Siapa Yang Bertanggung Jawab Untuk Taat Terhadap Pajak?
Sedangkan dalam Pasal 1 angka 28 UU KUP disebutkan Penanggung Pajak adalah orang pribadi atau badan yang bertanggung jawab atas pembayaran pajak, termasuk wakil yang menjalankan hak dan memenuhi kewajiban Wajib Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan perpajakan.
Contents
- 1 Mengapa masih ada warga negara yang tidak patuh akan kewajibannya membayar pajak?
- 2 Siapa yang harus membayar pajak?
- 3 Brainly siapa saja yang harus membayar pajak?
- 4 Apa yang akan terjadi jika kita tidak membayar pajak?
- 5 Apa itu wajib pajak menurut para ahli?
- 6 Jelaskan apa yang dimaksud dengan pajak pribadi?
- 7 Jelaskan apa yang dimaksud dengan Wajib Pajak orang pribadi?
Mengapa masih ada warga negara yang tidak patuh akan kewajibannya membayar pajak?
Mengapa masih saja terdapat warga negara yang tidak patuh akan kewajibannya sebagai wajib pajak?
- Jawaban:
- Hal tersebut bisa disebabkan dari berbagai faktor,misal:
- – masyarakat belum mengerti pentingnya pajak.
- – masyarakat kurang pengetahuan bagaimana cara pengurusan pajak.
- – banyaknya pejabat negara yang memanfaatkan uang pajak u/ digunakan secara pribadi,membuat masyarakat takut untuk membayar pajak.
- Jawaban:
- Banyak alasannya
- Penjelasan:
- 1. Faktor kemiskinan bisa saja mempengaruh
- 2. lebih mementingkan kehidupan pribadi
- 3. lupa dengan membayar pajak
: Mengapa masih saja terdapat warga negara yang tidak patuh akan kewajibannya sebagai wajib pajak?
Siapa yang berhak mengatur pajak?
Kamis, 23 Oktober 2014 | 17:37 WIB Ahli yang dihadirkan pemohon Pakar Hukum Tata Negara Yusril Izha Mahendra saat menyampaikan keahliannya dalam sidang Pengujian UU Pajak Penghasilan, Kamis (23/10) di Ruang Sidang Pleno Gedung MK. Foto Humas/Ganie. Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra mengatakan pada sistem pemerintahan presidensial, presiden yang dipilih langsung oleh rakyat bertanggung jawab pada rakyat dalam hal menetapkan pajak dan pungutan penerimaan negara bukan pajak (PNBP).
- Ewenangan menetapkan pajak dan pungutan PNBP, sepantasnya hanya ada presiden dan DPR melalui undang-undang atau melalui peraturan pemerintah.
- Penyerahan kewenangan menetapkan jenis kegiatan hanya dengan peraturan menteri berdasarkan delegasi yang diberikan oleh undang-undang adalah menyalahkani sistem bernegara menurut Undang-Undang Dasar 1945,” ujarnya dalam sidang lanjutan uji materi Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh) di ruang sidang Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (23/10).
Dia melanjutkan, tugas menteri adalah membantu presiden. Menteri diangkat dan diberhentikan oleh presiden sehingga hanya bertanggung jawab kepada presiden, bukan kepada DPR apalagi bertanggung jawab langsung kepada rakyat. Oleh karena itu, dalam hal menetapkan pajak dan PNBP seharusnya ada di tingkat undang-undang atau paling rendah di tingkat peraturan pemerintah.
- Peraturan Menteri Keuangan memberikan pendelegasian kepada Dirjen Pajak untuk membuat peraturan menetapkan pengenaan pajak dan besarannya kepada jenis-jenis kegiatan tertentu dalam masyarakat.
- Padahal, Dirjen Pajak itu tidak lebih daripada seorang birokrat yang tidak sepantasnya diberi kewenangan lebih besar dalam membebani rakyat dalam sebuah negara hukum pihak demokratis,” imbuh Yusril yang merupakan ahli Pemohon.
Lebih lanjut, kewenangan Menteri Keuangan untuk menafsirkan frasa “jenis jasa lain” yang dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) undang-undang tersebut yang dituangkan dalam bentuk peraturan menteri, berakibat pada muatan materi pengaturan dalam peraturan menteri adalah sama dengan materi pengaturan yang diatur di dalam undang-undang.
- Padahal, ada hierarki peraturan perundang-undangan yang seharusnya menunjukkan materi pengaturan berbeda antara satu dengan yang lainnya.
- Secara hierarki, menurut norma Pasal 5 ayat (2) UUD 1945, kedudukan peraturan pemerintah lebih rendah dibandingkan dengan undang-undang.
- Sedangkan peraturan menteri lebih rendah dari peraturan pemerintah.
“Posisi peraturan menteri lebih rendah daripada peraturan pemerintah, maka bagaimanakah sebuah Undang-Undang akan memberikan pendelegasian kepada menteri untuk membuat peraturan yang materi muatannya setara dengan materi muatan yang diatur dalam norma undang-undang?” tandasnya.
- Menjaga Komprehensifitas Sementara Pakar Hukum Pajak Gunadi mengatakan bahwa metode dan teknik berbisnis amat dinamis dan berkembang.
- Tidak mudah menyebut semua jenis jasa satu persatu dan mencantumkannya dalam Pasal 23 UU PPh.
- Dalam rangka menjaga komprehensifitas dengan rumusan sederhana tapi fleksibel, dalam Pasal 23 ayat (2) Undang-Undang Pajak Penghasilan dipakai istilah jasa lain,” ujarnya sebagai ahli Pemerintah.
Untuk menjaga fleksibilitas jumlah jenis jasa yang dapat diubah sewaktu-waktu sesuai perkembangan ekonomi dan bisnis, pengaturannya diserahkan kepada Peraturan Menteri Keuangan. Selain itu, jika frasa jasa lain dihapus, maka akan membatasi objek pemotongan PPh Pasal 23 atas imbalan jasa menjadi terbatas hanya pada empat jenis jasa, yaitu jasa teknik, manajemen, konstitusi, dan jasa konsultan.
- Hal tersebut dinilainya justru bertentangan dengan komprehensifitas konsep objek pajak Pasal 41 UU PPh dan mempersempit cakupan objek without tax sebagai sarana pemungutan pajak paling handal dan efektif diterapkan di masyarakat yang umumnya kurang patuh hukum pajak.
- Lebih lanjut, UU PPh menyatakan bahwa salah satu prinsip UU Perpajakan adalah tidak pekanya perlakuan yang sama terhadap semua hasil pajak atau kasus-kasus perpajakan yang hakikatnya sama.
Berdasarkan prinsip non-diskriminasi tersebut, semua pengusaha sejenis dengan kondisi yang sama dikenakan pajak secara adil dan pasti, meliputi kepastian jumlah hutang pajak dan beban atau pengaruh pajak atas suatu transaksi. “Selama terdapat objeknya, sudah pasti dan jelas besarannya yang akan dipungut dan harus dibayar merata oleh semua perusahaan bidang usaha transshipment dan jelas berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, sehingga dengan demikian tidak bertentangan dengan UUD 1945,” jelasnya.
Sebelumnya, perusahaan pelayaran PT Cotrans Asia menguji Pasal 23 ayat (2) UU PPh yang dinilai memberikan ketidakpastian hukum. Diwakili kuasa hukumnya Denny Kalimalang, Pemohon menilai Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, memakai frasa ‘jenis jasa lain’ dalam pasal tersebut termasuk pemotongan pajak penghasilan.
Hal tersebut, imbuh Pemohon, tidak dapat dilakukan lantaran jenis jasa Pemohon masuk dalam lingkup pelayaran yang memiliki karakteristik berbeda dari jenis usaha lainnya sehingga semestinya tunduk pada UU Pelayaran. Lebih lanjut, Pemohon menilai frasa ‘jenis jasa lain’ dalam Pasal 23 ayat (2) UU PPh telah tumpang tindih dengan UU lain yang mengatur bidang usaha tertentu sehingga telah melanggar asas-asas pembentukan perundang-undangan.
Apalagi, sebelum direvisi, pasal yang sama tidak pernah memberikan kewenangan kepada siapapun untuk menentukan pungutan pajak atas penghasilan ‘jasa lain’, tetapi hanya menentukan siapa pihak pemotong pajak. Adapun Pasal 23 ayat (2)UU PPh berbunyi: “Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis jasa lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c angka 2 diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan” Oleh karena itu, Pemohon meminta MK untuk menyatakan frasa ‘jenis jasa lain’ dalam pasal tersebut inkonstitusional sepajang dimaknai dengan tanpa memperhatikan UU lain yang telah mengatur klasifikasi lapangan/bidang usaha tertentu.
(Lulu Hanifah /mh)
Siapa yang harus membayar pajak?
Siapakah Wajib Pajak Itu? Setiap negara umumnya menerapkan kewajiban membayar pajak kepada warganya. Karena sifatnya yang memaksa, maka kewajiban ini harus dilaksanakan oleh semua Wajib Pajak, baik itu untuk orang pribadi maupun Badan. Lalu sebenarnya siapa yang disebut dengan Wajib Pajak? Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang memiliki kewenangan untuk membayar pajak, memotong pajak, dan memungut pajak, serta memiliki hak dan kewajiban yang berkaitan dengan perpajakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Ciri khas yang identik dengan Wajib Pajak adalah kepemilikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). NPWP adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak yang dapat digunakan sebagai sarana dalam menjalankan administrasi perpajakan, berbentuk tanda pengenal diri atau identitas diri Wajib Pajak. Untuk mendapatkan NPWP, Wajib Pajak perlu memenuhi persayaratan subjektif dan objektif yang sesuai dengan ketentuan Undang-Undang (UU).
Nomor dari NPWP tidak akan berubah sekaliupun Wajib Pajak berpindah tempat tinggal atau mengalami pemindahan tempat terdaftar. Seperti diketahui bahwa Wajib Pajak umumnya terdiri atas Wajib Pajak orang pribadi dan Wajib Pajak badan. Untuk Wajib Pajak orang pribadi dibagi dalam beberapa pengelompokkan seperti Orang Pribadi (Induk) yang meliputi seseorang yang belum menikah dan suami sebagai kepala keluarga, Hidup Berpisah (HB) untuk wanita kawin dan dikenai pajak secara terpisah berdasarkan putusan hakim, Pisah Harta (PH) untuk pasangan suami dan istri yang dikenai pajak terpisah.Memilih Terpisah (MT) untuk untuk wanita kawin yang memilih melaksanakan perpajakan secara terpisah, dan Warisan Belum Terbagi (WBT).
Sedangkan bagi Wajib Pajak badan terbagi dalam beberapa kelompok seperti Badan yang meliputi sekumpulan orang atau modal dalam satu kesatuan, Joint Operation yang meliputi sebuah kerja sama operasi, Kantor Perwakilan Perusahaan Asing yang meliputi perwakilan dagang asing atau kantor perwakilan perusahaan asing di Indonesia, Bendahara yang bertugas melakukan pemotongan atau pemungutan pajak, dan Penyelenggara Kegiatan yang merupakan pihak lain yang melakukan pembiayaan imbalan dalam pelaksanaan kegiatan.
Setiap Wajib Pajak memiliki beberapa hak dan kewajiban yang wajib dilaksanakan. Berikut adalah hak bagi Wajib Pajak yang bisa didapatkan:
Hak pada saat Wajib Pajak dilakukan pemeriksaan Hak untuk mengajukan keberatan, banding, dan peninjauan kembali Hak atas kelebihan pembayaran pajak Hak atas pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak Hak atas pengangsuran dan penundaan pembayaran Hak atas kerahasiaan Hak atas Pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Hak atas penundaan pelaporan SPT Hak atas pembebasan pajak Hak atas pengurangan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25 Hak atas insentif perpajakan Hak atas pajak yang ditanggung pemerintah
Adapun kewajiban yang dimiliki oleh Wajib Pajak yang perlu dilaksanakan adalah sebagai berikut:
Kewajiban untuk mendaftarkan diri Kewajiban untuk memberi data Kewajiban untuk melakukan pembayaran, pelaporan, pemungutan atau pemotongan pajak Kewajiban pemeriksaan
Jadi itulah istilah Wajib Pajak yang perlu kalian ingat. Apabila kalian merasa sudah memenuhi syarat sebagai Wajib Pajak, maka segeralah untuk mendaftarkan diri untuk mendapatkan kartu NPWP. Kartu NPWP tersebut nantinya menjadi tanda bukti kalian untuk melakukan kegiatan administrasi perpajakan, yang nantinya uang pajak tersebut akan digunakan untuk kepentingan bersama.
Kesadaran akan ilmu pajak menjadi salah satu kelebihan yang diajarkan pada program studi Komputerisasi Akuntansi D3 di Ma’soem University. Mahasiswa program studi tersebut nantinya akan lebih siap dalam memasuki bidang profesi yang menuntut pemahaman akan pajak, seperti profesi akuntan, auditor, dan lain-lain.
Untuk mendukung perkembangan mahasiswa berprestasi, Ma’soem University memberikan layanan uang kuliah yang ekonomis dan beragam beasiswa yang nantinya dapat membantu dari segi finansial mereka. Selain itu, terdapat pesantren mahasiswa yang bisa ditempati dengan biaya terjangkau.
Brainly siapa saja yang harus membayar pajak?
siapa sajakah orang yg wajib membayar pajak Pada dasarnya setiap pribadi baik Warga Negara Indonesia atau Asing yang bertempat tinggal di Indonesia dan Badan yang didirikan/berkedudukan di Indonesia merupakan Wajib Pajak, kecuali ketentuan peraturan perundang-undangan menentukan lain. Jadi setiap Orang / suatu Badan yang ada/didirikan/berkedudukan di Indonesia mempunyai kewajiban di bidang perpajakan.
Apakah Presiden wajib membayar pajak?
Pajak Profesi: Apakah Presiden Dikenakan Pajak? Jakarta – Pajak merupakan dana yang dikumpulkan dari masyarakat yang digunakan untuk membiayai negara atau APBN dan berlaku bagi setiap orang yang memiliki penghasilan, bahkan presiden. Sama seperti wajib pajak lainnya, Presiden Republik Indonesia pun dikenakan pajak penghasilan PPh 21.
Penghasilan 0-Rp60.000.000 dikenakan tarif 5% Penghasilan Rp60.000.000-Rp250.000.000 dikenakan tarif 15% Penghasilan Rp250.000.000-Rp500.000.000 dikenakan tarif 25% Penghasilan Rp500.000.000-Rp5.000.000.000 dikenakan tarif 30% Penghasilan lebih dari Rp5.000.000.000 dikenakan tarif 35%.
Tarif pajak di atas diberlakukan setelah Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) dikurangi dari penghasilan bersih dalam satu tahun Besaran Tarif yang berlaku bagi presiden sama dengan wajib pajak lainnya yaitu PPh 21, berikut rinciannya:
Rp54.000.000 untuk diri Wajib Pajak orang pribadi. Rp4.500.000 tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin Rp54.000.000 untuk istri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami. Rp4.500.000 tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga dalam garis keturunan lurus serta anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 orang untuk setiap keluarga.
Siapa pemungut pajak daerah?
Tata Cara Pemungutan Pajak Daerah Indonesia – Di Indonesia sendiri, pajak dibedakan menjadi 2 (dua) jenis berdasarkan dengan instansi pemungutnya, yaitu Pajak Pusat dan Pajak Daerah. Pajak Pusat merupakan pajak yang dipungut dan dikelola oleh pemerintah pusat sedangkan Pajak Daerah merupakan pajak yang dipungut dan dikelola oleh pemerintah daerah.
- Dengan berlandaskan pada Peraturan Pemerintah No.5 Tahun 2016 Tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku Pada Lembaga Administrasi Negara dan mengalami perubahan menjadi Peraturan Pemerintah (PP) No.30 Tahun 2018.
- Dalam kebijakan ini, ditetapkan bahwa Pajak Daerah dibagi menjadi Pajak Provinsi dan Pajak Kabupaten/Kota.
Pajak Provinsi yang dipungut berdasarkan dengan ketetapan kepada daerah terdiri atas pajak kendaraan bermotor, bea balik nama kendaraan bermotor, dan pajak air permukaan. Sedangkan untuk pajak bahan bakar kendaraan bermotor dan pajak rokok akan dipungut oleh pemerintah provinsi berdasarkan dengan perhitungan wajib pajak sendiri.
Kemudian, untuk Pajak Kabupaten/Kota yang dipungut dengan ketetapan kepada daerah, yaitu pajak reklame, pajak air tanah, pajak bumi dan bangunan perkotaan pedesaan (PBB-P2). Sedangkan untuk pajak hotel, pajak hiburan, pajak restoran, pajak mineral bukan logam dan batuan, pajak penerangan jalan, pajak parkir, pajak sarang burung wallet, serta bea perolehan hak atas tanah dan bangunan akan dibayarkan berdasarkan dengan perhitungan yang dilakukan oleh Wajib Pajak.
Di Indonesia, terdapat 3 (tiga) jenis sistem pemungutan pajak, yaitu self assessment system, official assessment system, dan withholding system. Untuk Pajak Daerah sendiri, masuk ke dalam sistem pemungutan pajak berupa self assessment system dan official assessment system.
- Self Assessment System Merupakan aturan pajak yang membebankan ketentuan dari besarnya pajak yang harus dibayarkan melalui Wajib Pajak secara pribadi yang bersangkutan.
- Wajib Pajak diharuskan untuk melakukan perhitungan, pelaporan, dan pembayaran pajak sesuai dengan ketentuan besarnya pajak tersebut ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) setempat maupun melalui sistem online.
Official Assessment System Sistem ini membebankan wewenang dalam penentuan besarnya Wajib Pajak terutang kepada pihak perpajakan yang menjadi pemungut Wajib Pajak kepada seorang Wajib Pajak. Dalam hal ini, Wajib Pajak akan diberikan surat ketetapan pajak yang berisi nilai pajak terutang dan Wajib Pajak harus membayarkan pajak yang terutang tersebut sesuai dengan besaran pajak yang ada dalam surat ketetapan pajak.
- Jadi, Wajib Pajak tidak perlu untuk menghitung kembali besarnya pajak terutang, tetapi hanya perlu untuk membayarkan nilai pajak terutang tersebut.
- Withholding System Sistem pajak ini berupakan sistem perhitungan pajak yang dapat dihitung melalui pihak ketiga.
- Jadi, bukan Wajib Pajak atau aparat yang berkaitan dengan pajak yang menghitung besarnya pajak ini, melainkan pihak ketiga, seperti perusahaan yang melakukan pemotongan dari penghasilan karyawan yang diperoleh.
Terkait dengan tata cara pemungutan Pajak Daerah yang menjadi kewenangan dari pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota, dapat dilakukan dengan 2 (dua) cara.
Pajak dapat dibayarkan oleh Wajib Pajak setelah Wajib Pajak mendapatkan Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD) atau dokumen lainnya yang dipersamakan. Cara ini masuk ke dalam official assessment system Wajib Pajak melakukan perhitungan, pembayaran, dan pelaporan secara pribadi atau sendiri sesuai dengan pajak terutang melalui Surat Pemberitahuan Pajak Daerah (SPTPD). Cara ini masuk ke dalam self assessment system.
Kemudian, dalam 5 (lima) tahun setelah saat terutangnya pajak, Kepala Daerah dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar (SKPDKB) berdasarkan dengan 3 (tiga) situasi:
Berdasarkan hasil pemeriksaan, pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar oleh Wajib Pajak Jika SPTPD tidak disampaikan kepada kepala daerah dalam jangka waktu tertentu dan setelah ditegur, secara tertulis atau tidak disampaikan pada waktunya Adanya kewajiban yang tidak dipenuhi dalam mengisi SPTPD sehingga pajak yang terutang dihitung secara jabatan.
Terkait dengan jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam SKPDKB pada poin 1 dan 2, maka nantinya akan dikenakan sanksi administratif berupa bunga yang sesuai dengan kebijakan Pasal 97 Ayat (2) Undang-Undang PDRD. Sementara untuk sanksi yang diberikan pada Wajib Pajak yang tidak mengisi SPTPD hingga pajak terutang dihitung secara jabatan akan dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan yang diberikan sebesar 25% dari pokok pajak dan ditambah juga sanksi bunga sebesar 2% per bulan dengan maksimal hinggal 24 bulan.
Mengapa kita harus mematuhi peraturan pajak?
Hai Arum, saya bantu jawab ya Jawabannya karena pajak merupakan sumber penerimaan negara yang digunakan sebesar-besarnya untuk kepentingan rakyat. Pembahasan Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan UU dengan kontraprestasi secara tidak langsung yang alan digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara.
- Pajak memiliki peranan penting bagi perekonomian negara.
- Dari penerimaan pajak, akan digunkan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, kesempatan kerja, mengurangi angka kemiskinan, meningkatkan kualitas hidup rakyat, membiayai proyek-proyek pembangunan infrastruktur, dsb.
- Oleh karena itu, sebagai wajib pajak harus mematuhi peraturan pajak.
Jadi, jawaban untuk soal tersebut adalah karena pajak merupakan sumber penerimaan negara yang digunakan sebesar-besarnya untuk kepentingan rakyat. Semoga membantu –
Apa kewajiban bagi wajib pajak?
Kewajiban Wajib Pajak – Kewajiban Wajib Pajak adalah segala sesuatu yang harus dipenuhi oleh setiap Wajib Pajak. Adapun Kewajiban Wajib Pajak, yaitu:
Kewajiban untuk mendaftarkan diri. Salah satu hak dan kewajiban Wajib Pajak yaitu dengan mendaftarkan dirinya atau usahanya untuk NPWP.Kewajiban untuk memberi data informasi kepada DJP.Kewajiban melakukan pembayaran, pelaporan, pemungutan atau pemotongan pajak sesuai dengan peraturan yang berlaku.Kewajiban pemeriksaan, dalam rangka menerapkan kepatuhan dan menjalankan kewajiban perpajakannya. Maka dari itu, Wajib Pajak harus memenuhi panggilan hingga memberikan keterangan apabila diperlukan kepada pihak yang berwenang.
Itu tadi informasi mengenai pengertian Wajib Pajak lengkap dengan kategori, hak dan kewajibanya. Sekarang detikers jadi tahukan, apa itu Wajib Pajak? Simak juga Video: Kelakar Sri Mulyani Sebut Luhut Menko Paling Tajir, Pajaknya 35% (fdl/fdl) : Apa Itu Wajib Pajak? Definisi, Kategori, hingga Hak & Kewajiban
Apa yang akan terjadi jika kita tidak membayar pajak?
Sanksi Pidana – Menurut undang-undang, ada tiga macam sanksi pidana terhadap wajib pajak yang melakukan pelanggaran, yaitu denda pidana, kurungan dan penjara. Sanksi ini diberikan kepada wajib pajak yang melakukan pelanggaran berat sehingga menimbulkan kerugian negara dan dilakukan lebih dari sekali.
- Sanksi pidana menjadi benteng terakhir agar norma perpajakan tetap dipatuhi.
- Baca juga: Telat Bayar Pajak Kendaraan, Begini Cara Hitung Denda Ditanggung Selain wajib pajak, denda pidana juga dapat diberikan kepada pejabat pajak atau pihak ketiga bidang perpajakan yang melanggar.
- Contoh pelanggaran yang dapat dikenakan denda pidana adalah tidak menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT yang isinya tidar benar lebih dari sekali.
Ancaman sanksi denda mulai dari satu kali jumlah pajak terutang hingga Rp 1 miliar. Tak hanya denda, perbuatan yang merugikan pendapatan negara ini juga dapat dihukum kurungan selama tiga bulan sampai setahun. Sementara untuk sanksi penjara diberikan paling singkat enam tahun.
Mardiasmo. (2018). Perpajakan Edisi Terbaru 2018,Yogyakarta: ANDI. Hidayat, Nurdin dan Dedi Purwana ES. (2019). Perpajakan: Teori dan Praktik, Depok: Rajawali Pers. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentutan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram “Kompas.com News Update”, caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Pengertian wajib pajak menurut Thomas Sumarsan (2017:9) adalah sebagai berikut: ‘ Wajib pajak adalah orang pribadi ataupun badan, meliputi pembayaran pajak, pemotongan pajak, dan pemungutan pajak yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan perpajakan.’
Pajak orang pribadi apa saja?
Tarif Pajak Penghasilan – Tarif pajak penghasilan wajib pajak orang pribadi dalam negeri adalah sebagai berikut:
Penghasilan orang pribadi sampai dengan Rp 50 juta dikenai tarif 5 persen. Penghasilan di atas Rp 50 juta sampai dengan Rp 250 juta dikenai tarif 15 persen. Penghasilan di atas Rp 250 juta sampai dengan Rp 500 juta dikenai tarif 25 persen. Penghasilan di atas Rp 500 juta dikenai tarif 30 persen.
Setelah diperoleh angka penghasilan kena pajak dan pajak terutang, langkah berikutnya adalah mengurangkan pajak penghasilan hasil perhitungan dengan kredit pajak. Kredit pajak penghasilan adalah pajak yang sebelumnya sudah dibayar, baik melalui mekanisme pemotongan oleh pihak lain, ataupun penyetoran sendiri. THINKSTOCK Pajak penghasilan adalah salah satu pajak pribadi Baca juga: Cara Pesan Tiket Kereta Online, Praktis Cuma 5 Menit Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram “Kompas.com News Update”, caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Jelaskan apa saja yang menjadi subjek pajak orang pribadi?
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN
1. Peraturan perundang-undangan perpajakan yang mengatur tentang Pajak Penghasilan yang berlaku sejak 1 Januari 1984 adalah Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1994. Undang-undang Pajak Penghasilan ini dilandasi falsafah Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 yang didalamnya tertuang ketentuan yang menjunjung tinggi hak warga negara dan menempatkan kewajiban perpajakan sebagai kewajiban kenegaraan dan merupakan sarana peran serta rakyat dalam pembiayaan negara dan pembangunan nasional. 2. Dengan pesatnya perkembangan sosial ekonomi sebagai hasil pembangunan nasional dan globalisasi serta reformasi di berbagai bidang, dan setelah mengevaluasi perkembangan pelaksanaan undang-undang perpajakan selama lima tahun terakhir, khususnya Undang-undang Pajak Penghasilan, maka dipandang perlu untuk dilakukan perubahan undang-undang tersebut guna meningkatkan fungsi dan peranannya dalam rangka mendukung kebijakan pembangunan nasional khususnya di bidang ekonomi. 3. Perubahan Undang-undang Pajak Penghasilan dimaksud tetap berpegang pada prinsip-prinsip perpajakan yang dianut secara universal yaitu keadilan, kemudahan/efisiensi administrasi dan produktivitas penerimaan negara dan tetap mempertahankan sistem self assessment, Oleh karena itu, arah dan tujuan penyempurnaan Undang-undang Pajak Penghasilan ini adalah sebagai berikut : a. Lebih meningkatkan keadilan pengenaan pajak; b. Lebih memberikan kemudahan kepada Wajib Pajak; c. Menunjang kebijaksanaan pemerintah dalam rangka meningkatkan investasi langsung di Indonesia baik penanaman modal asing maupun penanaman modal dalam negeri di bidang-bidang usaha tertentu dan daerah-daerah tertentu yang mendapat prioritas. 4. Dengan berlandaskan pada arah dan tujuan penyempurnaan tersebut, perlu dilakukan perubahan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1994, meliputi pokok-pokok sebagai berikut : a. Dalam rangka meningkatkan keadilan pengenaan pajak maka dilakukan perluasan subjek dan objek pajak dalam hal-hal tertentu dan pembatasan pengecualian atau pembebasan pajak dalam hal lainnya. Struktur tarif pajak yang berlaku juga perlu diubah dan dibedakan untuk Wajib Pajak Orang Pribadi dan untuk Wajib Pajak Badan, guna memberikan beban pajak yang lebih proporsional bagi masing-masing golongan Wajib Pajak, disamping mempertahankan tingkat daya saing dengan negara-negara tetangga di kawasan ASEAN. b. Untuk lebih memberikan kemudahan kepada Wajib Pajak, sistem self assessment tetap dipertahankan namun dengan penerapan yang terus menerus diperbaiki. Perbaikan terutama dilakukan pada sistem dan tatacara pembayaran pajak dalam tahun berjalan agar tidak mengganggu likuiditas Wajib Pajak yang menjalankan usaha. Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas perlu didorong untuk melaksanakan kewajiban pembukuan dengan tertib dan taat asas, namun untuk membantu dan membina para Wajib Pajak pengusaha dengan jumlah peredaran tertentu, masih diperkenankan penggunaan norma penghitungan penghasilan neto dengan syarat wajib menyelenggarakan pencatatan. c. Dalam rangka mendorong investasi langsung di Indonesia baik penanaman modal asing maupun penanaman modal dalam negeri dan sejalan dengan kesepakatan ASEAN yang dideklarasikan di Hanoi pada tahun 1999, diatur kembali bentuk-bentuk insentif Pajak Penghasilan yang dapat diberikan. Pasal I Angka 1 Pasal 2 Ayat (1) Pengertian Subjek Pajak meliputi orang pribadi, warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, badan, dan bentuk usaha tetap. Hruruf a. Orang pribadi sebagai Subjek Pajak dapat bertempat tinggal atau berada di Indonesia ataupun di luar Indonesia. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan merupakan Subjek Pajak pengganti, menggantikan mereka yang berhak yaitu ahli waris. Penunjukan warisan yang belum terbagi sebagai Subjek Pajak pengganti dimaksudkan agar pengenaan pajak atas penghasilan yang berasal dari warisan tersebut tetap dapat dilaksanakan. Huruf b Sebagaimana diatur dalam Undang-undang tentang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan, pengertian Badan adalah sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi yang sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap dan bentuk badan lainnya termasuk reksadana. Dalam Undang-undang ini (lihat huruf c berikut), bentuk usaha tetap ditentukan sebagai Subjek Pajak tersendiri, terpisah dari badan. Oleh karena itu, walaupun perlakuan perpajakannya dipersamakan dengan Subjek Pajak badan, untuk pengenaan Pajak Penghasilan, bentuk usaha tetap mempunyai eksistensinya sendiri dan tidak termasuk dalam pengertian badan.Badan Usaha Milik Negara dan Daerah merupakan Subjek Pajak tanpa memperhatikan nama dan bentuknya, sehingga setiap unit tertentu dari badan Pemerintah, misalnya lembaga, badan, dan sebagainya yang dimiliki oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan untuk memperoleh penghasilan merupakan Subjek Pajak. Unit tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria berikut tidak termasuk sebagai Subjek Pajak, yaitu: 1) dibentuk berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku; 2) dibiayai dengan dana yang bersumber dari APBN atau APBD; 3) penerimaan lembaga tersebut dimasukkan dalam anggaran Pemerintah Pusat atau Daerah; dan 4) pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara. Sebagai Subjek Pajak, perusahaan reksadana baik yang berbentuk perseroan terbatas maupun bentuk lainnya termasuk dalam pengertian badan. Dalam pengertian perkumpulan termasuk pula asosiasi, persatuan, perhimpunan, atau ikatan dari pihak-pihak yang mempunyai kepentingan yang sama. Huruf c Lihat ketentuan dalam ayat (5) dan penjelasannya, Ayat (2) Subjek Pajak dibedakan antara Subjek Pajak dalam negeri dan Subjek Pajak luar negeri. Subjek Pajak dalam negeri menjadi Wajib Pajak apabila telah menerima atau memperoleh penghasilan yang besarnya melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak, sedangkan Subjek Pajak luar negeri sekaligus menjadi Wajib Pajak, sehubungan dengan penghasilan yang diterima dari sumber penghasilan di Indonesia atau diperoleh melalui bentuk usaha tetap di Indonesia. Dengan perkataan lain Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang telah memenuhi kewajiban subjektif dan objektif. Sehubungan dengan pemilikan NPWP, Wajib Pajak orang pribadi yang menerima penghasilan di bawah PTKP tidak perlu mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP, Perbedaan yang penting antara Wajib Pajak dalam negeri dan Wajib Pajak luar negeri terletak dalam pemenuhan kewajiban pajaknya, antara lain: a. Wajib Pajak dalam negeri dikenakan pajak atas penghasilan baik yang diterima atau diperoleh dari Indonesia dan dari luar Indonesia, sedangkan Wajib Pajak luar negeri dikenakan pajak hanya atas penghasilan yang berasal dari sumber penghasilan di Indonesia. b. Wajib Pajak dalam negeri dikenakan pajak berdasarkan penghasilan neto dengan tarif umum, sedangkan Wajib Pajak luar negeri dikenakan pajak berdasarkan penghasilan bruto dengan tarif pajak sepadan. c. Wajib Pajak dalam negeri wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan sebagai sarana untuk menetapkan pajak yang terutang dalam suatu tahun pajak, sedangkan Wajib Pajak luar negeri tidak wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan, karena kewajiban pajaknya dipenuhi melalui pemotongan pajak yang bersifat final. Bagi Wajib Pajak luar negeri yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia, pemenuhan kewajiban perpajakannya dipersamakan dengan pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak dalam negeri sebagaimana diatur dalam Undang-undang ini dan Undang-undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Ayat (3) Huruf a Pada prinsipnya orang pribadi yang menjadi Subjek Pajak dalam negeri adalah orang pribadi yang bertempat tinggal atau berada di Indonesia. Termasuk dalam pengertian orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia adalah mereka yang mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia. Apakah seseorang mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia ditimbang menurut keadaan. Keberadaan orang pribadi di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari tidaklah harus berturut-turut, tetapi ditentukan oleh jumlah hari orang tersebut berada di Indonesia dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan sejak kedatangannya di Indonesia. Huruf b Cukup jelas Huruf c Warisan yang belum terbagi yang ditinggalkan oleh orang pribadi Subjek Pajak dalam negeri dianggap sebagai Subjek Pajak dalam negeri dalam pengertian Undang-undang ini mengikuti status pewaris. Adapun untuk pelaksanaan pemenuhan kewajiban perpajakannya, warisan tersebut menggantikan kewajiban ahli waris yang berhak. Apabila warisan tersebut telah dibagi, maka kewajiban perpajakannya beralih kepada ahli waris. Warisan yang belum terbagi yang ditinggalkan oleh orang pribadi sebagai Subjek Pajak luar negeri yang tidak menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui suatu bentuk usaha tetap di Indonesia, tidak dianggap sebagai Subjek Pajak pengganti karena pengenaan pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi dimaksud melekat pada objeknya. Ayat (4) Huruf a dan huruf b Subjek Pajak luar negeri adalah orang pribadi atau badan yang bertempat tinggal atau bertempat kedudukan di luar Indonesia yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia, baik melalui ataupun tanpa melalui bentuk usaha tetap. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, tetapi berada di Indonesia kurang dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, maka orang tersebut adalah Subjek Pajak luar negeri. Apabila penghasilan diterima atau diperoleh melalui bentuk usaha tetap, maka terhadap orang pribadi atau badan tersebut dikenakan pajak melalui bentuk usaha tetap, dan orang pribadi atau badan tersebut statusnya tetap sebagai Subjek Pajak luar negeri. Dengan demikian bentuk usaha tetap tersebut menggantikan orang pribadi atau badan sebagai Subjek Pajak luar negeri dalam memenuhi kewajiban perpajakannya di Indonesia. Dalam hal penghasilan tersebut diterima atau diperoleh tanpa melalui bentuk usaha tetap, maka pengenaan pajaknya dilakukan langsung kepada Subjek Pajak luar negeri tersebut. Ayat (5) Suatu bentuk usaha tetap mengandung pengertian adanya suatu tempat usaha (place of business) yaitu fasilitas yang dapat berupa tanah dan gedung termasuk juga mesin-mesin dan peralatan. Tempat usaha tersebut bersifat permanen dan digunakan untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan dari orang pribadi yang tidak bertempat tinggal atau badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia. Pengertian bentuk usaha tetap mencakup pula orang pribadi atau badan selaku agen yang kedudukannya tidak bebas yang bertindak untuk dan atas nama orang pribadi atau badan yang tidak bertempat tinggal atau tidak bertempat kedudukan di Indonesia. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal atau badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia tidak dapat dianggap mempunyai bentuk usaha tetap di Indonesia apabila orang pribadi atau badan dalam menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia menggunakan agen, broker atau perantara yang mempunyai kedudukan bebas, asalkan agen atau perantara tersebut dalam kenyataannya bertindak sepenuhnya dalam rangka menjalankan perusahaannya sendiri. Perusahaan asuransi yang didirikan dan bertempat kedudukan di luar Indonesia dianggap mempunyai bentuk usaha tetap di Indonesia apabila perusahaan asuransi tersebut menerima pembayaran premi asuransi di Indonesia atau menanggung risiko di Indonesia melalui pegawai, perwakilan atau agennya di Indonesia. Menanggung risiko di Indonesia tidak berarti bahwa peristiwa yang mengakibatkan risiko tersebut terjadi di Indonesia. Yang perlu diperhatikan adalah bahwa pihak tertanggung bertempat tinggal, berada atau bertempat kedudukan di Indonesia. Ayat (6) Penentuan tempat tinggal orang pribadi atau tempat kedudukan badan penting untuk menetapkan Kantor Pelayanan Pajak mana yang mempunyai yurisdiksi pemajakan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan tersebut. Pada dasarnya tempat tinggal orang pribadi atau tempat kedudukan badan ditentukan menurut keadaan yang sebenarnya. Dengan demikian penentuan tempat tinggal atau tempat kedudukan tidak hanya didasarkan pada pertimbangan yang bersifat formal, tetapi lebih didasarkan pada kenyataan. Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan oleh Direktur Jenderal Pajak dalam menentukan tempat tinggal seseorang atau tempat kedudukan badan tersebut antara lain domisili, alamat tempat tinggal, tempat tinggal keluarga, tempat menjalankan usaha pokok atau hal-hal lain yang perlu dipertimbangkan untuk memudahkan pelaksanaan pemenuhan kewajiban pajak. Angka 2 Pasal 3 Huruf a dan huruf b Sesuai dengan kelaziman internasional, badan perwakilan negara asing beserta pejabat-pejabat perwakilan diplomatik, konsulat dan pejabat-pejabat lainnya, dikecualikan sebagai Subjek Pajak di tempat mereka mewakili negaranya. Pengecualian sebagai Subjek Pajak bagi pejabat-pejabat tersebut tidak berlaku apabila mereka memperoleh penghasilan lain di luar jabatannya atau mereka adalah Warga Negara Indonesia. Dengan demikian apabila pejabat perwakilan suatu negara asing memperoleh penghasilan lain di Indonesia di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut, maka ia termasuk Subjek Pajak yang dapat dikenakan pajak atas penghasilan lain tersebut. Huruf c Cukup jelas Huruf d Cukup jelas Angka 3 Pasal 4 Ayat (1) Undang-undang ini menganut prinsip pemajakan atas penghasilan dalam pengertian yang luas, yaitu bahwa pajak dikenakan atas setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dari manapun asalnya yang dapat dipergunakan untuk konsumsi atau menambah kekayaan Wajib Pajak tersebut. Pengertian penghasilan dalam Undang-undang ini tidak memperhatikan adanya penghasilan dari sumber tertentu, tetapi pada adanya tambahan kemampuan ekonomis. Tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak merupakan ukuran terbaik mengenai kemampuan Wajib Pajak tersebut untuk ikut bersama-sama memikul biaya yang diperlukan pemerintah untuk kegiatan rutin dan pembangunan. Dilihat dari mengalirnya tambahan kemampuan ekonomis kepada Wajib Pajak, penghasilan dapat dikelompokkan menjadi: – penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja dan pekerjaan bebas seperti gaji, honorarium, penghasilan dari praktek dokter, notaris, aktuaris, akuntan, pengacara, dan sebagainya; – penghasilan dari usaha dan kegiatan; – penghasilan dari modal, yang berupa harta gerak ataupun harta tak gerak seperti bunga, dividen, royalti, sewa, keuntungan penjualan harta atau hak yang tidak dipergunakan untuk usaha, dan lain sebagainya; – penghasilan lain-lain, seperti pembebasan utang, hadiah, dan lain sebagainya. Dilihat dari penggunaannya, penghasilan dapat dipakai untuk konsumsi dan dapat pula ditabung untuk menambah kekayaan Wajib Pajak. Karena Undang-undang ini menganut pengertian penghasilan yang luas maka semua jenis penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam suatu tahun pajak digabungkan untuk mendapatkan dasar pengenaan pajak. Dengan demikian, apabila dalam satu tahun pajak suatu usaha atau kegiatan menderita kerugian, maka kerugian tersebut dikompensasikan dengan penghasilan lainnya (kompensasi horisontal), kecuali kerugian yang diderita di luar negeri. Namun demikian, apabila suatu jenis penghasilan dikenakan pajak dengan tarif yang bersifat final atau dikecualikan dari Objek Pajak, maka penghasilan tersebut tidak boleh digabungkan dengan penghasilan lain yang dikenakan tarif umum. Contoh-contoh penghasilan yang disebut dalam ketentuan ini dimaksudkan untuk memperjelas pengertian tentang penghasilan yang luas yang tidak terbatas pada contoh-contoh dimaksud. Huruf a Semua pembayaran atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan, seperti upah, gaji, premi asuransi jiwa, dan asuransi kesehatan yang dibayar oleh pemberi kerja, atau imbalan dalam bentuk lainnya adalah Objek Pajak. Pengertian imbalan dalam bentuk lainnya termasuk imbalan dalam bentuk natura yang pada hakekatnya merupakan penghasilan. Huruf b Dalam pengertian hadiah termasuk hadiah dari undian, pekerjaan, dan kegiatan seperti hadiah undian tabungan, hadiah dari pertandingan olahraga dan lain sebagainya. Yang dimaksud dengan penghargaan adalah imbalan yang diberikan sehubungan dengan kegiatan tertentu, misalnya imbalan yang diterima sehubungan dengan penemuan benda-benda purbakala. Huruf c Cukup jelas Huruf d Apabila Wajib Pajak menjual harta dengan harga yang lebih tinggi dari nilai sisa buku atau lebih tinggi dari harga atau nilai perolehan, maka selisih harga tersebut merupakan keuntungan. Dalam hal penjualan harta tersebut terjadi antara badan usaha dengan pemegang sahamnya, maka harga jual yang dipakai sebagai dasar untuk penghitungan keuntungan dari penjualan tersebut adalah harga pasar. Misalnya PT S memiliki sebuah mobil yang digunakan dalam kegiatan usahanya dengan nilai sisa buku sebesar Rp 40.000.000,00 (empat puluh juta rupiah). Mobil tersebut dijual dengan harga Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah). Dengan demikian keuntungan PT S yang diperoleh karena penjualan mobil tersebut adalah Rp 20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah). Apabila mobil tersebut dijual kepada salah seorang pemegang sahamnya dengan harga Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah), maka nilai jual mobil tersebut tetap dihitung berdasarkan harga pasar sebesar Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah). Selisih sebesar Rp 20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah) merupakan keuntungan bagi PT S. dan bagi pemegang saham yang membeli mobil tersebut selisih sebesar Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) merupakan penghasilan. Apabila suatu badan dilikuidasi, keuntungan dari penjualan harta, yaitu selisih antara harga jual berdasarkan harga pasar dengan nilai sisa buku harta tersebut, merupakan Objek Pajak. Demikian juga selisih lebih antara harga pasar dengan nilai sisa buku dalam hal terjadi penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, dan pengambilalihan usaha merupakan penghasilan. Dalam hal terjadi pengalihan harta sebagai pengganti saham atau penyertaan modal, maka keuntungan berupa selisih antara harga pasar dari harta yang diserahkan dengan nilai bukunya merupakan penghasilan. Keuntungan berupa selisih antara harga pasar dengan nilai perolehan atau nilai sisa buku atas pengalihan harta berupa hibah, bantuan atau sumbangan dianggap sebagai penghasilan bagi pihak yang mengalihkan, kecuali harta tersebut dialihkan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, serta badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial termasuk yayasan atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungannya dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan. Huruf e Pengembalian pajak yang telah dibebankan sebagai biaya pada saat menghitung Penghasilan Kena Pajak, merupakan Objek Pajak. Sebagai contoh, Pajak Bumi dan Bangunan yang sudah dibayar dan dibebankan sebagai biaya, yang karena sesuatu sebab dikembalikan, maka jumlah sebesar pengembalian tersebut merupakan penghasilan. Huruf f Dalam pengertian bunga termasuk pula premium, diskonto dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang. Premium terjadi apabila misalnya surat obligasi dijual di atas nilai nominalnya sedangkan diskonto terjadi apabila surat obligasi dibeli di bawah nilai nominalnya. Premium tersebut merupakan penghasilan bagi yang menerbitkan obligasi dan diskonto merupakan penghasilan bagi yang membeli obligasi. Huruf g Dividen merupakan bagian laba yang diperoleh pemegang saham atau pemegang polis asuransi atau pembagian sisa hasil usaha koperasi yang diperoleh anggota koperasi. Termasuk dalam pengertian dividen adalah: 1) pembagian laba baik secara langsung ataupun tidak langsung, dengan nama dan dalam bentuk apapun; 2) pembayaran kembali karena likuidasi yang melebihi jumlah modal yang disetor; 3) pemberian saham bonus yang dilakukan tanpa penyetoran termasuk saham bonus yang berasal dari kapitalisasi agio saham; 4) pembagian laba dalam bentuk saham; 5) pencatatan tambahan modal yang dilakukan tanpa penyetoran; 6) jumlah yang melebihi jumlah setoran sahamnya yang diterima atau diperoleh pemegang saham karena pembelian kembali saham-saham oleh perseroan yang bersangkutan; 7) pembayaran kembali seluruhnya atau sebagian dari modal yang disetorkan, jika dalam tahun-tahun yang lampau diperoleh keuntungan, kecuali jika pembayaran kembali itu adalah akibat dari pengecilan modal dasar (statuter) yang dilakukan secara sah; 8) pembayaran sehubungan dengan tanda-tanda laba, termasuk yang diterima sebagai penebusan tanda-tanda laba tersebut; 9) bagian laba sehubungan dengan pemilikan obligasi; 10) bagian laba yang diterima oleh pemegang polis; 11) pembagian berupa sisa hasil usaha kepada anggota koperasi; 12) pengeluaran perusahaan untuk keperluan pribadi pemegang saham yang dibebankan sebagai biaya perusahaan. Dalam praktek sering dijumpai pembagian atau pembayaran dividen secara terselubung, misalnya dalam hal pemegang saham yang telah menyetor penuh modalnya dan memberikan pinjaman kepada perseroan dengan imbalan bunga yang melebihi kewajaran. Apabila terjadi hal yang demikian maka selisih lebih antara bunga yang dibayarkan dengan tingkat bunga yang berlaku di pasar, diperlakukan sebagai dividen. Bagian bunga yang diperlakukan sebagai dividen tersebut tidak boleh dibebankan sebagai biaya oleh perseroan yang bersangkutan.Jelaskan apa yang dimaksud dengan pajak pribadi?
Mengenal Lebih Dekat tentang Pajak Orang Pribadi Tahun 2012 sudah berakhir, bersiap diri untuk menyiapkan laporan SPT Tahunan Orang Pribadi bagi mereka yang memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Sebelum melangkah lebih jauh, marilah kita pelajari dulu, apa itu NPWP? NPWP adalah nomor yang diberikan kepada wajib pajak (WP) sebagai sarana admnistrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas wajib pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.
Sarana dalam administrasi perpajakan Tanda pengenal diri atau identitas WP dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya. Dicantumkan dalam setiap dokumen perpajakan. Menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan pengawasan administrasi perpajakan. Menjadi persyaratan dalam pelayanan umum, misalnya passport, kredit bank dan lelang.
Mengetahui fungsinya, tak berarti banyak yang tahu cara mendapatkannya, karena menurut pandangan kebanyakan orang, pajak itu rumit, menyebalkan dan bahkan merepotkan. Banyak pegawai yang malas membuat NPWP karena tidak mau merasakan ribetnya. Disini, kami jelaskan cara mendapatkan NPWP, seperti penjelasan berikut ini:
Sesuai dengan system self assessment maka WP mempunyai kewajiban untuk mendaftarkan diri ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau Kantor Pelayanan, Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) yang wilayahnya meliputi tempat tinggal atau kedudukan WP untuk diberikan NPWP. Pendaftaran juga bisa dilakukan melalui e-registration, yaitu suatu cara pendataran NPWP melalui media elektronik on-line melalui situs Pajak () Bagi masyarakat baik perseorangan maupun badan yang memenuhi syarat sebagai WP, wajib mendaftarkan sendiri ke KPP atau KP2KP untuk memperoleh NPWP. Sementara bagi perseorangan, yang wajib memiliki NPWP adalah yang telah memenuhi persyaratan subjektif (sebagai orang pribadi) dan syarat obyektif (yang penghasilan perbulannya bagi orang pribadi melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak, yaitu Rp 1.320.000,-). Untuk tahun 2013, telah ada perubahan PTKP yang diatur dalam PMK-196/PMK.011/2012 tentang Penyesuaian besarnya PTKP.
Setelah kita tahu bagaimana mendapatkan NPWP, tak perlu takut dulu ya, karena NPWP juga memiliki manfaat. Berikut ni manfaat yang dapat kita peroleh dari kepemilikan NPWP :
Memenuhi salah satu syarat ketika akan melakukan pengurusan Surat Izin Usaha Pedagangan (SIUP) bagi mereka yang ingin membuka usaha. NPWP juga merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi dalam pembuatan rekening Koran di bank-bank. NPWP adalah syarat untuk bisa mengikuti tender-tender yang dilakukan oleh Pemerintah.
Dengan penjelasan di atas, kita telah tahu apa itu NPWP, cara mendaftarkan, fungsi serta manfaatnya, tak ada salahnya kita ulas lagi apa sebenarnya pajak itu. Pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa dan berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
- Pajak terbagi atas dua (2), yaitu pajak pusat dan daerah.
- Sementara jenis-jenis pajak diantaranya Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
- Namun disini, yang akan kami jelaskan adalah tentang Pajak Penghasilan.
- Wajib Pajak (WP) adalah orang pribadi atau badan meliputi pembayar pajak, pemotong pajak dan pemungut pajak yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentua peraturan perundang-undangan perpajakan.
Apa itu Pajak Penghasilan (PPh) ya? PPh adalah pajak yang dikenakan kepada orang pribadi atau badan atas penghasilan, berupa keuntungan usaha, gaji, honorarium, hadiah aatu lain sebagainya. Kewajiban perpajakan kita selaku WP orang pribadi meliputi, kewajiban untuk melakukan perhitungan, pembayaran serta pelaporan atas pajak terutang serta kewajiban dalam hal pemeriksaan.
Dalam hal perhitungan PPh, kita selaku pekerja atau karyawan yang mendapatkan penghasilan dari satu pemberi kerja, akan mendapatkan lampiran A1 untuk pegawai swasta dan lampiran A2 untuk pegawai negeri, TNI atau POLRI maupun pegawai penerima pension dari taspen maupun asabri. Lampiran tersebut nantinya dijadikan dasar untuk perhitungan penghasilan kita selama satu tahun pajak, disamping penghasilan lainnya yang kita terima.
Khusus untuk pegawai negeri yang mendapatkan honorarium diluar gaji yang dibebankan dari APBD ataupun APBN, maka wajib mendapakan bukti pemotongan PPh 21 Final atas honorarium tersebut, yang nantinya juga harus dilaporkan. Bagaimana dengan WP orang pribadi yang mendapat penghasilan karena suatu usaha? Ada 2 cara perhitungan bagi WP orang pribadi yang mendapatkan penghasilan dari usaha, yang pertama dengan pembukuan dan yang kedua adalah dengan norma perhitungan yang sudah ditetapkan dalam peraturan perpajakan.
Edua cara ini dilakukan untuk mengetahui keuntungan yang diperoleh yang nantinya dijadikan dasar perhitungan pajak. Sementara itu, pembayaran pajak bisa dilakukan dengan mengangsur setiap bulannya, yang dihitung dari besaran pajak terutang tahun sebelumnya dibagi 12 bulan, yang mana pembayaran dilakukan paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya dari masa pajak bersangkutan.
Sementara bagi pegawai negeri, pajak langsung dipungut atau dipotong oleh bendaharawan. Kewajiban pelaporan pajak bagi WP yang selanjutnya disebut Surat Pemberitahuan (SPT) Masa dan SPT Tahunan. SPT Masa bagi orang pribadi dilakukan paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya atas masa pajak.
- Sedangkan untuk SPT Tahunan paling lambat tanggal akhir tiga bulan setelah tahun pajak bersangkutan.
- Pelaporan bisa dilakukan di KPP, e-filling maupun dengan memasukkannya dalam DROP BOX pajak yang dilakukan oleh petugas pajak.
- Bagaimana jika ada kesalahan atas laporan yang sudah dilakukan? Laporan yang sudah dibuat dapat dilakukan pembetulan dengan melampirkan laporan yang lama dan menunjukkanbagian yan dibetulkan.
Lantas, bagaimana jika kita menerima surat pemeriksaan? Berikut ini kami paparkan hak dan kewajiban kita selaku WP jika ada pemeriksaan. Hak WP terhadap pemeriksaan, meliputi :
Meminta Surat Perintah Pemeriksaan Memeriksa identitas petugas pemeriksa Mendapakan penjelasan tentang maksud dan tujuan dari pemeriksaan Meminta rincian perbedaan antara periksaan dan SPT yang sudah dilaporkan Mempunyai hak untuk hadir dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan dalam waktu yang telah ditentukan WP juga memiliki hak atas keberatan, banding serta peninjauan kembali.
Dan berikut ini kewajiban WP dalam hal pemeriksaan :
Wajib memenuhi panggilan untuk datang menghadiri pemeriksaan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Memperlihatkan dan atau meminjamkan buku, catatan dan dokumen yang menjadi dasar pemeriksaan. Memberi kesempatanuntk memasuki tempat atau ruang yang dipandang perlu dan member bantuan lainnya guna kelancaran pemeriksaan. Menyampaikan tanggapan secara tertulis atas surat pemberitahuan hasil pemeriksaan. Meminjamkan kertas kerja pemeriksaan yang dilakukan oleh akuntan publik, jika ada. Memberikan keterangan baik lisan maupun tulisan yang diperlukan.
Penjelasan diatas hanyalah gambaran sekilas tentang hak dan kewajiban kita selaku WP orang pribadi yang mempunyai NPWP. Siapkan laporan SPT Tahunan kita dan jangan lupa meminta lampiran A1 atau lampiran A2 ditempat anda bekerja serta membuat perhitungan penghasilan baik dengan pembukuan atapun dengan norma bagi WP orang pribadi yang memiliki usaha.
Jelaskan apa yang dimaksud dengan Wajib Pajak orang pribadi?
Wajib Pajak Orang Pribadi – Wajib Pajak Orang Pribadi (WPOP) adalah setiap orang pribadi yang memiliki penghasilan di atas penghasilan tidak kena pajak, Di Indonesia, setiap orang wajib mendaftarkan diri dan mempunyai nomor pokok wajib pajak (NPWP), kecuali ditentukan dalam undang-undang, Berdasarkan tempat tinggalnya, wajib pajak orang pribadi dibagi menjadi dua.
- WPOP sebagai subyek pajak dalam negeri
- WPOP sebagai subyek pajak luar negeri