Hal Hal Yang Menjadi Landasan Hukum Dalam Pemeriksaan Pajak?
Peraturan Perundangan Perpajakan – Setidaknya, ada delapan undang-undang yang menjadi landasan atau dasar hukum pemungutan pajak di Indonesia, antara lain:
- Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 Tentang Bea Materai.
- Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 Tentang Pajak Bumi dan Bangunan.
- Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
- Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 Tentang Penghasilan.
- Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 Tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Barang dan Jasa dan Penjualan atas Barang Mewah.
- Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 Tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.
- Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 Tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan.
- Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 Tentang Pengadilan Pajak.
Contents
- 1 Hal hal apa saja yang menyebabkan terjadinya pemeriksaan pajak?
- 2 Landasan Hukum Perpajakan di Indonesia pasal berapa?
- 3 Apa saja dasar hukum pemungutan pajak yang berlaku di Indonesia?
- 4 Tindakan hukum apa yang dapat dilakukan oleh seorang penyidik pajak?
- 5 Apa yang dimaksud dengan pemeriksaan pajak menurut undang undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dan menurut para ahli perpajakan?
Apa landasan hukum dalam praktek pemeriksaan perpajakan?
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021.
Hal hal apa saja yang menyebabkan terjadinya pemeriksaan pajak?
Ada Pemeriksaan Pajak? Cari Tahu Alasannya Mungkin masih banyak Wajib Pajak yang kebingungan atau panik saat dilakukan pemeriksaan oleh kantor pajak. Sebenarnya, pemeriksaan pajak dilakukan untuk memastikan bahwa para wajib pajak benar-benar telah melakukan kewajiban pajak sesuai dengan jumlah yang sudah ditentukan dan peraturan yang berlaku.
Pemeriksaan pajak sendiri merupakan serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan. Pemeriksaan dapat dilakukan terhadap Wajib Pajak atas pemenuhan kewajiban perpajakannya. Dengan sistem self assesment dalam perpajakan Indonesia, di mana para Wajib Pajak diwajibkan unuk menghitung, menyetor, dan melaporkan kewajiban perpajakannya secara mandiri, maka aparatur Direktorat Jenderal Pajak (DJP) memiliki kewenangan untuk melakukan pemeriksaan untuk mengawasi kepatuhan pelaksanaan kewajiban perpajakan.
Alasan dilakukannya pemeriksaan pajak ada 2, yaitu untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak yang biasanya akan menghasilkan produk hukum yaitu surat ketetapan pajak atau STP dan tujuan kedua yakni tujuan lain yaitu dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Apa dasar hukum dan ketentuan terkait pemeriksaan bukti permulaan?
Ketentuan mengenai pemeriksaan bukti permulaan diatur di dalam Pasal 43A ayat (1) UU KUP yang berbunyi: ‘Direktur Jenderal Pajak berdasarkan informasi, data, laporan, dan pengaduan berwenang melakukan pemeriksaan bukti permulaan sebelum dilakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan.’
Landasan Hukum Perpajakan di Indonesia pasal berapa?
Fungsi Pajak Menurut Pasal 23A UUD NRI 1945 Pusat Studi Hukum Konstitusi (PSHK) FH UII menyelenggarakan diskusi “Bedah Pasal 23A UUD NRI 1945: Pajak dan Pungutan Lain untuk Keperluan Negara”. Diskusi daring pada Kamis (29/4) ini menghadirkan Dr. Murti Lestari, M.Si.
- Pengajar Ilmu Ekonomi Fakultas Bisnis Universitas Kristen Duta Wacana) dan Siti Rahma Novikasari, S.H., M.H.
- Pengajar Hukum Pajak Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia) sebagai narasumber.
- Dalam diskusi ini, Siti Rahma mengatakan bahwa pajak diatur dalam Pasal 23A UUD NRI 1945.
- Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang.
Selain itu, dalam pemungutan pajak, ada prinsip-prinsip global yang harus dipatuhi, salah satunya adalah no taxation without representation yang mengandung ketentuan bahwa dalam aturan pemungutan pajak harus dapat mewakili kepentingan masyarakat. Menurutnya, ada beberapa aspek pengaturan pajak yang harus diatur dalam UU itu sendiri.
Pertama, kepastian hukum sistem perpajakan yang menentukan objek, subjek pajak mengidentifikasi basis perpajakan, tarif, dan administrasi perpajakan. Kedua, dasar kewenangan pemungutan pajak oleh pemerintah yang mencakup bestuur, Dalam menjalankan UU ada pembagian kewenangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah,
Kemudian regelgeving yaitu adanya ada pembagian kewenangan dalam pemungutan pajak. Serta rechtspraak yaitu pemerintah harus melaksanakan upaya administrasi apabila ada masyarakat yang mengajukan gugatan administratif terhadap SKP. Ketiga, ada hubungan hukum antara wajib pajak dan pemungutnya sehingga memberi hak dan kewajiban antara negara dan masyarakat.
Eempat, penegakan hukum dengan penerapan sanksi administrasi dan pidana. Kelima, perlindungan hukum yang diatur dalam UU KUP dan UU No 14 Tahun 2020 tentang Pengadilan Pajak. Sementara itu, Murti Lestari mengatakan pajak di samping memiliki fungsi budgeter dan regulerend, ada juga fungsi pemerataan, yaitu mengurangi pendapatan dari yang kaya untuk mensubsidi yang miskin.
Contohnya bagi warga negara yang memiliki pendapatan tinggi maka pajak dan persentasenya juga semakin tinggi. Berbeda dengan warga negara yang pendapatannya rendah tidak dikenai pajak, inilah yang akhirnya memunculkan program keluarga harapan (PKH), program-program untuk pengangguran, dll.
- Fungsi lainnya adalah stabilisasi yaitu pajak digunakan untuk mengurangi siklus ekonomi, menjaga stabilitas perekonomian negara.
- Misalnya pada masa resesi yaitu masa ketika kegiatan ekonomi lumpuh, pemerintah mengeluarkan dana untuk mendorong kegiatan ekonomi, dengan menyelenggarakan program padat karya, mengadakan pemberian intensif pajak, dll.
guna meningkatkan perekonomian negara,” ucapnya. “Artinya untuk mendanai kehidupan negara, dananya itu didanai oleh masyarakat itu sendiri melalui pemungutan pajak dan pungutan lainnya, sehingga terwujud APBN yang sehat dari kita, oleh kita, dan untuk kita,” pungkasnya.
Apa saja dasar hukum pemungutan pajak yang berlaku di Indonesia?
UMUM Negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945 yang menjunjung tinggi hak dan kewajiban setiap orang, oleh karena itu menempatkan perpajakan sebagai salah satu perwujudan kewajiban kenegaraan dalam kegotongroyongan nasional sebagai peran serta masyarakat dalam membiayai pembangunan. Sesuai dengan ketentuan Pasal 23 ayat (2) Undang Undang Dasar 1945, ketentuan-ketentuan perpajakan yang merupakan landasan pemungutan pajak ditetapkan dengan Undang-undang. Undang-undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan yang berlaku sejak tahun 1986 merupakan landasan hukum dalam pengenaan pajak sehubungan dengan hak atas bumi dan/atau perolehan manfaat atas bumi dan/atau kepemilikan, pengusaan dan/atau perolehan manfaat atas bangunan. Pada hakekatnya, pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan merupakan salah satu sarana perwujudan kegotongroyongan nasional dalam pembiayaan negara dan pembangunan nasional, sehingga dalam pengenaannya harus memperhatikan prinsip kepastian hukum, keadilan, dan kesederhanaan serta ditunjang oleh sistem administrasi perpajakan yang memudahkan Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban pembayaran pajak. Setelah hampir satu dasawarsa berlakunya Undang-undang Nomor 12 Tahun 1985, dengan makin meningkatnya kesejahteraan masyarakat dan meningkatnya jumlah Objek Pajak serta untuk menyelaraskan pengenaan pajak dengan amanat dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara, dirasakan sudah masanya untuk menyempurnakan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1985. Dengan berpegang teguh pada prinsip kepastian hukum dan keadilan, maka arah dan tujuan penyempurnaan Undang-undang ini adalah sebagai berikut : a. Menunjang kebijaksanaan pemerintah menuju kemandirian bangsa dalam pembiayaan pembangunan yang sumber utamanya berasal dari penerimaan pajak; b. Lebih memberikan kepastian hukum dan keadilan bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembiayaan pembangunan sesuai dengan kemampuannya. Dengan berlandaskan pada arah dan tujuan penyempurnaan tersebut, maka dalam penyempurnaan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1985 perlu diatur kembali ketentuan ketentuan mengenai Pajak Bumi dan Bangunan yang dituangkan dalam Undang-undang tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan, dengan pokok-pokok antara lain sebagai berikut: a. Untuk lebih memberikan keadilan dalam pengenaan pajak, diatur ketentuan mengenai besarnya Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak untuk setiap Wajib Pajak; b. Memperjelas ketentuan mengenai upaya banding ke badan peradilan pajak. PASAL DEMI PASAL Pasal I Angka 1 Pasal 3 Ayat (1) Yang dimaksud dengan tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan adalah bahwa objek pajak itu diusahakan untuk melayani kepentingan umum, dan nyata-nyata tidak ditujukan untuk mencari keuntungan. Hal ini dapat diketahui antara lain dari anggaran dasar dan anggaran rumah tangga dari yayasan/badan yang bergerak dalam bidang ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan, dan kebudayaan nasional tersebut. Termasuk pengertian ini adalah hutan wisata milik Negara sesuai Pasal 2 Undang undang Nomor 5 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kehutanan. Contoh : – pesantren atau sejenis dengan itu; – madrasah; – tanah wakaf; – rumah sakit umum. Ayat (2) Yang dimaksud dengan objek pajak dalam ayat ini adalah objek pajak yang dimiliki/dikuasai/ digunakan oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam menyelenggarakan pemerintahan. Pajak Bumi dan Bangunan adalah pajak negara yang sebagian besar penerimaannya merupakan pendapatan daerah yang antara lain dipergunakan untuk penyediaan fasilitas yang juga dinikmati oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daeah. Oleh sebab itu wajar Pemerintah Pusat juga ikut membiayai penyediaan fasilitas tersebut melalui pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan. Mengenai bumi dan/atau bangunan milik perorangan dan/atau badan yang digunakan oleh negara, kewajiban perpajakannya tergantung pada perjanjian yang diadakan. Ayat (3) Untuk setiap Wajib Pajak diberikan Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak sebesar Rp 8.000.000,00 (delapan juta rupiah). Apabila seorang Wajib Pajak mempunyai beberapa Objek Pajak, yang diberikan Nilai Jual Objek Pajak hanya salah satu Objek Pajak yang nilainya terbesar, sedangkan Objek Pajak lainnya tetap dikenakan secara penuh tanpa dikurangi Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak. Contoh : 1. Seorang Wajib Pajak hanya mempunyai Objek Pajak berupa bumi dengan nilai sebagai berikut : – Nilai Jual Objek Pajak Bumi, Rp 3.000.0000,00 -Nilai Jual Objek Pajak Kena Pajak, Rp 8.000.0000,00 Karena Nilai Jual Objek Pajak berada dibawah Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak, maka Objek Pajak tersebut tidak dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan. 2. Seorang Wajib Pajak mempunyai dua Objek Pajak berupa bumi dan bangunan masing-masing di Desa A dan Desa B dengan nilai sebagai berikut : a. Desa A – Nilai Jual Objek Pajak Bumi Rp.8.000.000,00 – Nilai Jual Objek Pajak Bangunan Rp.5.000.000,00 Nilai Jual Objek Pajak untuk Penghitungan Pajak : – Nilai Jual Objek Pajak Bumi Rp.8.000.000,00 – Nilai Jual Objek Pajak Bangunan Rp.5.000.000,00(+) – Nilai Jual Objek Pajak sebagai dasar pengenaan pajak, Rp13.000.000,00 – Nilai Jual Objek Pajak, Rp.8.000.000,00(-) – Nilai Jual Objek Pajak untuk Penghitungan Pajak, Rp.5.000.000,00 b. Desa B – Nilai Jual Objek Pajak Bumi Rp.5.000.000,00 – Nilai Jual Objek Pajak Bangunan Rp.3.000.000,00 Nilai Jual Objek Pajak untuk Penghitungan Pajak : – Nilai Jual Objek Pajak Bumi, Rp.5.000.000,00 – Nilai Jual Objek Pajak Bangunan, Rp.3.000.000,00(+) – Nilai Jual Objek Pajak sebagai dasar pengenaan pajak, Rp.8.000.000,00 – Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak Rp.0,00(-) – Nilai Jual Objek Pajak untuk Penghitungan Pajak, Rp.8.000.000,00 Untuk Objek Pajak di Desa B, tidak diberikan Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak sebesar Rp 8.000.000,00 (delapan juta rupiah), karena Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak telah diberikan untuk Objek Pajak yang berada di Desa A. 3. Seorang Wajib Pajak mempunyai dua Objek Pajak berupa bumi dan bangunan pada satu Desa C dengan nilai sebagai berikut : a. Objek I – Nilai Jual Objek Pajak Bumi Rp.4.000.000,00 – Nilai Jual Objek Pajak Bangunan Rp.2.000.000,00 Nilai Jual Objek Pajak untuk Penghitungan Pajak : – Nilai Jual Objek Pajak Bumi, Rp.4.000.000,00 – Nilai Jual Objek Pajak Bangunan, Rp.2.000.000,00(+) – Nilai Jual Objek Pajak sebagai dasar pengenaan pajak, Rp.6.000.000,00 – Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak, Rp.8.000.000,00 Karena Nilai Jual Objek Pajak berada di bawah Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak, maka Objek Pajak tersebut dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan.b. Objek II – Nilai Jual Objek Pajak Bumi Rp.4.000.000,00 – Nilai Jual Objek Pajak Bangunan Rp.1.000.000,00 Nilai Jual Objek Pajak untuk Penghitungan Pajak : – Nilai Jual Objek Pajak Bumi, Rp.4.000.000,00 – Nilai Jual Objek pajak Bangunan, Rp.1.000.000,00(+) – Nilai Jual Objek Pajak sebagai dasar pengenaan pajak, Rp.5.000.000,00 – Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak, Rp.0,00(-) – Nilai Jual Objek Pajak untuk Penghitungan Pajak, Rp.5.000.000,00 Ayat (4) Berdasarkan ketentuan ini Menteri Keuangan diberikan wewenang untuk mengubah besarnya Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dengan mempertimbangkan perkembangan ekonomi dan moneter serta perkembangan harga umum objek pajak setiap tahunnya. Angka 2 Dengan dihapuskannya Pasal 17, ketentuan banding Pajak Bumi dan Bangunan mengikuti ketentuan Pasal 27 Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1994 (Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3566). Angka 3 Pasal 23 Yang dimaksud dengan peraturan perundang-undangan lainnya adalah antara lain Undang undang Nomor 19 Tahun 1959 tentang penagihan Pajak Negara dengan Surat Paksa. Angka 4Cukup Jelas
Pasal II
Cukup Jelas
Pasal III
Cukup Jelas
Pasal IV
Cukup Jelas
Mengapa norma dan standar pemeriksaan penting bagi pelaksanaan pemeriksaan pajak?
Dengan adanya Pemeriksan Pajak akan menjamin kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dalam rangka meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak. Untuk itu pemeriksaan akan dilakukan terus dengan meningkatkan kualitas pemeriksaan maupun pemeriksa yang ada, disertai penyempurnaan ketentuan yang berlaku.
Apa saja kewajiban wajib pajak dalam pemeriksaan?
Kewajiban Wajib Pajak dalam Pemeriksaan Pajak – Kewajiban wajib pajak ketika dalam proses pemeriksaan pajak dapat dibedakan berdasarkan jenis pemeriksaan yang dilaksanakan, antara lain Pemeriksaan Lapangan dan pemeriksaan Kantor. Sebagai berikut: Kewajiban Wajib Pajak dalam Pemeriksaan Lapangan Berdasarkan Pasal 14 ayat 1 PMK-18/2021, dalam pelaksanaan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dengan jenis pemeriksaan lapangan, Wajib Pajak wajib:
- memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku, catatan, dan/atau dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan, dan dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek yang terutang pajak;
- memberikan kesempatan untuk mengakses dan/atau mengunduh data yang dikelola secara elektronik;
- memberikan kesempatan untuk memasuki dan memeriksa tempat atau ruang, barang bergerak dan/atau tidak bergerak yang diduga atau patut diduga digunakan untuk menyimpan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan, dokumen lain, uang, dan/atau barang yang dapat memberi petunjuk tentang penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek yang terutang pajak serta meminjamkannya kepada Pemeriksa Pajak;
- memberi bantuan guna kelancaran Pemeriksaan, yang dapat berupa:
- menyediakan tenaga dan/atau peralatan atas biaya Wajib Pajak apabila dalam mengakses data yang dikelola secara elektronik memerlukan peralatan dan/atau keahlian khusus;
- memberikan bantuan kepada Pemeriksa Pajak untuk membuka barang bergerak dan/atau tidak bergerak; dan/atau
- menyediakan ruangan khusus tempat dilakukannya Pemeriksaan Lapangan dalam hal Pemeriksaan dilakukan di tempat Wajib Pajak;
- menyampaikan tanggapan secara tertulis atas SPHP; dan
- memberikan keterangan lisan dan/atau tertulis yang diperlukan.
Kewajiban Wajib Pajak dalam Pemeriksaan Kantor Berdasarkan Pasal 14 ayat 2 PMK-18/2021, dalam pelaksanaan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dengan jenis pemeriksaan kantor, Wajib Pajak wajib:
- memenuhi panggilan untuk datang menghadiri Pemeriksaan sesuai dengan waktu yang ditentukan;
- memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku, catatan, dan/atau dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan, dan dokumen lain termasuk data yang dikelola secara elektronik, yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek yang terutang pajak;
- memberi bantuan guna kelancaran Pemeriksaan;
- menyampaikan tanggapan secara tertulis atas SPHP;
- meminjamkan KKP yang dibuat oleh akuntan publik; dan
- memberikan keterangan lisan dan/atau tertulis yang diperlukan.
1 Jelaskan yang dimaksud dengan pemeriksaan pajak dan apa dasar hukumnya?
Berbicara tentang perpajakan, Indonesia adalah negara yang menganut sistem perpajakan Self Assessment, Artinya, Wajib Pajak (WP) diberikan kepercayaan untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan sendiri kewajiban perpajakannya. Namun, sistem ini hanya akan berjalan jika WP memiliki pengetahuan perpajakan yang baik dan kepatuhan yang tinggi dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya.
- Pemeriksaan pajak adalah serangkaian kegiatan menghimpun serta mengolah data, keterangan, dan bukti yang dilaksanakan secara objektif serta profesional berdasarkan standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan.
- Atau bertujuan untuk melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan tentang perpajakan.
Jadi, pemeriksaan pajak merupakan bagian akhir dari pengendalian proses perpajakan untuk memastikan WP menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) dengan benar, jelas, dan lengkap.
Mengenal Pasal-pasal Lainnya – Pasal berikutnya yang berhubungan dengan pemeriksaan pajak adalah Pasal 29 ayat 3 dari UU KUP. Pasal ini mengatur bahwa Wajib Pajak yang diperiksa wajib:
Memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku, catatan, maupun dokumen yang berkaitan dengan penghasilan, pekerjaan bebas, kegiatan usaha, serta objek yang dikenakan pajak.Memperbolehkan pemeriksa untuk masuk ke kediaman dan ruangan yang dianggap perlu diperiksa serta berkoordinasi seperlunya demi kelancaran pemeriksaan.Memberikan informasi dan keterangan lengkap sesuai dengan yang diperlukan pemeriksa.
Berdasarkan pasal tersebut, Anda bisa menyimpulkan bahwa pemeriksa atau petugas pajak memiliki hak untuk melontarkan pertanyaan bila diperlukan selama pemeriksaan pajak berlangsung. Lebih tepatnya lagi, pada poin ketiga dari ayat ketiga ditekankan bahwa pemeriksa bisa meminta keterangan lain sesuai yang diperlukan.
- Eterangan lain tersebut dapat berupa keterangan tertulis atau keterangan lisan.
- Eterangan tulis yang dimaksud bisa berupa surat pernyataan audit atau tidak diaudit oleh Kantor Akuntan Publik (KAP), surat pernyataan perihal kepemilikan harta, dan juga surat pernyataan tentang perkiraan biaya hidup.
- Sedangkan keterangan lisan dapat berupa wawancara tentang proses pembukuan Wajib Pajak yang bersangkutan atau wawancara bersama manajemen perihal rangkaian transaksi yang sifatnya khusus atau confidential,
Prosedur permintaan keterangan tertulis maupun lisan secara detail diatur dalam PMK No.184/PMK.03/2015 tentang Tata Cara Pemeriksaan. Terakhir, Pasal 29 ayat 4 menyatakan bahwa bila dalam pemeriksaan pembukuan, pencatatan, atau dokumen yang diminta Wajib Pajak terbukti memiliki tanggung jawab untuk merahasiakan suatu data yang ada, maka tanggung jawab tersebut otomatis ditiadakan demi keperluan untuk pemeriksaan seperti yang sudah tertulis dalam ayat (1).
- Nah, jika Anda merasa bahwa Anda adalah Wajib Pajak yang kurang patuh maka Anda harus siap masuk daftar prioritas pemeriksaan DJP.
- Agar Anda tidak sampai diperiksa oleh DJP, satu-satunya cara adalah Anda harus senantiasa patuh akan kewajiban perpajakan Anda.
- Epatuhan ini termasuk kewajiban Anda dalam menghitung, membayar, dan melaporkan pajak terutang yang Anda nilai sendiri.
Supaya Anda senantiasa patuh, hadir dengan berbagai fitur user-friendly yang akan membantu Anda dalam menyelesaikan urusan perpajakan Anda. Tak hanya itu, semua kegiatan perpajakan Anda bisa dilakukan di satu tempat di AyoPajak jadi Anda tidak akan repot.
Bagaimana ruang lingkup pemeriksaan pajak?
Ruang Lingkup Pemeriksaan – Ruang lingkup pemeriksaan merupakan cakupan jenis pajak yang diperiksa dan periode pencatatan atau pembukuan yang menjadi objek untuk dilakukan pemeriksaan. Ruang lingkup pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan ini meliputi:
- Pemeriksaan Satu Jenis Pajak ( single tax ) atau Beberapa Jenis Pajak. Pemeriksaan ini meliputi satu jenis pajak atau beberapa jenis pajak selain PPh Tahunan Badan atau OP untuk satu atau beberapa Masa Pajak, satu Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak, baik tahun-tahun lalu maupun tahun berjalan.
- Pemeriksaan Seluruh Jenis Pajak ( all taxes ). Pemeriksaan ini mencakup jenis pajak yang meliputi seluruh jenis pajak untuk Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak, baik tahun-tahun lalu maupun tahun berjalan. Dalam hal SPT Tahunan PPh Badan atau OP diperiksa maka ruang lingkup pemeriksaan dilakukan dengan cakupan seluruh jenis pajak
Jenis Pemeriksaan Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dapat dilakukan dengan 2 (dua) jenis pemeriksaan yaitu:
- Pemeriksaan Lapangan Pemeriksaan yang dilakukan di tempat tinggal Wajib Pajak, tempat kegiatan usaha atau pekerjaan bebas Wajib Pajak, lokasi Objek Pajak atau tempat kedudukan Subjek Pajak atau Wajib Pajak untuk pemeriksaan PBB atau tempat lain yang dianggap perlu oleh Pemeriksa Pajak.
- Pemeriksaan Kantor Pemeriksaan yang dilakukan di kantor Direktorat Jenderal Pajak (DJP).
Kriteria Pemeriksaan Terdapat 2 (dua) kriteria yang menjadi alasan dilakukannya pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan yaitu:
Pemeriksaan Rutin Pemeriksaan yang dilakukan sehubungan dengan pemenuhan hak dan/atau pelaksanaan kewajiban perpajakan Wajib Pajak. Pemeriksaan Rutin merupakan pemeriksaan yang dilakukan terhadap Wajib Pajak yang diwajibkan oleh Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan (KUP) atau yang dapat dilakukan oleh Dirjen Pajak (berdasarkan skala prioritas) sehubungan dengan pengujian pemenuhan hak dan/atau pelaksanaan kewajiban perpajakan Wajib Pajak. Pemeriksaan Rutin ini dapat menggunakan jenis pemeriksaan kantor maupun lapangan
Pemeriksaan Khusus Pemeriksaan pajak yang dapat dilakukan berdasarkan keterangan lain berupa data konkret (audit based on data) atau Analisis risiko (risk based audit). Ruang lingkup pemeriksaan Khusus berdasarkan keterangan lain berupa data konkret hanya meliputi satu jenis pajak sedangkan Pemeriksaan Khusus berdasarkan analisis risiko atau analisis IDLP dibagi menjadi Pemeriksaan Khusus satu ( Single tax ) atau beberapa jenis pajak. Pemeriksaan khusus berdasarkan keterangan lain berupa data konkret ini dilakukan dengan jenis pemeriksaan kantor. Sedangkan, pemeriksaan khusus yang didasari oleh analisis risiko dilakukan dengan jenis pemeriksaan lapangan.
Tindakan hukum apa yang dapat dilakukan oleh seorang penyidik pajak?
Penyidikan pajak – Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas Penyidikan pajak adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti, yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana di bidang perpajakan yang terjadi, serta menemukan tersangkanya.
- Penyidikan pajak dilakukan oleh pejabat pegawai negeri di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak yang diberi wewenang khusus untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan.
- Penyidikan pajak dilakukan sebagai akibat tindak lanjut dari pemeriksaan bukti permulaan.
- Penyidikan merupakan proses kelanjutan dari hasil pemeriksaan yang mengindikasikan adanya bukti permulaan tindak pidana perpajakan.
Tindak pidana di bidang perpajakan meliputi perbuatan; yang dilakukan oleh seseorang atau oleh badan yang diwakili orang tertentu (pengurus), memenuhi rumusan undang-undang, diancam dengan sanksi pidana, melawan hukum, dilakukan di bidang perpajakan, dan dapat menimbulkan kerugian bagi pendapatan negara.
Bagaimana proses pemeriksaan pajak tersebut dilaksanakan?
Secara rutin, pemeriksaan pajak dilakukan untuk memastikan bahwa para wajib pajak benar-benar telah melakukan kewajiban pajak sesuai dengan jumlah yang sudah ditentukan dan peraturan yang berlaku. Pemeriksaan pajak dilakukan oleh para petugas dari Direktorat Jenderal Pajak.
Pemeriksaan lapangan
Pemeriksaan ini dilakukan paling lama enam bulan setelah wajib pajak mendapatkan SPPL (Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan).
Pemeriksaan kantor
Berbeda dengan pemeriksaan lapangan, jangka waktu dari pemeriksaan kantor adalah empat bulan setelah Anda memenuhi panggilan. Alur Pemeriksaan Pajak Seperti apa alur dari pemeriksaan pajak? Secara sederhana, berikut adalah poin-poin kronologi dari pemeriksaan pajak untuk wajib pajak:
- Penugasan dan instruksi pemeriksaan
- Perencanaan sistem pemeriksaan
- Penerbitan surat perintah dan surat pemeritahuan pemeriksaan
- Permintaan untuk meminjam dokumen kepada wajib pajak
- Pemeriksaan dan pengujian
- Pengeluaran Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan dan tanggapan
- Pembahasan pemeriksaan
- Pengembalian dokumen, pelaporan, dan penetapan
Kriteria Pemeriksaan Pajak Pemeriksaan pajak pada dasarnya dilakukan berdasarkan dua jenis kriteria atau latar belakang, yakni:
Pemeriksaan rutin
Pemeriksaan ini dilakukan kepada wajib pajak secara umum. Ada beberapa alasan mengapa pemeriksaan rutin dilakukan seperti misalnya penyampaian SPT tahunan, wajib pajak akan meninggalkan Indonesia, melakukan penggabungan pajak, dan sebagainya.
Pemeriksaan khusus
Jika kantor pajak menganalisis adanya ketidakberesan atau ketidakpatuhan pembayaran pajak dari wajib pajak, maka petugas pajak akan melakukan pemeriksaan khusus dengan metode pemeriksaan lapangan. Tujuan Pemeriksaan Pajak DIrjen Pajak memiliki tujuan tertentu dalam penyelenggaraan pemeriksaan pajak. Tujuan tersebut secara garis besar adalah:
- Untuk mencari tahu apakah para wajib pajak telah mematuhi segala peraturan perpajakan
- Untuk mematuhi dan menjalankan segala peraturan perundang-undangan
Teknik Pemeriksaan Pajak Berikut ini adalah teknik yang dilakukan oleh Dirjen Pajak dalam melakukan pemeriksaan pajak:
- Melacak informasi baik dari dalam Dirjen Pajak maupun dari luar
- Menganalisis dokumen wajib pajak dan melihat keabsahannya
- Evaluasi informasi dan kelengkapan SPT
- Analisis, penelusuran angka pajak, dan menganalisis bukti serta mengaitkannya dengan dokumen
- Inspeksi untuk wajib pajak dan melakukan pengujian sistematis
- Wawancara wajib pajak
- Melakukan sampling dan teknik audit
Dasar Hukum Pemeriksaan Pajak Pemeriksaan pajak pada dasarnya diatur oleh undang-undang, yakni Pasal 29 Ayat 1 UU KUP yang berbunyi: Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
- Merujuk kepada pasal tersebut, wajib pajak harus selalu mempersiapkan diri untuk pemeriksaan dan harus bersifat terbuka serta transparan terhadap petugas yang datang.
- Anda sekarang sudah memahami mekanisme pemeriksaan pajak dan juga berbagai komponen terkait hal itu.
- Untuk meningkatkan kepatuhan pajak dan menghindari sanksi karena ketidakpatuhan pajak, menggunakan jasa konsultan pajak menjadi solusi yang tepat untuk bisnis anda.
Hubungi kami untuk informasi lebih lanjut!
Jelaskan yang dimaksud dengan pemeriksaan pajak dan apa dasar hukumnya?
Berbicara tentang perpajakan, Indonesia adalah negara yang menganut sistem perpajakan Self Assessment, Artinya, Wajib Pajak (WP) diberikan kepercayaan untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan sendiri kewajiban perpajakannya. Namun, sistem ini hanya akan berjalan jika WP memiliki pengetahuan perpajakan yang baik dan kepatuhan yang tinggi dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya.
- Pemeriksaan pajak adalah serangkaian kegiatan menghimpun serta mengolah data, keterangan, dan bukti yang dilaksanakan secara objektif serta profesional berdasarkan standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan.
- Atau bertujuan untuk melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan tentang perpajakan.
Jadi, pemeriksaan pajak merupakan bagian akhir dari pengendalian proses perpajakan untuk memastikan WP menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) dengan benar, jelas, dan lengkap.
Mengapa norma dan standar pemeriksaan penting bagi pelaksanaan pemeriksaan pajak?
Dengan adanya Pemeriksan Pajak akan menjamin kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dalam rangka meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak. Untuk itu pemeriksaan akan dilakukan terus dengan meningkatkan kualitas pemeriksaan maupun pemeriksa yang ada, disertai penyempurnaan ketentuan yang berlaku.
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA TATA CARA PEMERIKSAAN PAJAK MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 31 Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 tahun 2000, perlu menetapkan Keputusan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak; Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonsia Nomor 3984) 2. Keputusan Presiden Nomor 234/M Tahun 2000 MEMUTUSKAN : Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN PAJAK. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Keputusan Menteri Keuangan ini, yang dimaksud dengan : 1. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan, mengolah data dan atau keterangan lainnya untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. 2. Pemeriksa pajak adalah Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Direktorat Jenderal pajak atau tenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak yang diberi tugas, wewenang dan tanggung jawab untuk melaksanakan pemeriksaan pajak. 3. Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa nerac dan laporan laba rugi pada setiap Tahun Pajak berakhir. 4. Pambahasan Akhir Hasil Pemeriksaan ( Closing Conference ) adalah pembahasan yang dilakukan antara Pemeriksa Pajak dan Wajib Pajak atas temuan selama pemeriksaan, dan hasil bahasan temuan tersebut baik yang disetujui maupun yang tidak disetujui dituangkan dalam Berita Acara Hasil Pemeriksaan yang ditandatangani oleh Pemeriksa Pajak dan Wajib Pajak. 5. Kertas Kerja Pemeriksaan adalah catatan secara rinci dan jelas yang diselenggarakan oleh Pemeriksa Pajak mengenai prosedur pemeriksaan yang ditempuh, pengujian yang dilakukan, bukti dan keterangan yang dikumpulkan dan kesimpulan yang diambil sehubungan dengan pelaksanaan pemeriksaan. 6. Laporan Pemeriksaan Pajak adalah laporan tentang hasil pemeriksaan yang disusun oleh Pemeriksa Pajak secara ringkas dan jelas serta sesuai dengan ruang lingkup dan tujuan pemeriksaan. 7. Bukti permulaan adalah keadaan dan atau bukti-bukti, baik berupa keterangan, tulisan, perbuatan, atau benda-benda yang dapat memberikan petunjuk bahwa suatu tindak pidana sedang atau telah terjadi yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang dapat menimbulkan kerugian pada Negara. 8. Pemeriksaan bukti permulaan adalah pemeriksaan pajak untuk mendapatkan bukti permulaan tentang adanya dugaan telah terjadi tindak pidana di bidang perpajakan. BAB II TUJUAN PEMERIKSAAN Pasal 2 (1) Tujuan Pemeriksaan adalah untuk : a. menguji keptuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dalam rangka memberikan kepastian hukum, keadilan, dan pembinaan kepada Wajib Pajak; dan b. tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. (2) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a dapat dilakukan dalam hal : a. Surat Pemberitahuan menunjukan kelebihan pembayaran pajak, termasuk yang telah diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak; b. Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan menunjukan rugi; c. Surat Pemberitahuan tidak disampaikan atau disampaikan tidak pada waktu yang telah ditetapkan; d. Surat Pmberitahuan yang memenuhi kriteria seleksi yang ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak; e. ada indikasi kewajiban perpajakan selain kewjiban tersebut pada huruf c tidak dipenuhi. (3) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b meliputi pemeriksaan yang dilakukan dalam rangka: a. pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak secara jabatan; b. penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak; c. pengukuhan atau pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak; d. Wajib Pajak mengajukan keberatan; e. pengumpulan bahan guna penyusunan Norma Penghitungan Penghasilan Neto; f. pencocokan data dan atau alat keterangan; g. penentuan Wajib Pajak berlokasi di daerah terpencil; h. penentuan satu atau lebih tempat terutang Pajak Pertambahan Nilai; i. pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan untuk tujuan lain selain huruf a sampai dengannhuruf h. BAB III RUANG LINGKUP DAN JANGKA WAKTU PEMERIKSAAN Pasal 3 (1) Ruang lingkup pemeriksaan terdiri dari : a. Pemeriksaan Lapangan yang meliputi suatu jenis pajak atau seluruh jenis pajak, untuk tahun berjalan dan atau tahun-tahun sebelumnya dan atau untuk tujuan lain yang dilakukan di tempat Wajib Pajak; b. Pemeriksaan Kantor yang meliputi suatu jenis pajak tertentu baik tahun berjalan dan atau tahun-tahun sebelumnya yang dilakukan di kantor Direktorat Jenderal Pajak. (2) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a dapat dilaksanakan dengan pemeriksaan lengkap atau pemeriksaan sederhana. (3) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b hanya dapat dilaksanakan dengan pemeriksaan sederhana. (4) Pemeriksaan lengkap sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilaksanakan dalam jangka waktu 2 (dua) bulas dan dapat diperpanjang menjadi paling lama 8 (delapan) bulan. (5) Pemeriksaan sederhana ebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilaksanakan dalam jangka waktu 1 (satu) bulan dan dapat diperpanjang menjadi paling lama 2 (dua) bulan. (6) Pemeriksaan sederhana sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dilaksanakan dalam jangka waktu 4 (empat) minggu dan dapat diperpanjang menjadi paling lama 6 (enam) minggu. (7) Apabila dalam pelaksanaan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b ditemukan indikasi adanya transaksi yang mengandung unsur transfer pricing, maka lingkup pemeriksaan ditingkatkan menjadi Pemeriksaan Lapangan. 8. Pemeriksaan Lapangan berkenaan dengan ditemukannya indikasi adanya unsur transfer pricing, yang memerlukan pemeriksaan yang lebih mendalam serta memerlukan waktu yang lebih lama dilaksanakan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun. 9. Jangka waktu pelaksanaan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (8) tidak perlu dalam hal pemeriksaan yang dilaksanakan berkenaan dengan Surat Pemberitahuan yang menyatakan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak. BAB IV NORMA DAN PEDOMAN PEMERIKSAN Pasal 4 Pemeriksaan dilakukan dengan berpedoman pada Norma Pemeriksaan yang berkaitan dengan Pemeriksa Pajak, Pemeriksaan, dan Wajib Pajak. Paal 5 (1) Norma Pmeriksaan yang berkaitan dengan Pemeriksa Pajak dalam rangka Pemeriksaan Lapangan adalah sebagai berikut: a. Pemeriksa Pajak harus memiliki Tanda Pengenal Pemeriksa dan dilengkapi dengan Surat Perintah Pemeriksaan pada waktu melakukan pemeriksaan; b. Pemeriksa Pajak wajib memberitahukan secara tertulis tentang akan dilakukan pemeriksaan kepada Wajib Pajak; c. Pemeriksa Pajak wajib memperlihatkan Tanda Pengenal Pemeriksa dan Surat Perintah Pemeriksaan kepada Wajib Pajak d. Pemeriksa Pajak Wajib menjelaskan maksud dan tujuan pemeriksaan kepada Wajib Pajak yang akan diperiksa; e. Pemeriksa Pajak wajib membuat Laporan Pemeriksaan Pajak; f. Pemeriksa Pajak wajib memberitahukan secara tertulis kepada Wajib Pajak tentang hasil pemeriksaan berupa hal-hal yang berbeda antara Surat Pemberitahuan dengan hasil pemeriksaan untuk ditanggapi Wajib Pajak; g. Pemeriksa Pajak wajib memberi petunjuk kepada Wajib Pajak mengenai penyelenggaraan pembukuan atau pencatatan dan petunjuk lainnya mengenai pemenuhan kewajiban perpajakan sehubungan dengan pemeriksaan yang dilakukan dengan tujuan agar penyelenggaraan pembukuan atau pencatatan dan pemenuhan kewajiban perpajakan dalam tahun-tahun selanjutnya dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku; h. Pemeriksa Pajak wajib mengembalikan buku-buku, catatan-catatan, dan dokumen pendukung lainnya yang dipinjam dari Wajib Pajak paling lama 14 (empat belas) hari sejak selesainya pemeriksaan; i. Pemeriksa Pajak dilarang memberitahukan kepada pihak lain yang tidak berhak segala sesuatu yang diketahui atau diberitahukan kepadanya oleh Wajib Pajak dalam rangka pemeriksaan. (2) Norma Pemeriksaan yang berkaitan dengan Pemeriksa Pajak dalam rangka Pemeriksaan Kantor adalah sebagai berikut : a. Pemeriksa Pajak, dengan menggunakan surat penggilan yang ditandatangani oleh Kepala kantor yang bersangkutan, memanggil Wajib Pajak untuk datang ke kantor Direktorat Jenderal Pajak yang ditunjuk dalam rangka pemeriksaan; b. Pemeriksa Pajak wajib menjelaskan maksud dan tujuan pemeriksaan kepada Wajib Pajak yang akan diperiksa; c. Pemeriksa Pajak wajib membuat Laporan Pemeriksaan Pajak; d. Pemeriksa Pajak wajib memberitahukan secara tertulis kepada Wajib Pajak tentang hasil pemeriksaan berupa hal-hal yang berbeda antara Surat Pemberitahuan dengan hasil pemeriksaan; e. Pemeriksa Pajak wajib memberi petunjuk kepada Wajib Pajak mengenai penyelenggaraan pembukuan atau pencatatan dan petunjuk lainnya mengenai pemenuhan kewajiban perpajakan sehubungan dengan pemeriksaan yang dilakukan dengan tujuan agar penyelenggaraan pembukuan atau pencatatan dan pemenuhan kewajiban perpajakan dalam tahun-tahun selanjutnya dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku; f. Pemeriksa Pajak wajib mengembalikan buku-buku, catatan-catatan, dan dokumen pendukung lainnya yang dipinjam dari Wajib Pajak paling lama 7 (tujuh) hari sejak selesainya pemeriksaan; g. Pemeriksa Pajak dilarang memberitahukan kepada pihak lain yang tidak berhak segala sesuatu yang diketahui atau diberitahukan kepadanya oleh Wajib Pajak dalam rangka pemeriksaan. Pasal 6 Norma Pemeriksaan yang berkaitan dengan Pelaksanaan Pemeriksaan adalah sebagai berikut : a. Pemeriksaan dapat dilakukan oleh seorang atau lebih Pemeriksa Pajak; b. Pemeriksaan dilakukan di Kantor Direktorat Jenderal Pajak, di Kantor Wajib Pajak atau di Kantor lainnya atau di pabrik atau di tempat usaha atau di tempat pekerjaan bebas atau di tempat tinggal Wajib Pajak atau di tempat lain yang ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak; c. Pemeriksaan dilaksanakan pada jam kerja dan apabila dipandang perlu dapat dilanjutkan di luar jam kerja; d. Hasil pemeriksaan dituangkan dalam Kertas Kerja Pemeriksaan; e. Laporan Pemeriksaan Pajak disusun berdasarkan Kertas Kerja Pemeriksaan; f. Hasil Pemeriksan Lapangan yang seluruhnya disetujui Wajib Pajak atau kuasanya, dibuatkan surat pernyataan tentang persetujuan tersebut dan ditandatangani oleh Wajib Pajak yang bersangkutan atau kuasanya; g. Terhadap temuan sebagai hasil Pemeriksaan Lengkap yang tidak atau tidak seluruhnya disetujui oleh Wajib Pajak, dilakukan Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan dan dibuatkan Berita Acara Hasil Pemeriksaan; h. Berdasarkan laporan Pemeriksaan pajak, diterbitkan surat ketetapan pajak dan Surat Tagihan Pajak, kecuali pemeriksaan dilanjutkan dengan tindakan penyidikan. Pasal 7 Norma Pemeriksan yang berkaitan dengan Wajib Pajak adalah sebagai berikut : a. Dalam hal Pemeriksaan Lapangan, Wajib Pajak berhak meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memperlihatkan Surat Perintah Pemeriksaan dan Tanda Pengenal Pemeriksa; b. Wajib Pajak berhak meminta kepada Pemeriksa pajak untuk memberikan penjelasan tentang maksud dan tujuan pemeriksaan; c. Dalam hal Pemeriksaan Kantor, Wajib Pajak wajib memenuhi panggilan untuk datang menghadiri pemeriksaan sesuai dengan waktu yang ditentukan; d. Wajib pajak wajib memenuhipermintaan peminjaman buku-buku, catatan-catatan, dan dokumen-dokumen yang untuk kelancaran pemeriksaan dan memberikan ketarangan dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari sejak tanggal surat permintaan, dan apabila permintaan tersebut tidak dipenuhi oleh Wajib Pajak, maka pajak yang terutang dapat dihitung secara jabatan; e. Wajib pajak berhak meminta kepada Pemeriksa Pajak rincian yang berkenaan dengan hal-hal yang berbeda antara hasil pemeriksaan dengan Surat Pemberitahuan; f. Wajib Pajak atau kuasanya wajib menandatangani surat pernyataan persetujuan apabila seluruh hasil pemeriksaan disetujuinya; g. Dalam hal Pemeriksan Lengkap, Wajib Pajak atau kuasanya wajib menandatangani Berita Hasil Pemeriksaan apabila hasil pemeriksaan tersebut tidak atau tidak seluruhnya disetujui; h. Dalam hal pelaksanaan pemeriksaan, Wajib Pajak wajib melaksanakan ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 29 Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 tahun 2000. Pasal 8 Pelaksanaan pemeriksaan didasarkan pada pedoman pemeriksaan pajak yang meliputi Pedoman Umum Pemeriksaan Pajak, Pedoman Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak, dan Pedoman Laporan Pemeriksaan Pajak. Pasal 9 Pedoman Umum Pemeriksaan adalah sebagai berikut : a. Pemeriksaan dilaksanakan oleh Pemeriksa Pajak yang : 1) telah mendapat pendidikan teknis yang cukup dan memiliki ketrampilan sebagai Pemeriksa Pajak; 2) bekerja dengan jujur, bertanggung jawab, penuh pengabdian, bersikap terbuka, sopan, dan obyektif, serta menghindarkan diri dari perbuatan tercela; dan 3) menggunakan keahliannya secara cermat dan seksama serta memberikan gambaran yang sesuai dengan keadaan sebenarnya tentang Wajib Pajak; b. Temuan hasil pemeriksaan dituangkan dalam Kertas Kerja Pemeriksaan sebagai bahan untuk menyusun Laporan Pemeriksaan Pajak. Pasal 10 Pedoman Pelaksanan Pemeriksaan adalah sebagai berikut : a. Pelaksanaan pemeriksaan harus didahului dengan persiapan yang baik, sesuai dengan tujuan pemeriksaan, dan mendapat pengawasan yang seksama; b. Luas pemeriksaan ditentukan berdasarkan petunjuk yang diperoleh yang harus dikembangkan melalui pencocokan data, pengamatan, tanya jawab, dan tindakan lain berkenaan dengan pemeriksaan; c. Pendapat dan kesimpulan Pemeriksa Pajak harus didasarkan pada temuan yang kuat dan berdasrkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan