Pajak Yang Dikenakan Atas Pemanfaatan Dokumen Adalah Definisi Dari?

Pajak Yang Dikenakan Atas Pemanfaatan Dokumen Adalah Definisi Dari
Bea Meterai adalah pajak atas dokumen yang terutang sejak saat dokumen tersebut ditanda tangani oleh pihak-pihak yang berkepentingan, atau dokumen tersebut selesai dibuat atau diserahkan kepada pihak lain bila dokumen tersebut hanya dibuat oleh satu pihak. Dasar Hukum

  1. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2020 tentang Bea Meterai
  2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 4/PMK.03/2021 tentang Pembayaran Bea Meterai, Ciri Umum dan Ciri Khusus Meterai Tempel, Meterai Dalam Bentuk Lain, dan Penentuan Keabsahan Meterai, Serta Pemeteraian Kemudian

Saat Terutang Bea Meterai

Apa saja dokumen yang dipersamakan dengan faktur pajak?

Updated: Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-16/PJ/2021 – Ketentuan mengenai dokumen yang dipersamakan dengan Faktur Pajak ini ditetapkan dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak. Pada tanggal 1 Agustus 2021, mulai berlaku Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-16/PJ/2021, menggantikan peraturan-peraturan sebelumnya, yaitu:

  • Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-13/PJ/2019
  • Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-33/PJ/2014
  • Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-27/PJ/2011

Berdasarkan peraturan terbaru, ada 25 dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan faktur pajak, di antaranya:

  1. Surat Perintah Penyerahan Barang (SPPB) yang dibuat/dikeluarkan oleh BULOG/DOLOG untuk penyaluran tepung terigu.
  2. Bukti tagihan atas penyerahan jasa telekomunikasi oleh perusahaan telekomunikasi.
  3. Bukti penerimaan pembayaran (setruk) yang dibuat oleh Penyelenggara Distribusi atas penjualan pulsa dan/atau penerimaan komisi/ fee terkait dengan distribusi token dan/atau voucher,
  4. Bukti tagihan atas penyerahan listrik oleh perusahaan listrik.
  5. Bukti tagihan atas penyerahan BKP dan/atau JKP oleh perusahaan air minum.
  6. Tiket, tagihan surat muatan udara ( airway bill ), atau delivery bill, yang dibuat/dikeluarkan untuk penyerahan jasa angkutan udara dalam negeri.
  7. Nota penjualan jasa yang dibuat/dikeluarkan untuk penyerahan jasa kepelabuhanan.
  8. Bukti tagihan ( trading confirmation ) atas penyerahan JKP oleh perantara efek.
  9. Bukti tagihan atas penyerahan JKP oleh perbankan.
  10. Dokumen yang digunakan untuk pemesanan pita cukai hasil tembakau (dokumen CK-1).
  11. SSP untuk pembayaran PPN atas penyerahan BKP melalui juru lelang disertai dengan kutipan risalah lelang, yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan SSP tersebut.
  12. Pemberitahuan Ekspor Barang yang mencantumkan identitas pemilik barang berupa nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), yang dilampiri Nota Pelayanan Ekspor, invoice dan bill of lading atau airway bill yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan Pemberitahuan Ekspor Barang tersebut, untuk ekspor BKP.
  13. Pemberitahuan Ekspor JKP/BKP Tidak Berwujud dan dilampiri dengan invoice yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan Pemberitahuan Ekspor JKP/BKP Tidak Berwujud, untuk ekspor JKP/BKP Tidak Berwujud.
  14. Pemberitahuan Impor Barang (PIB) mencantumkan identitas pemilik barang berupa nama, alamat, dan NPWP, yang dilampiri dengan SSP, SSPCP, dan/atau bukti pungutan pajak oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang mencantumkan identitas pemilik barang berupa nama, alamat, dan NPWP, yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan PIB tersebut, untuk impor BKP.
  15. PIB yang mencantumkan identitas pemilik barang berupa nama, alamat, dan NPWP, yang dilampiri dengan SSP dan surat penetapan tarif dan/atau nilai pabean, surat penetapan pabean, atau surat penetapan kembali tarif dan/atau nilai pabean yang mencantumkan identitas pemilik barang berupa nama, alamat, dan NPWP, yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dari PIB tersebut, untuk impor BKP dalam hal terdapat penetapan kekurangan nilai PPN Impor oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
  16. Surat penetapan pembayaran Bea Masuk, Cukai, dan/atau Pajak atas barang kiriman yang mencantumkan identitas pemilik barang berupa nama, alamat, dan NPWP, yang dilampiri dengan SSP, SSPCP, dan/atau bukti pungutan pajak oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
  17. SSP untuk pembayaran PPN atas pemanfaatan BKP Tidak Berwujud atau JKP dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean, dengan melampirkan tagihan dan rincian berupa jenis dan nilai BKP Tidak Berwujud atau JKP serta nama dan alamat penyedia BKP Tidak Berwujud atau JKP.
  18. Bukti pungut PPN atas pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dan/atau JKP dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean melalui Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) yang mencantumkan nama dan NPWP atau Nomor Induk Kependudukan (NIK) pembeli, atau alamat posel (email) pembeli yang terdaftar pada administrasi Direktorat Jenderal Pajak, atau yang dilampiri dengan dokumen yang membuktikan bahwa akun pembeli pada sistem elektronik pemungut PPN PMSE memuat nama dan NPWP pembeli, atau alamat posel (email) pembeli yang terdaftar pada administrasi Direktorat Jenderal Pajak.
  19. Dokumen pengeluaran barang dari Kawasan Berikat yang merupakan penyerahan BKP dan/atau JKP oleh Pengusaha Kena Pajak.
  20. SSP untuk pembayaran PPN atas pengeluaran BKP milik Subjek Pajak Luar Negeri dari Kawasan Berikat ke Tempat Lain Dalam Daerah Pabean yang dilampiri dengan pemberitahuan pabean untuk pengeluaran BKP.
  21. SSP untuk pembayaran PPN atas pengeluaran dan/atau penyerahan BKP dan/atau JKP dari Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas ke Tempat Lain Dalam Daerah Pabean yang dilampiri dengan: (a) pemberitahuan pabean untuk pengeluaran BKP; (b) invoice atau kontrak, untuk penyerahan BKP yang dilakukan tanpa melalui mekanisme pengeluaran BKP; atau (c) invoice atau kontrak, untuk penyerahan JKP dan/atau BKP Tidak Berwujud.
  22. Pemberitahuan Pabean Kawasan Ekonomi Khusus (PPKEK) yang mencantumkan identitas pemilik barang berupa nama, alamat, dan NPWP, yang dilampiri dengan SSP, SSPCP, dan/atau bukti pungutan pajak oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang mencantumkan identitas pemilik barang berupa nama, alamat, dan NPWP, yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan PPKEK tersebut, untuk impor BKP ke Kawasan Ekonomi Khusus (KEK).
  23. SSP atas pelunasan PPN terkait dengan penyerahan BKP dan/atau JKP oleh Pelaku Usaha di KEK kepada pembeli dan/atau penerima jasa yang berkedudukan di Tempat Lain Dalam Daerah Pabean yang pada saat impor, pemanfaatan, atau perolehannya tidak dipungut PPN yang dilampiri dengan: (a) pemberitahuan pabean untuk pengeluaran BKP; (b) invoice atau kontrak, untuk penyerahan BKP yang dilakukan tanpa melalui mekanisme pengeluaran BKP; atau (c) invoice atau kontrak, untuk penyerahan JKP dan/atau BKP Tidak Berwujud.
  24. SSP atas pelunasan PPN terkait dengan pengeluaran barang yang bukan merupakan penyerahan BKP oleh Pelaku Usaha di KEK kepada pembeli dan/atau penerima jasa yang berkedudukan di Tempat Lain Dalam Daerah Pabean yang pada saat impor, pemanfaatan, atau perolehannya tidak dipungut PPN yang dilampiri dengan Pemberitahuan Pabean untuk pengeluaran BKP.
  25. Surat ketetapan pajak untuk menagih Pajak Masukan atas perolehan BKP dan/atau JKP, impor BKP, serta pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dan/atau pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean yang dilampiri dengan seluruh SSP atas pelunasan jumlah PPN yang masih harus dibayar berupa: (a) bukti penerimaan negara sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai sistem penerimaan negara secara elektronik; (b) bukti pemindahbukuan yang telah ditandatangani oleh pejabat yang berwenang sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai tata cara pembayaran dan penyetoran pajak; dan/atau (c) Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) atau bukti penerimaan negara sebagai bukti kompensasi atas Utang Pajak sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai tata cara penghitungan dan pengembalian kelebihan pembayaran pajak.
You might be interested:  Objek Pajak Bumi Dan Bangunan Yang Dikelola Pemerintah Pusat Adalah?

Lalu, PIB sebagaimana yang dimaksudkan pada poin nomor 14 dan 15 meliputi:

  • Pemberitahuan Impor Barang.
  • Pemberitahuan Impor Barang Khusus.
  • Pemberitahuan atas Barang Pribadi Penumpang dan Awak Sarana Pengangkut ( Customs Declaration ).
  • Pemberitahuan Impor Barang untuk Ditimbun di Tempat Penimbunan Berikat.
  • Pemberitahuan Penyelesaian Barang asal Impor yang Mendapat Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE).
  • Pemberitahuan Impor Barang dari Pusat Logistik Berikat.
  • PIB lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.

Mengapa Direktur Jenderal Pajak dapat menetapkan dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan faktur pajak?

Updated: Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-16/PJ/2021 – Ketentuan mengenai dokumen yang dipersamakan dengan Faktur Pajak ini ditetapkan dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak. Pada tanggal 1 Agustus 2021, mulai berlaku Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-16/PJ/2021, menggantikan peraturan-peraturan sebelumnya, yaitu:

  • Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-13/PJ/2019
  • Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-33/PJ/2014
  • Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-27/PJ/2011

Berdasarkan peraturan terbaru, ada 25 dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan faktur pajak, di antaranya:

  1. Surat Perintah Penyerahan Barang (SPPB) yang dibuat/dikeluarkan oleh BULOG/DOLOG untuk penyaluran tepung terigu.
  2. Bukti tagihan atas penyerahan jasa telekomunikasi oleh perusahaan telekomunikasi.
  3. Bukti penerimaan pembayaran (setruk) yang dibuat oleh Penyelenggara Distribusi atas penjualan pulsa dan/atau penerimaan komisi/ fee terkait dengan distribusi token dan/atau voucher,
  4. Bukti tagihan atas penyerahan listrik oleh perusahaan listrik.
  5. Bukti tagihan atas penyerahan BKP dan/atau JKP oleh perusahaan air minum.
  6. Tiket, tagihan surat muatan udara ( airway bill ), atau delivery bill, yang dibuat/dikeluarkan untuk penyerahan jasa angkutan udara dalam negeri.
  7. Nota penjualan jasa yang dibuat/dikeluarkan untuk penyerahan jasa kepelabuhanan.
  8. Bukti tagihan ( trading confirmation ) atas penyerahan JKP oleh perantara efek.
  9. Bukti tagihan atas penyerahan JKP oleh perbankan.
  10. Dokumen yang digunakan untuk pemesanan pita cukai hasil tembakau (dokumen CK-1).
  11. SSP untuk pembayaran PPN atas penyerahan BKP melalui juru lelang disertai dengan kutipan risalah lelang, yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan SSP tersebut.
  12. Pemberitahuan Ekspor Barang yang mencantumkan identitas pemilik barang berupa nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), yang dilampiri Nota Pelayanan Ekspor, invoice dan bill of lading atau airway bill yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan Pemberitahuan Ekspor Barang tersebut, untuk ekspor BKP.
  13. Pemberitahuan Ekspor JKP/BKP Tidak Berwujud dan dilampiri dengan invoice yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan Pemberitahuan Ekspor JKP/BKP Tidak Berwujud, untuk ekspor JKP/BKP Tidak Berwujud.
  14. Pemberitahuan Impor Barang (PIB) mencantumkan identitas pemilik barang berupa nama, alamat, dan NPWP, yang dilampiri dengan SSP, SSPCP, dan/atau bukti pungutan pajak oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang mencantumkan identitas pemilik barang berupa nama, alamat, dan NPWP, yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan PIB tersebut, untuk impor BKP.
  15. PIB yang mencantumkan identitas pemilik barang berupa nama, alamat, dan NPWP, yang dilampiri dengan SSP dan surat penetapan tarif dan/atau nilai pabean, surat penetapan pabean, atau surat penetapan kembali tarif dan/atau nilai pabean yang mencantumkan identitas pemilik barang berupa nama, alamat, dan NPWP, yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dari PIB tersebut, untuk impor BKP dalam hal terdapat penetapan kekurangan nilai PPN Impor oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
  16. Surat penetapan pembayaran Bea Masuk, Cukai, dan/atau Pajak atas barang kiriman yang mencantumkan identitas pemilik barang berupa nama, alamat, dan NPWP, yang dilampiri dengan SSP, SSPCP, dan/atau bukti pungutan pajak oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
  17. SSP untuk pembayaran PPN atas pemanfaatan BKP Tidak Berwujud atau JKP dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean, dengan melampirkan tagihan dan rincian berupa jenis dan nilai BKP Tidak Berwujud atau JKP serta nama dan alamat penyedia BKP Tidak Berwujud atau JKP.
  18. Bukti pungut PPN atas pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dan/atau JKP dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean melalui Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) yang mencantumkan nama dan NPWP atau Nomor Induk Kependudukan (NIK) pembeli, atau alamat posel (email) pembeli yang terdaftar pada administrasi Direktorat Jenderal Pajak, atau yang dilampiri dengan dokumen yang membuktikan bahwa akun pembeli pada sistem elektronik pemungut PPN PMSE memuat nama dan NPWP pembeli, atau alamat posel (email) pembeli yang terdaftar pada administrasi Direktorat Jenderal Pajak.
  19. Dokumen pengeluaran barang dari Kawasan Berikat yang merupakan penyerahan BKP dan/atau JKP oleh Pengusaha Kena Pajak.
  20. SSP untuk pembayaran PPN atas pengeluaran BKP milik Subjek Pajak Luar Negeri dari Kawasan Berikat ke Tempat Lain Dalam Daerah Pabean yang dilampiri dengan pemberitahuan pabean untuk pengeluaran BKP.
  21. SSP untuk pembayaran PPN atas pengeluaran dan/atau penyerahan BKP dan/atau JKP dari Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas ke Tempat Lain Dalam Daerah Pabean yang dilampiri dengan: (a) pemberitahuan pabean untuk pengeluaran BKP; (b) invoice atau kontrak, untuk penyerahan BKP yang dilakukan tanpa melalui mekanisme pengeluaran BKP; atau (c) invoice atau kontrak, untuk penyerahan JKP dan/atau BKP Tidak Berwujud.
  22. Pemberitahuan Pabean Kawasan Ekonomi Khusus (PPKEK) yang mencantumkan identitas pemilik barang berupa nama, alamat, dan NPWP, yang dilampiri dengan SSP, SSPCP, dan/atau bukti pungutan pajak oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang mencantumkan identitas pemilik barang berupa nama, alamat, dan NPWP, yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan PPKEK tersebut, untuk impor BKP ke Kawasan Ekonomi Khusus (KEK).
  23. SSP atas pelunasan PPN terkait dengan penyerahan BKP dan/atau JKP oleh Pelaku Usaha di KEK kepada pembeli dan/atau penerima jasa yang berkedudukan di Tempat Lain Dalam Daerah Pabean yang pada saat impor, pemanfaatan, atau perolehannya tidak dipungut PPN yang dilampiri dengan: (a) pemberitahuan pabean untuk pengeluaran BKP; (b) invoice atau kontrak, untuk penyerahan BKP yang dilakukan tanpa melalui mekanisme pengeluaran BKP; atau (c) invoice atau kontrak, untuk penyerahan JKP dan/atau BKP Tidak Berwujud.
  24. SSP atas pelunasan PPN terkait dengan pengeluaran barang yang bukan merupakan penyerahan BKP oleh Pelaku Usaha di KEK kepada pembeli dan/atau penerima jasa yang berkedudukan di Tempat Lain Dalam Daerah Pabean yang pada saat impor, pemanfaatan, atau perolehannya tidak dipungut PPN yang dilampiri dengan Pemberitahuan Pabean untuk pengeluaran BKP.
  25. Surat ketetapan pajak untuk menagih Pajak Masukan atas perolehan BKP dan/atau JKP, impor BKP, serta pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dan/atau pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean yang dilampiri dengan seluruh SSP atas pelunasan jumlah PPN yang masih harus dibayar berupa: (a) bukti penerimaan negara sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai sistem penerimaan negara secara elektronik; (b) bukti pemindahbukuan yang telah ditandatangani oleh pejabat yang berwenang sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai tata cara pembayaran dan penyetoran pajak; dan/atau (c) Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) atau bukti penerimaan negara sebagai bukti kompensasi atas Utang Pajak sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai tata cara penghitungan dan pengembalian kelebihan pembayaran pajak.
You might be interested:  Yang Merupakan Faktor Produksi Modal Adalah?

Lalu, PIB sebagaimana yang dimaksudkan pada poin nomor 14 dan 15 meliputi:

  • Pemberitahuan Impor Barang.
  • Pemberitahuan Impor Barang Khusus.
  • Pemberitahuan atas Barang Pribadi Penumpang dan Awak Sarana Pengangkut ( Customs Declaration ).
  • Pemberitahuan Impor Barang untuk Ditimbun di Tempat Penimbunan Berikat.
  • Pemberitahuan Penyelesaian Barang asal Impor yang Mendapat Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE).
  • Pemberitahuan Impor Barang dari Pusat Logistik Berikat.
  • PIB lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.

Apa yang dimaksud dengan pajak pusat?

Jenis Pajak Pusat Pajak-pajak pusat yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak meliputi:

Pajak Penghasilan (PPh) PPh adalah pajak yang dikenakan kepada orang pribadi atau badan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam suatu Tahun Pajak. Yang dimaksud dengan penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak baik yang berasal baik dari Indonesia maupun dari luar Indonesia yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan dengan nama dan dalam bentuk apapun. Dengan demikian maka penghasilan itu dapat berupa keuntungan usaha, gaji, honorarium, hadiah, dan lain sebagainya. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) PPN adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean (dalam wilayah Indonesia). Orang Pribadi, perusahaan, maupun pemerintah yang mengkonsumsi Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak dikenakan PPN. Pada dasarnya, setiap barang dan jasa adalah Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak, kecuali ditentukan lain oleh Undang-undang PPN. Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) Selain dikenakan PPN, atas pengkonsumsian Barang KenaPajak tertentu yang tergolong mewah, juga dikenakan PPnBM. Yang dimaksud dengan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah adalah:

Barang tersebut bukan merupakan barang kebutuhan pokok; atau Barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat tertentu; atau Pada umumnya barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat berpenghasilan tinggi; atau Barang tersebut dikonsumsi untuk menunjukkan status; atau Apabila dikonsumsi dapat merusak kesehatan dan moral masyarakat, serta mengganggu ketertiban masyarakat.

Bea Meterai Bea Meterai adalah pajak yang dikenakan atas pemanfaatan dokumen, seperti surat perjanjian, akta notaris, serta kwitansi pembayaran, surat berharga, dan efek, yang memuat jumlah uang atau nominal diatas jumlah tertentu sesuai dengan ketentuan. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) tertentu PBB adalah pajak yang dikenakan atas kepemilikan atau pemanfaatan tanah dan atau bangunan. PBB merupakan Pajak Pusat namun demikian hampir seluruh realisasi penerimaan PBB diserahkan kepada Pemerintah Daerah baik Propinsi maupun Kabupaten/Kota. Mulai 1 januari 2014, PBB pedesaan dan Perkotaan merupakan pajak daerah. Untuk PBB Perkebunan, Perhutanan, Pertambangan masih tetap merupakan Pajak Pusat.

: Jenis Pajak Pusat

Apa yang dimaksud dengan pembayaran pajak?

PAJAK – Pengetahuan Umum Pajak Selasa 22 15:30 dibaca 17420 kali PENGETAHUAN UMUM PAJAK Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesarbesarnya kemakmuran rakyat.

Pembayaran pajak merupakan perwujudan dari kewajiban kenegaraan dan peran serta Wajib Pajak untuk secara langsung dan bersama-sama melaksanakan kewajiban perpajakan untuk pembiayaan negara dan pembangunan nasional. Sesuai falsafah undang-undang perpajakan, membayar pajak bukan hanya merupakan kewajiban, tetapi merupakan hak dari setiap warga Negara untuk ikut berpartisipasi dalam bentuk peran serta terhadap pembiayaan negara dan pembangunan nasional.

You might be interested:  Modal Berwujud Barang Yang Digunakan Untuk Proses Produksi Disebut?

Tanggung jawab atas kewajiban pembayaran pajak, sebagai pencerminan kewajiban kenegaran di bidang perpajakan berada pada anggota masyarakat sendiri untuk memenuhi kewajiban tersebut. Hal tersebut sesuai dengan sistem self assessment yang dianut dalam Sistem Perpajakan Indonesia.

  • Pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak, sesuai dengan fungsinya berkewajiban melakukan pembinaan/penyuluhan, pelayanan, dan pengawasan.
  • Dalam melaksanakan fungsinya tersebut, Direktorat Jenderal Pajak berusaha sebaik mungkin memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai visi dan misi Direktorat Jenderal Pajak.

JENIS PAJAK Penggolongan pajak berdasarkan lembaga pemungutannya di Indonesia dapat dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu Pajak Pusat dan Pajak Daerah. Pajak Pusat adalah pajak-pajak yang dikelola oleh Pemerintah Pusat yang dalam hal ini sebagian besar dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak – Kementerian keuangan.

  1. Sedangkan Pajak Daerah adalah pajak-pajak yang dikelola oleh Pemerintah Daerah baik di tingkat Propinsi maupun Kabupaten/Kota.
  2. Segala pengadministrasian yang berkaitan dengan pajak pusat, akan dilaksanakan di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) dan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak serta di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak.

Untuk pengadministrasian yang berhubungan dengan pajak derah, akan dilaksanakan di Kantor Dinas Pendapatan Daerah atau Kantor Pajak Daerah atau Kantor sejenisnya yang dibawahi oleh Pemerintah Daerah setempat. Pajak-pajak pusat yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak meliputi:

Pajak Penghasilan (PPh) PPh adalah pajak yang dikenakan kepada orang pribadi atau badan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam suatu Tahun Pajak. Yang dimaksud dengan penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak baik yang berasal baik dari Indonesia maupun dari luar Indonesia yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan dengan nama dan dalam bentuk apapun. Dengan demikian maka penghasilan itu dapat berupa keuntungan usaha, gaji, honorarium, hadiah, dan lain sebagainya.

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) PPN adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean (dalam wilayah Indonesia). Orang Pribadi, perusahaan, maupun pemerintah yang mengkonsumsi Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak dikenakan PPN. Pada dasarnya, setiap barang dan jasa adalah Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak, kecuali ditentukan lain oleh Undang-undang PPN.

Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) Selain dikenakan PPN, atas pengkonsumsian Barang KenaPajak tertentu yang tergolong mewah, juga dikenakan PPnBM. Yang dimaksud dengan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah adalah:

Barang tersebut bukan merupakan barang kebutuhan pokok; atau Barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat tertentu; atau Pada umumnya barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat berpenghasilan tinggi; atau Barang tersebut dikonsumsi untuk menunjukkan status; atau Apabila dikonsumsi dapat merusak kesehatan dan moral masyarakat, serta mengganggu ketertiban masyarakat.

Bea Meterai Bea Meterai adalah pajak yang dikenakan atas pemanfaatan dokumen, seperti surat perjanjian, akta notaris, serta kwitansi pembayaran, surat berharga, dan efek, yang memuat jumlah uang atau nominal diatas jumlah tertentu sesuai dengan ketentuan.

Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) PBB adalah pajak yang dikenakan atas kepemilikan atau pemanfaatan tanah dan atau bangunan. PBB merupakan Pajak Pusat namun demikian hampir seluruh realisasi penerimaan PBB diserahkan kepada Pemerintah Daerah baik Propinsi maupun Kabupaten/Kota. Mulai 1 Januari 2010, PBB Perdesaan dan perkotaan menjadi Pajak Daerah sepanjang Peraturan Daerah tentang PBB yang terkait dengan Perdesaan dan Perkotaan telah diterbitkan. Apabila dalam jangka waktu dari 1 Januari 2010 s.d Paling lambat 31 Desember 2013 Peraturan Daerah belum diterbitkan, maka PBB Perdesaan dan Perkotaan tersebut masih tetap dipungut oleh Pemerintah Pusat. Mulai 1 januari 2014, PBB pedesaan dan Perkotaan merupakan pajak daerah. Untuk PBB Perkebunan, Perhutanan, Pertambangan masih tetap merupakan Pajak Pusat.

Pajak-pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah baik Propinsi maupun Kabupaten/Kota adalah sebagai berikut:

Pajak Propinsi, meliputi:

Pajak Kendaraan Bermotor; Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor; Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bemotor; Pajak Air Permukaan; Pajak Rokok.

Pajak Kabupaten/Kota, meliputi:

Pajak Hotel; Pajak Restoran; Pajak Hiburan; Pajak Reklame; Pajak Penerangan Jalan; Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan; Pajak Parkir; Pajak Air Tanah; Pajak sarang Burung Walet; Pajak Bumi dan Bangunan perdesaan dan perkotaan; Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan.

WAJIB PAJAK Siapa yang digolongkan sebagai Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

MANFAAT PAJAK Sebagaimana halnya perekonomian dalam suatu rumah tangga atau keluarga, perekonomian negara juga mengenal sumber-sumber penerimaan dan pos-pos pengeluaran. Pajak merupakan sumber utama penerimaan negara. Tanpa pajak, sebagian besar kegiatan negara sulit untuk dapat dilaksanakan. Penggunaan uang pajak meliputi mulai dari belanja pegawai sampai dengan pembiayaan berbagai proyek pembangunan.

Pembangunan sarana umum seperti jalan-jalan, jembatan, sekolah, rumah sakit/puskesmas, kantor polisi dibiayai dengan menggunakan uang yang berasal dari pajak. Uang pajak juga digunakan untuk pembiayaan dalam rangka memberikan rasa aman bagi seluruh lapisan masyarakat.

  1. Setiap warga negara mulai saat dilahirkan sampai dengan meninggal dunia, menikmati fasilitas atau pelayanan dari pemerintah yang semuanya dibiayai dengan uang yang berasal dari pajak.
  2. Pajak juga digunakan untuk mensubsidi barang-barang yang sangat dibutuhkan masyarakat dan juga membayar utang negara ke luar negeri.

Pajak juga digunakan untuk membantu UMKM baik dalam hal pembinaan dan modal. Dengan demikian jelas bahwa peranan penerimaan pajak bagi suatu negara menjadi sangat dominan dalam menunjang jalannya roda pemerintahan dan pembiayaan pembangunan. Disamping fungsi budgeter (fungsi penerimaan) di atas, pajak juga melaksanakan fungsi redistribusi pendapatan dari masyarakat yang mempunyai kemampuan ekonomi yang lebih tinggi kepada masyarakat yang kemampuannya lebih rendah.