Yang Mengatur Mengenai Tata Cara Pelaksanaan Hukum Pajak Material Adalah?
Jenis-Jenis Hukum Pajak – Berikut ini merupakan beberapa jenis dari hukum pajak, yaitu: 1. Hukum Pajak Formal Hukum ini memuat sejumlah ketentuan dalam mewujudkan hukum pajak material menjadi sebuah kenyataan. Norma-norma yang terkandung dalam hukum ini, yaitu:
-
- Tata cara penyelenggaraan atau prosedur terkait penetapan pada suatu utang pajak.
- Hak fiskus/pemerintah selaku pengelola pajak untuk mengadakan pengawasan terhadap Wajib Pajak yang berkaitan dengan keadaan, perbuatan, dan suatu peristiwa yang menimbulkan utang pajak.
- Kewajiban bagi Wajib Pajak untuk dapat menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan, serta hak-hak Wajib Pajak, misalnya adalah untuk mengajukan keberatan atau banding yang berkaitan dengan perpajakan.
Pada dasarnya, hukum pajak formal mengatur mengenai mekanisme pelaksanaan dan prosedur yang berkaitan dengan perpajakan. Contoh dari hukum pajak formal ini adalah Tata Cara Perpajakan.2. Hukum Pajak Material Sedangkan untuk hukum pajak material ini memuat mengenai norma-norma yang menerangkan keadaan, perbuatan, peristiwa hukum yang dikenakan pajak (objek pajak), tokoh yang dikenakan pajak (subjek pajak), besaran pajak yang dikenakan (tarif pajak), segala sesuatu yang dapat menimbulkan atau terhapuskannya utang pajak, serta hubungan hukum antara Wajib Pajak dan pemerintah.
Contoh dari hukum pajak material adalah Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Berkaitan dengan contoh dari jenis hukum pajak formal dan material, pada Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN), hukum pajak formal dan material terpisah. Untuk hukum pajak formal dari kedua jenis pajak tersebut (Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai) mengacu pada Undang-Undang No.6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang telah mengalami perubahan hingga perubahan terakhir pada Undang-Undang No.16 Tahun 2009.
Maka, dengan begitu hak dan kewajiban Wajib Pajak yang berkaitan dengan Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dapat ditemukan pada Undang-Undang KUP. Sedangkan untuk hukum pajak material pada jenis Pajak Penghasilan (PPh) terpisah dengan hukum pajak material pada jenis Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
- Untuk hukum pajak material pada Pajak Penghasilan (PPh) mengacu pada Undang-Undang No.7 Tahun 1983 yang telah mengalami perubahan hingga terakhir kali pada UU No.36 Tahun 2008.
- Sedangkan untuk hukum pajak material pada Pajak Pertambahan Nilai (PPN) mengacu pada Undang-Undang No.8 Tahun 1983 yang telah mengalami perubahan hingga terakhir kali pada Undang-Undang N0.42 Tahun 2009.
Fungsi Hukum Pajak Berikut ini merupakan fungsi dari adanya hukum pajak, yaitu:
- Hukum pajak memiliki fungsi untuk menjadi acuan dalam menciptakan sistem pemungutan pajak yang berlandaskan pada keadilan, efisiensi, dan diatur dengan jelas dalam Undang-Undang yang berkaitan dengan hukum pajak tersebut.
- Hukum pajak memiliki fungsi sebagai sumber yang dapat menjelaskan mengenai subjek dan objek pajak yang perlu atau tidak perlu untuk dijadikan sebagai sumber pemungutan pajak demi peningkatan potensi pajak secara keseluruhan.
Contents
Apakah yang mengatur dalam hukum pajak material?
Hukum Pajak Materil – Hukum pajak materil memuat norma-norma yang menjelaskan mengenai perbuatan, keadaan, peristiwa hukum yang dikenai pajak (obyek pajak), besaran pajak yang dikenakan (tarif pajak), serta segala sesuatu yang berhubungan dengan timbul dan dihapusnya utang pajak dan dinas sanksi-sanksi dalam hubungan hukum antara pemerintah dan wajib pajak.
- Hukum pajak materiil ialah kaidah-kaidah atau berbagai ketentuan dari suatu peraturan perundang-undangan pajak yang berkaitan dengan isi dari peraturan perundang-undangan yang bersangkutan.
- Hukum pajak material ini menerangkan tentang Objek, Subjek, dan Tarif Pajak.
- Berbeda dengan hukum pajak formil, hukum pajak materil PPh terpisah dari hukum pajak materil PPN.
Hukum pajak materil PPh ialah II No.7 Tahun 1983 setelah perubah terakhir dari UU No.36 Tahun 2008, sedangkan untuk PPN ialah UU No.8 Tahun 1983 sesuai dengan pengubahan terakhir yaitu UU No.42 Tahun 2009. Contoh bentuk dari hukum pajak materiil ialah Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penghasilan (PPh), dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPN dan PPnBM).
Apakah yang diatur dalam hukum pajak material brainly?
Apa itu hukum pajak materil dan formil ? Formil a. Tata cara penyelanggaraan (prosedur) penetapan suatu utang pajak.b. Hak fiskus untuk mengadakan pengawasan terhadap para Wajib Pajak mengenai keadaan, perbuatan dna peristiwa yang menimbulkan utang pajak.c. Kewajiban Wajib Pajak misalnya menyelenggarakan pembukuan/pencatatan, dan hak-hak Wajib Pajak misalnya mengajukan keberatan atau banding.
Contoh: Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.Pada pajak penghasilan (PPh) dan pajak pertambahan nilai (PPN), hukum pajak formil dan materil terpisah.materilHukum pajak materil, yaitu memuat norma-norma yang menerangkan antara lain keadaan, perbuatan, peristiwa hukum yang dikenai pajak (objek pajak), siapa yang dikenakan pajak (subjek), berapa besar pajak yang dikenakan (tarif), segala sesuatu tentang timbul dan hapusnya utang pajak, dan hubungan hukum antara pemerintah dan Wajib Pajak.
Contoh: Undang-undang Pajak Penghasilan. hukum material adalah sumber hukum yang berdasarkan dari keyakinan/perasaan hukum individu serta pendapat umum yang menentukan isi hukum hukum formal adalah sumber hukum yang berupa kenyataan dimana kita dapat menemukan hukum yang berlaku : Apa itu hukum pajak materil dan formil ?
Apa itu hukum pajak formal dan hukum pajak material?
Hukum Pajak Material: Pengertian dan Contohnya Pajak adalah sejumlah dana yang wajib disetorkan masyarakat kepada negara, dengan tidak mendapat balas jasa secara langsung. Ada dua jenis hukum pajak, yakni hukum pajak formal dan material. Hukum pajak formal berkaitan dengan prosedur penetapan suatu utang pajak. Sementara hukum pajak material berisi keadaan, peristiwa, atau transaksi yang akan dikenai pajak. Guna mewujudkannya, dibutuhkanlah hukum pajak formal. Pengertian hukum pajak material Menurut Safri Nurmantu dalam buku Pengantar Perpajakan (2003), hukum pajak material adalah hukum yang memuat ketentuan mengenai siapa yang dapat dikenakan atau dikecualikan dari pajak. Material tax law (hukum pajak formal) juga berisi apa sajakah barang yang dikenakan pajak dan berapa nominal yang harus dibayar. “Hukum pajak material adalah hukum yang memuat norma mengenai perbuatan, peristiwa, atau keadaan yang melibatkan secara langsung masalah obyek, subyek, dan tarif, beserta peraturan yang mendasari hubungan hukum antara pemerintah dengan wajib pajak.” Bisa disimpulkan bahwa hukum pajak material berisi siapa, apa, dan berapa nominal pajak yang harus dibayarkan. Contoh hukum pajak material Adapun yang termasuk hukum pajak material adalah PPh (Pajak Penghasilan) dan PPN (Pajak Pertambahan Nilai). Contoh peraturan hukum pajak material adalah: UU Nomor 17 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan UU Nomor 18 Tahun 2000 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Atas Penjualan Barang Mewah (PPN dan PPnBM) UU Nomor 12 Tahun 1994 tentang Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) UU Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai UU Nomor 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah UU Nomor 20 Tahun 2000 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan.Siapa yang membuat peraturan perpajakan?
Kamis, 23 Oktober 2014 | 17:37 WIB Ahli yang dihadirkan pemohon Pakar Hukum Tata Negara Yusril Izha Mahendra saat menyampaikan keahliannya dalam sidang Pengujian UU Pajak Penghasilan, Kamis (23/10) di Ruang Sidang Pleno Gedung MK. Foto Humas/Ganie. Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra mengatakan pada sistem pemerintahan presidensial, presiden yang dipilih langsung oleh rakyat bertanggung jawab pada rakyat dalam hal menetapkan pajak dan pungutan penerimaan negara bukan pajak (PNBP).
- Ewenangan menetapkan pajak dan pungutan PNBP, sepantasnya hanya ada presiden dan DPR melalui undang-undang atau melalui peraturan pemerintah.
- Penyerahan kewenangan menetapkan jenis kegiatan hanya dengan peraturan menteri berdasarkan delegasi yang diberikan oleh undang-undang adalah menyalahkani sistem bernegara menurut Undang-Undang Dasar 1945,” ujarnya dalam sidang lanjutan uji materi Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh) di ruang sidang Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (23/10).
Dia melanjutkan, tugas menteri adalah membantu presiden. Menteri diangkat dan diberhentikan oleh presiden sehingga hanya bertanggung jawab kepada presiden, bukan kepada DPR apalagi bertanggung jawab langsung kepada rakyat. Oleh karena itu, dalam hal menetapkan pajak dan PNBP seharusnya ada di tingkat undang-undang atau paling rendah di tingkat peraturan pemerintah.
- Peraturan Menteri Keuangan memberikan pendelegasian kepada Dirjen Pajak untuk membuat peraturan menetapkan pengenaan pajak dan besarannya kepada jenis-jenis kegiatan tertentu dalam masyarakat.
- Padahal, Dirjen Pajak itu tidak lebih daripada seorang birokrat yang tidak sepantasnya diberi kewenangan lebih besar dalam membebani rakyat dalam sebuah negara hukum pihak demokratis,” imbuh Yusril yang merupakan ahli Pemohon.
Lebih lanjut, kewenangan Menteri Keuangan untuk menafsirkan frasa “jenis jasa lain” yang dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) undang-undang tersebut yang dituangkan dalam bentuk peraturan menteri, berakibat pada muatan materi pengaturan dalam peraturan menteri adalah sama dengan materi pengaturan yang diatur di dalam undang-undang.
Padahal, ada hierarki peraturan perundang-undangan yang seharusnya menunjukkan materi pengaturan berbeda antara satu dengan yang lainnya. Secara hierarki, menurut norma Pasal 5 ayat (2) UUD 1945, kedudukan peraturan pemerintah lebih rendah dibandingkan dengan undang-undang. Sedangkan peraturan menteri lebih rendah dari peraturan pemerintah.
“Posisi peraturan menteri lebih rendah daripada peraturan pemerintah, maka bagaimanakah sebuah Undang-Undang akan memberikan pendelegasian kepada menteri untuk membuat peraturan yang materi muatannya setara dengan materi muatan yang diatur dalam norma undang-undang?” tandasnya.
- Menjaga Komprehensifitas Sementara Pakar Hukum Pajak Gunadi mengatakan bahwa metode dan teknik berbisnis amat dinamis dan berkembang.
- Tidak mudah menyebut semua jenis jasa satu persatu dan mencantumkannya dalam Pasal 23 UU PPh.
- Dalam rangka menjaga komprehensifitas dengan rumusan sederhana tapi fleksibel, dalam Pasal 23 ayat (2) Undang-Undang Pajak Penghasilan dipakai istilah jasa lain,” ujarnya sebagai ahli Pemerintah.
Untuk menjaga fleksibilitas jumlah jenis jasa yang dapat diubah sewaktu-waktu sesuai perkembangan ekonomi dan bisnis, pengaturannya diserahkan kepada Peraturan Menteri Keuangan. Selain itu, jika frasa jasa lain dihapus, maka akan membatasi objek pemotongan PPh Pasal 23 atas imbalan jasa menjadi terbatas hanya pada empat jenis jasa, yaitu jasa teknik, manajemen, konstitusi, dan jasa konsultan.
- Hal tersebut dinilainya justru bertentangan dengan komprehensifitas konsep objek pajak Pasal 41 UU PPh dan mempersempit cakupan objek without tax sebagai sarana pemungutan pajak paling handal dan efektif diterapkan di masyarakat yang umumnya kurang patuh hukum pajak.
- Lebih lanjut, UU PPh menyatakan bahwa salah satu prinsip UU Perpajakan adalah tidak pekanya perlakuan yang sama terhadap semua hasil pajak atau kasus-kasus perpajakan yang hakikatnya sama.
Berdasarkan prinsip non-diskriminasi tersebut, semua pengusaha sejenis dengan kondisi yang sama dikenakan pajak secara adil dan pasti, meliputi kepastian jumlah hutang pajak dan beban atau pengaruh pajak atas suatu transaksi. “Selama terdapat objeknya, sudah pasti dan jelas besarannya yang akan dipungut dan harus dibayar merata oleh semua perusahaan bidang usaha transshipment dan jelas berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, sehingga dengan demikian tidak bertentangan dengan UUD 1945,” jelasnya.
Sebelumnya, perusahaan pelayaran PT Cotrans Asia menguji Pasal 23 ayat (2) UU PPh yang dinilai memberikan ketidakpastian hukum. Diwakili kuasa hukumnya Denny Kalimalang, Pemohon menilai Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, memakai frasa ‘jenis jasa lain’ dalam pasal tersebut termasuk pemotongan pajak penghasilan.
Hal tersebut, imbuh Pemohon, tidak dapat dilakukan lantaran jenis jasa Pemohon masuk dalam lingkup pelayaran yang memiliki karakteristik berbeda dari jenis usaha lainnya sehingga semestinya tunduk pada UU Pelayaran. Lebih lanjut, Pemohon menilai frasa ‘jenis jasa lain’ dalam Pasal 23 ayat (2) UU PPh telah tumpang tindih dengan UU lain yang mengatur bidang usaha tertentu sehingga telah melanggar asas-asas pembentukan perundang-undangan.
- Apalagi, sebelum direvisi, pasal yang sama tidak pernah memberikan kewenangan kepada siapapun untuk menentukan pungutan pajak atas penghasilan ‘jasa lain’, tetapi hanya menentukan siapa pihak pemotong pajak.
- Adapun Pasal 23 ayat (2)UU PPh berbunyi: “Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis jasa lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c angka 2 diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan” Oleh karena itu, Pemohon meminta MK untuk menyatakan frasa ‘jenis jasa lain’ dalam pasal tersebut inkonstitusional sepajang dimaknai dengan tanpa memperhatikan UU lain yang telah mengatur klasifikasi lapangan/bidang usaha tertentu.
(Lulu Hanifah /mh)
Apakah yang diatur dalam hukum pajak formal brainly?
Jawaban. Jawaban: Hukum pajak formal memuat tata cara atau prosedur penetapan jumlah utang pajak, hak-hak fiskus untuk mengadakan evaluasi. Hukum pajak formal juga menentukan kewajiban wajib pajak untuk mengadakan pembukuan, serta prosedur pengajuan surat keberatan maupun banding.
Pajak diatur dimana?
Fungsi Pajak Menurut Pasal 23A UUD NRI 1945 Pusat Studi Hukum Konstitusi (PSHK) FH UII menyelenggarakan diskusi “Bedah Pasal 23A UUD NRI 1945: Pajak dan Pungutan Lain untuk Keperluan Negara”. Diskusi daring pada Kamis (29/4) ini menghadirkan Dr. Murti Lestari, M.Si.
- Pengajar Ilmu Ekonomi Fakultas Bisnis Universitas Kristen Duta Wacana) dan Siti Rahma Novikasari, S.H., M.H.
- Pengajar Hukum Pajak Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia) sebagai narasumber.
- Dalam diskusi ini, Siti Rahma mengatakan bahwa pajak diatur dalam Pasal 23A UUD NRI 1945.
- Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang.
Selain itu, dalam pemungutan pajak, ada prinsip-prinsip global yang harus dipatuhi, salah satunya adalah no taxation without representation yang mengandung ketentuan bahwa dalam aturan pemungutan pajak harus dapat mewakili kepentingan masyarakat. Menurutnya, ada beberapa aspek pengaturan pajak yang harus diatur dalam UU itu sendiri.
- Pertama, kepastian hukum sistem perpajakan yang menentukan objek, subjek pajak mengidentifikasi basis perpajakan, tarif, dan administrasi perpajakan.
- Edua, dasar kewenangan pemungutan pajak oleh pemerintah yang mencakup bestuur,
- Dalam menjalankan UU ada pembagian kewenangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah,
Kemudian regelgeving yaitu adanya ada pembagian kewenangan dalam pemungutan pajak. Serta rechtspraak yaitu pemerintah harus melaksanakan upaya administrasi apabila ada masyarakat yang mengajukan gugatan administratif terhadap SKP. Ketiga, ada hubungan hukum antara wajib pajak dan pemungutnya sehingga memberi hak dan kewajiban antara negara dan masyarakat.
- Eempat, penegakan hukum dengan penerapan sanksi administrasi dan pidana.
- Elima, perlindungan hukum yang diatur dalam UU KUP dan UU No 14 Tahun 2020 tentang Pengadilan Pajak.
- Sementara itu, Murti Lestari mengatakan pajak di samping memiliki fungsi budgeter dan regulerend, ada juga fungsi pemerataan, yaitu mengurangi pendapatan dari yang kaya untuk mensubsidi yang miskin.
Contohnya bagi warga negara yang memiliki pendapatan tinggi maka pajak dan persentasenya juga semakin tinggi. Berbeda dengan warga negara yang pendapatannya rendah tidak dikenai pajak, inilah yang akhirnya memunculkan program keluarga harapan (PKH), program-program untuk pengangguran, dll.
- Fungsi lainnya adalah stabilisasi yaitu pajak digunakan untuk mengurangi siklus ekonomi, menjaga stabilitas perekonomian negara.
- Misalnya pada masa resesi yaitu masa ketika kegiatan ekonomi lumpuh, pemerintah mengeluarkan dana untuk mendorong kegiatan ekonomi, dengan menyelenggarakan program padat karya, mengadakan pemberian intensif pajak, dll.
guna meningkatkan perekonomian negara,” ucapnya. “Artinya untuk mendanai kehidupan negara, dananya itu didanai oleh masyarakat itu sendiri melalui pemungutan pajak dan pungutan lainnya, sehingga terwujud APBN yang sehat dari kita, oleh kita, dan untuk kita,” pungkasnya.
Apa saja yang diatur dalam hukum pajak formal?
Macam-macam Hukum Pajak – 1. Hukum Pajak Formal Hukum pajak yang memuat adanya ketentuan-ketentuan dalam mewujudkan hukum pajak material menjadi kenyataan. Hukum pajak formal memuat tata cara atau prosedur penetapan jumlah utang pajak, hak-hak fiskus untuk mengadakan evaluasi.
- Hukum pajak formal juga menentukan kewajiban wajib pajak untuk mengadakan pembukuan, serta prosedur pengajuan surat keberatan maupun banding.
- Contoh hukum pajak formal adalah Tata Cara Perpajakan.2.
- Hukum Pajak Material Hukum pajak yang memuat tentang ketentuan-ketentuan terhadap keadaan yang dikenai pajak (objek pajak), siapa yang akan dikenakan pajak (subjek pajak) dan siapa yang dikecualikan dengan pajak serta berapa jumlah yang harus dibayar (tarif pajak).
Contoh hukum pajak material adalah Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
Siapa saja yang ditunjuk sebagai pemotong PPh pasal 22?
Pemungut Pajak – Pemungut PPh pasal 22 Pemungut PPh Pasal 22 adalah:
Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) atas objek PPh Pasal 22 impor barang; Bendahara Pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sebagai pemungut pajak pada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Instansi atau Lembaga Pemerintah dan lembaga-lembaga negara lainnya, berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang; Bendahara pengeluaran berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang yang dilakukan dengan mekanisme uang persediaan (UP); Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) atau pejabat penerbit Surat Perintah Membayar yang diberikan delegasi oleh Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang kepada pihak ketiga yang dilakukan dengan mekanisme pembayaran langsung (LS); Badan Usaha Milik Negara (BUMN), yaitu badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan, yang meliputi:
PT Pertamina (Persero), PT Perusahaan Listrik Negara (Persero), PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk., PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk., PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk., PT Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk., PT Wijaya Karya (Persero) Tbk., PT Adhi Karya (Persero) Tbk., PT Hutama Karya (Persero), PT Krakatau Steel (Persero); Bank-bank Badan Usaha Milik Negara, berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang dan/atau bahan-bahan untuk keperluan kegiatan usahanya.
Industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan, atas pembelian bahan-bahan dari pedagang pengumpul untuk keperluan industrinya atau ekspornya. Industri atau badan usaha yang melakukan pembelian komoditas tambang batubara, mineral logam, dan mineral bukan logam, dari badan atau orang pribadi pemegang izin usaha pertambangan.
Wajib pajak badan atau perusahaan swasta
UU KUP termasuk hukum pajak apa?
Oleh karena itu UU KUP adalah kaderwet untuk hukum pajak formal.
Apakah ada pemisah antara hukum pajak formal dan material?
Abstraksi Karakteristik dari suatu sistem pajak dapat diketahui dari hukum pajak formal yang mengatur prosedur pemungutan pajak. Sistem hukum pajak Indonesia peninggalan kolonial merupakan gambaran sistem hukum pajak yang kompleks dan sulit dilaksanakan.
Untuk mengatasi permasalahan ini, penyatuan hukum pajak formal dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (UU KUP), bertujuan untuk menyederhanakan sistem hukum pajak nasional.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sistem hukum pajak Indonesia masih tetap kompleks. Ada tiga hal penyebab utama kompleksitas tersebut yaitu: (1) Inkonsistensi dari pembuat undang-undang dan pembuat kebijakan pajak. Pemisahan hukum pajak formal dan hukum pajak materil hanya terjadi pada awal reformasi undang-undang pajak.
- Pada reformasi undang-undang pajak lanjutan, kedua jenis norma tersebut kembali digabung seperti pada periode sebelum reformasi sistem pajak nasional.
- Edua, UU KUP belum mengakomodasi semua sistem pemungutan pajak yang digunakan dalam pemungutan pajak di Indonesia saat ini, termasuk sistem offi cial assessment.
Ketiga, terdapat disharmoni antara hukum pajak formal dalam UU KUP dan hukum pajak formal di luar UU KUP, seperti dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak. Pengembalian UU KUP kepada posisi awal reformasi perpajakan tahun 1983 dan perubahan UU KUP untuk mengakomodasi semua sistem pemungutan pajak dapat menjadi solusi dan menjadi kesimpulan dalam penelitian ini. Dilihat 7 kali Diunduh 2 kali
Siapa yang bertanggung jawab terhadap perpajakan di Indonesia?
Sedangkan dalam Pasal 1 angka 28 UU KUP disebutkan Penanggung Pajak adalah orang pribadi atau badan yang bertanggung jawab atas pembayaran pajak, termasuk wakil yang menjalankan hak dan memenuhi kewajiban Wajib Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan perpajakan.
UU No 16 Tahun 2009 Tentang apa?
Katalog Indonesia. Kementerian BUMN UU Nomor 16 Tahun 2009 tanggal 25 Maret 2009, tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2008 Tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Menjadi Undang-Undang. -Jakarta, 2009. LN 2009 (211) : 4 hlm UU
Apa yang diatur dalam hukum pajak formal?
Hukum Pajak Formil – Hukum Pajak
- Hukum pajak formil merupakan hukum yang memuat prosedur untuk mewujudkan hukum pajak materiil menjadi suatu kenyataan atau realisasi.
- Hukum pajak formil memuat tata cara atau prosedur penetapan jumlah utang pajak, hak-hak fiskus untuk mengadakan monitoring dan evaluasi.
- Selain itu juga menentukan kewajiban wajib pajak untuk mengadakan pembukuan atau pencatatan dan prosedur pengajuan surat keberatan maupun banding.
- Contoh wujud dari hukum pajak formil adalah Ketentuan dan Tata Cara Perpajakan, bentuknya adalah:
- Undang-Undang Nomor 16 tahun 2000 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan.
- Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 Tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa.
Hukum Pajak Formil menerangkan tentang hak dan kewajiban wajib pajak, hak dan kewajiban fiscus, dan lain-lain. Hak wajib pajak dapat dilihat dalam UUKUP, yaitu :
- Meminta restitusi;
- Mengajukan keberatan;
- Mengajukan banding, dan lain-lain.
Kewajiban wajib pajak sebagaimana diuraikan dalam UUKUP adalah sebagai berikut :
- Mendaftarkan diri untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);
- Mengisi dan menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) atau Surat Pemberitahuan Obyek Pajak (SPOP) dengan benar; lengkap, jelas, dan menandatanganinya.
- Mengadakan pencatatan atau pembukuan;
- Membayar Pajak terhutang wajib membayar pajak yang terutang berdasarkan ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan, dan lain-lain.
Hak Fiskus diatur dalam UUKUP yaitu sebagai berikut :
- Melakukan pemeriksaan;
- Mengeluarkan Surat Ketetapan Pajak;
- Mengeluarkan Surat Tagihan Pajak;
- Mengeluarkan Surat Paksa, dan lain-lain.
Kewajiban Fiskus yang ditetapkan dalam UUKUP adalah sebagai berikut :
- Memberikan Keputusan atas keberatan pajak dari wajib pajak;
- Mengembalikan kelebihan pembayaran pajak kepada wajib pajak;
- Merahasiakan wajib pajak
Apa saja yang diterangkan dalam hukum pajak?
Macam-macam Hukum Pajak – 1. Hukum Pajak Formal Hukum pajak yang memuat adanya ketentuan-ketentuan dalam mewujudkan hukum pajak material menjadi kenyataan. Hukum pajak formal memuat tata cara atau prosedur penetapan jumlah utang pajak, hak-hak fiskus untuk mengadakan evaluasi.
- Hukum pajak formal juga menentukan kewajiban wajib pajak untuk mengadakan pembukuan, serta prosedur pengajuan surat keberatan maupun banding.
- Contoh hukum pajak formal adalah Tata Cara Perpajakan.2.
- Hukum Pajak Material Hukum pajak yang memuat tentang ketentuan-ketentuan terhadap keadaan yang dikenai pajak (objek pajak), siapa yang akan dikenakan pajak (subjek pajak) dan siapa yang dikecualikan dengan pajak serta berapa jumlah yang harus dibayar (tarif pajak).
Contoh hukum pajak material adalah Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN).