Siapakah Yang Dimaksud Pemungut Pajak Pertambahan Nilai?

Siapakah Yang Dimaksud Pemungut Pajak Pertambahan Nilai
Transaksi Antarpemungut PPN, Siapa yang Harus Pungut PPN? Siapakah Yang Dimaksud Pemungut Pajak Pertambahan Nilai Syadesa Anida Herdona, DDTC Fiscal Research and Advisory. Pertanyaan: PERKENALKAN, saya Radit. Saya adalah staf keuangan salah satu anak perusahaan badan usaha milik negara (BUMN). Perusahaan kami merupakan perusahaan yang ditunjuk sebagai pemungut pajak pertambahan nilai (PPN).

  • Baru-baru ini, perusahaan kami menjual barang kepada BUMN lainnya yang juga ditunjuk sebagai pemungut PPN.
  • Dalam hal transaksi dilakukan antarpemungut PPN, siapa yang harus memungut PPN? Terima kasih.
  • Radit, Jakarta.
  • Jawaban: TERIMA kasih Bapak Radit atas pertanyaannya.
  • Pada dasarnya, pengusaha kena pajak (PKP) yang melakukan penyerahan barang kena pajak (BKP) dan/atau jasa kena pajak (JKP) wajib untuk memungut, menyetor, dan melaporkan PPN yang terutang.

Ketentuan ini sebagaimana diatur dalam Pasal 3A ayat (1) UU PPN s.t.d.t.d yang berbunyi: “(1) Pengusaha yang melakukan penyerahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a, huruf c, huruf f, huruf g, dan huruf h, kecuali pengusaha kecil yang batasannya ditetapkan oleh Menteri Keuangan, wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dan wajib memungut, menyetor, dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang.

  1. Namun, terdapat ketentuan khusus yang mengatur mengenai penyerahan BKP dan/atau JKP kepada pihak yang ditunjuk sebagai pemungut PPN, khususnya dalam hal ini kepada BUMN.
  2. Etentuan tersebut dapat dilihat pada Peraturan Menteri Keuangan No.8/PMK.03/2021 tentang Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah oleh Badan Usaha Milik Negara dan Perusahaan Tertentu yang Dimiliki secara Langsung oleh Badan Usaha Milik Negara sebagai Pemungut Pajak Pertambahan Nilai ().

Dalam Pasal 3 ayat (1) PMK 8/2021, pemungut PPN meliputi BUMN, BUMN yang dilakukan restrukturisasi oleh pemerintah setelah tanggal 1 April 2015 dan restrukturisasi tersebut dilakukan melalui pengalihan saham milik negara kepada BUMN lainnya, dan perusahaan tertentu yang dimiliki secara langsung oleh BUMN.

  • Selanjutnya, terkait dengan mekanisme pemungutan PPN atas penyerahan BKP dan/atau JKP kepada pemungut PPN, dapat merujuk ke Pasal 2 ayat (1) dan (2) PMK 8/2021 yang mengatur bahwa:
  • “(1) PPN atau PPN dan PPnBM yang terutang atas penyerahan BKP dan/atau JKP oleh rekanan kepada pemungut PPN dipungut, disetor, dan dilaporkan oleh pemungut PPN.
  • (2) Rekanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP kepada pemungut PPN.”

Dari ketentuan di atas dapat dilihat apabila PKP rekanan melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP kepada pemungut PPN maka PPN akan dipungut, disetor, dan dilaporkan oleh pemungut PPN. Mekanisme ini kerap kali disebut sebagai,

  1. Kemudian, dalam hal transaksi penyerahan BKP dan/atau JKP dilakukan antarpemungut PPN, ketentuan yang berlaku mengacu pada Pasal 2 ayat (3) PMK 8/2021 yang mengatur:
  2. “(3) Dalam hal terjadi penyerahan BKP dan/atau JKP oleh pemungut PPN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada pemungut PPN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) lainnya, PPN atau PPN dan PPnBM yang terutang dipungut, disetor, dan dilaporkan oleh pemungut PPN yang melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP,”
  3. Berdasarkan pada ketentuan yang telah dijelaskan, dapat disimpulkan apabila terdapat penyerahan BKP dan/atau JKP dari pemungut PPN ke pemungut PPN lainnya maka PPN yang terutang dipungut, disetor, dan dilaporkan oleh pemungut PPN yang menyerahkan BKP dan/atau JKP.
  4. Menjawab pertanyaan terkait dengan transaksi yang dilakukan, perusahaan Bapak wajib untuk memungut, menyetor, dan melaporkan PPN terutang atas penyerahan BKP yang dilakukan kepada pemungut PPN lainnya.

Demikian jawaban kami. Semoga membantu. Sebagai informasi, artikel Konsultasi Pajak hadir setiap pekan untuk menjawab pertanyaan terpilih dari pembaca setia DDTCNews, Bagi Anda yang ingin mengajukan pertanyaan, silakan mengirimkannya ke alamat surat elektronik, : Transaksi Antarpemungut PPN, Siapa yang Harus Pungut PPN?

Siapa yang wajib membayar Pajak Pertambahan Nilai?

Kesimpulan –

  • PPN atau Pajak Pertambahan Nilai adalah jenis pajak yang disetor dan dilaporkan pihak penjual yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP).
  • Batas waktu penyetoran dan pelaporan PPN adalah setiap akhir bulan.
  • Sejak tanggal 1 Juli 2016, PKP se-Indonesia wajib membuat e-Faktur atau faktur pajak elektronik sebagai prasyarat pelaporan SPT Masa PPN.
  • Pajak keluaran adalah PPN yang dipungut ketika PKP menjual produknya.
  • Pajak masukan ialah PPN yang dibayar ketika PKP membeli, memperoleh maupun membuat produknya.
  • Di OnlinePajak, PKP dapat membuat SPT Masa PPN, ID billing, setor online dan efiling PPN dalam satu aplikasi terpadu dan hanya membutuhkan 1 klik saja!

Siapakah yang dimaksud dengan Pemungut PPN Bagaimanakah mekanisme pemungutan PPN oleh Pemungut PPN berikan contoh nya?

Kesimpulan –

  • Pemungut PPN adalah badan atau instansi yang ditunjuk menteri keuangan dan memiliki kewajiban memungut, menyetor, dan melaporkan pajak terutang atas penyerahan BKP/JKP.
  • Pemungut PPN terbagi menjadi 3: Bendaharawan pemerintah, pemegang kuasa/izin atau kontraktor, dan BUMN.
  • Mekanisme pemungutan PPN oleh pemungut PPN: Jika PPK rekanan menyerahkan BKP/JKP kepada pemungut PPN, maka PKP rekanan wajib menerbitkan faktur pajak. Namun, pihak yang berhak memungut, menyetor, dan melapor pajak yang dipungut adalah pemungut PPN.

Kapan perusahaan memungut PPN?

Kamis, 14 April 2016 | 07:48 WIB Direktur Peraturan Perpajakan I Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Irawan saat menyampaikan keterangan Pemerintah atas tanggapan permohonan Pemohon perkara pengujian UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Rabu (13/4) di Ruang Sidang Pleno Gedung MK.

  • Foto Humas/Ganie.
  • Ewajiban pengusaha memungut pajak pertambahan nilai (PPN) dimulai sejak peredaran bruto (keuntungan kotor) usaha yang telah ditetapkan oleh menteri keuangan.
  • Hal tersebut disampaikan Direktur Peraturan Perpajakan I Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Irawan saat menyampaikan keterangan Pemerintah dalam sidang perkara Pengujian Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP), Rabu (13/4) di Ruang Sidang Pleno Mahkamah Konstitusi (MK).

Didapuk sebagai wakil Pemerintah dalam sidang perkara No.13/PUU-XIV/2016, Irawan menyampaikan sikap Pemerintah terhadap gugatan Edi Pramono selaku pedagang bahan bangunan yang merasa dirugikan dengan ketentuan Pasal 2 ayat (4) dan (4a) UU KUP. Ketentuan dalam UU KUP yang digugat oleh Pemohon pada intinya mengamanatkan bahwa Pengusaha Kena Pajak (PKP) tetap dikenai kewajiban pajak berlaku surut.

Artinya, sebelum terdaftar sebagai PKP sekalipun, pajak dari hasil usaha yang sudah berlalu tetap harus dibayarkan. Hal inilah yang dianggap Pemohon telah merugikan hak-hak konstitusionalnya, salah satunya hak untuk mendapatkan jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil. Dengan adanya ketentuan tersebut, Direktur Jenderal Pajak (DJP) telah mengeluarkan surat ketetapan yang menyatakan Pemohon dibebankan dengan kewajiban perpajakan berlaku surut sebesar 623 juta rupiah per bulan.

Bila ditotal, sebelum ditetapkan menjadi PKP sampai Pemohon ditetapkan sebagai PKP, kurang lebih PPN yang harus disetor oleh Pemohon berjumlah Rp1 miliar. Menurut pemahaman Pemohon, PPN hanya dikenai setelah dirinya terdaftar sebagai PKP. Dengan pemahaman tersebut, Pemohon sama sekali tidak membebankan PPN dalam barang dagangannya sebelum ia ditetapkan sebagai PKP.

Dengan kata lain, PPN yang berlaku surut tersebut harus ditanggung sendiri oleh Pemohon, bukan konsumen Pemohon. Pemahaman Pemohon dinilai Pemerintah keliru. Dalam sidang yang dipimpin Ketua MK Arief Hidayat, Irawan menegaskan meskipun Pemohon baru dikukuhkan sebagai PKP pada 2012, namun tidak berarti kewajibannya baru muncul setelah 2012.

Irawan menyampaikan kewajiban pembayaran PPN timbul sesuai dengan peredaran bruto (keuntungan kotor) usahanya yang telah ditetapkan oleh menteri keuangan. Bila Pemohon sebagai pengusaha membuat pembukuan yang benar sesuai ketentuan Pasal 28 ayat (3) UU KUP, Irawan yakin Pemohon akan mengetahui kapan mulai dikenai kewajiban pajak.

Dengan demikian, dapat disimpulkan, kewajiban memungut PPN bukan timbul karena Pemohon dikukuhkan sebagai PKP, namun timbul karena peraturan perundang-undangan,” ujar Irawan yang pada kesempatan itu juga didampingi Yunan Hilmi selaku Direktur Litigasi dan Perundang-undangan Kemenkumham. Mekanisme pemungutan PPN tersebut menurut Pemerintah sejalan dengan sistem perpajakan yang menganut prinsip self assessment,

Dengan sistem tersebut, wajib pajak diberi kepercayaan untuk menghitung, memperhitungkan, dan membayar pajaknya sendiri. Bukan Tindak Pidana Pada kesempatan ini, Irawan juga menjelaskan tindakan memungut PPN sebelum ditetapkan sebagai PKP tidak termasuk tindak pidana seperti yang dikhawatirkan Pemohon.

  1. Ancaman pidana yang dicantumkan dalam Pasal 39 UU KUP, lanjut Irawan, sebenarnya ditujukan untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan faktur pajak yang dapat menimbulkan dampak negatif bagi keberhasilan pemungutan PPN dan pajak penghasilan (PPh).
  2. Etentuan pidana dalam pasal tersebut juga hanya ditujukan bagi pengusaha yang benar-benar belum memuhi persyaratan subjektif dan objektif untuk diguguhkan sebagai PKP, namun menerbitkan faktur pajak.

“Ketentuan pidana tersebut tidak berlaku bagi pengusaha yang telah memenuhi syarat subjektif dan objektif sebagai PKP. Justru sebaliknya, bagi pengusaha yang telah memenuhi syarat subjektif dan objektif untuk diguguhkan sebagai PKP seperti halnya Pemohon maka dikenakan kewajiban perpajakan terkait PPN sesuai Pasal 3A Undang-Undang PPN, beberapa kewajiban tersebut yaitu wajib melakukan peloporan usaha untuk dikukuhkan sebagai PKP dan wajib memungut pajak yang terutang dengan menggunakan faktur pajak,” urai Irawan.

Oleh karena itu, Pemerintah melalui Irawan meminta Mahkamah untuk menolak seluruh permohonan Pemohon. Sidang berikutnya untuk perkara ini akan diagendakan pada Kamis, 28 April 2016 mendatang. Mahkamah berencana untuk mendengarkan keterangan DPR yang pada sidang kali ini berhalangan hadir. Selain DPR, Mahkamah juga mengagendakan untuk mendengar keterangan ahli yang dihadirkan Pemohon dan Pemerintah.

(Yusti Nurul Agustin/lul)

Siapa saja yang wajib membayar atau menyetor dan melaporkan PPN dan PPnBM?

Seri PPN dan PPnBM – Tata Cara Pembayaran dan Penyetoran PPN dan PPnBM / / Seri PPN dan PPnBM – Tata Cara Pembayaran dan Penyetoran PPN dan PPnBM Yang Wajib Membayar/Menyetor Dan Melapor PPN/PPnBM

You might be interested:  Bagaimana Cara Memanfaatkan Sumber Daya Alam Sebagai Modal Dasar Pembangunan?

Pengusaha Kena Pajak (PKP) Pemungut PPN/PPnBM, adalah :

Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Bendahara Pemerintah Pusat dan Daerah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

Yang Wajib Disetor

Oleh PKP adalah :

PPN yang dihitung sendiri melalui pengkreditan Pajak Masukan dan Pajak Keluaran. Yang disetor adalah selisih Pajak Masukan dan Pajak Keluaran, bila Pajak Masukan lebih kecil dari Pajak Keluaran. PPnBM yang dipungut oleh PKP Pabrikan Barang Kena Pajak (BKP) yang tergolong mewah. PPN/ PPnBM yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Pajak dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), dan Surat Tagihan Pajak (STP).

Oleh Pemungut PPN/PPnBM adalah PPN/PPnBM yang dipungut oleh Pemungut PPN/ PPnBM.

Tempat Pembayaran/Penyetoran Pajak

Kantor Pos dan Giro Bank Persepsi

Saat Pembayaran/Penyetoran PPN/PPnBM

PPN dan PPnBM yang dihitung sendiri oleh PKP harus disetor paling lama akhir bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir dan sebelum Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai disampaikan. PPN dan PPnBM yang tercantum dalam SKPKB, SKPKBT, dan STP harus dibayar/disetor sesuai batas waktu yang tercantum dalam SKPKB, SKPKBT, dan STP tersebut. PPN/PPnBM atas Impor, harus dilunasi bersamaan dengan saat pembayaran Bea Masuk, dan apabila pembayaran Bea Masuk ditunda/ dibebaskan, harus dilunasi pada saat penyelesaian dokumen Impor. PPN/PPnBM yang pemungutannya dilakukan oleh:

Bendahara Pemerintah, harus disetor paling lama tanggal 7 (tujuh) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang memungut PPN / PPnBM atas Impor, harus disetor dalam jangka waktu 1 (satu) hari kerja setelah dilakukan pemungutan PPN pajak.

PPN dari penyerahan tepung terigu oleh Badan Urusan Logistik (BULOG), harus dilunasi sendiri oleh PKP sebelum Surat Perintah Pengeluaran Barang (D.O) ditebus.

Saat Pelaporan PPN/PPnBM

PPN dan PPnBM yang dihitung sendiri oleh PKP, harus dilaporkan dalam SPT Masa dan disampaikan kepada Kantor Pelayanan Pajak setempat paling lama akhir bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir. PPN dan PPnBM yang tercantum dalam SKPKB, SKPKBT, dan STP yang telah dilunasi segera dilaporkan ke KPP yang menerbitkan. PPN dan PPnBM yang pemungutannya dilakukan:

Bendahara Pemerintah harus dilaporkan paling lama akhir bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atas Impor, harus dilaporkan paling lama akhir bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.

Untuk penyerahan tepung terigu oleh BULOG, maka PPN dan PPnBM dihitung sendiri oleh PKP, harus dilaporkan dalam SPT Masa dan disampaikan kepada KPP setempat paling lama akhir bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.

Sarana Pembayaran/Penyetoran Pajak

Untuk membayar/menyetor PPN dan PPnBM digunakan formulir Surat Setoran Pajak (SSP) yang tersedia di Kantor-kantor Pelayanan Pajak dan Kantor-kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) di seluruh Indonesia. Surat Setoran Pajak (SSP) menjadi lengkap dan sah bila jumlah PPN/ PPn BM yang disetorkan telah sesuai dengan yang tercantum di dalam Daftar Nominatif Wajib Pajak (DNWP) yang dibuat oleh: Bank penerima pembayaran, Kantor Pos dan Giro, atau Kantor Direktorat Jenderal Bea dan Cukai penerima setoran.

: Seri PPN dan PPnBM – Tata Cara Pembayaran dan Penyetoran PPN dan PPnBM

Siapa yang pemungut pajak?

Pemotongan Pajak VS Pemungutan Pajak Manajemen pajak dalam perusahaan harus memahami mekanisme pemotongan dan pemungutan pajak, karena jika terjadi kesalahan tidak melakukan pemungutan atau pemotongan sesuai dengan ketentuan bisa kena sanksi pajak. Sesuai siklus hak dan kewajiban Wajib Pajak (WP), maka selain pembayaran bulanan yang dilakukan sendiri, ada pembayaran bulanan yang dilakukan dengan mekanisme pemotongan atau pemungutan yang dilakukan oleh pihak ketiga.

  • Dalam mekanisme ini, pihak ketiga ditunjuk berdasarkan ketentuan perpajakan untuk memotong atau memungut pajak dan menyetorkannya ke kas negara.
  • Perusahaan harus memahami perbedaan antara pemotongan dan pemungutan pajak.
  • Berikut ini penjelasannya.
  • Pemotongan Pajak Pemotongan dan pemungutan adalah dua istilah yang berbeda.

Pemotongan dapat berarti memotong atau mengurangi pembayaran yang berkaitan dengan jumlah yang diterima atau dapat juga dikatakan sebagai Dasar Pengenaan Pajak (DPP). Pemotongan pajak biasanya dilakukan oleh pihak pemberi penghasilan atau pihak yang membayarkan.

Dan jenis pajak yang dipotong adalah Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 4 ayat (2), Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21/26, Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23, dan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 15. Pemungutan Pajak Sedangkan istilah pemungutan berarti memungut atau menambah yang berkaitan dengan jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya diterima atau Dasar Pengenaan Pajak (DPP).

Pemungutan pajak dilakukan oleh penerima penghasilan atau pihak yang menerima pembayaran. Namun, dalam kondisi tertentu dilakukan oleh pihak pemberi penghasilan, sebagai contoh: pemungutan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 dilakukan oleh Bendaharawan Pemerintah.

Untuk jenis pajak yang dipungut adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), serta Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22. Pemotongan dan pemungutan pajak juga memiliki persamaan, yaitu terletak pada pihak yang melakukannya. Baik pihak yang melakukan pemotongan ataupun pemungutan pajak sama-sama merupakan kepanjangan tangan dari otoritas pajak (fiskus) untuk dapat mengambil dan menyetorkan pajak kepada kas negara.

Sumber:

Imam Santoso, Ning Rahayu. (2019). Corporate Tax Management : Mengulas upaya pengelolan pajak perusahaan secara konseptual-praktikal. Edisi Revisi 2019. Penerbit : Ortax Jakarta. ISBN 9786029518270 Siti Resmi. (2019). Perpajakan Teori dan Kasus Buku 1. Edisi 11. Penerbit : Salemba Empat Kemenkeu.go.id. Kenali para pemotong dan pemungut di Indonesia. Diakses tanggal 2 Desember 2021, di https://www.kemenkeu.go.id/sites/default/files/artikel_pajak_0711.pdf

Image Sources: Google Image : Pemotongan Pajak VS Pemungutan Pajak

Siapakah yang berhak memungut PPN berdasarkan peraturan menteri keuangan nomor 563 kmk 03 2003?

Siapa Pemungut PPN dan PPnBM? — Siapa yang termasuk pemungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM)? Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 563/KMK.03/2003 tanggal 24 Desember 2003 dan mulai berlaku 1 Januari 2005. Ini pihak-pihan yang dapat menjadi pemungut PPN dan PPnBM.

Instansi Pemerintah :
a. Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara;
b. Bendaharawan Pemerintah Pusat dan Daerah baik Propinsi, Kabupaten atau Kota.

Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 563/KMK.03/2003 yang dimaksud dengan :

1. Bendaharawan Pemerintah adalah Bendaharawan atau Pejabat yang melakukan pembayaran yang dananya berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, yang terdiri dari Bendaharawan Pemerintah Pusat dan Daerah baik Propinsi, Kabupaten, atau Kota.
2. Pengusaha Kena Pajak Rekanan Pemerintah adalah Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak kepada Bendaharawan Pemerintah atau Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara.

ul>

  • TATA CARA PEMUNGUTAN, PENYETORAN, DAN PELAPORAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH OLEH BENDAHARAWAN PEMERINTAH DAN KANTOR PERBENDAHARAAN DAN KAS NEGARA
  • UMUM
  • Saat Pemungutan Pemungutan PPN dan PPn BM dilakukan pada saat pembayaran oleh Bendaharawan Pemerintah atau KPKN kepada PKP Rekanan Pemerintah.
  • Saat Penyetoran Oleh Bendaharawan Pemerintah PPN dan PPn BM yang dipungut oleh Bendaharawan Pemerintah disetorkan ke Bank Persepsi atau Kantor Pos paling lambat 7 (tujuh) hari setelah bulan dilakukannya pembayaran atas tagihan.
  • Saat Pencatatan Penyetoran Pajak Oleh KPKN Pencatatan penyetoran PPN dan PPn BM yang dipungut oleh KPKN dilakukan pada saat pemungutan PPN dan PPn BM, yaitu pada saat pembayaran oleh KPKN kepada PKP Rekanan Pemerintah.
  • Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah tidak dipungut oleh Bendaharawan Pemerintah dalam hal :
  • a. pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah) dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah;
    b. pembayaran untuk pembebasan tanah;
    c. pembayaran atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku, mendapat fasilitas Pajak Pertambahan Nilai tidak dipung dan/atau dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai;
    d. Pembayaran atas penyerahan Bahan Bakar Minyak dan Bukan Bahan Bakar Minyak oleh PT (PERSERO) PERTAMINA;
    e. pembayaran atas rekening telepon;
    f. pembayaran atas jasa angkutan udara yang diserahkan oleh perusahaan penerbangan; atau
    g. pembayaran lainnya untuk penyerahan barang atau jasa yang menurut ketentuan Perundang-undangan yang berlaku tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai

    ol>

  • TATA CARA PEMUNGUTAN
  • Dasar Pemungutan Dasar pemungutan PPN dan PPn BM adalah jumlah pembayaran yang dilakukan oleh Bendaharawan Pemerintah atau jumlah pembayaran yang dilakukan oleh KPKN sebagaimana tersebut dalam SPM.
  • Jumlah PPN atau PPn BM yang Dipungut
  • a. Dalam hal penyerahan BKP hanya terutang PPN, maka jumlah PPN yang dipungut adalah 10/110 bagian dari jumlah pembayaran.
    b. Dalam hal penyerahan BKP yang tergolong mewah dari pengusaha yang menghasilkan BKP yang tergolong mewah tersebut, di samping terutang PPN juga terutang PPn BM, maka jumlah PPN dan PPn BM yang dipungut adalah sebagai berikut : Dalam hal terutang PPn BM sebesar 20%, maka jumlah PPN yang dipungut sebesar 10/130 bagian dari jumlah pembayaran sedangkan jumlah PPn BM yang dipungut sebesar 20/130 bagian dari jumlah pembayaran.
    c. Dalam hal pembayaran berjumlah paling banyak Rp.1.000.000,00 (satu juta rupiah) dan tidak merupakan jumlah yang terpecah-pecah, maka PPN dan PPn BM tidak perlu dipungut oleh Bendaharawan Pemerintah. Batas jumlah pembayaran sebesar Rp.1.000.000,00 tersebut hendaknya diartikan termasuk PPN dan PPn BM.

    Tata Cara Pemungutan dan Penyetoran

    a. PKP rekanan Pemerintah membuat Faktur Pajak dan SSP pada saat menyampaikan tagihan kepada Bendaharawan Pemerintah atau KPKN baik untuk sebagian maupun seluruh pembayaran.
    b. SSP sebagaimana dimaksud pada huruf a diisi dengan membubuhkan NPWP dan identitas PKP Rekanan Pemerintah yang bersangkutan, tetapi penandatanganan SSP dilakukan oleh Bendaharawan Pemerintah atau KPKN sebagai penyetor atas nama PKP Rekanan Pemerintah.
    c. Dalam hal penyerahan BKP tersebut terutang PPn BM maka PKP rekanan Pemerintah mencantumkan jumlah PPn BM yang terutang pada Faktur Pajak.
    d. Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada huruf a dibuat dalam rangkap 3 (tiga) :
    lembar ke-1 untuk Bendaharawan Pemerintah atau KPKN sebagai Pemungut PPN.
    lembar ke-2 untuk arsip PKP rekanan Pemerintah.
    lembar ke-3 untuk Kantor Pelayanan Pajak melalui Bendaharawan Pemerintah atau KPKN.
    e. Dalam hal pemungutan oleh Bendaharawan Pemerintah, SSP sebagaimana dimaksud pada huruf a dibuat dalam rangka 5 (lima). Setelah PPN dan atau PPn BM disetor di Bank Persepsi atau Kantor Pos, lembar-lembar SSP tersebut diperuntukkan sebagai berikut :
    lembar ke-1 untuk PKP Rekanan Pemerintah.
    lembar ke-2 untuk Kantor Pelayanan Pajak melalui KPKN.
    lembar ke-3 untuk PKP Rekanan Pemerintah dilampirkan pada SPT Masa PPN.
    lembar ke-4 untuk Bank Persepsi atau Kantor Pos.
    lembar ke-5 untuk pertinggal Bendaharawan Pemerintah.
    f. Dalam hal pemungutan oleh KPKN, SSP sebagaimana dimaksud pada huruf a dibuat dalam rangkap 4 (empat) yang masing-masing diperuntukkan sebagai berikut :
    lembar ke-1 untuk PKP Rekanan Pemerintah.
    lembar ke-2 untuk Kantor Pelayanan Pajak melalui KPKN.
    lembar ke-3 untuk PKP rekanan Pemerintah dilampirkan pada SPT Masa PPN.
    lembar ke-4 untuk pertinggal KPKN.
    g. Pada lembar Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada huruf d oleh Bendaharawan Pemerintah yang melakukan pemungut wajib dibubuhi cap “Disetor tanggal ” dan ditandatangani oleh Bendaharawan Pemerintah.
    h. Pada setiap lembar Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada huruf d dan SSP sebagaimana dimaksud pada huruf f oleh KPKN yang melakukan pemungutan dicantumkan nomor dan tanggal advis SPM.
    i. SSP lembar ke-1 dan lembar ke-2 sebagaimana dimaksud pada huruf f dibubuhi cap “TELAH DIBUKUKAN” oleh KPKN.
    j. Faktur Pajak dan SSP merupakan bukti pemungutan dan penyetoran PPN dan atau PPn BM.
    You might be interested:  Contoh Pajak Yang Dipungut Oleh Pemerintah Kabupaten Atau Kota Adalah?

    TATA CARA PELAPORAN

    a. Bendaharawan Pemerintah Bendaharawan Pemerintah yang melakukan pemungutan dan penyetoran PPN dan PPn BM diwajibkan melaporkan PPN dan PPn BM yang telah dipungut dan disetor, setiap bulan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Bendaharawan Pemerintah terdaftar dengan menggunakan formulir “Surat Pemberitahuan Masa bagi Pemungut Pajak Pertambahan Nilai” yang dibuat dalam rangkap 3 (tiga) paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah berakhirnya bulan dilakukan pembayaran tagihan, yang masing-masing diperuntukkan sebagai berikut :
    lembar ke-1, dilampiri Faktur Pajak lembar ke-3 untuk KPP.
    lembar ke-2, untuk KPKN.
    lembar ke-3, untuk arsip Bendaharawan Pemerintah.
    b. KPKN
    KPKN setiap hari kerja menyampaikan lembar ke-3 Faktur Pajak yang telah dibubuhi catatan nomor dan tanggal advis kepada Kantor Pelayanan Pajak dengan Surat Pengantar.
    Dalam hal tidak ada Faktur Pajak yang disampaikan pada hari itu, Surat Pengantar tetap dibuat dengan catatan “Faktur Pajak NIHIL”.

    Mekanisme Pelaporan oleh PKP Rekanan

    Untuk PKP Rekanan, jumlah pembayaran yang telah diterima dari Pemungut PPN dilaporkan dalam SPT Masa PPN pada Masa Pajak diterimanya pembayaran
    Apabila pembayaran diterima dari KPKN, dilaporkan di SPT Masa PPN pada Masa Pajak sesuai dengan tanggal mesin kas register dan dilaporkan pada Formulir 1195 A3

    Yang termasuk pemungut PPN : Kontraktor Perjanjian Kerjasama Pengusahaan Pertambangan minyak dan gas. (berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 11/PMK.03/2005 tanggal 31 januari 2005 dan berlaku surut sejak 1 Januari 2005) Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini yang dimaksud dengan :

    1. Kontraktor adalah Kontraktor yang terikat dalam kontrak perjanjian kerja sama dengan Pemerintah Republik Indonesia di bidang pengusahaan pertambangan minyak dan gas bumi.
    2. Rekanan adalah Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dan/atau Pajak kepada Komtraktor.

    Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah tidak dipungut oleh Kontraktor dalam hal :

    a. pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp.10.000.000,- (sepuluh juta rupiah) dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah;
    b. pembayaran atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku, mendapat fasilitas Pajak Pertambahan Nilai tidak dipungut dan/atau dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai;
    c. pembayaran atas penyerahan Bahan Bakar Minyak dan bukan Bahan Bakar Minyak oleh PT PERTAMINA (Persero);
    d. pembayaran atas rekening telepon;
    e. pembayaran atas jasa angkutan udara yang diserahkan oleh perusahaan penerbangan; atau
    f. pembayaran lainnya untuk penyerahan barang dan/atau jasa yang menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai.

    ul>

  • TATA CARA PEMUNGUTAN, PENYETORAN, DAN PELAPORAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH OLEH KONTRAKTOR KONTRAK BAGI HASI, KONTRAKTOR KONTRAK KARYA, DAN KONTRAKTOR PERJANJIAN KERJASAMA PENGUSAHAAN PERTAMBANGAN
  • UMUM
  • Saat Pemungutan Pemungutan PPN dan atau PPn BM dilakukan sesuai dengan saat pembuatan Faktur Pajak Standar oleh Rekanan
  • Saat Penyetoran PPN dan atau PPn BM yang dipungut disetor ke Kas Negara melalui Bank Persepsi atau Kantor Pos paling lambat pada hari ke 15 (lima belas) setelah bulan dilakukannya pemungutan.
  • Tata Cara Pemungutan dan Penyetoran
  • 1. Rekanan wajib membuat Faktur Pajak Standar dan SSP atas setiap penyerahan BKP dan atau JKP kepada Kontraktor
    2. Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dibuat sesuai dengan jangka waktu yang ditetapkan dalam ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) Peratura Menteri Keuangan ini.
    3. SSP sebagaimana dimaksud dalam angka 1 diisi dengan membubuhkan NPWP serta identitas Rekanan yang bersangkutan tetapi penandatanganan SSP dilakukan oleh Kontraktor sebagai penyetor atas nama Rekanan.
    4. Dalam hal Rekanan melakukan penyerahan BKP yang tergolong mewah yang dikenakan PPn BM, Rekanan yang bersangkutan wajib mencantumkan jumlah PPn BM yang terutang pada Faktur Pajak Standar.
    5. Faktur Pajak Standar sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dibuat dalam rangkap 3 (tiga);
    Lembar ke-1 untuk Kontraktor.
    Lembar ke-2 untuk pertinggal Rekanan
    Lembar ke-3 untuk Kantor Pelayanan Pajak tempat Kontraktor terdaftar.
    6. SSP sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dibuat dalam rangkap 5 (lima) dengan peruntukkan sebagai berikut:
    Lembar ke-1 untuk Rekanan
    Lembar ke-2 untuk Kantor Pelayanan Pajak tempat Kontraktor terdaftar melalui KPKN.
    Lembar ke-3 untuk PKP Rekanan dilampirkan pada SPT Masa PPN.
    Lembar ke-4 untuk Bank Persepsi atau Kantor Pos.
    Lembar ke-5 untuk pertinggal Kontraktor.
    7. Lembar-lembar SSP sebagaimana dimaksud dalam angka 6 diberikan kepada pihak terkait setelah PPN dan atau PPn BM yang dipungut oleh kontraktor disetor kepada Kas Negara melalui Bank Persepsi atau Kantor Pos.
    8. Pada setiap lembar Faktur Pajak Standar sebagaimana dimaksud dalam angka 5, Kontraktor yang melakukan pemungutan wajib membubuhkan cap “Disetor Tanggal” dan menandatanganinya.
    9. Faktur Pajak Standar dan SSP merupakan bukti pemungutan dan penyetoran PPN dan PPn BM.

    Tata Cara Pelaporan Kontraktor wajib melaporkan PPN dan atau PPn BM yang telah dipungut dan disetor kepada Kantor Pelayanan Pajak tempat Kontraktor terdaftar dengan menggunakan formulir “Surat Pemberitahuan Masa PPN Bagi Pemungut PPN” yang dibuat dalam rangkap 2 (dua) setiap bulan, paling lambat pada hari ke-20 (dua puluh) setelah bulan dilakukannya pemungutan, yang masing-masing diperuntukan sebagai berikut:

    Lembar ke-1, dengan dilampiri Faktur Pajak Standar lembar ke-3 untuk Kantor Pelayanan Pajak tempat Kontraktor terdaftar.
    Lembar ke-2, arsip Kontraktor.

    Mekanisme Pelaporan oleh PKP Rekanan Untuk PKP Rekanan, jumlah pembayaran yang telah diterima dari Pemungut PPN dilaporkan dalam SPT Masa PPN pada Masa Pajak diterimanya pembayaran. : Siapa Pemungut PPN dan PPnBM?

    Apakah semua pengusaha memungut PPN?

    Tidak setiap pengusaha wajib memungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Walaupun secara teoritis bahwa beban PPN “digeser-geser” dari produsen ke pedagang besar, kemudian digeser lagi ke pedagang pengecer dan sampai ke konsumen akhir, tetapi diantara mata rantai tersebut mungkin saja putus.

    • Putusnya mata rantai disebabkan, pengusaha tersebut tidak diwajibkan memungut PPN.
    • Seperti pola pikir dalam menentukan objek PPN, pola yang sama dapat digunakan untuk menentukan siapa yang tidak wajib memungut PPN atau non PKP,
    • Dasar hukum pengceualian PKP ada di Pasal 3A ayat (1) Undang-Undang PPN.
    • Pengusaha yang melakukan penyerahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a, huruf c, huruf f, huruf g, dan huruf h, kecuali pengusaha kecil yang batasannya ditetapkan oleh Menteri Keuangan, wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, dan wajib memungut, menyetor, dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang terutang.

    Batasan pengusaha kecil yang tidak wajib memungut PPN diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan. Peraturan yang sekarang berlaku adalah Peraturan Menteri Keuangan nomor 197/PMK.03/2013. Pengusaha kecil merupakan pengusaha yang selama 1 (satu) tahun buku melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dengan jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan bruto tidak lebih dari Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah).

    Jumlah peredaran bruto adalah jumlah keseluruhan penyerahan BKP dan/atau JKP yang dilakukan oleh pengusaha dalam rangka kegiatan usahanya. Artinya tidak termasuk penghasilan lain-lain dalam laporan keuangan. Satu tahun adalah tahun kalender. Kewajiban melaporkan usaha untuk dikukuhkan sebagai PKP dilakukan paling lama akhir bulan berikutnya setelah bulan saat jumlah peredaran bruto melebihi Rp4.800.000.000,00. Pengusaha dapat mengajukan pencabutan PKP jika omzet dalam satu tahun terbukti tidak mencapai Rp4.800.000.000,00. Bukti omzet satu tahun berdasarkan SPT Tahunan tahun pajak sebelumnya yang sudah dilaporkan.

    Walaupun tidak wajib, tetapi tidak berarti tidak boleh. Pengusaha yang memiliki omzet dibawah Rp4.800.000.000,00 tetap dapat meminta dikukuhkan sebagai PKP. Pada kenyataannya, alasan pengusaha kecil meminta sebagai PKP biasanya:

    mitra Pemungut seperti rekanan pemerintah atau BUMN, mitra bisnis meminta faktur pajak agar bisa dikreditkan sebagai pajak masukan, omzet naik turun disekitar batasan omzet pengusaha kecil tetapi pengusaha malas bolak-balik minta PKP.

    Bisakah pengusaha lapor peredaran bruto dibawah Rp4.800.000.000,00 tetapi kenyataannya diatas Rp4.800.000.000,00? Apa konsekuensinya? Salah satu trik yang sering dipakai oleh Wajib Pajak agar terbebas dari kewajiban memungut PPN adalah dengan cara memanipulasi laporan omzet di SPT Tahunan.

    • Peredaran usaha di setting supaya tetap dibawah batasan pengusaha kecil.
    • Sebelum Peraturan Menteri Keuangan nomor 197/PMK.03/2013 batasan pengusaha kecil Rp600.000.000,00.
    • Maka banyak pengusaha yang lapor SPT Tahunan PPh dengan peredaran usaha sekitar Rp450 juta sampai dengan Rp590 juta.
    • Setelah Peraturan Menteri Keuangan nomor 197/PMK.03/2013 batasan pengusaha kecil menjadi Rp4.800.000.000 maka omzet SPT Tahunan PPh mulai naik “secara teratur” melebihi satu miliar.
    You might be interested:  Mengapa Orang Wajib Membayar Pajak Setiap Tahun?

    Kenaikan kemudian berhenti di sekitar batasan omzet Rp4.800.000.000. Perilaku seperti ini dapat ditemukan jika kita membanding-bandingkan lapora SPT Tahunan untuk beberapa tahun. Kecurangan Wajib Pajak ini akan ketahuan jika dilakukan pemeriksaan. Pemeriksa akan memeriksa semua rekening bank tempat hasil usaha disimpan.

    Jika hasil pemeriksaan terbukti bahwa peredaran usaha melebihi Rp4,8 miliar, maka pemeriksa pajak akan menagih kekurangan setor PPN dengan menerbitkan SKPKB. Bukan PKP bukan berarti tidak ada kewajiban memungut PPN! Mulai September 2018 ini, kantor pajak akan menerima pemberitahuan saldo rekening bank dari lembaga keuangan.

    Walaupun saldo rekening bank merupakan kondisi dalam akhir tahun, bukan omzet dalam satu tahun, tetapi saldo rekening bank dapat memberikan indikasi kepatuhan. Apa artinya? Kantor pajak akan lebih mudah mengawasi kepatuhan perpajakan melalui informasi rekening keuangan yang dilaporkan oleh lembaga keuangan. Pegawai DJP sejak 1993 sampai Maret 2022. Konsultan Pajak sejak April 2022. Alumni magister administrasi dan kebijakan perpajakan angkatan VI FISIP Universitas Indonesia. Perlu konsultasi? Sila kirim email ke [email protected] atau klik https://aguspajak.com/konsultasi/ atau melalui aplikasi chatting yang tersedia.

    PPN dikenakan minimal berapa?

    Cara Menghitung PPN dan PPh Pasal 22 – Sebelum melihat contoh kasus yang akan dibahas pada poin ini, ada baiknya Anda memahami terlebih dahulu batas harga belanja yang dapat dikenakan dan tidak dapat dikenakan PPh pembelian barang (PPh Pasal 22). Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 34/PMK.010/2017 tentang Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 Sehubungan dengan Pembayaran atas Penyerahan Barang dan Kegiatan di Bidang Impor atau Kegiatan Usaha di Bidang Lain, berikut ini batasan nominal belanja yang dikenakan PPh pembelian barang (PPh Pasal 22) apabila pembayaran dilakukan oleh pemungut seperti Bendahara Pemerintah:

    Belanja barang yang nilai atau harganya di bawah Rp2.000.000 hanya dikenakan PPN. Sedangkan belanja barang yang nilai atau harganya di atas Rp2.000.000 akan dikenakan PPN dan PPh Pasal 22.

    Sedangkan, masih dalam peraturan yang sama, apabila pembayaran dilakukan oleh pemungut seperti BUMN, maka:

    Belanja barang yang nilai atau harganya di bawah Rp10.000.000 hanya dikenakan PPN saja. Sedangkan belanja barang yang nilai atau harganya di atas Rp10.000.000 akan dikenakan PPN dan PPh Pasal 22.

    Contoh kasus: Pada tanggal 27 November 2017 melakukan pembelian Komputer senilai Rp14.540.000. Dalam hal ini pemungutnya adalah bendahara pemerintah. Berarti, atas pembelian barang ini dikenakan PPN 11% dan PPh Pasal 22 sesuai dengan keterangan di atas.

    Cara menghitungnya: Dasar Pengenaan Pajak (DPP) = 100/111 x Rp14.540.000 = Rp13.099.099 PPN yang dipungut = 11% x Rp13.099.099 = Rp1.440.900 Sedangkan, cara menghitung PPh pembelian barang (PPh Pasal 22) adalah: DPP = Rp13.099.099 PPh Pasal 22: 1,5% x Rp13.099.099 = Rp196.486 (bila dibulatkan bisa menjadi Rp196.400) Demikian artikel tentang cara menghitung pajak PPN dan PPh pembelian barang (PPh Pasal 22).

    Semoga bermanfaat! Siapakah Yang Dimaksud Pemungut Pajak Pertambahan Nilai

    Apakah BUMD sebagai Pemungut PPN?

    Bahwa BUMN/ BUMD ditunjuk sebagai pemungut PPN berdasarkan KMK NOMOR 547/KMK.04/2000. Tetapi sejak 1 Jan 2004, BUMN/ BUMD sudah bukan lagi sebagai pemungut PPN karena KMK tsb sudah tidak berlaku lagi, dicabut oleh KMK NOMOR 563/KMK.03/2003.

    Apa yang dimaksud dengan Pajak Pertambahan Nilai?

    Akuntansi Pajak PPN Kurang/Lebih Bayar – Tata cara umum Pajak Pertambahan Nilai adalah pengusaha kena pajak mengurangkan atau mengkreditkan pajak masukan dalam suatu masa dengan pajak keluaran dalam masa pajak yang sama. Apabila dalam masa pajak tersebut lebih besar pajak keluaran, kelebihan pajak keluaran harus disetorkan ke kas negara.

    Sebaliknya, apabila dalam masa pajak tersebut pajak masukan lebih besar dari pajak keluaran, kelebihan pajak masukan dapat dikompensasikan ke masa pajak berikutnya atau dimintakan restitusi.a. PPN Kurang Bayar Terjadinya PPN Kurang Bayar di karenakan PPN Keluaran lebih besar dari pada Masukan. Contoh : PPN Keluaran PT ABC di akhir periode Januari 2022 sebesar Rp15.000.

    PPN Masukan PT ABC di akhir periode Januari 2022 sebesar Rp10.000 PPN Retur Pembelian PT ABC di akhir periode Januari 2022 sebesar (Rp 1.000) Besarnya Pajak Pertambahan Nilai Kurang Bayar = Rp15.000 – (Rp10.000 – Rp1.000) = Rp6.000 Jurnal Penutup PPN Kurang Bayar PPN Keluaran Rp15.000 PPN Retur Pembelian Rp1.000 Utang PPN Rp6.000 PPN Masukan Rp10.000 Jurnal Pembayaran Utang PPN Rp6.000 Kas Rp6.000 Nah, tarif terbaru berdasarkan RUU HPP, daftar negatif list, subjek, contoh hingga apa itu pengertian Pajak Pertambahan Nilai Atau PPN adalah berikut di atas! Semoga bisa berguna untuk Anda. Itulah penjelasan mengenai Pajak Pertambahan Nilai dan tarif PPN terbaru yang diatur dalam UU HPP. Masih bingung kelola e-Faktur atau pajak bisnis? Saya Mau Coba Gratis Klikpajak Sekarang!

    Apa itu PPN dan contohnya?

    Arti PPN – PPN merupakan pajak yang dikenakan atas transaksi jual-beli Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP) yang memiliki pertambahan nilai dan pungutan ini hanya boleh dilakukan dan dilaporkan oleh PKP. Namun, pihak yang berkewajiban membayarkan PPN adalah konsumen akhir. Baca Juga: Istilah Perpajakan yang Berkaitan dengan PPN

    Apakah setiap orang harus membayar Pajak Pertambahan Nilai?

    Sumber : http://www.pajak.go.id/content/seri-ppn-dan-ppnbm-kewajiban-membayar-ppn Apa itu Pajak Pertambahan Nilai? Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan atas setiap pembelian Barang Kena Pajak dan pemanfaatan Jasa Kena Pajak baik di dalam wilayah Indonesia maupun dari luar daerah Pabean.

    Pada dasarnya semua barang merupakan Barang Kena Pajak, sehingga dikenakan PPN, kecuali jenis barang yang diatur dalam Undang Undang PPN. Misalnya barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya, barang-barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak, makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya dan uang, emas batangan, dan surat-surat berharga.

    Ada juga barang yang merupakan Barang Kena Pajak tetapi PPNnya dibebaskan, misalnya buku pelajaran umum dan buku pelajaran agama dan barang-barang tertentunya. Besarnya PPN yang harus dibayar adalah 10% dari harga jual. Misalnya harga jual komputer Rp4.000.000,00, maka PPN-nya adalah 10% x Rp4.000.000,00 = Rp400.000,00, sehingga total harganya menjadi Rp4.400.00,00.

    • Biasanya, barang yang dijual terdapat tulisan “harga barang sudah termasuk PPN”.
    • Siapa saja yang wajib membayar PPN? Setiap orang atau badan usaha di Indonesia yang membeli Barang Kena Pajak dan memanfaatkan Jasa Kena Pajak baik di dalam wilayah Indonesia maupun dari luar daerah Pabean, diwajibkan membayar PPN.

    Dimana kita sebaiknya membeli barang yang terutang PPN? Belilah barang pada pengusaha yang telah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan telah ditunjuk Kantor Pelayanan Pajak untuk memungut PPN. Apakah membeli barang bajakan atau selundupan terutang PPN? Penjual barang bajakan atau barang selundupan tidak membayar PPN.

    1. Dengan demikian orang pribadi atau badan usaha yang membeli barang bajakan atau barang selundupan sama dengan menghindari kewajiban membayar PPN yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang PPN.
    2. Bagaimana kalau kita membeli barang bajakan atau barang selundupan? Membeli barang bajakan atau barang selundupan berarti tidak membayar PPN.

    Tidak membayar PPN berarti mengurangi jumlah penerimaan negara dan secara otomatis akan mengurangi anggaran untuk membangun fasilitas umum, membantu rakyat miskin, membantu murid SD dan SMP Negeri melalui Bantuan Operasional Sekolah (BOS), dan membantu peningkatan kesejahteraan rakyat serta biaya-biaya lainnya yang manfaatnya dirasakan seluruh rakyat Indonesia.

    KPP atau KP2KP terdekat; Kring Pajak 500200 (melalui HP ditambah kode area 021); Kunjungi website: www.pajak.go.id

    Mengapa kita harus membayar Pajak Pertambahan Nilai?

    Memahami Pajak Pertambahan Nilai Beserta Dasar Hukumnya – Sebelum lebih jauh membahas barang-barang yang dikenakan pajak serta cara menghitungnya, akan lebih baik jika diawali dengan pahaman tentang pajak ini terlebih dahulu. Pajak pertambahan nilai, atau disingkat PPN, yakni pungutan wajib karena dilakukannya transaksi jual-beli barang atau jasa.

    PPN merupakan pajak pribadi, artinya konsumen lah yang harus membayar. Jadi jangan heran kalau dalam struk belanja terdapat tulisan pajak, PPN, atau VAT ( Value Added Tax ). Kalau pembeli akhir yang membayar pajak, maka pihak yang memungut pajak adalah penjualnya. Namun penjual atau distributor ini harus berupa badan yang telah menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP).

    Nantinya mereka akan menyetor dan melaporkan hasil pungutan PPN kepada pemerintah melalui mekanisme tertentu. Setiap bulan PPN harus dilaporkan. Jika tidak, maka PKP akan dikenakan denda sebesar Rp500 ribu sesuai UU KUP Pasal 7 ayat 1. Seperti yang dijelaskan pada bagian pembuka bahwa setiap pajak memiliki landasan hukum.

    PPN dikenakan minimal berapa?

    Cara Menghitung PPN dan PPh Pasal 22 – Sebelum melihat contoh kasus yang akan dibahas pada poin ini, ada baiknya Anda memahami terlebih dahulu batas harga belanja yang dapat dikenakan dan tidak dapat dikenakan PPh pembelian barang (PPh Pasal 22). Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 34/PMK.010/2017 tentang Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 Sehubungan dengan Pembayaran atas Penyerahan Barang dan Kegiatan di Bidang Impor atau Kegiatan Usaha di Bidang Lain, berikut ini batasan nominal belanja yang dikenakan PPh pembelian barang (PPh Pasal 22) apabila pembayaran dilakukan oleh pemungut seperti Bendahara Pemerintah:

    Belanja barang yang nilai atau harganya di bawah Rp2.000.000 hanya dikenakan PPN. Sedangkan belanja barang yang nilai atau harganya di atas Rp2.000.000 akan dikenakan PPN dan PPh Pasal 22.

    Sedangkan, masih dalam peraturan yang sama, apabila pembayaran dilakukan oleh pemungut seperti BUMN, maka:

    Belanja barang yang nilai atau harganya di bawah Rp10.000.000 hanya dikenakan PPN saja. Sedangkan belanja barang yang nilai atau harganya di atas Rp10.000.000 akan dikenakan PPN dan PPh Pasal 22.

    Contoh kasus: Pada tanggal 27 November 2017 melakukan pembelian Komputer senilai Rp14.540.000. Dalam hal ini pemungutnya adalah bendahara pemerintah. Berarti, atas pembelian barang ini dikenakan PPN 11% dan PPh Pasal 22 sesuai dengan keterangan di atas.

    Cara menghitungnya: Dasar Pengenaan Pajak (DPP) = 100/111 x Rp14.540.000 = Rp13.099.099 PPN yang dipungut = 11% x Rp13.099.099 = Rp1.440.900 Sedangkan, cara menghitung PPh pembelian barang (PPh Pasal 22) adalah: DPP = Rp13.099.099 PPh Pasal 22: 1,5% x Rp13.099.099 = Rp196.486 (bila dibulatkan bisa menjadi Rp196.400) Demikian artikel tentang cara menghitung pajak PPN dan PPh pembelian barang (PPh Pasal 22).

    Semoga bermanfaat! Siapakah Yang Dimaksud Pemungut Pajak Pertambahan Nilai