Di Bawah Ini Yang Merupakan Dasar Penagihan Pajak Adalah:?
Penagihan Pajak Terutang Lewat Jatuh Tempo – Seperti yang sudah disebutkan di atas, apabila penagihan utang pajak sudah lewat dalam waktu jatuh tempo, maka akan dilakukan:
- Diterbitkannya Surat Paksa;
- Ada pengakuan utang pajak dari Wajib Pajak baik langsung maupun tidak langsung;
- Diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan; atau
- Dilakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan.
Itulah penjelasan tentang ketentuan penagihan pajak yang penting untuk diketahui wajib pajak atau penanggung pajak. Agar terhindar dari urusan masalah penagihan pajak, sebaiknya kelola pajak dengan baik tempat waktu dan sesuai ketentuan perundang-undangan perpajakana yang berlaku.
- Cara Membuat Kode Billing Sebelum Setor Pajak
- Tutorial Cara Bayar Pajak Online di e-Billing
Ingin langsung kelola pajak bisnis mulai dari hitung, bayar dan lapor pajaknya? Saya Mau Coba Gratis Klikpajak Sekarang!
Contents
- 1 3 Apa yang dimaksud dengan penagihan pajak?
- 2 Bagaimana urutan proses penagihan pajak dan jangka waktunya?
- 3 Apa yang dimaksud dengan utang pajak dan penagihan pajak?
- 4 Jelaskan apa yang dimaksud dengan utang pajak?
- 5 Jelaskan apa yang dimaksud penagihan pajak pasif?
3 Apa yang dimaksud dengan penagihan pajak?
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 1997 TENTANG PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA. Beberapa ketentuan dalam Undang-undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3686) diubah sebagai berikut: 1.
- Etentuan Pasal 1 diubah, sehingga keseluruhan Pasal 1 berbunyi sebagai berikut: “Pasal 1 Dalam Undang-undang ini, yang dimaksud dengan : 1.
- Pajak adalah semua jenis pajak yang dipungut oleh Pemerintah Pusat, termasuk Bea Masuk dan Cukai, dan pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah, menurut undang-undang dan peraturan daerah.2.
Wajib,2. Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan, termasuk pemungut pajak atau pemotong pajak tertentu.3. Penanggung Pajak adalah orang pribadi atau badan yang bertanggung jawab atas pembayaran pajak, termasuk wakil yang menjalankan hak dan memenuhi kewajiban Wajib Pajak menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.4.
Badan adalah sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik Negara atau Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi yang sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap, dan bentuk badan lainnya.5.
Pejabat adalah pejabat yang berwenang mengangkat dan memberhentikan Jurusita Pajak, menerbitkan Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus, Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, Surat Pencabutan Sita, Pengumuman Lelang, Surat Penentuan Harga Limit, Pembatalan Lelang, Surat Perintah Penyanderaan dan surat lain yang diperlukan untuk penagihan pajak sehubungan dengan Penanggung Pajak tidak melunasi sebagian atau seluruh utang pajak menurut undang-undang dan peraturan daerah.6.
Jurusita Pajak adalah pelaksana tindakan penagihan pajak yang meliputi penagihan seketika dan sekaligus, pemberitahuan Surat Paksa, penyitaan dan penyanderaan.7. Pengadilan,7. Pengadilan Negeri adalah Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat tindakan penagihan pajak dilaksanakan.8. Utang Pajak adalah pajak yang masih harus dibayar termasuk sanksi administrasi berupa bunga, denda atau kenaikan yang tercantum dalam surat ketetapan pajak atau surat sejenisnya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.9.
Penagihan Pajak adalah serangkaian tindakan agar Penanggung Pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan Surat Paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan, menjual barang yang telah disita.10.
Surat Teguran, Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis adalah surat yang diterbitkan oleh Pejabat untuk menegur atau memperingatkan kepada Wajib Pajak untuk melunasi utang pajaknya.11. Penagihan Seketika dan Sekaligus adalah tindakan penagihan pajak yang dilaksanakan oleh Jurusita Pajak kepada Penanggung Pajak tanpa menunggu tanggal jatuh tempo pembayaran yang meliputi seluruh utang pajak dari semua jenis pajak, Masa Pajak, dan Tahun Pajak.12.
Surat Paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak.13. Biaya Penagihan Pajak adalah biaya pelaksanaan Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, Pengumuman Lelang, Pembatalan Lelang, Jasa Penilai dan biaya lainnya sehubungan dengan penagihan pajak.14.
- Penyitaan,14.
- Penyitaan adalah tindakan Jurusita Pajak untuk menguasai barang Penanggung Pajak, guna dijadikan jaminan untuk melunasi utang pajak menurut peraturan perundang-undangan.15.
- Objek Sita adalah barang Penanggung Pajak yang dapat dijadikan jaminan utang pajak.16.
- Barang adalah tiap benda atau hak yang dapat dijadikan objek sita.17.
Lelang adalah setiap penjualan barang dimuka umum dengan cara penawaran harga secara lisan dan atau tertulis melalui usaha pengumpulan peminat atau calon pembeli.18. Kantor Lelang adalah kantor yang berwenang melaksanakan penjualan secara lelang.19. Risalah Lelang adalah Berita Acara Pelaksanaan Lelang yang dibuat oleh Pejabat Lelang atau kuasanya dalam bentuk yang ditentukan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan lelang.20.
Pencegahan adalah larangan yang bersifat sementara terhadap Penanggung Pajak tertentu untuk keluar dari wilayah Negara Republik Indonesia berdasarkan alasan tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.21. Penyanderaan adalah pengekangan sementara waktu kebebasan Penanggung Pajak dengan menempatkannya di tempat tertentu.22.
Gugatan atau Sanggahan adalah upaya hukum terhadap pelaksanaan penagihan pajak atau kepemilikan barang sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang bersangkutan.23. Kepala,23. Kepala Daerah adalah Gubernur, Bupati atau Walikota.24. Pemerintah Daerah adalah pemerintah daerah yang wilayah hukumnya meliputi tempat tindakan penagihan pajak dilaksanakan.25.
- Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia.26.
- Hari adalah hari kalender.” 2.
- Etentuan Pasal 2 ayat (3) diubah, sehingga keseluruhan Pasal 2 berbunyi sebagai berikut: “Pasal 2 (1) Menteri berwenang menunjuk Pejabat untuk penagihan pajak pusat.
- 2) Kepala Daerah berwenang menunjuk Pejabat untuk penagihan pajak daerah.
(3) Pejabat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) berwenang: a. mengangkat dan memberhentikan Jurusita Pajak; b. menerbitkan: 1) Surat Teguran, Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis; 2) Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus; 3) Surat Paksa; 4) Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan; 5) Surat Perintah Penyanderaan; 6) Surat Pencabutan Sita; 7) Pengumuman Lelang; 8) Surat Penentuan Harga Limit; 9) Pembatalan Lelang; dan 10) surat lain yang diperlukan untuk pelaksanaan penagihan pajak.” 3.
- Etentuan,3.
- Etentuan Pasal 5 ayat (3), ayat (4) dan ayat (5) diubah, sehingga keseluruhan Pasal 5 berbunyi sebagai berikut: “Pasal 5 (1) Jurusita Pajak bertugas: a.
- Melaksanakan Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus; b.
- Memberitahukan Surat Paksa; c.
- Melaksanakan penyitaan atas barang Penanggung Pajak berdasarkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan; dan d.
melaksanakan penyanderaan berdasarkan Surat Perintah Penyanderaan. (2) Jurusita Pajak dalam melaksanakan tugasnya harus dilengkapi dengan kartu tanda pengenal Jurusita Pajak dan harus diperlihatkan kepada Penanggung Pajak. (3) Dalam melaksanakan penyitaan, Jurusita Pajak berwenang memasuki dan memeriksa semua ruangan termasuk membuka lemari, laci, dan tempat lain untuk menemukan objek sita di tempat usaha, di tempat kedudukan, atau di tempat tinggal Penanggung Pajak, atau di tempat lain yang dapat diduga sebagai tempat penyimpanan objek sita.
4) Dalam melaksanakan tugasnya, Jurusita Pajak dapat meminta bantuan Kepolisian, Kejaksaan, Departemen yang membidangi hukum dan perundang-undangan, Pemerintah Daerah setempat, Badan Pertanahan Nasional, Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, Pengadilan Negeri, Bank atau pihak lain. (5) Jurusita Pajak menjalankan tugas di wilayah kerja Pejabat yang mengangkatnya, kecuali ditetapkan lain dengan Keputusan Menteri atau Keputusan Kepala Daerah.” 4.
Ketentuan,4. Ketentuan Pasal 6 ayat (1) huruf b dan huruf c diubah, sehingga keseluruhan Pasal 6 berbunyi sebagai berikut: “Pasal 6 (1) Jurusita Pajak melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus tanpa menunggu tanggal jatuh tempo pembayaran berdasarkan Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus yang diterbitkan oleh Pejabat apabila: a.
- Penanggung Pajak akan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya atau berniat untuk itu; b.
- Penanggung Pajak memindahtangankan barang yang dimiliki atau yang dikuasai dalam rangka menghentikan atau mengecilkan kegiatan perusahaan, atau pekerjaan yang dilakukannya di Indonesia; c.
- Terdapat tanda-tanda bahwa Penanggung Pajak akan membubarkan badan usahanya, atau menggabungkan usahanya, atau memekarkan usahanya, atau memindahtangankan perusahaan yang dimiliki atau dikuasainya, atau melakukan perubahan bentuk lainnya; d.
badan usaha akan dibubarkan oleh Negara; atau e. terjadi penyitaan atas barang Penanggung Pajak oleh pihak ketiga atau terdapat tanda-tanda kepailitan. (2) Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus sekurang-kurangnya memuat: a. nama Wajib Pajak, atau nama Wajib Pajak dan Penanggung Pajak; b.
Besarnya utang pajak; c. perintah untuk membayar; dan d. saat pelunasan pajak. (3) Surat, (3) Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus diterbitkan sebelum penerbitan Surat Paksa.” 5. Ketentuan Pasal 7 ayat (2) diubah, sehingga keseluruhan Pasal 7 berbunyi sebagai berikut: “Pasal 7 (1) Surat Paksa berkepala kata-kata “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”, mempunyai kekuatan eksekutorial dan kedudukan hukum yang sama dengan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
(2) Surat Paksa sekurang-kurangnya harus memuat: a. nama Wajib Pajak, atau nama Wajib Pajak dan Penanggung Pajak; b. dasar penagihan; c. besarnya utang pajak; dan d. perintah untuk membayar.” 6. Ketentuan Pasal 8 diubah dan dijadikan ayat (1), dan ditambah 1 (satu) ayat yaitu ayat (2), sehingga keseluruhan Pasal 8 berbunyi sebagai berikut: “Pasal 8 (1) Surat Paksa diterbitkan apabila: a.
Penanggung Pajak tidak melunasi utang pajak dan kepadanya telah diterbitkan Surat Teguran atau Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis; b. terhadap Penanggung Pajak telah dilaksanakan penagihan seketika dan sekaligus; atau c. Penanggung,c. Penanggung Pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum dalam keputusan persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran pajak.
(2) Surat Teguran, Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis diterbitkan apabila Penanggung Pajak tidak melunasi utang pajaknya sampai dengan tanggal jatuh tempo pembayaran.” 7. Ketentuan Pasal 9 diubah, sehingga keseluruhan Pasal 9 berbunyi sebagai berikut: “Pasal 9 (1) Dalam hal terjadi keadaan di luar kekuasaan Pejabat atau sebab lain, Surat Paksa pengganti dapat diterbitkan oleh Pejabat karena jabatan.
- 2) Surat Paksa pengganti sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) mempunyai kekuatan eksekutorial dan kedudukan hukum yang sama dengan Surat Paksa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1).” 8.
- Etentuan Pasal 10 ayat (1), ayat (2), ayat (4), ayat (5), ayat (7), ayat (8), ayat (9), ayat (10), dan ayat (11) diubah, dan ditambah ayat (12) sehingga keseluruhan Pasal 10 berbunyi sebagai berikut: “Pasal 10 (1) Surat Paksa diberitahukan oleh Jurusita Pajak dengan pernyataan dan penyerahan Salinan Surat Paksa kepada Penanggung Pajak.
(2) Pemberitahuan Surat Paksa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dituangkan dalam Berita Acara yang sekurang-kurangnya memuat hari dan tanggal pemberitahuan Surat Paksa, nama Jurusita, Jurusita Pajak, nama yang menerima, dan tempat pemberitahuan Surat Paksa.
- 3) Surat Paksa terhadap orang pribadi diberitahukan oleh Jurusita Pajak kepada: a.
- Penanggung Pajak di tempat tinggal, tempat usaha atau di tempat lain yang memungkinkan; b.
- Orang dewasa yang bertempat tinggal bersama ataupun yang bekerja di tempat usaha Penanggung Pajak, apabila Penanggung Pajak yang bersangkutan tidak dapat dijumpai; c.
salah seorang ahli waris atau pelaksana wasiat atau yang mengurus harta peninggalannya, apabila Wajib Pajak telah meninggal dunia dan harta warisan belum dibagi; atau d. para ahli waris, apabila Wajib Pajak telah meninggal dunia dan harta warisan telah dibagi.
4) Surat Paksa terhadap badan diberitahukan oleh Jurusita Pajak kepada: a. pengurus, kepala perwakilan, kepala cabang, penanggung jawab, pemilik modal, baik di tempat kedudukan badan yang bersangkutan, di tempat tinggal mereka maupun di tempat lain yang memungkinkan; atau b. pegawai tetap di tempat kedudukan atau tempat usaha badan yang bersangkutan apabila Jurusita Pajak tidak dapat menjumpai salah seorang sebagaimana dimaksud dalam huruf a.
(5) Dalam hal Wajib Pajak dinyatakan pailit, Surat Paksa diberitahukan kepada Kurator, Hakim Pengawas atau Balai Harta Peninggalan, dan dalam hal Wajib Pajak dinyatakan bubar atau dalam likuidasi, Surat Paksa diberitahukan kepada orang, orang atau badan yang dibebani untuk melakukan pemberesan, atau likuidator.
- 6) Dalam hal Wajib Pajak menunjuk seorang kuasa dengan surat kuasa khusus untuk menjalankan hak dan kewajiban perpajakan, Surat Paksa dapat diberitahukan kepada penerima kuasa dimaksud.
- 7) Apabila pemberitahuan Surat Paksa sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dan ayat (4) tidak dapat dilaksanakan, Surat Paksa disampaikan melalui Pemerintah Daerah setempat.
(8) Dalam hal Wajib Pajak atau Penanggung Pajak tidak diketahui tempat tinggalnya, tempat usaha, atau tempat kedudukannya, penyampaian Surat Paksa dilaksanakan dengan cara menempelkan Surat Paksa pada papan pengumuman kantor Pejabat yang menerbitkannya, mengumumkan melalui media massa, atau cara lain yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri atau Keputusan Kepala Daerah.
- 9) Dalam hal Surat Paksa harus dilaksanakan di luar wilayah kerja Pejabat, Pejabat dimaksud meminta bantuan kepada Pejabat yang wilayah kerjanya meliputi tempat pelaksanaan Surat Paksa, kecuali ditetapkan lain dengan Keputusan Menteri atau Keputusan Kepala Daerah.
- 10) Pejabat yang diminta bantuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (9) wajib membantu dan memberitahukan tindakan yang telah dilaksanakannya kepada Pejabat yang meminta bantuan.
(11) Dalam hal Penanggung Pajak atau pihak-pihak yang dimaksud dalam ayat (3) dan ayat (4) menolak untuk menerima Surat Paksa, Jurusita Pajak meninggalkan Surat Paksa dimaksud dan mencatatnya dalam Berita Acara bahwa Penanggung Pajak tidak mau menerima Surat Paksa, dan Surat Paksa dianggap telah diberitahukan.
(12) Pengajuan, (12) Pengajuan keberatan oleh Wajib Pajak tidak mengakibatkan penundaan pelaksanaan Surat Paksa.” 9. Diantara Pasal 10 dan Pasal 11 disisipkan Pasal 10 A, yang berbunyi sebagai berikut: “Pasal 10 A Tata cara pelaksanaan penagihan seketika dan sekaligus, dan pelaksanaan Surat Paksa ditetapkan dengan Keputusan Menteri atau Keputusan Kepala Daerah.” 10.
Ketentuan Pasal 12 ayat (4), ayat (5), ayat (6), dan ayat (7) diubah, dan di antara ayat (3) dan ayat (4) disisipkan 1 (satu) ayat yaitu ayat (3a), sehingga keseluruhan Pasal 12 berbunyi sebagai berikut: “Pasal 12 (1) Apabila utang pajak tidak dilunasi Penanggung Pajak dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, Pejabat menerbitkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan.
(2) Penyitaan dilaksanakan oleh Jurusita Pajak dengan disaksikan oleh sekurang-kurangnya 2 (dua) orang yang telah dewasa, penduduk Indonesia, dikenal oleh Jurusita Pajak, dan dapat dipercaya. (3) Setiap melaksanakan penyitaan, Jurusita Pajak membuat Berita Acara Pelaksanaan Sita yang ditandatangani oleh Jurusita Pajak, Penanggung Pajak dan saksi-saksi.
(3a) Dalam hal Penanggung Pajak adalah Badan maka Berita Acara Pelaksanaan Sita ditandatangani oleh pengurus, kepala perwakilan, kepala cabang, penanggung jawab, pemilik modal atau pegawai tetap perusahaan. (4) Walaupun, (4) Walaupun Penanggung Pajak tidak hadir, penyitaan tetap dapat dilaksanakan dengan syarat salah seorang saksi sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), berasal dari Pemerintah Daerah setempat.
5) Dalam hal penyitaan dilaksanakan tidak dihadiri oleh Penanggung Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (4), Berita Acara Pelaksanaan Sita ditandatangani Jurusita Pajak dan saksi-saksi. (6) Berita Acara Pelaksanaan Sita tetap mempunyai kekuatan mengikat, meskipun Penanggung Pajak menolak menandatangani Berita Acara Pelaksanaan Sita sebagaimana dimaksud dalam ayat (3).
(7) Salinan Berita Acara Pelaksanaan Sita dapat ditempelkan pada barang bergerak atau barang tidak bergerak yang disita, atau di tempat barang bergerak atau barang tidak bergerak yang disita berada, dan atau di tempat-tempat umum. (8) Atas barang yang disita dapat ditempel atau diberi segel sita.” 11.
Ketentuan Pasal 14 diubah, dan di antara ayat (1) dan ayat (2) disisipkan 1 (satu) ayat yaitu ayat (1a), sehingga keseluruhan Pasal 14 berbunyi sebagai berikut: “Pasal 14 (1) Penyitaan dilaksanakan terhadap barang milik Penanggung Pajak yang berada di tempat tinggal, tempat usaha, tempat kedudukan, atau di tempat lain termasuk yang penguasaannya berada di tangan pihak lain atau yang dijaminkan sebagai pelunasan utang tertentu yang dapat berupa: a.
barang,a. barang bergerak termasuk mobil, perhiasan, uang tunai, dan deposito berjangka, tabungan, saldo rekening koran, giro, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu, obligasi saham, atau surat berharga lainnya, piutang, dan penyertaan modal pada perusahaan lain; dan atau b.
Barang tidak bergerak termasuk tanah, bangunan, dan kapal dengan isi kotor tertentu. (1a) Penyitaan terhadap Penanggung Pajak Badan dapat dilaksanakan terhadap barang milik perusahaan, pengurus, kepala perwakilan, kepala cabang, penanggung jawab, pemilik modal, baik di tempat kedudukan yang bersangkutan, di tempat tinggal mereka maupun di tempat lain.
(2) Penyitaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan sampai dengan nilai barang yang disita diperkirakan cukup oleh Jurusita Pajak untuk melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak. (3) Hak lainnya yang dapat disita selain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.” 12.
- Etentuan Pasal 15 diubah, dan di antara ayat (2) dan ayat (3) disisipkan 1 (satu) ayat yaitu ayat (2a), sehingga keseluruhan Pasal 15 berbunyi sebagai berikut: “Pasal 15 (1) Barang bergerak milik Penanggung Pajak yang dikecualikan dari penyitaan adalah: a.
- Pakaian dan tempat tidur beserta perlengkapannya yang digunakan oleh Penanggung Pajak dan keluarga yang menjadi tanggungannya; b.
persediaan,b. persediaan makanan dan minuman untuk keperluan satu bulan beserta peralatan memasak yang berada di rumah; c. perlengkapan Penanggung Pajak yang bersifat dinas yang diperoleh dari negara; d. buku-buku yang bertalian dengan jabatan atau pekerjaan Penanggung Pajak dan alat-alat yang dipergunakan untuk pendidikan, kebudayaan dan keilmuan; e.
- Peralatan dalam keadaan jalan yang masih digunakan untuk melaksanakan pekerjaan atau usaha sehari-hari dengan jumlah seluruhnya tidak lebih dari Rp 20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah); atau f.
- Peralatan penyandang cacat yang digunakan oleh Penanggung Pajak dan keluarga yang menjadi tanggungannya.
- 2) Perubahan besarnya nilai peralatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf e ditetapkan dengan Keputusan Menteri atau Keputusan Kepala Daerah.
(2a) Dalam hal barang yang disita mudah rusak atau cepat busuk, dikecualikan dari penjualan secara lelang. (3) Penambahan jenis barang bergerak yang dikecualikan dari penyitaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf f diatur dengan Peraturan Pemerintah.” 13.
- Etentuan Pasal 19 ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (6) diubah, sehingga keseluruhan Pasal 19 berbunyi sebagai berikut: “Pasal 19 (1) Penyitaan tidak dapat dilaksanakan terhadap barang yang telah disita oleh Pengadilan Negeri atau instansi lain yang berwenang.
- 2) Terhadap,
- 2) Terhadap barang yang telah disita sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Jurusita Pajak menyampaikan Surat Paksa kepada Pengadilan Negeri atau instansi lain yang berwenang.
(3) Pengadilan Negeri sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dalam sidang berikutnya menetapkan barang yang telah disita dimaksud sebagai jaminan pelunasan utang pajak. (4) Instansi lain yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), setelah menerima Surat Paksa menjadikan barang yang telah disita dimaksud sebagai jaminan pelunasan utang pajak.
- 5) Pengadilan Negeri atau instansi lain yang berwenang menentukan pembagian hasil penjualan barang dimaksud berdasarkan ketentuan hak mendahulu Negara untuk tagihan pajak.
- 6) Hak mendahulu untuk tagihan pajak melebihi segala hak mendahulu lainnya, kecuali terhadap: a.
- Biaya perkara yang semata-mata disebabkan suatu penghukuman untuk melelang suatu barang bergerak dan atau barang tidak bergerak; b.
biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkan barang dimaksud; c. biaya perkara yang semata-mata disebabkan pelelangan dan penyelesaian suatu warisan. (7) Putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap segera disampaikan oleh Pengadilan Negeri kepada Kantor Lelang untuk dipergunakan sebagai dasar pembagian hasil lelang.” 14.
Etentuan,14. Ketentuan Pasal 20 ayat (1) dan ayat (3) diubah, sehingga keseluruhan Pasal 20 berbunyi sebagai berikut: “Pasal 20 (1) Dalam hal objek sita berada di luar wilayah kerja Pejabat yang menerbitkan Surat Paksa, Pejabat meminta bantuan kepada Pejabat yang wilayah kerjanya meliputi tempat objek sita berada untuk menerbitkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan terhadap objek sita dimaksud, kecuali ditetapkan lain oleh Keputusan Menteri atau Keputusan Kepala Daerah.
(2) Dalam hal objek sita letaknya berjauhan dengan tempat kedudukan Pejabat tetapi masih dalam wilayah kerjanya, Pejabat dimaksud dapat meminta bantuan kepada Pejabat yang wilayah kerjanya juga meliputi tempat objek sita berada untuk menerbitkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan.
(3) Pejabat yang diminta bantuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) memberitahukan pelaksanaan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan dimaksud kepada Pejabat yang meminta bantuan segera setelah penyitaan dilaksanakan dengan mengirimkan berita Acara Pelaksanaan Sita.” 15. Ketentuan Pasal 21 diubah, sehingga keseluruhan Pasal 21 berbunyi sebagai berikut: “Pasal 21 Penyitaan tambahan dapat dilaksanakan apabila: a.
nilai barang yang disita sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) nilainya tidak cukup untuk melunasi biaya penagihan pajak dan utang pajak; atau b. hasil lelang barang yang telah disita tidak cukup untuk melunasi biaya penagihan pajak dan utang pajak.” 16.
- Etentuan,16.
- Etentuan Pasal 22 diubah, dan ditambah 1 (satu) ayat yaitu ayat (3), sehingga keseluruhan Pasal 22 berbunyi sebagai berikut: “Pasal 22 (1) Pencabutan sita dilaksanakan apabila Penanggung Pajak telah melunasi biaya penagihan pajak dan utang pajak atau berdasarkan putusan pengadilan atau putusan badan peradilan pajak atau ditetapkan lain dengan Keputusan Menteri atau Keputusan Kepala Daerah.
(2) Pencabutan sita sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan berdasarkan Surat Pencabutan Sita yang diterbitkan oleh Pejabat. (3) Dalam hal penyitaan dilaksanakan terhadap barang yang kepemilikannya terdaftar, tindasan Surat Pencabutan Sita disampaikan kepada instansi tempat barang tersebut terdaftar.” 17.
Etentuan Pasal 23 ayat (1) diubah, dan ayat (2) dihapus, sehingga keseluruhan Pasal 23 berbunyi sebagai berikut: “Pasal 23 (1) Penanggung Pajak dilarang: a. memindahkan hak, memindahtangankan, menyewakan, meminjamkan, menyembunyikan, menghilangkan, atau merusak barang yang telah disita; b. membebani barang tidak bergerak yang telah disita dengan hak tanggungan untuk pelunasan utang tertentu; c.
membebani barang bergerak yang telah disita dengan fidusia atau diagunkan untuk pelunasan utang tertentu; dan atau d. merusak,d. merusak, mencabut, atau menghilangkan segel sita atau salinan Berita Acara Pelaksanaan Sita yang telah ditempel pada barang sitaan.
2) dihapus.” 18. Ketentuan Pasal 25 ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) diubah, sehingga keseluruhan Pasal 25 berbunyi sebagai berikut: “Pasal 25 (1) Apabila utang pajak dan atau biaya penagihan pajak tidak dilunasi setelah dilaksanakan penyitaan, Pejabat berwenang melaksanakan penjualan secara lelang terhadap barang yang disita melalui Kantor Lelang.
(2) Barang yang disita berupa uang tunai, deposito berjangka, tabungan, saldo rekening koran, obligasi, saham, atau surat berharga lainnya, piutang dan penyertaan modal pada perusahaan lain, dikecualikan dari penjualan secara lelang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
- 3) Barang yang disita sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) digunakan untuk membayar biaya penagihan pajak dan utang pajak dengan cara: a.
- Uang tunai disetor ke Kas Negara atau Kas Daerah; b.
- Deposito berjangka, tabungan, saldo rekening koran, giro, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu, dipindahbukukan ke Kas Negara atau Kas Daerah atas permintaan Pejabat kepada Bank yang bersangkutan; c.
obligasi, saham, atau surat berharga lainnya yang diperdagangkan di bursa efek dijual di bursa efek atas permintaan Pejabat; d. obligasi,d. obligasi, saham, atau surat berharga lainnya yang tidak diperdagangkan di bursa efek segera dijual oleh Pejabat; e.
Piutang dibuatkan berita acara persetujuan tentang pengalihan hak menagih dari Penanggung Pajak kepada Pejabat; f. penyertaan modal pada perusahaan lain dibuatkan akte persetujuan pengalihan hak menjual dari Penanggung Pajak kepada Pejabat. (4) Dalam hal penjualan yang dikecualikan dari lelang, biaya penagihan pajak ditambah 1% (satu persen) dari hasil penjualan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2).
(5) Ketentuan mengenai tata cara penjualan barang yang dikecualikan dari penjualan secara lelang sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.” 19. Ketentuan Pasal 26 ayat (1) dan ayat (6) diubah, dan di antara ayat (1) dan ayat (2) disisipkan 3 (tiga) ayat yaitu ayat (1a), ayat (1b), dan ayat (1c), serta ditambah 1 (satu) ayat yaitu ayat (7), sehingga keseluruhan Pasal 26 berbunyi sebagai berikut: “Pasal 26 (1) Penjualan secara lelang terhadap barang yang disita sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) dilaksanakan paling singkat 14 (empat belas) hari setelah pengumuman lelang melalui media massa.
- 1a) Pengumuman lelang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan paling singkat 14 (empat belas) hari setelah penyitaan.
- 1b) Pengumuman,
- 1b) Pengumuman lelang untuk barang bergerak dilakukan 1 (satu) kali dan untuk barang tidak bergerak dilakukan 2 (dua) kali.
- 1c) Pengumuman lelang terhadap barang dengan nilai paling banyak Rp 20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah) tidak harus diumumkan melalui media massa,
(2) Pejabat bertindak sebagai penjual atas barang yang disita mengajukan permintaan lelang kepada Kantor Lelang sebelum lelang dilaksanakan. (3) Pejabat atau yang mewakilinya menghadiri pelaksanaan lelang untuk menentukan dilepas atau tidaknya barang yang dilelang dan menandatangani asli Risalah Lelang.
- 4) Pejabat dan Jurusita Pajak tidak diperbolehkan membeli barang sitaan yang dilelang.
- 5) Larangan terhadap Pejabat dan Jurusita Pajak untuk membeli barang sitaan yang dilelang, berlaku juga terhadap istri, keluarga sedarah dan semenda dalam keturunan garis lurus, serta anak angkat.
- 6) Pejabat dan Jurusita Pajak yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (4), dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(7) Perubahan besarnya nilai barang yang tidak harus diumumkan melalui media massa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1c) ditetapkan dengan Keputusan Menteri atau Keputusan Kepala Daerah.” 20. Ketentuan Pasal 27 ayat (3) diubah, sehingga keseluruhan Pasal 27 berbunyi sebagai berikut:
Jenis penagihan pajak ada berapa?
Penagihan pajak merupakan upaya pihak otoritas pajak supaya Wajib Pajak mau membayar pajak yang terutang beserta sanksi bunga atau denda dan biaya penagihan. Sebagaimana diatur dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000, Penagihan Pajak didefinisikan sebagai serangkaian tindakan agar penanggung pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan Surat Paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan, menjual barang yang telah disita.
- Jenis penagihan pajak terdiri dari penagihan pajak aktif, penagihan pajak pasif dan penagihan pajak seketika dan sekaligus.
- Baca juga: Wajib Pajak Harus Tahu, Fakta Pengadilan Pajak ) Jenis penagihan pajak yang pertama, penagihan pajak pasif,
- Pada tahap ini otoritas pajak hanya menerbitkan surat yang menyebutkan jumlah pajak yang harus dibayar beserta sanksinya.
Surat tersebut diantaranya berupa Surat Tagihan Pajak (STP), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), SK Pembetulan, SK Keberatan dan Putusan Banding. Jenis penagihan pajak yang kedua, penagihan pajak aktif,
Proses penagihan pajak aktif baru dapat dilakukan apabila otoritas pajak telah melaksanakan penagihan pajak pasif yang mana dalam jangka waktu 1 bulan sejak surat diterbitkan, Wajib Pajak tetap tidak membayar pajak yang harus dibayar. Pada tahap ini, otoritas pajak melakukan penyitaan dan atau pelelangan.
Di mana fiskus bersama juru sita berperan aktif dalam penyitaan dan pelelangan. Tujuan penyitaan adalah memperoleh jaminan pelunasan utang pajak dari penanggung pajak. Oleh karena itu, penyitaan dapat dilaksanakan terhadap semua barang penanggung pajak, baik yang berada di tempat tinggal, tempat usaha, tempat kedudukan penanggung pajak atau di tempat lain maupun yang penguasaannya berada di tangan pihak lain.
- Sedangkan tujuan utama lelang adalah untuk melunasi biaya penagihan pajak dan utang pajak dengan tetap memberi perlindungan kepada penanggung pajak agar lelang tidak dilaksanakan secara berlebihan.
- Sisa barang sitaan beserta kelebihan uang hasil lelang dikembalikan oleh pejabat kepada penanggung pajak segera setelah dibuatnya Risalah Lelang sebagai tanda bahwa lelang telah selesai dilaksanakan.
Jenis penagihan pajak yang ketiga, penagihan pajak seketika dan sekaligus, Penagihan Seketika dan Sekaligus adalah tindakan penagihan pajak yang dilaksanakan oleh jurusita pajak kepada penanggung pajak tanpa menunggu tanggal jatuh tempo pembayaran yang meliputi seluruh utang pajak dari semua jenis pajak, masa pajak dan tahun pajak.
Penanggung pajak akan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya atau berniat untuk itu;Penanggung pajak memindahtangankan barang yang dimiliki atau yang dikuasai dalam rangka menghentikan atau mengecilkan kegiatan perusahaan atau pekerjaan yang dilakukannya di Indonesia;Terdapat tanda-tanda bahwa penanggung pajak akan membubarkan badan usahanya, atau menggabungkan usahanya, atau memekarkan usahanya, atau memindahtangankan perusahaan yang dimiliki atau dikuasainya, atau melakukan perubahan bentuk lainnya;Badan usaha akan dibubarkan oleh negara;Terjadi penyitaan atas barang penanggung pajak oleh pihak ketiga atau terdapat tanda-tanda kepailitan.
Setelah mengetahui 3 jenis penagihan pajak, bayar pajak Anda dengan membuat ID Billing menggunakan e-Billing pajak.io agar menjadi lebih mudah dan efisien. (Baca juga: Begini Cara Membuat ID Billing pada Pajak.io )
5 Apakah yang dimaksud dengan penagihan pajak secara aktif?
Sedangkan yang dimaksud dengan penagihan pajak aktif adalah keseluruhan kegiatan penagihan yang merupakan kelanjutan dari penagihan pajak pasif dimulai dari pemberitahuan Surat Paksa hingga menjual barang yang telah disita dan dalam hal ini seksi penagihan melakukan tindakan yang nyata atas Wajib Pajak atau Penanggung
Siapa yang menagih pajak?
Siapakah Jurusita Pajak? – Dengan mengacu pada Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000, Jurusita Pajak merupakan sekelompok orang yang memiliki tanggung jawab sebagai pelaksana tindakan penagihan pajak yang meliputi penagihan seketika dan sekaligus, pemberitahuan Surat Paksa, penyitaan serta penyanderaan.
Jurusita Pajak diangkat dan diberhentikan oleh pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan. Jurusita Pajak masuk ke dalam organisasi Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sebagai Seksi Penagihan. Jurusita Pajak bertanggung jawab kepada Kepala Seksi Penagihan sebagai atasannya langsung. Jurusita Pajak diberikan tugas secara langsung oleh pejabat, yaitu Kepala Kantor melalui Kepala Seksi Penagihan.
Dalam menjalankan tugasnya, Jurusita Pajak wajib untuk membuat laporan mengenai pelaksanaan tugasnya dan wajib mempertanggungjawabkan tugasnya kepada pejabat melalui atasannya langsung. Sedangkan untuk Jurusita Pajak Daerah ditunjuk secara langsung oleh Kepala Daerah.
Apa dasar hukum penagihan pajak?
Bagaimana Prosedur Penagihan Pajak dengan Surat Paksa – Merujuk Pasal 13 PMK No.189/2020, ketentuan penagihan pajak dengan surat pajak adalah:
- Surat Paksa paling sedikti harus memuat: Nama WP dan/atau penanggung pajak, dasar penagihan pajak, besarnya utang pajak, dan perintah untuk membayar
- Jurusita pajak memberitahukan Surat Paksa dengan pernyataan dan penyerahan salinan Surat Paksa pada penanggung pajak
- Pemberitahuan surat paksa dengan cara membacakan isi surat paksa oleh jurusita pajak
- Isi pemberitahuan surat paksa tersebut dituangkan dalam berita acara pemberitahuan
- Berita acara pemberitahuan Surat Paksa paling sedikit memuat: hari dan tanggal pemberitahuan, nama jurusita pajak, nama penerima surat paksa, tempat pemberitahuan surat paksa, dan ditandatangani oleh jurusita serta pihak yang menerima surat paksa
- Jika surat pemberitahuan surat paksa tidak dapat langsung diberikan pada yang bersangkutan, surat paksa dapat disampaikan melalui pemerintah daerah setempat
- Jika penanggung jawab tidak diketahui tempat tinggalnya, tempat usaha, atau tempata kedudukannya, penyampaian surat paksa ditempelkan pada papan pengumuman di kantor pejabat yang menerbitkan, melalui media massa, atau cara lain
- Apabila penanggung jawab menolak menerima pemberitahuan surat paksa, jurusita pajak tetap meninggalkan surat tersebut dan mencatatnya dalam berita acara bahwa penanggung pajak menolak menerima dan surat paksa dianggap telah diberitahukan
Apa fungsi penagihan pajak?
TIDAK sedikit wajib pajak yang belum memahami apa itu yang dimaksud dengan penagihan pajak. Karena ketidaktahuan wajib pajak atau ketidaktersediaan dana untuk membayar, tagihan pajak seringkali dibiarkan begitu saja. Padahal, dalam prosedur penagihan pajak seorang penunggak pajak dapat disandera bahkan disita hartanya apabila tidak menghiraukan prosedur-prosedur awal dari penagihan pajak.
Untuk itu, pemahaman mengenai penagihan pajak sangat penting diketahui untuk mengantisipasi risiko yang tidak diinginkan. Apa Itu Penagihan Pajak? Secara sederhana, penagihan pajak adalah serangkaian tindakan yang dilakukan agar penanggung pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajaknya. Pengertian lebih lengkapnya diatur dalam Pasal 1 angka 9 Undang-Undang No.19 Tahun 1997 jo.
Undang-Undang No.19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (UU PPSP). ” Penagihan Pajak adalah serangkaian tindakan agar Penanggung Pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan Penagihan Seketika dan Sekaligus, memberitahukan Surat Paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan, dan menjual barang yang telah disita.
Dalam membahas penagihan pajak, perlu dipahami pula apa yang dimaksud dengan penanggung pajak. Pengertian penanggung pajak sendiri diatur dalam Pasal 1 angka 28 UU No.6 Tahun 1983 jo. UU No.16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP). Penanggung pajak diartikan sebagai orang atau badan yang bertanggung jawab atas pembayaran pajak, termasuk wakil yang menjalankan hak dan memenuhi kewajiban wajib pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Mengingat istilah yang digunakan dalam penagihan pajak adalah penanggung pajak, dalam hal ini dimungkinkan satu wajib pajak memiliki beberapa penanggung pajak. Adapun penagihan pajak sendiri terdiri dari beberapa tindakan, baik yang bersifat pasif dan aktif.
- Penagihan Pajak Pasif Pada tahap penagihan pajak yang bersifat pasif, otoritas pajak hanya menerbitkan Surat Tagihan Pajak (STP) atau surat sejenis yang menyebabkan pajak terutang lebih besar.
- Dalam penagihan pasif, otoritas pajak hanya memberitahukan kepada wajib pajak bahwa terdapat utang pajak.
- Pada dasarnya, otoritas pajak akan melakukan proses penagihan pajak jika pajak terutang tidak dilunasi sampai dengan jatuh tempo.
Oleh sebab itu, jadwal jatuh tempo ini menjadi sangat krusial. Misalnya, untuk tagihan pajak yang jatuh tempo satu bulan sejak tanggal suatu produk hukum diterbitkan. Pasal 9 ayat (3) UU KUP mengatur Surat Tagihan Pajak (SPT), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), serta Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), dan Surat Keputusan (SK) Keberatan, SK Pembetulan, Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali, yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, harus dilunasi dalam jangka waktu satu bulan sejak tanggal diterbitkan.
- Selain itu, Pasal 9 ayat (3a) UU KUP juga mengatur bahwa wajib pajak usaha kecil dan wajib pajak di daerah tertentu, jangka waktu pelunasan satu bulan di atas dapat diperpanjang paling lama menjadi dua bulan yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK).
- Dengan kata lain, jika dalam jangka waktu tertentu sejak diterbitkannya STP atau surat sejenis, wajib pajak tidak melunasi utang pajaknya, maka otoritas pajak akan melakukan penagihan aktif setelah sebelumnya diberikan teguran atau peringatan terlebih dahulu.
Surat Teguran Surat teguran, surat peringatan, atau surat lain yang sejenis adalah surat yang diterbitkan oleh pejabat untuk menegur atau memperingatkan wajib pajak untuk melunasi utang pajaknya. Surat teguran biasanya disampaikan secara langsung oleh juru sita meskipun menurut ketentuan dapat dikirim melalui Pos atau jasa ekspedisi.
Perlu dipahami, surat teguran tidak diterbitkan terhadap penanggung pajak yang telah disetujui untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak sebelum jatuh tempo pembayaran. Untuk itu, setelah menerima tagihan pajak, wajib pajak dianjurkan untuk mengajukan angsuran atau penundaan pembayaran pajak apabila belum mempunyai dana untuk membayar tagihan tersebut.
Permohonan untuk mengangsur atau menunda ini juga dapat mencegah dilakukannya penagihan pajak yang bersifat aktif dari otoritas pajak. Surat teguran ini diterbitkan setelah tujuh hari lewat dari saat jatuh tempo pembayaran. Penerbitan Surat Paksa dan Penagihan Aktif Setelah mendapat surat teguran, proses penagihan pajak berlanjut dengan diterbitkan surat paksa dan penagihan aktif.
Surat paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak. Pasal 12 PMK No.24//PMK.03/2008 mengatur apabila jumlah utang pajak tidak dilunasi oleh penanggung pajak setelah lewat waktu 21 hari sejak tanggal disampaikan surat teguran, surat paksa diterbitkan oleh pejabat dan diberitahukan secara langsung oleh jurusita pajak kepada penanggung pajak.
Menurut Pasal 8 UU PPSP, surat paksa diterbitkan apabila penanggung pajak tidak melunasi utang pajak dan kepadanya telah diterbitkan surat teguran atau surat peringatan atau surat lain yang sejenis; terhadap penanggung pajak telah dilaksanakan penagihan seketika dan sekaligus; atau penanggung pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum dalam keputusan persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran pajak.
Penagihan seketika dan sekaligus merupakan penagihan pajak yang dilakukan oleh fiskus atau juru sita pajak kepada wajib pajak tanpa menunggu tanggal jatuh tempo pembayaran pajak. Penagihan pajak juga meliputi seluruh utang pajak dari semua jenis pajak, masa pajak, dan tahun pajak. Tujuannya penagihan jenis ini adalah untuk mencegah terjadinya utang pajak yang tidak bisa ditagih.
Jika saat dilakukan penagihan seketika dan sekaligus wajib pajak belum membayar, maka juru sita pajak akan menunggu hingga tanggal jatuh tempo. Penyitaan dan Pelelangan Setelah menerima surat paksa, dalam waktu 30 hari kemudian harta penanggung pajak dapat disita dan dilelang.
- Proses menuju pelelangan aset penanggung pajak ini diatur dalam PMK No.24//PMK.03/2008.
- Pertama, jika setelah lewat waktu 2×24 jam sejak surat paksa diberitahukan kepada penanggung pajak dan utang pajak tidak dilunasi oleh penanggung pajak, pejabat menerbitkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan.
- Edua, jika setelah lewat waktu 14 hari sejak tanggal pelaksanaan penyitaan, penanggung pajak tidak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak, pejabat melakukan pengumuman lelang.
Ketiga, jika setelah lewat waktu 14 hari sejak pengumuman lelang, penanggung pajak tidak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak, pejabat melakukan penjualan barang sitaan penanggung pajak melalui kantor lelang negara. Perlu diingat semua rangkaian penagihan pajak di atas dimulai dengan surat teguran.
Juru sita akan melakukan penagihan aktif sesuai dengan urutan penagihan aktif. Oleh sebab itu, supaya tidak dilakukan proses penagihan aktif, sebaiknya wajib pajak menghindari penerbitan surat teguran, yakni dengan membayar pajak sebelum jatuh tempo atau mengajukan permohononan angsuran atau penundaaan pembayaran pajak.
Pencegahan dan Penyanderaan Selain yang telah disebutkan di atas, masih terdapat tindakan penagihan lainnya apabila wajib pajak tergolong sebagai wajib pajak tidak patuh dan tidak beritikad baik kepada otoritas pajak yakni melalui pencegahan dan penyanderaan.
- Pencegahan adalah larangan yang bersifat sementara terhadap penanggung pajak tertentu untuk keluar dari wilayah Negara Kesaturan Republik Indonesia berdasarkan alasan tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
- Sedangkan penyanderaan adalah pengekangan sementara waktu kebebasan penanggung pajak dengan menempatkannya di tempat tertentu.
Pencegahan dan penyanderaan hanya dapat dilakukan terhadap penanggung pajak yang mempunyai jumlah utang pajak sekurang-kurangnya sebesar Rp100 juta dan diragukan itikad baiknya dalam melunasi utang pajak.
Apa syarat penagihan seketika dan sekaligus?
Jakarta – Sudahkah wajib pajak mengetahui apa yang dimaksud dengan penagihan pajak? Penagihan pajak adalah tindakan yang dilakukan oleh pihak yang berwenang ke wajib pajak untuk melakukan pembayaran pajak terutang dan dilunasi penagihan pajaknya. Berdasarkan PMK 189/2020, penagihan pajak terdiri dari penagihan pasif, penagihan aktif, sampai penagihan seketika dan sekaligus.
- Di artikel kali ini, kita akan mengenal lebih dalam terkait penagihan pajak seketika dan sekaligus yang mungkin masih belum terlalu familiar di telinga awam.
- Dalam PMK No.24 / PMK.03 / 2008, penagihan seketika dan sekaligus adalah tindakan penagihan pajak yang dilaksanakan oleh jurusita pajak kepada penanggung pajak tanpa menunggu tanggal jatuh tempo pembayaran yang meliputi seluruh utang pajak dari semua jenis pajak, masa pajak, dan tahun pajak.
Penagihan seketika dan sekaligus dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi kemungkinan terjadinya utang pajak yang tidak bisa ditagih. Apabila pembayaran belum bisa dilunasi oleh wajib pajak saat penagihan sekaligus, maka juru sita pajak akan menunggu hingga tanggal jatuh tempo.
Dalam Pasal 8 Peraturan Pemerintah Keuangan (PMK) 189 / 2020 diatur bahwa penagihan seketika dan sekaligus dilakukan oleh juru sita pajak berdasarkan surat perintah penagihan seketika dan sekaligus. Dalam Pasal 9 ayat (2) PMK tersebut disebutkan bahwa surat perintah penagihan seketika dan sekaligus paling sedikit memuat nama wajib pajak, atau nama wajib pajak dan penanggung pajak, besarnya utang pajak, perintah untuk membayar, dan juga saat pelunasan pajak.
Pada ayat (1), dikatakan bahwa surat perintah penagihan seketika dan sekaligus dapat diterbitkan sebelum jatuh tempo pembayaran, tanpa didahului surat teguran, sebelum jangka waktu 21 hari sejak surat teguran disampaikan, atau sebelum surat paksa diterbitkan.
Penagihan seketika dan sekaligus dilakukan di bawah enam kondisi tertentu. Pertama, penanggung pajak akan selamanya meninggalkan Indonesia atau memiliki niatan tersebut. Kedua, barang yang dimiliki atau dikuasai oleh penanggung pajak dipindahtangankan penanggung pajak untuk memberhentikan atau mengecilkan kegiatan bisnisnya di Indonesia.
Ketiga, munculnya tanda bahwa akan terjadinya pembubaran, penggabungan, pemekaran, pemindahtanganan, atau perubahan bentuk sebuah badan. Keempat, pembubaran badan akan dilakukan oleh negara. Kelima, pihak ketiga melakukan penyitaan terhadap barang penanggung pajak.
Kenapa penagihan pajak disebut bersifat memaksa?
Pengertian Pajak – Membayar pajak merupakan salah satu kewajiban untuk warga negara. Pajak merupakan salah satu sumber bagi negara untuk melakukan pembangunan. Dengan membayar pajak diharapkan dana tersebut bisa digunakan untuk kepentingan seluruh masyarakat, bukan hanya untuk para pejabat atau petinggi lainnya.
Membayar pajak bahkan diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 23 A yang berbunyi “Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang.” Membayar pajak ini bersifat memaksa karena hal ini sudah diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945. Jika warga negara tidak ada yang membayar pajak maka pembangunan negara atau pembangunan infrastruktur negara tersebut akan terhambat.
Dengan membayar pajak masyarakat juga akan merasakan manfaat dari pajak itu sendiri seperti pembangunan fasilitas umum, jembatan, jalan tol atau jalan raya dan lain-lain. Jika seorang individu tidak mau membayar pajak, maka akan mendapatkan konsekuensinya tersendiri karena kembali lagi bahwa membayar pajak sudah diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945.
Salah satu bentuk penagihan pajak yakni Sita apa saja kah yang menjadi objek penyitaan?
Ketentuan Barang yang Disita –
- Penyitaan kepada penanggung pajak akan dilaksanakan apabila terhitung sejak tanggal diterbitkannya surat paksa yang telah diberitahukan kepada penanggung pajak, namun utang pajak tidak kunjung dilunasi juga dalam jangka waktu 2 (dua) kali 24 (dua puluh empat) jam.
- Barang-barang milik penanggung pajak yang dapat disita merupakan barang yang berada di tempat tinggal, tempat kedudukan, tempat usaha, maupun tempat lainnya yang masih termasuk dalam penguasaan penanggung pajak, namun berada di tangan pihak lain atau yang menjadi jaminan sebagai pelunasan utang tertentu, meliputi:
-
- Barang bergerak termasuk mobil, perhiasan, uang tunai, deposito berjangka, saldo rekening koran, tabungan, giro, obligasi, saham, surat berharga lainnya, piutang, penyertaan modal pada perusahaan lain, dan bentuk lainnya yang serupa.
- Barang tidak bergerak termasuk tanah, bangunan, serta kapal dengan isi kotor tertentu.
- Bagi penanggung pajak orang pribadi, penyitaan juga dapat dilakukan atas barang yang merupakan miliki pribadi yang bersangkutan, barang miliki isteri, dan anak yang masih dalam tanggungan, dikecualikan apabila secara tertulis adanya kehendak perjanjian pemisahan harta dan penghasilan antara suami dan isteri.
- Bagi penanggung pajak badan, penyitaan dapat dilakukan atas barang-barang milik perusahaan, milik pengurus, kepala perwakilan, kepala cabang, penanggung jawab, dan pemilik modal, baik di tempat kedudukan yang bersangkutan, di tempat tinggal yang bersangkutan, maupun di tempat yang lainnya.
- Tindak penyitaan didahulukan pada barang bergerak, terkecuali dalam keadaan tertentu dapat dilaksanakan langsung terhadap barang yang tidak bergerak.
- Untuk urutan barang, baik barang bergerak maupun barang tidak bergerak yang disita dapat ditentukan oleh Jurusita Pajak dengan memperhatikan jumlah dari utang pajak dan biaya penagihan pajak, kemudahan penjualan, ataupun pencairannya.
: Serba Serbi Penyitaan dalam Penagihan Pajak
Apa itu penagihan pasif?
Penagihan pajak pasif adalah tindakan yang dilakukan oleh Kantor Pelayanan Pajak dengan cara mengawasi kepatuhan pembayaran pajak terutang yang dilakukan oleh Wajib Pajak dilaksanakan dengan penerbitan Surat Tagihan Pajak atau Surat Ketetapan Pajak.
Bagaimana urutan proses penagihan pajak dan jangka waktunya?
Penagihan Pajak dengan Surat Paksa – Penagihan yang dilakukan dengan Surat Paksa dilakukan apabila:
- Terdapat jumlah pajak yang masih harus dibayar berdasarkan STP, SKPKB, serta SKPKBT, dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding serta Putusan Peninjauan Kembali (PK).
- Menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambah.
- Pajak tidak dibayar oleh penanggung pajak sesuai dengan jangka waktu yang telah ditentukan yaitu paling lambat 21 hari setelah Surat Teguran diterbitkan.
Apa yang dimaksud dengan utang pajak dan penagihan pajak?
Penjelasan Mengenai Utang Pajak Utang pajak biasanya mencakup denda maupun bunga dan juga kenaikan yang tertulis di dalam surat ketetapan pajak yang berdasarkan undang-undang perpajakan di Indonesia. Atau bisa juga kewajiban pajak yang lainnya seperti utang atas kewajiban pajak penghasilan badan yang disebabkan karena adanya keterlambatan dalam melaporkan SPT Tahunan.
Secara umum, utang pajak adalah tagihan pajak yang masih harus dibayar oleh Wajib Pajak atau biasa disebut dengan tunggakan pajak. Utang pajak terjadi karena adanya peraturan di mana pihak pemerintah dapat memaksa pembayaran utang pada setiap Wajib Pajak yang merupakan dasar pemberlakuan penagihan pajak oleh jurusita.
Pada dasarnya, utang pajak dapat timbul karena 2 kondisi sebagai berikut: 1. Kondisi Material Dalam kondisi ini, utang bisa muncul karena adanya perundang-undangan di mana di suatu kondisi yang memicu adanya utang seperti Wajib Pajak yang memperoleh undian, melakukan kegiatan ekspor impor, dan lainnya.2.
Kondisi Formil Dalam Kondisi ini, utang pajak dapat terjadi karena pihak petugas pajak sudah mengeluarkan suatu ketetapan seperti kasus pelunasan pajak bumi dan bangunan kemudian KPP akan menerbitkan surat ketetapan pajak yang berisi nominal pajak terutang di setiap tahunnya. Sebagai Wajib Pajak yang memiliki utang pajak, maka harus segera dibayarkan.
Namun, tak perlu khawatir karena ada beberapa cara lain untuk menghapus utang yaitu: 1. Pembayaran Ini merupakan cara yang paling mendasar dengan membayarkan utang pajak tersebut kepada negara.2. Kompensasi Dalam hal ini, Wajib Pajak dapat mengajukan kompensasi jika memiliki kelebihan dalam pembayaran pajak sehingga kelebihan tersebut dapat digunakan untuk menghapus utang pajak yang harus dibayarkan.3.
- Adaluwarsa Cara ini merupakan suatu kondisi di mana masa penagihan pajak sudah melewati waktu terutang pajak atau tahun pajak yang bersangkutan dan bisa ditangguhkan dengan dikeluarkannya surat teguran atau surat paksa.4.
- Pembebasan Dalam hal ini, utang pajak berakhir dengan semestinya tetapi ditiadakan oleh satu pihak sebagai bentuk sanski administrasi.5.
Penghapusan/Peniadaan Biasanya cara ini melihat kondisi keuangan Wajib Pajak yang terutang dan dapat dilakukan apabila Wajb Pajak yang bersangkutan sudah meninggal dunia. Utang pajak ini bersifat memaksa bagi setiap Wajib Pajak yang bersangkutan. Wajib Pajak terutang dapat menunjuk pihak lain untuk melunasi utangnya namun dengan syarat dan ketentuan yang berlaku.
Jelaskan apa yang dimaksud dengan utang pajak?
Mengenal Lebih Dekat Tentang Utang Pajak, Jakarta – Bagi masyarakat yang kerap berurusan dengan pajak, pasti sudah tak awam lagi dengan istilah utang pajak. Biasanya utang tersebut meliputi denda, bunga, atau bahkan utang atas kewajiban pajak penghasilan badan.
Secara pengertian, utang pajak adalah kewajiban membayar yang harus dilakukan oleh individu. Individu ini disebut (WP) dan biasanya adalah suatu badan maupun orang pribadi yang sudah tertulis di dalam undang-undang perpajakan di Indonesia. Bicara soal kapan timbulnya dan hapusnya utang pajak sudah ada di peraturan, di mana pemerintah dapat memaksa setiap WP untuk membayar utang.
Dengan kata lain, pajak timbul karena diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak (SKP) oleh fiskus atau pegawai pajak yang membantu WP untuk memenuhi kewajiban pajaknya. Penerbitan SKP ini biasanya apabila ada pemungutan pajak yang dilakukan dengan official assessment system.
Di mana fiskus akan menghitung jumlah pajak yang nantinya harus dibayar oleh WP. Setelah dihitung, nantinya WP akan dikirimkan surat pemberitahuan mengenai nominal pajak yang perlu dibayar. Dikutip dari Pasal 1 Ayat 8 mengenai Penagihan Pajak dengan Surat Paksa, yang mana utang pajak adalah pajak wajib dibayar, termasuk didalamnya sanksi administrasi berbentuk denda, bunga atau peningkatan yang tertulis di dalam surat ketetapan pajak ataupun surat sejenisnya dengan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Berdasarkan jenisnya, penyebab timbulnya utang pajak dibagi menjadi dua yaitu kondisi material dan formil. Dalam kondisi material, timbulnya utang pajak adalah karena adanya SKP oleh fiskus. Jadi, meskipun sudah adanya syarat tatbestand, namun belum ada SKP, maka hal tersebut belum bisa dibilang ada utang pajak.
Sedangkan pada kondisi formil, timbulnya utang pajak adalah karena ada sesuatu yang menyebabkannya. Misalnya dari perbuatan-perbuatan (pengusaha melakukan impor barang), keadaan-keadaan (memiliki harta bergerak dan harta tidak bergerak), dan peristiwa-peristiwa (mendapat hadiah undian) yang mana bisa menimbulkan.
: Mengenal Lebih Dekat Tentang Utang Pajak
Apa fungsi penagihan pajak?
TIDAK sedikit wajib pajak yang belum memahami apa itu yang dimaksud dengan penagihan pajak. Karena ketidaktahuan wajib pajak atau ketidaktersediaan dana untuk membayar, tagihan pajak seringkali dibiarkan begitu saja. Padahal, dalam prosedur penagihan pajak seorang penunggak pajak dapat disandera bahkan disita hartanya apabila tidak menghiraukan prosedur-prosedur awal dari penagihan pajak.
Untuk itu, pemahaman mengenai penagihan pajak sangat penting diketahui untuk mengantisipasi risiko yang tidak diinginkan. Apa Itu Penagihan Pajak? Secara sederhana, penagihan pajak adalah serangkaian tindakan yang dilakukan agar penanggung pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajaknya. Pengertian lebih lengkapnya diatur dalam Pasal 1 angka 9 Undang-Undang No.19 Tahun 1997 jo.
Undang-Undang No.19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (UU PPSP). ” Penagihan Pajak adalah serangkaian tindakan agar Penanggung Pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan Penagihan Seketika dan Sekaligus, memberitahukan Surat Paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan, dan menjual barang yang telah disita.
- Dalam membahas penagihan pajak, perlu dipahami pula apa yang dimaksud dengan penanggung pajak.
- Pengertian penanggung pajak sendiri diatur dalam Pasal 1 angka 28 UU No.6 Tahun 1983 jo.
- UU No.16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP).
- Penanggung pajak diartikan sebagai orang atau badan yang bertanggung jawab atas pembayaran pajak, termasuk wakil yang menjalankan hak dan memenuhi kewajiban wajib pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Mengingat istilah yang digunakan dalam penagihan pajak adalah penanggung pajak, dalam hal ini dimungkinkan satu wajib pajak memiliki beberapa penanggung pajak. Adapun penagihan pajak sendiri terdiri dari beberapa tindakan, baik yang bersifat pasif dan aktif.
Penagihan Pajak Pasif Pada tahap penagihan pajak yang bersifat pasif, otoritas pajak hanya menerbitkan Surat Tagihan Pajak (STP) atau surat sejenis yang menyebabkan pajak terutang lebih besar. Dalam penagihan pasif, otoritas pajak hanya memberitahukan kepada wajib pajak bahwa terdapat utang pajak. Pada dasarnya, otoritas pajak akan melakukan proses penagihan pajak jika pajak terutang tidak dilunasi sampai dengan jatuh tempo.
Oleh sebab itu, jadwal jatuh tempo ini menjadi sangat krusial. Misalnya, untuk tagihan pajak yang jatuh tempo satu bulan sejak tanggal suatu produk hukum diterbitkan. Pasal 9 ayat (3) UU KUP mengatur Surat Tagihan Pajak (SPT), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), serta Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), dan Surat Keputusan (SK) Keberatan, SK Pembetulan, Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali, yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, harus dilunasi dalam jangka waktu satu bulan sejak tanggal diterbitkan.
- Selain itu, Pasal 9 ayat (3a) UU KUP juga mengatur bahwa wajib pajak usaha kecil dan wajib pajak di daerah tertentu, jangka waktu pelunasan satu bulan di atas dapat diperpanjang paling lama menjadi dua bulan yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK).
- Dengan kata lain, jika dalam jangka waktu tertentu sejak diterbitkannya STP atau surat sejenis, wajib pajak tidak melunasi utang pajaknya, maka otoritas pajak akan melakukan penagihan aktif setelah sebelumnya diberikan teguran atau peringatan terlebih dahulu.
Surat Teguran Surat teguran, surat peringatan, atau surat lain yang sejenis adalah surat yang diterbitkan oleh pejabat untuk menegur atau memperingatkan wajib pajak untuk melunasi utang pajaknya. Surat teguran biasanya disampaikan secara langsung oleh juru sita meskipun menurut ketentuan dapat dikirim melalui Pos atau jasa ekspedisi.
- Perlu dipahami, surat teguran tidak diterbitkan terhadap penanggung pajak yang telah disetujui untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak sebelum jatuh tempo pembayaran.
- Untuk itu, setelah menerima tagihan pajak, wajib pajak dianjurkan untuk mengajukan angsuran atau penundaan pembayaran pajak apabila belum mempunyai dana untuk membayar tagihan tersebut.
Permohonan untuk mengangsur atau menunda ini juga dapat mencegah dilakukannya penagihan pajak yang bersifat aktif dari otoritas pajak. Surat teguran ini diterbitkan setelah tujuh hari lewat dari saat jatuh tempo pembayaran. Penerbitan Surat Paksa dan Penagihan Aktif Setelah mendapat surat teguran, proses penagihan pajak berlanjut dengan diterbitkan surat paksa dan penagihan aktif.
Surat paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak. Pasal 12 PMK No.24//PMK.03/2008 mengatur apabila jumlah utang pajak tidak dilunasi oleh penanggung pajak setelah lewat waktu 21 hari sejak tanggal disampaikan surat teguran, surat paksa diterbitkan oleh pejabat dan diberitahukan secara langsung oleh jurusita pajak kepada penanggung pajak.
Menurut Pasal 8 UU PPSP, surat paksa diterbitkan apabila penanggung pajak tidak melunasi utang pajak dan kepadanya telah diterbitkan surat teguran atau surat peringatan atau surat lain yang sejenis; terhadap penanggung pajak telah dilaksanakan penagihan seketika dan sekaligus; atau penanggung pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum dalam keputusan persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran pajak.
Penagihan seketika dan sekaligus merupakan penagihan pajak yang dilakukan oleh fiskus atau juru sita pajak kepada wajib pajak tanpa menunggu tanggal jatuh tempo pembayaran pajak. Penagihan pajak juga meliputi seluruh utang pajak dari semua jenis pajak, masa pajak, dan tahun pajak. Tujuannya penagihan jenis ini adalah untuk mencegah terjadinya utang pajak yang tidak bisa ditagih.
Jika saat dilakukan penagihan seketika dan sekaligus wajib pajak belum membayar, maka juru sita pajak akan menunggu hingga tanggal jatuh tempo. Penyitaan dan Pelelangan Setelah menerima surat paksa, dalam waktu 30 hari kemudian harta penanggung pajak dapat disita dan dilelang.
- Proses menuju pelelangan aset penanggung pajak ini diatur dalam PMK No.24//PMK.03/2008.
- Pertama, jika setelah lewat waktu 2×24 jam sejak surat paksa diberitahukan kepada penanggung pajak dan utang pajak tidak dilunasi oleh penanggung pajak, pejabat menerbitkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan.
- Edua, jika setelah lewat waktu 14 hari sejak tanggal pelaksanaan penyitaan, penanggung pajak tidak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak, pejabat melakukan pengumuman lelang.
Ketiga, jika setelah lewat waktu 14 hari sejak pengumuman lelang, penanggung pajak tidak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak, pejabat melakukan penjualan barang sitaan penanggung pajak melalui kantor lelang negara. Perlu diingat semua rangkaian penagihan pajak di atas dimulai dengan surat teguran.
Juru sita akan melakukan penagihan aktif sesuai dengan urutan penagihan aktif. Oleh sebab itu, supaya tidak dilakukan proses penagihan aktif, sebaiknya wajib pajak menghindari penerbitan surat teguran, yakni dengan membayar pajak sebelum jatuh tempo atau mengajukan permohononan angsuran atau penundaaan pembayaran pajak.
Pencegahan dan Penyanderaan Selain yang telah disebutkan di atas, masih terdapat tindakan penagihan lainnya apabila wajib pajak tergolong sebagai wajib pajak tidak patuh dan tidak beritikad baik kepada otoritas pajak yakni melalui pencegahan dan penyanderaan.
Pencegahan adalah larangan yang bersifat sementara terhadap penanggung pajak tertentu untuk keluar dari wilayah Negara Kesaturan Republik Indonesia berdasarkan alasan tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Sedangkan penyanderaan adalah pengekangan sementara waktu kebebasan penanggung pajak dengan menempatkannya di tempat tertentu.
Pencegahan dan penyanderaan hanya dapat dilakukan terhadap penanggung pajak yang mempunyai jumlah utang pajak sekurang-kurangnya sebesar Rp100 juta dan diragukan itikad baiknya dalam melunasi utang pajak.
Apa yang dimaksud dengan penagihan pajak pasif?
Langkah-langkah Penagihan Pajak – Seperti yang sudah dikatakan sebelumnya, ada beberapa tindakan atau langkah yang dilakukan juru sita pajak dalam melakukan penagihan pajak. Berikut ini tahapan dan penjelasan setiap langkahnya.1. Surat teguran Surat teguran atau surat peringatan adalah surat yang diterbitkan untuk melaksanakan penagihan pajak.
- Tujuannya adalah memberikan peringatan kepada penanggung pajak agar segera melunasi utang pajak sehingga tidak perlu lagi dilakukan penagihan secara paksa.
- 2. Surat paksa
- Surat paksa merupakan surat yang akan diterbitkan jika 21 hari setelah jatuh tempo surat teguran, si penanggung jawab pajak tidak melunasi pajaknya.
Setelah datangnya surat paksa, wajib pajak wajib melunasi pajaknya dalam waktu 2 x 24 jam agar tidak ada tindakan pemblokiran rekening, pencegahan ke luar negeri, hingga penyanderaan paksa badan (dengan catatan, diragukan itikad baiknya dan memiliki utang pajak minimal Rp100.000.000).
- Penerbitan surat paksa ini dikenakan biaya senilai Rp25.000.3.
- Surat sita Surat sita adalah surat yang diterbitkan jika dalam waktu 2 x 24 jam sejak diterbitkannya surat paksa, penanggung pajak belum membayarkan pajaknya.
- Ada biaya yang dikenakan untuk surat sita ini yakni Rp75.000.
- Biaya ini digunakan untuk pelaksanaan sita.
Penyitaan tidak semata-mata bertujuan untuk menjual barang milik penanggung pajak, melainkan petugas menggunakan barang-barang tersebut sebagai jaminan agar penanggung pajak melunasi pajaknya. Jadi, penanggung pajak masih memiliki kesempatan untuk melunasi pajaknya selama 14 hari terhitung dari penyitaan harta penanggung pajak.
- Penyitaan dilaksanakan oleh juru sita pajak dengan disaksikan oleh 2 orang yang dianggap sudah dewasa sebagai saksi, berkewarganegaraan Indonesia, dikenal oleh juru sita pajak, dan dapat dipercaya.
- 4. Lelang
- Lelang akan dilakukan jika dalam waktu 14 hari setelah diterbitkan pengumuman lelang, penanggung pajak tidak melunasi utang pajaknya.
Jelaskan apa yang dimaksud penagihan pajak pasif?
19 September 2019 03:00 PM | BPPKAD Kota Kediri | Pembukuan dan Penagihan # Berita Pengertian penagihan pajak serangkaian tindakan agar Penanggung Pajak melunasi Utang Pajak dan Biaya Penagihan Pajak dengan menegur Penagihan atau memperingatkan, melaksanakan Seketika dan Sekaligus, memberitahukan Surat Paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan, dan menjual Barang yang telah disita.
Jenis Penagihan Pajak Penagihan pajak ternyata punya banyak jenis. Ada yang sifatnya pasif, aktif bahkan seketika dan sekaligus. Apa bedanya dan apa konsekuensinya bagi wajib pajak? Penjelasannya adalah sebagai berikut. Penagihan Pasif Pada penagihan pajak pasif, BPPKAD hanya menerbitkan Surat Tagihan Pajak (STP), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), SK Pembetulan, SK Keberatan, dan Putusan Banding yang menyebabkan pajak terutang lebih besar.
Dalam penagihan pasif, hanya diberitahukan kepada wajib pajak bahwa terdapat utang pajak. Jika dalam waktu satu bulan sejak diterbitkannya STP atau surat sejenis, wajib pajak tidak melunasi utang pajaknya, maka fiskus akan melakukan penagihan aktif. Penagihan Aktif Seperti yang sudah dikatakan sebelumnya, penagihan aktif merupakan kelanjutan dari penagihan pasif.
Penagihan seketika dan sekaligus Penagihan Seketika dan Sekaligus adalah tindakan Penagihan Pajak yang dilaksanakan oleh Jurusita Pajak kepada Wajib Pajak dan/ atau Penanggung Pajak tanpa menunggu tanggal jatuh tempo pembayaran yang meliputi seluruh Utang Pajak dari semua jenis Pajak, Masa Pajak, dan Tahun Pajak.
Penanggung Pajak akan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya atau berniat untuk itu; Penanggung Pajak memindahtangankan Barang yang dimiliki atau yang dikuasai dalam rangka menghentikan atau mengecilkan kegiatan perusahaan, atau pekerjaan yang dilakukannya di Indonesia; Terdapat tanda-tanda bahwa Penanggung Pajak akan membubarkan badan usahanya, menggabungkan usahanya, atau memekarkan usahanya, atau memindahtangankan perusahaan yang dimiliki atau dikuasainya, atau melakukan perubahan bentuk lainnya; Badan usaha akan dibubarkan oleh negara; atau Terjadi penyitaan atas Barang Penanggung Pajak oleh Pihak Ketiga atau terdapat tanda-tanda kepailitan.
Hak Wajib Pajak dalam Penagihan Wajib Pajak berhak :
WP dapat mengajukan angsuran dan penundaan pembayaran utang pajakWP dapat mengajukan Permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasiWP dapat mengajukan gugatan atas pelaksanaan Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, atau Pengumuman Lelang, Keputusan Pencegahan dalam Rangka Penagihan Pajak ke Pengadilan PajakWP dapat mengajukan gugatan atas pelaksanaan penyanderaan ke Pengadilan Negeri
Kewajiban Wajib Pajak (WP) dalam Penagihan Wajib Pajak (WP) berkewajiban :
WP berkewajiban melakukan pembayaran utang pajak sebelum jatuh tempo WP berkewajiban memenuhi komitmen dalam angsuran/penundaan pembayaran pajakWP berkewajiban untuk bersifat kooperatif dalam tindakan penagihan pajakWP dilarang melakukan hal-hal yang melanggar UU Penagihan Pajak dengan Surat Paksa dalam Penagihan Pajak yang berakibat pada tindakan pidana, seperti memindahtangankan, menyembunyikan, menghilangkan, memindahkan hak atas barang yang disita