Pajak Yang Dikenakan Atas Dokumen Disebut?
Bea Meterai adalah pajak atas dokumen yang terutang sejak saat dokumen tersebut ditanda tangani oleh pihak-pihak yang berkepentingan, atau dokumen tersebut selesai dibuat atau diserahkan kepada pihak lain bila dokumen tersebut hanya dibuat oleh satu pihak. Dasar Hukum
- Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2020 tentang Bea Meterai
- Peraturan Menteri Keuangan Nomor 4/PMK.03/2021 tentang Pembayaran Bea Meterai, Ciri Umum dan Ciri Khusus Meterai Tempel, Meterai Dalam Bentuk Lain, dan Penentuan Keabsahan Meterai, Serta Pemeteraian Kemudian
Saat Terutang Bea Meterai
Contents
- 1 Apa contoh yang disebut bea materai?
- 2 Apa itu objek pajak bea materai?
- 3 Mengapa bea meterai termasuk pajak?
- 4 Jelaskan apa yang dimaksud dengan bea masuk dan bea keluar?
- 5 Berapa macam jenis materai?
- 6 Materai digunakan untuk apa?
- 7 Kapan saat terutang Bea Meterai atas dokumen?
- 8 Apakah cek dikenakan bea materai?
- 9 Siapa yang berhak memungut bea materai?
Apa contoh yang disebut bea materai?
Definisi Bea Meterai – “Pajak atas tanda bukti suatu perbuatan yang dilunasi, misalnya dengan kertas meterai atau meterai tempel (stamp duty).” Otoritas Jasa Keuangan
Apa itu objek pajak bea materai?
Pemeteraian Kemudian – Pemeteraian Kemudian adalah cara yang digunakan untuk melunasi Bea Meterai yang dilakukan oleh Pejabat Pos atas permintaan pemegang dokumen yang Bea Meterainya belum dilunasi. Pemeteraian Kemudian ini dilakukan atas dokumen yang digunakan sebagai alat bukti di muka pengadilan, dokumen yang Bea Meterainya tidak dilunasi atau kurang dilunasi sebagaimana mestinya, dan dokumen yang dibuat di luar negeri yang akan digunakan di Indonesia.
Mengapa bea meterai termasuk pajak?
Ini 6 Jenis Pajak yang Berlaku Umum di Indonesia Para pembayar pajak ( tax payer ) yang budiman, membayar pajak amat sangat penting bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Sebab, pajak menjadi penerimaan dominan sebuah negara, termasuk Indonesia tercinta.
- Dengan membayar pajak, kita berkontribusi terhadap perkembangan dan kemajuan negeri ini untuk pemerataan pembangunan dan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia.
- Pajak terdiri dari pengelolaan pajak pusat yang dilakukan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan pajak daerah yang pengelolaannya dilakukan pemerintah daerah, kemudian dibagi lagi ke dalam pajak provinsi serta pajak kabupaten maupun kota.
Di mana proses administrasinya dipegang oleh Dinas Pendapatan Daerah. Berikut kita refresh lagi rangkuman perpajakan di bawah ini; 1. Pajak Penghasilan atau PPh PPh adalah jenis pajak yang dibebankan untuk orang pribadi maupun sebuah badan karena penghasilan yang mereka terima atau peroleh dalam suatu Tahun Pajak.
Penghasilan sendiri memiliki arti sebagai tambahan kemampuan ekonomis yang diterima serta diperoleh para Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar negeri dan bisa digunakan dalam menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan dengan nama serta dengan bentuk apapun.2. Bea Meterai (BM) Bea Materai merupakan jenis pajak yang dibebankan karena adanya pemanfaatan dokumen, seperti surat perjanjian, akta notaris, serta kwitansi pembayaran, surat berharga serta efek.
Di mana, keseluruhan dokumen tersebut tercantum di dalamnya jumlah uang maupun nominal yang jumlahnya sesuai dengan ketentuan berlaku.3. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) PPN sendiri merupakan jenis pajak yang dibebankan karena ada pembelian Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak dalam Daerah Pabean. Ilustrasi barang mewah. Sumber Foto: Ist.4. Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) Pembelian Barang Kena Pajak tertentu yang termasuk barang mewah akan dikenakan PPN dan PPnBM. Ada beberapa kriteria barang-barang yang tergolong mewah, seperti barang yang hanya bisa dibeli kelompok masyarakat berpenghasilan tinggi, barang hanya dikonsumsi oleh kelompok orang tertentu, barang bukan kebutuhan pokok, barang dibeli demi status atau gengsi, serta barang dapat mengganggu kesehatan atau moral masyarakat.
- Pajak Penjualan atas Barang Mewah diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 dan sudah diubah beberapa kali menjadi Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009.
- Jenis pajak ini diatur dan dihitung bersama dengan PPN, karena memang tidak bisa dipisahkan dari Pajak Pertambahan Nilai tersebut.5.
- Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Pajak Bumi dan Bangunan adalah jenis pajak yang dikenakan atas kepemilikan, pemanfaatan maupun penguasaan atas tanah dan/atau bangunan.
Objek Pajak Bumi dan Bangunan yaitu bumi dan/atau bangunan, di mana pengertian bumi dan/atau bangunan dijelaskan sebagai berikut. “Bumi adalah permukaan bumi yang meliputi tanah dan perairan pedalaman serta laut wilayah Indonesia, dan tubuh bumi yang ada di bawahnya.
- Sedangkan bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan atau perairan”.
- Sektor pajak PBB dibagi dalam 5 kelompok yaitu Sektor Pedesaan, Perkotaan, Perkebunan, Pertambangan dan Perhutanan.
- Tapi, ada perubahan pada kategori sektor tersebut, berdasarkan Undang-Undang No.28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) terhitung 1 Januari 2014, PBB Perdesaan dan Perkotaan (Sektor P2) telah masuk ke dalam kategori Pajak Daerah.
Sedangkan untuk PBB Perkebunan, Perhutanan, Pertambangan (Sektor P3) masih tetap merupakan Pajak Pusat. Ilustrasi perumahan. Sumber Foto: Ist.6. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) Merujuk pasal 1 angka 41 UU 28/2009, Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) adalah jenis pajak atas perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan. Perolehan hak ini merupakan perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan/atau bangunan.
- Maksud hak atas tanah dan/atau bangunan adalah hak atas tanah, termasuk hak pengelolaan, beserta bangunan di atasnya.
- BPHTB merupakan jenis pajak kabupaten/kota yang baru diterapkan berdasarkan UU No.28/2009.
- Sebelumnya, BPHTB masih termasuk jenis pajak pusat, namun hasilnya sebagian besar diserahkan kepada daerah.
Kemudian, sejak diberlakukannya UU 28/2009 mengenai kewenangan pemungutan BPHTB, dialihkan kepada pemerintah kabupaten/kota. Dampak positif adanya pengalihan tersebut yaitu daerah bisa dengan sepenuhnya mendapatkan hasil penerimaan BPHTB. Hal tersebut tentu sangat menguntungkan terutama bagi pemerintah daerah kabupaten/kota yang pertumbuhan usaha propertinya tinggi.
Apa itu bea masuk dan cukai?
Pengertian bea cukai – Dengan demikian, apa itu bea cukai adalah biaya tambahan untuk barang-barang yang memiliki potensi sifat-sifat merugikan atau efek samping bagi penggunanya. Salah satunya adalah produk turunan tembakau seperti rokok. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007, pemungutan produk bea cukai juga dapat dikenakan terhadap barang yang dikategorikan sebagai barang mewah atau bernilai tinggi tapi bukan kebutuhan pokok.
- Hal ini agar terjaga keseimbangan pembebanan pungutan produk bea cukai antara konsumen yang berpenghasilan tinggi dengan konsumen berpenghasilan rendah.
- Pemungutan bea cukai adalah dimaksudkan sebagai jaminan kerugian bagi konsumen apabila suatu saat terkena dampak dari barang yang dikonsumsi.
- Baca juga: Pengertian Pajak serta Bedanya dengan Retribusi Pemberlakuan pungutan cukai sesuai yang diamanahkan dalam undang-undang cukai hanya berlaku di wilayah hukum Indonesia.
Artinya, orang sebagai pihak yang dikenakan cukai atas suatu barang adalah orang yang berdomisili di Indonesia baik produsen maupun pengedarnya. Unsplash/Hamza Ali Produk bea cukai adalah rokok. Produk bea cukai sebagai pungutan negara yang dikenakan terhadap barang-barang tertentu yang mempunyai sifat atau kaakteristik sesuai dengan ketentuan undang-undang, merupakan penerimaan negara guna mewujudkan kesejahteraan rakyat.
- Dalam beleid tersebut, pengenaan cukai perlu dipertegas batasannya sehingga dapat memberikan landasan dan kepastian hukum dalam upaya menambah atau memerluas objek cukai dengan tetap memperhatikan aspirasi kemampuan masyarakat.
- Tidak hanya ada di Indonesia, apa itu bea cukai adalah juga diberlakukan di hampir semua negara.
Di forum intrenasional, institusi bea cukai adalah menggunakan sebutan Customs Administration (Administrasi Pabean). Ruang lingkup institusi ini meliputi kepabeanan dan cukai atau hanya bidang kepabeanan saja. Dalam merealisasikan pajak-pajak negara, di Indonesia dikenal lembaga pelaksana pajak yang terdiri dari Direktorat Jenderal pajak dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai di bawah Kementerian Keuangan. Unsplash/Radovan Ilustrasi minuman beralkohol atau minuman keras (miras). Dikutip dari situs Bea Cukai Ternate, tugas pokok Dirjen Bea Cukai adalah merumuskan dan melaksanakan kebijakan di bidang pengawasan, penegakan hukum, pelayanan dan optimalisasi penerimaan negara di bidang kepabeanan dan cukai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Jelaskan apa yang dimaksud dengan bea masuk dan bea keluar?
Jenis-Jenis Bea Masuk – Seperti yang sudah disebutkan di atas, Bea Masuk adalah pungutan atau bea dari barang impor yang dipungut oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan RI. Aturan mengenai Bea Masuk barang impor ini tertuang dalam Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas UU No.10/1995 tentang Kepabeanan.
Berikut ini jenis-jenis bea masuk barang impor berdasarkan BAB IV Undang-Undang Kepabeanan: 1. Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) Jenis Bea Masuk Tindakan Pengamanan atau BMTP ini disebut juga safeguard, yakni bea masuk yang dikenakan pada barang impor, di mana jenis barang tersebut sudah kebanyakan diimpor.
BMPT dilakukan untuk melindungi industri dalam negeri dari barang sejenis yang mengalami kerugian serius.2. Bea Masuk Anti-Dumping (BMAD) Sedangkan jenis Bea Masuk Anti Dumping atau BMAD dikenakan pada barang impor yang ditetapkan sebagai barang dumping.
Barang dumping adalah barang yang harganya lebih murah dibanding barang sejenis di dalam negeri. BMAD dilakukan untuk melindungi industri dalam negeri supaya tidak kalah saing.3. Bea Masuk Pembalasan (BMP) Jenis Bea Masuk Pembalasan atau BMP adalah Bea Masuk yang dikenakan pada barang impor yang berasal dari negara yang memperlakukan barang-barang ekspor Indonesia secara diskriminatif.4.
Bea Masuk Imbalan (BMI) Jenis Bea Masuk Imbalan atau BMI ini dikenakan pada barang impor, yang ditemukan adanya subsidi dari pemerintah di negara pengekspor. Dengan begitu, pengenaan Bea Masuk Imbalan atau BMI ini ditujukan untuk melindungi industri dalam negeri dari barang yang sama.
Siapa yang membayar pajak bea materai?
Seiring adanya Bea Meterai elektronik atau e-Meterai, cara bayar bea materai pun berubah. Lebih tepatnya cara bayar bea meterai bertambah, yakni melalui Surat Setoran Pajak atau SSP. Klikpajak by Mekari akan menunjukkan cara bayar bea meterai dengan SPP untuk Sobat Klikpajak.
- Direktorat Jenderal Pajak (DJP) pun pernah menegaskan, penambahan saluran cara bayar Bea Meterai melalui SSP ini untuk memudahkan masyarakat dalam melakukan pembayaran meterai secara elektronik.
- Seperti diketahui, ada banyak perubahan mengenai ketentuan Bea Meterai yang berlaku pada 2021.
- Mulai dari tarif bea materai terbaru Rp10.000 hingga berlakunya bea meterai elektronik (e-Meterai) untuk dokumen elektronik yang kedudukannya disamakan dengan dokumen kertas.
Mengingat, berdasarkan Pasal 5 ayat (1) UU Nomor 8 Tahun 2011 tentang Informasi dan Teknologi Elektronik (UU ITE), dokumen elektronik merupakan alat bukti hukum yang sah. Ketentuan terbaru Bea Materai ini tertuang dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2020 tentang Bea Meterai.
- Memungut Bea Meterai yang terutang atas dokumen tertentu dari pihak yang terutang
- Menyetorkan Bea Meterai ke kas negara
- Melaporkan pemungutan dan penyetoran Bea Meterai ke DJP
Lalu, bagaimana cara bayar Bea Meterai terbaru dalam UU 10/2020 ini? Terus simak penjelasan dari Klikpajak.id tentang pembayaran Bea Meterai dengan SSP.
Berapa macam jenis materai?
Jakarta – Baru-baru ini Pemerintah Republik Indonesia mengesahkan adanya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2020 Tentang Bea Materai yang mengacu adanya perubahan nominal pada Bea Materai yang lama, yaitu Bea Materai dengan nominal Rp 6.000 (enam ribu rupiah) menjadi Bea Materai dengan nominal tetap Rp 10.000 (sepuluh ribu rupiah) yang terbaru saat ini.
Mengacu pada UU RI Nomor 10 Tahun 2020, Bea Materai dapat dikatakan sebagai pajak yang dikenakan atas dokumen. Tujuannya tidak hanya untuk memberikan kesetaraan antara dokumen kertas dan elektronik, Bea Materai juga bertujuan untuk membantu masyarakat luas dan pelaku UMKM dengan tarif yang relatif rendah dan terjangkau, serta diharapkan melalui tarif tunggal dan penerapan materai berbentuk elektronik dapat menciptakan keefektivitasan dan kesederhanaan.
Bea Materai pada dasarnya juga dibuat untuk dikenakan pada dokumen sebagai alat untuk menerangkan mengenai suatu kejadian yang bersifat perdata dan digunakan untuk dokumen yang dapat dijadikan sebagai alat bukti di pengadilan. Berdasarkan UU No.13 Tahun 1985, Bea Materai dengan nominal Rp 6.000 (enam ribu rupiah) dikenakan untuk suatu dokumen yang menyatakan jumlah uang dengan nominal lebih dari Rp 250.000 (dua ratus lima puluh ribu rupiah).
Sedangkan Undang-Undang tersebut kini diperbaharui menjadi UU No.10 Tahun 2020 Pasal 3 yang menyatakan adanya peningkatan jumlah nominal pada Bea Materai menjadi Rp10.000 (sepuluh ribu rupiah) yang berlaku mulai tanggal 1 Januari 2021 dan digunakan untuk dokumen yang memiliki nilai nominal lebih dari Rp 5.000.000 (lima juta rupiah).
Tarif dalam Bea Materai ini dapat diturunkan atau dinaikkan dengan Peraturan Pemerintah setelah berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Bea Materai dibagi menjadi tiga bentuk, yaitu:
Materai tempel Materai elektronik Materai dalam bentuk lain
Materai digunakan untuk apa?
Fungsi Meterai – Bea meterai adalah pajak atas dokumen, yaitu sesuatu yang ditulis atau tulisan, dalam bentuk tulisan tangan, cetakan, atau elektronik, yang dapat dipakai sebagai alat bukti atau keterangan, Adapun, meterai sendiri adalah label atau carik dalam bentuk tempel, elektronik atau bentuk lainnya yang memiliki ciri dan mengandung pengaman yang dikeluarkan oleh pemerintah, untuk membayar pajak atas dokumen,
Kapan saat terutang Bea Meterai atas dokumen?
BEA meterai merupakan salah satu jenis pajak yang secara khusus dikenakan pada dokumen-dokumen tertentu. Berdasarkan pada ketentuan Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang No.10 Tahun 2020 tentang Bea Materai ( UU Bea Meterai ), bea meterai dikenakan atas dua jenis dokumen.
Dua dokumen tersebut meliputi dokumen yang dibuat sebagai alat untuk menerangkan mengenai suatu kejadian yang bersifat perdata dan dokumen yang digunakan sebagai alat bukti di pengadilan. Untuk tarif dan saat terutangnya akan dijelaskan sebagai berikut. Besaran Tarif Bea Meterai BERDASARKAN pada ketentuan Pasal 5 UU Bea Meterai, seluruh dokumen yang dikenakan bea meterai berlaku tarif tetap se nilai Rp10.000,
Namun, berdasarkan pada Pasal 6 ayat (2) UU Bea Meterai, besarnya tarif bea meterai tersebut dapat diturunkan atau dinaikkan sesuai dengan kondisi perekonomian nasional dan tingkat pendapatan masyarakat. Selain itu, besarnya batas nilai nominal dokumen yang dikenai bea meterai dapat diturunkan atau dinaikkan sesuai dengan kondisi perekonomian nasional dan tingkat pendapatan masyarakat.
Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 6 ayat (1) UU Bea Meterai, Kondisi yang dimaksud ditentukan dari tingkat pertumbuhan ekonomi, inflasi, investasi, penerimaan negara, dan/atau daya beli masyarakat. Lebih lanjut, sesuai dengan Pasal 6 ayat (3) UU Bea Meterai, terhadap dokumen-dokumen tersebut juga dapat dikenai tarif tetap yang berbeda dalam rangka melaksanakan program pemerintah dan mendukung pelaksanaan kebijakan moneter dan/atau sektor keuangan.
Sebagai contoh, untuk inklusi keuangan atau pendalaman pasar keuangan, pemerintah dapat menetapkan tarif tetap yang berbeda dari tarif yang berlaku atas dokumen surat berharga yang disesuaikan dengan kebutuhan pelaksanaan kebijakan sektor keuangan. Perubahan besarnya batas nilai nominal untuk dokumen yang dikenai bea meterai serta besarnya tarif bea meterai atau besaran tarif tetap yang berbeda ditetapkan dengan peraturan pemerintah setelah berkonsultasi dengan DPR RI.
- Saat Terutangnya Bea Meterai SETELAH mengetahui tarif yang dikenakan bea meterai, pertanyaan selanjutnya adalah kapan saat terutangnya bea meterai tersebut? Terkait hal itu, Pasal 8 ayat (1) UU Bea Meterai menetapkan kapan saja bea meterai mulai terutang.
- P ertama, saat dokumen sudah dibubuhi tanda tangan.
Hal ini untuk surat perjanjian yang telah disertai dengan rangkapnya; akta notaris yang telah dilengkapi dengan grosse, salinan, dan kutipannya; dan akta pejabat pembuat akta tanah yang telah dilengkapi dengan salinan dan kutipannya. Lebih lanjut, saat terutang bea meterai atas jenis dokumen yang telah dibubuhi tanda tangan tersebut adalah pada saat dokumen yang dimaksud telah selesai dibuat dan ditutup dengan pembubuhan tanda tangan dari yang bersangkutan.
- Edua, saat dokumen telah selesai dibuat.
- Hal ini untuk surat berharga dengan nama dan dalam bentuk apapun serta dokumen transaksi surat berharga yang di antaranya termasuk dokumen transaksi kontrak berjangka, dengan nama dan dalam bentuk apa pun.
- Untuk jenis dokumen tersebut, tidak perlu dibubuhi tanda tangan sehingga saat terutangnya hanya terjadi pada saat dokumen selesai dibuat saja.
Selain itu, untuk menentukan kapan suatu dokumen selesai dibuat, biasanya diketahui dari tanggal pada dokumennya. Namun, dapat juga diketahui dari tanda lainnya. Misalnya, untuk trade confirmation pembelian surat berharga saham di bursa efek dalam bentuk dokumen elektronik, bea meterai terhitung mulai terutang saat trade confirmation dibuat secara sistem oleh perusahaan yang bersangkutan.
- Etiga, saat dokumen diserahkan kepada pihak yang ditujukannya.
- Dokumen-dokumen ini di antaranya surat keterangan, surat pernyataan, atau surat lainnya yang sejenis dengan disertai rangkapnya; dokumen lelang; dan dokumen yang menyatakan jumlah uang.
- Eempat, saat diajukan ke pengadilan.
- Etentuan ini berlaku untuk dokumen yang digunakan sebagai alat bukti di pengadilan.
K elima, untuk dokumen yang dibuat di luar negeri, bea meterai mulai terutang pada saat dokumen tersebut digunakan di Indonesia. Dalam hal ini, saat dokumen yang dimaksud dimanfaatkan atau difungsikan sebagai pelengkap atau penyerta untuk suatu urusan dalam yurisdiksi Indonesia.
- Misalnya, untuk dokumen perjanjian utang piutang yang dibuat di luar negeri, mulai terhitung digunakan di Indonesia saat dokumen tersebut dijadikan sebagai dasar untuk penagihan utang piutang, dasar untuk pencatatan atau pembukuan, atau lampiran dalam suatu laporan.
- Selain itu, perlu dicatat, sesuai dengan ketentuan Pasal 8 ayat (2) dan (3) UU Bea Meterai, menteri keuangan dapat menentukan saat lain kapan bea meterai mulai terutang.
Ketentuan terkait hal tersebut dimuat dalam peraturan menteri keuangan. (faiz)*
Apakah cek dikenakan bea materai?
Pengkinian Bea Meterai Nasabah yang terhormat, Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2020 tentang Bea Meterai terdapat penyesuaian tarif Bea Meterai:
- Per 1 Januari 2021, Bea Meterai yang berlaku adalah satu tarif yaitu Rp10,000,-.
- Meterai tempel Rp3.000,- dan Rp6.000,- yang masih tersisa, masih dapat digunakan sampai dengan tanggal 31 Desember 2021 dengan ketentuan pembubuhan meterai tempel pada Dokumen paling sedikit Rp9.000,-.
- Laporan Rekening Koran / Mutasi Saldo Rekening menjadi tidak dikenakan Bea Meterai.
Sesuai dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-01/PJ/2021 tentang Tata Cara Pelunasan Selisih Kurang Bea Meterai Yang Terutang atas Dokumen berupa Cek dan Bilyet Giro dan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-01/PJ/2021 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pembubuhan Cap Bukti Pelunasan Selisih Kurang Bea Meterai.
- Buku Cek dan Bilyet Giro lama dengan Bea Meterai Rp3.000,- per lembar tetap dapat digunakan untuk bertransaksi dan tarif biaya per buku tetap Rp.100,000,-.
- Cek dan Bilyet Giro yang masih ber-Bea Meterai Rp.3,000,- per lembar ini masih dapat digunakan baik yang ditarik dari Cabang maupun kliring dari Bank lain dengan cara :
- Nasabah untuk tidak menambahkan meterai tempel pada lembar Cek dan Bilyet Giro untuk pelunasan kekurangan Bea Meterai atas Cek dan Bilyet Giro.
- Nasabah dapat melunasi selisih kurang Bea Meterai sebesar Rp7.000,- per lembar secara mandiri menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) yang telah mendapatkan Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN) kemudian mengunjungi Kantor Pajak terdekat untuk proses pembubuhan cap bukti pelunasan pada tiap lembar Cek dan Bilyet Giro yang dimiliki Nasabah; atau
- Atas Cek dan Bilyet Giro yang terlanjur beredar, kekurangan Bea Meterai Rp7.000,- per lembar akan didebit dari rekening Nasabah saat penarikan, untuk selanjutnya disetorkan Bank ke Kas Negara.
- Nasabah wajib memastikan dana tersedia di Rekening cukup untuk pembayaran proses Cek dan Bilyet Giro serta pelunasan Bea Meterai.
- Untuk pemesanan buku Cek dan Bilyet Giro yang baru dengan Bea Meterai Rp10.000,- per lembar akan dikenakan tarif biaya per buku sebesar Rp275.000,-.
Untuk informasi lebih lanjut Bapak/Ibu dapat menghubungi Cabang CIMB Niaga terdekat atau layanan Phone Banking 14041. : Pengkinian Bea Meterai
Apa beda pabean dan bea cukai?
Dalam istilah ekspor impor suatu barang dikenal beberapa istilah yaitu Kepabeanan, Cukai dan Bea Cukai. Lantas apa perbedaan antara ketiganya? Simak uraian berikut! Definisi
Kepabeanan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan pengawasan atas lalu lintas barang yang masuk atau keluar daerah pabean serta pemungutan bea masuk dan bea keluar. Kemudian, Bea adalah pungutan yang dikenakan pemerintah kepada barang-barang yang diekspor maupun diimpor. Sementara cukai adalah pengenaan tarif atau biaya kepada barang-barang yang memiliki karakteristik tertentu. Oleh karena itu, Bea Cukai merupakan pungutan berupa tarif atau biaya yang dikenakan terhadap barang barang yang memiliki karakteristik tertentu, dimana barang tersebut memiliki tujuan untuk diekspor maupun diimpor.Adapun lembaga instansi pemerintah yang merupakan unsur pelaksana tugas pokok dan fungsi Departemen Keuangan di bidang kepabeanan dan cukai yaitu Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (Ditjen Bea Cukai).
Sekilas Tentang Kepabeanan Peraturan tentang kepabeanan diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006. Dalam kepabeanan dikenal istilah Daerah Pabean, yang diartikan sebagai wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan dan ruang udara di atasnya, serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan landas kontinen yang di dalamnya berlaku Undang-Undang Kepabeanan.
- Adapun kewajiban Bea Masuk dan Bea Keluar dalam kepabeanan dipungut oleh Ditjen Bea Cukai.
- Emudian, orang yang akan melakukan pemenuhan kewajiban pabean wajib melakukan registrasi ke Ditjen Bea Cukai untuk mendapat nomor identitas dalam rangka akses kepabeanan.
- Jenis pungutan yang diatur dalam kepabeanan Pertama, Bea Masuk,
Bea Masuk merupakan pungutan negara berdasarkan UU yang dikenakan terhadap barang yang diimpor. Maksud dari impor adalah kegiatan memasukkan barang ke dalam daerah pabean (dalam negeri). Sehingga, bea masuk yaitu pajak yang dikenakan atas lalu lintas atas barang dari luar daerah pabean (luar negeri) ke dalam daerah pabean (dalam negeri) yang dipungut oleh Ditjen Bea Cukai.
Menjamin terpenuhinya kebutuhan dalam negeriMelindungi kelestarian sumber daya alamMengantisipasi kenaikan harga yang cukup drastis dari komoditi ekspor tertentu di pasaran internasionalMenjaga stabilitas harga komoditi tertentu di dalam negeri
(Baca juga: Keadaan Pajak Perdagangan Internasional Saat Pandemi ) Sekilas Tentang Bea Cukai Barang tertentu adalah barang yang ditetapkan oleh instansi teknis terkait sebagai barang yang pengangkutannya di dalam daerah pabean diawasi. Cukai dikenakan atas barang-barang tertentu yang mempunyai sifat atau karakteristik:
Konsumsinya perlu dikendalikanPeredarannya perlu diawasiPemakaiannya dapat menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat atau lingkungan hidup.Pemakaiannya perlu pembebanan pungutan negara demi keadilan dan keseimbangan, dikenai cukai berdasarkan Undang-Undang Cukai.
Atas barang-barang tertentu yang memenuhi karakteristik diatas disebut sebagai Barang Kena Cukai. Tarif cukai yang dikenakan setiap pada barang berbeda-beda, tergantung jenis barang. Tarif cukai hasil tembakau diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 190/PMK.011/2010.
Harga dasar yang digunakan untuk perhitungan Cukai atas Barang Kena Cukai yang dibuat di Indonesia adalah harga jual pabrik atau harga jual eceran. Harga dasar yang digunakan untuk perhitungan Cukai atas Barang Kena Cukai yang diimpor adalah nilai pabean ditambah Bea Masuk atau harga jual eceran. Cukai atas Barang Kena Cukai yang dibuat di Indonesia, dilunasi pada saat pengeluaran Barang Kena Cukai dari pabrik atau tempat penyimpanan.
Kemudian, Cukai atas Barang Kena Cukai yang diimpor, dilunasi pada saat barang kena cukai diimpor untuk dipakai. Cara pelunasan cukai dilaksanakan dengan:
PembayaranPelekatan pita cukaiPembubuhan tanda pelunasan cukai lainnya
(Baca juga: Ketentuan dan Cara Hitung Kurs Pajak Bea Cukai ) Untuk mengelola kebutuhan pajak Anda dalam satu aplikasi, gunakan pajak.io. Daftar sekarang, gratis digunakan untuk selamanya.
Apa saja contoh pajak langsung?
Pertanyaan Terkait –
- Apa saja contoh pajak langsung? Contoh pajak langsung antara lain: (1) Pajak kendaraan bermotor, (2) Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), (3) Pajak Penghasilan.
- Apa yang dimaksud dengan pajak langsung? Pengertian pajak langsung adalah pajak yang dikenakan secara berkala terhadap orang atau badan sesuai dengan surat ketetapan pajak; pajak ini harus dipikul sendiri oleh wajib pajak (direct tax).
Apakah PPN termasuk pajak?
Pajak Pusat meliputi : Pajak Penghasilan (PPh) Pajak Pertambahan Nilai ( PPN ) Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM)
Siapa yang berhak memungut bea materai?
Penetapan Pemungut Bea Meterai Dan Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, Dan Pelaporan Bea Meterai – Ortax
- PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 151/PMK.03/2021
- TENTANG
- PENETAPAN PEMUNGUT BEA METERAI DAN
TATA CARA PEMUNGUTAN, PENYETORAN, DAN PELAPORAN BEA METERAI
- DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
- MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 10 ayat (2) dan Pasal 11 ayat (5) tentang Bea Meterai, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Penetapan Pemungut Bea Meterai dan Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporan Bea Meterai; Mengingat :
- Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
- Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
- tentang Bea Meterai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 240, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6571);
- Peraturan Presiden Nomor 57 Tahun 2020 tentang Kementerian Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 98);
- Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.01/2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1031);
- Peraturan Menteri Keuangan Nomor tentang Pembayaran Bea Meterai, Ciri Umum dan Ciri Khusus pada Meterai Tempel, Kode Unik dan Keterangan Tertentu pada Meterai Elektronik, Meterai Dalam Bentuk Lain, dan Penentuan Keabsahan Meterai, serta Pemeteraian Kemudian (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1109);
MEMUTUSKAN : Menetapkan :PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PENETAPAN PEMUNGUT BEA METERAI DAN TATA CARA PEMUNGUTAN, PENYETORAN, DAN PELAPORAN BEA METERAI.
- BAB I KETENTUAN UMUM
- Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan:
- Bea Meterai adalah pajak atas dokumen.
- Dokumen adalah sesuatu yang ditulis atau tulisan, dalam bentuk tulisan tangan, cetakan, atau elektronik, yang dapat dipakai sebagai alat bukti atau keterangan.
- Meterai adalah label atau carik dalam bentuk tempel, elektronik, atau bentuk lainnya yang memiliki ciri dan mengandung unsur pengaman yang dikeluarkan oleh Pemerintah Republik Indonesia, yang digunakan untuk membayar pajak atas Dokumen.
- Meterai Elektronik adalah Meterai berupa label yang penggunaannya dilakukan dengan cara dibubuhkan pada Dokumen melalui sistem tertentu.
- Sistem Meterai Elektronik adalah sistem tertentu berupa serangkaian perangkat dan prosedur elektronik dalam sistem atau aplikasi terintegrasi yang berfungsi membuat, mendistribusikan, dan membubuhkan Meterai Elektronik.
- Meterai Percetakan adalah Meterai berupa label yang penggunaannya dilakukan dengan cara dibubuhkan pada Dokumen dengan menggunakan teknologi percetakan.
- Pembuat Meterai Dalam Bentuk Lain yang selanjutnya disebut Pembuat Meterai adalah wajib pajak yang telah memiliki izin untuk mencetak atau membuat Meterai dalam bentuk lain.
- Distributor adalah badan usaha yang memiliki kemampuan dan kualifikasi dalam mendukung pendistribusian dan penjualan Meterai Elektronik melalui Sistem Meterai Elektronik.
- Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
- Pihak Yang Terutang adalah pihak yang dikenai Bea Meterai dan wajib membayar Bea Meterai yang terutang.
- Pemungut Bea Meterai adalah pihak yang wajib memungut Bea Meterai yang terutang atas Dokumen tertentu dari Pihak Yang Terutang, menyetorkan Bea Meterai ke kas negara, dan melaporkan pemungutan dan penyetoran Bea Meterai ke Direktorat Jenderal Pajak.
- Nomor Pokok Wajib Pajak yang selanjutnya disingkat NPWP adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.
- Kantor Pelayanan Pajak yang selanjutnya disingkat KPP adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Pajak yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada kepala kantor wilayah Direktorat Jenderal Pajak.
- Surat Pemberitahuan Masa Bea Meterai yang selanjutnya disebut SPT Masa Bea Meterai adalah surat pemberitahuan yang digunakan oleh Pemungut Bea Meterai untuk melaporkan pemungutan Bea Meterai dari Pihak Yang Terutang dan penyetoran Bea Meterai ke kas negara untuk suatu masa pajak.
- Masa Pajak adalah jangka waktu yang menjadi dasar bagi Pemungut Bea Meterai untuk menghitung, menyetorkan, dan melaporkan Bea Meterai yang terutang dalam jangka waktu 1 (satu) bulan kalender.
- Surat Setoran Pajak yang selanjutnya disingkat SSP adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas negara melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.
- Kode Billing adalah kode identifikasi yang diterbitkan oleh sistem billing atas suatu jenis pembayaran atau setoran yang akan dilakukan Wajib Pajak, wajib bayar, atau wajib setor.
- Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.
BAB II PENETAPAN PEMUNGUT BEA METERAI Bagian Kesatu Umum Pasal 2
(1) | Bea Meterai yang terutang atas Dokumen tertentu yang menjadi objek Bea Meterai dipungut oleh Pemungut Bea Meterai. |
(2) | Dokumen tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
|
(3) | Dokumen tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang mendapat fasilitas pembebasan dari pengenaan Bea Meterai dikecualikan dari pemungutan Bea Meterai. |
ol>
Wajib Pajak yang ditetapkan sebagai Pemungut Bea Meterai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) merupakan Wajib Pajak dengan kriteria:
- memfasilitasi penerbitan Dokumen tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a; dan/atau
- menerbitkan dan/atau memfasilitasi penerbitan Dokumen tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf b, huruf c, dan/atau huruf d dengan jumlah lebih dari 1.000 (seribu) Dokumen dalam 1 (satu) bulan.
- Bagian Ketiga Tata Cara Penetapan Pemungut Bea Meterai
- Pasal 4
(1) | Direktur Jenderal Pajak atau pejabat yang ditunjuk menetapkan Wajib Pajak sebagai Pemungut Bea Meterai dengan menerbitkan surat penetapan sebagai Pemungut Bea Meterai. |
(2) | Penetapan sebagai Pemungut Bea Meterai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mulai berlaku terhitung sejak awal bulan berikutnya setelah tanggal surat penetapan. |
(3) | Wajib Pajak yang memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 tetapi belum ditetapkan sebagai Pemungut Bea Meterai dapat menyampaikan surat pemberitahuan untuk ditetapkan sebagai Pemungut Bea Meterai. |
(4) | Surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat disampaikan melalui:
yang disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak. |
(6) | Surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat menjadi pertimbangan bagi Direktur Jenderal Pajak atau pejabat yang ditunjuk untuk menetapkan Wajib Pajak sebagai Pemungut Bea Meterai. |
(7) | Ketentuan mengenai contoh format surat penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
ol>
(1) | Direktur Jenderal Pajak atau pejabat yang ditunjuk dapat mencabut penetapan sebagai Pemungut Bea Meterai dalam hal Pemungut Bea Meterai tidak memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 selama 3 (tiga) bulan berturut-turut. |
(2) | Pencabutan penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menerbitkan surat pencabutan penetapan sebagai Pemungut Bea Meterai. |
(3) | Pencabutan penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mulai berlaku terhitung sejak awal bulan berikutnya setelah tanggal surat pencabutan penetapan. |
(4) | Meterai Elektronik yang belum dibubuhkan oleh Pemungut Bea Meterai yang dilakukan pencabutan penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikembalikan kepada Distributor sebagai persediaan Meterai Elektronik. |
(5) | Ketentuan mengenai contoh format surat pencabutan penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
ul>
Penunjukan pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), Pasal 4 ayat (5), dan Pasal 5 ayat (1) ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak atas nama Menteri. Umum Pasal 7 Pemungut Bea Meterai wajib:
- memungut Bea Meterai yang terutang atas Dokumen tertentu dari Pihak Yang Terutang;
- menyetorkan Bea Meterai ke kas negara; dan
- melaporkan pemungutan dan penyetoran Bea Meterai ke kantor Direktorat Jenderal Pajak.
- Bagian Kedua Pemungutan Bea Meterai
- Pasal 8
Pemungutan Bea Meterai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf a dilakukan pada saat:
- Dokumen diterima dari Pembuat Meterai, untuk Dokumen tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a;
- Dokumen selesai dibuat oleh pihak yang menerbitkan atau memfasilitasi penerbitan Dokumen, untuk Dokumen tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf b; atau
- Dokumen diserahkan kepada Pihak Yang Terutang, untuk Dokumen tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf c dan huruf d.
Pasal 9
(1) | Pemungutan Bea Meterai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf a dilakukan dengan membubuhkan:
|
(2) | Untuk kebutuhan pembubuhan Meterai Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, Pemungut Bea Meterai dapat meminta Meterai Elektronik dari Distributor. |
(3) | Permintaan Meterai Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling banyak sebesar kebutuhan pemeteraian untuk 1 (satu) Masa Pajak pada 2 (dua) bulan pertama terhitung sejak ditetapkan sebagai Pemungut Bea Meterai. |
(4) | Untuk kebutuhan pembubuhan Meterai Elektronik Masa Pajak berikutnya, Pemungut Bea Meterai dapat meminta Meterai Elektronik dari Distributor setelah melakukan penyetoran Bea Meterai yang terutang untuk Masa Pajak sebelumnya yang telah menjadi kewajibannya. |
(5) | Dalam hal pembubuhan Meterai Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b tidak memungkinkan untuk dilakukan yang disebabkan oleh kegagalan Sistem Meterai Elektronik, Pemungut Bea Meterai tetap wajib memungut Bea Meterai dengan membuat daftar Dokumen yang tidak dapat dibubuhi Meterai Elektronik yang dilampirkan dalam S PT Masa Bea Meterai. |
(6) | Dalam hal diminta oleh Pihak Yang Terutang, Pemungut Bea Meterai harus membuat penjelasan tertulis bahwa Bea Meterai yang terutang atas Dokumen yang tidak dapat dibubuhi Meterai Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (5) telah disetorkan ke kas negara dan dilaporkan dalam SPT Masa Bea Meterai. |
ul>
(1) | Penyetoran Bea Meterai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b atas Bea Meterai yang dipungut untuk setiap Masa Pajak wajib dilakukan paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir. |
(2) | Penyetoran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menggunakan:
|
(3) | Penyetoran dengan menggunakan Kode Billing sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dilakukan dengan mencantumkan NPWP Distributor yang mendistribusikan Meterai Elektronik kepada Pemungut Bea Meterai di kolom keterangan pada Kode Billing. |
(4) | Penyetoran sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diperhitungkan sebagai deposit bagi Distributor. |
ol>
(1) | Pelaporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf c wajib dilakukan dengan menyampaikan SPT Masa Bea Meterai ke kantor Direktorat Jenderal Pajak paling lambat tanggal 20 (dua puluh) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir. |
(2) | SPT Masa Bea Meterai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbentuk elektronik dan disampaikan melalui aplikasi atau sistem yang disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak. |
(3) | Atas penyampaian SPT Masa Bea Meterai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan bukti penerimaan elektronik. |
(4) | Dalam hal pada suatu Masa Pajak:
|
(5) | Ketentuan mengenai contoh format SPT Masa Bea Meterai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
Pasal 12
(1) | Dalam hal batas akhir penyetoran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) dan pelaporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) merupakan hari libur, penyetoran dan pelaporan dapat dilakukan paling lama pada hari kerja berikutnya. |
(2) | Hari libur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan hari Sabtu, hari Minggu, hari libur nasional, hari yang ditetapkan sebagai hari libur untuk penyelenggaraan Pemilihan Umum, atau hari yang ditetapkan untuk cuti bersama secara nasional. |
Pasal 13
(1) | Pemungut Bea Meterai dengan kemauan sendiri dapat membetulkan SPT Masa Bea Meterai yang telah disampaikan dalam hal:
|
(2) | Pembetulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan:
|
Pasal 14
(1) | Atas penyampaian SPT Masa Bea Meterai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) yang menyatakan kelebihan penyetoran Bea Meterai dapat diajukan permohonan:
|
(2) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan:
kepada Direktur Jenderal Pajak melalui kepala KPP tempat Pemungut Bea Meterai terdaftar. |
(3) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri dengan:
|
(4) | Atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang diterima secara lengkap diberikan bukti penerimaan. |
(5) | Ketentuan mengenai contoh format:
tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
Pasal 15
(1) | Berdasarkan permohonan pemindahbukuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf a, Direktur Jenderal Pajak melalui kepala KPP tempat Pemungut Bea Meterai terdaftar melakukan penelitian dengan memastikan:
|
/td>
- menerbitkan bukti pemindahbukuan; dan
- dalam hal terdapat surat berharga berupa cek dan/atau bilyet giro yang Bea Meterainya telah dan dipungut tetapi tidak digunakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) huruf b:
- memusnahkan cek dan/atau bilyet giro dengan cara dirajang atau dibakar; dan
- menuangkan dalam berita acara pemusnahan cek dan/atau bilyet giro.
- laporan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2); dan
- berita acara sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b angka 2,
tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pasal 16
(1) | Berdasarkan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf b, Direktur Jenderal Pajak melalui kepala KPP tempat Pemungut Bea Meterai terdaftar melakukan penelitian dengan memastikan:
|
(2) | Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam laporan hasil penelitian atas permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang. |
(3) | Dalam hal berdasarkan laporan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdapat kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang, Direktur Jenderal Pajak melalui kepala KPP tempat Pemungut Bea Meterai terdaftar:
|
(4) | Dalam hal berdasarkan laporan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak terdapat kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang, Direktur Jenderal Pajak melalui kepala KPP tempat Pemungut Bea Meterai terdaftar menerbitkan surat penolakan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang. |
(5) | Ketentuan mengenai contoh format:
tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
Pasal 17
(1) | Penerbitan bukti pemindahbukuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3) huruf a, surat ketetapan pajak lebih bayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (3) huruf a, dan surat penolakan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (4) dan Pasal 16 ayat (4), dilakukan paling lama 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal bukti penerimaan. |
(2) | Pelaksanaan pemusnahan surat berharga berupa cek dan/atau bilyet giro sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3) huruf b angka 1 dan Pasal 16 ayat (3) huruf b angka 1 dapat dilakukan dengan bantuan Pembuat Meterai yang membubuhkan Meterai Percetakan pada cek dan/atau bilyet giro yang Bea Meterainya dimintakan pemindahbukuan atau pengembalian kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang. |
(3) | Ketentuan mengenai contoh format surat penolakan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
Pasal 18
(1) | Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan surat ketetapan pajak kepada Pemungut Bea Meterai atas Bea Meterai yang tidak atau kurang dipungut dan tidak atau kurang disetor sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang ketentuan umum dan tata cara perpajakan. |
(2) | Bea Meterai yang tidak atau kurang dipungut dan tidak atau kurang disetor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Bea Meterai. |
(3) | Pemungut Bea Meterai menyetorkan Bea Meterai yang ditetapkan dengan surat ketetapan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ke kas negara. |
(4) | Penyetoran Bea Meterai yang tidak atau kurang disetor yang telah ditetapkan dengan surat ketetapan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diperhitungkan sebagai deposit bagi Distributor yang mendistribusikan Meterai Elektronik kepada Pemungut Bea Meterai. |
Pasal 19 Ketentuan mengenai:
a. | penandatanganan SPT Masa Bea Meterai; |
b. | pengenaan sanksi administratif, dalam hal Pemungut Bea Meterai tidak atau terlambat menyampaikan SPT Masa Bea Meterai; dan |
c. | pembetulan SPT Masa Bea Meterai, |
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang ketentuan umum dan tata cara perpajakan.
- BAB IV
- KETENTUAN PENUTUP
- Pasal 20
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 26 Oktober 2021MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,ttd. SRI MULYANI INDRAWATI |
Diundangkan di Jakartapada tanggal 27 Oktober 2021DIREKTUR JENDERALPERATURAN PERUNDANG-UNDANGANKEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIAREPUBLIK INDONESIA,ttd.BENNY RIYANTO BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2021 NOMOR 1203 : Penetapan Pemungut Bea Meterai Dan Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, Dan Pelaporan Bea Meterai – Ortax
6 Apa pentingnya materai pada Akta?
Fungsi Meterai dalam Perjanjian – Sebelum menjawab pertanyaan Anda, dapat kami tegaskan bahwa meterai bukanlah syarat sah perjanjian, Syarat sah perjanjian disebutkan dalam Pasal 1320 KUH Perdata, antara lain:
kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya;kecakapan untuk membuat suatu perjanjian;suatu hal tertentu;suatu sebab yang halal.
Baca juga: Ini 4 Syarat Sah Perjanjian dan Akibatnya Jika Tak Dipenuhi Disarikan dari artikel Fungsi Meterai dan Objek Bea Meterai, fungsi meterai secara garis besar adalah alat untuk membayar pajak dokumen yang dapat digunakan sebagai alat bukti atau keterangan. Menurut UU Bea Meterai, bea meterai dikenakan atas dua jenis dokumen, yaitu:
dokumen yang dibuat sebagai alat untuk menerangkan suatu kejadian yang bersifat perdata; dandokumen yang digunakan sebagai alat bukti di pengadilan.
Adapun surat perjanjian beserta rangkapnya yang rencana akan Anda buat termasuk dokumen yang bersifat perdata yang dikenai bea meterai atasnya. Dengan demikian, kedudukan meterai dalam perjanjian adalah karena termasuk dokumen yang dibuat sebagai alat untuk menerangkan suatu kejadian bersifat perdata dan agar surat perjanjian dapat dijadikan sebagai alat bukti di pengadilan, bukan sebagai syarat sah perjanjian.