Jenis Penghasilan Negara Yang Berasal Dari Non Pajak Adalah?

Jenis Penghasilan Negara Yang Berasal Dari Non Pajak Adalah
7 Macam Sumber Penerimaan Negara Bukan Pajak Jenis Penghasilan Negara Yang Berasal Dari Non Pajak Adalah Pajak di suatu Negara bukanlah satu-satunya sumber penerimaan dari Negara tersebut. Karena nyatanya ada banyak sumber pendapatan negara diluar dari pajak itu sendiri. Dengan kata lain pajak bukanlah merupakan sumber utama dari penerimaan suatu negara. Nah, pada kesempatan kali ini kami akuntanonline.com akan membahas mengenai 7 sumber lain penerimaan negara selain dari pajak.

  • Penerimaan negara yang bukan bersumber dari pajak maka dinamai penerimaan negara bukan pajak atau Non Tax, artinya adalah segala sesuatu pemasukan yang diterima oleh negara yang bukan berasal dari pajak.
  • Sebuah produk atau aspek perekonomian setiap negara memiliki landasan atau dasar hukum yang dijadikan sebagai perlindungan dari sebuah tindakan penyelewengan.
  • Macam-Macam Penerimaan Negara Bukan Pajak

Adapun penerimaan negara bukan pajak dikelompokkan kedalam 7 bagian yang sebelumnya telah disesuaikan dengan peraturan perundang-undangan, tepatnya pada Undang-Undang No.20 Tahun 1987 mengenai jenis-jenis penerimaan negara bukan pajak. Berikut adalah ke 7 jenis penerimaan tersebut lengkap dengan sedikit uraiannya : 1.

Penerimaan yang Bersumber Dari Pengelolaan Dana Pemerintahan Penerimaan dana yang bersumber dari pengelolaan dana pemerintahan ini terbagi lagi kedalam dua aspek, adapun aspek-aspek nya adalah sebagai berikut : • Sebuah penerimaan dari jasa giro • Sebuah penerimaan dari sisa-sisa anggaran yang telah digunakan, seperti misalnya dari sisa anggaran pembangunan atau SIAP dan sisa anggaran rutin atau SIAR.2.

Penerimaan yang Berasal dari Pemanfaatan SDA atau Sumber Daya Alam Penerimaan yang berasal dari pemanfaatan SDA ini terbagi setidaknya menjadi 3 aspek, yakni sebagai berikut : • Royalti atau keuntungan yang didapat dari perikanan, baik yang bersumber dari air tawar maupun air laut.

• Keuntungan yang berasal dari bidang pertanian, perkebunan dan juga kehutanan. • Keuntungan yang diperoleh negara dari bidang pertambangan, seperti tambang emas, batu bara, perak, dan masih banyak lagi lainnya kecuali migas.3. Penerimaan yang Diperoleh dari Pengelolaan Kekayaan Negara Adapun penerimaan negara yang diperoleh dari pengelolaan kekayaan negara antara lain : • Bagian laba pemerintah, yang berasal dari aktivitas pemerintah.

Seperti misalnya pengeluaran pemberian izin, pelayanan publik dan masih banyak yang lainnya. • Atas hasil dari penjualan saham atau surat/sertifikat berharga yang dimiliki pemerintah. Yakni seperti saham kepemilikan daerah dan saham-saham jenis lainnya.

• Deviden yang memiliki fungsi sebagai sebuah alat pembayaran yang berupa laba atas partisipasi sebagai pemegang saham dalam perusahaan tertentu.4. Penerimaan atau Pemasukan yang Berasal dari Pelayanan yang Dilaksanakan oleh Pemerintah Adapun jenis pelayanan pemerintah yang menjadi sumber pendapatan negara antara lain: • Pelayanan pada masyarakat dibidang pendidikan formal maupun non formal.

• Pelayanan pemerintah yang diberikan kepada masyarakat dari bidang kesehatan. • Serta juga pemberian atas hak paten, hak cipta, dan merek kepada pihak yang bersangkutan. • 5. Penerimaan dan Pemasukan yang Berasal Didasarkan atas Keputusan Pengadilan Contoh penerimaan jenis ini antara lain sebagai berikut : • Penerimaan atau pemasukan yang diterima negara dari proses pelelangan barang.

Penerimaan yang berasal dari denda atas sebuah pelanggaran yang dilakukan masyarakat. • Penerimaan dan pemasukan yang didapat dari hasil rampasan seorang penjajah saat tertangkap oleh pihak berwajib/polisi.6. Penerimaan Dana Hibah Hibah merupakan sebuah hadiah yang diberikan suatu negara kepada negara lain secara Cuma-Cuma, atau sebuah hadiah yang didapatkan atas dasar adanya kerja keras dan kesuksesan yang diraihnya.7.

Penerimaan Diluar Pajak yang telah Diatur dan Tidak Keluar dari Perundang-undangan yang ada Adanya sebuah pengelolaan yang benar dan tepat dalam koridor yang benar, diperlukan dalam penerimaan negara bukan pajak. Dibawah ini adalah prinsip pengelolaan atas penerimaan negara bukan pajak : • Tidak keluar atau sesuai dengan pasal 4 UU No.2 Tahun 1997 Tentang penerimaan negara bukan pajak atau PNBP.

  1. Hal ini menandakan bahwa seluruh PNBP atau penerimaan negara bukan pajak harus segera disetor kan secepatnya kepada kas negara.
  2. Secara keseluruhan PNBP wajib diserahkan kepada negara pada waktu yang telah ditentukan.
  3. Hal ini sesuai dengan pasa 1 ayat 3 UU No.1 Tahun 2004 yang isinya tentang perbendaharaan negara.

• Undang-undang atau peraturan pemerintah, yang bertindak untuk menetapkan jenis penerimaan negara bukan pajak atau PNBP yang bersangkutan akan menentukan dan menetapkan besarnya tarif tas jenis PNBP. Hal tersebut dijelaskan pada pasal 3 ayat 2 UU No.20 Tahun 1997 mengenai penerimaan negara buka pajak.

• Untuk membiayai semua pengeluaran negara yang sudah atau akan terjadi, sesuai dengan program kerja yang telah direncanakan. Penerimaan yang berasal dari kementerian atau lembaga tidak diperbolehkan digunakan secara langsung. Hal tersebut sesuai ketetapan pasal 16 ayat 3 UU No.1 Tahun 2004 mengenai perbendaharaan negara.

• Sistem APBN yang menerima pengelolaan penerimaan negara bukan pajak, secara keseluruhan, sesuai ketetapan pasal 5 UU No.20 Tahun 1997 mengenai penerimaan negara bukan pajak. • Semua penerimaan negara yang sudah menjadi hak negara tersebut selama periode tahun anggaran yang telah ditentukan harus dimasukkan kedalam anggaran APBN.

  1. • Sebagian dana atas penerimaan bukan pajak, dapat digunakan untuk melakukan kegiatan yang berhubungan antara jenis PNBP tersebut oleh instasi yang bersangkutan, serta yang telah ditetapkan oleh menteri keuangan.
  2. • Atas adanya izin serta persetujuan dari menteri keuangan, beberapa instansi dapat menggunakan sebagian dana dari penerimaan negara bukan pajak atau PNBP tersebut.
  3. • Menteri keuangan memiliki hak untuk meninjau kembali atas segala persetujuan tentang penggunaan dana penerimaan negara bukan pajak tersebut sewaktu-waktu.

Nah, cukup sekian penjelasan kami mengenai “7 Sumber Penerimaan Negara Bukan Pajak”. Semoga bermanfaat bagi para pembaca sekalian. Sumber https://akuntanonline.com : 7 Macam Sumber Penerimaan Negara Bukan Pajak

Apa yang dimaksud dengan pendapatan non pajak?

PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK (PNBP) – Pada dasarnya, penerimaan negara terbagi atas 2 jenis penerimaan, yaitu penerimaan dari pajak dan penerimaan bukan pajak yang disebut penerimaan negara bukan pajak (PNBP), Menurut UU no.20 tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak, PNBP adalah seluruh penerimaan Pemerintah Pusat yang tidak berasal dari penerimaan perpajakan.

penerimaan yang bersumber dari pengelolaan dana Pemerintah; penerimaan dari pemanfaatan sumber daya alam; penerimaan dari hasil-hasil pengelolaan kekayaan Negara yang dipisahkan; penerimaan dari pelayanan yang dilaksanakan Pemerintah penerimaan berdasarkan putusan pengadilan dan yang berasal dari pengenaan denda administrasi; penerimaan berupa hibah yang merupakan hak Pemerintah penerimaan lainnya yang diatur dalam Undang-undang tersendiri

Kecuali jenis PNBP yang ditetapkan dengan Undang-undang, jenis PNBP yang tercakup dalam kelompok sebagaimana terurai diatas, ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Artinya diluar jenis PNBP terurai diatas, dimungkinkan adanya PNBP lain melalui UU. Tim Optimalisasi Penerimaan Negara

Apa itu non pajak?

Rumus – 1. Keterangan: PPPDB: Pendapatan Pemerintah sebagai proporsi terhadap PDB Pajak: Penerimaan perpajakan PNBP: Penerimaan Negara Bukan Pajak Hibah: Penerimaan Hibah PDB: Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Berlaku 2. Keterangan: PPD: Pendapatan Pemerintah Daerah sebagai proporsi terhadap PDRB PAD: Pendapatan Asli Daerah PDRB: Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Berlaku

Apa saja jenis-jenis penerimaan negara?

Apakah itu penerimaan negara ? – Menurut Undang-Undang No.17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara Pasal 1 Ayat (9) dijelaskan bahwa penerimaan negara adalah uang yang masuk uang yang masuk ke kas negara. Sedangkan Pendapatan negara adalah hak pemerintah pusat yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih yang terdiri atas penerimaan pajak, penerimaan bukan pajak dan hibah.

UU no berapakah penerimaan negara bukan pajak?

UU No.9 Tahun 2018 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak

Apa saja jenis penerimaan pajak dalam negeri?

Uraian – Berdasarkan Pemungut Pajak maka penerimaan perpajakan diklasifikasikan menjadi 2(dua) yaitu : a. Penerimaan Perpajakan Pemerintah Pusat; b. Penerimaan Perpajakan Pemerintah Daerah. Penerimaan Perpajakan Pemerintah Pusat adalah semua penerimaan negara yang terdiri atas pendapatan pajak dalam negeri dan pendapatan pajak perdagangan internasional.

Pendapatan pajak dalam negeri adalah semua penerimaan negara yang berasal dari pendapatan pajak penghasilan, pendapatan pajak pertambahan nilai barang dan jasa dan pendapatan pajak penjualan atas barang mewah, pendapatan pajak bumi dan bangunan, pendapatan cukai, dan pendapatan pajak lainnya. Pendapatan pajak perdagangan internasional adalah semua penerimaan negara yang berasal dari pendapatan bea masuk dan pendapatan bea keluar.

(UU No.14/2015 tentang APBN Tahun Anggaran 2016) Penerimaan Perpajakan Pemerintah Daerah adalah kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (UU No.28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah).

Penerimaan Perpajakan Pemerintah Daerah terdiri dari: 1. Jenis Pajak provinsi terdiri atas: a. Pajak Kendaraan Bermotor; b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor; c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor; d. Pajak Air Permukaan; dan e. Pajak Rokok.2. Jenis Pajak kabupaten/kota terdiri atas: a. Pajak Hotel; b. Pajak Restoran; c.

Pajak Hiburan; d. Pajak Reklame; e. Pajak Penerangan Jalan; f. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan; g. Pajak parkir; h. Pajak air tanah; i. Pajak sarang burung walet; j. Pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan; k. Bea perolehan hak atas tanah dan bangunan.

Apakah laba BUMN termasuk PNBP?

Jawaban yang benar adalah penerimaan negara bukan pajak. Berikut pembahasannya. Penerimaan negara adalah uang yang masuk ke kas negara. Sedangkan pendapatan negara adalah hak pemerintah pusat yang diakui sebagai penambahan nilai kekayaan bersih. Sumber pendapatan negara terdiri dari pajak, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), dan hibah.

  1. Sumber penerimaan negara yang utama berasal dari pajak.
  2. Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) terdiri dari: 1.
  3. Pemanfaatan sumber daya alam.2.
  4. Pelayanan, yaitu segala bentuk penyediaan barang, jasa, atau pelayanan administratif yang menjadi tanggung jawab pemerintah.3.
  5. Pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan, seperti bagian laba BUMN.4.

Pengelolaan barang milik negara.5. Pengelolaan dana pemerintah yang berasal dark APBN atau perolehan lain yang sah untuk tujuan tertentu.6. Hak negara selain sumber penerimaan yang disebutkan sebelumnya. Jadi, bagian laba BUMN termasuk jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).

Apa sumber pendapatan terbesar di Indonesia?

Anggota Komisi XI DPR RI Refrizal mengatakan, berdasarkan asumsi-asumsi makro ekonomi yang telah ditetapkan pemerintah dan DPR RI dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2019, pendapatan negara tahun 2019 ini diperkirakan mencapai Rp 2.165,1 triliun, dengan penerimaan perpajakan sebesar Rp 1.786,3 triliun.

  1. Penerimaan perpajakan selalu menempati posisi teratas dalam menyumbang pendapatan negara,
  2. Perpajakan merupakan sumbangsih terbesar bagi pendapatan negara,
  3. Dari Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sendiri sumbangan yang masuk kas negara mencapai Rp 378,2 triliun.
  4. Sementara hibah mencapai Rp 435,3 miliar,” kata Refrizal usai memimpin pertemuan Tim Kunjungan Kerja Reses Komisi XI DPR RI dengan perwakilan BPK, BPS, dan BPKP Sumbar di Padang, Sumbar, baru-baru ini.

Pada sektor belanja negara, lanjut Refrizal, prediksinya mencapai Rp 2.461,1 triliun yang masing-masing akan digunakan untuk belanja pemerintah pusat sebesar Rp 1.634,3 triliun dan transfer ke daerah dan Dana Desa sebesar Rp 826,77 triliun. Berarti masih ada defisit Rp 296 triliun.

Untuk menutup defisit, menurutnya penerimaan perpajakan harus lebih ditingkatkan. Ini menuntut kerja ekstra para Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan. “Sebagaimana kita ketahui bersama, penerimaan perpajakan merupakan salah satu sumber penerimaan negara dalam menjalankan program pembangunan yang telah dicanangkan oleh pemerintah.

Oleh karena itu, ke depan optimalisasi penerimaan negara yang bersumber dari perpajakan harus terus dioptimalkan dari tahun ke tahun,” harap politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu. (*Tribunnews)

Apa itu pendapatan non usaha?

2. Pendapatan Non operasional ( Non Operating Revenue) merupakan pendapatan yang diterima oleh perusahaan yang tidak ada hubungannya dengan usaha pokok yang dilakukan perusahaan dalam kegiatannya.

No objek pajak itu yang mana?

Nomor Objek Pajak (NOP) adalah sebuah identitas yang unik bagi sebuah objek pajak yang digunakan dalam administrasi PBB. Oleh karena itulah sangat penting dan wajib bagi Anda untuk mengetahui sebuah NOP PBB dari bangunan atau hunian yang Anda miliki agar bisa melaksanakan pembayaran pajak setiap tahunnya.

Siapakah wajib pajak Non Efektif itu?

Wajib pajak yang sudah tidak memenuhi persyaratan objektif dan subjektif namun belum melakukan penghapusan NPWP. Misalnya saja jika kamu adalah bendahara pemerintah namun tidak dapat melakukan pembayaran dan menghapus NPWP.

Mobil termasuk dalam pajak apa?

Adapun Pajak Kendaraan Bermotor termasuk ke dalam jenis pajak provinsi yang merupakan bagian dari Pajak Daerah.

Apakah cukai termasuk pendapatan negara?

I. UMUM 1. Dalam pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai, disadari masih terdapat hal-hal yang belum tertampung untuk memberdayakan peranan cukai sebagai salah satu sumber penerimaan negara sehingga Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai perlu diubah sejalan dengan perkembangan sosial ekonomi dan kebijakan pemerintah. 2. Cukai sebagai pungutan negara yang dikenakan terhadap barang-barang tertentu yang mempunyai sifat atau karakteristik sesuai dengan undang-undang merupakan penerimaan negara guna mewujudkan kesejahteraan, keadilan, dan keseimbangan. 3. Pengenaan cukai perlu dipertegas batasannya sehingga dapat memberikan landasan dan kepastian hukum dalam upaya menambah atau memperluas obyek cukai dengan tetap memperhatikan aspirasi dan kemampuan masyarakat. 4. Untuk dapat mengoptimalkan upaya penerimaan negara dari sektor cukai, selain upaya penegasan batasan obyek cukai, juga perlu penyempurnaan sistem administrasi pungutan cukai dan peningkatan upaya penegakan hukum (law enforcement) serta penegasan pembinaan pegawai dalam rangka tata pemerintahan yang baik (good governance). Oleh karena itu, materi perubahan undang – undang ini antara lain juga meliputi: a. perluasan cara pelunasan cukai yang lebih akomodatif untuk menyesuaikan dengan praktek bisnis tanpa mengabaikan pengamanan hak-hak negara; b. penyempurnaan sistem penagihan utang cukai, kekurangan cukai, dan/atau sanksi administrasi berupa denda dengan menambah skema pembayaran secara angsuran tanpa mengabaikan pengamanan hak-hak negara; c. menghapus ketentuan yang mengatur lembaga banding untuk menyesuaikan dengan ketentuan yang mengatur mengenai badan peradilan pajak sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak; d. penyelenggaraan pembukuan yang diselaraskan dengan perkembangan zaman dan ketentuan audit cukai; e. penegasan penggunaan dokumen cukai dan dokumen pelengkap cukai dalam bentuk data elektronik dan sanksi terhadap pelanggaran terhadap pihak yang mengakses sistem elektronik yang berkaitan dengan pelayanan dan/atau pengawasan di bidang cukai secara tidak sah; f. pengaturan tentang pembinaan pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dengan kode etik dan penyelesaian pelanggarannya (punishment) melalui komisi kode etik serta pemberian insentif kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai berdasarkan kinerja; g. pengaturan pemberian penghargaan (reward) bagi yang berjasa; dan h. pengaturan tentang bagi hasil dari cukai hasil tembakau kepada pemerintah daerah. II. PASAL DEMI PASAL Pasal I Angka 1 Pasal 1 Cukup jelas. Angka 2 Pasal 2 Ayat (1) Huruf a Cukup jelas. Huruf b. Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d. Yang dimaksud dengan pemakaiannya perlu pembebanan pungutan negara dalam rangka keadilan dan keseimbangan adalah pungutan cukai dapat dikenakan terhadap barang yang dikategorikan sebagai barang mewah dan/atau bernilai tinggi, namun bukan merupakan kebutuhan pokok, sehingga tetap terjaga keseimbangan pembebanan pungutan antara konsumen yang berpenghasilan tinggi dengan konsumen yang berpenghasilan rendah. Ayat (2) Cukup jelas. Angka 3 Pasal 3A Cukup jelas. Pasal 3B Pelaksanaan penegakannya dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Angka 4 Pasal 4 Ayat (1) Huruf a Yang dimaksud dengan “etil alkohol atau etanol” adalah barang cair, jernih, dan tidak berwarna, merupakan senyawa organik dengan rumus kimia C2H5OH, yang diperoleh baik secara peragian dan/atau penyulingan maupun secara sintesa kimiawi. Huruf b Yang dimaksud dengan “minuman yang mengandung etil alkohol” adalah semua barang cair yang lazim disebut minuman yang mengandung etil alkohol yang dihasilkan dengan cara peragian, penyulingan, atau cara lainnya, antara lain bir, shandy, anggur, gin, whisky, dan yang sejenis. Yang dimaksud dengan “konsentrat yang mengandung etil alkohol” adalah bahan yang mengandung etil alkohol yang digunakan sebagai bahan baku atau bahan penolong dalam pembuatan minuman yang mengandung etil alkohol. Huruf c Yang dimaksud dengan “sigaret” adalah hasil tembakau yang dibuat dari tembakau rajangan yang dibalut dengan kertas dengan cara dilinting, untuk dipakai, tanpa mengindahkan bahan pengganti atau bahan pembantu yang digunakan dalam pembuatannya. Sigaret terdiri dari sigaret kretek, sigaret putih, dan sigaret kelembak kemenyan. Sigaret kretek adalah sigaret yang dalam pembuatannya dicampur dengan cengkih, atau bagiannya, baik asli maupun tiruan tanpa memperhatikan jumlahnya. Sigaret putih adalah sigaret yang dalam pembuatannya tanpa dicampuri dengan cengkih, kelembak, atau kemenyan. Sigaret putih dan sigaret kretek terdiri dari sigaret yang dibuat dengan mesin atau yang dibuat dengan cara lain, daripada mesin. Yang dimaksud dengan sigaret putih dan sigaret kretek yang dibuat dengan mesin adalah sigaret putih dan sigaret kretek yang dalam pembuatannya mulai dari pelintingan, pemasangan filter, pengemasannya dalam kemasan untuk penjualan eceran, sampai dengan pelekatan pita cukai, seluruhnya, atau sebagian menggunakan mesin. Yang dimaksud dengan sigaret putih dan sigaret kretek yang dibuat dengan cara lain daripada mesin adalah sigaret putih dan sigaret kretek yang dalam proses pembuatannya mulai dari pelintingan, pemasangan filter, pengemasan dalam kemasan untuk penjualan eceran, sampai dengan pelekatan pita cukai, tanpa menggunakan mesin. Sigaret kelembak kemenyan adalah sigaret yang dalam pembuatannya dicampur dengan kelembak dan/atau kemenyan asli maupun tiruan tanpa memperhatikan jumlahnya. Yang dimaksud dengan cerutu adalah hasil tembakau yang dibuat dari lembaranlembaran daun tembakau diiris atau tidak, dengan cara digulung demikian rupa dengan daun tembakau, untuk dipakai, tanpa mengindahkan bahan pengganti atau bahan pembantu yang digunakan dalam pembuatannya. Yang dimaksud dengan rokok daun adalah hasil tembakau yang dibuat dengan daun nipah, daun jagung (klobot), atau sejenisnya, dengan cara dilinting, untuk dipakai, tanpa mengindahkan bahan pengganti atau bahan pembantu yang digunakan dalam pembuatannya. Yang dimaksud dengan tembakau iris adalah hasil tembakau yang dibuat dari daun tembakau yang dirajang, untuk dipakai, tanpa mengindahkan bahan pengganti atau bahan pembantu yang digunakan dalam pembuatannya. Yang dimaksud dengan hasil pengolahan tembakau lainnya adalah hasil tembakau yang dibuat dari daun tembakau selain yang disebut dalam huruf ini yang dibuat secara lain sesuai dengan perkembangan teknologi dan selera konsumen, tanpa mengindahkan bahan pengganti atau bahan pembantu yang digunakan dalam pembuatannya. Ayat (2) Penambahan atau pengurangan jenis barang kena cukai disampaikan oleh pemerintah kepada alat kelengkapan DPR RI yang membidangi keuangan untuk mendapatkan persetujuan dan dimasukkan dalam Rancangan Undang-Undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Angka 5 Pasal 5 Ayat (1) Huruf a Penetapan tarif paling tinggi 275% (dua ratus tujuh puluh lima persen) dari harga jual pabrik atau 57% (lima puluh tujuh persen) dari harga jual eceran didasarkan atas pertimbangan bahwa apabila barang kena cukai yang karena sifat atau karakteristiknya berdampak negatif bagi kesehatan ingin dibatasi secara ketat peredaran dan pemakaiannya maka cara membatasinya adalah melalui instrumen tarif sehingga barang kena cukai dimaksud dapat dikenai tarif cukai paling tinggi. Huruf b Penetapan tarif paling tinggi 275% (dua ratus tujuh puluh lima persen) dari nilai pabean ditambah bea masuk atau 57% (lima puluh tujuh persen) dari harga jual eceran didasarkan atas pertimbangan bahwa apabila barang kena cukai yang karena sifat atau karakteristiknya berdampak negatif bagi kesehatan, ingin dibatasi secara ketat impor, peredaran, dan pemakaiannya, maka cara membatasinya adalah melalui instrumen tarif sehingga barang kena cukai dimaksud dapat dikenai tarif cukai paling tinggi. Ayat (2) Huruf a Penetapan tarif paling tinggi 1.150% (seribu seratus lima puluh persen) dari harga jual pabrik atau 80% (delapan puluh persen) dari harga jual eceran didasarkan atas pertimbangan bahwa apabila barang kena cukai yang karena sifat atau karakteristiknya berdampak negatif bagi kesehatan, lingkungan hidup, dan tertib sosial ingin dibatasi secara ketat peredaran dan pemakaiannya, maka cara membatasinya adalah melalui instrumen tarif sehingga barang kena cukai dimaksud dapat dikenai tarif cukai paling tinggi. Selain itu tarif paling tinggi juga dapat dikenakan dalam rangka keadilan dan keseimbangan misalnya barangbarang yang dikonsumsi oleh masyarakat yang berpenghasilan tinggi. Huruf b Penetapan tarif paling tinggi 1.150% (seribu seratus lima puluh persen) dari nilai pabean ditambah bea masuk atau 80% (delapan puluh persen) dari harga jual eceran didasarkan atas pertimbangan bahwa apabila barang kena cukai yang karena sifat atau karakteristiknya berdampak negatif bagi kesehatan, lingkungan hidup, dan tertib sosial, ingin dibatasi secara ketat impor, peredaran, dan pemakaiannya, maka cara membatasinya adalah melalui instrumen tarif sehingga barang kena cukai dimaksud dapat dikenai tarif cukai paling tinggi. Selain itu tarif paling tinggi juga dapat dikenakan dalam rangka keadilan dan keseimbangan misalnya barang-barang yang dikonsumsi oleh masyarakat yang berpenghasilan tinggi. Ayat (3) Perubahan tarif cukai yang dimaksud dalam ayat ini dapat berupa perubahan dari persentase harga dasar (advalorum) menjadi jumlah dalam rupiah untuk setiap satuan barang kena cukai (spesifik) atau sebaliknya. Demikian pula dapat berupa gabungan dari kedua sistem tersebut. Perubahan tarif ini mempunyai beberapa tujuan antara lain untuk kepentingan penerimaan negara, untuk pembatasan konsumsi barang kena cukai, dan untuk memudahkan pemungutan atau pengawasan barang kena cukai. Ayat (4) Yang dimaksud dengan DPR RI adalah komisi yang membidangi keuangan. Yang dimaksud dengan alternatif kebijakan adalah kebijakan besaran tarif cukai hasil tembakau yang dibuat di Indonesia. Persetujuan DPR RI pada ayat ini antara lain sebagai upaya perlindungan dan keberpihakan terhadap industri hasil tembakau yang padat karya terutama yang proses produksinya menggunakan cara lain daripada mesin. Ayat (5) Cukup jelas. Angka 6 Pasal 6 Ayat (1) Yang dimaksud dengan “harga jual pabrik” adalah harga penyerahan pabrik kepada penyalur atau konsumen yang di dalamnya belum termasuk cukai. Yang dimaksud dengan “harga jual eceran” adalah harga yang ditetapkan sebagai dasar penghitungan besarnya cukai. Ayat (2) Yang dimaksud dengan “nilai pabean dan bea masuk” adalah nilai pabean dan bea masuk sebagaimana dimaksud dalam undang-undang di bidang kepabeanan. Ayat (3) Cukup jelas. Angka 7 Cukup jelas. Angka 8 Cukup jelas. Angka 9 Pasal 7 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Yang dimaksud dengan diimpor untuk dipakai adalah dimasukkan ke dalam daerah pabean dengan tujuan untuk dipakai, dimiliki, atau dikuasai oleh orang yang berdomisili di Indonesia. Ayat (3) Pada dasarnya pelunasan cukai atas barang kena cukai merupakan pemenuhan persyaratan dalam rangka mengamankan hak-hak negara yang melekat pada barang kena cukai sehingga barang kena cukai tersebut dapat disetujui untuk dikeluarkan dari pabrik, tempat penyimpanan, atau diimpor untuk dipakai. Barang kena cukai yang telah selesai dibuat dan digunakan sebelum dikeluarkan dari pabrik dianggap telah dikeluarkan dan harus dilunasi cukainya. Huruf a Pelunasan cukai dengan cara pembayaran dibuktikan dengan dokumen cukai yang dipersyaratkan. Untuk barang kena cukai yang dibuat di Indonesia, pembayaran harus dilakukan sebelum barang kena cukai dikeluarkan dari pabrik atau tempat penyimpanan. Untuk barang kena cukai yang diimpor, pembayaran cukainya dilakukan pada saat barang kena cukai diimpor untuk dipakai. Huruf b Pelunasan cukai dengan cara pelekatan pita cukai dilakukan dengan cara melekatkan pita cukai yang seharusnya dan dilekatkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Untuk barang kena cukai yang dibuat di Indonesia, pelekatan pita cukainya harus dilakukan sebelum barang kena cukai dikeluarkan dari pabrik. Untuk barang kena cukai yang diimpor, pelekatan pita cukainya harus dilakukan sebelum barang kena cukai diimpor untuk dipakai. Pelekatan pita cukai tersebut dapat dilakukan di tempat penimbunan sementara, tempat penimbunan berikat, atau di tempat pembuatan barang kena cukai di luar negeri. Huruf c Pelunasan cukai dengan cara pembubuhan tanda pelunasan cukai lainnya dilakukan dengan cara membubuhkan tanda pelunasan cukai lainnya yang seharusnya dan dibubuhkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, antara lain: barcode dan hologram. Untuk barang kena cukai yang dibuat di Indonesia, pembubuhan tanda pelunasan cukai lainnya harus dilakukan sebelum barang kena cukai dikeluarkan dari pabrik. Untuk barang kena cukai yang diimpor, pembubuhan tanda pelunasan cukai lainnya harus dilakukan sebelum barang kena cukai diimpor untuk dipakai. Pembubuhan tanda pelunasan cukai lainnya tersebut dapat dilakukan di tempat penimbunan sementara, tempat penimbunan berikat, atau di tempat pembuatan barang kena cukai di luar negeri. Ayat (3a) Cukup jelas. Ayat (3b) Cukup jelas. Ayat (4) Yang dimaksud dengan disediakan adalah disediakan dalam bentuk fisik barang dan/atau spesifikasi desain. Ayat (5) Cukai dianggap tidak dilunasi apabila pelekatan pita cukai atau pembubuhan tanda pelunasan cukai lainnya pada barang kena cukai tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku, antara lain: a. pita cukai yang dilekatkan tidak sesuai dengan tarif cukai dan/atau harga dasar barang kena cukai yang ditetapkan; b. pita cukai yang dilekatkan tidak utuh atau rusak; atau c. pita cukai yang dilekatkan atau tanda pelunasan cukai lainnya yang dibubuhkan pada barang kena cukai yang bukan haknya dan/atau tidak sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan. Ayat (6) Cukup jelas. Ayat (7) Cukup jelas. Ayat (8) Cukup jelas. Angka 10 Pasal 7A Ayat (1) Yang dimaksud dengan sejak tanggal pengeluaran barang kena cukai adalah tanggal pendaftaran dokumen pengeluaran. Ayat (2) Yang dimaksud dengan penundaan adalah kemudahan pembayaran yang diberikan kepada pengusaha pabrik dalam bentuk penangguhan pembayaran cukai tanpa dikenai bunga. Huruf a Yang dimaksud dengan sejak tanggal pemesanan pita cukai adalah tanggal pendaftaran dokumen pemesanan pita cukai. Huruf b Cukup jelas. Ayat (3) Yang dimaksud dengan penundaan adalah kemudahan pembayaran yang diberikan kepada importir barang kena cukai dalam bentuk penangguhan pembayaran cukai tanpa dikenai bunga. Ayat (4) Jaminan dapat berupa jaminan bank atau jaminan dari perusahaan asuransi. Ayat (5) Jaminan dapat berupa jaminan bank, jaminan dari perusahaan asuransi, atau jaminan perusahaan (corporate guarantee) Jenis dan besaran jaminan ditetapkan dengan pertimbangan tingkat kepatuhan dari pengusaha pabrik atau importir barang kena cukai selama mendapat penundaan. Misalnya, pengusaha pabrik atau importir barang kena cukai yang tidak pernah melakukan pelanggaran atas penundaannya dapat menyerahkan jaminan dalam bentuk jaminan perusahaan (corporate guarantee). Ayat (6) Cukup jelas. Ayat (7) Cukup jelas. Ayat (8) Cukup jelas. Ayat (9) Cukup jelas. Angka 11 Pasal 8 Ayat (1) Tidak dipungutnya cukai atas barang kena cukai sebagaimana dimaksud pada ayat ini adalah untuk memberikan keringanan kepada masyarakat di beberapa daerah yang membuat barang tersebut secara sederhana dan merupakan sumber mata pencaharian. Yang dimaksud dengan “dikemas untuk penjualan eceran” adalah dikemas dalam kemasan dengan isi tertentu dengan menggunakan benda yang dapat melindungi dari kerusakan dan meningkatkan pemasarannya. Ayat (2) Kewajiban membayar cukai masih melekat pada barang kena cukai yang diatur pada ayat ini, tetapi pemungutannya tidak dilakukan selama memenuhi persyaratan yang ditentukan, dibuktikan dengan dokumen cukai yang diwajibkan dan barang kena cukai masih tetap berada dalam pengawasan. Huruf a Yang dimaksud dengan “diangkut terus” adalah diangkut dengan sarana pengangkut melalui kantor pabean tanpa dilakukan pembongkaran terlebih dahulu. Yang dimaksud dengan “diangkut lanjut” adalah diangkut dengan sarana pengangkut melalui kantor pabean dengan dilakukan pembongkaran terlebih dahulu. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Tidak dipungutnya cukai atas barang kena cukai sebagaimana dimaksud huruf ini karena di dalam pabrik atau tempat penyimpanan dapat ditimbun barang kena cukai yang belum dilunasi cukainya yang berasal dari pabrik atau tempat penyimpanan lain atau dari impor. Pemungutan atau pelunasan cukai atas barang kena cukai dimaksud dilakukan pada saat dikeluarkan kembali dari pabrik atau tempat penyimpanan. Huruf d Barang kena cukai yang digunakan sebagai bahan baku atau bahan penolong menurut ketentuan huruf ini tidak dipungut cukai, karena cukainya akan dikenai terhadap barang hasil akhir yang juga merupakan barang kena cukai, seperti etil alkohol yang dipergunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan minuman yang mengandung etil alkohol atau sebagai bahan penolong dalam pembuatan hasil tembakau. Huruf e Cukup jelas. Ayat (2a) Cukup jelas. Ayat (3) Yang dimaksud dengan “melanggar ketentuan tentang tidak dipungutnya cukai” yaitu apabila barang kena cukai didapati menyimpang dari tujuan sehingga tidak lagi memenuhi ketentuan sebagaimana diatur pada ayat (2), misalnya barang kena cukai tidak dapat dibuktikan telah diangkut terus atau diekspor. Ayat (4) Cukup jelas. Angka 12 Pasal 9 Ayat (1) Yang dimaksud dengan “pembebasan” adalah fasilitas yang diberikan kepada pengusaha pabrik atau pengusaha tempat penyimpanan atau importir untuk tidak membayar cukai yang terutang. Huruf a Fasilitas pembebasan cukai berdasarkan ketentuan dalam huruf ini dimaksudkan untuk mendukung pertumbuhan atau perkembangan industri yang menggunakan barang kena cukai sebagai bahan baku atau bahan penolong dalam pembuatan barang hasil akhir yang bukan merupakan barang kena cukai, baik untuk tujuan ekspor maupun u ntuk pemasaran dalam negeri, seperti etil alkohol yang digunakan sebagai bahan baku atau bahan penolong dalam pembuatan etil asetat, asam asetat, obat-obatan dan sebagainya. Huruf b Barang kena cukai yang dapat diberikan pembebasan berdasarkan ketentuan dalam huruf ini dibatasi jumlahnya sesuai dengan kebutuhan yang wajar. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Barang kena cukai yang dapat diberikan pembebasan berdasarkan ketentuan dalam huruf ini dibatasi jumlahnya sesuai dengan kebutuhan yang wajar. Huruf e 1. Yang dimaksud dengan “penumpang” adalah setiap orang yang melintasi perbatasan wilayah negara dengan menggunakan sarana pengangkut tetapi bukan awak sarana pengangkut dan bukan pelintas batas. 2. Yang dimaksud dengan “awak sarana pengangkut” adalah setiap orang yang karena sifat pekerjaannya harus berada dalam sarana pengangkut dan datang bersama sarana pengangkutnya. 3. Yang dimaksud dengan “pelintas batas” adalah penduduk yang berdiam atau bertempat tinggal dalam wilayah perbatasan negara serta memiliki kartu identitas yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang yang melakukan perjalanan lintas batas di daerah perbatasan melalui pos pengawas lintas batas. Huruf f Yang dimaksud dengan “tujuan sosial”, antara lain untuk bantuan bencana alam. Huruf g Yang dimaksud dengan tempat penimbunan berikat adalah tempat penimbunan berikat sebagaimana diatur dalam undang-undang di bidang kepabeanan. Ayat (1a) Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a Yang dimaksud dengan “etil alkohol yang dirusak sehingga tidak baik untuk diminum” adalah etil alkohol yang dirusak dengan bahan perusak tertentu, yang dalam istilah perdagangan lazim disebut spiritus bakar (brand spiritus). Huruf b Cukup jelas. Ayat (3) Yang dimaksud dengan “melanggar ketentuan tentang pembebasan cukai” adalah menyalahgunakan fasilitas pembebasan cukai. Misalnya, etil alkohol diberikan pembebasan cukai karena akan digunakan sebagai bahan baku atau bahan penolong dalam pembuatan barang hasil akhir tertentu yang telah ditetapkan, ternyata digunakan untuk membuat barang hasil akhir lain selain yang ditetapkan. Ayat (4) Cukup jelas. Angka 13 Pasal 10 Ayat (1) Huruf a Yang dimaksud dengan utang cukai yang tidak dibayar pada waktunya, antara lain: a. utang cukai yang timbul akibat cukai yang pembayarannya secara berkala sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7A ayat (1) tidak dibayar sampai dengan jangka waktu pembayaran berkala berakhir; dan b. utang cukai yang timbul akibat cukai yang pembayarannya mendapat penundaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7A ayat (2) dan ayat (3) tidak dibayar sampai dengan jatuh tempo penundaan berakhir. Huruf b Y ang dimaksud dengan kekurangan cukai, antara lain: a. kekurangan cukai akibat kesalahan hitung dalam dokumen pemberitahuan atau pemesanan pita cukai; dan b. kekurangan cukai akibat hasil pencacahan. Huruf c Cukup jelas. Ayat (2) Yang dimaksud dengan tanggal diterima adalah tanggal stempel pos pengiriman, tanggal faksimile, atau media antar lainnya. Dalam hal surat tagihan dikirim secara langsung, yang dirujuk adalah tanggal pada saat surat tagihan diterima secara langsung. Ayat (2a) Dalam pengenaan bunga, apabila jangka waktunya kurang dari 1 (satu) bulan, dihitung 1 (satu) bulan penuh. Misalnya, 7 (tujuh) hari dihitung 1 (satu) bulan penuh; 1 (satu) bulan 7 (tujuh) hari dihitung 2 (dua) bulan penuh. Ayat (2b) Yang dimaksud dengan dalam hal tertentu adalah pengusaha pabrik mengalami kesulitan keuangan atau dalam keadaan kahar. Ayat (2c) Yang dimaksud dengan dibulatkan dalam ribuan rupiah adalah dibulatkan ke atas sehingga bagian dari ribuan menjadi ribuan penuh. Ayat (3) Cukup jelas. Angka 14 Pasal 12 Ayat (1) Huruf a Yang dimaksud dengan “kelebihan pembayaran karena kesalahan penghitungan” adalah kesalahan penghitungan dalam perkalian, pengurangan, dalam penerapan tarif atau harga, atau kesalahan dalam pencacahan. Dalam hal demikian, terhadap cukai yang telah dibayar, dapat diberikan pengembalian sebesar kelebihan pembayaran akibat adanya kesalahan penghitungan tersebut. Huruf b Barang kena cukai yang pelunasan cukainya dengan cara pembayaran atau pembubuhan tanda pelunasan cukai lainnya yang telah dibayar cukainya tetapi kemudian diekspor dapat diberikan pengembalian sepanjang dibuktikan realisasi ekspornya dengan bukti ekspor yang cukup. Barang kena cukai yang pelunasan cukainya dengan cara pelekatan pita cukai yang telah dibayar cukainya tetapi kemudian diekspor dapat diberikan pengembalian sepanjang dibuktikan realisasi ekspornya dengan bukti ekspor yang cukup dan pita cukai yang telah dilekatkan harus dirusak sebelum diekspor. Pengembalian cukai atas barang kena cukai yang diekspor yang telah dilunasi cukainya dengan cara pelekatan pita cukai atau pembubuhan tanda pelunasan cukai lainnya hanya dapat diberikan kepada pengusaha pabrik. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Pita cukai yang dipesan dan telah diterima oleh pengusaha pabrik atau importir barang kena cukai jika belum dilekatkan pada barang kena cukai dapat dikembalikan ke Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Pengembalian pita cukai tersebut disebabkan, antara lain: a. adanya perubahan desain pita cukai; b. perubahan tarif cukai atau harga eceran; c. pita cukai rusak sebelum dilekatkan; atau d. pabrik yang bersangkutan tidak lagi berproduksi. Atas pengembalian pita cukai, pengusaha pabrik atau importir barang kena cukai berhak mendapatkan pengembalian cukai yang telah dibayarkan. Huruf f Cukup jelas. Ayat (2) Kelebihan pembayaran dapat diketahui oleh pejabat bea dan cukai dari hasil pemeriksaan atau atas permohonan yang bersangkutan. Setelah diketahui dan terbukti adanya kelebihan pembayaran, pejabat bea dan cukai menerbitkan surat ketetapan. Pengembalian cukai dapat diperhitungkan dengan utang cukai yang belum dilunasi. Ayat (3) Dalam pemberian bunga, apabila jangka waktunya kurang dari 1 (satu) bulan, dihitung 1 (satu) bulan penuh. Misalnya, 7 (tujuh) hari dihitung 1 (satu) bulan penuh; 1 (satu) bulan 7 (tujuh) hari dihitung 2 (dua) bulan penuh. Ayat (4) Cukup jelas. Angka 15 Pasal 14 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (1a) Cukup jelas. Ayat (1b) Cukup jelas. Ayat (1c) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Pengertian izin wajib diperbaharui berarti setelah jangka waktu dua belas bulan berakhir, harus telah memiliki izin baru. Ayat (3a) Yang dimaksud dengan dibekukan adalah tidak diperbolehkannya melakukan kegiatan usaha di bidang cukai sampai dengan diterbitkannya keputusan pemberlakuan kembali atau pencabutan izin, tanpa mengurangi kewajiban yang harus diselesaikan kepada negara. Ayat (4) Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Untuk mendapatkan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1), perlu dipenuhi persyaratan yang ditetapkan; apabila persyaratan yang ditetapkan tidak lagi dipenuhi, izin dapat dicabut. Huruf d Izin untuk badan hukum atau orang pribadi yang berkedudukan di luar Indonesia berdasarkan ketentuan yang diatur pada ayat (2) hanya diberikan kepada badan hukum atau orang pribadi yang berada di Indonesia yang mewakilinya secara sah. Oleh karena itu, apabila badan hukum atau orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lagi mewakili secara sah badan hukum atau orang pribadi yang berkedudukan di luar Indonesia, izin dapat dicabut. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Cukup jelas. Huruf g Pencabutan izin yang diatur dalam huruf ini merupakan sanksi tambahan yang bersifat administratif. Huruf h Cukup jelas. Huruf i Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (5a) Cukup jelas. Ayat (5b) Cukup jelas. Ayat (6) Barang kena cukai yang telah dilunasi cukainya dan berada di tempat usaha importir barang kena cukai, penyalur, dan pengusaha tempat penjualan eceran, yang izinnya telah dicabut, harus dipindahkan ke tempat usaha importir barang kena cukai, penyalur, atau pengusaha tempat penjualan eceran lainnya atau dimusnahkan. Ayat (7) Yang dimaksud dengan “menjalankan kegiatan” adalah segala perbuatan yang berindikasi ke arah menjalankan kegiatan produksi, penyimpanan, impor, penyaluran, atau penjualan barang kena cukai. Sanksi administrasi yang diatur pada ayat ini dikenakan terhadap pelanggaran yang tidak mengakibatkan kerugian negara. A yat (8) Cukup jelas. Angka 16 Cukup jelas. Angka 17 Cukup jelas. Angka 18 Pasal 16 Ayat (1) Yang dimaksud dengan pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi yang meliputi dan mempengaruhi keadaan harta, utang, modal, pendapatan, dan biaya yang secara khusus menggambarkan jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang kemudian diikhtisarkan dalam laporan keuangan. Ayat (2) Kewajiban melakukan pencatatan dimaksudkan untuk memberi kemudahan dalam memenuhi ketentuan undang-undang ini dengan tetap menjamin pengamanan hak-hak negara. Yang dimaksud dengan pencatatan adalah proses pengumpulan dan penulisan data secara teratur tentang: a. pemasukan, produksi, dan pengeluaran barang kena cukai; dan b. penerimaan, pemakaian, dan pengembalian pita cukai atau tanda pelunasan cukai lainnya. Yang dimaksud dengan pengusaha pabrik skala kecil dan penyalur skala kecil adalah orang pribadi yang tidak dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. Ayat (3) Yang dimaksud dengan secara berkala dapat berupa harian, mingguan, bulanan, atau tahunan, yang disesuaikan dengan jenis barang kena cukai. Misalnya: a. untuk etil alkohol dan minuman yang mengandung etil alkohol, pengusaha pabrik memberitahukan barang kena cukai yang selesai dibuat kepada pejabat bea dan cukai setiap hari; b. untuk hasil tembakau, pengusaha pabrik memberitahukan barang kena cukai yang selesai dibuat kepada pejabat bea dan cukai setiap bulan. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas. Ayat (7) Cukup jelas. Angka 19 Pasal 16A Ayat (1) Pembukuan harus diselenggarakan dengan cara atau sistem yang lazim dipakai di Indonesia, misalnya berdasarkan standar akuntansi keuangan, kecuali peraturan perundang – undangan di bidang cukai menentukan lain. Hal tersebut dimaksudkan agar pembukuan yang diselenggarakan dapat dipercaya dan diandalkan dalam rangka pengawasan terhadap produksi barang kena cukai, peredaran barang kena cukai, dan/atau nilai cukai yang seharusnya dibayar. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Laporan keuangan, buku, catatan dan dokumen yang menjadi bukti dasar pembukuan, dan dokumen lain yang berkaitan dengan kegiatan usaha serta surat yang berkaitan dengan kegiatan di bidang cukai termasuk hasil pengolahan data elektronik harus disimpan selama 10 (sepuluh) tahun di Indonesia dengan maksud apabila akan dilakukan audit cukai, masih tetap ada dan dapat segera disediakan. Dalam hal data yang disimpan berupa data elektronik wajib dijaga keandalan sistem pengolahan data yang digunakan agar data elektronik yang disimpan dapat dibuka, dibaca, atau diambil kembali suatu saat. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 16B Cukup jelas. Angka 20 Pasal 17 Ayat (1) Yang dimaksud dengan “buku rekening barang kena cukai” adalah buku daftar yang berisi catatan tentang jumlah barang kena cukai tertentu yaitu etil alkohol dan minuman yang mengandung etil alkohol yang dibuat, dimasukkan, dikeluarkan serta potongan, kekurangan, dan kelebihan hasil pencacahan dari suatu pabrik atau tempat penyimpanan. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Angka 21 Pasal 18 Cukup jelas. Angka 22 Pasal 19 Yang dimaksud dengan “buku rekening kredit” adalah buku yang berisi catatan tentang jumlah cukai yang diberikan penundaan pembayaran atau mendapat kemudahan pembayaran secara berkala serta penyelesaiannya. Angka 23 Pasal 20 Ayat (1) Yang dimaksud dengan “pencacahan” adalah kegiatan untuk mengetahui jumlah, jenis, mutu, dan keadaan barang kena cukai. Untuk menghindari kemungkinan terjadinya manipulasi atau pelarian cukai, maka undang – undang ini memberikan wewenang kepada pejabat bea dan cukai untuk melakukan pencacahan terhadap barang kena cukai tertentu seperti etil alkohol dan minuman yang mengandung etil alkohol, baik yang berada di dalam pabrik maupun tempat penyimpanan. Dalam pencacahan yang dilakukan kemungkinan akan didapati kekurangan atau kelebihan barang kena cukai yang ada berdasarkan buku rekening barang kena cukai sesuai dengan sifat atau karakteristik barang kena cukai tersebut. Pejabat bea dan cukai yang melaksanakan pencacahan harus dilengkapi dengan surat tugas. Ayat (2) Yang dimaksud dengan menyediakan tenaga dan peralatan adalah menyediakan tenaga pekerja dan peralatan yang diperlukan untuk membantu kegiatan pejabat bea dan cukai dalam melakukan pencacahan. Ayat (3) Cukup jelas. Angka 24 Pasal 25 Ayat (1) Barang kena cukai yang ditimbun dalam pabrik atau tempat penyimpanan masih terutang cukai. Oleh karena itu, terhadap pemasukan barang kena cukai ke tempat tersebut wajib diberitahukan kepada Kepala Kantor dan dilindungi dokumen cukai. Demikian pula pada pengeluaran barang kena cukai dari tempat tersebut baik yang belum dilunasi cukainya atau yang mendapatkan pembebasan cukai maupun yang sudah dilunasi cukainya wajib diberitahukan kepada Kepala Kantor dan dilindungi dokumen cukai sebagai alat pengawasan atau sebagai bahan pencatatan dalam buku rekening barang kena cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2). Ayat (2) Pada dasarnya untuk pemasukan atau pengeluaran barang kena cukai berlaku sistem pemberitahuan sendiri yang memberikan kepercayaan sepenuhnya kepada pengusaha sehingga tidak memerlukan pengawasan secara fisik oleh pejabat bea dan cukai. Namun apabila ada dugaan bahwa pengusaha akan atau telah melakukan penyimpangan yang mengakibatkan kerugian negara, demikian pula terhadap barang kena cukai yang karena sifat atau karakteristiknya dapat menimbulkan dampak negatif terhadap ketertiban masyarakat, seperti minuman yang mengandung etil alkohol, pejabat bea dan cukai dapat melakukan pengawasan atas pemasukan atau pengeluaran barang kena cukai ke atau dari pabrik atau tempat penyimpanan. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (4a) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Angka 25 Pasal 26 Ayat (1) Pada dasarnya undang-undang ini menetapkan bahwa pemasukan, pengeluaran, atau pengangkutan barang kena cukai yang belum dilunasi cukainya ke atau dari pabrik atau tempat penyimpanan harus dilindungi dokumen cukai. Namun dalam keadaan darurat, seperti kebakaran, banjir atau bencana alam lainnya, maka untuk menyelamatkan barang kena cukai tersebut dapat dilakukan pemindahan tanpa dokumen cukai yang ditentukan. Ayat (2) Atas pemindahan barang kena cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pengusaha pabrik atau pengusaha tempat penyimpanan dalam jangka waktu yang ditetapkan harus melaporkannya kepada Kepala Kantor setempat serta wajib menaati petunjuk Kepala Kantor yang bersangkutan. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Angka 26 Pasal 27 Ayat (1) Untuk mencegah pelarian cukai dan penyalahgunaan pemakaian barang kena cukai, pengangkutan barang kena cukai, baik dalam keadaan telah dikemas dalam kemasan untuk penjualan eceran maupun dalam keadaan curah atau dikemas dalam kemasan bukan untuk penjualan eceran, yang belum dilunasi cukainya harus dilindungi dengan dokumen cukai. Ayat (2) Dengan mempertimbangkan sifat kerawanan dari barang kena cukai tertentu seperti etil alkohol dan minuman yang mengandung etil alkohol, walaupun sudah dibayar cukainya, pengangkutannya harus dilindungi dengan dokumen cukai. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Angka 27 Pasal 29 Ayat (1) Barang kena cukai yang pelunasan cukainya dengan cara pelekatan pita cukai atau pembubuhan tanda pelunasan cukai lainnya harus dikemas untuk penjualan eceran sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang cukai dalam rangka pengawasan dan pengamanan penerimaan negara. Yang dimaksud dengan “pita cukai atau tanda pelunasan cukai lainnya yang diwajibkan” adalah pita cukai yang dilekatkan atau tanda pelunasan cukai lainnya yang dibubuhkan pada kemasan tersebut sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang cukai. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (2a) Pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat ini, misalnya pengusaha pabrik melekatkan pita cukai hasil tembakau sigaret kretek tangan pada hasil tembakau sigaret kretek mesin, tetapi pita cukai tersebut benar-benar milik atau haknya. Ayat (3) Cukup jelas. Angka 28 Pasal 31 Cukup jelas. Angka 29 Pasal 32 Cukup jelas. Angka 30 Pasal 33 Ayat (1) Huruf a Tindakan berupa penghentian, pemeriksaan, penegahan, dan penyegelan dilakukan dalam lingkup kewenangan administratif. Huruf b Tindakan berupa tidak melayani pemesanan pita cukai atau tanda pelunasan cukai lainnya dilakukan dalam lingkup kewenangan administratif. Huruf c Yang dimaksud dengan “menegah barang kena cukai” adalah melakukan tindakan administratif untuk menunda pengeluaran, pemuatan, dan pengangkutan barang kena cukai. Yang dimaksud dengan “menegah sarana pengangkut” adalah melakukan tindakan administratif untuk mencegah keberangkatan sarana pengangkut, kecuali sarana pengangkut umum. Ayat (2) Mengingat besarnya bahaya penggunaan senjata api bagi keamanan dan keselamatan orang, maka penggunaannya sangat dibatasi. Oleh karena itu, jenis dan syarat untuk dapat digunakannya senjata api akan diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ayat (3) Cukup jelas. Angka 31 Pasal 34 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Semua instansi pemerintah, baik sipil maupun militer bila diminta, berkewajiban memberi bantuan dan perlindungan atau memerintahkan untuk melindungi pejabat bea dan cukai dalam segala hal yang berkaitan dengan pekerjaannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Angka 32 Cukup jelas. Angka 33 Pasal 35 Ayat (1) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Pemeriksaan dilakukan mengingat pada waktu dilakukan pemeriksaan kemungkinan barang kena cukai oleh yang bersangkutan telah dipindahkan ke bangunan atau ke tempat lain yang mempunyai hubungan langsung atau tidak langsung dengan pabrik, tempat penyimpanan, atau tempat lain yang sedang dilakukan pemeriksaan. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Yang dimaksud dengan sediaan barang adalah sediaan barang kena cukai, pita cukai, dan tanda pelunasan cukai lainnya. Ayat (4) Cukup jelas. Angka 34 Pasal 36 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (1a) Yang dimaksud dengan yang mewakili adalah karyawan atau bawahan atau pihak lain yang bertanggung jawab oleh pengusaha pabrik, pengusaha tempat penyimpanan, penyalur, pengusaha tempat penjualan eceran, atau pengguna barang kena cukai yang mendapatkan fasilitas pembebasan cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, yang terhadapnya dilakukan pemeriksaan. Ayat (2) Cukup jelas. Angka 35 Pasal 37 Ayat (1) Penghentian dan pemeriksaan yang dilakukan oleh pejabat bea dan cukai terhadap sarana pengangkut bertujuan untuk menjamin hak-hak negara dan dipatuhinya peraturan perundang – undangan yang pelaksanaannya dibebankan kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Dengan demikian penghentian dan pemeriksaan sarana pengangkut serta barang kena cukai hanya dilakukan secara selektif didasarkan informasi adanya barang kena cukai yang belum memenuhi persyaratan administrasi yang diwajibkan berdasarkan undang-undang ini. Ayat (2) Yang dimaksud dengan “dokumen cukai dan dokumen pelengkap cukai” adalah semua dokumen yang disyaratkan berdasarkan undang – undang ini untuk melindungi pengangkutan barang kena cukai. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Angka 36 Pasal 39 Ayat (1) Audit cukai dimaksudkan untuk menilai kepatuhan pengusaha pabrik, pengusaha tempat penyimpanan, importir barang kena cukai, penyalur, dan pengguna barang kena cukai yang mendapatkan fasilitas pembebasan cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang cukai. Ayat (1a) H uruf a Cukup jelas. Huruf b Yang dimaksud dengan pihak lain yang terkait adalah pihak-pihak yang mempunyai hubungan atau kaitan dengan transaksi yang dilakukan oleh pengusaha pabrik, pengusaha tempat penyimpanan, importir barang kena cukai, penyalur, atau pengguna barang kena cukai yang mendapatkan fasilitas pembebasan cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9. Misalnya, pembeli, penjual, bank, serta pihak lain yang diyakini dapat memberikan keterangan sehubungan dengan transaksi tersebut. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Yang dimaksud dengan tindakan pengamanan adalah tindakan penyegelan yang dilakukan untuk menjamin laporan keuangan, buku, catatan dan dokumen yang menjadi bukti dasar pembukuan, dan dokumen lain yang berkaitan dengan kegiatan usaha, termasuk data elektronik serta surat yang berkaitan dengan kegiatan di bidang cukai, dan barang yang penting agar tidak dihilangkan, tidak berubah atau tidak berpindah tempat/ruangan sampai pemeriksaan dapat dilanjutkan dan/atau dilakukan tindakan lain yang dibenarkan oleh ketentuan dalam peraturan perundangundangan di bidang cukai dengan tetap mempertimbangkan kelangsungan kegiatan usaha. Ayat (1b) Cukup jelas. Ayat (1c) Dalam hal pengusaha pabrik, pengusaha tempat penyimpanan, importir barang kena cukai, penyalur, atau pengguna barang kena cukai yang mendapatkan fasilitas pembebasan cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, berupa badan hukum, maka yang dimaksud dengan tidak berada di tempat atau berhalangan adalah pimpinan dari badan hukum tersebut tidak berada di tempat atau berhalangan. Yang dimaksud dengan yang mewakili adalah karyawan atau bawahan yang bertanggung jawab atau pihak lain yang ditunjuk oleh pengusaha pabrik, pengusaha tempat penyimpanan, importir barang kena cukai, penyalur, atau pengguna barang kena cukai yang mendapatkan fasilitas pembebasan cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, yang terhadapnya dilakukan audit cukai. A yat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Angka 37 Pasal 40 Wewenang pejabat bea dan cukai dimaksudkan untuk lebih menjamin pengawasan yang lebih baik dalam rangka pengamanan keuangan negara. Angka 38 Pasal 40A Ayat (1) Huruf a Pembetulan surat tagihan atau surat keputusan keberatan menurut ketentuan ini dilaksanakan untuk menjalankan pemerintahan yang baik sehingga apabila terdapat kesalahan atau kekeliruan manusiawi dalam suatu penetapan perlu dibetulkan sebagaimana mestinya. Istilah membetulkan dapat berarti menambah, mengurangi, atau menghapus sesuai dengan sifat kesalahan dan kekeliruannya. Direktur Jenderal karena jabatannya dapat membetulkan atau membatalkan surat tagihan yang tidak benar, misalnya tidak memenuhi persyaratan formal meskipun persyaratan materialnya telah terpenuhi. Huruf b Direktur Jenderal dapat mengurangi atau menghapus sanksi administrasi berupa denda apabila orang yang dikenai sanksi ternyata hanya melakukan kekhilafan, bukan kesalahan yang disengaja, atau kesalahan dimaksud terjadi akibat perbuatan orang lain yang tidak mempunyai hubungan usaha dengannya serta tanpa sepengetahuan dan persetujuannya. Ayat (2) Cukup jelas. Angka 39 Cukup jelas. Angka 40 Cukup jelas. Angka 41 Pasal 41 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Dalam hal batas waktu 30 (tiga puluh) hari tersebut dilewati, hak yang bersangkutan untuk mengajukan keberatan menjadi gugur. Jaminan dapat berbentuk uang tunai, jaminan bank, atau jaminan dari perusahaan asuransi. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Keputusan Direktur Jenderal atas pengajuan keberatan dapat berupa mengabulkan seluruhnya atau sebagian sehingga besarnya jaminan yang dikembalikan sesuai dengan keputusan. Ayat (6) Dalam pemberian bunga, apabila jangka waktunya kurang dari 1 (satu) bulan, dihitung 1 (satu) bulan penuh. Misalnya, 7 (tujuh) hari dihitung 1 (satu) bulan penuh; 1 (satu) bulan 7 (tujuh) hari dihitung 2 (dua) bulan penuh. Ayat (7) Cukup jelas. Ayat (8) Cukup jelas. Angka 42 Cukup jelas. Angka 43 Cukup jelas. Angka 44 Pasal 43A Cukup jelas. Pasal 43B Cukup jelas. Pasal 43C Cukup jelas. Angka 45 Cukup jelas. Angka 46 Cukup jelas. Angka 47 Pasal 50 Cukup jelas. Angka 48 Cukup jelas. Angka 49 Pasal 52 Cukup jelas. Angka 50 Pasal 53 Cukup jelas. Angka 51 Pasal 54 Cukup jelas. Angka 52 Pasal 55 Cukup jelas. Angka 53 Pasal 56 Cukup jelas. Angka 54 Pasal 57 Cukup jelas. Angka 55 Pasal 58 Cukup jelas. Angka 56 Pasal 58A Ayat (1) Yang dimaksud dengan mengakses adalah tindakan atau upaya yang dilakukan untuk login ke sistem cukai. Ayat (2) Cukup jelas. Angka 57 Pasal 62 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Yang dimaksud dengan “barang-barang lain” adalah barang-barang yang berkaitan langsung dengan barang kena cukai, seperti sarana pengangkut yang digunakan untuk mengangkut barang kena cukai, peralatan atau mesin yang digunakan untuk membuat barang kena cukai. Barang-barang lain yang tersangkut tindak pidana berdasarkan ketentuan undang-undang ini dapat dirampas untuk negara adalah sebagai penegasan bahwa tindak pidana di bidang cukai mempunyai sifat khusus sehingga memerlukan perlakuan tersendiri terhadap barang-barang lain yang tersangkut tindak pidana dimaksud. Ayat (3) Cukup jelas. Angka 58 Pasal 64A Cukup jelas. Pasal 64B Cukup jelas. Pasal 64C Cukup jelas. Pasal 64D Ayat (1) Yang dimaksud dengan berjasa yaitu berjasa dalam menangani: a. pelanggaran administrasi meliputi memberikan informasi, menemukan baik secara administrasi maupun secara fisik, dan/atau sampai dengan penyelesaian penagihan oleh pejabat bea dan cukai; atau b. pelanggaran pidana di bidang cukai meliputi memberikan informasi, melakukan penangkapan, penyidikan, dan/atau sampai dengan penuntutan. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 64E Cukup jelas. Angka 59 Pasal 65 Cukup jelas. Angka 60 Pasal 66 Ayat (1) Yang dimaksud dengan pelanggar yang tidak dikenal adalah orang yang melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan cukai, baik ketentuan administrasi maupun ketentuan pidana, yang tidak diketahui. Dalam keadaan demikian, terhadap barang kena cukai dan barang lain yang tersangkut dalam pelanggaran tersebut dikuasai negara dan berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan dalam jangka waktu empat belas hari sejak dikuasai negara dinyatakan menjadi milik negara apabila pemiliknya tetap tidak diketahui. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Angka 61 Pasal 66A Ayat (1) Cukai hasil tembakau yang dibuat di Indonesia dibagihasilkan kepada daerah karena barang kena cukai berupa hasil tembakau memiliki sifat atau karakteristik yang konsumsinya perlu dikendalikan dan diawasi serta memberikan dampak negatif bagi masyarakat dan mengoptimalkan upaya penerimaan negara dari cukai. Pengendalian dan pengawasan tersebut dilakukan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Dana bagi hasil cukai merupakan bagian kapasitas fiskal yang perhitungannya disesuaikan dengan formula Dana Alokasi Umum (DAU) yang setiap tahun ditetapkan dalam pembahasan RAPBN. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Pembagian, pengelolaan, dan penggunaan pembagian dana bagi hasil cukai hasil tembakau kepada kabupaten/kota penyumbang cukai hasil tembakau dan dihitung berdasarkan kontribusi penerimaan cukai hasil tembakaunya. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 66B Cukup jelas. Pasal 66C Cukup jelas. Pasal 66D Cukup jelas. Pasal II Cukup jelas. TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4755
You might be interested:  Lembaga Yang Berperan Menunjang Kegiatan Pada Pasar Modal?

Berapa pendapatan negara dari pajak?

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati memaparkan, realisasi pendapatan negara sampai dengan 31 Agustus mencapai Rp1.764,4 triliun terdiri atas penerimaan pajak sebesar Rp1.171,8 triliun, penerimaan kepabeanan dan cukai sebesar Rp206,2 triliun, serta PNBP sebesar Rp386 triliun.

Siapa yang mengelola penerimaan negara?

PENGELOLAAN PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK Dari tahun ke tahun pemerintah terus berupaya untuk melakukan pembangunan dan memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat dengan berbagai transformasi kebijakan demi mensejahterakan masyarakat Indonesia. Untuk mendukung upaya tersebut, dibutuhkan anggaran yang cukup untuk memenuhi kebutuhan negara.

  • Maka dari itu, di sinilah peran pendapatan negara sebagai sumber penerimaan yang diperoleh baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri untuk kemudian dikembalikan lagi pada rakyat dalam bentuk pembangunan di segala bidang dan pemberian pelayanan oleh pemerintah.
  • Jika membicarakan pendapatan negara, satu hal yang sering dikaitkan dengan hal tersebut adalah pajak.

Padahal sesuai dengan pasal 11 ayat 3 UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang keuangan negara bahwa pendapatan negara terdiri atas penerimaan pajak, penerimaan negara bukan pajak, dan hibah. PNBP merupakan salah satu sumber pendapatan negara yang tidak kalah penting dengan kedua sumber pendapatan lainnya yaitu pajak dan hibah.

  • Pada APBN 2021, PNBP diproyeksikan sebesar Rp 298,2 triliun.
  • Untuk mencapai angka tersebut, perlu dilakukan pengelolaan PNBP yang optimal dan sistematis.
  • Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 58 tahun 2020, disebutkan bahwa pengelolaan PNBP meliputi perencanaan, pelaksanaan, pertanggungjawaban, dan pengawasan.

Pengelolaan PNBP yang dilakukan oleh Menteri Keuangan selaku pengelola fiskal dan pimpinan instansi pengelola PNBP, memiliki tujuan untuk meningkatkan pelayanan, akuntabilitas, dan optimalisasi penerimaan negara yang berasal dari PNBP. Perencanaan disusun dalam bentuk rencana PNBP.

  1. Rencana PNBP adalah hasil penghitungan dan penetapan target PNBP atau target dan pagu penggunaan dana PNBP yang diperkirakan dalam satu tahun anggaran.
  2. Penyusunan rencana PNBP dilakukan oleh instansi pengelola PNBP, sedangkan penelaahan dan penetapan atas rencana PNBP oleh Menteri Keuangan.
  3. Pimpinan instansi pengelola PNBP atau pejabat kuasa pengelola PNBP menyusun rencana PNBP untuk tahun anggaran yang direncanakan dan prakiraan maju rencana PNBP untuk tiga tahun anggaran setelah tahun anggaran yang direncanakan.
You might be interested:  Apa Dampak Positif Taat Membayar Pajak Bagi Kesejahteraan Masyarakat Umum?

Pimpinan instansi pengelola PNBP menyampaikan rencana PNBP kepada Menteri Keuangan Keuangan paling lambat bulan Januari. Menteri Keuangan Keuangan menetapkan rencana PNBP tersebut pada bulan Februari berdasarkan hasil penelaahan yang dilakukan. Rencana PNBP digunakan sebagai bahan pembicaraan pendahuluan rancangan APBN antara pemerintah dan DPR, dan apabila ada perubahan kebijakan pemerintah yang berakibat harus dilakukannya penyesuaian atas rencana PNBP, maka pimpinan instansi pengelola PNBP atau pejabat kuasa pengelola PNBP wajib menyampaikan penyesuaian rencana PNBP tersebut kepada Menteri Keuangan Keuangan paling lambat bulan Juni agar dapat ditetapkan oleh Menteri Keuangan Keuangan untuk menyusun RUU APBN pada bulan Juli.

Rencana PNBP yang telah ditetapkan dalam APBN dilakukan pemutakhiran oleh pimpinan instansi PNBP atau pejabat kuasa pengelola PNBP, yang disampaikan pada Menteri Keuangan Keuangan paling lambat 1 minggu setelah APBN ditetapkan. Hasil pemutakhiran digunakan sebagai bahan penyusunan rincian pendapatan dalam peraturan presiden mengenai rincian APBN.

Setelah dilakukan perencanaan, tahap selanjutnya adalah pelaksanaan. Pada tahap ini, hal pertama yang dilakukan adalah penentuan PNBP terutang. PNBP terutang adalah kewajiban PNBP dari wajib bayar kepada pemerintah yang wajib dibayar pada waktu tertentu.

  • PNBP terutang dihitung oleh instansi pengelola PNBP, mitra instansi pengelola PNBP, atau oleh wajib bayar sendiri.
  • Instansi pengelola PNBP wajib melakukan pemungutan PNBP berdasarkan jenis dan tarif PNBP.
  • Wajib bayar harus membayar PNBP terutang paling lambat pada saat jatuh tempo dan apabila tidak dilakukan, maka wajib bayar akan dikenai sanksi administratif berupa denda 2% per bulan dari jumlah PNBP terutang dan bagian dari bulan dihitung satu bulan penuh.

Sanksi tersebut dikenakan untuk waktu paling lama 24 bulan. Adapun PNBP yang telah dibayarkan oleh wajib bayar tersebut harus disetor ke kas negara. Instansi pengelola PNBP dan mitra instansi pengelola PNBP wajib melakukan monitoring dan verifikasi terhadap pembayaran dan penyetoran PNBP tersebut.

You might be interested:  Yang Termasuk Laporan Keuangan Dengan Urutannya Sebagai Berikut?

Apabila wajib bayar belum melakukan pembayaran PNBP terutang, instansi pengelola PNBP dapat mencatat PNBP terutang sebagai piutang PNBP. Instansi pengelola PNBP membuat laporan pencatatan piutang PNBP dan menyampaikan kepada Menteri Keuangan Keuangan secara berkala. Penyampaian tersebut dapat dilaksanakan bersamaan dengan penyampaian laporan realisasi penerimaan dan penggunaan dana PNBP.

Sementara jika terjadi kurang bayar terhadap PNBP terutang, instansi pengelola PNBP atau mitra instansi pengelola PNBP juga wajib menetapkan PNBP terutang. Penetapan PNBP terutang dilakukan berdasarkan hasil verifikasi dan monitoring, laporan hasil pemeriksaan terhadap wajib bayar, putusan pengadilan, atau sumber lainnya.

  • Penetapan PNBP terutang dilakukan dengan menerbitkan dan menyampaikan surat tagihan dan surat ketetapan PNBP kepada wajib bayar.
  • Surat tagihan PNBP terdiri atas surat tagihan PNBP pertama, surat tagihan PNBP kedua, dan surat tagihan PNBP ketiga.
  • Surat tagihan PNBP pertama diterbitkan paling lama 10 hari kerja sejak laporan diterima, kecuali yang berasal dari putusan pengadilan.

Apabila dalam jangka waktu satu bulan sejak tanggal surat tagihan PNBP pertama wajib bayar tidak melunasi seluruh PNBP terutang, maka perlu diterbitkan surat tagihan kedua kepada wajib bayar. Apabila dalam jangka waktu 2 bulan sejak tanggal surat tagihan PNBP kedua wajib bayar tidak melunasi seluruh PNBP terutang, diterbitkan surat tagihan PNBP ketiga kepada wajib bayar.

Apabila dalam jangka waktu 3 bulan sejak tanggal surat tagihan PNBP ketiga wajib bayar tidak melunasi seluruh PNBP terutang, maka pimpinan instansi pengelola PNBP menerbitkan surat penyerahan tagihan PNBP kepada instansi yang berwenang mengurus piutang negara untuk diproses sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang piutang negara, atau pimpinan mitra instansi pengelola PNBP menerbitkan surat penerusan tagihan PNBP kepada instansi pengelola PNBP.

Berdasarkan laporan hasil pemeriksaan PNBP instansi pemeriksa terhadap wajib bayar, instansi pengelola PNBP menerbitkan dan menyampaikan surat ketetapan PNBP berupa surat ketetapan PNBP kurang bayar, surat ketetapan PNBP nihil, atau surat ketetapan PNBP lebih bayar.

  1. Jika wajib bayar tidak setuju dengan surat ketetapan PNBP tersebut, maka wajib bayar dapat mengajukan keberatan, keringanan, dam permohonan pengembalian PNBP jika terjadi kesalahan pembayaran atau pemungutan.
  2. Eberatan dapat diajukan jika terdapat perbedaan antara jumlah PNBP yang dihitung oleh wajib bayar dengan jumlah PNBP yang ditetapkan oleh instansi pengelola PNBP.

Pengajuan keberatan disampaikan secara tertulis dan disertai dokumen pendukung yang lengkap dalam waktu paling lama 3 bulan terhitung sejak tanggal surat ketetapan PNBP diterbitkan. Dokumen pendukung yang diperlukan meliputi kopi surat ketetapan PNBP, kopi bukti penerimaan negara, bukti setor, atau sarana administrasi lain yang dipersamakan dengan bukti pembayaran, dan rincian perhitungan jumlah PNBP terutang yang dibuat oleh wajib bayar dan penjelasan atas perbedaan perhitungan wajib bayar.

  1. Permohonan keringanan PNBP terutang yang diajukan dalam bentuk penundaan, pengangsuran, pengurangan, dan pembebasan.
  2. Wajib bayar dapat mengajukan permohonan keringanan PNBP terutang kepada instansi pengelola PNBP apabila terjadi keadaan di luar kemampuan wajib bayar atau kondisi kahar, kesulitan likuiditas, atau kebijakan pemerintah.

Permohonan keringanan dapat diajukan secara tertulis dengan dilengkapi dokumen pendukung dan dapat dilakukan secara daring. Untuk kondisi kahar, permohonan harus dilengkapi dengan dokumen pendukung paling sedikit surat keterangan dari instansi yang berwenang dan surat pernyataan kerugian dari wajib bayar.

Adapun untuk kondisi kesulitan likuiditas harus dilengkapi dengan dokumen pendukung paling sedikit laporan keuangan, laporan pembukuan, atau dokumen lain yang dipersamakan dengan laporan keuangan paling sedikit untuk tahun berjalan dan satu tahun sebelumnya, dan surat pernyataan kesulitan likuiditas atau keuangan dari wajib bayar.

Sementara sebagai akibat kondisi kebijakan pemerintah, permohonan harus dilengkapi dengan dokumen pendukung paling sedikit kopi dokumen tertulis kebijakan pemerintah, dan laporan keuangan, laporan pembukuan, atau dokumen lain yang dipersamakan dengan laporan keuangan paling sedikit untuk tahun berjalan.

Permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran PNBP dapat diajukan oleh wajib bayar dalam hal terdapat kesalahan pembayaran PNBP, kesalahan pemungutan PNBP, penetapan pimpinan instansi pengelola PNBP atau pejabat kuasa pengelola PNBP atas pengajuan keberatan PNBP, putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, hasil pemeriksaan PNBP instansi pemeriksa, pelayanan yang tidak dapat dipenuhi oleh instansi pengelola PNBP atau mitra instansi pengelola PNBP secara sepihak, dan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pengembalian atas kelebihan pembayaran PNBP diperhitungkan sebagai pembayaran dari muka atas jumlah PNBP terutang berikutnya. Dalam kondisi tertentu, pengembalian atas kelebihan pembayaran PNBP dapat diberikan secara langsung melalui pemindahbukuan. Permohonan karena kesalahan pembayaran dan kesalahan pemungutan PNBP harus dilengkapi dengan dokumen pendukung paling sedikit bukti penerimaan negara, bukti setor, atau sarana administrasi lain yang dipersamakan dengan bukti bayar, dan perhitungan kelebihan pembayaran PNBP dan dokumen pendukungnya.

Sementara permohonan diajukan karena pelayanan yang tidak dapat dipenuhi oleh Instansi Pengelola PNBP dan/atau Mitra Instansi Pengelola PNBP secara sepihak harus dilengkapi dengan dokumen pendukung paling sedikit bukti setor atau sarana administrasi lain yang dipersamakan dengan bukti setor, dan pernyataan bahwa wajib bayar tidak terlayani.

Untuk kondisi tertentu berupa pengakhiran kegiatan usaha berupa surat keterangan pencabutan izin usaha dari instansi yang berwenang, surat keterangan tidak melakukan transaksi pembayaran PNBP selama 6 bulan berturut-turut dari instansi yang berwenang, atau surat putusan pailit dari pengadilan.

Dan untuk kondisi tertentu berupa di luar kemampuan Wajib Bayar atau kondisi kahar paling sedikit surat pernyataan Wajib Bayar, untuk kondisi di luar kemampuan Wajib Bayar, atau surat pernyataan instansi berwenang untuk kondisi kahar. Instansi pengelola PNBP melakukan uji kelengkapan dokumen pendukung yang disampaikan oleh wajib bayar.

Jika dokumen pendukung lengkap, instansi pengelola dapat melanjutkan proses penelitian, sedangkan jika dokumen pendukung tidak lengkap, instansi pengelola PNBP harus menyampaikan surat permintaan kelengkapan dokumen pendukung kepada wajib bayar. Untuk melaksanakan penelitian, instansi pengelola PNBP berwenang untuk meminta dan meminjam buku, catatan, data, dan informasi dalam bentuk salinan cetak dan digital kepada wajib bayar; mengonfirmasi wajib bayar dan pihak yang terkait; dan meninjau tempat wajib bayar, termasuk tempat lain terkait yang diperlukan.

Wajib bayar harus memenuhi permintaan dan peminjaman paling lambat 7 hari kerja terhitung sejak surat permintaan dan peminjaman diterima. Berdasarkan hasil penelitian, pimpinan instansi pengelola PNBP atau pejabat kuasa pengelola PNBP menerbitkan surat penetapan atas keberatan atau keringanan yang diajukan oleh wajib bayar.

Penetapan diterbitkan paling lambat 6 bulan terhitung sejak dokumen pendukung diterima secara lengkap. Jika wajib bayar tidak setuju terhadap penetapan tersebut, wajib bayar dapat mengajukan gugatan melalui Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara. Penggunaan dana PNBP harus dilakukan dengan efektif dan efisien.

Maka dari itu, Menteri Keuangan Keuangan dalam memberikan persetujuan atau penolakan terhadap usulan penggunaan dana PNBP dari instansi pengelola PNBP dilakukan dengan mempertimbangkan kondisi keuangan negara, kebijakan fiskal, dan kebutuhan pendanaan instansi pengelola PNBP. Persetujuan penggunaan dana PNBP menjadi dasar instansi pengelola PNBP untuk mengusulkan pagu penggunaan PNBP dalam rangka penyusunan rencana PNBP.

Instansi pengelola PNBP dan wajib bayar yang menghitung sendiri PNBP terutang wajib menatausahakan PNBP. Penatausahaan PNBP yang dilakukan oleh wajib bayar meliputi pencatatan transaksi keuangan yang berkaitan dengan pembayaran PNBP dan penyimpanan bukti setor dan dokumen pendukung terkait PNBP.

Apabila wajib bayar tidak memenuhi kewajiban tersebut dapat dikenai sanksi administratif berupa denda sebesar Rp10.000.000. Untuk menjamin bahwa pelaksanaan PNBP telah dilaksanakan dengan baik, maka perlu adanya pertanggungjawaban PNBP. Pertanggungjawaban dilakukan oleh instansi pengelola PNBP, mitra instansi pengelola PNBP, dan wajib bayar yang menghitung sendiri PNBP terutang.

Wajib Bayar yang menghitung sendiri PNBP terutang wajib menyampaikan laporan realisasi PNBP dan laporan PNBP terutang kepada pimpinan instansi pengelola PNBP yang disusun secara periodik setiap semester. Laporan realisasi PNBP dan laporan PNBP terutang disampaikan paling lama 20 hari setelah periode laporan berakhir.

Jika wajib bayar tidak menyampaikan laporan realisasi PNBP dan laporan PNBP terutang sampai dengan batas waktu tersebut, akan dikenai sanksi administratif berupa denda sebesar Rp1.000.000. Sementara untuk pertanggungjawaban pelaksanaan APBN, pimpinan instansi pengelola PNBP wajib menyampaikan laporan realisasi penerimaan dan penggunaan dana PNBP dalam lingkungan instansi pengelola PNBP kepada Menteri Keuangan Keuangan, yang disusun secara periodik setiap semester.

Laporan tersebut wajib disampaikan paling lama satu bulan setelah periode laporan berakhir. Dalam rangka memantau pelaksanaan PNBP, dilakukan pengawasan oleh instansi pengelola PNBP dan Menteri Keuangan. Pengawasan intern dilakukan oleh APIP dan bertanggung jawab langsung kepada Menteri/Pimpinan Lembaga.

  • Pengawasan dilakukan dengan meminta dokumen, keterangan, dan bukti lain kepada wajib bayar yang menghitung sendiri kewajiban PNBP terutang, mitra instansi pengelola PNBP, atau pihak lain.
  • Pengawasan dapat dibuktikan membuat laporan hasil pengawasan dan menyampaikannya kepada pimpinan instansi pengelola PNBP dan Menteri Keuangan.

Menteri Keuangan dan Pimpinan Instansi Pengelola PNBP dapat menindaklanjuti laporan hasil pengawasan untuk dimintakan pemeriksaan kepada instansi pemeriksa. Penulis : Novenia Puspita Anggraini (Pegawai KPPN Lahat)

Pendapatan yang tak terduga dimana pendapatan ini tidak sering terjadi dan biasanya tidak diharapkan terulang lagi dimasa yang akan datang disebut?

3. Pendapatan luar biasa (extra ordinary), yaitu pendapatan yang tak terduga dimana pendapatan ini tidak sering terjadi dan biasanya diharapkan tidak terulang lagi dimasa yang akan datang.

Jelaskan apa yang dimaksud dengan penerimaan negara?

PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 99/PMK.06/2006 TENTANG MODUL PENERIMAAN NEGARA

Menimbang : a. bahwa dalam rangka menyempurnakan beberapa substansi dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 99/PMK.06/2006 tentang Modul Penerimaan Negara dipandang perlu mengubah Peraturan Menteri Keuangan Nomor 99/PMK.06/2006 tentang Modul Penerimaan Negara; b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 99/PMK.06/2006 tentang Modul Penerimaan Negara; Mengingat : 1. Keputusan Presiden Nomor 20/P Tahun 2005; 2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 99/PMK.06/2006 tentang Modul Penerimaan Negara; 3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 102/PMK.06/2006 tentang Petunjuk Penyusunan, Penelaahan, Pengesahan, dan Revisi Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Tahun Anggaran 2007; 4. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 131/PMK.01/2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Keuangan; MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 99/PMK.06/2006 TENTANG MODUL PENERIMAAN NEGARA. Pasal I Beberapa ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 99/PMK.06/2006 tentang Modul Penerimaan Negara diubah sebagai berikut : 1. Ketentuan Pasal 1angka 1 diubah, sehingga keseluruhan Pasal 1 berbunyi sebagai berikut : “Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini, yang dimaksud dengan : 1. Modul Penerimaan Negara adalah modul penerimaan yang memuat serangkaian prosedur mulai dari penerimaan, penyetoran, pengumpulan data, pencatatan, pengikhtisaran sampai dengan pelaporan yang berhubungan dengan penerimaan negara dan merupakan bagian dari Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara. 2. Kas Negara adalah tempat penyimpanan uang negara yang ditentukan oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara untuk menampung seluruh penerimaan negara dan untuk membayar pengeluaran negara. 3. Rekening Kas Umum Negara yang selanjutnya disebut Rekening KUN adalah rekening tempat penyimpana uang negara yang ditentukan oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara untuk menampung seluruh penerimaan negara dan membayar seluruh pengeluaran negara pada bank sentral. 4. Rekening Penerimaan adalah tempat untuk menampung penerimaan negara pada bank umum/badan lainnya. 5. Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) adalah dokumen pelaksanaan anggaran yang dibuat oleh Menteri/Pimpinan Lembaga serta disahkan oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan atas nama Menteri Keuangan dan berfungsi sebagai dokumen pelaksanaan pembiayaan kegiatan serta dokumen pendukung kegiatan akuntansi pemerintah. 6. Penerimaan Negara adalah uang yang masuk ke kas negara. 7. Pendapatan Negara adalah hak pemerintah pusat yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan negara. 8. Penerimaan Perpajakan adalah semua penerimaan yang terdiri dari pajak dalam negeri dan pajak perdagangan internasional. 9. Pajak Dalam Negeri adalah semua penerimaan negara yang berasal dari pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai barang dan jasa, dan pajak penjualan atas barang mewah, pajak bumi dan bangunan, bea perolehan hak atas tanah dan bangunan, cukai, dan pajak lainnya. 10. Pajak Perdagangan Internasional adalah semua penerimaan negara yang berasal dari bea masuk dan pajak/pungutan ekspor. 11. Penerimaan Negara Bukan Pajak adalah seluruh penerimaan pemerintah pusat yang tidak berasal dari penerimaan perpajakan antara lain sumber daya alam, bagian pemerintah atas laba Badan Usaha Milik Negara, serta penerimaan negara bukan pajak lainnya. 12. Penerimaan Hibah adalah semua penerimaan negara yang berasal dari sumbangan swasta dalam negeri serta sumbangan lembaga swasta dan pemerintah luar negeri yang menjadi hak pemerintah. 13. Penerimaan Pengembalian Belanja adalah semua penerimaan negara yang berasal dari pengembalian belanja tahun anggaran berjalan. 14. Penerimaan Pembiayaan adalah semua penerimaan negara yang digunakan untuk menutup defisit anggaran negara dalam APBN, antara lain berasal dari penerimaan pinjaman dan hasil divestasi. 15. Penerimaan Penghitunagn Fihak Ketiga adalah semua penerimaan negara yang berasal dari potongan penghasilan pegawai negeri serta setoran subsidi dan iuran Pemerintah Daerah dalam rangka penyelenggaraan asuransi kesehatan. 16. Bank Indonesia sebagai Bank Sentral Republik Indonesia adalah lembaga negara yang independen, bebas dari campur tangan Pemerintah dan atau pihak-pihak lainnya, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia. 17. Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan/atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. 18. PT Pos Indonesia (Persero) selanjutnya disebut Kantor Pos adalah Badan Usaha Milik Negara yang mempunyai Unit Pelaksana Taknis di daerah yaitu Sentral Giro/Sentral Giro Gabungan /Sentral Giro Gabungan Khusus serta Kantor Pos dan Giro. 19. Pos Persepsi adalah kantor pos yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan untuk menerima setoran penerimaan negara. 20. Bank Devisa Persepsi adalah bank umum yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan untuk menerima setoran penerimaan negara dalam rangka ekspor dan impor. 21. Bank Persepsi adalah bank umum yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan untuk menerima setoran penerimaan negara bukan dalam rangka impor, yang meliputi penerimaan pajak, cukai dalam negeri, dan penerimaan bukan pajak.” 2. Ketentuan Pasal 3 ayat (3) diubah, sehingga keseluruah Pasal 3 berbunyi sebagai berikut : “Pasal 3 (1) Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara, dalam pelaksanaan operasional penerimaan, membuka Rekening Penerimaan pada bank umum/kantor pos. (2) Rekening penerimaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan untuk menampung penerimaan negara setiap hari pada Bank Persepsi/Devisa Persepsi/Pos Persepsi. (3) Saldo Rekening penerimaan pada Bank Persepsi/Devisa Persepsi/ Pos Persepsi setiap akhir hari kerja wajib disetorkan seluruhnya ke Rekening KUN. (4) Dalam hal secara teknis kewajiban penyetoran sebagaimana dimaksud pada ayat (3) belum dapat dilakukan setiap hari, maka penyetoran dapat dilakukan pada hari Selasa dan Jumat atau hari kerja berikutnya jika Selasa dan Jumat adalah hari libur, dan tanggal 1 atau hari kerja pertama setiap bulan. (5) Ketentuan mengenai pelimpahan penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), dan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dari Bank/Pos Persepsi PBB/BPHTB kepada Bank Operasional III dan Bagi Hasil PBB/BPHTB diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan tersendiri.” 3. Ketentuan Pasal 6 ayat (2) diubah, sehingga keseluruhan Pasal 6 berbunyi sebagai berikut : “Pasal 6 (1) Dokumen sumber sebagai dasar pencatatan estimasi pendapatan adalah DIPA Kementerian Negara/Lembaga atau dokumen pelaksanaan anggaran lainnya yang dipersamakan dengan DIPA. (2) Dokumen sumber sebagai dasar pencatatan penerimaan negara antara lain meliputi Surat Setoran Pajak (SSP), Surat Setoran Bukan Pajak (SSBP), Surat Setoran Pabean, Cukai, dan Pajak (SSPCP), Surat Tanda Bukti Setor (STBS), dan Surat Setoran Pengembalian Belanja (SSBP) dan Bukti Penerimaan Negara (BPN) yang diterbitkan oleh Bank Persepsi/Devisa Persepsi/Pos Persepsi dan/atau KPPN. (3) Seluruh dokumen sumber penerimaan negara dinyatakan sah setelah mendapat Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN) dan Nomor Transaksi Bank (NTB)/Nomor Transaksi Pos (NTP)/ Nomor Penerimaan Potongan (NPP).” 4. Ketentuan Pasal 7 ayat (1) diubah, sehingga keseluruhan Pasal 7 berbunyi sebagai berikut : “Pasal 7 (1) Penerimaan negara diakui pada saat diterima pada Rekening Kas Negara. (2) Penetapan penerimaan perpajakan dan bukan pajak yang belum dan/atau sudah jatuh tempo tetapi belum disetor ke Rekening Kas Negara pada saat tanggal Neraca diakui sebagai piutang.” 5. Ketentuan Pasal 11 ayat (1) diubah, sehingga keseluruhan Pasal 11 berbunyi sebagai berikut : “Pasal 11 (1) Ketentuan yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan Peraturan Menteri Keuangan ini diatur lebih lanjut oleh Direktur Jenderal Anggaran, Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan, Direktur Jenderal Bea dan Cukai, Direktur Jenderal Pajak, dan Direktur Jenderal Perbendaharaan baik secara bersama-sama maupun sendiri-sendiri. (2) Semua Peraturan Menteri Keuangan dan peraturan pelaksanaannya yang mengatur mengenai penerimaan negara, sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Menteri Keuangan ini dinyatakan tetap berlaku.” Pasal II Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan dan mempunyai daya laku surut terhitung sejak tanggal 1 Januari 2007. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 19 Januari 2007 MENTERI KEUANGAN, SRI MULYANI INDRAWATI

Jelaskan apa yang dimaksud dengan pendapatan operasional?

Pendapatan Operasional ( Operating Income ) – Pendapatan operasional adalah penghasilan yang didapat langsung dari kegiatan operational perusahaan atau suatu bisnis. Contohnya adalah pendapatan yang didapat dari hasil penjualan barang-barang hasil produksinya.