Sebutkan Apa Saja Yang Tidak Termasuk Subjek Pajak?
BUKAN SUBJEK PAJAK – Yang dimaksud bukan adalah: (Pasal 3 UU Nomor 36 Tahun 2008)
- kantor perwakilan negara asing;
- pejabat-pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat-pejabat lain dari negara asing dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama-sama mereka dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut serta negara bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik;
- organisasi-organisasi internasional dengan syarat Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut dan tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia selain memberikan pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal dari iuran para anggota;
- pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional, dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha, kegiatan, atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia.
Pejabat perwakilan organisasi internasional adalah pejabat yang diangkat atau ditunjuk langsung oleh induk organisasi internasional yang bersangkutan untuk menjalankan tugas atau jabatan pada kantor perwakilan organisasi internasional tersebut di Indonesia.
- Badan-badan Internasional dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (Lampiran PMK-215/PMK.03/2008 stdd PMK-166/PMK.011/2012).
- Organisasi-organisasi internasional yang berbentuk kerjasama teknik dan atau kebudayaan (Lampiran PMK-215/PMK.03/2008 stdd PMK-166/PMK.011/2012).
- Organisasi Internasional lainnya (PMK-166/PMK.011/2012)
Contents
Apa saja yang termasuk dalam subjek pajak?
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN
1. Peraturan perundang-undangan perpajakan yang mengatur tentang Pajak Penghasilan yang berlaku sejak 1 Januari 1984 adalah Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1994. Undang-undang Pajak Penghasilan ini dilandasi falsafah Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 yang didalamnya tertuang ketentuan yang menjunjung tinggi hak warga negara dan menempatkan kewajiban perpajakan sebagai kewajiban kenegaraan dan merupakan sarana peran serta rakyat dalam pembiayaan negara dan pembangunan nasional. 2. Dengan pesatnya perkembangan sosial ekonomi sebagai hasil pembangunan nasional dan globalisasi serta reformasi di berbagai bidang, dan setelah mengevaluasi perkembangan pelaksanaan undang-undang perpajakan selama lima tahun terakhir, khususnya Undang-undang Pajak Penghasilan, maka dipandang perlu untuk dilakukan perubahan undang-undang tersebut guna meningkatkan fungsi dan peranannya dalam rangka mendukung kebijakan pembangunan nasional khususnya di bidang ekonomi. 3. Perubahan Undang-undang Pajak Penghasilan dimaksud tetap berpegang pada prinsip-prinsip perpajakan yang dianut secara universal yaitu keadilan, kemudahan/efisiensi administrasi dan produktivitas penerimaan negara dan tetap mempertahankan sistem self assessment, Oleh karena itu, arah dan tujuan penyempurnaan Undang-undang Pajak Penghasilan ini adalah sebagai berikut : a. Lebih meningkatkan keadilan pengenaan pajak; b. Lebih memberikan kemudahan kepada Wajib Pajak; c. Menunjang kebijaksanaan pemerintah dalam rangka meningkatkan investasi langsung di Indonesia baik penanaman modal asing maupun penanaman modal dalam negeri di bidang-bidang usaha tertentu dan daerah-daerah tertentu yang mendapat prioritas. 4. Dengan berlandaskan pada arah dan tujuan penyempurnaan tersebut, perlu dilakukan perubahan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1994, meliputi pokok-pokok sebagai berikut : a. Dalam rangka meningkatkan keadilan pengenaan pajak maka dilakukan perluasan subjek dan objek pajak dalam hal-hal tertentu dan pembatasan pengecualian atau pembebasan pajak dalam hal lainnya. Struktur tarif pajak yang berlaku juga perlu diubah dan dibedakan untuk Wajib Pajak Orang Pribadi dan untuk Wajib Pajak Badan, guna memberikan beban pajak yang lebih proporsional bagi masing-masing golongan Wajib Pajak, disamping mempertahankan tingkat daya saing dengan negara-negara tetangga di kawasan ASEAN. b. Untuk lebih memberikan kemudahan kepada Wajib Pajak, sistem self assessment tetap dipertahankan namun dengan penerapan yang terus menerus diperbaiki. Perbaikan terutama dilakukan pada sistem dan tatacara pembayaran pajak dalam tahun berjalan agar tidak mengganggu likuiditas Wajib Pajak yang menjalankan usaha. Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas perlu didorong untuk melaksanakan kewajiban pembukuan dengan tertib dan taat asas, namun untuk membantu dan membina para Wajib Pajak pengusaha dengan jumlah peredaran tertentu, masih diperkenankan penggunaan norma penghitungan penghasilan neto dengan syarat wajib menyelenggarakan pencatatan. c. Dalam rangka mendorong investasi langsung di Indonesia baik penanaman modal asing maupun penanaman modal dalam negeri dan sejalan dengan kesepakatan ASEAN yang dideklarasikan di Hanoi pada tahun 1999, diatur kembali bentuk-bentuk insentif Pajak Penghasilan yang dapat diberikan. Pasal I Angka 1 Pasal 2 Ayat (1) Pengertian Subjek Pajak meliputi orang pribadi, warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, badan, dan bentuk usaha tetap. Hruruf a. Orang pribadi sebagai Subjek Pajak dapat bertempat tinggal atau berada di Indonesia ataupun di luar Indonesia. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan merupakan Subjek Pajak pengganti, menggantikan mereka yang berhak yaitu ahli waris. Penunjukan warisan yang belum terbagi sebagai Subjek Pajak pengganti dimaksudkan agar pengenaan pajak atas penghasilan yang berasal dari warisan tersebut tetap dapat dilaksanakan. Huruf b Sebagaimana diatur dalam Undang-undang tentang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan, pengertian Badan adalah sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi yang sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap dan bentuk badan lainnya termasuk reksadana. Dalam Undang-undang ini (lihat huruf c berikut), bentuk usaha tetap ditentukan sebagai Subjek Pajak tersendiri, terpisah dari badan. Oleh karena itu, walaupun perlakuan perpajakannya dipersamakan dengan Subjek Pajak badan, untuk pengenaan Pajak Penghasilan, bentuk usaha tetap mempunyai eksistensinya sendiri dan tidak termasuk dalam pengertian badan.Badan Usaha Milik Negara dan Daerah merupakan Subjek Pajak tanpa memperhatikan nama dan bentuknya, sehingga setiap unit tertentu dari badan Pemerintah, misalnya lembaga, badan, dan sebagainya yang dimiliki oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan untuk memperoleh penghasilan merupakan Subjek Pajak. Unit tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria berikut tidak termasuk sebagai Subjek Pajak, yaitu: 1) dibentuk berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku; 2) dibiayai dengan dana yang bersumber dari APBN atau APBD; 3) penerimaan lembaga tersebut dimasukkan dalam anggaran Pemerintah Pusat atau Daerah; dan 4) pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara. Sebagai Subjek Pajak, perusahaan reksadana baik yang berbentuk perseroan terbatas maupun bentuk lainnya termasuk dalam pengertian badan. Dalam pengertian perkumpulan termasuk pula asosiasi, persatuan, perhimpunan, atau ikatan dari pihak-pihak yang mempunyai kepentingan yang sama. Huruf c Lihat ketentuan dalam ayat (5) dan penjelasannya, Ayat (2) Subjek Pajak dibedakan antara Subjek Pajak dalam negeri dan Subjek Pajak luar negeri. Subjek Pajak dalam negeri menjadi Wajib Pajak apabila telah menerima atau memperoleh penghasilan yang besarnya melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak, sedangkan Subjek Pajak luar negeri sekaligus menjadi Wajib Pajak, sehubungan dengan penghasilan yang diterima dari sumber penghasilan di Indonesia atau diperoleh melalui bentuk usaha tetap di Indonesia. Dengan perkataan lain Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang telah memenuhi kewajiban subjektif dan objektif. Sehubungan dengan pemilikan NPWP, Wajib Pajak orang pribadi yang menerima penghasilan di bawah PTKP tidak perlu mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP, Perbedaan yang penting antara Wajib Pajak dalam negeri dan Wajib Pajak luar negeri terletak dalam pemenuhan kewajiban pajaknya, antara lain: a. Wajib Pajak dalam negeri dikenakan pajak atas penghasilan baik yang diterima atau diperoleh dari Indonesia dan dari luar Indonesia, sedangkan Wajib Pajak luar negeri dikenakan pajak hanya atas penghasilan yang berasal dari sumber penghasilan di Indonesia. b. Wajib Pajak dalam negeri dikenakan pajak berdasarkan penghasilan neto dengan tarif umum, sedangkan Wajib Pajak luar negeri dikenakan pajak berdasarkan penghasilan bruto dengan tarif pajak sepadan. c. Wajib Pajak dalam negeri wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan sebagai sarana untuk menetapkan pajak yang terutang dalam suatu tahun pajak, sedangkan Wajib Pajak luar negeri tidak wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan, karena kewajiban pajaknya dipenuhi melalui pemotongan pajak yang bersifat final. Bagi Wajib Pajak luar negeri yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia, pemenuhan kewajiban perpajakannya dipersamakan dengan pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak dalam negeri sebagaimana diatur dalam Undang-undang ini dan Undang-undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Ayat (3) Huruf a Pada prinsipnya orang pribadi yang menjadi Subjek Pajak dalam negeri adalah orang pribadi yang bertempat tinggal atau berada di Indonesia. Termasuk dalam pengertian orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia adalah mereka yang mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia. Apakah seseorang mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia ditimbang menurut keadaan. Keberadaan orang pribadi di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari tidaklah harus berturut-turut, tetapi ditentukan oleh jumlah hari orang tersebut berada di Indonesia dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan sejak kedatangannya di Indonesia. Huruf b Cukup jelas Huruf c Warisan yang belum terbagi yang ditinggalkan oleh orang pribadi Subjek Pajak dalam negeri dianggap sebagai Subjek Pajak dalam negeri dalam pengertian Undang-undang ini mengikuti status pewaris. Adapun untuk pelaksanaan pemenuhan kewajiban perpajakannya, warisan tersebut menggantikan kewajiban ahli waris yang berhak. Apabila warisan tersebut telah dibagi, maka kewajiban perpajakannya beralih kepada ahli waris. Warisan yang belum terbagi yang ditinggalkan oleh orang pribadi sebagai Subjek Pajak luar negeri yang tidak menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui suatu bentuk usaha tetap di Indonesia, tidak dianggap sebagai Subjek Pajak pengganti karena pengenaan pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi dimaksud melekat pada objeknya. Ayat (4) Huruf a dan huruf b Subjek Pajak luar negeri adalah orang pribadi atau badan yang bertempat tinggal atau bertempat kedudukan di luar Indonesia yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia, baik melalui ataupun tanpa melalui bentuk usaha tetap. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, tetapi berada di Indonesia kurang dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, maka orang tersebut adalah Subjek Pajak luar negeri. Apabila penghasilan diterima atau diperoleh melalui bentuk usaha tetap, maka terhadap orang pribadi atau badan tersebut dikenakan pajak melalui bentuk usaha tetap, dan orang pribadi atau badan tersebut statusnya tetap sebagai Subjek Pajak luar negeri. Dengan demikian bentuk usaha tetap tersebut menggantikan orang pribadi atau badan sebagai Subjek Pajak luar negeri dalam memenuhi kewajiban perpajakannya di Indonesia. Dalam hal penghasilan tersebut diterima atau diperoleh tanpa melalui bentuk usaha tetap, maka pengenaan pajaknya dilakukan langsung kepada Subjek Pajak luar negeri tersebut. Ayat (5) Suatu bentuk usaha tetap mengandung pengertian adanya suatu tempat usaha (place of business) yaitu fasilitas yang dapat berupa tanah dan gedung termasuk juga mesin-mesin dan peralatan. Tempat usaha tersebut bersifat permanen dan digunakan untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan dari orang pribadi yang tidak bertempat tinggal atau badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia. Pengertian bentuk usaha tetap mencakup pula orang pribadi atau badan selaku agen yang kedudukannya tidak bebas yang bertindak untuk dan atas nama orang pribadi atau badan yang tidak bertempat tinggal atau tidak bertempat kedudukan di Indonesia. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal atau badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia tidak dapat dianggap mempunyai bentuk usaha tetap di Indonesia apabila orang pribadi atau badan dalam menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia menggunakan agen, broker atau perantara yang mempunyai kedudukan bebas, asalkan agen atau perantara tersebut dalam kenyataannya bertindak sepenuhnya dalam rangka menjalankan perusahaannya sendiri. Perusahaan asuransi yang didirikan dan bertempat kedudukan di luar Indonesia dianggap mempunyai bentuk usaha tetap di Indonesia apabila perusahaan asuransi tersebut menerima pembayaran premi asuransi di Indonesia atau menanggung risiko di Indonesia melalui pegawai, perwakilan atau agennya di Indonesia. Menanggung risiko di Indonesia tidak berarti bahwa peristiwa yang mengakibatkan risiko tersebut terjadi di Indonesia. Yang perlu diperhatikan adalah bahwa pihak tertanggung bertempat tinggal, berada atau bertempat kedudukan di Indonesia. Ayat (6) Penentuan tempat tinggal orang pribadi atau tempat kedudukan badan penting untuk menetapkan Kantor Pelayanan Pajak mana yang mempunyai yurisdiksi pemajakan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan tersebut. Pada dasarnya tempat tinggal orang pribadi atau tempat kedudukan badan ditentukan menurut keadaan yang sebenarnya. Dengan demikian penentuan tempat tinggal atau tempat kedudukan tidak hanya didasarkan pada pertimbangan yang bersifat formal, tetapi lebih didasarkan pada kenyataan. Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan oleh Direktur Jenderal Pajak dalam menentukan tempat tinggal seseorang atau tempat kedudukan badan tersebut antara lain domisili, alamat tempat tinggal, tempat tinggal keluarga, tempat menjalankan usaha pokok atau hal-hal lain yang perlu dipertimbangkan untuk memudahkan pelaksanaan pemenuhan kewajiban pajak. Angka 2 Pasal 3 Huruf a dan huruf b Sesuai dengan kelaziman internasional, badan perwakilan negara asing beserta pejabat-pejabat perwakilan diplomatik, konsulat dan pejabat-pejabat lainnya, dikecualikan sebagai Subjek Pajak di tempat mereka mewakili negaranya. Pengecualian sebagai Subjek Pajak bagi pejabat-pejabat tersebut tidak berlaku apabila mereka memperoleh penghasilan lain di luar jabatannya atau mereka adalah Warga Negara Indonesia. Dengan demikian apabila pejabat perwakilan suatu negara asing memperoleh penghasilan lain di Indonesia di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut, maka ia termasuk Subjek Pajak yang dapat dikenakan pajak atas penghasilan lain tersebut. Huruf c Cukup jelas Huruf d Cukup jelas Angka 3 Pasal 4 Ayat (1) Undang-undang ini menganut prinsip pemajakan atas penghasilan dalam pengertian yang luas, yaitu bahwa pajak dikenakan atas setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dari manapun asalnya yang dapat dipergunakan untuk konsumsi atau menambah kekayaan Wajib Pajak tersebut. Pengertian penghasilan dalam Undang-undang ini tidak memperhatikan adanya penghasilan dari sumber tertentu, tetapi pada adanya tambahan kemampuan ekonomis. Tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak merupakan ukuran terbaik mengenai kemampuan Wajib Pajak tersebut untuk ikut bersama-sama memikul biaya yang diperlukan pemerintah untuk kegiatan rutin dan pembangunan. Dilihat dari mengalirnya tambahan kemampuan ekonomis kepada Wajib Pajak, penghasilan dapat dikelompokkan menjadi: – penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja dan pekerjaan bebas seperti gaji, honorarium, penghasilan dari praktek dokter, notaris, aktuaris, akuntan, pengacara, dan sebagainya; – penghasilan dari usaha dan kegiatan; – penghasilan dari modal, yang berupa harta gerak ataupun harta tak gerak seperti bunga, dividen, royalti, sewa, keuntungan penjualan harta atau hak yang tidak dipergunakan untuk usaha, dan lain sebagainya; – penghasilan lain-lain, seperti pembebasan utang, hadiah, dan lain sebagainya. Dilihat dari penggunaannya, penghasilan dapat dipakai untuk konsumsi dan dapat pula ditabung untuk menambah kekayaan Wajib Pajak. Karena Undang-undang ini menganut pengertian penghasilan yang luas maka semua jenis penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam suatu tahun pajak digabungkan untuk mendapatkan dasar pengenaan pajak. Dengan demikian, apabila dalam satu tahun pajak suatu usaha atau kegiatan menderita kerugian, maka kerugian tersebut dikompensasikan dengan penghasilan lainnya (kompensasi horisontal), kecuali kerugian yang diderita di luar negeri. Namun demikian, apabila suatu jenis penghasilan dikenakan pajak dengan tarif yang bersifat final atau dikecualikan dari Objek Pajak, maka penghasilan tersebut tidak boleh digabungkan dengan penghasilan lain yang dikenakan tarif umum. Contoh-contoh penghasilan yang disebut dalam ketentuan ini dimaksudkan untuk memperjelas pengertian tentang penghasilan yang luas yang tidak terbatas pada contoh-contoh dimaksud. Huruf a Semua pembayaran atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan, seperti upah, gaji, premi asuransi jiwa, dan asuransi kesehatan yang dibayar oleh pemberi kerja, atau imbalan dalam bentuk lainnya adalah Objek Pajak. Pengertian imbalan dalam bentuk lainnya termasuk imbalan dalam bentuk natura yang pada hakekatnya merupakan penghasilan. Huruf b Dalam pengertian hadiah termasuk hadiah dari undian, pekerjaan, dan kegiatan seperti hadiah undian tabungan, hadiah dari pertandingan olahraga dan lain sebagainya. Yang dimaksud dengan penghargaan adalah imbalan yang diberikan sehubungan dengan kegiatan tertentu, misalnya imbalan yang diterima sehubungan dengan penemuan benda-benda purbakala. Huruf c Cukup jelas Huruf d Apabila Wajib Pajak menjual harta dengan harga yang lebih tinggi dari nilai sisa buku atau lebih tinggi dari harga atau nilai perolehan, maka selisih harga tersebut merupakan keuntungan. Dalam hal penjualan harta tersebut terjadi antara badan usaha dengan pemegang sahamnya, maka harga jual yang dipakai sebagai dasar untuk penghitungan keuntungan dari penjualan tersebut adalah harga pasar. Misalnya PT S memiliki sebuah mobil yang digunakan dalam kegiatan usahanya dengan nilai sisa buku sebesar Rp 40.000.000,00 (empat puluh juta rupiah). Mobil tersebut dijual dengan harga Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah). Dengan demikian keuntungan PT S yang diperoleh karena penjualan mobil tersebut adalah Rp 20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah). Apabila mobil tersebut dijual kepada salah seorang pemegang sahamnya dengan harga Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah), maka nilai jual mobil tersebut tetap dihitung berdasarkan harga pasar sebesar Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah). Selisih sebesar Rp 20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah) merupakan keuntungan bagi PT S. dan bagi pemegang saham yang membeli mobil tersebut selisih sebesar Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) merupakan penghasilan. Apabila suatu badan dilikuidasi, keuntungan dari penjualan harta, yaitu selisih antara harga jual berdasarkan harga pasar dengan nilai sisa buku harta tersebut, merupakan Objek Pajak. Demikian juga selisih lebih antara harga pasar dengan nilai sisa buku dalam hal terjadi penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, dan pengambilalihan usaha merupakan penghasilan. Dalam hal terjadi pengalihan harta sebagai pengganti saham atau penyertaan modal, maka keuntungan berupa selisih antara harga pasar dari harta yang diserahkan dengan nilai bukunya merupakan penghasilan. Keuntungan berupa selisih antara harga pasar dengan nilai perolehan atau nilai sisa buku atas pengalihan harta berupa hibah, bantuan atau sumbangan dianggap sebagai penghasilan bagi pihak yang mengalihkan, kecuali harta tersebut dialihkan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, serta badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial termasuk yayasan atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungannya dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan. Huruf e Pengembalian pajak yang telah dibebankan sebagai biaya pada saat menghitung Penghasilan Kena Pajak, merupakan Objek Pajak. Sebagai contoh, Pajak Bumi dan Bangunan yang sudah dibayar dan dibebankan sebagai biaya, yang karena sesuatu sebab dikembalikan, maka jumlah sebesar pengembalian tersebut merupakan penghasilan. Huruf f Dalam pengertian bunga termasuk pula premium, diskonto dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang. Premium terjadi apabila misalnya surat obligasi dijual di atas nilai nominalnya sedangkan diskonto terjadi apabila surat obligasi dibeli di bawah nilai nominalnya. Premium tersebut merupakan penghasilan bagi yang menerbitkan obligasi dan diskonto merupakan penghasilan bagi yang membeli obligasi. Huruf g Dividen merupakan bagian laba yang diperoleh pemegang saham atau pemegang polis asuransi atau pembagian sisa hasil usaha koperasi yang diperoleh anggota koperasi. Termasuk dalam pengertian dividen adalah: 1) pembagian laba baik secara langsung ataupun tidak langsung, dengan nama dan dalam bentuk apapun; 2) pembayaran kembali karena likuidasi yang melebihi jumlah modal yang disetor; 3) pemberian saham bonus yang dilakukan tanpa penyetoran termasuk saham bonus yang berasal dari kapitalisasi agio saham; 4) pembagian laba dalam bentuk saham; 5) pencatatan tambahan modal yang dilakukan tanpa penyetoran; 6) jumlah yang melebihi jumlah setoran sahamnya yang diterima atau diperoleh pemegang saham karena pembelian kembali saham-saham oleh perseroan yang bersangkutan; 7) pembayaran kembali seluruhnya atau sebagian dari modal yang disetorkan, jika dalam tahun-tahun yang lampau diperoleh keuntungan, kecuali jika pembayaran kembali itu adalah akibat dari pengecilan modal dasar (statuter) yang dilakukan secara sah; 8) pembayaran sehubungan dengan tanda-tanda laba, termasuk yang diterima sebagai penebusan tanda-tanda laba tersebut; 9) bagian laba sehubungan dengan pemilikan obligasi; 10) bagian laba yang diterima oleh pemegang polis; 11) pembagian berupa sisa hasil usaha kepada anggota koperasi; 12) pengeluaran perusahaan untuk keperluan pribadi pemegang saham yang dibebankan sebagai biaya perusahaan. Dalam praktek sering dijumpai pembagian atau pembayaran dividen secara terselubung, misalnya dalam hal pemegang saham yang telah menyetor penuh modalnya dan memberikan pinjaman kepada perseroan dengan imbalan bunga yang melebihi kewajaran. Apabila terjadi hal yang demikian maka selisih lebih antara bunga yang dibayarkan dengan tingkat bunga yang berlaku di pasar, diperlakukan sebagai dividen. Bagian bunga yang diperlakukan sebagai dividen tersebut tidak boleh dibebankan sebagai biaya oleh perseroan yang bersangkutan.Siapa saja yang tidak termasuk subjek pajak berdasarkan Pasal 3 UU PPh?
Dasar Hukum Pasal 3 UU No.7/1983 diubah terakhir dengan UU No.36/2008 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh) Ayat (1): “Yang tidak termasuk subjek pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 adalah: a. Kantor perwakilan negara asing; b. Pejabat – pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat – pejabat lain dari negara asing dan orang – orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama – sama mereka dengan syarat bukan warga Negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut serta negara bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik; c.
- Organisasi – organisasi internasional dengan syarat: 1.
- Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut; dan 2.
- Tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia selain memberikan jaminan kepada pemerintah yang dananya berasal dari iuran para anggota; d.
- Pejabat – pejabat perwakilan organisasi internasional sebagaimana dimaksud pada huruf c, dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha, kegiatan, atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia.” Ayat (2): “Organisasi internasional yang tidak termasuk subjek pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan.” Diskusi Dalam UU PPh telah diatur secara jelas subjek termasuk dalam subjek PPh, namun dalam UU PPh bersamaan diatur juga mengenai subjek – subjek yang dikecualikan atau tidak dapat dikatakan sebagai subjek PPh.
Pengecualian tersebut telah diatur dalam Pasal 3 UU PPh. Sesuai dengan kelaziman internasional, kantor perwakilan negara asing beserta pejabat – pejabat perwakilan diplomatik, konsulat dan pejabat – pejabat lainnya, dikecualikan sebagai subjek pajak di tempat mereka mewakili negaranya.
- Pengecualian sebagai subjek pajak bagi pejabat – pejabat tersebut tidak berlaku apabila mereka memperoleh penghasilan lain di luar jabatannya atau mereka adalah Warga Negara Indonesia.
- Dengan demikian apabila pejabat perwakilan suatu negara asing memperoleh penghasilan lain di Indonesia di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut, maka ia termasuk subjek pajak yang dapat dikenai pajak atas penghasilan lain tersebut.
Studi Kasus: · Saya bekerja sebagai seorang Duta Besar di Indonesia untuk negara Inggris, selain berpenghasilan dari bekerja di kedutaan saya memiliki usaha restoran di daerah Jakarta Selatan. Apakah saya tetap dapat dikenakan pajak atas penghasilan saya di Indonesia? Jawaban: Ya karena terdapat syarat dalam pengecualian sebagai subjek PPh salah satunya yaitu tidak menjalankan usaha untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia.
- · Saya merupakan karyawan di Kedutaan Besar Jepang di Indonesia dan Warga Negara Indonesia (WNI).
- Apakah saya tetap akan dikenakan pajak penghasilan dari Indonesia? Jawaban: Ya, karena salah satu syarat pengecualian sebagai subjek penghasilan adalah bukan warga negara Indonesia.
- · Saya bekerja di organisasi internasional kantor perwakilan United Nations High Commissioner Refugees di Indonesia dan saya berkewarganegaraan Swiss.
Apakah saya akan dikenakan pajak penghasilan dari Indonesia? Jawaban: Tidak, karena pejabat – pejabat perwakilan organisasi internasional dikecualikan sebagai Subjek Pajak Penghasilan. · World Health Organization (WHO) memiliki kantor perwakilan di Indonesia.
- Apakah WHO di Indonesia dapat dikenakan Pajak Penghasilan? Jawaban: Tidak, karena salah satu subjek yang dikecualikan sebagai Subjek PPh adalah organisasi internasional.
- · Saya seorang Warga Negara Jerman dan bekerja di Kedutaan Negara Jerman di Indonesia dan merupakan pengusaha di negara asal saya.
- Apakah saya akan dikenakan pajak penghasilan di Indonesia? Jawaban: Tidak, karena telah memenuhi syarat agar dapat dikecualikan sebagai subjek pajak penghasilan, yaitu bukan merupakan WNI dan tidak menjalankan usaha, kegiatan, atau pekerjaan lainuntuk memperoleh penghasilan dari Indonesia.
Kata Kunci: Subjek Pajak Penghasilan
Apakah semua subjek pajak adalah wajib pajak?
Subjek dan Objek Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) – Subjek PBB adalah orang atau badan yang secara nyata memiliki status atas bumi dan bangunan, memperoleh manfaat atas bangunan. Tanda pembayaran/pelunasan pajak bukan merupakan bukti pemilikan hak. Subjek PPB yang dikenakan kewajiban membayar PBB berdasarkan ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku menjadi wajib pajak.
Subjek pajak yang ditetapkan sebagaimana dimaksud sebelumnya dapat memberikan keterangan secara tertulis kepada Ditjen Pajak bahwa ia bukan wajib pajak terhadap objek pajak yang dimaksud. Bila keterangan yang diajukan oleh wajib pajak sebagaimana dimaksud sebelumnya disetujui, maka Direktur Jenderal Pajak membatalkan penetapan sebagai wajib pajak.
Bila keterangan yang diajukan itu tidak disetujui, maka Direktur Jenderal Pajak mengeluarkan surat keputusan penolakan dengan disertai alasan–alasannya. PBB adalah termasuk jenis pajak objektif, yang mana pengenaan pajaknya lebih ditekankan pada objek pajaknya.
- Bumi adalah permukaan bumi yang meliputi tanah dan perairan pedalaman, serta laut wilayah Indonesia, dan tubuh bumi yang ada di bawahnya.
- Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam/dilekatkan secara tetap pada tanah dan/atau perairan. Termasuk dalam pengertian bangunan adalah jalan lingkungan yang terletak dalam suatu kompleks bangunan seperti hotel, pabrik, dan emplasemennya, dan lain-lain yang merupakan satu kesatuan dengan kompleks bangunan tersebut.
- Jalan tol.
- Kolam renang.
- Tempat olahraga.
- Galangan kapal, dermaga.
- Taman mewah.
- Tempat penampungan / kilang minyak, air dan gas, pipa minyak.
- Fasilitas lain yang memberikan manfaat.
7 Apa Perbedaan subjek pajak dengan wajib pajak?
sujek pajak dan wajib pajak
haayy rekan-rekan ortax. menurut rekan2 smuanya apakah perbedaan subjek pajak dan wajib pajak??? mohon pandapatnya.trimakasih. subjek pajak lebih dlu dr wajib pajaksubjek pajak adalah orang2 yg potensial untuk membayar pajak,dikatakan potensial karena subjek pajak ini diharapkan akan menjadi pembayar pajak.wajib pajak itu sendiri adalah orang yg telah memiliki objek pajak subjek pajak akan berubah menjadi WP apabila dia telah memiliki objek pajak dan harus memenuhi aturan perpajakan.
: sujek pajak dan wajib pajak
Bukan objek pajak pasal berapa?
Bukan Objek Pajak – Dalam UU tersebut juga diatur mengenai jenis-jenis penghasilan yang bukan merupakan objek pajak. Perkara ini diatur dalam Pasal 4 ayat (3) UU PPh. Menurut aturan itu, berikut ini daftar bukan objek pajak.
- (a). Bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima zakat yang berhak atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima sumbangan yang berhak, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah; dan (b). Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan;
- Warisan;
- Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal;
- Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak, Wajib Pajak yang dikenakan pajak secara final atau Wajib Pajak yang menggunakan norma penghitungan khusus (deemed profit) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 (UU. PPh);
- Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa;
- Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, badan usaha milik negara, atau badan usaha milik daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat; (1) dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan (2) bagi perseroan terbatas, badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah modal yang disetor;
- Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai;
- Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun sebagaimana dimaksud pada huruf g, dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan;
- Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif;
- Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia, dengan syarat badan pasangan usaha tersebut; (1) merupakan perusahaan mikro, kecil, menengah, atau yang menjalankan kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; dan (2) sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia;
- Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;
- Sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi yang membidanginya, yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan, dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; dan,
- Bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial kepada Wajib Pajak tertentu, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
Foto: Pixabay : Apa sih Pajak Penghasilan Itu? Mana yang Masuk Objek Pajak dan Bukan Objek Pajak
Siapa saja yang bukan subjek pajak PPh pasal 21?
Bukan Subjek PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 – Tidak termasuk dalam pengertian Penerima Penghasilan yang Dipotong PPh pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 adalah:
- pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat lain dari negara asing, dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama mereka, dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain diluar jabatan atau pekerjaannya tersebut, serta negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik;
- pejabat perwakilan organisasi internasional, yang telah ditetapkan oleh Menteri Keuangan, dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha atau kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia.
Apakah PNS termasuk dalam objek pajak?
Kesimpulan: –
- Penghasilan yang diterima oleh PNS, TNI, dan Polri ini masuk dalam penghasilan kena pajak. Jenis pajak yang dikenakan kepada PNS adalah PPh pasal 21. Hanya saja, pajak tersebut ditanggung oleh negara. Jadi, PPh yang dikenakan pada PNS tidak memengaruhi besarnya gaji yang diterima PNS.
- Penghitungan PPh pasal 21 untuk PNS, TNI, dan Polri sama dengan cara menghitung PPh pasal 21 untuk karyawan yang bekerja di perusahaan swasta. Tarif yang dikenakan sesuai dengan Pasal 17 ayat (1) UU PPh.
- Bukti pemotongan PPh pasal 21 untuk PNS ini ada dalam formulir 1721-A2.
Objek pajak ada berapa?
Ekonomi Kelas 11 | Mengenal Macam-macam Objek Pajak Artikel Ekonomi kelas XI kali ini akan membahas 6 macam objek pajak yakni objek pajak pertambahan nilai, objek pajak penjualan atas barang mewah, objek pajak bumi dan bangunan, objek pajak penghasilan, objek pajak bea materai, serta objek pajak bea perolehan hak atas tanah dan bangunan.
- Jangan pernah mengeluh jika kota-kota besar seperti Jakarta dan Surabaya ini banyak titik kemacetan yang sepertinya tidak bisa diatasi.
- Coba kamu bayangkan deh, setiap bulannya berapa banyak orang yang membeli motor dan mobil? Terus sekarang bandingkan dengan lebar jalanan yang ada.
- Hasilnya pasti pertumbuhan jumlah kendaraan tidak sebanding dengan lebar jalan.
Nah, ngomong-ngomong tentang jual beli kendaraan nih, kamu pernah ikut nggak saat orang tua kamu membeli kendaraan tersebut? Baik orang tua kamu (konsumen) dan dealer (produsen), pasti melakukan sebuah transaksi jual beli. Tahukah kamu kalau dalam transaksi tersebut juga ada yang dikenakan? “Hmm.pajak lagi, pajak lagi” Yaps, selain saat kamu makan di restoran yang ada pajaknya juga, jual beli kendaraan juga kena pajak lho Squad. Mau tahu jenis pajak apa yang termasuk ke dalam transaksi jual beli kendaraan tersebut? Simak artikel berikut sampai selesai ya Squad.1.
- Objek Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pajak Pertambahan Nilai (PPN) merupakan pajak yang dibebankan setiap pertambahan nilai dari suatu barang atau jasa.
- PPN ini masuk ke dalam jenis pajak yang tak langsung.
- Artinya begini Squad, pajak ini disetor oleh pihak lain yang bukan penanggung pajak.
- Besaran dari PPN ialah 10%.
Contoh mudahnya gini Squad, kamu belanja di sebuah minimarket dan membeli minuman. Nah, harga yang kamu bayar dari minuman tersebut sudah termasuk PPN. Jadi, pajak dari minuman yang kamu bayar nantinya disetorkan langsung sama si pemilik minimarket tersebut Squad. 2, Objek Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) Pernah ngeliat mobil-mobil mewah di jalanan? Mobil sport gitu yang pokoknya jarang banget deh berseliweran di jalan. Yups, artinya mobil tersebut hanya dimiliki segelintir orang berpenghasilan tinggi.
3. Objek Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Sesuai dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1994 menyatakan bahwa Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) merupakan pajak yang bersifat kebendaan. Artinya begini Squad, besaran pajaknya itu ditentukan oleh keadaan objek pajak, dalam hal ini bumi dan bangunan.
- Bukan membayar pajak dari planet bumi.
- Bumi yang dimaksud ialah permukaan bumi seperti sawah, ladang, dan kebun.
- Nah kalau bangunan itu sendiri merupakan konstruksi yang berada di atas tanah atau perairan.
- Contohnya rumah tempat tinggal, ruko usaha dermaga, jalan tol, dan kolam renang.
- Baca Juga: Oh iya Squad, pajak ini nggak memandang siapa subjek pajaknya.
Jadi nggak urusan tuh, kalau kamu misalnya jadi artis terkenal tapi luas tanah dan rumah yang kamu punya itu kecil serta fasilitasnnya tidak mewah. 4. Objek Pajak Penghasilan (PPh) Nanti kalau kamu sudah punya pekerjaan dan mendapatkan gaji, tunjangan, atau bonus, kamu akan dikenakan pajak penghasilan (PPh). Namanya pajak penghasilan, ya pasti objeknya penghasilan dari wajib pajak itu sendiri. Apa sih penghasilan itu? Penghasilan merupakan tambahan kemampuan ekonomi yang diterima wajib pajak baik dari dalam maupun luar negeri yang dipakai untuk konsumsi wajib pajak atau menambah kekayaan.
Nah, penghasilan kena pajak (PKP) itu merupakan penghasilan satu tahun dari wajib pajak. Ada lho rumus menghitungnya. Penasaran bagaimana cara menghitung pengenaan pajak penghasilan? Cek di yuk. Di ruangbelajar penjelasannya lengkap dan mudah dipahami karena bentuknya video ditambah animasi yang keren lho Squad.
- Lanjut.5. Objek Pajak Bea Materai Tadi di awal artikel udah disinggung sedikit tuh kalau pas transaksi jual beli kendaraan ada pajak yang harus dibayar.
- Nah, salah satunya ialah pajak bea materai.
- Yaps, bea materai ada yang Rp3.000 dan Rp6.000 Squad.
- Dalam transaksi jual beli kendaraan, biasanya bea materai harus ada pada dokumen penjualan seperti surat pernyataan dan kwitansi pembelian.
Dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Materai, dijelaskan bahwa objek bea materai ialah kertas yang isinya tulisan dengan maksud tentang perbuatan, keadaan, atau kenyataan bagi seseorang dan atau pihak-pihak lain yang berkepentingan. Intinya ialah sebuah dokumen yang menyatakan nominal dan memiliki sifat perdata. 6. Objek Pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) Kalau kamu nanti sudah bisa membeli rumah, kamu akan dibebankan pajak bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB). Mudahnya BPHTB dapat dimaknai sebagai bea pembeli. “Kalau dapat rumah dari sebuah hadiah gimana tuh?” Tetap bayar Squad.
jual-beli; tukar-menukar; hibah; waris; penggabungan usaha; peleburan usaha; dan hadiah.
Sekarang kamu sudah paham kan tentang macam-macam objek pajak? Jangan malas buat bayar pajak ya Squad. Banyak manfaat yang bisa kita rasakan lho kalau kita jadi orang yang patuh buat bayar pajak. Kalau sampai kamu nggak bayar pajak, bisa-bisa didenda dan kalau melarikan diri bisa jadi buronan.
Apakah laba termasuk objek pajak?
Penghasilan-Penghasilan Berikut Bukan Merupakan Objek Pajak Sebelumnya, kita telah membahas mengenai jenis penghasilan yang merupakan objek pajak. Berbagai jenis penghasilan, baik berupa gaji, laba usaha, hadiah, keuntungan penjualan harta, bunga, dan lain sebagainya merupakan objek pajak sehingga kita akan dikenakan pajak atas penghasilan-penghasilan tersebut.
Bantuan atau sumbangan yang diterima oleh penerima zakat yang berhak, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang disahkan oleh pemerintah. Sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang disahkan pemerintah dan yang diterima oleh penerima sumbangan yang berhak, juga merupakan penghasilan yang tidak dikenakan pajak penghasilan. Penghasilan berupa harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan. Harta warisan. Setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal. Imbalan pekerjaan atau jasa yang diterima dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak, Wajib Pajak yang dikenakan pajak secara final atau Wajib Pajak khusus lainnya. Imbalan dalam bentuk natura seperti beras, gula, dan sebagainya, dan imbalan dalam bentuk kenikmatan, seperti penggunaan mobil, rumah, dan fasilitas pengobatan bukan merupakan objek pajak. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, maupun asuransi bea siswa. Dividen yang diterima perusahaan dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan, dan kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah modal yang disetor. Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan Menteri Keuangan. Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan. Bagian laba yang diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif. Bagian laba yang diperoleh perusahaan ventura dari badan pasangan usaha yang menjalankan usahanya di Indonesia, dengan syarat badan pasangan usaha tersebut merupakan perusahaan mikro, kecil, menengah, atau yang bergerak dalam sektor usaha tertentu, serta sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia; Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu. Sisa lebih yang diterima lembaga nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan atau bidang penelitian dan pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi yang membidanginya, yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan atau penelitian dan pengembangan, dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut. Bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial kepada Wajib Pajak tertentu.
Penghasilan-penghasilan yang diuraikan di atas bukanlah objek pajak penghasilan sehingga tidak menambah unsur penghasilan dalam perhitungan penghasilan kena pajak pada akhir tahun. Kita juga tidak akan dipotong pajak penghasilan jika menerima pendapatan tersebut.
Kapan kita menjadi subjek pajak?
PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN
Tahun | Tarif | Penyusunan | Nilai Sisa Buku |
Harga Perolehan 150.000.000,00 | |||
2009 | 50% | 75.000.000,00 | 75.000.000,00 |
2010 | 50% | 37.500.000,00 | 37.500.000,00 |
2011 | 50% | 18.750.000,00 | 18.750.000,00 |
2012 | Disusutkan sekaligus | 18.750.000,00 | 0 |
/td>
Tahun | Tarif | Penyusutan | Nilai Sisa Buku |
Harga Perolehan 100.000.000,00 | |||
2009 | 6/12x 50% | 25.000.000,00 | 75.000.000,00 |
2010 | 50% | 37.500.000,00 | 37.500.000,00 |
2011 | 50% | 18.750.000,00 | 18.750.000,00 |
2012 | 50% | 9.375.000,00 | 9.375.000,00 |
2013 | Disusutkan sekaligus | 9.375.000,00 | 0 |
/td>
Mengapa semua orang bisa dikatakan sebagai subjek PPN?
Skip to content Subjek PPN: Klasifikasi dan Kewajibannya dalam Perpajakan
Peraturan perundang-undangan mengartikan subjek PPN sebagai orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan penyerahan dan penerimaan Barang Kena Pajak (BKP) atau Jasa Kena Pajak (JKP). Artinya, dalam hal Pajak Pertambahan Nilai (PPN), semua orang bisa dikatakan sebagai subjek.
Siapa saja yang menjadi subjek dan objek dari Pajak Penghasilan?
Siapa Saja Subjek Pajak Penghasilan – Subjek PPh adalah orang atau pihak yang bertanggungjawab atas pajak penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam tahun pajak maupun bagian tahun pajak. Subjek pajak penghasilan artinya orang yang harus membayar pajak penghasilan dan disebut sebagai Wajib Pajak (WP).
Siapa saja yang menjadi subjek pajak PPN?
Karakteristik Pemungutan PPN
Pajak Objektif
pemungutan PPN didasarkan pada objek pajak tanpa memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak (WP) sebagai subjek pajak
Pajak Tidak Langsung
secara ekonomis beban PPN dapat dialihkan kepada pihak lain, tetapi kewajiban memungut, menyetor, melapor melekat pada pihak yang menyerahkan barang/jasa
Multi Stage Tax
dilakukan secara berjenjang dari pabrikan sampai konsumen akhir
Dipungut Menggunakan Faktur Pajak
sehingga Pengusaha Kena Pajak (PKP) sebagai pemungut pajak harus menerbitkan faktur pajak sebagai bukti pemungutan PPN
Bersifat Netral
dikenakan baik atas konsumsi barang maupun jasa, dan dipungut menggunakan prinsip tempat tujuan, yaitu bahwa PPN dipungut di tempat barang atau jasa dikonsumsi
Non-duplikasi
karena terdapat mekanisme pengkreditan pajak masukan
PPN terhadap konsumsi dalam negeri dikenakan sebesar 10%, sedangkan untuk ekspor dikenakan tarif 0% (untuk ekspor secara riil tidak ada PPN yang dibayarkan namun tetap harus dilaporkan)
Objek PPN 1. Penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP) di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha 2. Impor BKP dan/atau pemanfaatan JKP/BKP Tak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean 3. Ekspor BKP dan/atau JKP 4.
Egiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan 5. Penyerahan aktiva oleh PKP yang menurut tujuan semula aktiva tersebut tidak untuk diperjualbelikan, sepanjang PPN yang dibayar pada saat perolehannya dapat dikreditkan Barang Kena Pajak (BKP) • Barang Kena Pajak (BKP) merupakan barang berwujud yang menurut sifat atau hukumnya dapat berupa barang bergerak atau barang tidak bergerak, dan barang tidak berwujud, yang dikenakan pajak berdasarkan UU PPN.
• Pengaturan cakupan BKP dalam UU PPN bersifat ” negative list “, dalam artian bahwa pada prinsipnya seluruh barang merupakan BKP, kecuali ditetapkan sebagai barang yang tidak dikenai PPN. Barang yang Tidak Dikenai PPN (Non-BKP)
- Barang hasil pertambangan, penggalian, pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya:
- Barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak: a. beras, gabah, jagung, sagu, kedelai b. garam, baik yang beryodium maupun yang tidak beryodium c. daging, yaitu daging segar yang tanpa diolah, tetapi telah melalui proses disembelih, dikuliti, dipotong, didinginkan, dibekukan, dikemas atau tidak dikemas, digarami, dikapur, diasamkan, diawetkan dengan cara lain, dan/atau direbus d. telur, yaitu telur yang tidak diolah, termasuk telur yang dibersihkan, diasinkan, atau dikemas e. susu, yaitu susu perah baik yang telah melalui proses didinginkan maupun dipanaskan, tidak mengandung tambahan gula atau bahan lainnya, dan/atau dikemas atau tidak dikemas f. buah-buahan, yaitu buah-buahan segar yang dipetik, baik yang telah melalui proses dicuci, disortasi, dikupas, dipotong, diiris, di-grading, dan/atau dikemas atau tidak dikemas; dan g. sayur-sayuran, yaitu sayuran segar yang dipetik, dicuci, ditiriskan, dan/atau disimpan pada suhu rendah, termasuk sayuran segar yang dicacah
- Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya, tidak termasuk yang diserahkan oleh usaha jasa boga atau catering
- Uang, emas batangan, dan surat berharga (misalnya saham, obligasi)
- minyak mentah (crude oil)
- gas bumi, tidak termasuk gas bumi seperti elpiji yang siap dikonsumsi langsung oleh masyarakat
- panas bumi
- asbes, batu tulis, batu setengah permata, batu kapur, batu apung, batu permata, bentonit, dolomit, felspar (feldspar), garam batu (halite), grafit, granit/andesit, gips, kalsit, kaolin, leusit, magnesit, mika, marmer, nitrat, opsidien, oker, pasir dan kerikil, pasir kuarsa, perlit, fosfat (phospat), talk, tanah serap (fullers earth), tanah diatome, tanah liat, tawas (alum), tras, yarosif, zeolit, basal, dan trakkit; dan
- bijih besi, bijih timah, bijih emas, bijih tembaga, bijih nikel, bijih perak, serta bijih bauksit.
Jasa Kena Pajak (JKP)
- Jasa Kena Pajak (JKP) merupakan setiap kegiatan pelayanan berdasarkan surat perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang, fasilitas, kemudahan, atau hak tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang pesanan atau permintaan dengan bahan dan/atau petunjuk dari pemesan, yang dikenakan pajak berdasarkan UU PPN.
- Seperti halnya cakupan BKP, pengaturan cakupan JKP dalam UU PPN juga bersifat ” negative list “, dalam artian bahwa pada prinsipnya seluruh jasa merupakan JKP, kecuali ditetapkan sebagai jasa yang tidak dikenai PPN.
Jasa yang Tidak Dikenai PPN (Non JKP) 1. Jasa pelayanan kesehatan medis 2. Jasa pelayanan sosial 3. Jasa pengiriman surat dengan perangko 4. Jasa keuangan 5. Jasa asuransi 6. Jasa keagamaan 7. Jasa Pendidikan 8. Jasa kesenian dan hiburan 9. Jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan 10.
- Jasa angkutan umum di darat dan di air serta jasa angkutan udara dalam negeri yang menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari jasa angkutan udara luar negeri 11.
- Jasa tenaga kerja a.
- Jasa perhotelan b.
- Jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum c.
- Jasa penyediaan tempat parker d.
Jasa telepon umum dengan menggunakan uang logam e. Jasa pengiriman uang dengan wesel pos f. Jasa boga atau katering Subjek PPN Pengusaha Kena Pajak (PKP), baik orang pribadi maupun badan, yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP), yang dikenakan pajak berdasarkan UU PPN.
- Tarif PPN Tarif PPN adalah sebesar 10% • Pemerintah diberikan kewenangan untuk mengubah tarif PPN menjadi paling rendah 5% dan paling tinggi 15% melalui penerbitan Peraturan Pemerintah.
- Mengingat PPN adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi BKP di dalam Daerah Pabean, maka ekspor BKP dan ekspor JKP tertentu dikenai PPN dengan tarif 0%.
Dasar Pengenaan PPN PPN terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif PPN dengan Dasar Pengenaan Pajak (DPP) yang meliputi: 1. Harga Jual nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan BKP, tidak termasuk PPN dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak 2.
Penggantian nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh pengusaha karena penyerahan JKP, ekspor JKP, atau ekspor BKP Tidak Berwujud, tidak termasuk PPN dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak; atau nilai berupa uang yang dibayar atau seharusnya dibayar oleh Penerima Jasa karena impor JKP dan/atau oleh penerima manfaat dari impor BKP Tidak Berwujud 3.
Nilai Impor nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan bea masuk ditambah pungutan kepabeanan dan cukai untuk impor BKP, tidak termasuk PPN dan PPnBM 4. Nilai Ekspor yaitu nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh eksportir 5.
Nilai lain yang diatur dengan atau berdasarkan PMK hanya untuk menjamin rasa keadilan dalam hal: Harga Jual, Nilai Penggantian, Nilai Impor, dan Nilai Ekspor sukar ditetapkan; dan/atau penyerahan BKP yang dibutuhkan oleh masyarakat banyak Pengusaha Kena Pajak (PKP) Pengusaha yang melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP di dalam Daerah Pabean, dan/atau melakukan ekspor BKP (baik BKP Berwujud maupun BKP Tidak Berwujud) dan/atau JKP, wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) dan wajib memungut, menyetor, dan melaporkan PPN dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) yang terutang.
Pengecualian PKP
- Pengecualian pengukuhan sebagai PKP diberikan bagi pengusaha kecil yang batasannya ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
- Pada saat ini, batasan pengusaha kecil tersebut diatur dalam PMK 197/PMK.03/2013, yaitu pengusaha yang melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP dengan omzet tidak lebih dari Rp4,8 miliar setahun.
- Namun, UU PPN memberikan ruang bagi pengusaha kecil dimaksud untuk dapat dikukuhkan menjadi PKP yang diatur lebih lanjut dalam PMK 40/PMK.03/2010.
Pemungut PPN
- Dalam rangka lebih memudahkan pemungutan PPN dan/atau PPnBM yang terutang atas penyerahan BKP dan/atau JKP oleh rekanan, Pemerintah menunjuk pihak tertentu untuk memungut, menyetorkan dan melaporkan PPN yang terutang.
- Pihak tertentu tersebut meliputi bendahara pemerintah, badan, atau instansi pemerintah yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan.
Fasilitas Pembebasan PPN • Fasilitas atau insentif perpajakan dapat didefinisikan sebagai ketentuan perpajakan yang dibuat secara khusus, yang berbeda dengan ketentuan perpajakan yang berlaku umum, bagi Wajib Pajak dengan kriteria tertentu. • Fasilitas PPN diberikan untuk mendorong pembangunan nasional dengan membantu tersedianya barang yang bersifat strategis, seperti:
- Fasilitas dibebaskan dari pengenaan PPN
- fasilitas tidak dipungut PPN
• Untuk mendukung perkembangan dunia usaha dan meningkatkan daya saing dengan menjamin tersedianya barang-barang yang bersifat strategis, pemerintah memberikan fasilitas dibebaskan dari pengenaan PPN atas impor dan/atau penyerahan Barang Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis.
Siapa objek pajak?
Jakarta – Secara sederhana, Objek Pajak artinya adalah penghasilan yang dikenakan pajak. Namun, apa yang dimaksud dengan penghasilan itu sendiri?