Pajak Yang Pelaksanaannya Melihat Kemampuan Dan Keadaan Wajib Pajak Adalah?
Pajak Subjektif dan Pajak Objektif – Kemudian ada jenis pajak yang digolongkan berdasarkan sifatnya yakni pajak subjektif dan pajak objektif. Pajak subjektif adalah pajak yang berpangkal pada subjeknya sedangkan pajak objektif berpangkal kepada objeknya.
- Suatu pungutan disebut pajak subjektif karena memperhatikan keadaan diri wajib pajak.
- Contoh pajak subjektif adalah pajak penghasilan (PPh) yang memperhatikan tentang kemampuan wajib pajak dalam menghasilkan pendapatan atau uang.
- Pajak objektif merupakan pungutan yang memperhatikan nilai dari objek pajak.
Contoh pajak objektif adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari barang yang dikenakan pajak.
Contents
Pajak subjektif apa?
Pajak Subjektif Adalah – Sumber foto : Easybiz.id Mungkin masih banyak orang yang belum mengenal atau mendengar dua jenis pajak ini. Pajak subjektif dan pajak objektif ini nanti masih akan terbagi menjadi beberapa macam lagi. Di sini pengertian pajak subjektif adalah pungutan yang ditetapkan dari Wajib Pajak perorangan atau pribadi.
- Pajak subjektif adalah pajak dimana wajib pajak perorangan yang sudah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak sebagai syarat administrasi untuk melaksanakan hak serta kewajiban pajak.
- Jadi pada dasarnya setiap WNI mempunyai kewajiban pajak dan harus membayar pajak.
- Jika sampai ada kewajiban yang tidak dipenuhi maka WP tersebut akan mendapatkan sanksi.
Artinya di sini pajak subjektif adalah pungutan yang berasal dari Wajib Pajak itu sendiri khususnya untuk WP perorangan yang telah memiliki NPWP. Setiap orang yang sudah memiliki NPWP harus memenuhi kewajiban pajaknya sesuai dengan aturan dan hukum perpajakan yang berlaku agar tidak terkena sanksi atau hukuman.
Pajak yang termasuk jenis pajak subjektif adalah pajak penghasilan atau yang biasa disingkat dengan PPh. Pungutan pajak ini berdasarkan pada pendapatan atau penghasilan yang didapatkan oleh Wajib Pajak perorangan dalam satu tahun pajak. Baca Juga : Contoh Pajak Langsung dan Tidak Langsung Lengkap Pajak penghasilan ini sendiri biasanya dikenakan kepada WP yang mendapatkan tambahan nilai ekonomis dari pendapatan atau pemasukannya.
PPh ini secara umum dan berdasarkan UU yang berlaku dibagi lagi menjadi beberapa jenis. Setiap jenisnya mempunyai aturan dan ketentuannya sendiri-sendiri. Sementara itu, ada juga pajak objektif. Ini merupakan pajak yang fokusnya pada penetapan atau pengenaan pungutan pajak yang memperhatikan pribadi dari WP yang menjadi subjek pajak.
Pungutan ini sudah diatur dalam Undang-Undang Perpajakan yang ditetapkan objek untuk pajaknya. Besaran atau jumlah pajak untuk pajak subjektif adalah pajak yang dipengaruhi oleh kondisi atau keadaan perorangan yang menjadi subjek pajak. Oleh karena itu pajak objektif ini tarifnya mengikuti atau melihat ketentuan yang sudah diatur dalam UU perpajakan yang berlaku sekarang.
Kriteria dari penghasilan atau pendapatan untuk tarif pajak objektif ini diantaranya:
Orang pribadi atau badan usaha yang menggunakan dan mengkonsumsi BKP atau barang kena pajak. Pajak yang berkaitan dengan pemindahan harta dari dalam negeri ke luar negeri. Pajak atau pungutan atas kekayaan, kepemilikan barang mewah maupun aset yang ada di luar negeri.
Itu dia penjelasan tentang pengertian pajak subjektif dan pajak objektif. Keduanya memang sangat berbeda namun saling berkaitan. Jadi pajak subjektif dan pajak objektif ini dapat dikatakan dua jenis pajak yang saling berhubungan dalam prakteknya.
Mengapa Pajak Penghasilan disebut pajak subjektif?
Pajak Penghasilan (PPh) tergolong sebagai pajak subjektif yaitu pajak yang mempertimbangkan keadaan pribadi Wajib Pajak sebagai faktor utama dalam pengenaan pajak. Keadaan pribadi Wajib Pajak yang tercermin pada kemampuannya untuk membayar pajak atau daya pikulnya, ikut dipertimbangkan dan dijadikan sebagai dasar utama dalam menentukan berapa besarnya jumlah pajak yang dapat dibebankan kepadanya.
Mengapa PPN disebut sebagai pajak objektif?
Jasa Konsultan Pajak – Pemahaman akan regulasi pajak sangatlah penting dimiliki oleh setiap wajib pajak di Serpong atau di seluruh wilayah Indonesia. Ini karena hal tersebut mampu mendukung wajib pajak untuk bisa menyelenggarakan kewajiban pajaknya dengan baik dan benar.
- Termasuk ketentuan yang berkaitan dengan Pajak Pertambahan Nilai atau dikenal dengan sebutan PPN.
- Bagi wajib pajak yang merupakan Pengusaha Kena Pajak atau dikenal dengan PKP, tentu sudah tidak asing lagi dengan istilah PPN.
- Dimana dalam melaksanakan kewajiban perpajakan dengan tertib, tentu PKP akan bersinggungan dengan PPN.
Ini adalah salah satu jenis pajak yang wajib untuk dibayarkan atas suatu transaksi Barang Kena Pajak, yang dilakukan oleh seorang PKP. Konsultan pajak Serpong, adalah pilihan tepat bagi setiap orang dalam mengurus administrasi pajaknya dengan baik. Dalam definisi lain, Pajak Pertambahan Nilai atau PPN bisa diartikan sebagai pajak yang dikenakan atas setiap pertambahan nilai dari suatu barang dan jasa.
- Dimana barang dan jasa tersebut termasuk dalam kategori barang dan jasa yang bisa dikenai pajak.
- Barang dan jasa kena pajak yang dimaksud merupakan barang dan jasa dalam proses transaksi dari pihak produsen kepada pihak konsumen.
- Yang mana kemudian untuk pembayaran pajaknya dibebankan kepada pihak konsumen akhir.
Sedangkan pihak produsen bertugas untuk menyetorkan dan melaporkan pajak tersebut. Sebagai seorang PKP atau pengusaha kena pajak, maka anda berkewajiban untuk menyertakan perhitungan PPN dalam setiap faktur pajak yang diterbitkan. Seperti yang diketahui, bahwa faktur pajak perlu untuk diterbitkan sebagai bukti atas kegiatan transaksi BKP dan JKP yang telah dilakukan.
- Dimana selanjutnya faktor tersebut dibuat rangkap dua, satu untuk dipegang oleh PKP bersangkutan dan satu lagi untuk dipegang mitra transaksi.
- Onsultan pajak Serpong adalah pilihan tepat dalam urusan pajak yang lebih mudah dan praktis.
- Berbeda dengan jenis Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 yang bersifat progresif, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) lebih bersifat Multi Stage Levy,
Simak penjelasan lebih lanjut mengenai karakteristik PPN sebagaimana berikut:
PPN merupakan pajak atas konsumsi
PPN akan dibebankan pada pihak konsumen atau orang yang membeli Barang kena Pajak (BKP), dan tidak untuk dijual kembali. Hal ini berarti, yang memiliki tanggung jawab untuk membayar beban pajak adalah pihak konsumen akhir (pembeli).
PPN merupakan pajak tidak langsung
PPN termasuk dalam kategori pajak tidak langsung karena pajak tersebut dibebankan pada konsumen akhir. Sedangkan yang bertanggungjawab untuk melakukan penyetoran pajak bukanlah pihak konsumen akhir. Namun wajib pajak sebagai pengusaha kena pajak atau PKP yang menjual barang tersebut. Baca Juga: Wajib Pajak Harus Tahu Perbedaan Pajak Pusat dan Pajak Daerah
PPN merupakan pajak objektif
PPN juga termasuk dalam kategori pajak objektif, karena melihat dari sisi objek pajaknya. Setiap konsumen, yang juga merupakan wajib pajak dan subjek pajak, akan dikenai tarif PPN yang sama. Yang mana tarif tersebut sesuai dengan harga barang atau transaksi BKP dan JKP yang dilakukan.
Penggunaan Tarif Tunggal
Seperti yang telah disinggung pada pembahasan sebelumnya, bahwa PPN berbeda dengan PPh pasal 21. Yang mana dalam PPN tidak memiliki perhitungan progresif, tapi memiliki tarif dasar tunggal yakni sebesar 10%. Setiap konsumen akhir yang melakukan pembelian BKP bertanggung jawab untuk membayarkan pajak sebesar 10% dari nilai transaksi yang dilakukan.
PPN adalah Pajak Atas Konsumsi BKP dan JKP di Dalam Negeri
PPN adalah pajak yang hanya dikenakan atas konsumsi BKP dan JKP di dalam negeri. Seperti misalnya atas kegiatan transaksi impor barang yang dilakukan oleh PKP. Selain itu, PPN juga akan diterapkan pada pemanfaatan BKP dan JKP yang tidak berwujud diluar daerah kepabeanan yang dimanfaatkan di dalam negeri.
Bersifat Multi Stage Levy
PPN juga akan dikenakan atau dipungut pada setiap tahap jalur produksi dan distribusi. Yakni mulai dari pabrik, pedagang besar, grosir, hingga pada pedagang kecil atau pengecer. PPN tidak akan menimbulkan efek pemungutan pajak ganda karena mekanisme pajaknya menganut pengkreditan pajak keluaran dan pajak masukan.
Indirect Subtraction Method
Mekanisme dalam perhitungan PPN menggunakan metode pengurangan secara tidak langsung. Yang mana artinya wajib pajak sebagai PKP dapat mengkreditkan pajak masukan atas BKP dan JKP yang berbeda. Konsultan pajak Serpong adalah alternatif dalam mengurus pajak dengan tepat dan lebih efektif.
Sebutkan apa saja pajak objektif?
Contoh Pajak Objektif – Untuk pajak objektif ini, contohnya adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), dan juga Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).
Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Pajak ini dipungut atas barang atau jasa yang berasal dari hasil transaksi yang dilakukan oleh para Pengusaha Kena Pajak (PKP).
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
Merupakan pungutan yang dibebankan kepada Wajib Pajak atas kepemilikan atau pemanfaatan tanah ataupun bangunan yang bernilai ekonomis.
Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM)
Pungutan ini dibebankan kepada Wajib Pajak atas transaksi barang mewah atau barang yang memiliki nilai fantastis. : Perbedaan Pajak Subjektif dan Pajak Objektif
Apa yang dimaksud pajak bersifat objektif?
Contoh Jenis-jenis Pajak Pusat dan Pajak Daerah – Berikut ini pajak yang dikelola oleh pemerintah pusat:
- Pajak Penghasilan (PPh)
- Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
- Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM)
- Bea Materai
- Pajak Bumi dan Bangunan (PBB perkebunan, Perhutanan, Pertambangan)
Berikut ini pajak yang dikelola oleh pemerintah daerah: 1. Pajak provinsi terdiri dari:
- Pajak Kendaraan Bermotor.
- Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor.
- Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor.
- Pajak Air Permukaan.
- Pajak Rokok.
2. Pajak kabupaten/kota terdiri dari:
- Pajak Hotel.
- Pajak Restoran.
- Pajak Hiburan.
- Pajak Reklame.
- Pajak Penerangan Jalan.
- Pajak Mineral Bukan Logam dan Bantuan.
- Pajak Parkir.
- Pajak Air Tanah.
- Pajak Sarang Burung Walet.
- Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan.
- Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan.
- Sekadar informasi saja, mulai tahun 2014, Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Perdesaan dan Perkotaan masuk dalam kategori pajak daerah. Sedangkan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Perkebunan, Perhutanan dan Pertambangan masih tetap merupakan pajak pusat.
- (Sumber : Pajak.go.id)
: JENIS JENIS PAJAK DI INDONESIA
Apa saja contoh pajak langsung?
Pertanyaan Terkait –
- Apa saja contoh pajak langsung? Contoh pajak langsung antara lain: (1) Pajak kendaraan bermotor, (2) Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), (3) Pajak Penghasilan.
- Apa yang dimaksud dengan pajak langsung? Pengertian pajak langsung adalah pajak yang dikenakan secara berkala terhadap orang atau badan sesuai dengan surat ketetapan pajak; pajak ini harus dipikul sendiri oleh wajib pajak (direct tax).
Apa yang dimaksud dengan pajak progresif?
Pengertian Pajak Progresif – Pajak progresif merupakan tarif pajak yang akan semakin naik sesuai dengan naiknya dasar pengenaan pajak. Contohnya adalah Pajak Penghasilan (PPh). Bila penghasilan Anda masuk ke dalam kategori penghasilan kena pajak yang mana dalam 1 tahun lebih dari Rp50 juta, maka berlaku tarif progresif PPh.
Tidak hanya dipotong dengan tarif PPh di lapisan PPh terendah, namun juga kena lapisan lainnya. Pajak progresif juga merupakan pajak yang dikenakan untuk kepemilikan kendaraan kedua dan seterusnya. Misalnya pada kendaraan bermotor yang didasarkan atas nama, alamat tempat tinggal, dan jenis kendaraan yang sama.
Sebagai gambaran, apabila Anda memiliki dia motor yang keduanya atas nama Anda, maka motor keduanya dipungut tarif pajak progresif motor. Atau, bila di keluarga Anda memiliki 3-4 unit motor, meski nama kepemilikan berbeda, namun masih dalam 1 Kartu Keluarga (KK) atau alamat, maka motor kedua-keempat akan dikenakan tarif progresif motor dan mobil Akan tetapi, bila Anda memiliki 1 motor dan 1 mobil, meski dengan nama dan alamat yang sama, selama kendaraan tersebut adalah kendaraan pertama, maka perlakuannya sebagai kepemilikan pertama dan tidak dikenakan tarif progresif.
Apa perbedaan pajak subjektif dan pajak subjektif?
Pajak Subjektif dan Pajak Objektif – Kemudian ada jenis pajak yang digolongkan berdasarkan sifatnya yakni pajak subjektif dan pajak objektif. Pajak subjektif adalah pajak yang berpangkal pada subjeknya sedangkan pajak objektif berpangkal kepada objeknya.
- Suatu pungutan disebut pajak subjektif karena memperhatikan keadaan diri wajib pajak.
- Contoh pajak subjektif adalah pajak penghasilan (PPh) yang memperhatikan tentang kemampuan wajib pajak dalam menghasilkan pendapatan atau uang.
- Pajak objektif merupakan pungutan yang memperhatikan nilai dari objek pajak.
Contoh pajak objektif adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari barang yang dikenakan pajak.
PPN disebut pajak apa?
PPN Adalah Singkatan dari Pajak Pertambahan Nilai, Lalu Fungsinya Apa? – Hal dasar yang perlu dipahami tentunya tentang apa itu fungsi hingga singkatan dari atau PPN kepanjangannya adalah seperti apa. Seperti yang tertulis dalam judul artikel ini, PPN ini adalah singkatan dari Pajak Pertambahan Nilai.
Sedangkan pengertian Pajak Pertambahan Nilai adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi dalam negeri oleh Wajib Pajak Orang Pribadi, Badan, dan Pemerintah. Dalam penerapannya, Badan atau Perorangan yang membayar pajak ini tidak diwajibkan untuk menyetorkan langsung ke kas negara, melainkan lewat pihak yang memotong/memungut PPN.
Pajak Pertambahan Nilai bersifat objektif, tidak kumulatif, dan merupakan pajak tidak langsung. Subjek pajaknya terdiri dari Pengusaha Kena Pajak (PKP) dan non PKP. Bedanya, jika sebagai PKP wajib memungut, sedangkan Non PKP tidak bisa memungut Pajak Pertambahan Nilai.
Tapi ketika melakukan transaksi barang/jasa kena PPN tidak bisa mengkreditkan Pajak Masukan. Jadi, PPN adalah pungutan pajak yang dibebankan atas transaksi jual-beli barang atau jasa kena pajak yang dilakukan oleh Wajib Pajak Pribadi maupun Wajib Pajak Badan yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP).
Bagaimana cara mengajukan sebagai PKP?
Berikut Syarat dan Cara Mengajukansebagai Pengusaha Kena Pajak
Ada pun ketentuan tentang PPN adalah diatur dalam peraturan perundang-undangan perpajakan yang telah mengalami beberapa kali perubahan. Terbaru diatur dalam UU HPP berkaitan dengan besar tarif PPN terbaru. Baca juga: Aturan Baru Membuat e-Faktur dan Cara Mengkreditkan Pajak Masukan di UU Cipta Kerja
Siapa wajib pajak PPN?
Pengertian Pajak Pertambahan Nilai (PPN) – Tentu anda sering menjumpai pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dalam melakukan kegiatan transaksi. Pajak Pertambahan Nilai yang selanjutnya disebut dengan PPN, adalah pungutan pajak yang dibebankan atas suatu transaksi jual beli barang dan jasa kena pajak.
- Dimana transaksi jual beli tersebut dilakukan oleh seorang wajib pajak pribadi ataupun wajib pajak badan yang telah dikukuhkan menjadi seorang Pengusaha Kena Pajak atau PKP.
- Jadi, PPN dibebankan kepada wajib pajak yang telah menjadi pengusaha kena pajak (PKP).
- Onsultan pajak Serpong adalah solusi tepat urusan pajak anda.
Dalam pemungutan PPN yang berkewajiban untuk memungut pajak dan menyetor serta melaporkannya adalah pihak pedagang atau penjual. namun yang memiliki kewajiban untuk membayar beban pajak PPN adalah pihak pembeli yaitu konsumen akhir. PPN dikenakan dan disetorkan oleh seorang pengusaha maupun perusahaan yang mana telah memenuhi syarat dan dikukuhkan sebagai kategori pengusaha kena pajak atau PKP.
Jelaskan apa yang dimaksud dengan pajak progresif pajak regresif dan pajak proporsional?
Tarif proporsional (a proportional tax rate structure) yaitu tarif pajak yang PRESENTASENYA tetap meskipun terjadi perubahan dasar pengenaan pajak.Contoh: Pajak Pertambahan Nilai 2. Tarif regresif / tetap (a regresive tax rate structure) yaitu tarif pajak akan selalu tetap sesuai peraturan yang telah ditetapkan 3. Tarif
Siapa saja Wajib Pajak yang wajib menyelenggarakan pembukuan?
1. Perbedaan Wajib Pajak – Pada dasarnya, berdasarkan dengan Undang-Undang (UU) KUP, dijelaskan bahwa Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas, serta Wajib Pajak badan yang ada di Indonesia wajib untuk melakukan atau menyelenggarakan pembukuan.
Wajib Pajak yang menyelenggarakan pembukuan
Merupakan Wajib Pajak badan Merupakan Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha ataupun pekerjaan bebas, kecuali Wajib Pajak orang pribadi yang memiliki penghasilan bruto (omzet) kurang dari Rp 4,8 miliar dalam satu tahun.
Wajib Pajak yang menyelenggarakan pencatatan
Merupakan Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan suatu kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dengan peredaran bruto (pmzet) kurang dari Rp 4,8 miliar dalam satu tahun, dapat menggunaan Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN) dalam menghitung penghasilan neto, dengan syarat harus memberitahukan ke Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan pertama dari tahun pajak yang bersangkutan. Merupakan Wajib Pajak orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.
Apa yang dimaksud dengan pajak subjektif dan berikan contohnya?
Apa Itu Pajak Subjektif? – Pajak subjektif adalah pungutan yang berasal dari orang pribadi. Dimana orang pribadi tersebut telah dikukuhkan sebagai seorang wajib pajak (WP). Dimana kemudian wajib pajak (WP) tersebut juga telah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
Dimana hal ini sebagai salah satu syarat administrasi untuk bisa melaksanakan hak serta kewajiban pajaknya. Konsultan pajak BSD adalah alternatif tepat untuk setiap permasalahan pajak anda. Setiap warga negara berkewajiban untuk membayar pajak. Dimana hal ini merupakan kewajiban utama kepada negara sesuai dengan ketentuan undang-undang yang berlaku.
Apabila seseorang yang telah menjadi wajib pajak (WP) tidak melaksanakan kewajiban pembayaran pajak yang dimilikinya maka mereka bisa ditetapkan telah melanggar ketentuan hukum. Dimana akan ada sanksi yang dikenakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
- Pada dasarnya fokus pengenaan pajak subjektif memperhatikan pribadi dari wajib pajak (WP).
- Dimana WP tersebut sebagai subjek, dimana kemudian akan ditetapkan objek untuk pajaknya.
- Yang mana disesuaikan dengan ketentuan undang-undang yang ada.
- Untuk pengenaan pajak subjektif besaran jumlah pajak terutang dipengaruhi oleh keadaan pribadi dari subjek pajaknya.
Konsultan pajak BSD adalah solusi tepat dan efektif untuk masalah pajak anda. Contoh dari pajak subjektif bisa berupa pajak penghasilan atau PPh. Dimana PPh yang dipungut didasarkan pada penghasilan yang diperoleh wajib pajak (WP). Yang mana WP tersebut sebagai subjek dengan penghasilan dalam satu tahun pajak.
Subjek pajak dalam negeri orang pribadi Subjek pajak dalam negeri yang berbentuk badan Subjek pajak luar negeri yang berbau berbentuk Badan Usaha Tetap (BUT) Subjek pajak luar negeri yang berbentuk selain Badan Usaha Tetap (BUT) Warisan yang belum terbagi
Baca Juga: Pengenaan Tarif Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23
Apa yang dimaksud dengan pajak subjektif dan berikan contohnya?
Pajak Subjektif dan Pajak Objektif – Kemudian ada jenis pajak yang digolongkan berdasarkan sifatnya yakni pajak subjektif dan pajak objektif. Pajak subjektif adalah pajak yang berpangkal pada subjeknya sedangkan pajak objektif berpangkal kepada objeknya.
Suatu pungutan disebut pajak subjektif karena memperhatikan keadaan diri wajib pajak. Contoh pajak subjektif adalah pajak penghasilan (PPh) yang memperhatikan tentang kemampuan wajib pajak dalam menghasilkan pendapatan atau uang. Pajak objektif merupakan pungutan yang memperhatikan nilai dari objek pajak.
Contoh pajak objektif adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari barang yang dikenakan pajak.
Apa itu syarat objektif dan subjektif dalam pajak?
Berikut Ini Tata Cara Pendaftaran NPWP Pengertian Wajib Pajak menurut Pasal 1 (2) UU KUP adalah orang pribadi atau badan yang meliputi pembayaran pajak, memotong pajak, memungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang – undangan perpajakan.
Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) Pasal 1 (6) UU KUP adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya. Wajib Pajak badan dan orang pribadi memiliki kewajiban untuk mendaftarkan diri agar mendapatkan NPWP.
Pemeriksaan Pajak – Cara Kantor Pajak Menghitung Omzet para Wajib Pajak
Terdapat dua syarat kewajiban mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP yaitu syarat objektif dan syarat subjektif. Syarat subjektif adalah syarat yang sesuai dengan aturan yang berkaitan tentang subjek pajak dalam undang – undang pajak penghasilan. Sedangkan syarat objektif adalah syarat bagi subjek pajak yang menerima penghasilan serat diwajibkan melakukan kewajiban perpajakan sesuai dengan aturan perundang – undangan.
Wajib Pajak yang telah memenuhi syarat objektif maupun subjektif wajib mendaftarkan diri pada kantor DJP atau KPP setempat yang sesuai dengan wilayah tempat tinggal atau kedudukan Wajib Pajak untuk mendapatkan NPWP. Pendaftaran NPWP dapat dilakukan secara online melalui dengan menyiapkan alamat email, NIK untuk Wajib Pajak orang pribadi, dan nomor telepon, lalu lakukan pengisian identitas diri serta hal lainnya.
Jika sudah melakukan pendaftaran secara online, maka NPWP elektronik langsung didapatkan. Sedangkan NPWP fisik yang berupa kartu dapat diambil di KPP yang terdaftar. Ketika sudah memiliki NPWP maka memiliki kewajiban untuk melakukan pelaporan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT).
- Surat Pemberitahuan Tahunan dapat disampaikan melalui website dengan benar, lengkap, dan jelas.
- Batas pelaporan SPT untuk Wajib Pajak orang pribadi paling lambat tanggal 31 Maret dan untuk Wajib Pajak badan paling lambat tanggal 30 April.
- Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa Wajib Pajak yang telah memenuhi syarat objektif dan syarat subjektif diwajibkan untuk memiliki NPWP.
Pendaftaran NPWP dapat dilakukan dengan datang ke kantor DJP atau KPP setempat dan bisa dilakukan pendaftaran secara online, : Berikut Ini Tata Cara Pendaftaran NPWP
Apa perbedaan antara pajak subjektif dengan pajak objektif?
Pengertian Pajak Objektif – Pajak objektif merupakan kebalikan dari pajak subjektif. Dimana jenis pajak ini tidak melihat kondisi dari Wajib Pajak (WP) yang merupakan subjek pajak. Akan tetapi pajak objektif melihat sifat objek pajaknya. Pada dasarnya, jenis pajak ini fokus pada pengenaan pajak dengan memperhatikan objeknya.
- Yang mana bisa berupa benda, keadaan, perbuatan, ataupun sebuah peristiwa yang menyebabkan adanya utang pajak.
- Onsultan pajak Serpong adalah solusi tepat untuk segala keperluan pajak anda.
- Sedangkan untuk tarif dari pajak objektif sendiri lebih mengikuti kebijakan Undang-Undang (UU) pajak yang berlaku.
Dimana penentuan tarif tersebut berdasarkan pada kriteria penghasilan yang telah ditentukan. Kriteria dari pajak objektif tersebut, meliputi:
Diperuntukkan bagi orang pribadi atau badan usaha yang melakukan transaksi atas benda kena pajak. Pungutan pajak berhubungan dengan pemindahan harta dari Indonesia ke luar negeri. Pungutan pajak atas kekayaan, kepemilikan barang mewah, ataupun aset di negara lain.