajak wajib mengembalikan buku-buku, catatan-catatan, dan dokumen pendukung lainnya yang dipinjam dari Wajib Pajak paling lama 7 (tujuh) hari sejak selesainya pemeriksaan; g. Pemeriksa Pajak dilarang memberitahukan kepada pihak lain yang tidak berhak segala sesuatu yang diketahui atau diberitahukan kepadanya oleh Wajib Pajak dalam rangka pemeriksaan. Pasal 6 Norma Pemeriksaan yang berkaitan dengan Pelaksanaan Pemeriksaan adalah sebagai berikut : a. Pemeriksaan dapat dilakukan oleh seorang atau lebih Pemeriksa Pajak; b. Pemeriksaan dilakukan di Kantor Direktorat Jenderal Pajak, di Kantor Wajib Pajak atau di Kantor lainnya atau di pabrik atau di tempat usaha atau di tempat pekerjaan bebas atau di tempat tinggal Wajib Pajak atau di tempat lain yang ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak; c. Pemeriksaan dilaksanakan pada jam kerja dan apabila dipandang perlu dapat dilanjutkan di luar jam kerja; d. Hasil pemeriksaan dituangkan dalam Kertas Kerja Pemeriksaan; e. Laporan Pemeriksaan Pajak disusun berdasarkan Kertas Kerja Pemeriksaan; f. Hasil Pemeriksan Lapangan yang seluruhnya disetujui Wajib Pajak atau kuasanya, dibuatkan surat pernyataan tentang persetujuan tersebut dan ditandatangani oleh Wajib Pajak yang bersangkutan atau kuasanya; g. Terhadap temuan sebagai hasil Pemeriksaan Lengkap yang tidak atau tidak seluruhnya disetujui oleh Wajib Pajak, dilakukan Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan dan dibuatkan Berita Acara Hasil Pemeriksaan; h. Berdasarkan laporan Pemeriksaan pajak, diterbitkan surat ketetapan pajak dan Surat Tagihan Pajak, kecuali pemeriksaan dilanjutkan dengan tindakan penyidikan. Pasal 7 Norma Pemeriksan yang berkaitan dengan Wajib Pajak adalah sebagai berikut : a. Dalam hal Pemeriksaan Lapangan, Wajib Pajak berhak meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memperlihatkan Surat Perintah Pemeriksaan dan Tanda Pengenal Pemeriksa; b. Wajib Pajak berhak meminta kepada Pemeriksa pajak untuk memberikan penjelasan tentang maksud dan tujuan pemeriksaan; c. Dalam hal Pemeriksaan Kantor, Wajib Pajak wajib memenuhi panggilan untuk datang menghadiri pemeriksaan sesuai dengan waktu yang ditentukan; d. Wajib pajak wajib memenuhipermintaan peminjaman buku-buku, catatan-catatan, dan dokumen-dokumen yang untuk kelancaran pemeriksaan dan memberikan ketarangan dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari sejak tanggal surat permintaan, dan apabila permintaan tersebut tidak dipenuhi oleh Wajib Pajak, maka pajak yang terutang dapat dihitung secara jabatan; e. Wajib pajak berhak meminta kepada Pemeriksa Pajak rincian yang berkenaan dengan hal-hal yang berbeda antara hasil pemeriksaan dengan Surat Pemberitahuan; f. Wajib Pajak atau kuasanya wajib menandatangani surat pernyataan persetujuan apabila seluruh hasil pemeriksaan disetujuinya; g. Dalam hal Pemeriksan Lengkap, Wajib Pajak atau kuasanya wajib menandatangani Berita Hasil Pemeriksaan apabila hasil pemeriksaan tersebut tidak atau tidak seluruhnya disetujui; h. Dalam hal pelaksanaan pemeriksaan, Wajib Pajak wajib melaksanakan ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 29 Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 tahun 2000. Pasal 8 Pelaksanaan pemeriksaan didasarkan pada pedoman pemeriksaan pajak yang meliputi Pedoman Umum Pemeriksaan Pajak, Pedoman Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak, dan Pedoman Laporan Pemeriksaan Pajak. Pasal 9 Pedoman Umum Pemeriksaan adalah sebagai berikut : a. Pemeriksaan dilaksanakan oleh Pemeriksa Pajak yang : 1) telah mendapat pendidikan teknis yang cukup dan memiliki ketrampilan sebagai Pemeriksa Pajak; 2) bekerja dengan jujur, bertanggung jawab, penuh pengabdian, bersikap terbuka, sopan, dan obyektif, serta menghindarkan diri dari perbuatan tercela; dan 3) menggunakan keahliannya secara cermat dan seksama serta memberikan gambaran yang sesuai dengan keadaan sebenarnya tentang Wajib Pajak; b. Temuan hasil pemeriksaan dituangkan dalam Kertas Kerja Pemeriksaan sebagai bahan untuk menyusun Laporan Pemeriksaan Pajak. Pasal 10 Pedoman Pelaksanan Pemeriksaan adalah sebagai berikut : a. Pelaksanaan pemeriksaan harus didahului dengan persiapan yang baik, sesuai dengan tujuan pemeriksaan, dan mendapat pengawasan yang seksama; b. Luas pemeriksaan ditentukan berdasarkan petunjuk yang diperoleh yang harus dikembangkan melalui pencocokan data, pengamatan, tanya jawab, dan tindakan lain berkenaan dengan pemeriksaan; c. Pendapat dan kesimpulan Pemeriksa Pajak harus didasarkan pada temuan yang kuat dan berdasrkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.