Penghasilan Yang Tidak Menjadi Objek Pajak Adalah?
Bantuan atau Sumbangan dan Harta Hibahan – Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2009, syarat bantuan atau sumbangan supaya dikecualikan sebagai objek pajak penghasilan, yaitu:
berbentuk uang atau barang; tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan.
Menurut Peraturan Menteri Keuangan nomor 245/PMK.03/2008, harta hibah, bantuan, atau sumbangan yang dikecualikan sebagai objek Pajak Penghasilan yaitu harta hibah, bantuan, atau sumbangan yang diterima oleh : 1. keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, yaitu adalah orang tua dan anak kandung.2.
memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 500jt (tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha) memiliki hasil penjualan maksimal Rp 2.5M setahun.
5. badan sosial termasuk yayasan dan koperasi yang tidak mencari keuntungan yang kegiatannya semata-mata menyelenggarakan:
pemeliharaan kesehatan; pemeliharaan orang lanjut usia (panti jompo); pemeliharaan anak yatim-piatu, anak atau orang terlantar, dan anak atau orang cacat; santunan dan/atau pertolongan kepada korban bencana alam, kecelakaan, dan sejenisnya; pemberian beasiswa; pelestarian lingkungan hidup; dan/atau kegiatan sosial lainnya.
Contents
Apa saja yang tidak termasuk subjek pajak?
BUKAN SUBJEK PAJAK – Yang dimaksud bukan adalah: (Pasal 3 UU Nomor 36 Tahun 2008)
- kantor perwakilan negara asing;
- pejabat-pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat-pejabat lain dari negara asing dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama-sama mereka dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut serta negara bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik;
- organisasi-organisasi internasional dengan syarat Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut dan tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia selain memberikan pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal dari iuran para anggota;
- pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional, dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha, kegiatan, atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia.
Pejabat perwakilan organisasi internasional adalah pejabat yang diangkat atau ditunjuk langsung oleh induk organisasi internasional yang bersangkutan untuk menjalankan tugas atau jabatan pada kantor perwakilan organisasi internasional tersebut di Indonesia.
- Badan-badan Internasional dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (Lampiran PMK-215/PMK.03/2008 stdd PMK-166/PMK.011/2012).
- Organisasi-organisasi internasional yang berbentuk kerjasama teknik dan atau kebudayaan (Lampiran PMK-215/PMK.03/2008 stdd PMK-166/PMK.011/2012).
- Organisasi Internasional lainnya (PMK-166/PMK.011/2012)
Apa objek dan subjek pajak?
Apa itu Objek Pajak dan Subjek Pajak – Pengertian mendasar Objek pajak adalah sumber penghasilan atau pendapatan yang dikenakan pajak. Sedangkan Subjek pajak adalah perseorangan atau sebuah badan usaha yang ditetapkan menjadi pelaku pajak tersebut. Sehingga bisa dikatakan setiap subjek pajak pasti mempunyai objek pajak sementara perseorangan atau badan usaha disebut sebagai wajib pajak.
Apakah semua penghasilan dikenakan pajak?
Bantuan atau Sumbangan dan Harta Hibahan – Pasal 4 ayat (3) huruf a Undang-undang Pajak Penghasilan membagi penghasilan yang dikecualikan menjadi 2 yaitu: bantuan atau sumbangan, dan hibah. Tetapi saya membagi menjadi 3 saja karena sumbangan termasuk zakat.
Jadi saya bagi menjadi: bantuan atau sumbangan, zakat atau sumbangan keagamaan, dan harta hibahan. Bantuan atau sumbangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan. Kata sepanjang maksudnya adalah syarat supaya bantuan atau sumbangan dikecualikan sebagai objek Pajak Penghasilan.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 18 tahun 2009 bahwa bantuan atau sumbangan adalah pemberian dalam bentuk uang atau barang kepada orang pribadi atau badan. Jadi, syarat bantuan atau sumbangan supaya dikecualikan sebagai objek pajak penghasilan, yaitu:
- berbentuk uang atau barang;
- tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan.
Zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan para penerima zakat yang berhak serta sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama lainnya yang diakui di Indonesia yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima sumbangan yang berhak diperlakukan sama seperti bantuan atau sumbangan.
- badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah; dan
- penerima zakat yang berhak.
Begitu juga dengan sumbangan keagamaan, supaya penghasilan dikecualikan sebagai objek Pajak Penghasilan, Pasal 3 Peraturan Pemerintah nomor 18 tahun 2009 mengatur: Sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia adalah sumbangan keagamaan yang diterima oleh:
- lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah; dan
- penerima sumbangan yang berhak.
Penjabaran Pasal 3 ayat (3) Undang-undang Pajak Penghasilan diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan nomor 245/PMK.03/2008. Menurut Peraturan Menteri Keuangan nomor 245/PMK.03/2008, harta hibah, bantuan, atau sumbangan yang dikecualikan sebagai objek Pajak Penghasilan yaitu harta hibah, bantuan, atau sumbangan yang diterima oleh :
- keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, yaitu adalah orang tua dan anak kandung.
- badan keagamaan, yaitu badan keagamaan yang kegiatannya semata-mata mengurus tempat-tempat ibadah dan/atau menyelenggarakan kegiatan di bidang keagamaan, yang tidak mencari keuntungan.
- badan pendidikan, yaitu badan pendidikan yang kegiatannya semata-mata menyelenggarakan pendidikan yang tidak mencari keuntungan.
- orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan usaha kecil yang memiliki dan menjalankan usaha produktif yang memenuhi kriteria sebagai berikut : :
- memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha;atau
- memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 2.500.000.000,00 (dua miyar lima ratus juta rupiah).
- badan sosial termasuk yayasan dan koperasi, yaitu badan sosial yang tidak mencari keuntungan yang kegiatannya semata-mata menyelenggarakan:
- pemeliharaan kesehatan;
- pemeliharaan orang lanjut usia (panti jompo);
- pemeliharaan anak yatim-piatu, anak atau orang terlantar, dan anak atau orang cacat;
- santunan dan/atau pertolongan kepada korban bencana alam, kecelakaan, dan sejenisnya;
- pemberian beasiswa;
- pelestarian lingkungan hidup; dan/atau
- kegiatan sosial lainnya.
Apakah gaji termasuk objek pajak penghasilan?
Jenis-Jenis Objek Pajak Penghasilan – Objek Pajak Penghasilan sendiri ada beberapa jenis-jenis, yaitu: 1. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa, kecuali ditentukan lain oleh Undang-Undang PPh : – Semua pembayaran atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan, seperti ; upah, gaji, premi asuransi kesehatan yang dibayar oleh pemberi kerja, atau imbalan dalam bentuk lainnya merupakan objek pajak.
- Pengertian imbalan dalam bentuk lainnya termasuk imbalan dalam bentuk natura yang diberikan oleh non subjek pajak penghasilan.2.
- Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan : – Meliputi hadiah dari undian, pekerjaan, dan kegiatan seperti : hadiah undian tabungan, hadiah pertandingan olah raga, dan sebagainya.
– Yang dimaksud penghargaan adalah imbalan yang diberikan sehubungan dengan kegiatan tertentu, misalnya imbalan yang diterima sehubungan dengan penemuan benda-benda purbakala.3. Penghasilan dari Usaha/Laba usaha 4. Keuntungan penjualan atau pengalihan harta ( capital gain ), termasuk: a.
keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal; Dalam hal terjadi pengalihan harta sebagai pengganti saham atau penyertaan modal, keuntungan berupa selisih antara harga pasar dari harta yang diserahkan dan nilai bukunya merupakan penghasilan.b.
keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, atau anggota yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya; Apabila Wajib Pajak menjual harta dengan harga yang lebih tinggi dari nilai sisa buku atau lebih tinggi dari harga atau nilai perolehan, selisih harga tersebut merupakan keuntungan.
- Dalam hal penjualan harta tersebut terjadi antara badan usaha dan pemegang sahamnya, harga jual yang dipakai sebagai dasar untuk penghitungan keuntungan dari penjualan tersebut adalah harga pasar.5.
- Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak.6.
Bunga, termasuk premium, diskonto, dan jaminan karena pengembalian utang : – Premium terjadi apabila obligasi dijual di atas nilai nominalnya. Sedangkan diskonto terjadi apabila surat obligasi dibeli di bawah nilai nominalnya. – Premium tersebut merupakan penghasilan bagi yang menerbitkan obligasi, sedangkan diskonto merupakan penghasilan bagi pihak yang membeli obligasi.7.
Dividen dengan nama dan dalam bentuk apapun, yaitu terdiri dari: – Pembagian laba baik secara langsung ataupun tidak langsung, dengan nama dan dalam bentuk apapun – Pembayaran kembali karena likuidasi yang melebihi jumlah modal yang disetor – Pemberian saham bonus tanpa penyetoran, termasuk saham bonus dari kapitalisasi agio saham, kecuali : apabila jumlah nilai nominal saham yang dimilikinya setelah pembagian saham bonus tersebut tidak melebihi jumlah setoran modalnya – Pembagian laba dalam bentuk saham (dividen saham) – Pencatatan tambahan modal tanpa penyetoran, kecuali yang berasal dari kapitalisasi selisih lebih revaluasi aktiva tetap – Jumlah yang melebihi jumlah setoran sahamnya yang diterima atau diperoleh pemegang saham karena pembelian kembali saham-saham oleh perseroan yang bersangkutan – Pembayaran kembali seluruhnya atau sebagian dari modal yang disetor, jika dalam tahun-tahun yang lampau diperoleh keuntungan, kecuali jika pembayaran kembali tersebut akibat dari pengecilan modal (statuter) yang dilakukan secara sah – Pembayaran sehubungan dengan tanda-tanda laba, termasuk yang diterima sebagai penebusan tanda-tanda laba tersebut – Bagian laba sehubungan dengan kepemilikan obligasi – Bagian laba yang diterima oleh pemegang polis – Pembagian sisa hasil usaha kepada anggota koperasi – Pengeluaran perusahaan untuk keperluan pribadi pemegang saham yang dibebankan sebagai biaya perusahaan.8.
Royalti atau imbalan atas penggunaan hak. Royalti adalah suatu jumlah yang dibayarkan atau terutang dengan cara atau perhitungan apa pun, baik dilakukan secara berkala maupun tidak.9. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta. Dalam pengertian sewa termasuk imbalan yang diterima atau diperoleh dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan penggunaan harta gerak atau harta tak gerak, misalnya sewa mobil, sewa kantor, sewa rumah, dan sewa gudang 10.
- Penerimaan atau perolehan pembayaran secara berkala, misalnya alimentasi atau tunjangan seumur hidup yang dibayar secara berulang-ulang dalam jangka waktu tertentu.11.
- Euntungan karena pembebasan utang.12.
- Euntungan karena selisih kurs mata uang asing.13.
- Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva.14.
Premi asuransi yang diterima atau diperoleh perusahaan asuransi dari para peserta asuransi (pemegang polis).15. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari wajib pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas.16.
- Tambahan kekayaan netto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak 17.
- Penghasilan dari usaha berbasis syariah.18.
- Imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan.19.
- Surplus Bank Indonesia.
- Surplus Bank Indonesia yang merupakan objek Pajak Penghasilan adalah surplus Bank Indonesia menurut laporan keuangan audit setelah dilakukan penyesuaian atau koreksi fiskal sesuai dengan Undang-Undang PPh dengan memperhatikan karakteristik Bank Indonesia.
Laporan keuangan audit merupakan hasil audit yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan. Penyesuaian atau koreksi fiskal sesuai dengan Undang-Undang PPh dengan memperhatikan karakteristik Bank Indonesia, dilakukan atas: – pengakuan keuntungan atau kerugian selisih kurs mata uang asing; – pengakuan biaya penyisihan aktiva; dan – pengakuan biaya penurunan nilai aktiva secara langsung; dan – penyusutan aktiva tetap.
Apa yang dimaksud dengan objek pajak dan berikan contohnya?
Objek pajak merupakan Segala sesuatu yang dapat dijadikan sasaran pajak atau dapat dikenakan pajak baik berupa keadaan, perbuatan, maupun peristiwa. Contoh objek pajak seperti: Objek PajakPPh, Objek Pajak Bumi dan Bangunan, Objek Pajak Bea Materai. – Objek pajak merupakan Segala sesuatu yang dapat dijadikan sasaran pajak atau dapat dikenakan pajak baik berupa keadaan, perbuatan, maupun peristiwa.
Apakah PNS termasuk dalam objek pajak?
Kesimpulan: –
- Penghasilan yang diterima oleh PNS, TNI, dan Polri ini masuk dalam penghasilan kena pajak. Jenis pajak yang dikenakan kepada PNS adalah PPh pasal 21. Hanya saja, pajak tersebut ditanggung oleh negara. Jadi, PPh yang dikenakan pada PNS tidak memengaruhi besarnya gaji yang diterima PNS.
- Penghitungan PPh pasal 21 untuk PNS, TNI, dan Polri sama dengan cara menghitung PPh pasal 21 untuk karyawan yang bekerja di perusahaan swasta. Tarif yang dikenakan sesuai dengan Pasal 17 ayat (1) UU PPh.
- Bukti pemotongan PPh pasal 21 untuk PNS ini ada dalam formulir 1721-A2.
Siapa saja yang disebut sebagai subjek pajak?
Siapa Saja yang Seharusnya Menjadi Subjek Pajak? PAJAK Penghasilan (PPh) merupakan jenis pajak subjektif sehingga subjek pajak mempunyai arti yang sangat penting dalam penerapan sistem PPh. Alasannya, subjek pajak merupakan pihak yang dituju untuk dikenakan pajak.
Selain itu, penentuan subjek pajak juga menjadi salah satu tolak ukur dalam menentukan apakah suatu pihak wajib atau tidak memenuhi kewajiban pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya. Pentingnya penentuan subjek pajak juga dikemukakan oleh Peter Harris. Menurut Harris, dalam tulisannya yang berjudul IFRS and the Structural Features of an Income Tax Law, undang-undang PPh harus mengidentifikasi pihak yang menjadi subjek pajak untuk dua tujuan utama.
Pertama, untuk mengalokasikan kewajiban PPh, yaitu siapa yang berkewajiban untuk membayar pajak. Kedua, untuk mengidentifikasi siapa saja pihak-pihak yang bisa memiliki penghasilan sehingga diketahui batasan dari suatu entitas yang wajib membayar pajak (Harris, 2015).
Secara konsep, subjek pajak adalah person (orang pribadi dan badan) yang dituju oleh undang-undang PPh untuk dikenakan pajak (Mansury, 1992). Untuk menentukan siapa atau pihak yang menjadi subjek pajak, UU PPh harus dirancang sedemikian rupa sehingga ketentuannya jelas dan komprehensif mencakup pihak-pihak yang memang harus menjadi subjek pajak,
Rancangan ini juga mencakup pengkategorian dari setiap subjek pajak. Kalau begitu, siapa saja yang seharusnya menjadi subjek pajak untuk tujuan penerapan PPh? Pihak-pihak yang Menjadi Subjek Pajak Berdasarkan Avi-Yonah, Sartori, dan Marian (2011), subjek pajak disebut juga dengan istilah unit pembayar pajak ( tax paying unit atau tax unit ).
- Unit pembayar pajak terdiri dari orang pribadi, pasangan yang menikah, keluarga, entitas bisnis, dan sebagainya, yang memperoleh penghasilan kena pajak.
- Unit pembayar pajak berkewajiban untuk membayar pajak dan menyetorkan pajak yang terutang kepada otoritas pajak.
- UU PPh umumnya mengkategorikan subjek pajak berdasarkan jenis person atau entitas dominan yang diatur dalam ketentuan domestik, yaitu orang pribadi, perusahaan, dan kemitraan ( partnership ).
Bahkan, di beberapa negara yang menganut common law, subjek pajak juga mencakup trust, Selain itu, terdapat pula beberapa negara yang dalam UU PPh-nya secara khusus menyebut jenis entitas lainnya, seperti klub, perkumpulan, joint ventures, lembaga, dan sebagainya sebagai subjek pajak.
Namun, jika mengikuti rumusan OECD dan United Nations (UN), subjek pajak hanya dikategorikan ke dalam dua jenis, yaitu orang pribadi dan badan (Darussalam, Septriadi, dan Hutagaol, 2007). Rumusan OECD inilah yang diadopsi oleh banyak negara dalam menggolongkan subjek pajaknya. Dalam OECD Tax Policy (2006), subjek pajak orang pribadi didefinisikan dalam dua model.
Pertama, setiap orang pribadi dianggap sebagai subjek pajak tersendiri dan terpisah dengan anggota keluarga yang lain. Dengan kata lain, yang menjadi unit pembayar pajak adalah orang pribadi sehingga setiap orang pribadi wajib memenuhi kewajiban PPh-nya masing-masing.
- Contoh negara yang menerapkan subjek pajak dengan model orang pribadi adalah Australia, Kanada, Italia, Jepang, Swedia, United Kingdom (UK), China, Brazil, dan India.
- Edua, suatu keluarga yang setiap anggota keluarganya dianggap sebagai bagian dari subjek pajak keluarga sehingga unit pembayar pajak dalam model kedua ini adalah keluarga,
Berdasarkan model ini, setiap orang pribadi dianggap sebagai bagian dari keluarganya dan keluargalah yang wajib melaksanakan kewajiban PPh-nya. Belgia, Prancis, dan Luksemburg adalah beberapa negara yang menerapkan subjek pajak dengan model ini (Avi-Yonah, Sartori, dan Omri Marian, 2011).
- Terlepas dari kedua model di atas, faktanya terdapat pula negara yang mengadopsi model hybrid dalam penentuan unit pembayar pajaknya.
- Dalam model hybrid ini, elemen dari model orang pribadi dan model keluarga diterapkan bersamaan.
- Beberapa negara yang mengadopsi model hybrid adalah Amerika Serikat, Jerman, dan Israel (Thuronyi, 2003).
Sementara itu, istilah badan memiliki pengertian yang berbeda-beda di tiap negara. Misalnya, di Kanada. The Canadian Income Tax (CITA) sebagai UU PPh Kanada tidak mendefinisikan dengan jelas apa itu badan. Section 248(1) CITA hanya menyatakan bahwa badan juga mencakup perusahaan yang berbadan hukum.
- Lain halnya dengan Kanada.
- Italia merupakan negara yang sudah menetapkan dengan jelas siapa yang menjadi subjek pajak badannya.
- Berdasarkan ketentuan PPh di negara tersebut, subjek pajak badan terdiri dari perusahaan joint-stock, kemitraan atau persekutuan terbatas dengan modal berupa saham, perseroan terbatas, perusahaan kerja sama, dan entitas publik lainnya selain perusahaan.
Salah satu isu yang sering muncul ketika membahas subjek pajak badan adalah mengenai status dari kemitraan ( partneship ), Tidak dapat dipungkiri, perbedaan perlakuan pajak di tiap negara dalam memperlakukan entitas ini menjadi penyebab isu ini kerap diperbincangkan.
- Pada dasarnya, terdapat dua jenis perlakuan kemitraan untuk tujuan pajak.
- Pertama, Kemitraan berfungsi sebagai ” t ransparent entity ” sehingga tidak diperlakukan sebagai subjek pajak.
- Dalam kasus ini, yang diperlakukan sebagai subjek pajak adalah mitranya.
- Perlakuan ini diterapkan di beberapa negara, seperti di Kanada dan Austria.
Kedua, kemitraan berfungsi sebagai ” non-transparent entity ” sehingga diperlakukan sebagai subjek pajak seperti bentuk perusahaan pada umumnya. Indonesia menjadi salah satu negara yang menerapkan perlakuan ini (Darussalam dan Septriadi, 2017). Sama halnya dengan kemitraan.
- Status subjek pajak dari joint-venture juga sering menjadi perdebatan.
- Secara umum, joint venture sebagai bentuk usaha kerja sama antara dua entitas atau lebih ( collective investment vehicle ) dikecualikan sebagai subjek pajak sehingga penghasilan yang diterima oleh bentuk usaha ini hanya dikenai pajak di level masing-masing entitas yang melakukan kerja sama tersebut.
Dikecualikannya joint venture sebagai subjek pajak badan tidak terlepas dari adanya alasan untuk menghindari perlakuan pajak yang tidak menguntungkan bagi entitas yang melakukan kerja sama. Misalnya, dikenai pajak berganda (Vermaulen, 2015). Subjek Pajak di Indonesia Ketentuan mengenai subjek pajak di Indonesia diatur dalam Pasal 2 ayat (1) UU PPh.
Berdasarkan rumusan pasal ini, subjek pajak di Indonesia terdiri dari empat. Pertama, orang pribadi, Secara prinsip, subjek pajak orang pribadi di Indonesia menganut model keluarga. Ini sebagaimana disebutkan dalam Penjelasan Pasal 2 ayat (3) PP 74/2011. Sementara itu, orang pribadi yang menjadi subjek pajak dijelaskan dalam Penjelasan Pasal 2 ayat (1) huruf ‘a’ UU PPh, yaitu mencakup orang pribadi yang bertempat tinggal atau berada di Indonesia ataupun di luar Indonesia.
Kedua, warisan yang belum terbagi yang diatur dalam Pasal 2 ayat (1) huruf ‘a’ angka 2 UU PPh. Penetapan warisan yang belum terbagi sebagai subjek pajak dimaksudkan agar pengenaan pajak atas penghasilan yang berasal dari warisan tersebut tetap dapat dilaksanakan.
Alasannya, atas warisan yang ditinggalkan oleh pewaris dan belum dibagikan kepada ahli waris dapat saja memberikan penghasilan meskipun si pewaris sendiri telah meninggal dunia. Ketiga, badan, Sebagai subjek pajak, badan didefinisikan sebagai sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan, baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha.
Badan dapat berupa perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, firma, kongsi, koperasi, dan lain sebagainya. Keempat, Bentuk Usaha Tetap ( BUT ). BUT merupakan bentuk usaha yang dipergunakan oleh subjek pajak luar negeri, baik orang pribadi maupun badan, yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia.
Berdasarkan UU PPh, BUT diperlakukan sebagai subjek pajak badan luar negeri yang perlakuan pajaknya dipersamakan dengan subjek pajak badan dalam negeri. BUT wajib mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP, menyampaikan SPT sebagai sarana untuk pelaporan besarnya pajak terutang dalam suatu tahun pajak, serta pengenaan pajaknya dilaksanakan atas penghasilan kena pajak dengan menggunakan tarif umum seperti yang berlaku pada subjek pajak badan dalam negeri.
: Siapa Saja yang Seharusnya Menjadi Subjek Pajak?
Subjek pajak ada berapa?
Pengertian Subjek Pajak – Secara singkatnya, subjek pajak merupakan orang atau badan yang dikenakan pajak oleh negara. Subjek pajak ini dibagi menjadi 4 kategori yaitu pribadi, badan, warisan yang belum dibagi, dan badan usaha tetap. Berikut ini ketentuan yang berlaku untuk masing-masing kategori:
Orang pribadi: Bagi seluruh WNI atau WNA yang tinggal di Indonesia maupun di luar negeri, namun memiliki pendapatan dari Indonesia maka mereka akan diberlakukan pajak orang pribadi.Badan: Bagi seluruh badan yang berdiri dan berkembang di Indonesia masuk ke dalam ketentuan subjek pajak badan, terkecuali untuk badan yang bersifat non-komersial dan juga yang mendapatkan biaya dari APBN/APBD.Warisan yang belum terbagi: Bagi seluruh pewaris yang akan membagi dan menurunkan warisannya, maka pewaris wajib mendaftarkan harta bendanya dan membayarkan pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku untuk subjek pajak dengan kategori warisan yang belum terbagi.Bentuk usaha tetap: Bagi seluruh kantor, gedung, pabrik, bengkel, gudang, dan lainnya yang didirikan oleh WNI maupun WNA yang bertempat tinggal di Indonesia, maka mereka akan dikenakan pajak bentuk usaha tetap.
Baca juga: 4 Fungsi Pajak yang Dalam Kehidupan Bernegara