Berapa Besar Pengenaan Pajak Yang Bersifat Final?

Berapa Besar Pengenaan Pajak Yang Bersifat Final
PPh Final: Alasan Harus Bayar Pajak 0.5% Indonesia – Atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri yang memiliki peredaran bruto tertentu, dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final dalam jangka waktu tertentu. Tarif Pajak Penghasilan yang bersifat final sebagaimana dimaksud adalah sebesar 0,5% (nol koma lima persen).

  • Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu yang dikenai Pajak Penghasilan final sebesar 0,5% (nol koma lima persen) merupakan:
  • a. Wajib Pajak orang pribadi; dan
  • b. Wajib Pajak badan berbentuk koperasi, persekutuan komanditer, firma, atau perseroan terbatas,

yang menerima atau memperoleh penghasilan dengan peredaran bruto tidak melebihi Rp 4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) dalam 1 (satu) Tahun Pajak.

  1. Tidak termasuk Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final sebesar 0,5% (nol koma lima persen):
  2. a. Wajib Pajak memilih untuk dikenai Pajak Penghasilan berdasarkan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a, Pasal 17 ayat (2a), atau Pasal 31E Undang-Undang Pajak Penghasilan;
  3. b. Wajib Pajak badan berbentuk persekutuan komanditer atau firma yang dibentuk oleh beberapa Wajib Pajak orang pribadi yang memiliki keahlian khusus menyerahkan jasa sejenis dengan jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4);
  4. c. Wajib Pajak badan memperoleh fasilitas Pajak Penghasilan berdasarkan:
  5. a) Pasal 31A Undang-Undang Pajak Penghasilan; atau
  6. b) Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan dalam Tahun Berjalan beserta perubahan atau penggantinya; dan

d. Wajib Pajak berbentuk Bentuk Usaha Tetap.

  • Tidak termasuk penghasilan dari usaha yang dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final sebesar 0,5% (nol koma lima persen) adalah sebagai berikut:
  • a. Penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dari jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas;
  • b. Penghasilan yang diterima atau diperoleh di luar negeri yang pajaknya terutang atau telah dibayar di luar negeri;
  • c. Penghasilan yang telah dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan tersendiri; dan

d. Penghasilan yang dikecualikan sebagai objek pajak.

  1. Jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas sebagaimana dimaksud meliputi:
  2. a. Tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri dari pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, PPAT, penilai, dan aktuaris;
  3. b. Pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron, bintang iklan, sutradara, kru film, foto model, peragawan/peragawati, pemain drama, dan penari;
  4. c. Olahragawan;
  5. d. Penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator;
  6. e. Pengarang, peneliti, dan penerjemah;
  7. f. Agen iklan;
  8. g. Pengawas atau pengelola proyek;
  9. h. Perantara;
  10. i. Petugas penjaja barang dagangan;
  11. j. Agen asuransi;

k. Distributor perusahaan pemasaran berjenjang atau penjualan langsung dan kegiatan sejenis lainnya. : PPh Final: Alasan Harus Bayar Pajak 0.5%

Berapa tarif PPh 21 final?

Tarif PPh pasal 21 untuk penghasilan berupa uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua, atau jaminan hari tua diberlakukan kumulatif bersifat final: –

  • Penghasilan bruto sampai dengan Rp 50.000.000 sebesar 0%
  • Penghasilan bruto diatas Rp 50.000.000 sebesar 5%

Pembayaran dianggap sekaligus jika sebagian atau seluruh pembayarannya dilakukan dalam jangka waktu paling lama 2 tahun kalender. Pembayaran sekaligus meliputi;

  1. Pembayaran sebanyak-banyaknya 20% dari manfaat pensiun yang dibayarkan secara sekaligus pada saat Pegawai sebagai peserta pensiun atau meninggal dunia.
  2. Pembayaran manfaat pensiun bulanan yang lebih kecil dari suatu jumlah tertentu yang ditetapkan dari waktu ke waktu oleh Menteri Keuangan yang dibayarkan secara sekaligus
  3. Pengalihan Uang Manfaat Pensiun kepada perusahaan asuransi jiwa dengan cara Dana Pensiun membeli anuitas seumur hidup.

Bila PPh yang terutang dibayar pada tahun ketiga dan tahun-tahun berikutnya, pemotongannya dilakukan dengan menerapkan tarif pasal 17 UU PPh yang bersifat tidak final dan bagi pegawai dapat diperhitungkan sebagai kredit pajak. Bagi pegawai yang tidak mempunyai NPWP dikenakan tarif lebih tinggi 20% dari tarif pasal pasal 17 UU PPh.

Contoh: PT. Asgaramanah melakukan pembayaran uang pesangon kepada Tn. Firman secara bertahap dengan jadwal pebayaran sbb; a. Januari 2015: Rp 240.000.000 b. Januari 2016: Rp 120.000.000 c. Juli 2016: Rp 120.000.000 d. Januari 2017: Rp 120.000.000 maka PPh terutang adalah; a. Januari 2015 0% x Rp 50.000.000 = Rp 0 5% x Rp 50.000.000 = Rp 2.500.000 15% x Rp140.000.000 = Rp 21.000.000 + Rp 23.500.000 b.

Januari 2016 15% x Rp 120.000.000 = Rp 18.000.000 c. Juli 2016 15% x Rp 120.000.000 = Rp 18.000.000 d. Januari 2017 Karena telah lewat tahun ke- 2 maka uang pesangon dikenakan tarif pasal 17 UU PPh (tidak final) 5% x Rp 50.000.000 = Rp 2.500.000 15% x Rp 70.000.000 = Rp 10.500.000 + Rp 13.000.000

PPh Final 0.5 persen berlaku sampai kapan?

WP Badan PT Tak Bisa Pakai PPh Final 0,5% Mulai 2021

  • Bagi Anda Wajib Pajak (WP) Badan atau perusahaan berbentuk Perseroan Terbatas (PT) tidak bisa lagi menggunakan perhitungan tarif PPh Final 0,5% untuk UMKM ini mulai 2021.
  • Hal ini dikarenakan masa berlaku penggunaan Pajak Penghasilan (PPh) Final dengan tarif 0,5% untuk Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) bagi WP Badan berbentuk PT telah berakhir.
  • PPh Final untuk WP Badan PT Berakhir 2020

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) melalui Pengumuman Nomor PENG-10/PJ.09/2020 tentang Batas Waktu Penerapan PPh Final Berdasarkan PP No.23/2018 bagi WP Badan, mengingatkan berakhirnya bagi WP Badan Perseroan Terbatas untuk bisa menggunakan tarif PPh Final 0,5%.

  1. Sesuai dengan Pasal 2 PP 23/2018, atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh WP dalam negeri yang memiliki peredaran bruto tertentu, dikenai PPh yang bersifat final dalam jangka waktu tertentu.
  2. Salah satunya, WP Badan berbentuk PT yang sudah harus mengakhiri menggunakan tarif PPh Final 0,5% ini hingga akhir 2020.
  3. Sesuai Pasal 5 ayat (1) PP 23/2018 ini, jangka waktu tertentu pengenaan PPh bersifat final dengan tarif 0,5% ini paling lama:
  • 7 tahun bagi WP Orang Pribadi
  • 4 tahun bagi WP Badan berbentuk Koperasi, CV, atau Firma
  • 3 tahun bagi WP Badan berbentuk Perseroan Terbatas (PT)

Jangka waktu penggunaan tarif PPh Final 0,5 persen bagi WP tersebut terhitung sejak:

  • Tahun Pajak WP terdaftar, bagi WP yang terdaftar sejak berlakunya PP tersebut
  • Tahun Pajak berlakunya PP tersebut, bagi WP yang telah terdaftar sebelum berlakunya PP ini
  • Dari ketentuan pasal yang mengatur jangka waktu pengenaan PPh Final dengan tarif 0,5 persen yang dimulai sejak 2018, maka untuk WP Perseroan Terbatas sudah harus mengakhiri penggunaan kemudahan tarif ini.
  • Lalu, setelah habisnya masa berlaku penggunaan tarif PPh Final ini WP Badan Perseroan Terbatas akan dikenakan tarif PPh apa?
  • WP Badan Perseroan Terbatas akan Dikenakan Tarif ini
  • Dengan berakhirnya kemudahan penggunaan tarif PPh Final 0,5% bagi WP Badan Perseroan Terbatas, maka Perusahaan PT harus mengikuti ketentuan tarif PPh normal.
  • Berapa tarif PPh Badan normal?

Sesuai Pasal 17 ayat (1) huruf b, UU No.36/2008 tentang Perubahan Keempat Atas UU No.7/1983 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh), WP Badan dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap (BUT) dikenakan tarif PPh sebesar 28%. Dengan berakhirnya penggunaan tarif PPh Final di 2020, maka WP Badan akan dikenakan tarif PPh normal yakni 25% dari Penghasilan Kena Pajak mulai 2021.

Apa yang dimaksud pajak bersifat final?

Baca juga PPS Usai, Pemerintah Turunkan Target Penerimaan PPh Final – Salah satu jenis pajak yang paling umum adalah Pajak Penghasilan (PPh). Pajak penghasilan merupakan pajak yang dikenakan baik kepada orang pribadi maupun badan atas penghasilan yang diperoleh dalam kurun waktu satu tahun pajak.

  • Pajak penghasilan melekat pada subjeknya sehingga sering kali disebut dengan sebutan pajak subjektif.
  • Pajak Penghasilan berdasarkan sifat pemotongan/pemungutan dibagi menjadi 2 jenis yaitu PPh final dan PPh tidak final.
  • Pajak Penghasilan final merupakan pajak yang dikenakan dengan tarif dan dasar pengenaan pajak tertentu atas penghasilan yang didapatkan atau diperoleh dalam satu tahun berjalan.

Pembayaran, pemotongan, atau pemungutan PPh final yang dipotong oleh pihak lain ataupun sendiri bukanlah pembayaran di muka atas PPh terutang melainkan merupakan pelunasan PPh terutang atas penghasilan, oleh karena itu Wajib Pajak dianggap telah melakukan kewajiban pajaknya.

Penghasilan yang diterima atau diperoleh akan dikenakan PPh dengan tarif dan dasar pengenaan pajak tertentu pada waktu penghasilan tersebut diterima atau diperoleh. PPh yang dikenakan, baik dipotong oleh pihak lain maupun yang disetor sudah langsung melunasi PPh terutang untuk penghasilan tersebut, sehingga Wajib Pajak tidak memiliki utang atas Pajak Penghasilan yang harus dibayarkan.

Hal ini berarti nantinya penghasilan yang dikenakan PPh final ini tidak lagi dihitung di SPT Tahunan dan juga merupakan bukan kredit pajak di SPT Tahunan.

You might be interested:  Berikut Ini Yang Termasuk Objek Pajak Adalah?

Pajak Penghasilan yang bersifat final dikenakan atas apa saja jelaskan?

Cara Pembayaran PPh Final – WP juga harus mengetahui bagaimana cara PPh final dibayarkan ke pemerintah, sehingga bisa mengetahui penghasilan bersih yang mereka terima. Biasanya, PPh Final dilakukan dengan cara pemotongan gaji atau upah yang diterima oleh pihak lain atau membayar setorannya secara mandiri.

  1. PPh Final, baik yang dipotong maupun yang disetorkan sendiri, sebenarnya melunasi PPh terutang terhadap penghasilan yang termasuk kategori penghasilan di atas.
  2. Jadi, PPh Final tidak lagi dihitung dalam SPT Tahunan.
  3. Bisa dikatakan kategori penghasilan yang dikenakan PPh Final memang lekat sekali dalam kehidupan kita.

Pajak dari gaji, honorarium, bahkan deviden bagi para investor harus dipotong dengan menggunakan PPh Final. Tentunya, sebagai warga negara yang taat, Anda ingin melakukan kewajiban membayar pajak. Karena itu, AyoPajak yang merupakan PJAP resmi dan diawasi langsung oleh DJP hadir sebagai aplikasi pajak online yang bisa membantu menghitung pajak Anda.

Bagaimana cara menghitung PPh final?

Rumus PPh Final – PPh Final adalah jenis pajak yang perhitungannya cukup sederhana. Rumusnya adalah omzet x tarif PPh Final. Lantas, berapa tarif PPh Final yang berlaku saat ini? Berdasarkan PP Nomor 23 Tahun 2018 tentang PPh Final, tarif yang berlaku adalah 0,5%. Berapa Besar Pengenaan Pajak Yang Bersifat Final

Apakah PPh Pasal 21 bersifat final?

Apa itu PPh 21 Final? – PPh 21 final adalah pajak yang dikenai secara langsung saat Wajib Pajak atau WP menerima gaji, biasanya pajak final ini akan langsung disetorkan kepada WP. Tarif yang dikenai dari PPh 21 final ditentukan berdasarkan pengenaan tertentu atas gaji atau penghasilan yang diterima selama 1 tahun periode kerja berjalan.

Berapa tarif PPh final UMKM?

Kebijakan PPh Final UMKM – Tarif PPh final UMKM sebenarnya adalah nama lain dari PPh pasal 4 ayat 2. Dalam pasal ini disebutkan berbagai macam objek pajak, mulai dari jasa konstruksi, sewa bangunan, pajak obligasi, dan pajak peredaran bruto (omzet) usaha.

Artikel ini akan membahas tentang PPh final untuk UMKM. Khusus untuk pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM), tarif PPh final UMKM sebesar 0,5% sebagaimana tercantum dalam Peraturan Pemerintah (PP) No.23 Tahun 2018 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu.

PP tersebut diberlakukan efektif sejak tanggal 1 Juli 2018. Pemberlakuan undang-undang ini sekaligus mengganti PP sebelumnya yaitu Peraturan Pemerintah No.46 Tahun 2013.

Wajib pajak Siapa saja yang boleh menggunakan PP 23 atau tarif 0 5 %?

Tarif Pajak UMKM Sesuai Jenis-jenis Pajak UMKM – Ada beberapa jenis pajak yang dikenakan pada UKM atau biasa disebut pajak UMKM. Tergantung aktivitas perpajakan apa yang dilakukan atau menjadi kewajiban adminitrasi perpajakan UKM tersebut seperti yang sudah dijelaskan di atas.

  • Beikut adalah tarif jenis-jenis pajak UMKM atau tarif jenis pajak yang dikenakan pada UMKM: a.
  • Tarif PPh Pasal 21 Sebagai UKM juga memiliki kewajiban memotong PPh 21 karyawan setiap bulannya.
  • Guna mengetahui berapa besar PPh yang harus dipotong perusahaan dari gaji karyawan dan lainnya, dengan terlebih dahulu mengalikan Penghasilan Kena Pajak dengan tarif PPh Pasal 17.

Ini disebut sebagai tarif PPh progresif. Jadi, besar tarif PPh 21 yang terutang ditentukan dengan mengalikan Penghasilan Kena Pajak dengan tarif PPh 17, yang diatur kembali dalam UU HPP No.7 Tahun 2021 yakni:

  • 5% untuk penghasilan Rp0 – Rp60.000.000 per tahun
  • 15% untuk penghasilan Rp60.000.000 – Rp250.000.000 per tahun
  • 25% untuk penghasilan Rp250.000.000 – Rp500.000.000 per tahun
  • 30% untuk penghasilan Rp500.000.000 – Rp5.000.000.000 per tahun
  • 35% untuk penghasilan di atas Rp5.000.000.000 setahun

b. Tarif PPh Pasal 23 Sedangkan tarif PPh 23 dibedakan antara yang memiliki NPWP dan yang tidak memiliki NPWP.1. Tarif PPh 23 yang Memiliki NPWP

  • 15% untuk dividen, royalti, bunga pinjaman, hadiah, penghargaan dan bonus
  • 2% untuk sewa atas penggunaan harta, jasa

2. Tarif PPh 23 yang Tidak Memiliki NPWP

  • 30% untuk dividen, royalti, bunga pinjaman, hadiah, penghargaan dan bonus
  • 4% untuk sewa atas penggunaan harta, jasa

c. Tarif PPh Pasal 26 Tarif PPh 26 sebesar 20% dari penghasilan bruto yang diterima oleh orang asing atau badan asing. Tapi tarif pemotongan PPh 26 ini dapat berubah menjadi lebih rendah, bahkan tidak dikenakan pajak jika negara penerima penghasilan tersebut memiliki kerja sama Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) atau Tax Treaty dengan Indonesia.

Bagi penerima penghasilan ini, wajib menunjukkan Surat Keterangan Domisili dari negara asalnya tersebut.d. Tarif PPh Pasal 4 ayat (2) Besar tarif PPh 4 ayat (2) dibedakan berdasarkan jenis usahanya hingga skala usaha, apakah termasuk kualifikasi usaha kecil, atau bahkan tidak memiliki kualifikasi usaha.

Berikut tarif PPh Pasal 4 ayat (2):

No. Jenis Penghasilan Tarif
1 Persewaan atas tanah dan/atau bangunan 10%
2 Pengalihan ha katas tanah dan/atau bangunan 2,5%
3 Pengalihan atas usaha Jasa Konstruksi:
a. Jasa Pelaksana Konstruksi:
– Kualifikasi usaha kecil 2%
– Kualifikasi usaha selain kecil 3%
– Tidak memiliki kualifikasi usaha 4%
b. Jasa Perencanaan & Pengawasan Konstruksi:
– Memiliki kualifikasi usaha 4%
– Tidak memiliki kualifikasi usaha 6%
4 Dividen yang dibayarkan kepada Orang Pribadi 10%

Catatan: Penentuan kualifikasi usaha dari perusahaan jasa konstruksi tertera pada Sertifikat Badan Usaha (SBU) yang dimiliki perusahaan. Begini cara mudah langkah-langkah Bayar Pajak Online di e-Biling e. Tarif PPh Final UMKM PP 23 Tahun 2018 ( Tarif Pajak UMKM ) Seperti yang sudah disebutkan di atas, besar tarif PPh Final UMKM PP 23/2018 adalah 0,5% dari peredaran bruto.

UKM yang termasuk dalam kelompok yang dapat menggunakan tarif PPh Final UMKM PP 23/2018 sebesar 0,5% ini adalah WP Pribadi Pengusaha maupun WP Badan yang memiliki peredaran usaha di bawah Rp4.800.000.000 dalam 1 tahun maupun yang memiliki omzet bruto di atas Rp4,8 juta dengan jangka waktu sesuai ketentuan peraturan perundangan perpajakan.

Bagi UKM yang omzet bruto di bawah Rp4,8 miliar atau lebih dari Rp4,8 miliar setahun dan memilih melakukan pencatatan, dikenakan tarif PPh Final 0,5% dari peredaran bruto setiap bulan, yang harus dibayarkan pula setiap bulannya. Namun, tidak selamanya UKM dapat menikmati tarif PPh Final 0,5% dari omzet bruto ini.

  • 7 tahun untuk WP Orang Pribadi
  • 4 tahun untuk WP Badan berbentuk Koperasi, CV, atau Firma
  • 3 tahun untuk WP Badan berbentuk Perseroan Terbatas (PT)

Jangka waktu penggunaan tarif PPh Final 0,5% tersebut terhitung sejak:

  • Tahun Pajak WP terdaftar, bagi WP yang terdaftar sejak berlakunya PP 23/2018
  • Tahun Pajak berlakunya PP 23/2018, bagi WP yang terdaftar sebelum berlakunya PP ini

Bagaimana jika jangka waktu penggunaan tarif PPh Final 0,5% sesuai PP 23/2018 sudah selesai? Maka, WP dapat kembali menggunakan tarif PPh normal berdasarkan Pasal 17 UU PPh No.36 Tahun 2008 atau menggunakan perhitungan NPPN.f. Tarif PPN Besar tarif PPN yang dipungut dari penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP) di dalam negeri, termasuk impor adalah 10%.

Sesuai regulasi pajak terbaru dalam UU HPP No.7 Tahun 2021, tarif PPN dinaikkan. Selengkapnya baca Kenaikan Tarif PPN Terbaru. Namun, untuk kegiatan ekspor dikenakan tarif PPN 0% atau bebas PPN. Baca Juga: Sudah Tahu? PPN Final untuk UMKM Berlaku Mulai 2022 g. Tarif PPh Badan Tarif PPh WP Badan sebesar 25% dari Penghasilan Kena Pajak, yang berlaku sejak 2010 sesuai UU PPh No.36 Tahun 2008.

Namun, khusus WP Badan berbentuk Perseroan Terbuka (Tbk). Ketentuan ini diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 30 Tahun 2020 tentang Penurunan Tarif PPh Bagi WP Badan Dalam Negeri yang Berbentuk Perseroan Terbuka. Seperti yang sudah disebutkan di atas, untuk tarif PPh Badan terbaru diatur dalam UU HPP yakni 22% mulai 2021 dan 2022. Ilustrasi tarif pajak UMKM terbaru berapa persen Ulasan lengkap tarif baru PPh untuk WP Badan, baca Penurunan Tarif WP Badan Sesuai UU HPP

PPh 25 apakah final?

Tarif PPh Pasal 25 – Sesungguhnya, tidak ada istilah jumlah tarif PPh Pasal 25, karena bukan pengenaan pajak pada suatu objek pajak, melainkan sebutan dari sebuah angsuran pembayaran pajak penghasilan terutang. Ringkasnya, pajak terutang yang harus dibayar ialah PPh Pasal 29, sedangkan PPh Pasal 25 ialah angsuran pembayaran pajak penghasilan terutang.

  • Rumusnya ialah besar PPh Terutang (PPh 29) dibagi dengan 12 bulan, sehingga menghasilkan Angsuran Pembayaran Pajak.
  • Emudian, berapakah besar PPh terutang yang perlu diangsur setiap bulan? Untuk mengetahui hal tersebut, dapat digunakan cara penghitungan Penghasilan Kena Pajak (PKP) dikalikan dengan tarif PPh yang berlaku dibagi 12 bulan.
You might be interested:  Menu Yang Digunakan Untuk Mengedit Atau Menghapus Jenis-Jenis Pajak Adalah?

Selanjutnya, akan ditemukan cicilan PPh terutang yang harus dibayarkan tiap bulannya atau sering disebut dengan pembayaran angsuran PPh 25. Namun, terkadang pemerintah memberikan insentif pajak berupa potongan angsuran pembayaran pajak penghasilan terutang atau insentif PPh 25.

Apa tujuan pengenaan PPh final?

Tujuan Penerapan PPh Final – Uraian yang spesifik mengenai tujuan penerapan PPh final dalam sistem perpajakan sulit ditemukan. Namun, jika dilihat dari tujuannya, salah satu tujuan utama penerapan skema PPh yang bersifat final adalah untuk menyederhanakan pengenaan PPh atas objek pajak tertentu.

Esederhanaan PPh final ditunjukkan dari penghitungannya yang dilakukan dengan cara mengalikan penghasilan bruto dengan tarif. Sifat penerapannya yang sederhana tersebut, menyebabkan PPh final digunakan untuk memberikan kemudahan administrasi bagi wajib pajak. Kemudahan administratif tersebut, dapat mengurangi biaya kepatuhan pajak.

Melihat tujuan tersebut, penerapan PPh final menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari dua terobosan kebijakan untuk meningkatkan kepatuhan, yaitu presumptive tax dan withholding tax, Dalam presumptive tax, penerapan kebijakan PPh final bertujuan agar prosedur pengenaan pajak dapat berjalan sederhana.

  • Selain itu, PPh final juga dapat menjadi pelengkap yang berguna dalam upaya memaksimalkan produktivitas penerimaan dari segi administrasi.
  • Itulah sebabnya, negara seperti Indonesia memilih menerapkan presumptive tax secara final, untuk memungut pajak terhadap sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).

Sementara dalam mekanisme withholding tax, PPh final digunakan sebagai cara untuk mengenakan pajak atas penghasilan yang diterima oleh subjek pajak luar negeri (SPLN). Pengenaannya yang mudah dan sederhana secara administrasi, dianggap sesuai untuk memajaki SPLN yang memiliki karakteristik berbeda dengan subjek pajak dalam negeri (SPDN).

Pajak final pasal berapa?

Pengertian PPh Pasal 4 Ayat (2) – Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 4 ayat (2) merupakan pemotongan atas penghasilan yang dibayarkan sehubungan dengan jasa dan sumber tertentu, seperti jasa konstruksi, sewa tanah dan/atau bangunan, hadiah undian, dan lain sebagainya.

  1. Ringkasnya, PPh Pasal 4 ayat (2) adalah pajak penghasilan atas jenis penghasilan tertentu yang bersifat final dan tidak bisa dikreditkan dengan pajak penghasilan terutang.
  2. Maka dari itu, PPh Pasal 4 ayat (2) ini dikenal juga sebagai PPh Final.
  3. Secara umum, ketentuan mengenai PPh Pasal 4 ayat (2) ini tertuang dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan.

Adapun, menurut IBFD International Tax Glossary (2009), PPh Pasal 4 ayat (2) atau PPh Final digunakan untuk menggambarkan penghasilan yang dikenai withholding tax dan bukan termasuk penghasilan yang menggunakan perhitungan pajak dengan tarif progresif.

PPh Pasal 4 ayat (2) memiliki skema tarif khusus atas setiap jenis penghasilan, serta biaya yang terkait atas penghasilan tersebut tidak bisa menjadi pengurang penghasilan bruto. Pembayaran dan pemotongan/pemungutan PPh Pasal 4 ayat (2) bukan merupakan pembayaran di muka atas PPh terutang, melainkan menjadi pelunasan.

Dengan demikian, Wajib Pajak yang telah dipotong atau menyetor sendiri PPh Pasal 4 ayat (2) terutangnya, maka sudah dianggap melunasi pajaknya.

Kapan harus bayar PPh final?

DJP Ingatkan Lagi, Batas Pembayaran PPh Final UMKM adalah Tanggal 15 ADMINISTRASI PAJAK | Selasa, 19 Juli 2022 | 15:00 WIB Berapa Besar Pengenaan Pajak Yang Bersifat Final Pengunjung menjajal tas koja Baduy di Cilegon Center Mall, Kota Cilegon, Banten, Minggu (17/7/2022). ANTARA FOTO/Muhammad Bagus Khoirunas/YU JAKARTA, DDTCNews – Wajib pajak orang UMKM perlu ingat kembali bahwa batas waktu pembayaran pajak penghasilan (PPh) final yang disetorkan sendiri (PPh Pasal 4 ayat 2) adalah tanggal 15 bulan berikutnya.

” untuk pembayaran/penyetoran pajak UMKM setor sendiri masa pajak Juli, batas akhir penyetorannya adalah tanggal 15 Agustus,” cuit akun @kring_pajak, Selasa (19/7/2022). Namun, perlu dipahami juga bahwa tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) mengatur tentang batasan tidak kena pajak bagi wajib pajak yang memiliki omzet tertentu. Adapun wajib pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu merujuk pada wajib pajak dengan peredaran bruto sampai dengan Rp4,8 miliar sesuai dengan Peraturan Pemerintah,

Wajib pajak dengan peredaran bruto tertentu kerap disebut sebagai wajib pajak UMKM. Selanjutnya, berdasarkan pada ketentuan dalam UU HPP, wajib pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu, tidak dikenai PPh atas bagian peredaran bruto sampai dengan Rp500 juta.

  • Artinya, selama omzet wajib pajak orang pribadi UMKM tidak menyentuh Rp500 juta dalam 1 tahun pajak, tidak perlu membayar PPh final UMKM sebesar 0,5%.
  • Jika pada masa tertentu wajib pajak itu sudah memiliki akumulasi omzet di atas Rp500 juta, atas selisihnya dikenai PPh final.
  • Namun, perlu digaris bawahi bahwa ketentuan tersebut hanya berlaku untuk wajib pajak orang pribadi.

Sementara bagi wajib pajak badan tetap dikenai PPh, meskipun peredaran brutonya dalam satu tahun pajak masih di bawah Rp500 juta. (sap) Cek berita dan artikel yang lain di : DJP Ingatkan Lagi, Batas Pembayaran PPh Final UMKM adalah Tanggal 15

Siapa yang dikenakan pajak final?

Penghasilan Yang Dikenakan Pajak Final – Ada beberapa penghasilan yang dikenakan pajak penghasilan PPh Final, yaitu penghasilan dari transaksi penjualan saham, penghasilan bunga deposito dan tabungan, penghasilan atas hadiah dan undian, penghasilan sewa atau pengalihan hak atas tanah dan bangunan, serta penghasilan bunga atau diskonto obligasi di bursa efek.

Selain itu, penghasilan atas jasa konstruksi, perusahaan pelayaran dalam dan luar negeri, perusahaan penerbangan luar negeri, penghasilan BUT perwakilan dagang asing di Indonesia, penghasilan atas selisih lebih revaluasi aktiva tetap, penghasilan perusahaan modal ventura, hingga penghasilan atas transaksi derivatif masuk ke dalam kategori penghasilan kena pajak.

Baca juga: Perbedaan PPh 21 dan PPh 23 yang Harus Anda Ketahui

PPh final untuk siapa?

b. Objek Pajak Final dan Tidak Final – Objek Pajak PPh Final Sedangkan yang termasuk Objek Pajak PPh Final menurut perundangan perpajakan adalah sebagai berikut:

  1. Bunga Deposito dan Tabungan serta Diskonto Sertifikat Bank Indonesia
  2. Bunga Obligasi
  3. Diskonto Surat Perbendaharaan Negara (SPN)
  4. Hadiah Undian
  5. Transaksi Penjualan Saham dan sekuritas lainnya
  6. Penghasilan Perusahaan Modal Ventura dari Transaksi Penjualan Saham atau Pengalihan Penyertaan Modal pada Perusahaan Pasangan Usahanya
  7. Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan adalah objek pajak PPh final
  8. Penghasilan dari Pengalihan Real Estate dalam Skema Kontrak Investasi
  9. Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi
  10. Penghasilan dari Persewaan Tanah dan/atau Bangunan
  11. Penghasilan Perusahaan Pelayaran Dalam Negeri
  12. Penghasilan Perusahaan Pelayaran dan/atau Penerbangan Luar Negeri
  13. Penghasilan Wajib Pajak Luar Negeri yang Mempunyai Kantor Perwakilan Dagang di Indonesia.
  14. Selisih Lebih Penilaian Kembali Aktiva Tetap.

Baca Juga: Jenis, Tarif, Hingga Cara Perhitungan PPh 21 Bagi Kelompok Bukan Pegawai Objek Pajak PPh Tidak Final Adapun Objek Pajak PPh Tidak Final adalah sebagai berikut:

  1. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh
  2. Hadiah dari pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan
  3. Laba usaha
  4. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta
  5. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak
  6. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang
  7. Dividen
  8. Royalti atau imbalan atas penggunaan hak
  9. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta
  10. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala
  11. Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan Peraturan Pemerintah
  12. Keuntungan selisih kurs mata uang asing
  13. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva
  14. Premi asuransi
  15. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas
  16. Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak
  17. Penghasilan dari usaha berbasis syariah
  18. Imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan
  19. Surplus Bank Indonesia.

Demikian penjelasan singkat mengenai PPh final objek pajak final, juga perbedaannya. Sehubungan dengan ketentuan PPh Tidak Final, Wajib Pajak diberikan kesempatan sampai akhir tahun buku untuk menuntaskan kewajiban perpajakannya. Wajib Pajak diperbolehkan untuk menghitung sendiri seluruh penghasilan dan biaya-biaya lainnya selama satu Tahun Pajak, untuk selanjutnya diperhitungkan dengan PPh Final yang sudah dibayarkan. Saya Mau Coba Gratis Klikpajak Sekarang!

Apa perbedaan pajak final dan tidak final?

Perbedaan Pajak Penghasilan Final dan Tidak Final VIVA – Semua wajib pajak pasti sudah sering mendengar mengenai pajak penghasilan. Dalam pemotongan atau pemungutannya, PPh dibedakan menjadi pajak penghasilan Final dan Tidak Final. PPh adalah pajak yang dikenakan kepada wajib pajak atas pendapatan yang diterima dalam suatu tahun pajak.

  1. Di sini pajak final ini merupakan pajak yang dikenakan dengan tarif dan dasar pengenaan pajak tertentu atas pendapatan yang diterima.
  2. Mengenal Pajak Penghasilan Final PPh Final diartikan sebagai penyederhanaan dalam metode penghitungan pajak penghasilan.
  3. Pada umumnya, pajak penghasilan dihitung berdasarkan penghasilan bersih.
You might be interested:  Apa Yang Dimaksud Dengan Pengusaha Kena Pajak?

Penghasilan neto atau bersih bisa diketahui dengan melakukan penghitungan penghasilan bruto dikurangi dengan biaya lainnya. Namun, tak semua biaya dapat dikurangkan. Ada beberapa biaya yang bisa dikurangi dan tak bisa dikurangi. PPh final ini adalah pajak yang dikenakan secara langsung ketika seorang wajib pajak memperoleh penghasilan.

Arena mempunyai sifat pemungutan yang sementara, maka PPh final tak diperhitungkan dalam pelaporan SPT tahunan namun nantinya tetap harus dilaporkan. Pendapatan yang akan dikenakan PPh final ini tidak dihitung lagi pada SPT Tahunan untuk dikenakan tarif umum dengan penghasilan lainnya. PPh nantinya akan dipotong atau dibayarkan bukan termasuk ke dalam kredit pajak pada SPT Tahunan.

Secara umum, perbedaan antara PPh Final dan tak Final yakni Pajak Penghasilan Final berarti pajak sudah selesai. Sedangkan, PPh tak final merupakan kebalikan dari PPh Final, yakni pajak belum selesai. Perbedaan Pajak Penghasilan Final dan Tidak Final Disclaimer: Artikel ini adalah kiriman dari pengguna VIVA.co.id yang diposting di kanal VStory yang berbasis user generate content (UGC).

Berapa tarif PPh 21 tahun 2022?

Seri Artikel Pajak Pemerintah #2 : Perubahan Lapisan Pajak Penghasilan Pasal 21 – Website LLDIKTI Wilayah V Artikel Rabu,11 Mei 2022 Perencanaan dan Penganggaran | 30335 kali Selamat Pagi, #kawanlima yang berbahagia, di manapun berada. Semoga senantiasa dalam keadaan sehat ya.

  • Melanjutkan artikel berseri seputar pajak pemerintah, kali ini kami ulas sedikit mengenai perubahan atas lapisan pajak penghasilan pasal 21.
  • Oh ya, jika kalian terlewat, silakan simak seri sebelumnya pada link berikut ini :,
  • Sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), terjadi perubahan pada lapisan pajak penghasilan pasal 21.

Jika sebelumnya hanya terdapat 4 lapisan penghasilan yang dikenakan PPh pasal 21, maka mulai tanggal 1 Januari 2022 bertambah lagi satu lapisan. Untuk lebih jelasnya, simak dalam uraian berikut ini : Dasar Hukum Pemberlakuan tarif baru ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).

No Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak
1 sampai dengan Rp60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) 5% (lima persen)
2 di atas Rp60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) sampai dengan Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) 15% (lima belas persen)
3 di atas Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) sampai dengan Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) 25% (dua puluh lima persen)
4 di atas Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) sampai dengan Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) 30% (tiga puluh persen)
5 di atas Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) 35% (tiga puluh lima persen)

Jika kita amati, terdapat 2 perubahan dari ketentuan sebelumnya. Yaitu pada lapisan pertama, pada ketentuan sebelumnya adalah sampai dengan Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) berubah menjadi Rp60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah). Artinya, ini merupakan sebuah keringanan yang diberikan kepada masyarakat.

Jika kita punya penghasilan setahun, setelah dikurangi PTKP, misalnya sebesar Rp 59.000.000,00 maka menurut ketentuan yang baru ini belum dikenai pajak penghasilan. Di sisi lain, ketentuan yang baru ini menambah lapisan untuk masyarakat berpenghasilan lebih dari Rp 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah).

Jika sebelumnya hanya dikenaik tarif sebesar 30%, maka mulai 1 Januari 2022 ini akan dikenai tarif sebesar 35%. Ini merupakan bentuk keadilan yang diterapkan oleh pemerintah. Artinya, masyarakat yang berpenghasilan rendah dilindungi, sedangkan yang berpenghasilan tinggi memberikan kontribusi pajak yang lebih tinggi, sesuai dengan prinsip gotong royong.

Demikian, #kawanlima, Semoga tulisan ringkas ini memberikan pengetahuan yang baru. Jadi, silakan dianalisa sendiri, apakah penghasilan kalian terpengaruh oleh ketentuan yang baru ini. Jika terpengaruh, silakan disesuaikan karena akan menjadi dasar pengisian SPT tahunan teman-teman semua. Atau teman-teman sebagai bendaharawan yang memotong pajak penghasilan, silakan disesuaikan dengan peraturan yang baru ini ya.

Jangan sampai salah menggunakan ketentuan yang lama. Nanti diprotes oleh rekan kerjanya. Terima kasih sudah menyimak. Salam Sehat Selalu. Oleh : Muhammad Iqbal Fauzi | Staf pada Kepenyeliaan Keuangan LLDikti Wilayah V * Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi di mana penulis bekerja : Seri Artikel Pajak Pemerintah #2 : Perubahan Lapisan Pajak Penghasilan Pasal 21 – Website LLDIKTI Wilayah V

Berapa tarif PPh 21 bagi karyawan?

Penghasilan Neto – Langkah selanjutnya yang harus dilakukan adalah menghitung Penghasilan Neto karyawan. Penghasilan neto didapat dari Penghasilan Bruto yang dikurangi komponen pengurangan. Komponen pengurangan tersebut diantaranya adalah biaya jabatan, iuran pensiun karyawan, dan jaminan hari tua (JHT).

Dalam, biaya jabatan didefinisikan sebagai biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan. Besaran komponen ini adalah 5% dari gaji pokok, dengan potongan maksimal sebesar Rp 500.000 per bulan. Itu berarti biaya jabatan hanya akan memiliki nilai lebih kecil atau sama dengan Rp 500.000, berapapun nilai persentase 5% yang dihasilkan dari total gaji pokok.

Untuk biaya pensiun, perhitungannya sebesar 5% dari Penghasilan Bruto seorang karyawan dengan nilai potongan maksimal Rp 200.000 per bulan atau Rp 2.400.000 per tahun. Sementara untuk JHT hanya dihitung untuk yang ditanggung oleh pekerja, sebesar 2% dari upah tetap sebulan (gaji pokok + tunjangan tetap).

Pemotongan PPh Pasal 21 Apa saja yang bersifat final?

Jenis Penghasilan Yang Dipotong PPh Pasal 21 – Jenis penghasilan yang menjadi objek pemotongan PPh Pasal 21 adalah penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa dan kegiatan. Namun Peraturan Menteri Keuangan nomor 252/PMK.03/2008 mengatur lebih detail jenis-jenis penghasilan dimaksud. Berikut rinciannya:

  1. penghasilan yang diterima atau diperoleh Pegawai tetap, baik berupa penghasilan yang bersifat teratur maupun tidak teratur ;
  2. penghasilan yang diterima atau diperoleh Penerima pensiun secara teratur berupa uang pensiun atau penghasilan sejenisnya ;
  3. penghasilan sehubungan dengan pemutusan hubungan kerja dan penghasilan sehubungan dengan pensiun yang diterima secara sekaligus berupa uang pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua atau jaminan hari tua, dan pembayaran lain sejenis ;
  4. penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, berupa upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan atau upah yang dibayarkan secara bulanan ;
  5. imbalan kepada bukan pegawai, antara lain berupa honorarium, komisi, fee, dan imbalan sejenis dengan nama dan dalam bentuk apapun sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan;
  6. imbalan kepada peserta kegiatan, antara lain berupa uang saku, uang representasi, uang rapat, honorarium, hadiah atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun, dan imbalan sejenis dengan nama apapun.

Jenis-jenis penghasilan diatas dibayarkan dalam bentuk uang. Tetapi jika dibayar dalam bentuk naturan, maka tetap harus dihitung sebagai penghasilan penerima natura dengan syarat pemberi naturan:

  1. bukan Wajib pajak;
  2. Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final; atau
  3. Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan norma penghitungan khusus ( deemed profit ).

Dalam rangka menghitung PPh Pasal 21, natura diatas harus dihitung dengan harga pasar atas barang yang diberikan atau nilai wajar atas pemberian kenikmatan yang diberikan. Pemberian penghasilan yang dikecualikan dari pemotongan PPh Pasal 21 yaitu:

  1. pembayaran manfaat atau santunan asuransi dari perusahaan asuransi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa;
  2. zakat yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari badan atau lembaga amal zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah, atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah;
  3. beasiswa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 (3) huruf l Undang-Undang Pajak Penghasilan.

Apa bedanya PPh 21 final dan tidak final?

Jenis Pajak Penghasilan Pasal 21 yang Dikenakan PPh Tidak Final –

  1. Penghasilan yang diperoleh wajib pajak orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan usaha dengan omzet di atas Rp4,8 miliar per tahun
  2. Penghasilan wajib pajak orang pribadi sehubungan dengan imbal jasa pekerjaan bebas
  3. Penghasilan yang dikenakan PPh pasal 21 kecuali honorarium dari APBN/APBD dan pesangon/JHT/THT yang dibayarkan sekaligus
  4. PPh Pasal 22 yaitu transaksi atas impor, bendaharawan, migas, dan lelang. Pengecualian untuk penjualan BBM (Bahan Bakar Minyak), BBG (Bahan Bakar Gas), dan pelumas dari importir kepada penyalur/
  5. Pajak Penghasilan Pasal 23, yang meliputi:
  • Bunga, premium, diskonto, imbalan atas pengembalian utang
  • Royalti
  • Hadiah, bonus, atau sejenis penghargaan atas sebuah kegiatan
  • Pendapatan sewa, selain tanah dan bangunan
  • Imbalan atas jasa teknik manajemen, konstruksi, konsultan, dan lainnya

Penghasilan yang diterima oleh wajib pajak dalam negeri yang berasal dari luar negeri dan telah dikenakan pajak di luar negeri

: Apa Itu Pajak Final atau PPh 21 Final