Pajak Yang Dikenakan Terhadap Barang Mewah Adalah?
Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) Dalam perkembangannya, pajak terbagi menjadi 2 (dua) yaitu pajak langsung dan pajak tidak langsung. Pajak langsung adalah pajak yang pembayarannya harus ditanggung sendiri oleh Wajib Pajak dan tidak dapat dialihkan kepada pihak lain, contohnya adalah Pajak Penghasilan (PPh).
- Sedangkan pajak tidak langsung adalah pajak yang pembayarannya dapat dialihkan kepada pihak lain, contohnya adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
- Pembahasan dalam artikel ini, berfokus terhadap ketentuan (PPnBM).
- Berdasarkan sifatnya PPnBM merupakan pajak objektif yang berarti pajak yang tidak menyesuaikan dengan keadaan wajib pajak.
PPnBM adalah pungutan oajak tambahan selain PPN atas konsumsi barang. Berbeda dengan PPN yang dipungut pada setiap rantai produksi dan distribusi, PPnBM hanya dikenakan satu kali, yaitu pada tingkat pabrikan, tepatnya pada saat penyerahan Barang Kena Pajak Tergolong Mewah (BKPTM) atau saat impor BKPTM oleh pabrikan.
Subjek pajak PPnBM adalah pengusaha kena pajak yang menghasilkan Barang Kena Pajak (BKP) yang tegolong mewah dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaannya dan pengusaha yang mengimpor barang yang tergolong mewah. PPnBM diatur dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 Tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (UU 42/2009).
Jika dilihat dalam UU 42/2009, mengenai perhitungan PPnBM memiliki karakteristik yang berbeda dengan PPN yaitu:
PPnBM merupakan pungutan tambahan. PPnBM hanya dipungut satu kali, yaitu pada saat impor Barang Kena Pajak (BKP) yang tergolong mewah atau atas BKP yang tergolong mewah, atau atas BKP yang tergolong mewah yang dilakukan oleh PKP pabrikan. PPnBM tidak dapat dikreditkan dengan PPN. Jika mengekspor BKP yang tergolong mewah, PPnBM yang dibayar pada saat perolehannya dapat diminta kembali.
PPnBM yaitu tarif pajak penjualan atas barang mewah dapat ditetapkan dalam beberapa kelompok tarif yaitu, tarif paling rendah 10% (sepuluh persen) dan paling tinggi 200% (dua ratus persen). Tarifnya dikelompokkan menjadi 2 (dua) yaitu tarif kendaraan bermotor dan kendaraan non bermotor.
Mengenai ketentuan BKP yang tergolong mewah berupa kendaraan bermotor diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2021 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 2019 Tentang Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah Berupa Kendaraan Bermotor Yang Dikenai PPnBM (PP 74/2021). Sementara BKP selain kendaraan bermotor diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2020 Tentang Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah Selain Kendaraan Bermotor Yang Dikenai Pajak Penjualan Atas nya.
Artikel Terkait : : Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM)
Contents
Pajak barang mewah pasal berapa?
Ketentuan Pajak Penjualan atas Barang Mewah Jakarta – Penyerahan atas Barang Kena Pajak (BKP) memang pada umumnya dikenakan Pajak Pertambahan Nilai berdasarkan ketentuan pada Undang-Undang PPN dan PPnBM pasal 5 yang juga menyatakan bahwa penjualan barang mewah pun juga akan dikenakan pajak. Pengenaan Pajak atas Penjualan Barang Mewah ini pun telah diatur dalam Undang-undang No.8 tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Jasa, dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang telah diubah beberapa kali.
- Pengenaan PPnBM hanya terjadi satu kali saja pada waktu penyerahan barang yang dilakukan oleh pabrik atau penyerahan yang dilakukan oleh pengusaha kepada produsennya yang menghasilkan barang kena jasa yang termasuk dalam kategori barang mewah.
- PPnBM tidak akan memberlakukan pengkreditan atas PPNnya, namun jika eksportir melakukan pengeksporan Barang Kena Pajak yang termasuk kategori mewah, maka PPnBM yang sudah dibayarkan saat perolehan dapat diajukan kembali sebagai restitusi.
- Tidak ada pajak masukan dalam PPnBM.
- Jika sudah melakukan penyerahan, maka penyerahan selanjutnya tidak akan dikenakan pajak penjualan atas barang mewah kembali.
- Dimana sebagaimana yang tercantum dalam UU PPN dan PPnBM penyerahan barang kena pajak yang termasuk dalam kategori mewah merupakan barang yang bukan kebutuhan pokok, barang yang dikonsumsi oleh sebagian masyarakat berpenghasilan tinggi, ataupun barang yang dipakai untuk menunjukan status.
- Objek yang menjadi dasar pengenaan pajak atas PPnBm ini merupakan penyerahan BKP yang mewah yang dilakukan oleh pengusaha yang menghasilkan atau memproduksi BKP yang mewah tersebut ke dalam daerah pabean dalam kegiatan usahanya, dan penyerahan BKP yang mewah yang dilakukan oleh pengimpor yang akan dikenakan pajak pertambahan nilai serta pajak penjualan barang atas barang mewah.
- Terhadap penyerahan Pajak Penjualan Barang Mewah atas impor ini juga tidak melihat siapa pihak yang melakukan pengimporan barang kena pajak tersebut serta tidak melihat apakah kegiatan impor tersebut sudah dilakukan secara terus-menerus atau hanya sekali saja.
Dalam perlakukan pajaknya, PPnBM dikenakan atas 2 situasi yang berbeda. Yang pertama adalah tarif pajak atas penjualan barang mewah dikenakan paling rendah 10% dan paling tinggi 200%. Dimana yang menjadi pembeda antara dua tarif tersebut didasarkan pada pengelompokan barang kena pajak yang tergolong mewah yang telah diatur oleh pemerintah.
- Sedangkan yang kedua adalah tarif Pajak Penjualan Barang Mewah yang dikenakan atas kegiatan ekspor barang kena pajak yang tergolong mewah yang akan dikenakan pajak dengan tarif 0%.
- Dimana dalam hal ini pajak yang dikenakan merupakan pajak atas konsumsi barang kena pajak yang tergolong mewah didalam daerah pabean.
Maka dari itu barang kena pajak yang tergolong mewah yang di ekspor dan di konsumsi di luar daerah pabean dikenakan PPnBM sebesar 0%, selain itu juga PPnBM yang telah dibayarkan atas perolehan barang kena pajak yang tergolong mewah yang diekspor tersebut dapat diminta kembali.
Apa yang dimaksud barang mewah dan contohnya?
Luxury good atau barang mewah adalah jenis barang yang permintaanya sangat responsif terhadap kenaikan pendapatan konsumen. Dengan kata lain, ketika pendapatan konsumen, permintaan barang ini akan meningkat lebih tinggi dari pada peningkatan konsumen.
Semakin tinggi pendapatan, konsumen akan membeli lebih banyak barang-barang ini dan sebaliknya. Meskipun barang mewah tidak selalu berkonotasi kualitas tinggi, namun barang-barang tersebut sering dianggap berada di posisi puncak dalam hal kualitas dan harga. Contohnya adalah mobil mewah, pakaian mode, kapal pesiar, jam tangan, dan perhiasan.
Apakah Anda tahu barang apa yang paling mahal di dunia? Mengutip cheatsheet.com, berikut ini daftarnya:
- Jam Graff Diamonds Hallucination USD55 juta
- 1963 Ferrari 250 GTO USD70 juta
- Tuna sirip biru, USD3.1 juta
- Antilia, Mumbai USD2 miliar
- Manhattan parking spot USD1 juta
- Salvator Mundi karya Leonardo da Vinci senilai USD450 juta
- Domain ‘CarInsurance.com’ USD49,7 juta
- Neiman Marcus Fighter Edisi Terbatas USD11 juta
- Berlian Wittelsbach-Graaf USD80 juta
- Heintzman Crystal Piano USD3,22 juta
- Gairah Aztec, Botol Minuman Keras Platinum oleh Tequila Ley USD3,5 juta
- “Jumbo” T206 kartu bisbol Honus Wagner USD3,12 juta
- iPhone 4 Diamond Rose Edition oleh Stuart Hughes USD8 juta
- The Man with the Sculpture karya Alberto Giacometti USD141,3 juta
- Sejarah Supreme Yacht USD4,5 miliar
Apa perbedaan antara PPN dan PPnBM?
PPN adalah pungutan yang dikenakan pada pertambahan nilai suatu barang, sementara PPnBM adalah pajak tambahan yang khusus ditetapkan bagi barang bersifat mewah.2. Proses pengenaan pajak, PPN dibebankan pada setiap proses produksi sampai distribusi dari barang.
PPh 22 atas nama siapa?
Seri PPh – Pajak Penghasilan Pasal 22
- Pengertian
- Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 adalah PPh yang dipungut oleh:
- Bendahara Pemerintah Pusat/Daerah, instansi atau lembaga pemerintah dan lembaga-lembaga negara lainnya, berkenaan dengan pembayaran atas penyerahan barang;
- Badan-badan tertentu, baik badan pemerintah maupun swasta berkenaan dengan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain.
- Wajib Pajak Badan yang melakukan penjualan barang yang tergolong sangat mewah.
Pemungut dan Objek PPh Pasal 22
- Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), atas impor barang;
- Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb), Bendahara Pemerintah Pusat/Daerah yang melakukan pembayaran, atas pembelian barang;
- BUMN/BUMD yang melakukan pembelian barang dengan dana yang bersumber dari belanja negara (APBN) dan atau belanja daerah (APBD), kecuali badan-badan tersebut pada angka 4;
- Bank Indonesia (BI), Perusahaan Pengelola Aset (PPA), Badan Urusan Logistik (BULOG), PT. Telekomunikasi Indonesia (Telkom), PT. Perusahaan Listrik Negara (PLN), PT. Garuda Indonesia, PT. Indosat, PT. Krakatau Steel, Pertamina dan bank-bank BUMN yang melakukan pembelian barang yang dananya bersumber baik dari APBN maupun dari non APBN;
- Badan usaha yang bergerak dalam bidang industri semen, industri rokok, industri kertas, industri baja dan industri otomotif, yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak, atas penjualan hasil produksinya di dalam negeri;
- Produsen atau importir bahan bakar minyak, gas, dan pelumas atas penjualan bahan bakar minyak, gas, dan pelumas.
- Industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor perhutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan, yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak, atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor mereka dari pedagang pengumpul.
- Wajib Pajak Badan yang melakukan penjualan barang yang tergolong sangat mewah.
Tarif PPh Pasal 22
- Atas impor :
- yang menggunakan Angka Pengenal Importir (API), 2,5% (dua setengah persen) dari nilai impor;
- yang tidak menggunakan API, 7,5% (tujuh setengah persen) dari nilai impor;
- yang tidak dikuasai, 7,5% (tujuh setengah persen) dari harga jual lelang.
- Atas pembelian barang yang dilakukan oleh DJPB, Bendahara Pemerintah, BUMN/BUMD (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 2,3, dan 4 ) sebesar 1,5% (satu setengah persen) dari harga pembelian tidak termasuk PPN dan tidak final.
- Atas penjualan hasil produksi (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 5 ) ditetapkan berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak, yaitu:
- Kertas = 0.1% x DPP PPN (Tidak Final)
- Semen = 0.25% x DPP PPN (Tidak Final)
- Baja = 0.3% x DPP PPN (Tidak Final)
- Otomotif = 0.45% x DPP PPN (Tidak Final)
- Atas penjualan hasil produksi atau penyerahan barang oleh produsen atau importir bahan bakar minyak, gas, dan pelumas adalah sebagai berikut: Catatan: Pungutan PPh Pasal 22 kepada penyalur/agen, bersifat final. Selain penyalur/agen bersifat tidak final
- Atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor dari pedagang pengumpul (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 7 ) ditetapkan sebesar 2,5 % dari harga pembelian tidak termasuk PPN.
- Atas impor kedelai, gandum, dan tepung terigu oleh importir yang menggunakan API sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf a sebesar 0,5% (setengah persen) dari nilai impor.
- Atas Penjualan
- Pesawat udara pribadi dengan harga jual lebih dari Rp20.000.000.000,00
- Kapal pesiar dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp10.000.000.000,00
- Rumah beserta tanahnya dengan harga jual atau harga pengalihannya lebih dari Rp10.000.000.000,00 dan luas bangunan lebih dari 500 m2.
- Apartemen, kondominium,dan sejenisnya dengan harga jual atau pengalihannya lebih dari Rp10.000.000.000,00 dan/atau luas bangunan lebih dari 400 m2.
- Kendaraan bermotor roda empat pengangkutan orang kurang dari 10 orang berupa sedan, jeep, sport utility vehicle(suv), multi purpose vehicle (mpv), minibus dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah) dan dengan kapasitas silinder lebih dari 3.000 cc. Sebesar 5% dari harga jual tidak termasuk PPN dan PPnBM.
- Untuk yang tidak ber-NPWP dipotong 100% lebih tinggi dari tarif PPh Pasal 22
Pengecualian Pemungutan PPh Pasal 22
- Impor barang dan atau penyerahan barang yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan tidak terutang PPh, dinyatakan dengan Surat Keterangan Bebas (SKB).
- Impor barang yang dibebaskan dari Bea Masuk dan atau Pajak Pertambahan Nilai; dilaksanakan oleh DJBC.
- Impor sementara jika waktu impornya nyata-nyata dimaksudkan untuk diekspor kembali, dan dilaksanakan oleh Dirjen BC.
- Pembayaran atas pembelian barang oleh pemerintah atau yang lainnya yang jumlahnya paling banyak Rp.2.000.000,- (dua juta rupiah) dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah.
- Pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas, air minum/PDAM, benda-benda pos.
- Emas batangan yang akan di proses untuk menghasilkan barang perhiasan dari emas untuk tujuan ekspor, dinyatakan dengan SKB.
- Pembayaran/pencairan dana Jaring Pengaman Sosial oleh Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara.
- Impor kembali (re-impor) dalam kualitas yang sama atau barang-barang yang telah diekspor untuk keperluan perbaikan, pengerjaan dan pengujian yang memenuhi syarat yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
- Pembayaran untuk pembelian gabah dan atau beras oleh Bulog.
Saat Terutang dan Pelunasan/Pemungutan PPh Pasal 22
- Atas impor barang terutang dan dilunasi bersamaan dengan saat pembayaran Bea Masuk. Dalam hal pembayaran Bea Masuk ditunda atau dibebaskan, maka PPh Pasal 22 terutang dan dilunasi pada saat penyelesaian dokumen Pemberitahuan Impor Barang (PIB);
- Atas pembelian barang (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 2,3, dan 4 ) terutang dan dipungut pada saat pembayaran;
- Atas penjualan hasil produksi (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 5 ) terutang dan dipungut pada saat penjualan;
- Atas penjualan hasil produksi (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 6 ) dipungut pada saat penerbitan Surat Perintah Pengeluaran Barang (Delivery Order);
- Atas pembelian bahan-bahan (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 7 ) terutang dan dipungut pada saat pembelian.
Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporan PPh Pasal 22
- PPh Pasal 22 atas impor barang (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 1 ) disetor oleh importir dengan menggunakan formulir Surat Setoran Pajak, Cukai dan Pabean (SSPCP). PPh Pasal 22 atas impor barang yang dipungut oleh DJBC harus disetor ke bank devisa, atau bank persepsi, atau bendahara Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, dalam jangka waktu 1 (satu) hari setelah pemungutan pajak dan dilaporkan ke KPP secara mingguan paling lambat 7 (tujuh) hari setelah batas waktu penyetoran pajak berakhir.
- PPh Pasal 22 atas impor harus dilunasi bersamaan dengan saat pembayaran Bea Masuk dan dalam hal Bea Masuk ditunda atau dibebaskan, PPh Pasal 22 atas impor harus dilunasi saat penyelesaian dokumen pemberitahuan pabean impor. Dilaporkan ke KPP paling lambat tanggal 20 setelah masa pajak berakhir.
- PPh Pasal 22 atas pembelian barang (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 2 ) disetor oleh pemungut atas nama dan NPWP Wajib Pajak rekanan ke bank persepsi atau Kantor Pos pada hari yang sama dengan pelaksanaan pembayaran atas penyerahan barang. Pemungut menerbitkan bukti pungutan rangkap tiga, yaitu :
- lembar pertama untuk pembeli;
- lembar kedua sebagai lampiran laporan bulanan ke Kantor Pelayanan Pajak;
- lembar ketiga untuk arsip Pemungut Pajak yang bersangkutan, dan dilaporkan ke KPP paling lambat 14 (empat belas ) hari setelah masa pajak berakhir.
- PPh Pasal 22 atas pembelian barang (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 3 ) disetor oleh pemungut atas nama dan NPWP Wajib Pajak penjual ke bank persepsi atau Kantor Pos paling lama tanggal 10 sepuluh) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir. Dilaporkan ke KPP paling lambat tanggal 20 setelah masa pajak berakhir.
- PPh Pasal 22 atas pembelian barang (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 4 ) disetor oleh pemungut atas nama dan NPWP Wajib Pajak penjual ke bank persepsi atau Kantor Pos paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan takwim berikutnya dengan menggunakan formulir SSP dan menyampaikan SPT Masa ke KPP paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah masa pajak berakhir.
- PPh Pasal 22 atas penjualan hasil produksi (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 5, dan 7 ) dan hasil penjualan barang sangat mewah (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 8 ) disetor oleh pemungut atas nama wajib pajak ke bank persepsi atau Kantor Pos paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan takwim berikutnya dengan menggunakan formulir SSP. Pemungut menyampaikan SPT Masa ke KPP paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah masa pajak berakhir.
- PPh Pasal 22 atas penjualan hasil produksi (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 6 ) disetor oleh pemungut ke bank persepsi atau Kantor Pos paling lama tanggal 10(sepuluh) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir. Pemungut wajib menerbitkan bukti pemungutan PPh Ps.22 rangkap 3 yaitu:
- lembar pertama untuk pembeli;
- lembar kedua sebagai lampiran laporan bulanan kepada Kantor Pelayanan Pajak;
- lembar ketiga untuk arsip Pemungut Pajak yang bersangkutan.
Pelaporan dilakukan dengan cara menyampaikan SPT Masa ke KPP setempat paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir. Dalam hal jatuh tempo penyetoran atau batas akhir pelaporan PPh Pasal 22 bertepatan dengan hari libur termasuk hari Sabtu atau hari libur nasional, penyetoran atau pelaporan dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.
: Seri PPh – Pajak Penghasilan Pasal 22
Apakah PPnBM atas barang mewah juga dikenakan PPN?
Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) Dalam perkembangannya, pajak terbagi menjadi 2 (dua) yaitu pajak langsung dan pajak tidak langsung. Pajak langsung adalah pajak yang pembayarannya harus ditanggung sendiri oleh Wajib Pajak dan tidak dapat dialihkan kepada pihak lain, contohnya adalah Pajak Penghasilan (PPh).
- Sedangkan pajak tidak langsung adalah pajak yang pembayarannya dapat dialihkan kepada pihak lain, contohnya adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
- Pembahasan dalam artikel ini, berfokus terhadap ketentuan (PPnBM).
- Berdasarkan sifatnya PPnBM merupakan pajak objektif yang berarti pajak yang tidak menyesuaikan dengan keadaan wajib pajak.
PPnBM adalah pungutan oajak tambahan selain PPN atas konsumsi barang. Berbeda dengan PPN yang dipungut pada setiap rantai produksi dan distribusi, PPnBM hanya dikenakan satu kali, yaitu pada tingkat pabrikan, tepatnya pada saat penyerahan Barang Kena Pajak Tergolong Mewah (BKPTM) atau saat impor BKPTM oleh pabrikan.
Subjek pajak PPnBM adalah pengusaha kena pajak yang menghasilkan Barang Kena Pajak (BKP) yang tegolong mewah dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaannya dan pengusaha yang mengimpor barang yang tergolong mewah. PPnBM diatur dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 Tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (UU 42/2009).
Jika dilihat dalam UU 42/2009, mengenai perhitungan PPnBM memiliki karakteristik yang berbeda dengan PPN yaitu:
PPnBM merupakan pungutan tambahan. PPnBM hanya dipungut satu kali, yaitu pada saat impor Barang Kena Pajak (BKP) yang tergolong mewah atau atas BKP yang tergolong mewah, atau atas BKP yang tergolong mewah yang dilakukan oleh PKP pabrikan. PPnBM tidak dapat dikreditkan dengan PPN. Jika mengekspor BKP yang tergolong mewah, PPnBM yang dibayar pada saat perolehannya dapat diminta kembali.
PPnBM yaitu tarif pajak penjualan atas barang mewah dapat ditetapkan dalam beberapa kelompok tarif yaitu, tarif paling rendah 10% (sepuluh persen) dan paling tinggi 200% (dua ratus persen). Tarifnya dikelompokkan menjadi 2 (dua) yaitu tarif kendaraan bermotor dan kendaraan non bermotor.
- Mengenai ketentuan BKP yang tergolong mewah berupa kendaraan bermotor diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2021 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 2019 Tentang Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah Berupa Kendaraan Bermotor Yang Dikenai PPnBM (PP 74/2021).
- Sementara BKP selain kendaraan bermotor diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2020 Tentang Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah Selain Kendaraan Bermotor Yang Dikenai Pajak Penjualan Atas nya.
Artikel Terkait : : Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM)
Siapa yang membayar PPnBM?
Seri PPN dan PPnBM – Tata Cara Pembayaran dan Penyetoran PPN dan PPnBM / / Seri PPN dan PPnBM – Tata Cara Pembayaran dan Penyetoran PPN dan PPnBM Yang Wajib Membayar/Menyetor Dan Melapor PPN/PPnBM
Pengusaha Kena Pajak (PKP) Pemungut PPN/PPnBM, adalah :
Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Bendahara Pemerintah Pusat dan Daerah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
Yang Wajib Disetor
Oleh PKP adalah :
PPN yang dihitung sendiri melalui pengkreditan Pajak Masukan dan Pajak Keluaran. Yang disetor adalah selisih Pajak Masukan dan Pajak Keluaran, bila Pajak Masukan lebih kecil dari Pajak Keluaran. PPnBM yang dipungut oleh PKP Pabrikan Barang Kena Pajak (BKP) yang tergolong mewah. PPN/ PPnBM yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Pajak dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), dan Surat Tagihan Pajak (STP).
Oleh Pemungut PPN/PPnBM adalah PPN/PPnBM yang dipungut oleh Pemungut PPN/ PPnBM.
Tempat Pembayaran/Penyetoran Pajak
Kantor Pos dan Giro Bank Persepsi
Saat Pembayaran/Penyetoran PPN/PPnBM
PPN dan PPnBM yang dihitung sendiri oleh PKP harus disetor paling lama akhir bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir dan sebelum Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai disampaikan. PPN dan PPnBM yang tercantum dalam SKPKB, SKPKBT, dan STP harus dibayar/disetor sesuai batas waktu yang tercantum dalam SKPKB, SKPKBT, dan STP tersebut. PPN/PPnBM atas Impor, harus dilunasi bersamaan dengan saat pembayaran Bea Masuk, dan apabila pembayaran Bea Masuk ditunda/ dibebaskan, harus dilunasi pada saat penyelesaian dokumen Impor. PPN/PPnBM yang pemungutannya dilakukan oleh:
Bendahara Pemerintah, harus disetor paling lama tanggal 7 (tujuh) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang memungut PPN / PPnBM atas Impor, harus disetor dalam jangka waktu 1 (satu) hari kerja setelah dilakukan pemungutan PPN pajak.
PPN dari penyerahan tepung terigu oleh Badan Urusan Logistik (BULOG), harus dilunasi sendiri oleh PKP sebelum Surat Perintah Pengeluaran Barang (D.O) ditebus.
Saat Pelaporan PPN/PPnBM
PPN dan PPnBM yang dihitung sendiri oleh PKP, harus dilaporkan dalam SPT Masa dan disampaikan kepada Kantor Pelayanan Pajak setempat paling lama akhir bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir. PPN dan PPnBM yang tercantum dalam SKPKB, SKPKBT, dan STP yang telah dilunasi segera dilaporkan ke KPP yang menerbitkan. PPN dan PPnBM yang pemungutannya dilakukan:
Bendahara Pemerintah harus dilaporkan paling lama akhir bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atas Impor, harus dilaporkan paling lama akhir bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
Untuk penyerahan tepung terigu oleh BULOG, maka PPN dan PPnBM dihitung sendiri oleh PKP, harus dilaporkan dalam SPT Masa dan disampaikan kepada KPP setempat paling lama akhir bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
Sarana Pembayaran/Penyetoran Pajak
Untuk membayar/menyetor PPN dan PPnBM digunakan formulir Surat Setoran Pajak (SSP) yang tersedia di Kantor-kantor Pelayanan Pajak dan Kantor-kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) di seluruh Indonesia. Surat Setoran Pajak (SSP) menjadi lengkap dan sah bila jumlah PPN/ PPn BM yang disetorkan telah sesuai dengan yang tercantum di dalam Daftar Nominatif Wajib Pajak (DNWP) yang dibuat oleh: Bank penerima pembayaran, Kantor Pos dan Giro, atau Kantor Direktorat Jenderal Bea dan Cukai penerima setoran.
: Seri PPN dan PPnBM – Tata Cara Pembayaran dan Penyetoran PPN dan PPnBM
Berapa persen tarif pajak PPnBM?
Seri PPN dan PPnBM – Cara Menghitung PPN dan PPnBM
- Cara Menghitung Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM)
- PPN dan PPnBM yang terutang dihitung dengan cara mengalikan Tarif Pajak dengan Dasar Pengenaan Pajak (DPP).
- Tarif PPN dan PPnBM
- Tarif PPN adalah 10% (sepuluh persen).
- Tarif PPN sebesar 0% (sepuluh persen) diterapkan atas:
- ekspor Barang Kena Pajak (BKP) Berwujud;
- ekspor BKP Tidak Berwujud; dan
- ekspor Jasa Kena Pajak.
- Tarif PPnBM adalah paling rendah 10% (sepuluh persen) dan paling tinggi 200% (dua ratus persen).
- Tarif PPnBM atas ekspor BKP yang tergolong mewah adalah 0% (nol persen).
Dasar Pengenaan Pajak (DPP) Dasar Pengenaan Pajak adalah dasar yang dipakai untuk menghitung pajak yang terutang, berupa: Jumlah Harga Jual, Penggantian, Nilai Impor, Nilai Ekspor, atau nilai lain yang ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan.
- Harga Jual adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan Barang Kena Pajak (BKP), tidak termasuk PPN yang dipungut menurut Undang-Undang PPN dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak.
- Penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh pengusaha karena penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP),ekspor Jasa Kena Pajak, atau ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud, tetapi tidak termasuk PPN yang dipungut menurut Undang-Undang PPN dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak atau nilai berupa uang yang dibayar atau seharusnya dibayar oleh penerima jasa karena pemanfaatan Jasa Kena Pajak dan/atau oleh penerima manfaat Barang Kena Pajak Tidak Berwujud.
- Nilai Impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan bea masuk ditambah pungutan lainnya yang dikenakan pajak berdasarkan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan Pabean untuk Impor BKP, tidak termasuk PPN yang dipungut menurut Undang-Undang PPN.
- Nilai Ekspor adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh eksportir.
- Nilai lain adalah nilai berupa uang yang ditetapkan sebagai Dasar Pengenaan Pajak dengan Keputusan Menteri Keuangan.
Nilai lain yang ditetapkan sebagai Dasar Pengenaan Pajak adalah sebagai berikut :
- untuk pemakaian sendiri BKP dan/atau JKP adalah Harga Jual atau Penggantian setelah dikurangi laba kotor;
- untuk pemberian cuma-cuma BKP dan/atau JKP adalah Harga Jual atau Penggantian setelah dikurangi laba kotor;
- untuk penyerahan media rekaman suara atau gambar adalah perkiraan harga jual rata-rata;
- untuk penyerahan film cerita adalah perkiraan hasil rata-rata per judul film;
- untuk penyerahan produk hasil tembakau adalah sebesar harga jual eceran;
- untuk Barang Kena Pajak berupa persediaan dan/atau aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan, adalah harga pasar wajar;
- untuk penyerahan Barang Kena Pajak dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan/atau penyerahan Barang Kena Pajak antar cabang adalah harga pokok penjualan atau harga perolehan;
- untuk penyerahan Barang Kena Pajak melalui juru lelang adalah harga lelang;
- untuk penyerahan jasa pengiriman paket adalah 10 % (sepuluh persen) dari jumlah yang ditagih atau jumlah yang seharusnya ditagih; atau
- untuk penyerahan jasa biro perjalanan atau jasa biro pariwisata adalah 10% (sepuluh persen) dari jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya ditagih.
Contoh Cara Menghitung PPN dan PPnBM
- PKP “A” menjual tunai Barang Kena Pajak dengan Harga Jual Rp 25.000.000,00 Pajak Pertambahan Nilai yang terutang = 10% x Rp25.000.000,00 = Rp2.500.000,00 PPN sebesar Rp2.500.000,00 tersebut merupakan Pajak Keluaran yang dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak “A”.
- PKP “B” melakukan penyerahan Jasa Kena Pajak dengan memperoleh Penggantian sebesar Rp20.000.000,00 PPN yang terutang yang dipungut oleh PKP “B” = 10% x Rp20.000.000,00 = Rp 2.000.000,00 PPN sebesar Rp2.000.000,00 tersebut merupakan Pajak Keluaran yang dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak “B”.
- Seseorang mengimpor Barang Kena Pajak dari luar Daerah Pabean dengan Nilai Impor sebesar Rp15.000.000,00. PPN yang dipungut melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai = 10% x Rp15.000.000,00 = Rp 1.500.000,00
- Pengusaha Kena Pajak “D” mengimpor Barang Kena Pajak yang tergolong Mewah dengan Nilai Impor sebesar Rp5.000.000,00 Barang Kena Pajak yang tergolong mewah tersebut selain dikenai PPN juga dikenai PPnBM misalnya dengan tarif 20%. Penghitungan PPN dan PPnBM yang terutang atas impor Barang Kena Pajak yang tergolong mewah tersebut adalah:
- Dasar Pengenaan Pajak = Rp 5.000.000,00
- PPN = 10% x Rp5.000.000,00 = Rp500.000,00
- PPn BM = 20% x Rp5.000.000,00 = Rp1.000.000,00
- Kemudian PKP “D” menggunakan BKP yang diimpor tersebut sebagai bagian dari suatu BKP yang atas penyerahannya dikenakan PPN 10% dan PPnBM dengan tarif misalnya 35%. Oleh karena PPnBM yang telah dibayar atas BKP yang diimpor tersebut tidak dapat dikreditkan, maka PPnBM sebesar Rp1.000.000,00 dapat ditambahkan ke dalam harga BKP yang dihasilkan oleh PKP “D” atau dibebankan sebagai biaya. Misalnya PKP “D” menjual BKP yang dihasilkannya, maka penghitungan PPN dan PPn BM yang terutang adalah :
- Dasar Pengenaan Pajak = Rp50.000.000,00
- PPN = 10% x Rp50.000.000,00 = Rp5.000.000,00
- c. PPn BM = 35% x Rp50.000.000,00 = Rp17.500.000,00
PPN sebesar Rp500.000,00 yang dibayar pada saat impor merupakan pajak masukan bagi PKP “D” dan PPN sebesar Rp5.000.000,00 merupakan pajak keluaran bagi PKP “D”. Sedangkan PPnBM sebesar Rp1.000.000,00 tidak dapat dikreditkan. Begitu pun dengan PPnBM sebesar Rp17.500.000,00 tidak dapat dikreditkan oleh PKP “X”.
: Seri PPN dan PPnBM – Cara Menghitung PPN dan PPnBM
Kenapa ada pajak barang mewah?
Tarif/Perhitungan PPnBM – Sumber Gambar: Pixabay Berdasarkan Pasal 8 Undang-Undang No.42 Tahun 2009, tarif PPnBM ditetapkan paling rendah 10% dan paling tinggi sebesar 200%. Namun, jika pengusaha melakukan ekspor Barang Kena Pajak (BKP) yang tergolong mewah, maka akan dikenai pajak dengan tarif sebesar 0%. Berikut ini adalah rincian tarif dan perhitungan, serta pelaporan Pajak Penjualan atas Barah Mewah (PPnBM):
Tarif PPnBM ditetapkan paling rendah 10% dan paling tinggi 200%. Perbedaan tarif PPnBM didasarkan pada pengelompokan barang yang tergolong mewah yang dikenai PPnBM. Konsultasi dengan DPR.
Pengelompokan barang-barang yang dikenai PPnBM terutama didasarkan pada tingkat kemampuan golongan masyarakat yang menggunakan barang tersebut. Serta, didasarkan pada nilai guna barang bagi masyarakat pada umumnya. Ditegaskan bahwa PPnBM adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi barang yang tergolong mewah di dalam negeri.
- Oleh sebab itu, barang yang diekspor atau dikonsumsi di luar negeri tidak dikenai tarif PPnBM atau setara dengan tarif 0%.
- PPnBM yang telah dibayar atas perolehan barang mewah yang diekspor dapat diminta kembali.
- Sementara untuk perhitungannya sendiri, PPnBM dihitung dengan cara mengalikan persentase tarif PPnBM dengan nilai Dasar Pengenaan Pajak atau harga barang sebelum dikenakan pajak, termasuk PPN.
Untuk pembuatan laporannya harus menggunakan formulir SPT Masa PPN 1111. PPnBM dapat dilaporkan bersama dengan PPN dan PPN Impor selama masih berada dalam satu periode pajak yang sama. Pelaporan pajak PPnBM ini harus segera dilakukan paling lama akhir bulan berikutnya setelah tanggal faktur dibuat. Temukan berbagai produk dan perlengkapan otomotif terlengkap dengan harga termurah di sini! Penulis: Cindy Krisania Juli Haryono
Apa dasar pengenaan pajak penjualan barang mewah?
Apa Saja Barang yang Dikenakan Pajak? – Pada 1 Maret 2017, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menandatangani Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor: 35/PMK.010/2017 tentang Jenis Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah Selain Kendaraan Bermotor Yang Dikenai Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.
- Penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) tergolong mewah dilakukan oleh pengusaha yang menghasilkan BKP tergolong mewah di dalam daerah pabean dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya.
- Impor barang kena pajak yang tergolong mewah.
Dengan demikian, PPnBM hanya dikenakan pada saat penyerahan BKP Mewah oleh pabrikan (pengusaha yang menghasilkan) dan pada saat impor BKP mewah, PPnBM tidak dikenakan lagi pada rantai penjualan setelah itu. Adapun pihak yang memungut PPnBM tentu saja pabrikan BKP Mewah pada saat penyerahan atau penjualan BKP Mewah.
- Barang tersebut bukan merupakan barang kebutuhan pokok; atau
- Barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat tertentu; atau
- Pada umumnya barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat berpenghasilan tinggi; atau
- Barang tersebut dikonsumsi untuk menunjukkan status; atau
- Apabila dikonsumsi dapat merusak kesehatan dan moral masyarakat, serta mengganggu ketertiban masyarakat.
PPnBM termasuk jenis pajak apa?
Pajak Pusat meliputi : Pajak Penghasilan (PPh) Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pajak Penjualan atas Barang Mewah ( PPnBM )
PPh singkatan dari apa?
Seperti diketahui bahwa pajak penghasilan awalnya diterapkan pada perusahaan perkebunan yang menyebar dan banyak didirikan di Indonesia. Namun saat ini, pajak penghasilan (PPh) merupakan pajak yang dibebankan atas suatu penghasilan yang diterima oleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar negeri.
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1991 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 mengenai Pajak Penghasilan; Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 mengenai Pajak Penghasilan; Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 mengenai Pajak Penghasilan; Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 mengenai Pajak Penghasilan;
Selain itu, ketentuan terbaru tentang PPh telah disempurnakan dan diatur dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, serta Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Kemudian, sebagaimana telah diubah dalam Pasal 17 ayat (1) UU HPP bahwa besarnya tarif pajak yang berlaku bagi Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri (PPh 21) adalah sebagai berikut:
5% untuk penghasilan tahunan sampai dengan Rp 60.000.000.15% untuk penghasilan diatas Rp 60.000.000 sampai dengan Rp 250.000.000.25% untuk penghasilan di atas Rp 250.000.000 sampai dengan Rp 500.000.000.30% untuk penghasilan di atas Rp 500.000.000 sampai dengan Rp 5.000.0000.0000 35% untuk penghasilan di atas Rp 5.000.000.000 Bagi penerima penghasilan yang tidak memiliki NPWP dikenakan dengan tarif yang lebih tinggi.
Apakah tas mewah kena pajak?
Apakah tas mewah seharga miliaran rupiah juga dapat dikenakan pajak barang mewah? Intisari: Pajak Penjualan atas Barang Mewah dikenakan terhadap: a. penyerahan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah yang dilakukan oleh pengusaha yang menghasilkan barang tersebut di dalam Daerah Pabean dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya; dan b.
- Impor Barang Kena Pajak yang tergolong mewah.
- Elompok Barang Kena Pajak yang tergolong mewah itu berupa kendaraan bermotor serta barang lain selain kendaraan bermotor, antara lain seperti: hunian mewah seperti rumah mewah, apartemen, kondominium, town house, dan sejenisnya (senilai tertentu); kelompok kapal pesiar mewah, kecuali untuk keperluan negara atau angkutan umum; kelompok senjata api dan senjata api lainnya, kecuali untuk keperluan negara.
Tas mewah bernilai miliaran rupiah tidak termasuk ke dalam kelompok barang yang kena pajak penjualan atas barang mewah. Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini. Ulasan: Terima kasih atas pertanyaan Anda. Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Untuk menjawab pertanyaan Anda, kami akan berpedoman pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (“UU 8/1983”) yang telah diubah beberapa kali, terakhir diubah oleh Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (“UU 42/2009”),
- Di samping pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah juga dikenakan terhadap: a.
- Penyerahan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah yang dilakukan oleh pengusaha yang menghasilkan barang tersebut di dalam Daerah Pabean dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya; dan b.
- Impor Barang Kena Pajak yang tergolong mewah Pengenaan Pajak Penjualan atas Barang Mewah itu dilakukan dengan pertimbangan bahwa: a.
perlu keseimbangan pembebanan pajak antara konsumen yang berpenghasilan rendah dan konsumen yang berpenghasilan tinggi; b. perlu adanya pengendalian pola konsumsi atas Barang Kena Pajak yang tergolong mewah; c. perlu adanya perlindungan terhadap produsen kecil atau tradisional; dan d.
- Perlu untuk mengamankan penerimaan negara.
- Yang dimaksud dengan ” Barang Kena Pajak yang tergolong mewah ” adalah: 1.
- Barang yang bukan merupakan barang kebutuhan pokok; 2.
- Barang yang dikonsumsi oleh masyarakat tertentu; 3.
- Barang yang pada umumnya dikonsumsi oleh masyarakat berpenghasilan tinggi; dan/atau 4.
barang yang dikonsumsi untuk menunjukkan status. Tarif Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Pajak Penjualan atas Barang Mewah dikenakan hanya 1 (satu) kali pada waktu penyerahan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah oleh pengusaha yang menghasilkan atau pada waktu impor Barang Kena Pajak yang tergolong mewah.
Tarif Pajak Penjualan atas Barang Mewah ditetapkan paling rendah 10% dan paling tinggi 200%. Jenis Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah Ketentuan mengenai kelompok Barang Kena Pajak yang tergolong mewah yang dikenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah diatur dengan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2013 tentang Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah Berupa Kendaraan Bermotor yang Dikenai Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (“PP 41/2013”) sebagaimana diubah oleh Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2013 tentang Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah Berupa Kendaraan Bermotor yang Dikenai Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (“PP 22/2014”),
Lalu bagaimana dengan tas? Ketentuan mengenai jenis barang selain kendaraan bermotor yang dikenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 35/PMK.010/2017 Tahun 2017 tentang Jenis Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah Selain Kendaraan Bermotor yang Dikenai Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PMK 35/2017″),
- Berikut barang-barang kena pajak yang tergolong mewah selain kendaraan bermotor: 1.
- Daftar jenis barang kena pajak yang tergolong mewah selain kendaraan bermotor yang dikenai pajak penjualan atas barang mewah dengan tarif sebesar 20%, yaitu: Kelompok hunian mewah seperti rumah mewah, apartemen, kondominium, town house, dan sejenisnya: a.
Rumah dan town house dari jenis nonstrata title dengan harga jual sebesar Rp20 miliar atau lebih.b. Apartemen, kondominium, town house dari jenis strata title, dan sejenisnya dengan harga jual sebesar Rp10 miliar atau lebih.2. Daftar jenis barang kena pajak yang tergolong mewah selain kendaraan bermotor yang dikenai pajak penjualan atas barang mewah dengan tarif sebesar 40%, yaitu: a.
- Elompok balon udara dan balon udara yang dapat dikemudikan, pesawat udara lainnya tanpa tenaga penggerak.b.
- Elompok peluru senjata api dan senjata api lainnya, kecuali untuk keperluan negara: Peluru dan bagiannya, tidak termasuk peluru senapan angin.3.
- Daftar jenis barang kena pajak yang tergolong mewah selain kendaraan bermotor yang dikenai pajak penjualan atas barang mewah dengan tarif sebesar 50%, yaitu: a.
Kelompok pesawat udara selain yang tercantum di atas, kecuali untuk keperluan negara atau angkutan udara niaga: – Helikopter; – Pesawat udara dan kendaraan udara lainnya selain helikopter.b. Kelompok senjata api dan senjata api lainnya, kecuali untuk keperluan negara: – Senjata artileri; – Revolver dan pistol; – Senjata api selain (senjata artileri, revolver dan pistol) dan peralatan semacam itu yang dioperasikan dengan penembakan bahan peledak.4.
Daftar jenis barang kena pajak yang tergolong mewah selain kendaraan bermotor yang dikenai pajak penjualan atas barang mewah dengan tarif sebesar 75%, yaitu: Kelompok kapal pesiar mewah, kecuali untuk keperluan negara atau angkutan umum: a. Kapal pesiar, kapal ekskursi, dan kendaraan air semacam itu terutama dirancang untuk pengangkutan orang, kapal feri dari semua jenis, kecuali untuk kepentingan negara atau angkutan umum; b.
Yacht, kecuali untuk kepentingan negara atau angkutan umum. Jadi berdasarkan uraian di atas, tas mahal yang Anda maksud tidak termasuk ke dalam kelompok barang kena pajak yang tergolong mewah selain kendaraan bermotor yang dikenai pajak penjualan atas barang mewah.
- Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
- Dasar hukum : 1.
- Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang telah diubah beberapa kali, terakhir diubah oleh Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah ; 2.
Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2013 tentang Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah Berupa Kendaraan Bermotor yang Dikenai Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana diubah oleh Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2013 tentang Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah Berupa Kendaraan Bermotor yang Dikenai Pajak Penjualan Atas Barang Mewah ; 3.
Apa saja barang yang dikenakan PPnBM dan berikan contohnya?
JAKARTA, KOMPAS.com – Pajak PPnBm tengah jadi sorotan publik setelah pemerintah mendiskon pajak untuk pembelian mobil baru. PPnBM adalah kepanjangan dari Pajak Penjualan atas Barang Mewah. Pajak barang mewah PPnBM yakni pungutan tambahan setelah atau di samping Pajak Pertambahan Nilai atau PPN ( PPN dan PPnBM ).
Itu sebabnya, dalam pengertian PPnBM, pajak ini bukanlah pajak yang dapat dikreditkan sebagaimana yang berlaku pada pajak PPN. Merujuk pada Pasal 8 UU Nomor 42 Tahun 2009, tarif PPnBM yang paling rendah ditetapkan sebesar 10 persen dan paling tinggi 200 persen. Jika pajak PPN dipungut pada setiap lini transaksi alias dikenakan pada setiap pertambahan nilai dari barang atau dagang (setiap transaksi), maka pajak PPnBM artinya pajak yang hanya dipungut sekali saja.
Baca juga: Airlangga: Insentif PPnBM Mobil dan Rumah Bisa Dongkrak Ekonomi RI 1 Persen Tarif PPnBM dikenakan yakni pada saat impor barang kena pajak (BKP) yang termasuk mewah atau saat penyerahan BKP mewah yang dilakukan oleh pengusaha yang merupakan produsen atau pabrikan dalam negeri dari BKP yang tergolong mewah tersebut.
Perbedaan lainnya, PPN adalah pajak tidak langsung karena langsung dipotong saat transaksi dan ditanggung oleh konsumen atau pembeli. Sementara PPnBM adalah pajak yang disetorkan oleh produsen atau pihak penjual alias pajak langsung, karena pajak akan dibebankan pada konsumen dalam harga jual. Pihak penjual tersebut yang akan memungut, menyetorkan, dan melaporkan PPnBM sehingga pihak penjual dikenal dengan istilah Pengusaha Kena Pajak atau PKP.
Baca juga: Esemka Tak Masuk Daftar Mobil Bebas Pajak PPnBM Sebagaimana namanya sebagai pajak barang mewah, PPnBM adalah pajak yang dipergunakan pemerintah untuk memungut pajak dari masyarakat yang relatif memiliki kemampuan daya beli yang besar, sehingga menciptakan keseimbangan pajak karena pajak PPnBM tidak manyasar masyarakat berpendapatan rendah.
- Selain itu, pemerintah juga menggunakan tarif PPnBM guna mengendalikan pola konsumsi masyarakat daru barang yang tergolong mewah, serta untuk melindungi produsen dalam negeri dari serbuan BKP mewah impor.
- Contoh PPnBM yakni pajak yang berlaku untuk barang-barang yang tergolong mewah seperti mobil, perhiasan, apartemen, rumah town house, pesawat udara, dan sejumlah barang mewah impor.
Baca juga: Relaksasi PPnBM Mobil Berlaku Hari Ini, Saham-saham Otomotif Menguat Selain, contoh PPnBM juga diberlakukan untuk pengendalian pemerintah seperti pengenaan pajak PPnBM pada minuman beralkohol hingga cerutu. Karena merupakan pajak yang langsung ditanggung konsumen, cara menghitung PPnBM adalah dengan mengalikan harga bruto penjualan terhadap tarif PPnBM yang berlaku yakni antara 10 persen sampai dengan 200 persen.
Barang yang bukan merupakan barang kebutuhan pokok Barang yang hanya dikonsumsi oleh masyarakat tertentu Barang yang hanya dikonsumsi oleh masyarakat berpenghasilan tinggi Barang yang dikonsumsi hanya untuk menunjukkan status atau kelas sosial
Sementara itu, menurut penjelasan Pasal 5 ayat (1) UU PPN Nomor 42 TAHUN 2009, tujuan penerapan PPnBM adalah:
Perlu keseimbangan pembebanan pajak antara konsumen yang berpenghasilan rendah dan konsumen yang berpenghasilan tinggi Perlu adanya pengendalian pola konsumsi atas BKP yang tergolong mewah Perlu adanya perlindungan terhadap produsen kecil atau tradisional Perlu untuk mengamankan penerimaan negara.
Baca juga: Ada Diskon PPnBM hingga 100 Persen, Sri Mulyani: Kalau Mau Beli Mobil Sebaiknya Sekarang Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram “Kompas.com News Update”, caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Berapa persen pajak Tas mewah?
#2 Pajak Dalam Rangka Impor (PDRI) – Pajak pertambahan nilai (PPN) dari nilai impor = 10%. Pajak penghasilan (PPh) pasal 22 dari nilai impor = 7,5%. Keterangan:
Jika tidak memiliki NPWP, besarnya PPN adalah 15%. Untuk tas berbahan kulit:
PPh jika memiliki NPWP adalah 10%, PPh jika tidak memiliki NPWP adalah 20%.