Usaha Ekonomi Yang Sebagian Besarnya Modal Berasal Dari Negara Adalah?

Usaha Ekonomi Yang Sebagian Besarnya Modal Berasal Dari Negara Adalah
BUMN adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.

BUMN adalah usaha ekonomi yang mana modalnya dari?

I. Memajukan kesejahteraan bagi seluruh rakyat sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan Undang-undang Dasar 1945 yang selanjutnya lebih rinci diatur dalam Pasal 33 Undang-undang Dasar 1945 merupakan tugas konstitusional bagi seluruh komponen bangsa. Dalam kaitan di atas, dirasa perlu untuk meningkatkan penguasaan seluruh kekuatan ekonomi nasional baik melalui regulasi sektoral maupun melalui kepemilikan negara terhadap unit-unit usaha tertentu dengan maksud untuk memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat.

  • Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang seluruh atau sebagian besar modalnya berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan, merupakan salah satu pelaku ekonomi dalam sistem perekonomian nasional, di samping usaha swasta dan koperasi.
  • Dalam menjalankan kegiatan usahanya, BUMN, swasta dan koperasi melaksanakan peran saling mendukung berdasarkan demokrasi ekonomi.

II. Dalam sistem perekonomian nasional, BUMN ikut berperan menghasilkan barang dan/atau jasa yang diperlukan dalam rangka mewujudkan sebesar-besarnya kemakmuran masyarakat. Peran BUMN dirasakan semakin penting sebagai pelopor dan/atau perintis dalam sektor-sektor usaha yang belum diminati usaha swasta.

Di samping itu, BUMN juga mempunyai peran strategis sebagai pelaksana pelayanan publik, penyeimbang kekuatan-kekuatan swasta besar, dan turut membantu pengembangan usaha kecil/koperasi. BUMN juga merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang signifikan dalam bentuk berbagai jenis pajak, dividen dan hasil privatisasi.

Pelaksanaan peran BUMN tersebut diwujudkan dalam kegiatan usaha pada hampir seluruh sektor perekonomian, seperti sektor pertanian, perikanan, perkebunan, kehutanan, manufaktur, pertambangan, keuangan, pos dan telekomunikasi, transportasi, listrik, industri dan perdagangan, serta konstruksi.

III. Dalam kenyataannya, walaupun BUMN telah mencapai tujuan awal sebagai agen pembangunan dan pendorong terciptanya korporasi, namun tujuan tersebut dicapai dengan biaya yang relatif tinggi. Kinerja perusahaan dinilai belum memadai, seperti tampak pada rendahnya laba yang diperoleh dibandingkan dengan modal yang ditanamkan.

Dikarenakan berbagai kendala, BUMN belum sepenuhnya dapat menyediakan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi bagi masyarakat dengan harga yang terjangkau serta belum mampu berkompetisi dalam persaingan bisnis secara global. Selain itu, karena keterbatasan sumber daya, fungsi BUMN baik sebagai pelopor/perintis maupun sebagai penyeimbang kekuatan swasta besar, juga belum sepenuhnya dapat dilaksanakan.

Di lain pihak, perkembangan ekonomi dunia berlangsung sangat dinamis, terutama berkaitan dengan liberalisasi dan globalisasi perdagangan yang telah disepakati oleh dunia internasional seperti kesepakatan mengenai World Trade Organization (WTO), ASEAN Free Trade Area (AFTA), ASEAN Framework Agreement on Service, dan kerjasama ekonomi regional Asia Pacific (Asia Pacific Economic Cooperation/APEC).

IV. Untuk dapat mengoptimalkan perannya dan mampu mempertahankan keberadaannya dalam perkembangan ekonomi dunia yang semakin terbuka dan kompetitif, BUMN perlu menumbuhkan budaya korporasi dan profesionalisme antara lain melalui pembenahan pengurusan dan pengawasannya.

Pengurusan dan pengawasan BUMN harus dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip tata-kelola perusahaan yang baik (good corporate governance). Peningkatan efisiensi dan produktifitas BUMN harus dilakukan melalui langkah-langkah restrukturisasi dan privatisasi. Restrukturisasi sektoral dilakukan untuk menciptakan iklim usaha yang kondusif sehingga tercapai efisiensi dan pelayanan yang optimal.

Sedangkan restrukturisasi perusahaan yang meliputi penataan kembali bentuk badan usaha, kegiatan usaha, organisasi, manajemen, dan keuangan. Privatisasi bukan semata-mata dimaknai sebagai penjualan perusahaan, melainkan menjadi alat dan cara pembenahan BUMN untuk mencapai beberapa sasaran sekaligus, termasuk didalamnya adalah peningkatan kinerja dan nilai tambah perusahaan, perbaikan struktur keuangan dan manajemen, penciptaan struktur industri yang sehat dan kompetitif, pemberdayaan BUMN yang mampu bersaing dan berorientasi global, penyebaran kepemilikan oleh publik serta pengembangan pasar modal domestik.

Dengan dilakukannya privatisasi BUMN, bukan berarti kendali atau kedaulatan negara atas BUMN yang bersangkutan menjadi berkurang atau hilang karena sebagaimana dinyatakan di atas, negara tetap menjalankan fungsi penguasaan melalui regulasi sektoral dimana BUMN yang diprivatisasi melaksanakan kegiatan usahanya.

Pentingnya penataan yang berkelanjutan atas pelaksanaan peran BUMN dalam sistem perekonomian nasional, terutama upaya peningkatan kinerja dan nilai (value) perusahaan, telah diamanatkan pula oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) melalui Ketetapan Nomor IV/MPR/1999 tentang Garis – Garis Besar Haluan Negara Tahun 1999 – 2004.

Tap MPR tersebut menggariskan bahwa BUMN, terutama yang usahanya berkaitan dengan kepentingan umum, perlu terus ditata dan disehatkan melalui restrukturisasi dan bagi BUMN yang usahanya tidak berkaitan dengan kepentingan umum dan berada dalam sektor yang telah kompetitif didorong untuk privatisasi.V.

Penataan sistem pengelolaan dan pengawasan BUMN telah dilakukan Pemerintah pada waktu yang lalu dan kiranya akan terus berlanjut. Salah satu langkah yang telah dilakukan adalah dengan penataan terhadap peraturan perundang-undangan yang mengatur BUMN. Pada tahun 1960, telah dikeluarkan Undang-undang Nomor 19 Prp.

Tahun 1960 dengan tujuan mengusahakan adanya keseragaman dalam cara mengurus dan menguasai serta bentuk hukum dari badan usaha negara yang ada. Pada tahun 1969, ditetapkan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1969. Dalam Undang-undang tersebut, BUMN disederhanakan bentuknya menjadi tiga bentuk usaha negara yaitu Perusahaan Jawatan (Perjan) yang sepenuhnya tunduk pada ketentuan Indonesische Bedrijvenwet (Stbl.1927 : 419), Perusahaan Umum (Perum) yang sepenuhnya tunduk pada ketentuan Undang-undang Nomor 19 Prp.

Tahun 1960 dan Perusahaan Perseroan (Persero) yang sepenuhnya tunduk pada ketentuan Kitab Undang-undang Hukum Dagang (Stbl.1847 : 23) khususnya pasal-pasal yang mengatur perseroan terbatas yang saat ini telah diganti dengan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas.

Sejalan dengan amanat Undang-undang Nomor 9 Tahun 1969, Pemerintah membuat pedoman pembinaan BUMN yang mengatur secara rinci hal-hal yang berkaitan dengan mekanisme pembinaan, pengelolaan dan pengawasan yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 1983, kemudian diperbaharui dengan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 1998 tentang Perusahaan Perseroan (PERSERO), Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 1998 tentang Perusahaan Umum (PERUM) dan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2000 tentang Perusahaan Jawatan (PERJAN).

Berbagai Peraturan Pemerintah tersebut memberikan arahan yang lebih pasti mengenai sistem yang dipakai dalam upaya peningkatan kinerja BUMN, yaitu berupa pemberlakuan mekanisme korporasi secara jelas dan tegas dalam pengelolaan BUMN. Namun, berbagai peraturan perundang-undangan yang ada tersebut masih belum memberi landasan hukum yang kuat di dalam pengembangan badan usaha negara sejalan dengan perkembangan dunia korporasi seperti halnya upaya-upaya privatisasi dan pelaksanaan prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik.

  1. VI. Berdasarkan kenyataan tersebut diatas, dan memperhatikan amanat ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1999, maka dipandang perlu untuk menetapkan suatu Undang-undang baru yang mengatur BUMN secara lebih komprehensif dan sesuai dengan perkembangan dunia usaha.
  2. Undang-undang tersebut dimaksudkan untuk memenuhi visi pengembangan BUMN di masa yang akan datang dan meletakkan dasar-dasar atau prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance).

Penerapan prinsip-prinsip tersebut sangat penting dalam melakukan pengelolaan dan pengawasan BUMN. Pengalaman membuktikan bahwa keterpurukan ekonomi di berbagai negara termasuk Indonesia, antara lain disebabkan perusahaan-perusahaan di negara tersebut tidak menerapkan prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance) secara konsisten.

Undang-undang BUMN dirancang untuk menciptakan sistem pengelolaan dan pengawasan berlandaskan pada prinsip efisiensi dan produktivitas guna meningkatkan kinerja dan nilai (value) BUMN, serta menghindarkan BUMN dari tindakan-tindakan pengeksploitasian di luar asas tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance).

Undang-undang ini juga dirancang untuk menata dan mempertegas peran lembaga dan posisi wakil pemerintah sebagai pemegang saham/pemilik modal BUMN, serta mempertegas dan memperjelas hubungan BUMN selaku operator usaha dengan lembaga pemerintah sebagai regulator.

Di samping itu, Undang-undang ini mengatur pula ketentuan mengenai restrukturisasi dan privatisasi sebagai alat dan cara pembenahan BUMN untuk mencapai cita-citanya serta hal-hal penting lainnya yang mendukung dan dapat menjadi landasan bagi upaya-upaya penyehatan BUMN. Khusus mengenai program privatisasi, Undang-undang ini menegaskan bahwa privatisasi hanya dapat dilakukan terhadap BUMN yang berbentuk Persero sepanjang dimungkinkan berdasarkan peraturan perundang-undangan di sektor kegiatan yang dilakukan Persero tersebut.

BUMN Persero dapat diprivatisasi karena selain dimungkinkan oleh ketentuan di bidang pasar modal juga karena pada umumnya hanya BUMN Persero yang telah bergerak dalam sektor-sektor yang kompetitif. Privatisasi senantiasa memperhatikan manfaat bagi rakyat.

VII. Memperhatikan sifat usaha BUMN, yaitu untuk memupuk keuntungan dan melaksanakan kemanfaatan umum, dalam Undang-undang ini BUMN disederhanakan menjadi dua bentuk yaitu Perusahaan Perseroan (Persero) yang bertujuan memupuk keuntungan dan sepenuhnya tunduk pada ketentuan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas serta Perusahaan Umum (Perum) yang dibentuk oleh pemerintah untuk melaksanakan usaha sebagai implementasi kewajiban pemerintah guna menyediakan barang dan jasa tertentu untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

Untuk bentuk usaha Perum, walaupun keberadaannya untuk melaksanakan kemanfaatan umum, namun demikian sebagai badan usaha diupayakan untuk tetap mandiri dan untuk itu Perum harus diupayakan juga untuk mendapat laba agar bisa hidup berkelanjutan. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup jelas Ayat (1) Huruf a BUMN diharapkan dapat meningkatkan mutu pelayanan pada masyarakat sekaligus memberikan kontribusi dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional dan membantu penerimaan keuangan negara.

Huruf b Meskipun maksud dan tujuan Persero adalah untuk mengejar keuntungan, namun dalam hal-hal tertentu untuk melakukan pelayanan umum, Persero dapat diberikan tugas khusus dengan memperhatikan prinsip-prinsip pengelolaan perusahaan yang sehat. Dengan demikian, penugasan pemerintah harus disertai dengan pembiayaannya (kompensasi) berdasarkan perhitungan bisnis atau komersial, sedangkan untuk Perum yang tujuannya menyediakan barang dan jasa untuk kepentingan umum, dalam pelaksanaannya harus memperhatikan prinsip-prinsip pengelolaan perusahaan yang sehat.

Huruf c Dengan maksud dan tujuan seperti ini, setiap hasil usaha dari BUMN, baik barang maupun jasa, dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Huruf d Kegiatan perintisan merupakan suatu kegiatan usaha untuk menyediakan barang dan/atau jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat, namun kegiatan tersebut belum dapat dilakukan oleh swasta dan koperasi karena secara komersial tidak menguntungkan.

Oleh karena itu, tugas tersebut dapat dilakukan melalui penugasan kepada BUMN. Dalam hal adanya kebutuhan masyarakat luas yang mendesak, pemerintah dapat pula menugasi suatu BUMN yang mempunyai fungsi pelayanan kemanfaatan umum untuk melaksanakan program kemitraan dengan pengusaha golongan ekonomi lemah.

Pasal 3 Yang dimaksud dengan peraturan perundang-undangan lainnya adalah ketentuan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 termasuk perubahannya jika ada dan peraturan pelaksanaannya serta peraturan perundang-undangan sektoral yang mengatur bidang usaha BUMN dan swasta yang dikeluarkan oleh departemen/lembaga nondepartemen.

Pasal 4 Ayat (1) Yang dimaksud dengan dipisahkan adalah pemisahan kekayaan negara dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara untuk dijadikan penyertaan modal negara pada BUMN untuk selanjutnya pembinaan dan pengelolaannya tidak lagi didasarkan pada sistem Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, namun pembinaan dan pengelolaannya didasarkan pada prinsip-prinsip perusahaan yang sehat.

Ayat (2) Huruf a Termasuk dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yaitu meliputi pula proyek-proyek Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang dikelola oleh BUMN dan/atau piutang negara pada BUMN yang dijadikan sebagai penyertaan modal negara. Huruf b Yang dimaksud dengan kapitalisasi cadangan adalah penambahan modal disetor yang berasal dari cadangan.

  • Huruf c Yang dimaksud dengan sumber lainnya tersebut, antara lain, adalah keuntungan revaluasi aset.
  • Ayat (3) Pemisahan kekayaan negara untuk dijadikan penyertaan modal negara ke dalam modal BUMN hanya dapat dilakukan dengan cara penyertaan langsung negara ke dalam modal BUMN tersebut, sehingga setiap penyertaan tersebut perlu ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Ayat (4) Untuk memonitor dan penatausahaan kekayaan negara yang tertanam pada BUMN dan perseroan terbatas, termasuk penambahan dan pengurangan dari kekayaan negara tersebut serta perubahan struktur kepemilikan negara sebagai akibat adanya pengalihan saham milik negara atau penerbitan saham baru yang tidak diambil bagian oleh negara, perlu ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

  • Ayat (5) Penambahan penyertaan dari kapitalisasi cadangan dan sumber lainnya cukup dengan Keputusan RUPS/Menteri dan dilaporkan kepada Menteri Keuangan karena pada prinsipnya kekayaan negara tersebut telah terpisah dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
  • Ayat (6) Peraturan Pemerintah tersebut di antaranya mengatur mekanisme hubungan antara Menteri dengan Menteri Keuangan serta Menteri Teknis sesuai dengan kedudukan dan fungsinya masing-masing, yaitu Menteri Keuangan selaku pengelola keuangan negara, Menteri yang ditunjuk untuk mewakili pemerintah selaku pemegang saham, dan Menteri Teknis selaku regulator.

Pasal 5 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Direksi selaku organ BUMN yang ditugasi melakukan pengurusan tunduk pada semua peraturan yang berlaku terhadap BUMN dan tetap berpegang pada penerapan prinsip-prinsip good corporate governance yang meliputi : a) transparansi, yaitu keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam mengungkapkan informasi material dan relevan mengenai perusahaan; b) kemandirian, yaitu keadaan di mana perusahaan dikelola secara profesional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh/tekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat; c) akuntabilitas, yaitu kejelasan fungsi, pelaksanaan dan pertanggungjawaban Organ sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif; d) pertanggungjawaban, yaitu kesesuaian di dalam pengelolaan perusahaan terhadap peraturan perundang-undangan dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat; e) kewajaran, yaitu kesesuaian di dalam pengelolaan perusahaan terhadap peraturan perundang-undangan dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat.

  1. Pasal 6 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Lihat penjelasan Pasal 5 ayat (3).
  2. Pasal 7 Mengambil keuntungan pribadi artinya menyalahgunakan wewenangnya sebagai anggota Direksi atau Komisaris atau Dewan Pengawas BUMN untuk kepentingan sendiri, kelompok, atau golongan.
  3. Pasal 8 Ayat (1) Maksud dari ketentuan ini adalah untuk menghindari benturan kepentingan antara anggota Direksi atau Komisaris atau Dewan Pengawas dan BUMN yang diurus/diawasi.

Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Pasal 9 Cukup jelas Pasal 10 Ayat (1) Pengkajian yang dimaksud dalam ayat ini untuk menentukan layak tidaknya Persero tersebut didirikan melalui kajian atas perencanaan bisnis dan kemampuan untuk mandiri serta mengembangkan usaha dimasa mendatang.

Pengkajian dalam hal ini, melibatkan Menteri Teknis sepanjang yang menyangkut kebijakan sektoral. Ayat (2) Pelaksanaan pendirian Persero dilakukan oleh Menteri mengingat Menteri merupakan wakil negara selaku pemegang saham pada Persero dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan, Pasal 11 Mengingat Persero pada dasarnya merupakan perseroan terbatas, semua ketentuan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas, termasuk pula segala peraturan pelaksanaannya, berlaku juga bagi Persero.

Pasal 12 Persero sebagai salah satu pelaku ekonomi nasional dituntut untuk dapat memenuhi permintaan pasar melalui penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan berdaya saing kuat baik di pasar dalam negeri maupun internasional. Dengan demikian dapat meningkatkan keuntungan dan nilai Persero yang bersangkutan sehingga akan memberikan manfaat yang optimal bagi pihak-pihak yang terkait.

  • Pasal 13 Cukup jelas Pasal 14 Ayat (1) Bagi Persero yang seluruh modalnya (100%) dimiliki oleh negara, Menteri yang ditunjuk mewakili negara selaku pemegang saham dalam setiap keputusan tertulis yang berhubungan dengan Persero adalah merupakan keputusan RUPS.
  • Bagi Persero dan perseroan terbatas yang sahamnya dimiliki negara kurang dari 100% (seratus persen), Menteri berkedudukan selaku pemegang saham dan keputusannya diambil bersama-sama dengan pemegang saham lainnya dalam RUPS.
You might be interested:  Apa Tujuan Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan?

Ayat (2) Yang dimaksud dengan perorangan adalah seseorang yang menduduki jabatan di bawah Menteri yang secara teknis bertugas membantu Menteri selaku pemegang saham pada Persero yang bersangkutan. Namun demikian, dalam hal dipandang perlu, tidak tertutup kemungkinan kuasa juga dapat diberikan kepada badan hukum sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

  • Ayat (3) Meskipun kedudukan Menteri selaku wakil pemerintah telah dikuasakan kepada perorangan atau badan hukum untuk mewakilinya dalam RUPS, untuk hal-hal tertentu penerima kuasa wajib terlebih dahulu memperoleh persetujuan dari Menteri sebelum hal-hal dimaksud diputuskan dalam RUPS.
  • Hal ini perlu mendapat persetujuan terlebih dahulu dari Menteri mengingat sifatnya yang sangat strategis bagi kelangsungan Persero.

Pasal 15 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Dalam kedudukannya selaku RUPS, pengangkatan dan pemberhentian cukup dilakukan dengan keputusan Menteri. Keputusan Menteri tersebut mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan keputusan yang diambil secara sah dalam RUPS.

Pasal 16 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Mengingat kedudukan Direksi sebagai organ Persero strategis dalam mengurus perusahaan guna mencapai maksud dan tujuan perusahaan untuk mengisi jabatan tersebut diperlukan calon-calon anggota direksi yang mempunyai keahlian, integritas, kejujuran, kepemimpinan, pengalaman, perilaku yang baik, dan dedikasi yang tinggi, serta mempunyai visi pengembangan perusahaan.

Untuk memperoleh calon-calon anggota Direksi yang terbaik, diperlukan seleksi melalui uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) yang dilakukan secara transparan, profesional, mandiri dan dapat dipertanggungjawabkan. Uji kelayakan dan kepatutan tersebut dilakukan oleh suatu tim yang ditunjuk oleh Menteri selaku RUPS dalam hal seluruh sahamnya dimiliki oleh negara, dan ditunjuk oleh Menteri selaku pemegang saham dalam hal sebagian sahamnya dimiliki oleh negara, khusus bagi Direksi yang mewakili unsur pemerintah.

Anggota-anggota tim yang ditunjuk oleh Menteri harus memenuhi kriteria antara lain profesionalitas, pemahaman bidang manajemen dan usaha BUMN yang bersangkutan, tidak memiliki benturan kepentingan (conflict of interest) dengan calon anggota direksi yang bersangkutan dan memiliki integritas serta dedikasi yang tinggi.

Menteri dapat pula menunjuk lembaga profesional yang independen untuk melakukan uji kelayakan dan kepatutan terhadap calon-calon anggota direksi Persero. Ayat (3) Yang dimaksud dengan kontrak manajemen adalah statement of corporate intent (SCI) yang, antara lain, berisikan janji-janji atau pernyataan Direksi untuk memenuhi segala target-target yang ditetapkan oleh pemegang saham.

Ontrak manajemen tersebut diperbaharui setiap tahun untuk disesuaikan dengan kondisi dan perkembangan perusahaan. Ayat (4) Anggota Direksi yang telah menyelesaikan masa jabatannya dapat dipertimbangkan untuk diangkat kembali berdasarkan penilaian kinerja pada periode sebelumnya. Ayat (5) Cukup jelas Pasal 17 Yang dimaksud dengan pemberhentian sewaktu-waktu adalah pemberhentian sebelum masa jabatannya berakhir.

Pemberhentian sewaktu-waktu tersebut dilakukan apabila Direksi antara lain tidak dapat memenuhi kewajibannya yang telah disepakati dalam kontrak manajemen, tidak dapat menjalankan tugasnya dengan baik, melanggar ketentuan anggaran dasar dan/atau peraturan perundang-undangan, dinyatakan bersalah dengan keputusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap, meninggal dunia, dan mengundurkan diri.

Pasal 18 Cukup jelas Pasal 19 Cukup jelas Pasal 20 Sekretaris perusahaan (corporate secretary) berfungsi untuk memastikan bahwa Persero mematuhi peraturan tentang persyaratan keterbukaan sejalan dengan penerapan prinsip-prinsip good corporate governance, memberikan informasi untuk Direksi dan Komisaris secara berkala apabila diminta.

Sekretaris perusahaan harus memenuhi kualifikasi profesionalisme yang memadai. Sekretaris perusahaan diangkat dan diberhentikan oleh Direksi serta bertanggung jawab kepada Direksi. Pasal 21 Ayat (1) Rancangan rencana jangka panjang memuat, antara lain : a.

evaluasi pelaksanaan rencana jangka panjang sebelumnya; b. posisi perusahaan saat ini; c. asumsi-asumsi yang dipakai dalam penyusunan rencana jangka panjang; d. penetapan misi, sasaran, strategi, kebijakan, dan program kerja rencana jangka panjang. Ayat (2) Komisaris sebelum menandatangani rancangan rencana jangka panjang yang disampaikan oleh Direksi, wajib membahas secara bersama-sama dengan Direksi.

Dengan ditandatangani bersama, semua anggota Direksi dan Komisaris bertanggung jawab atas isi rancangan rencana jangka panjang yang dimaksud. Pasal 22 Ayat (1) Rancangan rencana kerja dan anggaran perusahaan memuat antara lain : a. misi Persero, sasaran usaha, strategi usaha, kebijakan perusahaan, dan program kerja/kegiatan; b.

anggaran perusahaan yang dirinci atas setiap anggaran program kerja/kegiatan; c. proyeksi keuangan Persero dan anak perusahaannya; d. hal-hal lain yang memerlukan keputusan RUPS. Ayat (2) Mengingat rencana kerja dan anggaran perusahaan disahkan oleh RUPS, setiap perubahannya juga harus disetujui oleh RUPS, kecuali ditentukan lain dalam keputusan RUPS mengenai pengesahan rencana kerja dan anggaran perusahaan dimaksud.

Pasal 23 Ayat (1) Laporan tahunan memuat antara lain: a. Perhitungan tahunan yang terdiri dari neraca akhir tahun buku yang baru lampau dan perhitungan laba rugi dari tahun buku yang bersangkutan serta penjelasan atas dokumen tersebut; b. Neraca gabungan dari perseroan yang tergabung dalam satu group, disamping neraca dari masing-masing perseroan tersebut; c.

Laporan mengenai keadaan dan jalannya perseroan, serta hasil yang telah tercapai; d. Kegiatan utama perseroan dan perubahan selama tahun buku ; e. Rincian masalah yang timbul selama tahun buku yang mempengaruhi kegiatan perseroan; f. Nama anggota Direksi dan Komisaris; dan g. Gaji dan tunjangan lain bagi anggota Direksi dan honorarium serta tunjangan lain bagi anggota Komisaris.

Ayat (2) Komisaris sebelum menandatangani laporan tahunan yang disampaikan oleh Direksi, wajib membahas secara bersama-sama dengan Direksi. Dengan ditandatangani bersama, semua anggota Direksi dan Komisaris bertanggung jawab atas isi laporan tahunan dimaksud.

  • Ayat (3) Alasan anggota Direksi tidak menandatangani perlu dijelaskan secara tertulis kepada RUPS agar RUPS dapat menggunakannya sebagai salah satu bahan pertimbangan dalam memberikan penilaian terhadap laporan tersebut.
  • Pasal 24 Selain mengatur rencana jangka panjang, rencana kerja dan anggaran perseroan, laporan tahunan dan perhitungan tahunan, dalam keputusan Menteri tersebut, diatur pula antara lain mengenai tingkat kesehatan Persero.

Pasal 25 Larangan perangkapan jabatan tersebut dimaksudkan agar anggota Direksi benar-benar mencurahkan segala tenaga dan pikirannya dan/atau perhatian secara penuh pada tugas, kewajiban dan pencapaian tujuan Persero serta menghindari timbulnya benturan kepentingan.

  • Pasal 26 Yang dimaksud dengan risalah rapat dalam pasal ini adalah risalah rapat Direksi, Komisaris, dan risalah RUPS.
  • Direksi perlu memelihara risalah rapat tersebut karena merupakan dokumen resmi yang memuat hal-hal yang dibicarakan dan diputuskan dalam rapat, serta merupakan bukti yang melatarbelakangi diambilnya suatu tindakan, baik oleh Direksi, Komisaris, maupun pemegang saham dalam pengelolaan perusahaan.

Pembukuan Persero dibuat sesuai dengan standar akuntansi keuangan yang merupakan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku. Setiap perubahan baik yang diakibatkan oleh transaksi maupun oleh kejadian lain dalam Persero yang mempengaruhi aktiva, hutang, modal, biaya, dan pendapatan harus dibukukan atas dasar sistem akuntansi yang dipertanggungjawabkan dan diselenggarakan berdasarkan prinsip-prinsip pengendalian intern, terutama pemisahan fungsi pengurusan, pencatatan, penyimpanan, dan pengawasan.

  1. Pasal 27 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Lihat penjelasan Pasal 15 ayat (2).
  2. Pasal 28 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Yang dimaksud dengan bertindak secara independen adalah bahwa Komisaris tidak boleh mempunyai kepentingan yang dapat mengganggu kemampuannya untuk melaksanakan tugasnya secara mandiri dan kritis dalam hubungan satu sama lain dan terhadap Direksi.

Ayat (3) Lihat penjelasan Pasal 16 ayat (4). Ayat (4) Cukup jelas Ayat (5) Pengangkatan anggota Komisaris yang tidak bersamaan dengan anggota Direksi dimaksudkan agar tidak terjadi kekosongan jabatan apabila anggota Komisaris atau anggota Direksi telah berakhir masa jabatannya kecuali pengangkatan yang pertama kali untuk pendirian Persero.

Pasal 29 Lihat penjelasan Pasal 17. Pasal 30 Cukup jelas Pasal 31 Komisaris dalam melakukan tugasnya berkewajiban : a. memberikan pendapat dan saran kepada RUPS mengenai rencana kerja dan anggaran perusahaan yang diusulkan Direksi; b. mengikuti perkembangan kegiatan Persero, memberikan pendapat dan saran kepada RUPS mengenai setiap masalah yang dianggap penting bagi pengurusan Persero; c.

melaporkan dengan segera kepada pemegang saham apabila terjadi gejala menurunnya kinerja Persero; d. memberikan nasihat kepada Direksi dalam melaksanakan pengurusan Persero; e. melakukan tugas pengawasan lain yang ditetapkan anggaran dasar Persero dan/ atau berdasarkan keputusan RUPS.

  • Selain itu, agar Komisaris dapat melaksanakan tugasnya dengan baik sesuai dengan tugas dan fungsinya, Komisaris mempunyai wewenang sebagai berikut : a.
  • Melihat buku-buku, surat-surat, serta dokumen-dokumen lainnya, memeriksa kas untuk keperluan verifikasi dan memeriksa kekayaan Persero; b.
  • Memasuki pekarangan, gedung, dan kantor yang dipergunakan oleh Persero; c.

meminta penjelasan dari Direksi dan/atau pejabat lainnya mengenai segala persoalan yang menyangkut pengelolaan Persero; d. meminta Direksi dan/atau pejabat lainnya dengan sepengetahuan Direksi untuk menghadiri rapat Komisaris; e. menghadiri rapat Direksi dan memberikan pandangan-pandangan terhadap hal-hal yang dibicarakan; f.

  • Memberhentikan sementara Direksi, dengan menyebutkan alasannya; g.
  • Wewenang lain yang dianggap perlu sebagaimana diatur dalam anggaran dasar Persero.
  • Pasal 32 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Ketentuan ini memberi wewenang kepada Komisaris untuk melakukan pengurusan Persero yang sebenarnya hanya dapat dilakukan oleh Direksi dalam hal Direksi tidak ada.

Apabila ada Direksi, Komisaris hanya dapat melakukan tindakan tertentu yang ditentukan oleh RUPS dalam anggaran dasar dan peraturan perundang-undangan, Pasal 33 Larangan perangkapan jabatan tersebut dimaksudkan agar anggota Komisaris benar-benar mencurahkan segala tenaga dan pikirannya dan/atau perhatian secara penuh pada tugas, kewajiban dan pencapaian tujuan Persero serta menghindari timbulnya benturan kepentingan.

  • Pasal 34 Cukup jelas Pasal 35 Ayat (1) Pendirian Perum harus memenuhi kriteria antara lain sebagai berikut : a.
  • Bidang usaha atau kegiatannya berkaitan dengan kepentingan orang banyak; b.
  • Didirikan tidak semata-mata untuk mengejar keuntungan (cost effectiveness/cost recovery); c.
  • Berdasarkan pengkajian memenuhi persyaratan ekonomis yang diperlukan bagi berdirinya suatu badan usaha (mandiri).

Pengusulan pendirian Perum kepada Presiden oleh Menteri, dapat dilakukan atas inisiatif Menteri dan dapat pula atas inisiatif dari Menteri Teknis dan/atau dari Menteri Keuangan sepanjang memenuhi kriteria tersebut di atas. Selanjutnya lihat pula penjelasan Pasal 10 ayat (1).

  1. Ayat (2) Peraturan Pemerintah ini memuat antara lain : a.
  2. Penetapan pendirian Perum; b.
  3. Penetapan besarnya kekayaan Negara yang dipisahkan; c.
  4. Anggaran dasar; d.
  5. Penunjukan Menteri selaku wakil pemerintah sebagai pemilik modal.
  6. Ayat (3) Peraturan Pemerintah ini, antara lain, mengatur mengenai hubungan antara Menteri, Menteri Keuangan dan Menteri Teknis dalam hal pendirian, pembinaan, pengurusan dan pengawasan Perum.

Pasal 36 Ayat (1) Perum dibedakan dengan Perusahaan Perseroan karena sifat usahanya. Perum dalam usahanya lebih berat pada pelayanan demi kemanfaatan umum, baik pelayanan maupun penyediaan barang dan jasa. Namun demikian, sebagai badan usaha diupayakan untuk tetap mandiri dan untuk itu Perum perlu mendapat laba agar dapat hidup berkelanjutan.

Ayat (2) Yang dimaksud dengan penyertaan modal dalam ayat ini adalah penyertaan langsung Perum dalam kepemilikan saham pada badan usaha yang berbentuk perseroan terbatas, baik yang sudah berdiri maupun yang akan didirikan. Pasal 37 Kedudukan Menteri adalah sebagai organ yang memegang kekuasaan tertinggi dalam Perum yang mempunyai segala wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan Pengawas dalam batas yang ditentukan dalam Undang-undang ini dan/atau Peraturan Pemerintah tentang Pendiriannya.

Pasal 38 Menteri selaku wakil pemerintah sebagai pemilik modal Perum menetapkan kebijakan pengembangan Perum yang bertujuan menetapkan arah dalam mencapai tujuan perusahaan baik menyangkut kebijakan investasi, pembiayaan usaha, sumber pembiayaannya, penggunaan hasil usaha perusahaan, dan kebijakan pengembangan lainnya.

Mengingat Dewan Pengawas akan mengawasi pelaksanaan kebijakan tersebut, usulan Direksi kepada Menteri harus didahului dengan persetujuan dari Dewan Pengawas. Menteri sangat berkepentingan dengan modal Negara yang tertanam dalam Perum untuk dapat dikembangkan. Untuk itu masalah investasi, pembiayaan serta pemanfaatan hasil usaha Perum perlu diarahkan dengan jelas dalam suatu kebijakan pengembangan perusahaan.

Dalam rangka memberikan persetujuan atas usul Direksi tersebut, Menteri dapat mengadakan pembicaraan sewaktu-waktu dengan Menteri Teknis untuk membicarakan hal-hal yang berkaitan dengan kebijakan sektoral. Pasal 39 Mengingat modal Perum pada dasarnya merupakan kekayaan negara yang telah dipisahkan, pemilik modal hanya bertanggungjawab sebesar nilai penyertaan yang disetorkan dan tidak meliputi harta kekayaan negara di luar modal tersebut.

  1. Jika terjadi tindakan di luar mekanisme korporasi sebagaimana diatur dalam pasal ini, tanggungjawab secara terbatas tersebut menjadi hilang.
  2. Pasal 40 Keputusan Menteri tersebut mengatur, antara lain, tindakan-tindakan Direksi yang perlu mendapat persetujuan Dewan Pengawas dan/atau perlu mendapat persetujuan Menteri, yang meliputi, antara lain, persetujuan untuk : a.

penarikan pinjaman; b. pemberian pinjaman; c. pelepasan aktiva; d. penghapusan piutang macet dan persediaan barang. Pasal 41 Ayat (1) Peraturan Pemerintah tentang Pendirian Perum, selain menetapkan pendirian Perum, juga sekaligus menetapkan keputusan untuk melakukan penyertaan modal negara ke dalam Perum dan anggaran dasar Perum yang bersangkutan.

Anggaran dasar Perum memuat antara lain : a. nama dan tempat kedudukan Perum; b. maksud dan tujuan serta kegiatan usaha Perum; c. jangka waktu berdirinya Perum; d. susunan dan jumlah anggota Direksi dan jumlah anggota Dewan Pengawas; dan e. penetapan tata cara penyelenggaraan rapat Direksi, rapat Dewan Pengawas, rapat Direksi dan/atau Dewan Pengawas dengan Menteri dan Menteri Teknis.

Ayat (2) Karena Peraturan Pemerintah tentang Pendirian Perum sekaligus memuat anggaran dasar Perum, setiap perubahan anggaran dasar Perum ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Ayat (3) Cukup jelas Pasal 42 Cukup jelas Pasal 43 Berdasarkan ketentuan ini, Menteri dapat menetapkan bahwa sebagian atau seluruh laba bersih akan digunakan untuk pembagian dividen kepada pemilik modal, atau pembagian lain seperti tansiem (tantiem) untuk Direksi dan Dewan Pengawas, bonus untuk karyawan, cadangan dana sosial dan lain-lain, atau penempatan laba bersih tersebut dalam cadangan Perum yang antara lain diperuntukkan bagi perluasan usaha Perum.

Pasal 44 Dalam rangka pengangkatan Direksi, Menteri dapat meminta masukan dari Menteri Teknis apabila dipandang perlu. Pasal 45 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Mengingat kedudukan Direksi sebagai organ Perum strategis dalam mengurus perusahaan guna mencapai maksud dan tujuan perusahaan untuk mengisi jabatan tersebut diperlukan calon-calon anggota Direksi yang mempunyai keahlian, integritas, kejujuran, kepemimpinan, pengalaman, perilaku yang baik, dan dedikasi yang tinggi, serta mempunyai visi pengembangan perusahaan.

Untuk memperoleh calon-calon anggota Direksi yang terbaik, diperlukan seleksi melalui uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) yang dilakukan secara transparan, profesional, mandiri dan dapat dipertanggungjawabkan. Uji kelayakan dan kepatutan tersebut dilakukan oleh suatu tim yang ditunjuk oleh Menteri.

Anggota-anggota tim yang ditunjuk oleh Menteri harus memenuhi kriteria antara lain profesionalitas, pemahaman bidang manajemen dan usaha BUMN yang bersangkutan, tidak memiliki benturan kepentingan (conflict of interest) dengan calon anggota Direksi yang bersangkutan, dan memiliki integritas, serta dedikasi yang tinggi.

Menteri dapat pula menunjuk lembaga profesional yang independen untuk melakukan uji kelayakan dan kepatutan terhadap calon-calon anggota direksi Perum. Ayat (4) Lihat penjelasan Pasal 16 ayat (3). Ayat (5) Lihat penjelasan Pasal 16 ayat (4). Ayat (6) Cukup jelas Pasal 46 Yang dimaksud dengan pemberhentian sewaktu-waktu adalah pemberhentian sebelum masa jabatannya berakhir.

Pemberhentian sewaktu-waktu tersebut dilakukan apabila Direksi antara lain tidak dapat memenuhi kewajibannya yang telah disepakati dalam kontrak manajemen, tidak dapat menjalankan tugasnya dengan baik, melanggar ketentuan anggaran dasar dan/atau peraturan perundang-undangan, dinyatakan bersalah dengan keputusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap, meninggal dunia, dan mengundurkan diri.

You might be interested:  Tuliskan Hal-Hal Yang Harus Dilakukan Sebelum Menyusun Hasil Laporan Keuangan?

Pasal 47 Cukup jelas Pasal 48 Cukup jelas Pasal 49 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Dewan Pengawas sebelum menandatangani rancangan rencana jangka panjang yang disampaikan oleh Direksi, wajib membahas secara bersama-sama dengan Direksi. Dengan ditandatangani bersama, semua anggota Direksi dan Dewan Pengawas bertanggung jawab atas isi rancangan rencana jangka panjang yang dimaksud.

Pasal 50 Lihat penjelasan Pasal 22 ayat (1) dan ayat (2). Pasal 51 Ayat (1) Lihat penjelasan Pasal 23 ayat (1). Ayat (2) Lihat penjelasan Pasal 23 ayat (2). Ayat (3) Lihat penjelasan Pasal 23 ayat (3). Pasal 52 Lihat penjelasan Pasal 24. Pasal 53 Lihat penjelasan Pasal 25. Pasal 54 Lihat penjelasan Pasal 26.

Pasal 55 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Kesalahan atau kelalaian Direksi yang dimaksud dalam ayat ini adalah kesalahan atau kelalaian yang dilakukan misalnya karena melanggar ketentuan anggaran dasar Perum atau ketentuan yang telah digariskan oleh Dewan Pengawas dan Menteri serta telah terbukti secara sah.

Dalam hal ini proses pembuktiannya dilakukan oleh Menteri beserta aparatnya. Namun bersalah atau tidaknya anggota Direksi yang bersangkutan ditetapkan berdasarkan keputusan pengadilan yang berwenang. Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Cukup jelas Pasal 56 Anggota Dewan Pengawas dapat terdiri dari unsur-unsur pejabat Menteri Teknis, Menteri Keuangan, Menteri dan pejabat departemen/lembaga non departemen yang kegiatannya berhubungan langsung dengan Perum.

Lihat pula penjelasan pasal 44. Pasal 57 Ayat (1) dan (2) Cukup jelas Ayat (3) Lihat penjelasan Pasal 28 ayat (2). Ayat (4) Lihat Pasal 16 ayat (4). Ayat (5) Cukup jelas Ayat (6) Lihat penjelasan Pasal 28 ayat (5). Pasal 58 Yang dimaksud dengan pemberhentian sewaktu-waktu adalah pemberhentian sebelum masa jabatannya berakhir.

Pemberhentian sewaktu-waktu tersebut dilakukan apabila Dewan Pengawas antara lain tidak dapat memenuhi kewajibannya yang telah disepakati dalam kontrak manajemen, tidak dapat menjalankan tugasnya dengan baik, melanggar ketentuan anggaran dasar dan/atau peraturan perundang-undangan, dinyatakan bersalah dengan keputusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap, meninggal dunia, dan mengundurkan diri.

Pasal 59 Cukup jelas Pasal 60 Lihat penjelasan Pasal 31. Pasal 61 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Lihat penjelasan Pasal 32 ayat (2). Tindakan untuk melakukan penggabungan, peleburan, pengambilalihan dan pembubaran BUMN akan berakibat langsung kepada kepentingan BUMN, pemegang saham, pihak ketiga, dan karyawan BUMN.

Pada dasarnya dengan melakukan tindakan-tindakan tersebut, diharapkan BUMN yang dipertahankan dan yang baru dibentuk akan menjadi lebih baik. Kepentingan pemegang saham tidak bisa dirugikan, demikian juga halnya pihak ketiga, perlu diberitahu sebelumnya sehingga hak-hak mereka dapat diselesaikan secara memadai.

Adapun mengenai karyawan yang merupakan aset BUMN itu sendiri diupayakan agar mereka tidak akan dikenakan pemutusan hubungan kerja (PHK) atau apabila harus terjadi PHK. PHK adalah pilihan yang terakhir dan harus diselesaikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

  • Oleh karena itu, sebelum tindakan-tindakan tersebut di atas dilakukan, Direksi BUMN yang akan melakukan penggabungan, peleburan, pengambilalihan, dan pembubaran tersebut perlu mensosialisasikannya terlebih dahulu kepada karyawannya masing-masing.
  • Sebagaimana mandat yang diberikan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat, pemerintah berkewajiban untuk menyehatkan badan usaha, terutama yang usahanya berkaitan dengan kepentingan umum.

Upaya penyehatan badan usaha ini dapat dilaksanakan melalui restrukturisasi agar perusahaan dapat beroperasi secara lebih efisien, transparan dan profesional sehingga badan usaha dapat memberikan produk/layanan terbaik dengan harga yang kompetitif kepada konsumen, serta memberikan manfaat kepada negara.

  • Sebelum melaksanakan restrukturisasi, pemerintah akan mempertimbangkan asas biaya dan manfaat dari restrukturisasi tersebut.
  • Restrukturisasi sektoral terutama ditujukan kepada sektor-sektor yang mendapat proteksi di masa lalu atau terdapat monopoli alamiah.
  • Restrukturisasi sektoral dimaksudkan untuk menciptakan iklim usaha yang sehat, sehingga terjadi kompetisi yang sehat, efisiensi, dan pelayanan yang optimal.

Restrukturisasi industri tersebut berkaitan dengan pengaturan usaha (regulasi). Pembenahan dan penataan regulasi dilaksanakan bersama-sama dengan departemen terkait. Restrukturisasi sektor dapat dilaksanakan melalui cara-cara berikut: memisahkan segmen-segmen dalam sektor untuk mengurangi integrasi vertikal sektor, peningkatan kompetisi, introduksi persaingan dari industri substitusi, pemasok lain dalam sektor yang sama, dan peningkatan persaingan pasar, serta demonopolisasi melalui regulasi.

  1. Untuk perusahaan-perusahaan yang memiliki kewajiban pelayanan publik, perusahaan-perusahaan ini masih dalam proses restrukturisasi.
  2. Dengan tidak mengabaikan kepentingan publik, perusahaan akan menerapkan prinsip-prinsip usaha untuk lebih meningkatkan efisiensi dan produktivitas perusahaan.
  3. Upaya ini untuk memperjelas berapa tingkat subsidi pemerintah terhadap biaya pelayanan masyarakat tersebut.

Dengan dilakukannya privatisasi diharapkan akan terjadi perubahan atas budaya perusahaan sebagai akibat dari masuknya pemegang saham baru, baik melalui penawaran umum (go public) ataupun melalui penyertaan langsung (direct placement). Perusahaan akan dihadapkan pada kewajiban pemenuhan persyaratan-persyaratan keterbukaan (disclosure) yang merupakan persyaratan utama dari suatu proses go public, atau adanya sasaran-sasaran perusahaan yang harus dicapai sebagai akibat masuknya pemegang saham baru.

Budaya perusahaan yang berubah tersebut akan dapat mendorong peningkatan kinerja perusahaan yang selanjutnya akan dapat mempertinggi daya saing perusahaan dalam berkompetisi dengan pesaing-pesaing, baik nasional, regional, bahkan global sehingga pada akhirnya akan dapat memberikan kontribusi yang lebih besar terhadap perekonomian nasional dalam bentuk barang dan jasa yang semakin berkualitas dan terjangkau harganya, serta penerimaan negara dalam bentuk pajak yang akan semakin besar pula.

Dengan demikian maksud dan tujuan privatisasi pada dasarnya adalah untuk meningkatkan peran Persero dalam upaya meningkatkan kesejahteraan umum dengan memperluas kepemilikan masyarakat atas Persero, serta untuk menunjang stabilitas perekonomian nasional.

Ayat (1) Yang dimaksud dengan industri/sektor usaha kompetitif adalah industri/sektor usaha yang pada dasarnya dapat diusahakan oleh siapa saja, baik BUMN maupun swasta. Dengan kata lain tidak ada peraturan perundang-undangan (kebijakan sektoral) yang melarang swasta melakukan kegiatan di sektor tersebut, atau tegasnya sektor tersebut tidak semata-mata dikhususkan untuk BUMN.

Yang dimaksud dengan industri/sektor usaha yang unsur teknologi cepat berubah adalah industri/sektor usaha kompetitif dengan ciri utama terjadinya perubahan teknologi yang sangat cepat dan memerlukan investasi yang sangat besar untuk mengganti teknologinya.

  1. Ayat (2) Cukup jelas Pasal 80 Cukup jelas Pasal 81 Dalam rangka melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam pasal ini, Menteri mengambil langkah-langkah antara lain sebagai berikut : a.
  2. Menetapkan BUMN yang akan diprivatisasi; b.
  3. Menetapkan metode privatisasi yang akan digunakan; c.
  4. Menetapkan jenis serta rentangan jumlah saham yang akan dilepas; d.

menetapkan rentangan harga jual saham; e. menyiapkan perkiraan nilai yang dapat diperoleh dari program privatisasi suatu BUMN. Ayat (1) Dengan status kepegawaian BUMN seperti ini, bagi BUMN tidak berlaku segala ketentuan eselonisasi jabatan yang berlaku bagi pegawai negeri.

Apakah Persero termasuk BUMN?

Badan Usaha Milik Negara: Perusahaan Perseroan (Persero) dan Perusahaan Umum (Perum) Penulis : Erick Makmur Pengertian BUMN (yang selanjutnya disebut BUMN) berdasarkan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (yang selanjutnya disebut UU BUMN) adalah suatu badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisah.

Perlu diketahui bahwa BUMN terdiri dari dua jenis, BUMN Berdasarkan Pasal 9 UU BUMN dapat berupa (a) Perseroan (yang selanjutnya disebut Persero) dan (b) Perusahaan Umum (yang selanjutnya disebut Perum). Namun masih banyak masyarakat yang mengira bahwa BUMN adalah satu. Hal ini yang ingin ditekankan oleh penulis kepada masyarakat agar tidak salah dan lebih paham dengan konsep BUMN berdasarkan UU BUMN.

Hal pertama yang akan dibahas adalah perseroan. Pasal 1 angka 2 UU BUMN, Perseroan adalah BUMN yang berbentuk Perseroan Terbatas (PT) yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruh atau paling sedikit 51% (lima puluh satu persen) sahamnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia yang tujuan utamanya mengejar keuntungan.

  • Perusahaan Persero tersebut juga dapat menjadi “Terbuka” yang artinya Persero BUMN yang modal dan jumlah pemegang sahamnya memenuhi kriteria untuk melakukan penawaran umum dalam bidang pasar modal.
  • Contoh dari perusahaan Persero adalah PT Pertamina, PT Kimia Farma Terbuka (Tbk.), PT Telekomunikasi Indonesia Tbk.

(Telkom), PT Garuda Indonesia Tbk. dan sebagainya. Hal kedua, Berdasarkan Pasal 1 angka 4 UU BUMN, Perum adalah BUMN yang seluruh modalnya dimiliki oleh Negara dan tidak terbagi atas saham, yang tujuannya untuk kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan sekaligus mengejar keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan.

Contoh dari Perum yang ada di Indonesia adalah Perum Damri, Perum Bulog, Perum Jasatirta, Perum Percetakan Uang Republik Indonesia (Peruri), Perum Pegadaian dan sebagainya. Tujuan utama dari Perum meliputi melayani kepentingan masyarakat yang umum dan modalnya tidak terbagi atas saham yang hanya dimiliki oleh Negara seorang diri.

Sebagai kesimpulan, BUMN terbagi atas menjadi dua, yaitu Persero dan Perum. BUMN dapat berupa Persero dan Perum. Selanjutnya, Persero dan Perum memiliki perbedaan yang signifikan mulai dari struktur kepemilikan saham hingga tujuan masing-masing dibentuknya Persero dan Perum berbeda.

Kepemilikan Perum seluruhnya dimiliki oleh Negara tidak seperti Persero yang memungkinkan masyarakat atau pihak selain Negara untuk memiliki saham perusahaan tersebut. Selanjutnya tujuan utama Perum dibuat khusus sebagai pelayan masyarakat umum berbeda dengan Persero yang dibuat mengutamakan keuntungan.

Namun, perbedaan ini bukan menjadi penghambat dari fungsi dan peranan dari BUMN yang diamanatkan dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang meliputi untuk memajukan kesejahteraan masyarakat umum dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat di Indonesia.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 70, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4297).

Referensi: Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, https://berkas.dpr.go.id/puskajianggaran/kamus/file/kamus-240.pdf (diakses pada 2 Desember 2020). I Made Asu Dana Yoga Arta, Status Kepemilikan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Persero Setelah Dikuasai Oleh Pihak Swasta, Jurnal IUS, Volume 5-Nomor 2, Agustus 2017, halaman 180-181.

Suatu bentuk badan usaha dimana modal usaha yang digunakan seluruhnya merupakan milik negara dan dipimpin oleh Direktur Utama adalah?

Lihat pula –

  • Jenis badan usaha – daftar jenis badan usaha di dunia
  • BUMN
  • Daftar Badan Usaha Milik Negara Indonesia
  • Badan Usaha Milik Desa

Jelaskan apa yang dimaksud dengan badan usaha?

Pengertian, Macam dan Bentuk Badan Usaha di Indonesia – Badan usaha adalah suatu kesatuan organisasi dan ekonomis yang mempunyai tujuan untuk memperoleh laba atau keuntungan dan memberikan layanan pada masyarakat. Bentuk-bentuk badan usaha di Indonesia bermacam-macam.

Bagi yang belum mengetahui apa itu badan usaha, pasti sering menyamakan badan usaha dengan perusahaan, walaupun kenyataanya sangatlah berbeda. Perbedaan utamanya badan usaha merupakan suatu lembaga, sedangkan perusahaan merupakan tempat dimana badan usaha tersebut mengelola berbagai macam faktor produksi.

Berikut penjelasan lebih lengkapnya mengenai definisi, dan ragam badan usaha di Indonesia, Grameds:

BUMN itu apa sih?

Badan Usaha Milik Negara (BUMN) –

  • Badan Usaha Milik Negara atau yang lebih dikenal dengan BUMN merupakan Perusahaan Perseroan di bidang perekonomian nasional yang berdasarkan demokrasi ekonomi.
  • BUMN berperan penting dalam penyelenggaraan perekonomian nasional demi mewujudkan kesejahteraan masyarakat.
  • Saat ini Kementerian BUMN dipimpin oleh Menteri BUMN, Erick Thohir dengan kedua wakilnya, yaitu Pahala Nugraha Mansury dan Kartika Wirjoatmodjo.
  • Terkait dengan modal BUMN, sebagian besar modalnya berasal dari kekayaan negara yang sudah dipisahkan.
  • Untuk perusahaan persero BUMN, modal terbagi dalam saham yang seluruhnya atau paling sedikit 51% sahamnya dimiliki oleh Negara yang bertujuan memperoleh keuntungan.
  • Sedangkan perusahaan umum (perum) BUMN, keseluruhan modal dimiliki oleh negara dan tidak terbagi atas saham.
  • Hal tersebut bertujuan agar bermanfaat bagi umum sekaligus memperoleh keuntungan sesuai prinsip pengelolaan perusahaan, seperti dijelaskan dalam berkas resmi miliki Dewan Perwakilan Rakyat.

Berapa gaji BUMN pertamina?

Pertamina – Pertamina (Sumber: pertamina.com) Gaji untuk para staf Pertamina berkisar Rp 4 – Rp 7 juta. Untuk level administrasi sampai engineer ada di kisaran Rp 19 – Rp 22 juta. Sementara, untuk Site Engineer ada di rentan Rp 30 – Rp 33 juta, Drilling Supervisor mencapai Rp 55 juta.

Perlu kamu tahu, estimasi gaji yang diberikan Pertamina untuk fresh graduate ada dalam kisaran Rp 4 juta hingga Rp 8 Juta. Namun perlu dicatat, besaran gaji ini belum termasuk benefit lainnya. Misalnya, seperti dana pensiun, kendaraan dinas, rumah dinas, tunjangan kesehatan, sampai bonus. Civitas INSTIKI, kampus swasta terbaik di Bali! Setelah lulus dari INSTIKI, kamu mau kerja di mana nih? Perusahaan-perusahaan di atas bisa menjadi pilihan terbaik untuk karir cemerlang.

Untuk informasi lebih lengkap tentang BUMN di atas, kamu dapat mencari informasi lebih detail melalui website resmi mereka! Buat kamu yang baru lulus SMA tapi sudah punya impian pengen kerja di BUMN, yuk tingkatkan skill mumpuni di kampus IT terbaik di Bali yakni di Institut Bisnis dan Teknologi Indonesia (INSTIKI).

Pertamina itu milik siapa?

Pertamina adalah perusahaan energi nasional yang 100% kepemilikan sahamnya dimiliki oleh Pemerintah Republik Indonesia, melalui Kementerian Negara Badan Usaha Milik Negara (BUMN) selaku Kuasa Pemegang Saham. Sebagai perusahaan milik negara, Dewan Komisaris dan Direksi ditunjuk langsung oleh Pemerintah Republik Indonesia, melalui Kuasa Pemegang Saham.

Apa jenis usaha ekonomi yang dimiliki oleh negara?

BUMN merupakan badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara. Maka, jawaban yang tepat adalah BUMN (Badan Usaha Milik Negara). – BUMN merupakan badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara.

Apa Perbedaan PT dan CV?

Berdasarkan bentuk usaha badan hukum, Perseroan Terbatas ( PT ) memiliki badan hukum yang dapat digunakan untuk usaha kecil, menengah, atau besar. Sedangkan Commanditaire Vennootschap ( CV ) tidak berbentuk badan hukum, maka dari itu tidak ada peraturan tertentu yang menjadi dasar hukumnya.

Apa perbedaan antara CV atau PT dan BUMN?

Badan Usaha Milik Negara – Untuk badan hukum yang satu ini perbedaannya dengan badan usaha lainnya sangat jelas. Lalu apa perbedaan antara CV PT dan BUMN? Tentu saja perbedaan mendasar yang paling besar adalah kepemilikannya. Perseroan Terbatas dan juga CV adalah badan usaha yang dimiliki secara pribadi oleh seseorang atau kelompok, beda dengan BUMN yang merupakan aset dari negara.

PT itu singkatan dari apa?

Dalam membangun sebuah bisnis, para pengusaha diwajibkan untuk memiliki legalitas. Badan usaha itu harus berbentuk CV atau PT, Perbedaan CV dan PT dan pengertian pun sebenarnya tak berbeda jauh. PT merupakan singkatan dari perseroan terbatas, sementara CV merupakan singkatan dari venootschap.

Dasar hukumnya, PT diatur dalam UU Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang diubah dalam UU Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja. PT ialah badan hukum yang menjalankan usaha dan memiliki saham. Pemilik saham paling sedikit adalah dua orang. Pemegang saham dalam sebuah PT memiliki kewajiban terbatas dan bisa menjadikannya sebagai perusahaan publik.

Sementara itu, CV tidak memiliki dasar hukum tertentu. Bentuk usaha ini adalah warisan kolonial yang kerap dipilih oleh industri kecil karena regulasi yang relatif lebih mudah. CV merupakan persekutuan perseorangan terbatas di Indonesia. Bisnis ini bisa didirikan oleh seluruh warga negara tanpa dasar hukum yang mengikat.

You might be interested:  Official Assessment System Adalah Penetapan Pajak Yang Dilakukan Oleh?

Dari pengertian ini PT dan CV memiliki syarat pendirian yang berbeda. PT harus didirikan oleh minimal dua orang warga negara Indonesia (WNI) yang keduanya sama-sama memiliki bagian saham. Namun, dalam peraturan terpisah tentang penanaman modal asing (PMA), warga negara asing juga diperbolehkan berstatus sebagai pendiri.

Pendirian PT harus disahkan dengan akta notaris yang ditulis dalam bahasa Indonesia. Kemudian PT juga harus mendapatkan pengesahan dari Kementerian Hukum dan HAM agar diakui sebagai badan hukum yang legal. Berbeda dengan PT, CV didirikan oleh minimal dua orang namun tidak diperbolehkan untuk melibatkan warga negara asing (WNA).

Pendirian juga dilakukan dalam bentuk akta notaris yang ditulis dalam bahasa Indonesia. Kendati tidak mendapatkan dokumen pengesahan dari Kementerian Hukum dan HAM, pendirian CV juga harus didaftarkan dalam Sistem Administrasi Badan Usaha Kementerian Hukum dan HAM. Dari segi penamaan, nama PT harus unik.

Nama ini tidak boleh menyamai nama PT yang sudah pernah didirikan sebelumnya. Kebijakan ini berbeda dengan CV yang tidak memiliki nama khusus dalam pendirian.

BUMN di Indonesia ada berapa?

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas Logo BUMN untuk Indonesia per 1 Juli 2020, digunakan untuk menggantikan logo BUMN Hadir untuk Negeri yang digunakan sejak tahun 2015. Berikut adalah daftar Badan Usaha Milik Negara Indonesia, Per Mei 2022 mengutip laman resmi BUMN, terdapat 72 perusahaan yang terdaftar sebagai BUMN di Indonesia,

Darimana modal BUMN dan BUMD?

Perbedaan dan Persamaan BUMN dan BUMD – Ok, sampe sini kita rangkum dulu yuk, dari yang kita udah bahas tadi. Keduanya, baik BUMN dan BUMD, punya konsep yang sama, gengs. Yaitu badan usaha yang seluruh atau sebagian modalnya dimiliki oleh pemerintah. Nah, bedanya di sini.

Alau BUMN itu modalnya dari pemerintah pusat, BUMD dari pemerintah daerah. Nangkep, yah? Segitu banyaknya BUMN dan BUMD, kira-kira apa sih tujuan pemerintah mendirikan BUMN dan BUMD? Sebenarnya tujuan pemerintah mendirikan BUMN dan BUMD sama. Keduanya harus mengejar keuntungan atau laba, menyediakan barang dan jasa untuk kepentingan orang banyak, dan yang terakhir menjadi perintis kegiatan usaha.

Namun, perbedaan tujuan ada di ranahnya. Kalau BUMN untuk negara, sedangkan BUMD ya, untuk daerahnya masing-masing. Kita lanjut ke contoh soal yuk, biar makin paham soal BUMN dan BUMD ini.

BUMN adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki negara apakah yang dimaksud dengan Perusahaan Umum?

Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Pasal 4 ayat (6) Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, maka perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Tata Cara Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara pada Badan Usaha Milik Negara dan Perseroan Terbatas; Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas (Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 13, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3587); 3. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4286); 4. Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 70, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4297); MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG TATA CARA PENYERTAAN DAN PENATAUSAHAAN MODAL NEGARA PADA BADAN USAHA MILIK NEGARA DAN PERSEROAN TERBATAS. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini, yang dimaksud dengan : 1. Badan Usaha Milik Negara, yang selanjutnya disebut BUMN, adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. 2. Perusahaan Perseroan, yang selanjutnya disebut Persero, adalah BUMN yang berbentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruh atau paling sedikit 51% (lima puluh satu persen) sahamnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia yang tujuan utamanya mengejar keuntungan. 3. Perusahaan Umum, yang selanjutnya disebut Perum, adalah BUMN yang seluruh modalnya dimiliki negara dan tidak terbagi atas saham, yang bertujuan untuk kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan sekaligus mengejar keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan. 4. Perseroan Terbatas adalah perseroan terbatas yang tidak termasuk Persero. 5. Menteri adalah menteri yang ditunjuk dan/atau diberi kuasa untuk mewakili Pemerintah selaku rapat umum pemegang saham (RUPS) dalam hal seluruh modal Persero dimiliki negara dan sebagai pemegang saham pada Persero dalam hal sebagian modal Persero dimiliki oleh negara, serta sebagai pemilik modal pada Perum dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan. 6. Menteri Teknis adalah menteri yang mempunyai kewenangan mengatur kebijakan sektor tempat Persero melakukan kegiatan usaha. 7. Penyertaan Modal Negara adalah pemisahan kekayaan negara dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau penetapan cadangan perusahaan atau sumber lain untuk dijadikan sebagai modal BUMN dan/atau Perseroan Terbatas lainnya, dan dikelola secara korporasi. 8. Penatausahaan adalah pencatatan dalam rangka pengadministrasian untuk mengetahui besarnya penyertaan negara dalam BUMN dan Perseroan Terbatas. Pasal 2 (1) Penyertaan Modal Negara ke dalam BUMN dan Perseroan Terhatas bersumber dari : a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara; b. kapitalisasi cadangan; dan/atau c. sumber lainnya. (2) Sumber yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a adalah : a. dana segar; b. proyek-proyek yang dibiayai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara; c. piutang negara pada BUMN atau Perseroan Terbatas; dan/atau d. aset-aset negara lainnya. (3) Sumber yang berasal dari sumber lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c berupa : a. keuntungan revaluasi aset; dan/atau b. agio saham. Pasal 3 (1) Setiap Penyertaan Modal Negara atau penambahan Penyertaan Modal Negara ke dalam BUMN dan Perseroan Terbatas yang dananya berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a ditetapkan dengan peraturan pemerintah. (2) Setiap penambahan Penyertaan Modal Negara ke dalam BUMN dan Perseroan Terbatas yang berasal dari kapitalisasi cadangan dan sumber lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b dan huruf c ditetapkan dengan keputusan RUPS untuk Persero dan Perseroan Terbatas, dan keputusan Menteri untuk Perum. Pasal 4 Setiap Penyertaan dan penambahan Penyertaan Modal Negara yang dananya berasal dari APBN dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang keuangan negara. Pasal 5 Negara dapat melakukan penyertaan modal untuk : a. Pendirian BUMN atau Perseroan Terbatas; b. Penyertaan Modal Negara pada Perseroan Terbatas yang di dalamnya belum terdapat saham milik Negara; atau c. Penambahan Penyertaan Modal Negara pada BUMN atau Perseroan Terbatas yang di dalamnya telah terdapat saham milik Negara. Pasal 6 Penyertaan modal ke dalam Perseroan Terbatas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf b, dilakukan dalam keadaan tertentu untuk menyelamatkan perekonomian nasional. Pasal 7 Penambahan penyertaan modal Negara ke dalam suatu BUMN dan Perseroan Terbatas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf c dilakukan dalam rangka : a. memperbaiki struktur permodalan BUMN dan Perseroan terbatas; dan/atau b. meningkatkan kapasitas usaha BUMN dan Perseroan Terbatas. Pasal 8 Penyertaan Modal Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a dan b, dan penambahan Penyertaan Modal Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf c dilakukan dengan memperhatikan kemampuan keuangan negara. Pasal 9 (1) Pengurangan Penyertaan Modal Negara pada BUMN dan Perseroan Terbatas dilakukan dalam rangka : a. penjualan saham milik negara pada Persero dan Perseroan Terbatas; b. pengalihan aset BUMN untuk Penyertaan Modal Negara pada BUMN lain atau Perseroan Terbatas, pendirian BUMN baru, atau dijadikan kekayaan negara yang tidak dipisahkan; c. pemisahan anak perusahaan BUMN menjadi BUMN; dan/atau d. restrukturisasi perusahaan. (2) Pengurangan Penyertaan Modal Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan tetap memperhatikan kepentingan BUMN dan Perseroan Terbatas yang bersangkutan. (3) Pengurangan Penyertaan Modal Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak boleh merugikan kepentingan kreditor. BAB II TATA CARA PENYERTAAN MODAL NEGARA Pasal 10 (1) Penyertaan Modal Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a dan huruf b diusulkan oleh Menteri Keuangan kepada Presiden disertai dengan dasar pertimbangan setelah dikaji bersama dengan Menteri dan Menteri Teknis. (2) Rencana Penyertaan Modal Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan atas inisiatif Menteri Keuangan, Menteri atau Menteri Teknis. (3) Pengkajian bersama atas rencana Penyertaan Modal Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikoordinasikan oleh Menteri Keuangan. (4) Pengkajian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat pula mengikutsertakan menteri lain dan/atau pimpinan instansi lain yang dianggap perlu atau menggunakan konsultan independen. Pasal 11 Apabila berdasarkan hasil pengkajian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, menyatakan rencana Penyertaan Modal Negara tersebut layak dilakukan, maka Menteri Keuangan menyampaikan usul Penyertaan Modal Negara dimaksud pada Presiden untuk mendapatkan persetujuan. Pasal 12 Pelaksanaan pendirian BUMN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a dan penyertaan modal Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf b setelah diterbitkannya peraturan pemerintah, dilakukan oleh Menteri keuangan dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 13 Kewenangan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) dan ayat (3), Pasal 11 dan Pasal 12 dapat dikuasakan kepada Menteri. BAB III TATA CARA PENAMBAHAN PENYERTAAN MODAL NEGARA Pasal 14 (1) Penambahan Penyertaan Modal Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf c diusulkun oleh Menteri Keuangan kepada Presiden disertai dengan dasar pertimbangan berdasarkan hasil kajian bersama dengan Menteri. (2) Penambahan Penyertaan Modal Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan atas inisiatif Menteri Keuangan, Menteri atau Menteri Teknis (3) Pengkajian bersama atas rencana penambahan Penyertaan Modal Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikoordinasikan oleh Menteri. (4) Pengkajian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat pula mengikutsertakan Menteri Teknis dan/atau menteri lain dan/atau pimpinan instansi lain yang dianggap perlu dan/atau menggunakan konsultan independen. Pasal 15 Apabila berdasarkan hasil pengkajian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 menyatakan bahwa rencana penambahan Penyertaan Negara sebagaimaan dimaksud dalam Pasal 5 huruf c tersebut layak dilakukan, maka Menteri Keuangan menyampaikan usul penambahan Penyertaan Modal Negara dimaksud kepada Presiden untuk mendapatkan persetujuan. Pasal 16 Pelaksanaan penambahan Penyertaan Modal Negara sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 huruf c setelah diterbitkannya peraturan pemerintah, dilakukan oleh Menteri dan Menteri Keuangan secara bersama-sama atau sendiri-sendiri sesuai dengan lingkup bidang tugas masing-masing dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 17 Kewenangan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) dan Pasal 11 dapat dikuasakan kepada Menteri. BAB IV TATA CARA PENGURANGAN PENYERTAAN MODAL NEGARA Pasal 18 (1) Pengurangan Penyertaan Modal Negara diusulkan oleh Menteri Keuangan kepada Presiden disertai dengan dasar pertimbangan setelah dikaji bersama dengan Menteri. (2) Rencana Pengurangan Penyertaan Modal Negara dapat dilakukan atas inisiatif Menteri Keuangan atau Menteri. (3) Pengkajian bersama atas rencana pengurangan Penyertaan Modal Negara dikoordinasikan oleh Menteri. (4 Pengkajian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat mengikutsertakan Menteri Teknis dan/atau menteri lain dan/atau pimpinan instansi lain yang dianggap perlu dan/atau menggunakan konsultan independen. Pasal 19 Apabila berdasarkan hasil pengkajian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 menyatakan bahwa rencana pengurangan Penyertaan Modal Negara layak dilakukan, maka Menteri Keuangan menyampaikan usul pengurangan Penyertaan Modal Negara dimaksud kepada Presiden untuk mendapatkan persetujuan. Pasal 20 Pelaksanaan pengurangan Penyertaan Modal Negara setelah diterbitkannya peraturan pemerintah tentang pengurangan Penyertaan Modal Negara pada BUMN dan Perseroan Terbatas dilakukan oleh Menteri Negara dan Menteri Keuangan secara bersama-sama atau sendiri-sendiri sesuai dengan lingkup bidang tugas masing-masing dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 21 Kewenangan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) dan Pasal 19 dapat dikuasakan kepada Menteri. Pasal 22 (1) Setiap pengurangan Penyertaan Modal Negara pada BUMN dan Perseroan Terbatas ditetapkan dengan peraturan pemerintah. (2) Penetapan peraturan pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk pengurangan Penyertaan Modal Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, didahului dengan keputusan Menteri selaku pemegang saham milik negara pada Persero dan Perseroan Terbatas. (3) Penetapan peraturan pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk pengurangan Penyertaan Modal Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf h, huruf c dan huruf d didahului dengan keputusan RUPS untuk Persero dan Perseroan Terbatas dan keputusan Menteri untuk Perum. Pasal 23 (1) Pelaksanaan pengurangan Penyertaan Modal Negara pada Persero sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a dilakukan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai privatisasi. (2) Pelaksanaan pengurangan Penyertaan Modal Negara pada Persero dan Perseroan Terbatas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf b, huruf c dan huruf d dilakukan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perseroan terbatas. Pasal 24 (1) Direksi wajib mengumumkan keputusan pengurangan Penyertaan Modal Negara pada Perum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf b dan huruf c paling sedikit dalam 1 (satu) surat kabar paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal keputusan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (3). (2) Dalam waktu 14 (empat belas) hari terhitung sejak pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kreditor dapat mengajukan keberatan secara tertulis disertai alasannya kepada Perum atas keputusan pengurangan Penyertaan Modal Negara dengan tembusan kepada Menteri. (3) Dalam waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterima, Perum wajib memberikan jawaban atas keberatan yang diajukan disertai alasannya. (4) Dalam hal Perum menolak keberatan atau tidak memberikan penyelesaian yang disepakati kreditor, maka dalam waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak jawaban Perum diterima, kreditor dapat mengajukan gugatan ke pengadilan negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan Perum. (5) Pengurangan Penyertaan Modal Negara pada Perum mulai berlaku sejak tanggal berlakunya Peraturan Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (3). BAB V TATA CARA PENATAUSAHAAN PENYERTAAN MODAL NEGARA Pasal 25 Pelaksanaan penyertaan Modal Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dan pengurangan Penyertaan Modal Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dilaporkan oleh Menteri kepada Menteri Keuangan untuk dilakukan Penatausahaan. Pasal 26 Menteri Keuangan menyelenggarakan Penatausahaan setiap Penyertaan Modal Negara pada BUMN dan Perseroan Terbatas berikut perubahannya. BAB VI KETENTUAN PENUTUP Pasal 27 Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 25 Oktober 2005 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, DR.H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 25 Oktober 2005 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, HAMID AWALUDIN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2005 NOMOR 116

Apa Perbedaan PT dan BUMN berdasarkan asal modalnya?

Apa perbedaan antara CV,PT, dan BUMN​

Jawaban: Penjelasan: CV : badan usaha yang dimiliki secara pribadi oleh seseorang atau kelompok BUMN : merupakan aset dari negara, BUMN sahamnya sebagian besar dimiliki oleh negara. Perseroan terbatas(PT) : suatu badan hukum untuk menjalankan usaha yang memiliki modal terdiri dari saham-saham, yang pemiliknya memiliki bagian sebanyak saham yang dimilikinya.

SEMOGA MEMBANTU. : Apa perbedaan antara CV,PT, dan BUMN​

Berasal dari manakah modal dari perusahaan daerah?

BUMD terdiri dari penyertaan modal daerah, pinjaman, hibah, dan sumber modal lainnya yang terdiri dari kapitalisasi cadangan, keuntungan revaluasi aset, dan agio saham.