Pajak Menurut Instansi Yang Memungutnya Yaitu?
Indonesia – Hampir setiap negara di dunia memberlakukan pengenaan pajak bagi para masyarakatnya, tak terkecuali bagi negara maju sekalipun. Pajak merupakan sebuah kontribusi wajib yang dikenakan bagi perorangan maupun badan yang diberikan kepada negara dan dipergunakan oleh negara untuk seluas-luasnya bagi kemakmuran rakyatnya.
Pajak bagi negara bermanfaat untuk mendukung dan menopang kemajuan perekonomian negara itu sendiri. Maka dari itu, pajak sangat penting bagi pembangunan sebuah negara yang lebih baik. Dalam perjalanannya, pajak terdapat beberapa jenis. Salah satunya adalah jenis pengelompokkan pajak berdasarkan dengan instansi pemungutnya.
Berdasarkan dengan jenis ini, pajak dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu Pajak Pusat dan Pajak Daerah. Pajak Pusat juga dapat disebut dengan Pajak Negara, yaitu merupakan pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara.
Pajak Pusat merupakan pajak yang utama bagi sebuah negara karena dari hasil pungutan pajak yang diperoleh oleh pemerintah pusat, dapat digunakan untuk keperluan belanja negara, seperti pembangunan jalan, sekolah, hingga kebutuhan layanan kesehatan, dan lain sebagainya yang berkaitan dengan kemakmuran rakyatnya.
Pengelola dari Pajak Pusat ini sebagian besar dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan Kementerian Keuangan Republik Indonesia (Kemenkeu).
Contents
Lembaga yang memungut dan siapa yang memungut pajak?
Apa Itu Pajak? – Pajak adalah pungutan yang wajib diberikan pada negara oleh orang pribadi maupun badan/perusahaan berdasarkan undang-undang yang akan digunakan untuk kepentingan negara dan kesejahteraan masyarakat umum. Pemungutan, pelayanan, dan pengawasan pajak dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak,
Siapa yang memungut pajak pusat dan daerah?
PEMERINTAH berencana merasionalisasi pajak daerah melalui omnibus law perpajakan. Rasionalisasi mencakup dua aspek, yaitu penentuan tarif pajak daerah tertentu yang berlaku secara nasional dan evaluasi peraturan daerah yang menghambat kemudahan berusaha.
Sebenarnya, apa yang dimaksud dengan pajak daerah? Lantas, apa bedanya dengan pajak pusat? Definisi Pajak MERUJUK pada Undang-Undang (UU) Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Berdasarkan definisi tersebut dapat ditarik kesimpulan ciri-ciri yang melekat pada pengertian pajak, yaitu:
Pajak dipungut oleh negara, baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Pajak dipungut berdasarkan undang-undang serta aturan pelaksanaanya. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah. Hal ini berarti tidak ada imbalan langsung yang diperoleh pembayar pajak. Dengan kata lain, tidak ada hubungan langsung antara jumlah pajak yang dibayarkan dengan kontraprestasi secara individu. Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran pemerintah yang tujuan utamanya untuk kemakmuran rakyat.
Lebih lanjut, ditinjau dari lembaga pemungutnya, pajak dibedakan menjadi dua, yaitu pajak pusat dan pajak daerah. Pembagian pajak ini berdasarkan pada hierarki pemerintah yang berwenang menjalankan pemerintahan. Pajak Pusat PAJAK pusat adalah pajak yang ditetapkan oleh pemerintah pusat melalui undang-undang, yang wewenang pemungutannya ada pada pemerintah pusat dan hasilnya digunakan untuk membiayai pemerintah pusat dan pembangunan.
- Pajak pusat juga dapat diartikan sebagai pajak yang dikelola oleh pemerintah pusat melalui Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan hasilnya dipergunakan untuk membiayai pengeluaran rutin negara dan pembangunan yang tercakup dalam APBN.
- Pajak pusat yang ada di Indonesia saat ini antara lain, Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Perkebunan, Perhutanan dan Pertambangan (PBB-P3), dan Bea Materai.
Pajak Daerah BERDASARKAN UU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD), pajak daerah adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Hal ini berarti wewenang pemungutan pajak daerah berada pada pemerintah daerah dan hasilnya digunakan untuk membiayai pemerintah daerah yang terakumulasi dalam pendapatan asli daerah (PAD) dalam APBD. Secara lebih terperinci, berdasarkan pada Pasal 2 UU PDRD, pajak daerah diklasifikasikan kembali menjadi pajak provinisi dan pajak kabupaten/kota,
Secara ringkas, perincian dari jenis-jenis pajak daerah dapat disimak pada tabel berikut. Anda juga dapat menyimak jenis pajak daerah pada infografis ini.
Pajak Provinsi | Pajak Kabupaten/Kota |
Pajak Kendaraan Bermotor | Pajak Hotel |
Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor | Pajak Restoran |
Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor | Pajak Hiburan |
Air Permukaan | Pajak Reklame |
Pajak Rokok | Pajak Penerangan Jalan |
Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan | |
Pajak Parkir | |
Pajak Air Tanah | |
Pajak Sarang Burung Walet | |
Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) | |
Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan |
Sumber: UU PDRD. Kendati jenis pajak daerah beragam, UU PDRD mengamanatkan bahwa daerah dapat tidak memungut suatu jenis pajak yang potensinya dianggap kurang memadai. Hal ini berarti jenis pajak yang dipungut disesuaikan dengan kebijakan daerah yang ditetapkan dengan peraturan daerah.
Adapun setiap jenis pajak daerah memiliki, objek, subjek, tarif dan berbagai ketentuan pengenaan tersendiri. Selain itu, adanya otonomi daerah memungkinkan setiap daerah provinsi atau kabupaten/kota mengatur daerahnya sendiri termasuk dalam bidang pajak. Konsekuensinya adalah jenis atau tarif pajak yang dipungut bisa berbeda antara satu daerah dengan daerah lainnya.
Adanya pembagian pajak ini membuat setiap tingkatan pemerintah hanya dapat memungut pajak yang ditetapkan menjadi kewenangannya. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari adanya tumpang tindih dalam pemungutan pajak. Adapun rasionalisasi pajak daerah tidak mengalihkan kewenangan pemungutan pajak daerah melainkan hanya wewenang penetapan tarif atas beberapa jenis pajak.
Jenis pajak ada berapa?
KOMPAS.com – Pajak sangat berperan penting sebagai sumber penerimaan negara. Pajak juga memiliki peranan penting dalam pelaksanaan berbagai kebijakan negara di bidang sosial dan ekonomi. Dikutip langsung dari Pasal 1 ayat (1) UU Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, berikut definisi pajak: “Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.” Menurut Supraomono dan Theresia Woro Damayanti dalam buku Perpajakan Indonesia – Mekanisme dan Perhitungan (2010), pajak merupakan iuran dari rakyat kepada negara, yang dibayarkan menggunakan uang dan bukan barang.
Apakah semua negara memungut pajak?
Ini Dia, 4 Negara Bebas PPh! Jakarta – Pajak merupakan aspek vital dalam setiap negara karena besarnya kontribusi pajak bagi penerimaan negara-negara. Di beberapa negara, pajak bahkan menjadi sumber penerimaan negara paling besar yang akan didistribusikan untuk pembangunan infrastruktur negara serta pertumbuhan masyarakat.
Apakah negara berhak memungut pajak?
Konsultan Pajak Batam-Sangat banyak sekali masyarakat yang mau menggunakan jasa layanan ini untuk menyelesaikan pengajuan PPN mereka, pelaporan pajak online dan juga untuk layanan pelaporan pajak tahunan di Jakarta, Bali dan Surabaya, maupun untuk di daerah lainnya yang terkait pajak.
Nah, pada artikel berikut ini akan dibahas tentang “Mengapa Negara Memungut Pajak dari Warga Negaranya?” Berdasarkan atas Undang-Undang Ketentuan Umum dan juga Tata Cara Perpajakan, pajak itu merupakan kontribusi yang bersifat wajib dan juga tidak mendapat imbalan langsung. Kenapa bersifat wajib? karena pemungutan pajak itu dipaksakan oleh negara kepada warga negaranya.
Tidak mendapatkan imbalan langsung itu berarti manfaat pajak tidak dapat dirasakan langsung oleh warga negara yang membayar pajak. karena, penerimaan dari pemungutan pajak tersebut nantinya akan digunakan untuk pembangunan negara di bidang pendidikan, infrastruktur, hingga di bidang kesehatan.
- Lalu, mengapa negara diperbolehkan untuk memungut pajak dari warga negaranya? Teori pembenaran atas pemungutan pajak Pajak itu wajib dipungut untuk mendorong pertumbuuhan dan juga pembangunan ekonomi untuk sebuah negara.
- Dengan pemungutan pajak tersebut, jadi pemerintah bisa mendapatkan sumber pendanaan yang berkelanjutan untuk program sosial dan juga investasi publik.
Contohnya, menyediakan fasilitas kesehatan, pendidikan, infrastruktur, dan juga layanan penting yang lainnya agar bisa mencapai tujuan bersama yaitu kesejahteraan masyarakat. Mengutip dari buku Hukum Pajak (2021) oleh Alexander Thian, ada beberapa teori yang mendasari negara memungut pajak sekaligus bisa menjawab pertanyaan mengapa negara diperbolehkan untuk memungut pajak dari warga negaranya, yakni sebagai berikut: 1.
Teori Asuransi, Negara berhak-berhak saja memungut pajak dari warga negaranya karena negara itu dianggap identik dengan perusahaan asuransi dan juga warga negara bertanggung jawab untuk membayar premi yakni berupa pajak. Negara bertugas untuk melindungi semua warga negaranya dan juga warga wajib membayar premi pada negara.
Tetapi, teori ini mempunyai kelemahan karena negara tidak memberikan uang santunan selayaknya perusahaan asuransi jika warganya tertimpa musibah.2. Teori Kepentingan, Menurut teori ini, negara berhak untuk memungut pajak dari warga negaranya karena warga mempunyai kepentingan kepada negara.
Termasuk dalam hal perlindungan jiwa dan juga harta. Oleh karena itu,Semakin besar tingkat kepentingan perlindungan yang dibutuhkan seseorang terhadap Negara maka semakin besar pula pemungutan pajak yang harus dibayarkan.3. Teori Daya Pikul, Untuk teori ini sebenarnya tidak memberikan jawaban atas alasan mengapa negara melakukan pemungutan pajak.
Namun, teori ini hanya untuk mengusulkan agar negara harus memerhatikan daya pikul dari wajib pajak (WP). Jadi artinya, beban pajak yang dikenakan kepada warga negara itu harus sama besarnya dan juga harus sesuai dengan daya pikul dari masing-masing orang.4.
Teori Bakti, teori ini secara sederhananya menyatakan bahwa warga negara harus tunduk dan juga patuh kepada negara karena warga negara itu merupakan satu kesatuan dari suatu negara. Oleh karenanya itu, warga negara terikat pada keberadaan Negara jadi wajib untuk membayar pemungutan pajak sebagai wujud baktinya kepada negara, tanpa ada mempertanyakan kenapa negara memungut pajak.5.
Teori Asas Daya Beli, teori ini berpendapat, alasan mengapa negara memungut pajak dari warga negaranya itu terletak pada akibat pemungutan pajak. Jadi artinya, memungut pajak itu berarti menarik daya beli dari rumah tangga penduduk ke rumah tangga negara.
Siapa pihak yang memungut PPnBM?
Seri PPN dan PPnBM – Tata Cara Pembayaran dan Penyetoran PPN dan PPnBM / / Seri PPN dan PPnBM – Tata Cara Pembayaran dan Penyetoran PPN dan PPnBM Yang Wajib Membayar/Menyetor Dan Melapor PPN/PPnBM
Pengusaha Kena Pajak (PKP) Pemungut PPN/PPnBM, adalah :
Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Bendahara Pemerintah Pusat dan Daerah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
Yang Wajib Disetor
Oleh PKP adalah :
PPN yang dihitung sendiri melalui pengkreditan Pajak Masukan dan Pajak Keluaran. Yang disetor adalah selisih Pajak Masukan dan Pajak Keluaran, bila Pajak Masukan lebih kecil dari Pajak Keluaran. PPnBM yang dipungut oleh PKP Pabrikan Barang Kena Pajak (BKP) yang tergolong mewah. PPN/ PPnBM yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Pajak dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), dan Surat Tagihan Pajak (STP).
Oleh Pemungut PPN/PPnBM adalah PPN/PPnBM yang dipungut oleh Pemungut PPN/ PPnBM.
Tempat Pembayaran/Penyetoran Pajak
Kantor Pos dan Giro Bank Persepsi
Saat Pembayaran/Penyetoran PPN/PPnBM
PPN dan PPnBM yang dihitung sendiri oleh PKP harus disetor paling lama akhir bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir dan sebelum Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai disampaikan. PPN dan PPnBM yang tercantum dalam SKPKB, SKPKBT, dan STP harus dibayar/disetor sesuai batas waktu yang tercantum dalam SKPKB, SKPKBT, dan STP tersebut. PPN/PPnBM atas Impor, harus dilunasi bersamaan dengan saat pembayaran Bea Masuk, dan apabila pembayaran Bea Masuk ditunda/ dibebaskan, harus dilunasi pada saat penyelesaian dokumen Impor. PPN/PPnBM yang pemungutannya dilakukan oleh:
Bendahara Pemerintah, harus disetor paling lama tanggal 7 (tujuh) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang memungut PPN / PPnBM atas Impor, harus disetor dalam jangka waktu 1 (satu) hari kerja setelah dilakukan pemungutan PPN pajak.
PPN dari penyerahan tepung terigu oleh Badan Urusan Logistik (BULOG), harus dilunasi sendiri oleh PKP sebelum Surat Perintah Pengeluaran Barang (D.O) ditebus.
Saat Pelaporan PPN/PPnBM
PPN dan PPnBM yang dihitung sendiri oleh PKP, harus dilaporkan dalam SPT Masa dan disampaikan kepada Kantor Pelayanan Pajak setempat paling lama akhir bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir. PPN dan PPnBM yang tercantum dalam SKPKB, SKPKBT, dan STP yang telah dilunasi segera dilaporkan ke KPP yang menerbitkan. PPN dan PPnBM yang pemungutannya dilakukan:
Bendahara Pemerintah harus dilaporkan paling lama akhir bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atas Impor, harus dilaporkan paling lama akhir bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
Untuk penyerahan tepung terigu oleh BULOG, maka PPN dan PPnBM dihitung sendiri oleh PKP, harus dilaporkan dalam SPT Masa dan disampaikan kepada KPP setempat paling lama akhir bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
Sarana Pembayaran/Penyetoran Pajak
Untuk membayar/menyetor PPN dan PPnBM digunakan formulir Surat Setoran Pajak (SSP) yang tersedia di Kantor-kantor Pelayanan Pajak dan Kantor-kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) di seluruh Indonesia. Surat Setoran Pajak (SSP) menjadi lengkap dan sah bila jumlah PPN/ PPn BM yang disetorkan telah sesuai dengan yang tercantum di dalam Daftar Nominatif Wajib Pajak (DNWP) yang dibuat oleh: Bank penerima pembayaran, Kantor Pos dan Giro, atau Kantor Direktorat Jenderal Bea dan Cukai penerima setoran.
: Seri PPN dan PPnBM – Tata Cara Pembayaran dan Penyetoran PPN dan PPnBM
PPN termasuk jenis pajak apa?
5. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) – Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) merupakan pajak yang dikenakan atas pemanfaatan atau kepemilikan tanah atau bangunan. PBB pada dasarnya merupakan Pajak Pusat, namun dalam realisasi penerimaannya, hampir seluruhnya diserahkan kepada Pemerintah Daerah, baik provinsi maupun Kabupaten/Kota.
Pajak Kendaraan Bermotor Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor Pajak Air Permukaan Pajak Rokok
Pajak Kabupaten/Kota:
Pajak Hotel Pajak Restoran Pajak Hiburan Pajak Reklame Pajak Penerangan Jalan Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan Pajak Parkir Pajak Air Tanah Pajak Sarang Burung Walet Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan
Untuk Pajak Daerah sendiri dapat dibayarkan di kantor samsat terdekat (untuk pajak kendaraan bermotor) dan Unit Pelayanan Pajak Daerah untuk jenis pajak daerah lainnya. Baru-baru ini Pemerintah Republik Indonesia telah menetapkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 10 Tahun 2021 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Rangka Mendukung Kemudahan Berusaha dan Layanan Daerah.
- Dalam Peraturan Pemerintah ini setidaknya mendukung penyederhanaan perizinan, kemudahan dalam hal berusaha dan layanan daerah.
- Hal ini bertujuan untuk memperkuat peran daerah dalam menyelaraskan kebijakan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dan saling bahu membahu dalam bekerjasama untuk menciptakan suasana yang kondusif bagi investasi di Indonesia.
Dengan adanya investasi yang dilakukan di daerah juga diharapkan dapat membantu meningkatkan pendapatan asli daerah.
Sebutkan Pajak Negara dan apa saja yang dipungut negara?
2. Jenis Pajak Berdasarkan Instansi Pemungut – Berdasarkan instansi pemungutnya, pajak digolongkan menjadi 2 jenis, yaitu: pajak daerah dan pajak negara.
Pajak Daerah (Lokal)
Pajak daerah merupakan pajak yang dipungut pemerintah daerah dan terbatas hanya pada rakyat daerah itu sendiri, baik yang dipungut Pemda Tingkat II maupun Pemda Tingkat I. Contohnya pajak hotel, pajak hiburan, pajak restoran, pajak kendaraan bermotor, BPHTB, PBB (perdesaan dan perkotaan), dan pajak daerah lainnya.
Pajak Negara (Pusat)
Pajak negara merupakan pajak yang dipungut pemerintah pusat melalui instansi terkait, yakni DJP. Contohnya: PPN, Pajak Penghasilan (PPh), PPnBM, bea meterai, PBB (perkebunan, perhutanan, dan pertambangan).
Siapa yang menentukan pajak?
Kamis, 23 Oktober 2014 | 17:37 WIB Ahli yang dihadirkan pemohon Pakar Hukum Tata Negara Yusril Izha Mahendra saat menyampaikan keahliannya dalam sidang Pengujian UU Pajak Penghasilan, Kamis (23/10) di Ruang Sidang Pleno Gedung MK. Foto Humas/Ganie. Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra mengatakan pada sistem pemerintahan presidensial, presiden yang dipilih langsung oleh rakyat bertanggung jawab pada rakyat dalam hal menetapkan pajak dan pungutan penerimaan negara bukan pajak (PNBP).
- Ewenangan menetapkan pajak dan pungutan PNBP, sepantasnya hanya ada presiden dan DPR melalui undang-undang atau melalui peraturan pemerintah.
- Penyerahan kewenangan menetapkan jenis kegiatan hanya dengan peraturan menteri berdasarkan delegasi yang diberikan oleh undang-undang adalah menyalahkani sistem bernegara menurut Undang-Undang Dasar 1945,” ujarnya dalam sidang lanjutan uji materi Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh) di ruang sidang Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (23/10).
Dia melanjutkan, tugas menteri adalah membantu presiden. Menteri diangkat dan diberhentikan oleh presiden sehingga hanya bertanggung jawab kepada presiden, bukan kepada DPR apalagi bertanggung jawab langsung kepada rakyat. Oleh karena itu, dalam hal menetapkan pajak dan PNBP seharusnya ada di tingkat undang-undang atau paling rendah di tingkat peraturan pemerintah.
- Peraturan Menteri Keuangan memberikan pendelegasian kepada Dirjen Pajak untuk membuat peraturan menetapkan pengenaan pajak dan besarannya kepada jenis-jenis kegiatan tertentu dalam masyarakat.
- Padahal, Dirjen Pajak itu tidak lebih daripada seorang birokrat yang tidak sepantasnya diberi kewenangan lebih besar dalam membebani rakyat dalam sebuah negara hukum pihak demokratis,” imbuh Yusril yang merupakan ahli Pemohon.
Lebih lanjut, kewenangan Menteri Keuangan untuk menafsirkan frasa “jenis jasa lain” yang dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) undang-undang tersebut yang dituangkan dalam bentuk peraturan menteri, berakibat pada muatan materi pengaturan dalam peraturan menteri adalah sama dengan materi pengaturan yang diatur di dalam undang-undang.
Padahal, ada hierarki peraturan perundang-undangan yang seharusnya menunjukkan materi pengaturan berbeda antara satu dengan yang lainnya. Secara hierarki, menurut norma Pasal 5 ayat (2) UUD 1945, kedudukan peraturan pemerintah lebih rendah dibandingkan dengan undang-undang. Sedangkan peraturan menteri lebih rendah dari peraturan pemerintah.
“Posisi peraturan menteri lebih rendah daripada peraturan pemerintah, maka bagaimanakah sebuah Undang-Undang akan memberikan pendelegasian kepada menteri untuk membuat peraturan yang materi muatannya setara dengan materi muatan yang diatur dalam norma undang-undang?” tandasnya.
- Menjaga Komprehensifitas Sementara Pakar Hukum Pajak Gunadi mengatakan bahwa metode dan teknik berbisnis amat dinamis dan berkembang.
- Tidak mudah menyebut semua jenis jasa satu persatu dan mencantumkannya dalam Pasal 23 UU PPh.
- Dalam rangka menjaga komprehensifitas dengan rumusan sederhana tapi fleksibel, dalam Pasal 23 ayat (2) Undang-Undang Pajak Penghasilan dipakai istilah jasa lain,” ujarnya sebagai ahli Pemerintah.
Untuk menjaga fleksibilitas jumlah jenis jasa yang dapat diubah sewaktu-waktu sesuai perkembangan ekonomi dan bisnis, pengaturannya diserahkan kepada Peraturan Menteri Keuangan. Selain itu, jika frasa jasa lain dihapus, maka akan membatasi objek pemotongan PPh Pasal 23 atas imbalan jasa menjadi terbatas hanya pada empat jenis jasa, yaitu jasa teknik, manajemen, konstitusi, dan jasa konsultan.
Hal tersebut dinilainya justru bertentangan dengan komprehensifitas konsep objek pajak Pasal 41 UU PPh dan mempersempit cakupan objek without tax sebagai sarana pemungutan pajak paling handal dan efektif diterapkan di masyarakat yang umumnya kurang patuh hukum pajak. Lebih lanjut, UU PPh menyatakan bahwa salah satu prinsip UU Perpajakan adalah tidak pekanya perlakuan yang sama terhadap semua hasil pajak atau kasus-kasus perpajakan yang hakikatnya sama.
Berdasarkan prinsip non-diskriminasi tersebut, semua pengusaha sejenis dengan kondisi yang sama dikenakan pajak secara adil dan pasti, meliputi kepastian jumlah hutang pajak dan beban atau pengaruh pajak atas suatu transaksi. “Selama terdapat objeknya, sudah pasti dan jelas besarannya yang akan dipungut dan harus dibayar merata oleh semua perusahaan bidang usaha transshipment dan jelas berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, sehingga dengan demikian tidak bertentangan dengan UUD 1945,” jelasnya.
- Sebelumnya, perusahaan pelayaran PT Cotrans Asia menguji Pasal 23 ayat (2) UU PPh yang dinilai memberikan ketidakpastian hukum.
- Diwakili kuasa hukumnya Denny Kalimalang, Pemohon menilai Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, memakai frasa ‘jenis jasa lain’ dalam pasal tersebut termasuk pemotongan pajak penghasilan.
Hal tersebut, imbuh Pemohon, tidak dapat dilakukan lantaran jenis jasa Pemohon masuk dalam lingkup pelayaran yang memiliki karakteristik berbeda dari jenis usaha lainnya sehingga semestinya tunduk pada UU Pelayaran. Lebih lanjut, Pemohon menilai frasa ‘jenis jasa lain’ dalam Pasal 23 ayat (2) UU PPh telah tumpang tindih dengan UU lain yang mengatur bidang usaha tertentu sehingga telah melanggar asas-asas pembentukan perundang-undangan.
Apalagi, sebelum direvisi, pasal yang sama tidak pernah memberikan kewenangan kepada siapapun untuk menentukan pungutan pajak atas penghasilan ‘jasa lain’, tetapi hanya menentukan siapa pihak pemotong pajak. Adapun Pasal 23 ayat (2)UU PPh berbunyi: “Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis jasa lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c angka 2 diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan” Oleh karena itu, Pemohon meminta MK untuk menyatakan frasa ‘jenis jasa lain’ dalam pasal tersebut inkonstitusional sepajang dimaknai dengan tanpa memperhatikan UU lain yang telah mengatur klasifikasi lapangan/bidang usaha tertentu.
(Lulu Hanifah /mh)
Siapa yang potong pajak?
Pemungutan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 – Pemungutan ini dilakukan oleh pihak tertentu sesuai dengan penunjukkan yang dilakukan oleh Menteri Keuangan (Menkeu). Pemungutan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 ini meliputi:
Pembelian barang yang dilakukan oleh instansi pemerintah Kegiatan impor barang Kegiatan produksi barang tertentu, misalnya baja, kertas, rokok, dan otomotif Pembelian bahan untuk keperluan industri atau ekspor yang dilakukan oleh badan usaha industri atau eksportir di bidang perhutanan, pertanian, perkebunan, serta perikanan yang berasal dari pedagang pengumpul Pemungutan atas penjualan barang yang tergolong sangat mewah
Dalam hal ini, Wajib Pajak dapat ditunjuk sebagai pemungut ataupun sekaligus sebagai pihak yang dipungut atas Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22.
Apakah fungsi pajak yang dipungut oleh pemerintah?
Baca juga Pemberlakuan Pajak Solidaritas Terhadap Pemulihan Ekonomi – 2. Fungsi Mengatur (Regulerend) Melalui kebijaksanaan pajak, dapat membantu pemerintah dalam mengatur pertumbuhan ekonomi. Melalui fungsi mengatur ini, pajak diharapkan dapat digunakan sebagai alat untuk mencapai sebuah tujuan, yaitu kesejahteraan rakyatnya. Fungsi mengatur tersebut antara lain:
Pajak bisa digunakan untuk menghambat laju inflasi Pajak bisa digunakan sebagai alat untuk mendorong dan meningkatkan kegiatan ekspor, seperti pajak ekspor barang Pajak bisa memberikan perlindungan terhadap barang produksi dari dalam negeri, seperti PPN Pajak bisa mengatur dan menarik investasi modal guna membantu perekonomian semakin produktif
3. Fungsi Stabilitas Pajak juga berfungsi dalam membantu pemerintah berkaitan dengan kepemilikan dana yang dapat digunakan untuk menjalankan kebijakan yang berhubungan dengan stabilitas harga sehingga hal-hal yang berkaitan dengan inflasi dapat dikendalikan dengan baik.
Untuk dapat menjaga stabilitas perekonomian negara, dapat dilakukan dengan mengatur peredaran uang yang ada di masyarakat, pemungutan pajak, hingga penggunaan pajak yang efektif dan efisien. Contohnya adalah bila suatu negara mengalami inflasi, maka negara akan menetapkan nominal pungutan wajib yang relatif lebih tinggi.
Sedangkan, apabila negara mengalami deflasi maka negara akan menetapkan nominal pungutan yang relatif rendah.4. Fungsi Redistribusi Pendapatan Pajak yang telah dipungut oleh pemerintah atau negara, nantinya akan digunakan untuk membiayai semua kepentingan umum, termasuk ke dalamnya adalah membiayai pembangunan sehingga dapat membuka kesempatan kerja yang dapat dimanfaatkan oleh warga negaranya yang membutuhkan pekerjaan yang pada akhirnya berujung pada peningkatan pendapatan masyarakat.
Bagaimana sistem pemungutan pajak yang digunakan di Indonesia?
Di Indonesia, berlaku 3 jenis sistem pemungutan pajak, yakni: Self Assessment System. Official Assessment System. Withholding Assessment System.