Pph 22 Merupakan Pajak Yang Dipungut Atas?

Pph 22 Merupakan Pajak Yang Dipungut Atas
Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 – Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atau PPh Pasal 22 dilakukan sehubungan dengan pembayaran atas pembelian barang seperti: komputer, meubeler, mobil dinas, ATK dan barang lainnya oleh Pemerintah kepada Wajib Pajak penyedia barang. Besarnya PPh Pasal 22 yang wajib dipungut adalah 1,5% x harga beli (tidak termasuk PPN) dipungut oleh:

bendahara pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sebagai pemungut pajak pada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Instansi atau lembaga Pemerintah dan lembaga- lembaga negara lainnya berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang;bendahara pengeluaran untuk pembayaran yang dilakukan dengan mekanisme uang persediaan (UP);Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) atau pejabat penerbit Surat Perintah Membayar yang diberi delegasi oleh KPA, untuk pembayaran kepada pihak ketiga yang dilakukan dengan mekanisme pembayaran langsung (LS).

Apakah Pajak Badan bebas dari PPh 22?

PPh Pasal 22: Definisi, Tarif, Cara Menghitung FOTO: IST PPh Pasal 22: Definisi, Tarif, Cara Menghitung, Jakarta – Salah satu jenis pajak yang wajib ditunaikan oleh badan usaha atau Wajib Pajak Badan adalah Pajak Penghasilan Pasal 22 (PPh 22). Untuk lebih jelas mengenai definisi, subjek, objek, tarif, dan cara menghitung PPh 22 ini, Anda bisa menyimak ulasan sebagai berikut.

Apa itu PPh 22? Secara umum, PPh 22 merupakan pengenaan pajak terhadap badan usaha yang melakukan kegiatan perdagangan impor, ekspor, atau re-impor. Seperti tercantum dalam Undang-Undang (UU) Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, secara definisi adalah bentuk pemotongan atau pemungutan pajak yang dilakukan satu pihak terhadap Wajib Pajak dan berkaitan dengan kegiatan perdagangan barang.

Subjek dan objek PPh Pasal 22 Di penjelasan Pasal 22 UU PPh, disebutkan pihak-pihak yang dapat ditunjuk sebagai pemungut pajak adalah:1. Bendahara pemerintah, termasuk bendahara pada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, instansi atau lembaga pemerintah, dan lembaga-lembaga negara lainnya, berkenaan dengan pembayaran atas penyerahan barang, termasuk juga dalam pengertian bendahara adalah pemegang kas dan pejabat lain yang menjalankan fungsi yang sama;2.

Badan-badan tertentu, baik badan pemerintah maupun swasta, berkenaan dengan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain, seperti kegiatan usaha produksi barang tertentu antara lain automotif dan semen; serta 3. Wajib Pajak Badan tertentu untuk memungut pajak dari pembeli atas penjualan barang yang tergolong sangat mewah.

Pemungutan pajak oleh Wajib Pajak badan tertentu ini akan dikenakan terhadap pembelian barang yang memenuhi kriteria tertentu sebagai barang yang tergolong sangat mewah baik dilihat dari jenis barangnya maupun harganya. Misalnya saja kapal pesiar, rumah sangat mewah, apartemen dan kondominium sangat mewah, serta kendaraan sangat mewah.

Jadi, seperti disebutkan di atas, pengenaan atau subjek PPh 22 ini berlaku menyeluruh, baik terhadap badan usaha, pemerintah, maupun swasta. Selain itu, PPh 22 juga berlaku untuk Wajib Pajak Badan yang memperdagangkan barang mewah. Ketentuan itu diperjelas dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 92/PMK.03/2019 tentang Perubahan Kedua atas PMK RI No.253/PMK.03/2008 tentang Wajib Pajak Tertentu sebagai Pemungut Pajak Penghasilan dari Pemberi atas Penjualan Barang Tergolong Sangat Mewah.

Dari aturan-aturan itu juga tercantum jenis objek yang termasuk dalam PPh 22 dan beberapa contohnya. Salah satunya yakni pembelian atas kegiatan impor dan ekspor barang yang dilakukan eksportir dan dikenakan barang komoditas tambang seperti batu bara, mineral logam, dan mineral bukan logam.

Kemudian, ada juga pembayaran atas pembelian barang oleh bendaharawan pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sebagai pemungut pajak pada pemerintah pusat, pemerintah daerah, instansi atau lembaga pemerintah, dan lembaga-lembaga negara lainnya.Selanjutnya, penjualan hasil produksi kepada distributor di dalam negeri oleh badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri kertas, industri baja, industri hulu, industri automotif, dan industri farmasi.Ada lagi penjualan kendaraan bermotor di dalam negeri oleh Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM), Agen Pemegang Merek (APM), dan importir umum kendaraan bermotor.

Namun, ada juga, lho objek-objek pajak yang dikecualikan dari PPh 22. Di antaranya adalah impor barang-barang dan/atau penyerahan barang yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan tidak terutang PPh. Tentunya, pengecualian tersebut harus dinyatakan dengan Surat Keterangan Bebas PPh Pasal 22 yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak.

Lalu, objek yang dikecualikan lainnya adalah impor barang-barang yang dibebaskan dari bea masuk asalkan dilakukan ke dalam Kawasan Berikat (kawasan tanpa bea masuk hingga barang tersebut dikeluarkan untuk impor, ekspor atau re-impor); dan Entrepot Produksi Untuk Tujuan Ekspor (EPTE), yaitu tempat penimbunan barang dagangan karena pengimpornya tidak membayar bea masuk sebagaimana mestinya.

Wajib Pajak juga dibebaskan dari PPh 22 atas impor barang-barang yang dibebaskan dari bea masuk seperti kiriman hadiah dan barang untuk tujuan keilmuan. PPh 22 juga dikecualikan dari pembayaran atas penyerahan barang yang dibebankan kepada belanja negara/daerah yang meliputi tidak melebih Rp 2 juta dan bukan merupakan jumlah yang dipecah-pecah.

Wajib Pajak Badan juga dibebaskan dari PPh 22 atas pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas, air minum/PDAM, benda-benda pos, dan telepon. Tarif dan contoh penghitungan PPh Pasal 22 Bicara soal tarif pengenaan PPh 22 terbagi atas dua kriteria yakni tarif umum dan tarif khusus. Untuk tarif umum, perhitungannya yakni 1,5 persen atas harga pembelian barang tidak termasuk PPN, dan tidak final.Selanjutnya untuk tarif khusus, terdiri dari beberapa jenis sebagai berikut:1.

Tarif PPh 22 atas impordibagi menjadi tiga, yakni pelaku usaha yang menggunakan angka pengenal importir (API), non-API, dan yang tidak dikuasai. Detailnya, tarif yang dikenakan untuk kegiatan impor ini adalah sebagai berikut:a. Menggunakan API = 2,5% x nilai impor.b.

Non-API = 7,5% x nilai impor.c. Yang tidak dikuasai = 7,5% x harga jual lelang.2. Tarif PPh 22 atas pembelian dilakukan oleh pemerintah yakni DJPB, Bendahara Pemerintah, dan Badan Usaha Milik Negara/Daerah (BUMN/BUMD). Tarif PPh Pasal 22 yang dikenakan terhadap kegiatan pembelian yang dilakukan tiga jenis institusi ini adalah 1,5% x harga pembelian (tak termasuk dan tidak final).3.

Tarif PPh 22 atas penjualan hasil produksi yang ditentukan atas dasar pengenaan pajak (DPP) dan bersifat tidak final. Tarif yang ditetapkan berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak ini dibagi untuk beberapa produk, antara lain:a. Semen = 0,25% x DPP PPNb.

  1. Ertas = 0,1% x DPP PPNc.
  2. Automotif = 0,45% x DPP PPNd.
  3. Baja = 0,3% x DPP PPNSemua jenis obat: 0,3% dari DPP PPN4.
  4. Tarif PPh Pasal 22 atas hasil produksi atau penyerahan barang oleh produsen/importir bahan bakar minyak, gas, dan pelumas dengan rincian:a.
  5. Sebesar 0,25 persen dari penjualan tidak termasuk PPN untuk penjualan kepada stasiun pengisian bahan bakar umum yang menjual BBM yang dibeli dari Pertamina atau anak usaha Pertamina;b.

Sejumlah 0,3% dari penjualan tidak termasuk PPN untuk penjualan kepada stasiun pengisian bahan bakar umum yang menjual bakar minyak yang dibeli selain dari Pertamina atau anak perusahaan Pertamina;c. Senilai 0,3% dari penjualan tidak termasuk PPN untuk penjualan kepada pihak yang dibeli dari Pertamina maupun selain dari Pertamina atau anak usaha Pertamina;d.

You might be interested:  Jelaskan Modal Sendiri Yang Ada Di Koperasi?

Sebesar 0,3% dari penjualan tidak termasuk PPN untuk bahan bakar gas; dane. Senilai 0,3% dari penjualan tidak termasuk PPN untuk pelumas5. Tarif PPh Pasal 22 atas impor komoditas seperti gandum, kedelai, dan tepung terigu sebesar 0,5% dari nilai impor.6. Tarif PPh 22 atas pembelian bahan untuk industri sebesar 0,25% dari harga pembelian tidak termasuk PPN.

Tarif ini berlaku atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor dari pedagang pengumpul. Di antaranya pembelian hasil kehutanan,, pertanian, peternakan, dan perikanan yang belum melalui proses industri manufaktur.7. Tarif PPh atas penjualan beberapa produk tertentu (barang mewah), dikenakan tarif sebesar 5 persen dari harga jual (tidak termasuk PPN dan PPnBM).

Produk-produk tertentu yang dimaksud, adalah sebagai berikut:– Pesawat udara seharga lebih dari Rp 20 miliar– Kapal pesiar serta sejenisnya seharga lebih dari Rp 10 miliar– Rumah dan tanahnya seharga atau pengalihan harganya lebih dari Rp 10 miliar dengan luas bangunan lebih dari 500 meter persegi (m2).– Apartemen, kondominium, serta sejenisnya seharga atau pengalihan harganya lebih dari Rp 10 miliar dan/atau luas bangunan lebih dari 400 m2.

– Kendaraan roda empat dengan pengangkutan kurang dari sepuluh orang berupa seharga lebih dari Rp 5 miliar. Selain itu, juga kapasitas silinder lebih dari 3.000 cc. Contoh penghitungan PPh 22 1. Bendahara membeli 5 printer dari PT ABCD dengan harga beli Rp 22.000.000 (harga termasuk PPN).Besarnya pemungutan pajak atas pembelian printer tersebut adalah:Harga pembelian = Rp 22.000.000Dasar Pengenaan Pajak = Rp 20.000.000 (100/110 X Rp 22.000.000)Maka penghitungan PPh Pasal 22 yakni 1,5% x Rp 20.000.000 = Rp 300.0002.

Apa saja objek yang termasuk dalam PPh 22?

PPh Pasal 22: Definisi, Tarif, Cara Menghitung FOTO: IST PPh Pasal 22: Definisi, Tarif, Cara Menghitung, Jakarta – Salah satu jenis pajak yang wajib ditunaikan oleh badan usaha atau Wajib Pajak Badan adalah Pajak Penghasilan Pasal 22 (PPh 22). Untuk lebih jelas mengenai definisi, subjek, objek, tarif, dan cara menghitung PPh 22 ini, Anda bisa menyimak ulasan sebagai berikut.

Apa itu PPh 22? Secara umum, PPh 22 merupakan pengenaan pajak terhadap badan usaha yang melakukan kegiatan perdagangan impor, ekspor, atau re-impor. Seperti tercantum dalam Undang-Undang (UU) Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, secara definisi adalah bentuk pemotongan atau pemungutan pajak yang dilakukan satu pihak terhadap Wajib Pajak dan berkaitan dengan kegiatan perdagangan barang.

Subjek dan objek PPh Pasal 22 Di penjelasan Pasal 22 UU PPh, disebutkan pihak-pihak yang dapat ditunjuk sebagai pemungut pajak adalah:1. Bendahara pemerintah, termasuk bendahara pada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, instansi atau lembaga pemerintah, dan lembaga-lembaga negara lainnya, berkenaan dengan pembayaran atas penyerahan barang, termasuk juga dalam pengertian bendahara adalah pemegang kas dan pejabat lain yang menjalankan fungsi yang sama;2.

  1. Badan-badan tertentu, baik badan pemerintah maupun swasta, berkenaan dengan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain, seperti kegiatan usaha produksi barang tertentu antara lain automotif dan semen; serta 3.
  2. Wajib Pajak Badan tertentu untuk memungut pajak dari pembeli atas penjualan barang yang tergolong sangat mewah.

Pemungutan pajak oleh Wajib Pajak badan tertentu ini akan dikenakan terhadap pembelian barang yang memenuhi kriteria tertentu sebagai barang yang tergolong sangat mewah baik dilihat dari jenis barangnya maupun harganya. Misalnya saja kapal pesiar, rumah sangat mewah, apartemen dan kondominium sangat mewah, serta kendaraan sangat mewah.

  1. Jadi, seperti disebutkan di atas, pengenaan atau subjek PPh 22 ini berlaku menyeluruh, baik terhadap badan usaha, pemerintah, maupun swasta.
  2. Selain itu, PPh 22 juga berlaku untuk Wajib Pajak Badan yang memperdagangkan barang mewah.
  3. Etentuan itu diperjelas dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 92/PMK.03/2019 tentang Perubahan Kedua atas PMK RI No.253/PMK.03/2008 tentang Wajib Pajak Tertentu sebagai Pemungut Pajak Penghasilan dari Pemberi atas Penjualan Barang Tergolong Sangat Mewah.

Dari aturan-aturan itu juga tercantum jenis objek yang termasuk dalam PPh 22 dan beberapa contohnya. Salah satunya yakni pembelian atas kegiatan impor dan ekspor barang yang dilakukan eksportir dan dikenakan barang komoditas tambang seperti batu bara, mineral logam, dan mineral bukan logam.

Kemudian, ada juga pembayaran atas pembelian barang oleh bendaharawan pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sebagai pemungut pajak pada pemerintah pusat, pemerintah daerah, instansi atau lembaga pemerintah, dan lembaga-lembaga negara lainnya.Selanjutnya, penjualan hasil produksi kepada distributor di dalam negeri oleh badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri kertas, industri baja, industri hulu, industri automotif, dan industri farmasi.Ada lagi penjualan kendaraan bermotor di dalam negeri oleh Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM), Agen Pemegang Merek (APM), dan importir umum kendaraan bermotor.

Namun, ada juga, lho objek-objek pajak yang dikecualikan dari PPh 22. Di antaranya adalah impor barang-barang dan/atau penyerahan barang yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan tidak terutang PPh. Tentunya, pengecualian tersebut harus dinyatakan dengan Surat Keterangan Bebas PPh Pasal 22 yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak.

Lalu, objek yang dikecualikan lainnya adalah impor barang-barang yang dibebaskan dari bea masuk asalkan dilakukan ke dalam Kawasan Berikat (kawasan tanpa bea masuk hingga barang tersebut dikeluarkan untuk impor, ekspor atau re-impor); dan Entrepot Produksi Untuk Tujuan Ekspor (EPTE), yaitu tempat penimbunan barang dagangan karena pengimpornya tidak membayar bea masuk sebagaimana mestinya.

Wajib Pajak juga dibebaskan dari PPh 22 atas impor barang-barang yang dibebaskan dari bea masuk seperti kiriman hadiah dan barang untuk tujuan keilmuan. PPh 22 juga dikecualikan dari pembayaran atas penyerahan barang yang dibebankan kepada belanja negara/daerah yang meliputi tidak melebih Rp 2 juta dan bukan merupakan jumlah yang dipecah-pecah.

Wajib Pajak Badan juga dibebaskan dari PPh 22 atas pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas, air minum/PDAM, benda-benda pos, dan telepon. Tarif dan contoh penghitungan PPh Pasal 22 Bicara soal tarif pengenaan PPh 22 terbagi atas dua kriteria yakni tarif umum dan tarif khusus. Untuk tarif umum, perhitungannya yakni 1,5 persen atas harga pembelian barang tidak termasuk PPN, dan tidak final.Selanjutnya untuk tarif khusus, terdiri dari beberapa jenis sebagai berikut:1.

Tarif PPh 22 atas impordibagi menjadi tiga, yakni pelaku usaha yang menggunakan angka pengenal importir (API), non-API, dan yang tidak dikuasai. Detailnya, tarif yang dikenakan untuk kegiatan impor ini adalah sebagai berikut:a. Menggunakan API = 2,5% x nilai impor.b.

Non-API = 7,5% x nilai impor.c. Yang tidak dikuasai = 7,5% x harga jual lelang.2. Tarif PPh 22 atas pembelian dilakukan oleh pemerintah yakni DJPB, Bendahara Pemerintah, dan Badan Usaha Milik Negara/Daerah (BUMN/BUMD). Tarif PPh Pasal 22 yang dikenakan terhadap kegiatan pembelian yang dilakukan tiga jenis institusi ini adalah 1,5% x harga pembelian (tak termasuk dan tidak final).3.

Tarif PPh 22 atas penjualan hasil produksi yang ditentukan atas dasar pengenaan pajak (DPP) dan bersifat tidak final. Tarif yang ditetapkan berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak ini dibagi untuk beberapa produk, antara lain:a. Semen = 0,25% x DPP PPNb.

You might be interested:  Sebuah Bank Yang Memberikan Pinjaman Modal Usaha Untuk Masyarakat Menengah?

Ertas = 0,1% x DPP PPNc. Automotif = 0,45% x DPP PPNd. Baja = 0,3% x DPP PPNSemua jenis obat: 0,3% dari DPP PPN4. Tarif PPh Pasal 22 atas hasil produksi atau penyerahan barang oleh produsen/importir bahan bakar minyak, gas, dan pelumas dengan rincian:a. Sebesar 0,25 persen dari penjualan tidak termasuk PPN untuk penjualan kepada stasiun pengisian bahan bakar umum yang menjual BBM yang dibeli dari Pertamina atau anak usaha Pertamina;b.

Sejumlah 0,3% dari penjualan tidak termasuk PPN untuk penjualan kepada stasiun pengisian bahan bakar umum yang menjual bakar minyak yang dibeli selain dari Pertamina atau anak perusahaan Pertamina;c. Senilai 0,3% dari penjualan tidak termasuk PPN untuk penjualan kepada pihak yang dibeli dari Pertamina maupun selain dari Pertamina atau anak usaha Pertamina;d.

  1. Sebesar 0,3% dari penjualan tidak termasuk PPN untuk bahan bakar gas; dane.
  2. Senilai 0,3% dari penjualan tidak termasuk PPN untuk pelumas5.
  3. Tarif PPh Pasal 22 atas impor komoditas seperti gandum, kedelai, dan tepung terigu sebesar 0,5% dari nilai impor.6.
  4. Tarif PPh 22 atas pembelian bahan untuk industri sebesar 0,25% dari harga pembelian tidak termasuk PPN.

Tarif ini berlaku atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor dari pedagang pengumpul. Di antaranya pembelian hasil kehutanan,, pertanian, peternakan, dan perikanan yang belum melalui proses industri manufaktur.7. Tarif PPh atas penjualan beberapa produk tertentu (barang mewah), dikenakan tarif sebesar 5 persen dari harga jual (tidak termasuk PPN dan PPnBM).

Produk-produk tertentu yang dimaksud, adalah sebagai berikut:– Pesawat udara seharga lebih dari Rp 20 miliar– Kapal pesiar serta sejenisnya seharga lebih dari Rp 10 miliar– Rumah dan tanahnya seharga atau pengalihan harganya lebih dari Rp 10 miliar dengan luas bangunan lebih dari 500 meter persegi (m2).– Apartemen, kondominium, serta sejenisnya seharga atau pengalihan harganya lebih dari Rp 10 miliar dan/atau luas bangunan lebih dari 400 m2.

– Kendaraan roda empat dengan pengangkutan kurang dari sepuluh orang berupa seharga lebih dari Rp 5 miliar. Selain itu, juga kapasitas silinder lebih dari 3.000 cc. Contoh penghitungan PPh 22 1. Bendahara membeli 5 printer dari PT ABCD dengan harga beli Rp 22.000.000 (harga termasuk PPN).Besarnya pemungutan pajak atas pembelian printer tersebut adalah:Harga pembelian = Rp 22.000.000Dasar Pengenaan Pajak = Rp 20.000.000 (100/110 X Rp 22.000.000)Maka penghitungan PPh Pasal 22 yakni 1,5% x Rp 20.000.000 = Rp 300.0002.

Apa yang dimaksud dengan PPh Pasal 22?

PPh Pasal 22 atas penjualan hasil produksi Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri kertas, industri baja, industri otomotif, dan industri farmasi dan atas penjualan kendaraan bermotor di dalam negeri yang dilakukan oleh ATPM, APM dan importir umum kendaraan bermotor terutang dan dipungut pada saat penjualan.

Berapa persen PPh Pasal 22 yang dipungut oleh DJBC?

Pajak Penghasilan Pasal 22

  • Oleh : Levana Dhia Prawati
  • Pengertian PPh pasal 22
  • Pajak penghasilan yang dipungut oleh :
  1. bendaharawan pemerintah baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, instansi atau lembaga pemerintah dan lembaga-lembaga negara lainnya, berkenaan dengan pembayaran atas penyerahan barang.
  2. Badan-badan tertentu, baik badan pemerintah maupun swasta berkenaan dengan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain.
  3. Wajib Pajak Badan yang melakukan penjualan barang yang tergolong sangat mewah.

Pemungut PPh pasal 22

  1. Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), atas impor barang.
  2. Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb), Bendahara Pemerintah Pusat/Daerah yang melakukan pembayaran, atas pembelian barang;
  3. BUMN/BUMD yang melakukan pembelian barang dengan dana yang bersumber dari belanja negara (APBN) dan atau belanja daerah (APBD), kecuali badan-badan tersebut pada angka 4;
  4. Bank Indonesia (BI), Perusahaan Pengelola Aset (PPA), Badan Urusan Logistik (BULOG), PT. Telekomunikasi Indonesia (Telkom), PT. Perusahaan Listrik Negara (PLN), PT. Garuda Indonesia, PT. Indosat, PT. Krakatau Steel, Pertamina dan bank-bank BUMN yang melakukan pembelian barang yang dananya bersumber baik dari APBN maupun dari non APBN;
  5. Badan usaha yang bergerak dalam bidang industri semen, industri rokok, industri kertas, industri baja dan industri otomotif, yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak, atas penjualan hasil produksinya di dalam negeri;
  6. Produsen atau importir bahan bakar minyak, gas, dan pelumas atas penjualan bahan bakar minyak, gas, dan pelumas.
  7. Industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor perhutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan, yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak, atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor mereka dari pedagang pengumpul.
  8. Wajib Pajak Badan yang melakukan penjualan barang yang tergolong sangat mewah.

Objek dan Tarif PPh P asal 22

  1. Atas impor :
  2. yang menggunakan Angka Pengenal Importir (API), 2,5% (dua setengah persen) dari nilai impor;
  3. yang tidak menggunakan API, 7,5% (tujuh setengah persen) dari nilai impor;
  4. yang tidak dikuasai, 7,5% (tujuh setengah persen) dari harga jual lelang.
  5. Atas pembelian barang yang dilakukan oleh DJPB, Bendahara Pemerintah, BUMN/BUMD (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 2,3, dan 4 ) sebesar 1,5% (satu setengah persen) dari harga pembelian tidak termasuk PPN dan tidak final.
  6. Atas penjualan hasil produksi (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 5 ) ditetapkan berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak, yaitu:
    1. Kertas = 0.1% x DPP PPN (Tidak Final)
    2. Semen = 0.25% x DPP PPN (Tidak Final)
    3. Baja = 0.3% x DPP PPN (Tidak Final)
    4. Otomotif = 0.45% x DPP PPN (Tidak Final)
  7. Atas penjualan hasil produksi atau penyerahan barang oleh produsen atau importir bahan bakar minyak, gas, dan pelumas adalah sebagai berikut:

Catatan: Pungutan PPh Pasal 22 kepada penyalur/agen, bersifat final. Selain penyalur/agen bersifat tidak final

  1. Atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor dari pedagang pengumpul (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 7 ) ditetapkan sebesar 0,25% dari harga pembelian tidak termasuk PPN.
  2. Atas impor kedelai, gandum, dan tepung terigu oleh importir yang menggunakan API sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf a sebesar 0,5% (setengah persen) dari nilai impor.
  3. Atas Penjualan barang yang tergolong mewah sesuai dengan ketentuan DJP/PJ/2015
    1. Pesawat terbang pribadi dan helikopter pribadi;
    2. Kapal pesiar, yacht, dan sejenisnya;
    3. Rumah beserta tanahnya, dengan harga jual atau harga pengalihannya lebih dari Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) atau luas bangunan lebih dari 400m2 (empat ratus meter persegi);
    4. Apartemen, kondominium, dan sejenisnya, dengan harga jual atau pengalihannya lebih dari Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) atau luas bangunan lebih dari 150m2 (seratus lima puluh meter persegi);
    5. Kendaraan bermotor roda empat pengangkutan orang kurang dari 10 orang berupa sedan, jeep, sport utility vehicle (suv), multi purpose vehicle (mpv), minibus, dan sejenisnya, dengan harga jual lebih dari Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) atau dengan kapasitas silinder lebih dari 3.000cc;
    6. kendaraan bermotor roda dua dan roda tiga, dengan harga jual lebih dari Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) atau dengan kapasitas silinder lebih dari 250cc. Atas Penjualan barang tergolong mewah sebesar 5% dari harga jual tidak termasuk PPN dan PPnBM.
  4. Untuk yang tidak ber-NPWP dipotong 100% lebih tinggi dari tarif PPh Pasal 22
You might be interested:  Dibawah Ini Yang Termasuk Manfaat Pajak Untuk Negara Yaitu?

Pengecualian Pemungutan PPh Pasal 22

  1. Impor barang dan atau penyerahan barang yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan tidak terutang PPh, dinyatakan dengan Surat Keterangan Bebas (SKB).
  2. Impor barang yang dibebaskan dari Bea Masuk dan atau Pajak Pertambahan Nilai; dilaksanakan oleh DJBC.
  3. Impor sementara jika waktu impornya nyata-nyata dimaksudkan untuk diekspor kembali, dan dilaksanakan oleh Dirjen BC.
  4. Pembayaran atas pembelian barang oleh pemerintah atau yang lainnya yang jumlahnya paling banyak Rp.2.000.000,- (dua juta rupiah) dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah.
  5. Pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas, air minum/PDAM, benda-benda pos.
  6. Emas batangan yang akan di proses untuk menghasilkan barang perhiasan dari emas untuk tujuan ekspor, dinyatakan dengan SKB.
  7. Pembayaran/pencairan dana Jaring Pengaman Sosial oleh Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara.
  8. Impor kembali (re-impor) dalam kualitas yang sama atau barang-barang yang telah diekspor untuk keperluan perbaikan, pengerjaan dan pengujian yang memenuhi syarat yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
  9. Pembayaran untuk pembelian gabah dan atau beras oleh Bulog.

Saat Terutang dan Pelunasan/Pemungutan PPh Pasal 22

  1. Atas impor barang terutang dan dilunasi bersamaan dengan saat pembayaran Bea Masuk. Dalam hal pembayaran Bea Masuk ditunda atau dibebaskan, maka PPh Pasal 22 terutang dan dilunasi pada saat penyelesaian dokumen Pemberitahuan Impor Barang (PIB);
  2. Atas pembelian barang (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 2,3, dan 4 ) terutang dan dipungut pada saat pembayaran;
  3. Atas penjualan hasil produksi (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 5 ) terutang dan dipungut pada saat penjualan;
  4. Atas penjualan hasil produksi (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 6 ) dipungut pada saat penerbitan Surat Perintah Pengeluaran Barang (Delivery Order);
  5. Atas pembelian bahan-bahan (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 7 ) terutang dan dipungut pada saat pembelian.

Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporan PPh Pasal 22

  1. PPh Pasal 22 atas impor barang (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 1 ) disetor oleh importir dengan menggunakan formulir Surat Setoran Pajak, Cukai dan Pabean (SSPCP). PPh Pasal 22 atas impor barang yang dipungut oleh DJBC harus disetor ke bank devisa, atau bank persepsi, atau bendahara Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, dalam jangka waktu 1 (satu) hari setelah pemungutan pajak dan dilaporkan ke KPP secara mingguan paling lambat 7 (tujuh) hari setelah batas waktu penyetoran pajak berakhir.
  2. PPh Pasal 22 atas impor harus dilunasi bersamaan dengan saat pembayaran Bea Masuk dan dalam hal Bea Masuk ditunda atau dibebaskan, PPh Pasal 22 atas impor harus dilunasi saat penyelesaian dokumen pemberitahuan pabean impor. Dilaporkan ke KPP paling lambat tanggal 20 setelah masa pajak berakhir.
  3. PPh Pasal 22 atas pembelian barang (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 2 ) disetor oleh pemungut atas nama dan NPWP Wajib Pajak rekanan ke bank persepsi atau Kantor Pos pada hari yang sama dengan pelaksanaan pembayaran atas penyerahan barang. Pemungut menerbitkan bukti pungutan rangkap tiga, yaitu :
    • lembar pertama untuk pembeli;
    • lembar kedua sebagai lampiran laporan bulanan ke Kantor Pelayanan Pajak;
    • lembar ketiga untuk arsip Pemungut Pajak yang bersangkutan, dan dilaporkan ke KPP paling lambat 14 (empat belas ) hari setelah masa pajak berakhir.
  4. PPh Pasal 22 atas pembelian barang (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 3 ) disetor oleh pemungut atas nama dan NPWP Wajib Pajak penjual ke bank persepsi atau Kantor Pos paling lama tanggal 10 sepuluh) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir. Dilaporkan ke KPP paling lambat tanggal 20 setelah masa pajak berakhir.
  5. PPh Pasal 22 atas pembelian barang (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 4 ) disetor oleh pemungut atas nama dan NPWP Wajib Pajak penjual ke bank persepsi atau Kantor Pos paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan takwim berikutnya dengan menggunakan formulir SSP dan menyampaikan SPT Masa ke KPP paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah masa pajak berakhir.
  6. PPh Pasal 22 atas penjualan hasil produksi (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 5, dan 7 ) dan hasil penjualan barang sangat mewah (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 8 ) disetor oleh pemungut atas nama wajib pajak ke bank persepsi atau Kantor Pos paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan takwim berikutnya dengan menggunakan formulir SSP. Pemungut menyampaikan SPT Masa ke KPP paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah masa pajak berakhir.
  7. PPh Pasal 22 atas penjualan hasil produksi (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 6 ) disetor oleh pemungut ke bank persepsi atau Kantor Pos paling lama tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir. Pemungut wajib menerbitkan bukti pemungutan PPh Pasal 22 rangkap 3 yaitu:
    1. lembar pertama untuk pembeli;
    2. lembar kedua sebagai lampiran laporan bulanan kepada Kantor Pelayanan Pajak;
    3. lembar ketiga untuk arsip Pemungut Pajak yang bersangkutan.

Pelaporan dilakukan dengan cara menyampaikan SPT Masa ke KPP setempat paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir. Dalam hal jatuh tempo penyetoran atau batas akhir pelaporan PPh Pasal 22 bertepatan dengan hari libur termasuk hari Sabtu atau hari libur nasional, penyetoran atau pelaporan dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.

Contoh soal Pada tanggal 1 Januari 2016, PT ABC mengimpor barang dari Jerman dengan harga faktur US$100.000. Barang yang diimpor adalah jenis barang yang tidak termasuk dalam barang-barang tertentu yang ditentukan dalam Peraturan Menteri Keuangan No.16/PMK.010/2016. Biaya asuransi yang dibayar di luar negeri sebesar 5% dari harga faktur dan biaya angkut sebesar 10% dari harga faktur.

Bea masuk dan bea masuk tambahan masing-masing sebesar 20% dan 10%. Kurs yang ditetapkan Menteri Keuangan pada saat itu sebesar US$1= Rp10.000. Hitunglah PPh Pasal 22 yang dipungut oleh Ditjen Bea Cukai jika PT ABC memili API (Angka Pengenal Impor) dan jika tidak memiliki API? Jawaban:

a. Harga faktur ( cost ) : $100.000
b. Biaya Asuransi ( insurance ) : (5% x US$100.000) $5.000
c. Biaya Angkut ( freight ) : (10% x US$100.000) $10.000
CIF ( cost, insurance & freight ) : (a+b+c) $115.000
d. CIF (dalam rupiah) : (US$115.000 x Rp10.000) Rp1.150.000.000
e. Bea Masuk : (20% x Rp1.150.000.000) Rp230.000.000
f. Bea Masuk Tambahan : (10% x Rp1.150.000.000) Rp115.000.000
Nilai Impor : (d+e+f) Rp1.495.000.000

Jadi, PPh Pasal 22 yang dipungut oleh DJBC, jika PT ABC memiliki API (2,5% x Nilai Impor) 2,5% x Rp1.495.000.000 = Rp37.375.000 PPh Pasal 22 yang dipungut oleh DJBC jika PT ABC tidak memiliki API (7,5% x Nilai Impor) 7,5% X Rp1.495.000.000 = Rp112.125.000

  1. Sumber :
  2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan
  3. Image Sources: Google Image
  4. LDP

: Pajak Penghasilan Pasal 22