Di Indonesia Pajak Yang Sebagian Hasil Pemungutannya Diserahkan Ke Daerah?

Di Indonesia Pajak Yang Sebagian Hasil Pemungutannya Diserahkan Ke Daerah
Jawaban yang tepat adalah E. Berdasarkan UU UU No.12 Tahun 1994 mengenai Pajak Bumi dan Bangunan menyatakan bahwa Pajak Bumi dan Bangunan tergolong sebagai pajak pusat. Walaupun sebagai pajak pusat, tetapi penerimaan pajak tersebut diserahkan kembali kepada daerah kabupaten/kota.

  1. Jadi, jawaban yang tepat adalah E.
  2. Jawaban yang tepat adalah E.
  3. Berdasarkan UU UU No.12 Tahun 1994 mengenai Pajak Bumi dan Bangunan menyatakan bahwa Pajak Bumi dan Bangunan tergolong sebagai pajak pusat.
  4. Walaupun sebagai pajak pusat, tetapi penerimaan pajak tersebut diserahkan kembali kepada daerah kabupaten/kota.

Jadi, jawaban yang tepat adalah E.

Apakah pajak pertambahan nilai termasuk pajak daerah?

PAJAK PUSAT DAN PAJAK DAERAH Posted by on Pajak Pusat adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah Pusat. Pajak Pusat meliputi:

Pajak PenghasilanPajak Pertambahan Nilai (PPN)Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM)Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)Bea Materai

Pajak Daerah adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah. Pajak Daerah dibagi menjadi dua yaitu:

Pajak PropinsiPajak Kabupaten/Kota

Pajak Propinsi meliputi:

Pajak Kendaraan BermotorBea Balik Nama Kendaraan BermotorPajak Bahan Bakar Kendaraan BermotorPajak Air PermukaanPajak Rokok

Pajak Kabupaten/Kota meliputi:

Pajak HotelPajak RestoranPajak ReklamePajak Mineral Bukan Logam dan BatuanPajak ParkirPajak Penerangan JalanPajak Air TanahPajak Sarang Burung WaletPajak HiburanPajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB P2)Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)

Catatan: Khusus untuk daerah yang setingkat dengan daerah provinsi, tetapi tidak terbagi dalam daerah kabupaten/kota otonom. Misalnya, Daerah Khusus Ibukota Jakarta, jenis Pajak yang dapat dipungut merupakan gabungan dari Pajak untuk daerah provinsi dan Pajak untuk daerah kabupaten/kota. : PAJAK PUSAT DAN PAJAK DAERAH

Jelaskan apa yang dimaksud dengan pajak pusat dan pajak daerah?

Perbedaan Pajak Pusat dan Pajak Daerah Masih banyak yang belum mengetahui bahwa terdapat beberapa jenis pajak yang berlaku di Indonesia. Jika berdasarkan lembaga pemungutnya, maka pajak dibedakan menjadi dua, yaitu Pajak Pusat dan Pajak Daerah. Pajak pusat biasa disebut dengan pajak negara dan dikelola langsung oleh pemerintah melalui DJP atau Direktorat Jendral Pajak sementara Pajak daerah dikelola oleh pemerintah daerah, bersifat memaksa sesuai undang-undang yang berlaku.

PPN termasuk jenis pajak apa?

5. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) – Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) merupakan pajak yang dikenakan atas pemanfaatan atau kepemilikan tanah atau bangunan. PBB pada dasarnya merupakan Pajak Pusat, namun dalam realisasi penerimaannya, hampir seluruhnya diserahkan kepada Pemerintah Daerah, baik provinsi maupun Kabupaten/Kota.

Pajak Kendaraan Bermotor Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor Pajak Air Permukaan Pajak Rokok

Pajak Kabupaten/Kota:

Pajak Hotel Pajak Restoran Pajak Hiburan Pajak Reklame Pajak Penerangan Jalan Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan Pajak Parkir Pajak Air Tanah Pajak Sarang Burung Walet Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan

Untuk Pajak Daerah sendiri dapat dibayarkan di kantor samsat terdekat (untuk pajak kendaraan bermotor) dan Unit Pelayanan Pajak Daerah untuk jenis pajak daerah lainnya. Baru-baru ini Pemerintah Republik Indonesia telah menetapkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 10 Tahun 2021 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Rangka Mendukung Kemudahan Berusaha dan Layanan Daerah.

  1. Dalam Peraturan Pemerintah ini setidaknya mendukung penyederhanaan perizinan, kemudahan dalam hal berusaha dan layanan daerah.
  2. Hal ini bertujuan untuk memperkuat peran daerah dalam menyelaraskan kebijakan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dan saling bahu membahu dalam bekerjasama untuk menciptakan suasana yang kondusif bagi investasi di Indonesia.

Dengan adanya investasi yang dilakukan di daerah juga diharapkan dapat membantu meningkatkan pendapatan asli daerah.

Apa itu jenis pajak?

Kesimpulan – Pajak sendiri bisa dibilang adalah biaya yang ditanggungkan pada wajib pajak, dengan sifat memaksa dan terangkum dalam undang undang. Adapun dana yang dibayarkan wajib pajak, akan diperuntukkan untuk sarana dan fasilitas dan kebutuhan atau penunjang kemakmuran rakyat.

Pajak daerah ada berapa?

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah · Dibuat 03 FEBRUARY 2022 · Dilihat 9171 kali · Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah, terdapat 16 jenis pajak daerah yang menjadi kewenangan Pemerintah Daerah, yang terdiri dari tujuh jenis pajak yang pemungutannya merupakan kewenangan Pemerintah Provinsi dan sembilan sembilan jenis pajak yang pemungutannya merupakan kewenangan Pemerintah Kabupaten/Kota dengan rincian sebagai berikut.A.

  • Pajak yang dipungut oleh Pemerintah Provinsi sebagai berikut.1.
  • Pajak Kendaraan Bermotor (PKB).2.
  • Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB).3.
  • Pajak Alat Berat (PAB).4.
  • Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB).5.
  • Pajak Air Permukaan (PAP).6.
  • Pajak Rokok.7.
  • Opsen Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan (MBLB).B.

Pajak yang dipungut oleh Pemerintah Kabupaten/Kota sebagai berikut.1. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2).2. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).3. Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT).4. Pajak Reklame.5. Pajak Air Tanah (PAT).6.

Apakah PPN bisa dibagi hasil dengan daerah?

Originaly posted by rowa: bentuknya seperti apa rekan ? terima kasih atas respon yang telah diberikan oleh rekan rowa, mengenai pertanyaan anda, maaf, tp saya kurang mengerti pertanyaan anda. saya mencoba memberikan sedikit penjelasan. menurut PP Nomor 115 Tahun 2000 mengatur mengenai pembagian hasil penerimaan pph orpri dalam negeri dan pph21 antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

Apa tujuan pajak daerah?

Fungsi Anggaran – Pajak Daerah sebagai bagian dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) digunakan untuk pendanaan rutin seperti belanja pegawai, belanja barang, pemeliharaan, pembangunan, dan juga sebagai tabungan Pemerintah Daerah.

Apa fungsi dari pajak daerah?

Fungsi yang paling utama dari pajak daerah adalah untuk mengisi kas daerah. Fungsi ini disebut fungsi budgetair yang secara sederhana dapat diartikan sebagai alat pemerintah daerah untuk menghimpun dana dari masyarakat untuk berbagai kepentingan pembiayaan pembangunan daerah.

Siapa yang memungut pajak pusat dan daerah?

PEMERINTAH berencana merasionalisasi pajak daerah melalui omnibus law perpajakan. Rasionalisasi mencakup dua aspek, yaitu penentuan tarif pajak daerah tertentu yang berlaku secara nasional dan evaluasi peraturan daerah yang menghambat kemudahan berusaha.

Sebenarnya, apa yang dimaksud dengan pajak daerah? Lantas, apa bedanya dengan pajak pusat? Definisi Pajak MERUJUK pada Undang-Undang (UU) Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Berdasarkan definisi tersebut dapat ditarik kesimpulan ciri-ciri yang melekat pada pengertian pajak, yaitu:

Pajak dipungut oleh negara, baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Pajak dipungut berdasarkan undang-undang serta aturan pelaksanaanya. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah. Hal ini berarti tidak ada imbalan langsung yang diperoleh pembayar pajak. Dengan kata lain, tidak ada hubungan langsung antara jumlah pajak yang dibayarkan dengan kontraprestasi secara individu. Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran pemerintah yang tujuan utamanya untuk kemakmuran rakyat.

You might be interested:  Yang Merupakan Contoh Lembaga Keuangan Adalah?

Lebih lanjut, ditinjau dari lembaga pemungutnya, pajak dibedakan menjadi dua, yaitu pajak pusat dan pajak daerah. Pembagian pajak ini berdasarkan pada hierarki pemerintah yang berwenang menjalankan pemerintahan. Pajak Pusat PAJAK pusat adalah pajak yang ditetapkan oleh pemerintah pusat melalui undang-undang, yang wewenang pemungutannya ada pada pemerintah pusat dan hasilnya digunakan untuk membiayai pemerintah pusat dan pembangunan.

  1. Pajak pusat juga dapat diartikan sebagai pajak yang dikelola oleh pemerintah pusat melalui Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan hasilnya dipergunakan untuk membiayai pengeluaran rutin negara dan pembangunan yang tercakup dalam APBN.
  2. Pajak pusat yang ada di Indonesia saat ini antara lain, Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Perkebunan, Perhutanan dan Pertambangan (PBB-P3), dan Bea Materai.

Pajak Daerah BERDASARKAN UU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD), pajak daerah adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

  1. Hal ini berarti wewenang pemungutan pajak daerah berada pada pemerintah daerah dan hasilnya digunakan untuk membiayai pemerintah daerah yang terakumulasi dalam pendapatan asli daerah (PAD) dalam APBD.
  2. Secara lebih terperinci, berdasarkan pada Pasal 2 UU PDRD, pajak daerah diklasifikasikan kembali menjadi pajak provinisi dan pajak kabupaten/kota,

Secara ringkas, perincian dari jenis-jenis pajak daerah dapat disimak pada tabel berikut. Anda juga dapat menyimak jenis pajak daerah pada infografis ini.

Pajak Provinsi Pajak Kabupaten/Kota
Pajak Kendaraan Bermotor Pajak Hotel
Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor Pajak Restoran
Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor Pajak Hiburan
Air Permukaan Pajak Reklame
Pajak Rokok Pajak Penerangan Jalan
Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan
Pajak Parkir
Pajak Air Tanah
Pajak Sarang Burung Walet
Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2)
Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan

Sumber: UU PDRD. Kendati jenis pajak daerah beragam, UU PDRD mengamanatkan bahwa daerah dapat tidak memungut suatu jenis pajak yang potensinya dianggap kurang memadai. Hal ini berarti jenis pajak yang dipungut disesuaikan dengan kebijakan daerah yang ditetapkan dengan peraturan daerah.

Adapun setiap jenis pajak daerah memiliki, objek, subjek, tarif dan berbagai ketentuan pengenaan tersendiri. Selain itu, adanya otonomi daerah memungkinkan setiap daerah provinsi atau kabupaten/kota mengatur daerahnya sendiri termasuk dalam bidang pajak. Konsekuensinya adalah jenis atau tarif pajak yang dipungut bisa berbeda antara satu daerah dengan daerah lainnya.

Adanya pembagian pajak ini membuat setiap tingkatan pemerintah hanya dapat memungut pajak yang ditetapkan menjadi kewenangannya. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari adanya tumpang tindih dalam pemungutan pajak. Adapun rasionalisasi pajak daerah tidak mengalihkan kewenangan pemungutan pajak daerah melainkan hanya wewenang penetapan tarif atas beberapa jenis pajak.

Siapa yang mengelola pajak daerah?

Badan Pengelola Pajak & Retribusi Daerah

  • LANDASAN HUKUM
  • Badan Pengelola Pajak & Retribusi daerah dibentuk berdasarkan Peraturan Walikota (PERWALI) Kota Ambon No 39 tahun 2016 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan dan Inspektorat Kota Ambon
  • Tugas
  • Badan Pengelola Pajak dan Retribusi Daerah mempunyai tugas melaksanakan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pengelolaan pajak dan retribusi daerah.
  • Fungsi
  • Fungsi Badan Pengelola Pajak & Retribusi Daerah adalah sebagai berikut;
  1. Perumusan kebijakan pengelolaan pajak dan retribusi daerah;
  2. Pengkoordinasian pengelolaan anggaran pendapatan pajak dan retribusi;
  3. Pemverifikasian pengelolaan anggaran pendapatan pajak dan retribusi
  4. Pengelolaan data dan informasi wajib pajak, objek pajak dan subyek pajak
  5. Penyiapan bahan penetapan pajak daerah;
  6. Pembukuan dan pelaporaan pajak dan retribusi daerah;
  7. Pengkoordinasian Perumusan kebijakan tentang sistem dan prosedur penagihan dan keberatan pajak;
  8. Pengkoordinasian perumusan kebijakan pengembangan dan evaluasi pendapatan daerah yang bersumber dari pajak dan retribusi;
  9. Pengkoordinasian perumusan kebijakan teknis peningkatan penerimaan pendapatan daerah pada sektor pajak dan retribusi serta sumber pendapatan lainnya sesuai ketentuan yang berlaku;
  10. Pengkoordinasian pembinaan teknis operasional kepada Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang melaksanakan pemungutan retribusi dan pendapatan daerah lainnya;
  11. Pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Walikota terkait dengan tugas dan fungsinya.
  1. MOTTO PELAYANAN
  2. MAKLUMAT PELAYANAN
  3. SUSUSNAN ORGANISASI
  4. STANDARD PELAYANAN OPD

: Badan Pengelola Pajak & Retribusi Daerah

Siapa yang memungut PPN?

Transaksi Antarpemungut PPN, Siapa yang Harus Pungut PPN? Syadesa Anida Herdona, DDTC Fiscal Research and Advisory. Pertanyaan: PERKENALKAN, saya Radit. Saya adalah staf keuangan salah satu anak perusahaan badan usaha milik negara (BUMN). Perusahaan kami merupakan perusahaan yang ditunjuk sebagai pemungut pajak pertambahan nilai (PPN).

Baru-baru ini, perusahaan kami menjual barang kepada BUMN lainnya yang juga ditunjuk sebagai pemungut PPN. Dalam hal transaksi dilakukan antarpemungut PPN, siapa yang harus memungut PPN? Terima kasih. Radit, Jakarta. Jawaban: TERIMA kasih Bapak Radit atas pertanyaannya. Pada dasarnya, pengusaha kena pajak (PKP) yang melakukan penyerahan barang kena pajak (BKP) dan/atau jasa kena pajak (JKP) wajib untuk memungut, menyetor, dan melaporkan PPN yang terutang.

Ketentuan ini sebagaimana diatur dalam Pasal 3A ayat (1) UU PPN s.t.d.t.d yang berbunyi: “(1) Pengusaha yang melakukan penyerahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a, huruf c, huruf f, huruf g, dan huruf h, kecuali pengusaha kecil yang batasannya ditetapkan oleh Menteri Keuangan, wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dan wajib memungut, menyetor, dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang.

Namun, terdapat ketentuan khusus yang mengatur mengenai penyerahan BKP dan/atau JKP kepada pihak yang ditunjuk sebagai pemungut PPN, khususnya dalam hal ini kepada BUMN. Ketentuan tersebut dapat dilihat pada Peraturan Menteri Keuangan No.8/PMK.03/2021 tentang Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah oleh Badan Usaha Milik Negara dan Perusahaan Tertentu yang Dimiliki secara Langsung oleh Badan Usaha Milik Negara sebagai Pemungut Pajak Pertambahan Nilai ().

Dalam Pasal 3 ayat (1) PMK 8/2021, pemungut PPN meliputi BUMN, BUMN yang dilakukan restrukturisasi oleh pemerintah setelah tanggal 1 April 2015 dan restrukturisasi tersebut dilakukan melalui pengalihan saham milik negara kepada BUMN lainnya, dan perusahaan tertentu yang dimiliki secara langsung oleh BUMN.

  • Selanjutnya, terkait dengan mekanisme pemungutan PPN atas penyerahan BKP dan/atau JKP kepada pemungut PPN, dapat merujuk ke Pasal 2 ayat (1) dan (2) PMK 8/2021 yang mengatur bahwa:
  • “(1) PPN atau PPN dan PPnBM yang terutang atas penyerahan BKP dan/atau JKP oleh rekanan kepada pemungut PPN dipungut, disetor, dan dilaporkan oleh pemungut PPN.
  • (2) Rekanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP kepada pemungut PPN.”

Dari ketentuan di atas dapat dilihat apabila PKP rekanan melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP kepada pemungut PPN maka PPN akan dipungut, disetor, dan dilaporkan oleh pemungut PPN. Mekanisme ini kerap kali disebut sebagai,

  1. Kemudian, dalam hal transaksi penyerahan BKP dan/atau JKP dilakukan antarpemungut PPN, ketentuan yang berlaku mengacu pada Pasal 2 ayat (3) PMK 8/2021 yang mengatur:
  2. “(3) Dalam hal terjadi penyerahan BKP dan/atau JKP oleh pemungut PPN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada pemungut PPN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) lainnya, PPN atau PPN dan PPnBM yang terutang dipungut, disetor, dan dilaporkan oleh pemungut PPN yang melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP,”
  3. Berdasarkan pada ketentuan yang telah dijelaskan, dapat disimpulkan apabila terdapat penyerahan BKP dan/atau JKP dari pemungut PPN ke pemungut PPN lainnya maka PPN yang terutang dipungut, disetor, dan dilaporkan oleh pemungut PPN yang menyerahkan BKP dan/atau JKP.
  4. Menjawab pertanyaan terkait dengan transaksi yang dilakukan, perusahaan Bapak wajib untuk memungut, menyetor, dan melaporkan PPN terutang atas penyerahan BKP yang dilakukan kepada pemungut PPN lainnya.
You might be interested:  Lembaga Internal Yang Mengawasi Pasar Modal Adalah?

Demikian jawaban kami. Semoga membantu. Sebagai informasi, artikel Konsultasi Pajak hadir setiap pekan untuk menjawab pertanyaan terpilih dari pembaca setia DDTCNews, Bagi Anda yang ingin mengajukan pertanyaan, silakan mengirimkannya ke alamat surat elektronik, : Transaksi Antarpemungut PPN, Siapa yang Harus Pungut PPN?

Jelaskan apa yang dimaksud dengan pajak daerah?

Pajak Daerah, yang selanjutnya disebut Pajak, adalah kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Bagaimana asas pemungutan pajak di Indonesia?

Jenis-Jenis Asas Pengenaan Pajak – Pengenaan pajak harus memperhatikan objek berupa penghasilan atau tambahan kemampuan ekonomi, serta subjek pajak adalah orang pribadi atau badan yang ditetapkan sebagai Wajib Pajak. Penentuan subjek pajak dan objek pajak harus berdasarkan pada asas pengenaan pajak.

Siapa nama pajak Indonesia?

KOMPAS.com – Pajak sangat berperan penting sebagai sumber penerimaan negara. Pajak juga memiliki peranan penting dalam pelaksanaan berbagai kebijakan negara di bidang sosial dan ekonomi. Dikutip langsung dari Pasal 1 ayat (1) UU Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, berikut definisi pajak: “Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.” Menurut Supraomono dan Theresia Woro Damayanti dalam buku Perpajakan Indonesia – Mekanisme dan Perhitungan (2010), pajak merupakan iuran dari rakyat kepada negara, yang dibayarkan menggunakan uang dan bukan barang.

Apa saja yang termasuk objek Pajak Pertambahan Nilai?

Kategori Objek PPN – Terdapat beberapa kategori objek PPN yang perlu Anda ketahui. Hal ini pun termuat dalam Undang- Undang PPN dan PPnBM, tepatnya pasal 4 ayat 1. Berikut ini beberapa kategorinya:

Pengalihan atau pemberian Barang Kena Pajak (BKP) di dalam wilayah pabean oleh pengusaha, pedagang, atau pengecer. Impor Barang Kena Pajak (BKP). Pengalihan atau pemberian Jasa Kena Pajak (JKP) di dalam wilayah pabean oleh pengusaha atau penyedia jasa. Pemakaian BKP tak berwujud fisik dari luar wilayah pabean di dalam wilayah pabean. Penggunaan JKP dari luar wilayah pabean di dalam wilayah pabean. Ekspor BKP berwujud fisik oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP). Perdagangan BKP tidak berwujud fisik oleh PKP. Ekspor JKP yang dilakukan oleh PKP.

Tak hanya itu, PPN juga secara khusus dikenakan atas beberapa kasus seperti kegiatan atau pekerjaan membangun sendiri oleh perorangan atau badan. Pekerjaan tersebut dilakukan tidak dalam rangka bisnis dan hasilnya dimanfaatkan sendiri atau orang lain.

Hal ini juga berlaku apabila kegiatan membangun sendiri ini menggunakan jasa kontraktor yang berstatus sebagai PKP, sehingga kontraktor tersebut harus memungut PPN. Akan tetapi, jika kontraktor yang disewa bukan termasuk PKP, maka Anda sebagai wajib pajak hanya bertanggung jawab dalam melakukan penyetoran dan pelaporan PPN.

Sistem Pemungutan Pajak di Indonesia

PPN juga berlaku dalam kasus pengalihan BKP berupa modal atau aset yang mulanya tidak untuk diperjualbelikan, lalu PKP terpaksa menjual aset tersebut karena kondisi tertentu.

Apa nama lain dari Pajak Pertambahan Nilai?

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Artikel ini memerlukan pemutakhiran informasi, Harap perbarui artikel dengan menambahkan informasi terbaru yang tersedia.

Peta negara dan wilayah menurut status PPN Tanpa PPN PPN Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan pada setiap transaksi jual beli barang atau jasa yang terjadi pada wajib pajak orang pribadi atau badan usaha yang mendapat status Pengusaha Kena Pajak (PKP).

PPN merupakan jenis pajak konsumsi yang dalam bahasa Inggris disebut value-added tax (VAT) atau goods and services tax (GST). PPN termasuk jenis pajak tidak langsung, maksudnya pajak tersebut disetor oleh pihak lain ( pedagang ) yang bukan penanggung pajak atau dengan kata lain, penanggung pajak (konsumen akhir) tidak menyetorkan langsung pajak yang ia tanggung.

Mekanisme pemungutan, penyetoran, dan pelaporan PPN ada pada pihak pedagang atau produsen sehingga muncul istilah Pengusaha Kena Pajak yang disingkat PKP. Dalam perhitungan PPN yang harus disetor oleh PKP, dikenal istilah pajak keluaran dan pajak masukan.

  1. Pajak keluaran adalah PPN yang dipungut ketika PKP menjual produknya, sedangkan pajak masukan adalah PPN yang dibayar ketika PKP membeli, memperoleh, atau membuat produknya.
  2. Indonesia menganut sistem tarif tunggal untuk PPN, yaitu sebesar 10 persen untuk penyerahan dalam negeri dan 0 persen untuk ekspor.

Dasar hukum dari penerapan Pajak Pertambahan Nilai di Indonesia adalah Undang-undang Nomor 8 tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang disebut Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai 1984. Penyebutan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 dengan nama Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 diatur dalam Pasal 20 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983.

  1. Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 yang berlaku 1 April 1985 adalah Undang-Undang Nomor.11 Tahun 1994 (berlaku 1 Januari 1995), Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 (berlaku 1 Januari 2001), dan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 (berlaku 1 Januari 2010).
  2. Dalam UU HPP yang telah diresmikan Presiden Republik Indonesia pada tanggal 29 Oktober 2021 terdapat peraturan baru yang diterapkan pada PPN.

Peraturan baru di antaranya yaitu mengenai tarif PPN yang terdapat pada UU HPP Pasal 7. Tarif PPN yaitu sebesar 11% yang mulai berlaku pada tanggal 1 April 2022 dan sebesar 12% yang mulai berlaku paling lambat pada tanggal 1 Januari 2025. Adapun tarif PPN sebesar 0% diterapkan atas ekspor Barang Kena Pajak Berwujud, ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud, dan ekspor Jasa Kena Pajak.

Siapakah objek Pajak Pertambahan Nilai?

Karakteristik Pemungutan PPN

Pajak Objektif

pemungutan PPN didasarkan pada objek pajak tanpa memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak (WP) sebagai subjek pajak

Pajak Tidak Langsung

secara ekonomis beban PPN dapat dialihkan kepada pihak lain, tetapi kewajiban memungut, menyetor, melapor melekat pada pihak yang menyerahkan barang/jasa

Multi Stage Tax

dilakukan secara berjenjang dari pabrikan sampai konsumen akhir

Dipungut Menggunakan Faktur Pajak

sehingga Pengusaha Kena Pajak (PKP) sebagai pemungut pajak harus menerbitkan faktur pajak sebagai bukti pemungutan PPN

Bersifat Netral

dikenakan baik atas konsumsi barang maupun jasa, dan dipungut menggunakan prinsip tempat tujuan, yaitu bahwa PPN dipungut di tempat barang atau jasa dikonsumsi

Non-duplikasi

karena terdapat mekanisme pengkreditan pajak masukan

PPN terhadap konsumsi dalam negeri dikenakan sebesar 10%, sedangkan untuk ekspor dikenakan tarif 0% (untuk ekspor secara riil tidak ada PPN yang dibayarkan namun tetap harus dilaporkan)

Objek PPN 1. Penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP) di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha 2. Impor BKP dan/atau pemanfaatan JKP/BKP Tak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean 3. Ekspor BKP dan/atau JKP 4.

You might be interested:  Laporan Keuangan Yang Harus Disusun Oleh Perushaan Minimal Teridiri Dari?

Egiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan 5. Penyerahan aktiva oleh PKP yang menurut tujuan semula aktiva tersebut tidak untuk diperjualbelikan, sepanjang PPN yang dibayar pada saat perolehannya dapat dikreditkan Barang Kena Pajak (BKP) • Barang Kena Pajak (BKP) merupakan barang berwujud yang menurut sifat atau hukumnya dapat berupa barang bergerak atau barang tidak bergerak, dan barang tidak berwujud, yang dikenakan pajak berdasarkan UU PPN.

• Pengaturan cakupan BKP dalam UU PPN bersifat ” negative list “, dalam artian bahwa pada prinsipnya seluruh barang merupakan BKP, kecuali ditetapkan sebagai barang yang tidak dikenai PPN. Barang yang Tidak Dikenai PPN (Non-BKP)

  1. Barang hasil pertambangan, penggalian, pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya:
  2. Barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak: a. beras, gabah, jagung, sagu, kedelai b. garam, baik yang beryodium maupun yang tidak beryodium c. daging, yaitu daging segar yang tanpa diolah, tetapi telah melalui proses disembelih, dikuliti, dipotong, didinginkan, dibekukan, dikemas atau tidak dikemas, digarami, dikapur, diasamkan, diawetkan dengan cara lain, dan/atau direbus d. telur, yaitu telur yang tidak diolah, termasuk telur yang dibersihkan, diasinkan, atau dikemas e. susu, yaitu susu perah baik yang telah melalui proses didinginkan maupun dipanaskan, tidak mengandung tambahan gula atau bahan lainnya, dan/atau dikemas atau tidak dikemas f. buah-buahan, yaitu buah-buahan segar yang dipetik, baik yang telah melalui proses dicuci, disortasi, dikupas, dipotong, diiris, di-grading, dan/atau dikemas atau tidak dikemas; dan g. sayur-sayuran, yaitu sayuran segar yang dipetik, dicuci, ditiriskan, dan/atau disimpan pada suhu rendah, termasuk sayuran segar yang dicacah
  3. Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya, tidak termasuk yang diserahkan oleh usaha jasa boga atau catering
  4. Uang, emas batangan, dan surat berharga (misalnya saham, obligasi)
  1. minyak mentah (crude oil)
  2. gas bumi, tidak termasuk gas bumi seperti elpiji yang siap dikonsumsi langsung oleh masyarakat
  3. panas bumi
  4. asbes, batu tulis, batu setengah permata, batu kapur, batu apung, batu permata, bentonit, dolomit, felspar (feldspar), garam batu (halite), grafit, granit/andesit, gips, kalsit, kaolin, leusit, magnesit, mika, marmer, nitrat, opsidien, oker, pasir dan kerikil, pasir kuarsa, perlit, fosfat (phospat), talk, tanah serap (fullers earth), tanah diatome, tanah liat, tawas (alum), tras, yarosif, zeolit, basal, dan trakkit; dan
  5. bijih besi, bijih timah, bijih emas, bijih tembaga, bijih nikel, bijih perak, serta bijih bauksit.

Jasa Kena Pajak (JKP)

  • Jasa Kena Pajak (JKP) merupakan setiap kegiatan pelayanan berdasarkan surat perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang, fasilitas, kemudahan, atau hak tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang pesanan atau permintaan dengan bahan dan/atau petunjuk dari pemesan, yang dikenakan pajak berdasarkan UU PPN.
  • Seperti halnya cakupan BKP, pengaturan cakupan JKP dalam UU PPN juga bersifat ” negative list “, dalam artian bahwa pada prinsipnya seluruh jasa merupakan JKP, kecuali ditetapkan sebagai jasa yang tidak dikenai PPN.

Jasa yang Tidak Dikenai PPN (Non JKP) 1. Jasa pelayanan kesehatan medis 2. Jasa pelayanan sosial 3. Jasa pengiriman surat dengan perangko 4. Jasa keuangan 5. Jasa asuransi 6. Jasa keagamaan 7. Jasa Pendidikan 8. Jasa kesenian dan hiburan 9. Jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan 10.

Jasa angkutan umum di darat dan di air serta jasa angkutan udara dalam negeri yang menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari jasa angkutan udara luar negeri 11. Jasa tenaga kerja a. Jasa perhotelan b. Jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum c. Jasa penyediaan tempat parker d.

Jasa telepon umum dengan menggunakan uang logam e. Jasa pengiriman uang dengan wesel pos f. Jasa boga atau katering Subjek PPN Pengusaha Kena Pajak (PKP), baik orang pribadi maupun badan, yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP), yang dikenakan pajak berdasarkan UU PPN.

Tarif PPN Tarif PPN adalah sebesar 10% • Pemerintah diberikan kewenangan untuk mengubah tarif PPN menjadi paling rendah 5% dan paling tinggi 15% melalui penerbitan Peraturan Pemerintah. • Mengingat PPN adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi BKP di dalam Daerah Pabean, maka ekspor BKP dan ekspor JKP tertentu dikenai PPN dengan tarif 0%.

Dasar Pengenaan PPN PPN terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif PPN dengan Dasar Pengenaan Pajak (DPP) yang meliputi: 1. Harga Jual nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan BKP, tidak termasuk PPN dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak 2.

Penggantian nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh pengusaha karena penyerahan JKP, ekspor JKP, atau ekspor BKP Tidak Berwujud, tidak termasuk PPN dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak; atau nilai berupa uang yang dibayar atau seharusnya dibayar oleh Penerima Jasa karena impor JKP dan/atau oleh penerima manfaat dari impor BKP Tidak Berwujud 3.

Nilai Impor nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan bea masuk ditambah pungutan kepabeanan dan cukai untuk impor BKP, tidak termasuk PPN dan PPnBM 4. Nilai Ekspor yaitu nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh eksportir 5.

Nilai lain yang diatur dengan atau berdasarkan PMK hanya untuk menjamin rasa keadilan dalam hal: Harga Jual, Nilai Penggantian, Nilai Impor, dan Nilai Ekspor sukar ditetapkan; dan/atau penyerahan BKP yang dibutuhkan oleh masyarakat banyak Pengusaha Kena Pajak (PKP) Pengusaha yang melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP di dalam Daerah Pabean, dan/atau melakukan ekspor BKP (baik BKP Berwujud maupun BKP Tidak Berwujud) dan/atau JKP, wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) dan wajib memungut, menyetor, dan melaporkan PPN dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) yang terutang.

Pengecualian PKP

  • Pengecualian pengukuhan sebagai PKP diberikan bagi pengusaha kecil yang batasannya ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
  • Pada saat ini, batasan pengusaha kecil tersebut diatur dalam PMK 197/PMK.03/2013, yaitu pengusaha yang melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP dengan omzet tidak lebih dari Rp4,8 miliar setahun.
  • Namun, UU PPN memberikan ruang bagi pengusaha kecil dimaksud untuk dapat dikukuhkan menjadi PKP yang diatur lebih lanjut dalam PMK 40/PMK.03/2010.

Pemungut PPN

  • Dalam rangka lebih memudahkan pemungutan PPN dan/atau PPnBM yang terutang atas penyerahan BKP dan/atau JKP oleh rekanan, Pemerintah menunjuk pihak tertentu untuk memungut, menyetorkan dan melaporkan PPN yang terutang.
  • Pihak tertentu tersebut meliputi bendahara pemerintah, badan, atau instansi pemerintah yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan.

Fasilitas Pembebasan PPN • Fasilitas atau insentif perpajakan dapat didefinisikan sebagai ketentuan perpajakan yang dibuat secara khusus, yang berbeda dengan ketentuan perpajakan yang berlaku umum, bagi Wajib Pajak dengan kriteria tertentu. • Fasilitas PPN diberikan untuk mendorong pembangunan nasional dengan membantu tersedianya barang yang bersifat strategis, seperti:

  1. Fasilitas dibebaskan dari pengenaan PPN
  2. fasilitas tidak dipungut PPN

• Untuk mendukung perkembangan dunia usaha dan meningkatkan daya saing dengan menjamin tersedianya barang-barang yang bersifat strategis, pemerintah memberikan fasilitas dibebaskan dari pengenaan PPN atas impor dan/atau penyerahan Barang Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis.