Objek Pajak Bumi Dan Bangunan Yang Dikelola Pemerintah Pusat Adalah?

Objek Pajak Bumi Dan Bangunan Yang Dikelola Pemerintah Pusat Adalah
Objek Pajak Bumi dan Bangunan yang Dikelola Pusat – Dasar Hukum yang mendasari Pajak Bumi dan Bangunan adalah tentang Perubahan atas UU no.12 Tahun 1985. Objek PBB yang dikelola oleh Pemerintah Pusat yang dalam hal ini adalah Direktorat Jenderal Pajak, antara lain:

Sektor Perkebunan Sektor Kehutanan Sektor Pertambangan Migas Sektor Pertambangan Panas Bumi Sektor Pertambangan Minerba Sektor Lainnya yang berada di wilayah perairan Negara Kesatuan Republik Indonesia Ruas Jalan Tol Perikanan Tangkap Perikanan Budidaya.

Rumus PBB sendiri ialah Tarif 0,5% x NJKP (nilai jual kena pajak). : PBB P2 dan PBB P3, Objek Pajak Bumi dan Bangunan yang Dikelola Pusat

Apa saja yang termasuk objek Pajak Bumi dan Bangunan?

Pajak Bumi & Bangunan P2

Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan yang selanjutnya disebut pajak adalah pajak atas bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan. Bumi adalah permukaan bumi yang meliputi tanah dan perairan pedalaman serta laut wilayah kabupaten/kota. Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan/atau perairan pedalaman dan/atau laut.
NILAI JUAL OBJEK PAJAK (NJOP) Nilai Jual Objek Pajak, yang selanjutnya disingkat NJOP, adalah harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar, dan bilamana tidak terdapat transaksi jual beli, NJOP ditentukan melalui perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis, atau nilai perolehan baru, atau NJOP pengganti.
HAK ATAS TANAH DAN ATAU BANGUNAN Hak atas Tanah dan/atau Bangunan adalah hak atas tanah, termasuk hak pengelolaan, beserta bangunan di atasnya, sebagaimana dimaksud dalam undang-undang di bidang pertanahan dan bangunan.
OBJEK PBB-P2 Objek Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan. Termasuk dalam pengertian bangunan adalah:

  1. jalan lingkungan yang terletak dalam satu kompleks bangunan seperti hotel, pabrik, dan emplasemennya, yang merupakan suatu kesatuan dengan kompleks bangunan tersebut;
  2. jalan tol;
  3. kolam renang;
  4. pagar mewah;
  5. tempat olahraga;
  6. galangan kapal, dermaga;
  7. taman mewah;
  8. tempat penampungan/kilang minyak, air dan gas, pipa minyak; dan
  9. menara.
DIKECUALIKAN Objek Pajak yang tidak dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah objek pajak yang:

  1. digunakan oleh Pemerintah dan Daerah untuk penyelenggaraan pemerintahan;
  2. digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum di bidang ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan nasional, yang tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan;
  3. digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala, atau yang sejenis dengan itu;
  4. merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah penggembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah negara yang belum dibebani suatu hak;
  5. digunakan oleh perwakilan diplomatik dan konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik; dan
  6. digunakan oleh badan atau perwakilan lembaga internasional yang ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan.

Besarnya Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak ditetapkan paling rendah sebesar Rp.10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) untuk setiap Wajib Pajak.

SUBJEK PBB-P2 Subjek Pajak adalah orang pribadi atau badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas Bumi dan/atau memperoleh manfaat atas Bumi dan/atau memiliki, menguasai dan/atau memperoleh manfaat atas Bangunan.
WAJIB PBB-P2 Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi dan/atau memperoleh manfaat atas bumi, dan/atau memiliki, menguasai, dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan. Subjek Pajak sebagaimana dimaksud yang dikenakan kewajiban membayar pajak menjadi Wajib Pajak menurut Peraturan Daerah ini.
DASAR PENGENAAN Dasar pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah NJOP. Besarnya NJOP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan setiap 3 (tiga) tahun, kecuali untuk objek pajak tertentu dapat ditetapkan setiap tahun sesuai dengan perkembangan daerah. Penetapan besarnya NJOP sebagaimana dimaksud pada ayat dilakukan oleh Bupati.
TARIF PBB-P2 Tarif Pajak ditetapkan sebagai berikut :

  • Untuk NJOP sampai dengan Rp.1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah) ditetapkan sebesar 0,1 % (nol koma satu persen) per tahun.
  • Untuk NJOP di atas Rp.1.000.000.000.00 (satu milyar rupiah) sampai dengan Rp.5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah) ditetapkan sebesar 0,2 % (nol koma dua persen) per tahun.
  • Untuk NJOP di atas Rp.5.000.000.000.00 (lima milyar rupiah) ditetapkan sebesar 0,225 % (nol koma dua dua lima persen) per tahun.
BESARAN POKOK PBB-P2 Besaran pokok Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif sebagaimana dimaksud dengan dasar pengenaan pajak sebagaimana dimaksud setelah dikurangi Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak.

SIMULASI PERHITUNGAN PBB-P2

Perhitungan Besaran PBB: Sebuah rumah dengan bangunan 100 m2 berdiri di atas lahan 200 m2. Misalnya, berdasarkan NJOP (nilai jual obyek pajak) harga tanah Rp.700.000 per m2 dan nilai bangunan Rp.600.000 per m2. Berapa besaran PBB yang harus dibayar oleh pemilik rumah tersebut?
Harga tanah : 200 m2 x Rp.700.000 = Rp 140.000.000
Harga Bangunan : 100 m2 x Rp.600.000 = Rp 60.000.000
NJOP sebagai dasar pengenaan PBB = Rp 200.000.000
NJOP Tidak Kena Pajak : Rp 10.000.000
NJOP untuk penghitungan PBB = Rp 190.000.000
Pajak Bumi dan Bangunan yang terutang : 0,1% x Rp 190.000.000 = Rp 190.000
PBB YANG HARUS DIBAYARKAN = Rp 190.000

Untuk pertanyaan seputar pajak, silahkan kirim pertanyaan melalui form dibawah ini : : Pajak Bumi & Bangunan P2

Siapa yang mengelola Pajak Bumi dan Bangunan?

Oleh : PURMIDI, S.PKP Undang-Undang No 28 Tahun 2009 mengamanatkan, Menteri Keuangan bersama-sama dengan Menteri Dalam Negeri mengatur tahapan persiapan pengalihan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan sebagai Pajak Daerah dalam waktu paling lambat 31 Desember 2013 (pasal 182 ayat (1)), artinya paling lambat 1 Januari 2014 PBB-P2 sudah harus diterima oleh daerah sehingga seluruh proses pendataan, penilaian, penetapan, pengadministrasian, pemungutan/penagihan dan pelayanan PBB-P2 hak sepenuhnya diselenggarakan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota.

PBB Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2)

Objek PBB Perdesaan dan Perkotaan adalah Bumi dan/atau Bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau Badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan. Bumi : Permukaan bumi (tanah dan perairan) dan tubuh bumi yang ada di pedalaman serta laut wilayah kabupaten/kota.

Bangunan : Konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan/atau perairan pedalaman dan/atau laut. “Kawasan” adalah semua tanah dan bangunan yang digunakan oleh perusahaan perkebunan, perhutanan, dan pertambangan di tanah yang diberi hak guna usaha perkebunan, tanah yang diberi hak penguasaan hutan dan tanah yang menjadi wilayah usaha pertambangan.

(Penjelasan Undang-undang Nomor 28 tahun 2009 tentang PDRD Pasal 77 ayat (1)) Sementara Subjek Pajak dan Wajib Pajak PBB Perdesaan dan Perkotaan adalah Orang Pribadi atau badan yang secara nyata :

  • mempunyai suatu hak atas bumi dan/atau bangunan ;
  • memperoleh manfaat atas bumi dan/atau bangunan;
  • menguasai atas bumi dan/atau bangunan;

PBB Sektor Perkebunan, Kehutanan, dan Pertambangan (PBB P3)

Sektor Perkebunan Objek pajak sektor perkebunan adalah adalah objek pajak bumi dan bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau Badan, yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan yang diberikan hak guna usaha perkebunan.

  • Areal produktif adalah merupakan areal hutan yang telah ditanami pada hutan tanaman, atau areal blok tebangan pada hutan alam.
  • Areal belum produktif merupakan areal yang sudah diolah tetapi belum ditanami pada hutan tanaman, atau areal hutan yang dapat ditebang selain blok tebangan pada hutan alam.
  • Areal emplasemen adalah areal yang digunakan untuk berdirinya bangunan dan sarana pelengkap lainnya dalam perhutanan termasuk areal jalan yang diperkeras.
  • Objek pajak sektor Perhutanan diatur dalam PER-36/PJ/2011 tanggal 18 Nopember 2011 dan penegasan dalam SE-89/PJ/2011 tanggal 18 Nopember 2011.

Sektor Pertambangan Dasar : Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan. Berdasarkan undang-undang tersebut, yang dimaksud dengan bahan galian adalah unsur-unsur kimia mineral-mineral, bijih-bijih dan segala macam batuan termasuk batu-batu mulia yang merupakan endapan-endapan alam. Bahan-bahan galian ini terbagi atas 3 (tiga) jenis yaitu:

  • Bahan galian strategis dalam arti strategis bagi pertahanan dan keamanan serta perekonomian negara, antara lain seperti minyak bumi, bitumen cair, lilin bumi, gas alam, bitumen padat, aspal, batubara, uranium dan bahan radio aktif lainnya, nikel, timah.
  • Bahan galian vital dalam arti dapat menjamin hajat hidup orang banyak, antara lain seperti besi, mangaan, wolfram, tembaga, emas, perak, platina, yodium, belerang.
  • Bahan galian yang tidak termasuk jenis a atau b dalam arti karena sifatnya tidak langsung memerlukan pasaran yang bersifat internasional, antara lain seperti nitrat-nitrat, garam batu, asbes, batu permata, pasir kwarsa, batu apung, batu kapur, granit, andesit.

Sektor pertambangan adalah objek Pajak Bumi dan Bangunan yang meliputi areal usaha penambangan bahan-bahan galian dari semua jenis golongan yaitu bahan galian strategis, bahan galian vital dan bahan galian lainnya. Pajak Bumi dan Bangunan sektor pertambangan dapat diklasifikasikan ke dalam 3(tiga) jenis yaitu:

  1. Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba)
  2. Pertambangan Minyak dan Gas Bumi (Migas)
  3. Pertambangan Energi Panas Bumi

Uraian diatas sangat jelas pembagian pengelolaan antara PBB sektor P2 dan PBB sektor P3, namun dilapangan masalah objek pajak P2 dan P3 di tafsirkan beragam sehingga ada beberapa objek pajak PBB yang seharusnya masuk sektor P2 masih dipungut pada sektor P3. (pr)

PBB sektor P3 dikelola oleh siapa?

Konsultasi Pajak – Menurut pendapat Konsultan Pajak Serpong, dalam pemungutan pajak ada banyak istilah yang perlu dipelajari dan dipahami dengan baik. Seperti yang diketahui, ada banyak jenis pajak dengan segala ketentuannya yang rumit. Sebagai wajib pajak (WP) sudah semestinya untuk mempelajari dan memahami dengan baik setiap ketentuan dan peraturan pajak.

  1. Seperti halnya dalam pemungutan pajak bumi dan bangunan (PBB).
  2. Pajak bumi dan bangunan yang selanjutnya dikenal dengan istilah PBB adalah pungutan pajak atas bumi dan bangunan atau yang menguasai bangunan.
  3. Pemungutan PBB sendiri dapat dibedakan ke dalam pajak pusat dan pajak daerah.
  4. Dimana pada pajak pusat, PBB tersebut merupakan pungutan pajak di sektor perkebunan, kehutanan dan pertambangan atau yang disebut sebagai PBB-P3.

Sedangkan PBB sektor perdesaan dan perkotaan atau disebut sebagai PBB-P2 merupakan pajak daerah. Solusi mudah dan praktis untuk urusan pajak anda yaitu konsultan pajak Serpong. Dalam pemungutan pajak termasuk PBB, sangat penting untuk memahami subjek pajaknya.

Dimana pada pemungutan PBB sendiri dilakukan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah sesuai dengan sektor PBB tersebut. Ketentuan mengenai subjek PBB sendiri telah diatur dalam peraturan perundang-undangan. Subjek PBB bisa dikatakan sebagai orang atau badan yang memiliki hak, atau memperoleh manfaat atas bumi dan atau bangunan.

Atau seseorang baik orang pribadi atau badan yang menguasai suatu bangunan. Selain subjek pajak, mengetahui tarif pajak juga menjadi hal penting yang harus dipelajari. Dimana dalam pungutan PBB anda dapat menemui tarif dan dasar pengenaan PBB yang diperlukan untuk membayarkan pajak.

Karena sebagai seorang wajib pajak yang telah ditetapkan sebagai subjek PBB, kita memiliki kewajiban untuk membayar pajak. Tentu sesuai dengan ketentuan tarif dan dasar pengenaan pajak yang telah ditetapkan. Dapatkan bantuan konsultasi pajak dengan konsultan pajak Serpong, profesional pajak yang berpengalaman.

Baca Juga: Penjelasan Mengenai Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) Untuk pemungutan PBB dalam pajak pusat tarif pajak yang dikenakan atas suatu objek PBB adalah sebesar 0,5%. Adapun rumus umum perhitungan PBB-P3 sebagai pajak pusat adalah tarif PBB 0,5% dikalikan dengan NJKP.

Berdasarkan pada ketentuan perundang-undangan pajak, NJKP ditetapkan paling rendah 20% dan paling tinggi 100% dari NJOP (Nilai Jual Objek Pajak). Dimana Untuk PBB-P3, yang termasuk dalam sektor perkebunan, kehutanan, dan pertambangan, NJKP ditetapkan sebesar 40% dari NJOP. Perhitungan atas pungutan PBB-P3 yang dikelola oleh pemerintah pusat juga diberikan Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP).

Dimana NJOPTKP bangunan tersebut ditetapkan dengan nilai Rp2 juta. Dimana selanjutnya, nilai tersebut akan disesuaikan dengan suatu faktor penyesuaian yang telah ditetapkan oleh menteri keuangan. Besaran nilai dari NJOP sendiri juga ditetapkan oleh menteri keuangan setiap tiga tahun sekali.

PBB = Tarif x Dasar Pengenaan Pajak Dasar Pengenaan Pajak = Tarif x NJKP NJKP = Tarif x (40% x (NJOP-NJOPTKP))

Itulah tadi pembahasan mengenai pajak bumi bangunan (PBB) terutama di sektor pajak pusat. Konsultan pajak Serpong membantu anda mengurus pajak dengan lebih mudah melalui konsultasi pajak. Anda bisa mengurus berbagai permasalahan pajak dengan mudah, praktis dan lebih efisien.

Siapa yang menjadi subjek dan objek Pajak Bumi dan Bangunan?

Objek dan Subjek Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) – Definisi dari objek Pajak Bumi dan Bangunan (objek PBB) sendiri merupakan tanah atau bangunan yang wajib untuk dipungut pajak. Objek bumi dalam Pajak Bumi dan Bangunan meliputi:

  1. Sawah
  2. Ladang
  3. Kebun
  4. Tanah
  5. Pekarangan
  6. Tambang

Sedangkan, untuk objek bangunan dalam Pajak Bumi dan Bangunan meliputi:

  1. Rumah tinggal
  2. Bangunan usaha
  3. Gedung bertingkat
  4. Pusat perbelanjaan
  5. Pagar mewah
  6. Kolam renang
  7. Jalan tol

Definisi dari subjek Pajak Bumi dan Bangunan (subjek PBB) merupakan orang pribadi atau badan yang secara sah dan nyata memiliki hak atas bumi, memperoleh manfaatnya, memiliki dan menguasai bangunan tersebut, serta merasakan manfaatnya.

Pajak Bumi dan Bangunan termasuk jenis pajak apa?

Contoh Jenis-jenis Pajak Pusat dan Pajak Daerah – Berikut ini pajak yang dikelola oleh pemerintah pusat:

  1. Pajak Penghasilan (PPh)
  2. Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
  3. Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM)
  4. Bea Materai
  5. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB perkebunan, Perhutanan, Pertambangan)

Berikut ini pajak yang dikelola oleh pemerintah daerah: 1. Pajak provinsi terdiri dari:

  • Pajak Kendaraan Bermotor.
  • Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor.
  • Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor.
  • Pajak Air Permukaan.
  • Pajak Rokok.

2. Pajak kabupaten/kota terdiri dari:

  • Pajak Hotel.
  • Pajak Restoran.
  • Pajak Hiburan.
  • Pajak Reklame.
  • Pajak Penerangan Jalan.
  • Pajak Mineral Bukan Logam dan Bantuan.
  • Pajak Parkir.
  • Pajak Air Tanah.
  • Pajak Sarang Burung Walet.
  • Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan.
  • Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan.
  • Sekadar informasi saja, mulai tahun 2014, Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Perdesaan dan Perkotaan masuk dalam kategori pajak daerah. Sedangkan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Perkebunan, Perhutanan dan Pertambangan masih tetap merupakan pajak pusat.

Saat ini, Anda dapat melakukan pembayaran dan pelaporan pajak pusat melalui OnlinePajak, Tidak hanya itu, Anda pun dapat mengelola transaksi bisnis, payroll karyawan, hingga pembayaran BPJS di dalam satu aplikasi terpadu. Daftar sekarang di sini, atau pilih paket yang sesuai dengan kebutuhan Anda pada laman berikut ini,

Apakah PBB perkotaan dan pedesaan termasuk pajak Pusat?

Seri PBB – PBB dalam UU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

  • Pengertian
  • Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Perdesaan dan Perkotaan adalah pajak atas bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau Badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan.
  • Kapan berlakunya PBB Pedesaan dan Perkotaan menjadi Pajak Daerah Kabupaten/Kota?
  • Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan masih dikenakan Pajak Pusat paling lambat sampai dengan 31 Desember 2013 sampai ada ketentuan Peraturan Daerah tentang Pajak Bumi dan Bangunan yang terkait dengan Perdesaan dan Perkotaan yang diberlakukan di daerah masing-masing.
  • PBB yang dialihkan menjadi Pajak Kabupaten/Kota hanya PBB sektor Perdesaan dan Perkotaan (P2), sementara PBB sektor Perkebunan, Perhutanan dan Pertambangan (P3) masih tetap menjadi Pajak Pusat.
  • Apakah yang dimaksud dengan Bumi dan Bangunan dalam Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan?
  • Objek PBB Perdesaan dan Perkotaan adalah Bumi dan/atau Bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau Badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan.
  • Dalam UU PBB dikenakan untuk semua sektor:
  1. Bumi : Permukaan bumi (tanah dan perairan) dan tubuh bumi yang ada di pedalaman serta laut wilayah kabupaten/kota.
  2. Bangunan : Konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan/atau perairan pedalaman dan/atau laut.
  1. Objek Pajak Apakah Yang Tidak Dikenakan PBB Perdesaan dan Perkotaan?
  2. Objek pajak yang tidak dikenakan PBB Perdesaan dan Perkotaan adalah objek yang :
  3. a. Digunakan oleh Pemerintah dan Daerah untuk penyelenggaran pemerintahan;

b. Digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum di bidang ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan nasional yang tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan, seperti mesjid, gereja, rumah sakit pemerintah, sekolah, panti asuhan, candi, dan lain-lain.c.

  • Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala atau yang sejenis dengan itu.d.
  • Merupakan hutan lindung, suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah penggembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah negara yang belum dibebani suatu hak.e.
  • Digunakan oleh perwakilan diplomatik berdasarkan asas perlakuan timbal balik.f.

Digunakan oleh badan dan perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan. Siapakah yang termasuk Subjek Pajak dan Wajib Pajak PBB Perdesaan dan Perkotaan? Subjek Pajak adalah orang pribadi atau badan yang secara nyata :

  • mempunyai suatu hak atas bumi, dan/atau;
  • memperoleh manfaat atas bumi, dan/atau;
  • memiliki bangunan, dan/atau;
  • menguasai bangunan, dan/atau;
  • memperoleh manfaat atas bangunan.
  • Wajib Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah orang pribadi atau Badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas Bumi dan/atau memperoleh manfaat atas Bumi, dan/atau memiliki, menguasai, dan/atau memperoleh manfaat atas Bangunan.
  • Bagaimana cara mendaftarkan Objek PBB Perdesaan dan Perkotaan?
  • Pendataan dilakukan dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) yang telah diisi dengan jelas, benar, dan lengkap serta ditandatangani oleh Wajib Pajak dan disampaikan kepada Kepala Daerah yang wilayah kerjanya meliputi objek pajak selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja setelah tanggal diterimanya SPOP oleh Subjek Pajak.

Berdasarkan SPOP, Kepala Daerah menerbitkan SPPT (Surat Pemberitahuan Pajak Terutang). Apabila Wajib Pajak setelah ditegur secara tertulis oleh Kepala Daerah tidak juga menyampaikan SPOP atau berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain ternyata jumlah pajak yang terutang lebih besar dari jumlah pajak yang dihitung berdasarkan SPOP yang disampaikan Wajib Pajak, maka Kepala Daerah dapat mengeluarkan Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD).

  1. Kapan dan Di Manakah PBB Perdesaan dan Perkotaan Terutang?
  2. PBB Pedesaan dan Perkotaan terutang menurut keadaan objek pajak pada tanggal 1 Januari dan terutang di wilayah daerah yang meliputi letak objek pajak
  3. Berapakah Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak PBB Perdesaan dan Perkotaan?

Besarnya Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP) paling rendah Rp10.000.000,00 untuk setiap Wajib Pajak. Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP) ditetapkan dengan Peraturan Daerah

  • Berapakah Nilai Jual Kena Pajak (NJKP) PBB Perdesaan dan Perkotaan?
  • PBB Perdesaan dan Perkotaan tidak lagi NJKP, yang dalam UU PBB menerapkan NJKP 20% atau 40% dari NJOP.
  • Berapakah Tarif PBB Perdesaan dan Perkotaan?
  • Besarnya tarif PBB Perdesaan dan Perkotaan paling tinggi sebesar 0,3%, berbeda dengan UU PBB yang menerapkan tarif tunggal sebesar 0,5%.
  • Bagaimanakah Cara Menghitung PBB Perdesaan dan Perkotaan?
  • Rumus penghitungan PBB Pedesaan dan Perkotaan : Tarif x (NJOP-NJOPTKP)
  • Contoh :
  • Wajib Pajak A mempunyai objek pajak berupa :
  • Tanah seluas 800 m2 dengan harga jual Rp300.000,00/m2
  • Bangunan seluas 400 m2 dengan nilai jual Rp350.000,00/m2
  • Taman seluas 200 m2 dengan nilai jual Rp50.000,00/m2

Besarnya pokok pajak yang terutang adalah sebagai berikut:

  1. NJOP Bumi : 800 x Rp300.000,00 = Rp 240.000.000,00
  2. NJOP Bangunan
    1. Rumah dan garasi: 400 x Rp350.000,00 = Rp 140.000.000,00
    2. Taman: 200 x Rp50.000,00 = Rp 10.000.000,00
    3. Pagar: (120 x 1,5) x Rp175.000,00 = Rp 31.000.000,00 (+)
    4. Total NJOP Bangunan = Rp 181.500.000,00
  3. NJOPTKP = Rp 10.000.000,00 (-)
  4. Nilai Jual Bangunan Kena Pajak = Rp 171.500.000,00
  5. Nilai Jual Objek Pajak Kena Pajak = Rp 411.500.000,00
  6. Tarif pajak efektif yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah 0,2%
  7. PBB terutang : 0,2% x Rp411.500.000,00 = Rp 823.000,00

Rangkuman PBB dalam UU PDRD

Materi UU PBB UU PDRD
Subjek Orang atau badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi, dan/atau memperoleh manfaat atas bumi, dan/atau memiliki, menguasa dan/atau memanfaatkan atas bangunan Tidak ada perubahan
Tarif Tunggal 0,5% Paling tinggi 0,3%
NJKP 20% s.d.100% (PP 25 Tahun 2002 ditetapkan sebesar 20% atau 40%) Tidak ada
NJOPTKP Paling tinggi Rp12.000.000 per Wajib Pajak Paling rendah Rp10.000.000 per Wajib Pajak
PBB Terutang 0,5% x 20% x (NJOP-NJOPTKP) atau 0,5% x 40% x (NJOP-NJOPTKP) 0,3% (maksimal) x (NJOP-NJOPTKP)

Seri PBB – PBB dalam UU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

Apakah rumah sakit termasuk objek Pajak Bumi dan Bangunan?

Seri PBB – Ketentuan Umum Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Pengertian Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah Pajak Negara yang dikenakan terhadap bumi dan atau bangunan berdasarkan Undang-undang nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang nomor 12 Tahun 1994.

  1. Bumi: Permukaan bumi (tanah dan perairan) dan tubuh bumi yang ada di pedalaman serta laut wilayah Indonesia. Contoh: sawah, ladang, kebun, tanah, pekarangan, tambang.
  2. Bangunan: Konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan atau perairan. Contoh: rumah tempat tinggal, bangunan tempat usaha, gedung bertingkat, pusat perbelanjaan, emplasemen, pagar mewah, dermaga, taman mewah, fasilitas lain yang memberi manfaat, jalan tol, kolam renang, anjungan minyak lepas pantai.

Objek Pajak Yang Tidak Dikenakan PBB Objek pajak yang tidak dikenakan PBB adalah objek yang :

  1. Digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum dibidang ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan nasional yang tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan, seperti mesjid, gereja, rumah sakit pemerintah, sekolah, panti asuhan, candi.
  2. Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala atau yang sejenis dengan itu.
  3. Merupakan hutan lindung, suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah penggembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah negara yang belum dibebani suatu hak.
  4. Digunakan oleh perwakilan diplomatik berdasarkan asas perlakuan timbal balik.
  5. Digunakan oleh badan dan perwakilan organisasi internasional yang ditentukan oleh Menteri Keuangan.

Subjek Pajak dan Wajib Pajak Subjek Pajak adalah orang pribadi atau badan yang secara nyata:

  • mempunyai suatu hak atas bumi, dan atau;
  • memperoleh manfaat atas bumi, dan atau;
  • memiliki bangunan, dan atau;
  • menguasai bangunan, dan atau;
  • memperoleh manfaat atas bangunan
  • Wajib Pajak adalah Subjek Pajak yang dikenakan kewajiban membayar pajak.
  • Cara Mendaftarkan Objek PBB
  • Orang atau Badan yang menjadi Subjek PBB harus mendaftarkan Objek Pajaknya ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) yang wilayah kerjanya meliputi letak objek tersebut, dengan menggunakan formulir Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) yang tersedia gratis di KPP atau KP2KP setempat.
  • Dasar Pengenaan PBB
  • Dasar pengenaan PBB adalah “Nilai Jual Objek Pajak (NJOP)”. NJOP ditetapkan per wilayah berdasarkan keputusan Menteri Keuangan dengan mendengar pertimbangan Bupati/Walikota serta memperhatikan :
  1. harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar;
  2. perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis yang letaknya berdekatan dan fungsinya sama dan telah diketahui harga jualnya;
  3. nilai perolehan baru;
  4. penentuan Nilai Jual Objek Pajak pengganti.

Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP) NJOPTKP adalah batas NJOP atas bumi dan/atau bangunan yang tidak kena pajak. Besarnya NJOPTKP untuk setiap daerah Kabupaten/Kota setinggi-tingginya Rp 12.000.000,- dengan ketentuan sebagai berikut :

  1. Setiap Wajib Pajak memperoleh pengurangan NJOPTKP sebanyak satu kali dalam satu Tahun Pajak.
  2. Apabila Wajib Pajak mempunyai beberapa Objek Pajak, maka yang mendapatkan pengurangan NJOPTKP hanya satu Objek Pajak yang nilainya terbesar dan tidak bisa digabungkan dengan Objek Pajak lainnya.
  1. Dasar Penghitungan PBB
  2. Dasar penghitungan PBB adalah Nilai Jual Kena Pajak (NJKP).
  3. Besarnya persentase NJKP adalah sebagai berikut :
  1. Objek pajak perkebunan adalah 40%
  2. Objek pajak kehutanan adalah 40%
  3. Objek pajak pertambangan adalah 40%
  4. Objek pajak lainnya (pedesaan dan perkotaan):
    • apabila NJOP-nya≥ Rp1.000.000.000,00adalah 40%
    • apabila NJOP-nya < Rp1.000.000.000,00 adalah 20%
  • Tarif PBB
  • Besarnya tarif PBB adalah 0,5%
  • Rumus Penghitungan PBB
  • Rumus penghitungan PBB = Tarif x NJKP
  1. Jika NJKP = 40% x (NJOP – NJOPTKP) maka besarnya PBB
    • = 0,5% x 40% x (NJOP-NJOPTKP)
    • = 0,2% x (NJOP-NJOPTKP)
  2. Jika NJKP = 20% x (NJOP – NJOPTKP) maka besarnya PBB
    • = 0,5% x 20% x (NJOP-NJOPTKP)
    • = 0,1% x (NJOP-NJOPTKP)
  1. Tempat Pembayaran PBB
  2. Wajib Pajak yang telah menerima Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT), Surat Ketetapan Pajak (SKP) dan Surat Tagihan Pajak (STP) dari KPP Pratama atau disampaikan lewat Pemerintah Daerah harus melunasinya tepat waktu pada tempat pembayaran yang telah ditunjuk dalam SPPT yaitu Bank Persepsi atau Kantor Pos dan Giro.
  3. Saat Yang Menentukan Pajak Terutang

Saat yang menentukan pajak terutang adalah adalah keadaan Objek Pajak pada tanggal 1 Januari. Dengan demikian segala mutasi atau perubahan atas Objek Pajak yang terjadi setelah tanggal 1 Januari akan dikenakan pajak pada tahun berikutnya. Contoh: A menjual tanah kepada B pada tanggal 2 Januari 2010.

  • Lain-lain
  • Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3312) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 tentang Perubahan atas UndangUndang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3569) yang terkait dengan peraturan pelaksanaan mengenai Perdesaan dan Perkotaan masih tetap berlaku sampai dengan tanggal 31 Desember 2013, sepanjang belum ada Peraturan Daerah tentang Pajak Bumi dan Bangunan yang terkait dengan Perdesaan dan Perkotaan.
  • Sumber :

: Seri PBB – Ketentuan Umum Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)

Jelaskan apa yang bukan objek PBB-P2?

PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERKOTAAN DAN PEDESAAN (PBB-P2) DI YOGYAKARTA Posted by on Objek Pajak Bumi Dan Bangunan Yang Dikelola Pemerintah Pusat Adalah Pajak Bumi dan Bangunan Perkotaan Pedesaan (PBB-P2) di Yogyakarta diatur dalam adalah pajak atas bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan.

  • Objek PBB-P2
  • Objek PBB-P2 adalah bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasi, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan.
  • Termasuk dalam pengertian bangunan adalah:
  1. Jalan lingkungan yang terletak dalam satu kompleks bangunan seperti hotel, pabrik, dan emplasemennya, yang merupakan suatu kesatuan dengan kompleks bangunan tersebut
  2. Kolam renang
  3. Pagar mewah
  4. Tempat olah raga
  5. Taman mewah
  6. Tempat penampungan/kilang minya, air, dan gas, pipa minya
  7. Menara

Objek pajak yang tidak dikenakan PBB-P2 adalah objek pajak yang:

  1. Digunakan oleh pemerintah dan Daerah untuk penyelenggaraan pemerintahan
  2. Digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum dibidang ibadah, sosial kesehatan, pendidikan dan kebudayaan nasional, yang tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan
  3. Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala yang tidak untuk komersial, atau yang sejenis dengan itu
  4. Merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah penggembalaan yang dikuasai oleh desa dan tanah negara yang belum dibebani suatu hak
  5. Merupakan hutan wisata dan tanah negara yang belum dibebani suatu hak
  6. Digunakan oleh perwakilan diplomatik dan konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik
  7. Digunakan oleh badan atau perwakilan lembaga internasional yang ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan

Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP) NJOPTKP adalah besaran nilai yang merupakan batas tertinggi nilai/harga objek pajak yang tidak dikenakan pajak. Besarnya NJOPTKP adalah Rp12.000.000 untuk setiap wajib pajak. Subjek Pajak dan Wajib Pajak PBB-P2 Subjek PBB-P2 adalah orang pribadi atau badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi dan/atau memperoleh manfaat atas bumi dan/atau memiliki, menguasai, dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan.

Sedangkan, Wajib PBB-P2 adalah orang pribadi atau badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi dan/atau memperoleh manfaat atas bumi dan/atau memiliki, menguasai, dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan. Dasar Pengenaan PBB-P2 Dasar Pengenaan PBB-P2 adalah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). NJOP adalah harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar dan bilamana tidak terdapat transaksi jual beli, NJOP ditentukan melalui perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis, atau nilai perolehan baru atau NJOP pengganti.

NJOP Pengganti adalah suatu pendekatan/metoda penentuan nilai jual suatu objek pajak yang berdasarkan pada hasil produksi objek pajak tersebut. Besarnya NJOP ditetapkan setiap tiga tahun, kecuali untuk objek pajak tertentu dapat ditetapkan setiap tahun sesuai dengan perkembangan wilayahnya.

  • 0,1 % untuk NJOP sampai dengan Rp 500.000.000
  • 0,125 % untuk NJOP di atas Rp 500.000.000sampai dengan Rp 1.000.000.000
  • 0,160 % untuk NJOP di atas Rp 1.000.000.000 sampai dengan Rp 2.000.000.000
  • 0,220 % untuk NJOP di atas Rp 2.000.000.000 sampai dengan Rp 5.000.000.000
  • 0,3 % untuk NJOP lebih dari Rp 5.000.000.000

Ilustrasi Soal Tuan Amir mempunyai objek pajak berupa:

  • Tanah seluas 500 m² dengan harga jual Rp 500.000,-/m²
  • Bangunan seluas 200 m² dengan nilai jual Rp400.000,-/m

Hitunglah besarnya pajak yang terutang! Jawab NJOP Bumi : 500 m² x Rp 500.000 = Rp 250.000.000 NJOP Bangunan 200 m² x Rp400.000 = Rp80.000.000 Jumlah NJOP Bumi dan Bangunan = Rp 330.000.000 NJOPTKP = Rp.12.000.000 NJOPKP = NJOP bumi dan Bangunan-NJOPTKP–>Rp330.000.000-Rp12.000.000=Rp318.000.000 Tarif pajak efektif yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah adalah 0,1 %. PBB-P2 terutang = 0,1 % x Rp 318.000.000= Rp318.000 : PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERKOTAAN DAN PEDESAAN (PBB-P2) DI YOGYAKARTA

PBB terbagi menjadi berapa?

MEREBAKNYA pandemi corona virus diseases (Covid-19) tidak hanya menjadi pukulan keras bagi perekonomian pemerintah, tetapi juga perekonomian masyarakat. Untuk itu, pemerintah pusat maupun daerah harus sigap memberikan berbagai stimulus. Pemerintah daerah turut ambil peran dengan memberikan berbagai insentif pajak daerah seperti untuk sektor pajak bumi bangunan (PBB).

  1. Bentuk insentif yang diberikan beragam mulai dari pembebasan denda pajak hingga diskon pokok utang pajak.
  2. Simak tajuk ‘ Musim Puncak Insentif Pajak’,
  3. Namun, hal yang perlu digaris bawahi, keringanan pajak dari pemerintah daerah ini ditujukan untuk PBB sektor perdesaan dan perkotaan atau dikenal dengan PBB-P2.

Hal ini berarti keringan tersebut tidak berlaku untuk PBB sektor perkebunan, perhutanan dan pertambangan atau PBB-P3. Lantas, apa sebenarnya yang dimaksud dengan PBB-P2 dan PBB-P3? Apakah yang membedakan antara keduanya? Definisi PAJAK bumi dan bangunan adalah pajak yang dikenakan atas tanah dan bangunan.

Pajak ini muncul karena adanya kepemilikan hak, penguasaan, atau perolehan manfaat atas suatu bumi atau bangunan. Merujuk pada Pasal 1 angka ‘1′ UU PBB, yang dimaksud dengan bumi adalah permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada dibawahnya. Selanjutnya, berdasarkan penjelasan Pasal 1 angka ‘1′ UU PBB permukaan bumi meliputi tanah dan perairan pedalaman serta laut wilayah Indonesia.

Sementara itu, merujuk pada Pasal 1 angka ‘2′ UU PBB, bangunan diartikan sebagai konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan perairan. Adapun yang termasuk dalam pengertian bangunan di antaranya jalan tol, kolam renang, pagar mewah, dan dermaga.

  1. Seperti telah dijabarkan, secara garis besar terdapat 5 sektor PBB yaitu sektor perdesaan, sektor perkotaan, sektor perkebunan, sektor perhutanan, dan sektor pertambangan.
  2. Sebelum diundangkannya UU PDRD, seluruh sektor PBB tersebut pemungutannya menjadi wewenang pemerintah pusat.
  3. Namun, sejak UU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) disahkan pada 15 September 2019, pengelolaan PPB terbagi menjadi dua, yaitu pemerintah pusat untuk PBB-P3, dan pemerintah daerah untuk PBB-P2.

Lebih lanjut, merujuk Pasal 1 angka ‘37′ UU PDRD, PBB-P2 adalah pajak atas bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan.

Objek, Tarif, NJOPTKP dam NJKP SESUAI dengan nama untuk tiap sektornya, yang menjadi objek pajak dari PBB-P2 adalah bumi dan bangunan yang ada di wilayah perkotaan dan perdesaan, misalnya rumah, apartemen, rumah susun, hotel, pabrik, tanah kosong, dan sawah. Adapun objek PBB-P3 adalah perkebunan, perhutanan, pertambangan dan sektor lainnya.

Merujuk Pasal 2 ayat ‘1′ Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER- 20/PJ/2015, PBB sektor lainnya meliputi perikanan tangkap, budidaya ikan, jaringan pipa, kabel telekomunikasi, kabel listrik dan jalan tol. Berdasarkan Pasal 80 ayat (1) UU PDRD, tarif maksimal yang ditetapkan untuk PBB-P2 adalah 0,3%.

  • Tarif PBB-P2 ini dapat bervariasi tergantung kebijakan pemerintah daerah setempat.
  • Sementara itu, merujuk pada Pasal 5 UU PBB, PBB-P3 mempunyai tarif tunggal 0,5%.
  • Dalam pengenaan PBB terdapat batas nilai yang tidak dikenakan pajak yang disebut nilai jual objek pajak tidak kena pajak (NJOPTKP).
  • Pasal 77 ayat (4) UU PDRD menyebutkan besarnya nilai NJOPTKP untuk PBB-P2 ditetapkan paling rendah Rp10 juta untuk setiap wajib pajak.

Sementara itu, berdasarkan Pasal 2 ayat (3) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 23/PMK.03/2014 NJOPTKP untuk PBB-P3 ditetapkan sebesar Rp12 juta. Dalam dasar perhitungan PBB-P2 tidak ada unsur nilai jual kena pajak (NJKP) yang merupakan suatu persentase tertentu dari nilai jual objek pajak (NJOP).

  1. Sementara itu, dalam perhitungan dasar PBB-P3 mengenal adanya NJKP.
  2. Merujuk Pasal 6 ayat (3) UU PBB, NJKP ditentukan serendah-rendahnya 20% dan setinggi-tingginya 100% dari NJOP.
  3. Berdasarkan Pasal 1 PP No.25 Tahun 2002 ditetapkan objek pajak PBB sektor perkebunan, kehutanan dan pertambangan sebesar 40 % dari NJOP.

Sementara itu, untuk objek pajak sektor lainnya NJKP ditetapkan 40% dari NJOP apabila NJOP-nya mencapai Rp1 miliar atau lebih. Untuk objek pajak sektor lainnya dengan NJOP di bawah Rp1 miliar NJKP ditetapkan 20%. Untuk memperjelas, berikut rumus perhitungan PBB-P2 dan PBB-P3. Objek Pajak Bumi Dan Bangunan Yang Dikelola Pemerintah Pusat Adalah Pelimpahan Wewenang AWALNYA PBB-P2 merupakan pajak yang proses administrasinya dilakukan pemerintah pusat tetapi seluruh penerimaannya dibagikan ke daerah dengan proporsi tertentu. Namun, guna meningkatkan akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah, maka paling lambat per 1 Januari 2014 seluruh proses pengelolaan PBB-P2 akan dilakukan pemerintah daerah.

Terdapat 4 dasar pemikiran dan alasan pokok dari pengalihan PBB-P2 menjadi pajak daerah (Kemenkeu, 2014). Pertama, berdasarkan teori, PBB-P2 lebih bersifat lokal, visibilitas, objek pajak tidak berpindah-pindah ( immobile ), dan terdapat hubungan erat antara pembayar pajak dan yang menikmati hasil pajak tersebut ( the benefit tax-link principle ).

Kedua, pengalihan PBB-P2 diharapkan dapat meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) sekaligus memperbaiki struktur APBD, Ketiga, untuk meningkatkan pelayanan masyarakat, akuntabilitas, dan transparansi dalam pengelolaan PBB-P2. Keempat, berdasarkan praktik di banyak negara, PBB-P2 atau property tax termasuk dalam jenis pajak daerah ( local tax ).

Lebih lanjut, berdasarkan Pasal 180 angka 5 UU PDRD, masa transisi pengalihan PBB-P2 menjadi pajak daerah adalah sejak tanggal 1 Januari 2010 sampai dengan 31 Desember 2013. Selama masa transisi tersebut, daerah yang telah siap dapat segera melakukan pemungutan PBB-P2 dengan terlebih dahulu menetapkan peraturan daerah (perda) tentang PBB-P2 sebagai dasar hukum pemungutan.

Sebaliknya, daerah yang belum menetapkan perda PBB-P2 tidak boleh memungut PBB-P2. Artinya, paling lambat 1 Januari 2014 semua pendataan, penilaian, penetapan, pengadministrasian, pemungutan/penagihan dan pelayanan PBB-P2 sepenuhnya diselenggarakan pemerintah daerah.

Siapakah yang mengelola Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Pedesaan dan Perkotaan?

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas Pajak bumi dan bangunan ( PBB ) adalah pajak yang dipungut atas tanah dan bangunan karena adanya keuntungan dan/atau kedudukan sosial ekonomi yang lebih baik bagi orang atau badan yang mempunyai suatu hak atasnya atau memperoleh manfaat dari padanya.

Siapa objek pajak?

Pengertian Objek Pajak – Objek pajak adalah penghasilan atau tambahan kemampuan ekonomis yang diterima wajib pajak. Secara sederhana objek pajak adalah Penghasilan yang dikenakan pajak. Arti penghasilan sendiri adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan dengan nama dan dalam bentuk apapun.

Penghasilan itu berasal dari Indonesia. Objek pajak digunakan untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan. Bentuknya dengan nama atau bentuk apapun, penghasilan atau tambahan kemampuan ekonomis yang diterima wajib pajak. Penghasilan itu berasal dari Indonesia maupun luar Indonesia.

Beberapa jenis penghasilan ini jika termasuk dalam jenis golongan dan kriteria objek pajak, akan dikenakan objek pajak yang sesuai dengan tarif dan jenis pajak yang berlaku.

Jelaskan apa saja yang termasuk dalam objek pajak?

Apa Itu Objek Pajak? Ini Jenisnya dan yang Dikecualikan Jakarta – adalah adalah penghasilan atau tambahan kemampuan ekonomis yang diterima wajib pajak. Penghasilan itu berasal dari Indonesia maupun luar Indonesia. Objek pajak digunakan untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan.

Bentuknya dengan nama atau bentuk apapun. Berikut yang termasuk objek pajak dikutip dari situs pajak: ADVERTISEMENT SCROLL TO RESUME CONTENT 1. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya.

Kecuali ditentukan lain dalam Undang-undang Pajak Penghasilan.2. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan maupun penghargaan.3. Laba usaha.

  • 4. Keuntungan karena berjualan atau pengalihan harta, termasuk:
  • a. Keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal;
  • b. Keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, atau anggota yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya;
  • c. Keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, pengambilalihan usaha, atau reorganisasi dengan nama dan dalam bentuk apa pun;

d. Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat dan badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil.

  • Etentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan; dan e.
  • Euntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan, atau permodalan dalam perusahaan pertambangan; 5.

Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak.6. Bunga yang termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang.7. Dividen, dalam nama dan bentuk apapun, termasuk dividen hasil dari perusahaan asuransi terhadap pemegang polis, dan pembagian hasil sisa usaha koperasi.8.

Royalti atau pengembalian atas penggunaan hak.9. Sewa atau penghasilan lain dengan penggunaan harta.10. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala.11. Keuntungan dari pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan oleh peraturan pemerintah.12. Keuntungan dari selisih kurs mata uang asing.13.

Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva.14. Premi asuransi.15. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas.16. Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak.17.

  1. Sedangkan yang Dikecualikan dari :
  2. 1. Bantuan atau sumbangan
  3. Di dalamnya termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima zakat yang berhak atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima sumbangan yang berhak.
  4. Ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan.

2. Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial. Termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan.3.

Warisan 4. Harta yang termasuk setoran tunai diterima oleh badan.5. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah. Kecuali yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak, Wajib Pajak yang dikenakan pajak secara final atau Wajib Pajak yang menggunakan norma penghitungan khusus (deemed profit).6.

Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada pribadi seperti asuransi jiwa, asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa.7. Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, badan usaha milik negara, atau badan usaha milik daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan.

  1. Bagi perseroan terbatas, badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% dari jumlah modal yang disetor.8.
  2. Iuran yang diterima atau diperoleh dari dana pensiun yang telah disahkan oleh Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja ataupun pegawai.9.

Penghasilan dari modal yang dihasilkan oleh dana pensiun sebagaimana yang disebut dalam nomor sebelumnya, dalam bidang-bidang tertentu yang telah ditetapkan oleh Menteri Keuangan; 10. Bagian laba yang didapat dari anggota perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif.11.

Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia. Dengan syarat badan pasangan usaha tersebut merupakan perusahaan mikro, kecil, menengah, atau yang menjalankan kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; dan sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia.12.

Beasiswa berdasarkan persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur oleh Peraturan Menteri Keuangan.13. Sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi yang membidanginya, yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan, dalam jangka waktu paling lama 4 tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.14.

Apa yang dimaksud dengan nilai objek pajak tidak kena Pajak Bumi dan Bangunan?

Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) merupakan pajak atas tanah dan bangunan yang dimiliki oleh badan atau perorangan. Dalam perhitungannya, terdapat unsur Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP). NJOPTKP merupakan batas Nilai Jual Objek Pajak atas bumi dan bangunan yang tidak kena pajak.

Pada masing-masing wilayah nilainya berbeda sesuai dengan ketatapan dari Menteri Keuangan, namun nilai tertinggi NJOPTKP ditetapkan maksimal sebesar Rp12.000.000,00. – Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) merupakan pajak atas tanah dan bangunan yang dimiliki oleh badan atau perorangan. Dalam perhitungannya, terdapat unsur Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP).

NJOPTKP merupakan batas Nilai Jual Objek Pajak atas bumi dan bangunan yang tidak kena pajak. Pada masing-masing wilayah nilainya berbeda sesuai dengan ketatapan dari Menteri Keuangan, namun nilai tertinggi NJOPTKP ditetapkan maksimal sebesar Rp12.000.000,00.