Pembayaran Pajak Melalui Pihak Lain Yang Tidak Bisa Dikreditkan Adalah?
PPN Terkait Faktur Pajak Yang Tidak Bisa Dikreditkan – Jenis PPN dan pajak masukan dimana faktur pajak yang dibuat adalah faktur pajak yang tidak bisa dikreditkan antara lain:
- PPN atas perolehan BKP/JKP yang dilakukan sebelum pengusaha yang bersangkutan ditetapkan sebagai PKP.
- PPN atas perolehan BKP/JKP yang tidak berhubungan langsung dengan kegiatan usaha PKP. Maksudnya, tidak memiliki hubungan dengan kegiatan produksi, distribusi, pemasaran dan manajemen PKP.
- Perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor berupa sedan dan station wagon, kecuali merupakan barang dagangan atau disewakan.
- PPN atas perolehan BKP/JKP yang didapat dari luar daerah paben sebelum pengusaha yang bersangkutan ditetapkan sebagai PKP.
- PPN atas perolehan BKP/JKP yang tidak memenuhi ketentuan pada UU No.42/2009 Tentang PPN dan PPnBM Pasal 13 Ayat (5) atau (9) atau tidak mencantumkan nama, alamat dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) pembeli/penerima BKP/JKP.
- PPN atas pemanfaatan BKP tidak berwujud atau atas pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean dimana faktur pajaknya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam UU No.42/2009 Tentang PPN dan PPnBM Pasal 13 Ayat (6).
- PPN atas perolehan BKP/JKP yang pajak masukan ditagih dengan menggunakan penerbitan ketetapan pajak.
- PPN atas perolehan BKP/JKP yang pajak masukannya tidak dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) masa pajak PPN, yang ditemukan pada waktu dilakukan pemeriksaan oleh DJP.
- PPN untuk perolehan BKP yang digunakan sebagai barang modal atau JKP sebelum PKP melakukan kegiatan berproduksi.
- Faktur pajak masukan yang sudah melebihi batas toleransi pengkreditan, yakni 3 bulan. Pajak masukan yang dapat dikreditkan, tetapi belum dikreditkan dengan pajak keluaran pada Masa Pajak yang sama, tidak dapat dikreditkan pada untuk masa pajak lebih dari 3 bulan setelah berakhirnya masa pajak yang bersangkutan.
- Pajak masukan yang dapat dikreditkan tetapi telah dibebankan sebagai biaya atau ditambahkan kepada harga perolehan BKP/JKP tidak boleh dikreditkan sebagai pajak masukan.
Faktur pajak masukan untuk PPN dan situasi pajak masukan di atas merupakan faktur pajak yang tidak dapat dikreditkan.
Contents
- 1 Kenapa pajak final tidak dapat dikreditkan?
- 2 Apakah semua pajak masukan dapat dikreditkan?
- 3 Siapa yang dikenai subjek pajak?
- 4 Apakah faktur pajak tidak lengkap bisa dikreditkan?
Apa yang dimaksud pajak yang tidak dapat dikreditkan?
Faktur Pajak Tidak Dapat Dikreditkan, Berikut Ini Penjelasannya Faktur pajak yang terkadang tidak dapat dikreditkan ialah faktur pajak masukan. Pajak masukan yang tidak dapat dikreditkan dengan pajak keluaran disebut dengan faktur pajak yang tidak dapat dikreditkan.
- Artinya, bahwa pajak masukan yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) tidak dapat menjadi pengurang pajak keluaran.
- Berdasarkan Undang-Undang PPN Nomor 42 Tahun 2009, Pajak Masukan ialah Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang seharusnya dibayar oleh PKP karena perolehan Barang dan/atau Jasa Kena Pajak (BKP/JKP) dan/atau pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar daerah pabean dan/atau pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean dan/atau impor BKP.
Dalam peraturan perpajakan Pasal 9 UU PPN, disebutkan bahwa terdapat prinsip dasar dalam mengkreditkan faktur pajak masukan yang antara lain ialah: 1. Pajak masukan dalam suatu tahun masa dikreditkan dengan pajak keluaran untuk masa pajak yang sama.2.
Pajak masukan yang belum dikreditkan dengan pajak keluaran pada saat masa pajak yang sama, masih bisa dikreditkan pada masa pajak berikutnya, paling lama 3 bulan setelah masa pajak yang bersangkutan dengan catatan belum dibebankan sebagai biaya dan belum dilakukan pemeriksaan.3. Mencatumkan identitas dalam faktur pajak yang memuat keterangan penyerahan BKP/JKP antara lain: – Nama, alamat, dan NPWP yang menyerahkan BKP/JKP.
– Nama, alamat, dan NPWP pembeli BKP/JKP. – Jenis barang atau jasa, jumlah harga jual atau penggantian, dan potongan harga. – PPN yang dipungut. – Kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan faktur pajak. – Nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani faktur pajak.4.
PKP yang belum melakukan kegiatan produksi sehingga secara otomatis belum melakukan penyerahan terutang pajak, maka pajak masukan terkait perolehan dan/atau impor barang dapat dikreditkan.5. Pajak masukan yang dikreditkan harus menggunakan faktur pajak yang sesuai dengan peraturan yang berlaku. Tercantum dalam Pasal 9 ayat (8) UU PPN 42/2009 terkait jenis faktur pajak yang dibuat dari PPN atau pajak masukan yang tidak dapat dikreditkan antara lain: 1.
Perolehan BKP/JKP sebelum pengusaha dikukuhkan sebagai PKP.2. Perolehan BKP/JKP yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha.3. Perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor berupa sedan dan station wagon, kecuali merupakan barang dagangan atau disewakan.4.
- Pemanfaatan BKP tidak berwujud atau pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean sebelum pengusaha dikukuhan sebagai PKP.5.
- Perolehan BKP/JKP yang faktur pajaknya tidak memenuhi ketentuan seperti mencantumkan keterangan tentang penyerahan BKP/JKP atau tidak mencantumkan identitas seperti nama, alamat, dan NPWP pembeli BKP/JKP.6.
Pemanfaatan BKP tidak berwujud atau pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean yang faktur pajaknya tidak memenuhi ketentuan seperti yang telah diatur DJP terkait penetapan dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan faktur pajak.7. Perolehan BKP/JKP yang pajak masukannya ditagih dengan penerbitan ketetapan pajak.8.
Perolehan BKP/JKP yang pajak masukannya tidak dilaporkan dalam SPT Masa PPN yang ditemukan pada waktu dilakukan pemeriksaan.9. Perolehan BKP selain barang modal atau JKP sebelum PKP berproduksi. Dalam hal ini, PKP dapat mengurangkan atau mengkreditkan pajak masukan dalam suatu masa dengan pajak keluaran yang sama.
Apabila dalam masa pajak tersebut lebih besar pajak keluaran maka kelebihan tersebut harus disetorkan ke kas negara, sebaliknya jika dalam masa pajak tersebut pajak masukan lebih besar dari pajak keluaran maka kelebihan tersebut dapat dikompensasikan ke masa pajak berikutnya atau diajukan restitusi.
Kenapa pajak final tidak dapat dikreditkan?
Kenali Apa Itu PPh Final – Pajak Penghasilan (PPh) Final merupakan salah satu jenis pajak yang dikenakan dengan tarif dasar pengenaan pajak (DPP) tertentu. Yang mana berbeda dengan skema pajak secara umum atas suatu penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam sepanjang tahun pajak berjalan.
Jadi, bisa dikatakan jika PPh Final merupakan pajak yang tidak diikutsertakan lagi dalam penghitungan PPh Terutang tahunan. Hal ini berarti bahwa suatu PPh yang sudah bersifat final, maka tidak dapat untuk dikreditkan dengan PPh Terutang. Berdasarkan pada ulasan di atas, bisa dikatakan jika suatu penghasilan yang telah dikenai PPh Final tidak akan dihitung lagi PPh atau pajaknya pada Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan.
Dimana PPh final ini tidak dihitung lagi pajaknya dengan penghasilan lain yang tidak final atau non final untuk dikenai tarif progresif. Hal ini sebagaimana yang telah disebutkan dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan (PPh). Konsultan pajak Serpong adalah solusi masalah pajak anda.
Apakah semua pajak masukan dapat dikreditkan?
Pajak Pertambahan Nilai ( PPN ) di Indonesia menggunakan sistem pengkreditan (credit methode) dimana pajak masukan dalam suatu masa pajak dikreditkan dengan pajak keluaran dalam masa pajak yang sama. Namun, tidak semua pajak masukan dapat dikreditkan.
Apakah PPN Tidak Dipungut dapat dikreditkan?
PPN PM yang berkaitan dengan penyerahan BKP dan/atau JKP yang mendapat fasilitas PPN tidak dipungut tetap dapat dikreditkan sedangkan PPN PM yang berkaitan dengan penyerahan BKP dan/atau JKP yang memperoleh pembebasan PPN tersebut tidak dapat dikreditkan.
Apakah faktur pajak tidak lengkap bisa dikreditkan?
Forum : Faktur Pajak Tidak Lengkap, Faktur Pajak Terlambat Dibuat, dan Faktur Pajak Dianggap Tidak Dibuat moderator (Moderator) Jul 11, 2022 2:31 PM Faktur Pajak Tidak Lengkap, Faktur Pajak Terlambat Dibuat, dan Faktur Pajak Dianggap Tidak Dibuat Direktur Jenderal Pajak melalui Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor PER- 03/PJ/2022 tentang Faktur pajak mengatur batasan Persyaratan Formal dan Material Faktur Pajak, Faktur Pajak Tidak Lengkap, Faktur Pajak Terlambat Dibuat, dan Faktur Pajak Dianggap Tidak Dibuat.
- Persyaratan Formal dan Material Faktur Pajak
- Faktur Pajak memenuhi persyaratan formal apabila diisi secara benar, lengkap, dan jelas, sesuai dengan persyaratan yaitu bahwa keterangan tentang penyerahan BKP dan/atau JKP yang harus dicantumkan dalam Faktur Pajak paling sedikit memuat:
- 1) nama, alamat, dan NPWP yang menyerahkan BKP atau JKP,
- 2) identitas Pembeli BKP atau Penerima JKP yang meliputi:
- a) nama, alamat, dan NPWP, bagi Wajib Pajak dalam negeri badan dan instansi pemerintah;
- b) nama, alamat, dan NPWP atau NIK, bagi subjek pajak dalam negeri orang pribadi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
- c) nama, alamat, dan nomor paspor, bagi subjek pajak luar negeri orang pribadi; atau
- d) nama dan alamat, bagi subjek pajak luar negeri badan atau bukan merupakan subjek pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 3 Undang-Undang mengenai pajak penghasilan;
- 3) jenis barang atau jasa, jumlah harga jual atau penggantian, dan potongan harga;
- 4) PPN yang dipungut;
- 5) PPnBM yang dipungut;
- 6) kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan
- 7) nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak.
- Faktur Pajak memenuhi persyaratan material apabila berisi keterangan yang sebenarnya atau sesungguhnya mengenai penyerahan BKP dan/atau JKP, ekspor BKP berwujud, ekspor BKP tidak berwujud, ekspor JKP, impor BKP, atau pemanfaatan BKP tidak berwujud dan/atau pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean.
- Faktur Pajak Tidak Lengkap
- Faktur Pajak yang tidak memenuhi persyaratan formal dalam hal:
- 1) e-Faktur tidak mencantumkan keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 PER- 03/PJ/2022 atau Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) PER- 03/PJ/2022 tidak mencantumkan keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2) PER- 03/PJ/2022;
- 2) mencantumkan keterangan yang tidak sebenarnya atau se sungguhnya; dan/atau
- 3) berisi keterangan yang tidak sesuai dengan ketentuan pengisian keterangan sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal ini.
Faktur Pajak sebagaimana dimaksud merupakan Faktur Pajak yang diisi secara tidak lengkap. PKP yang membuat Faktur Pajak yang diisi secara tidak lengkap dikenai sanksi administratif sesuai dengan Pasal 14 ayat (4) Undang-Undang KUP. PPN yang tercantum dalam Faktur Pajak yang diisi secara tidak lengkap merupakan Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan.
- Faktur Pajak Terlambat Dibuat
- Faktur Pajak terlambat dibuat dalam hal tanggal yang tercantum dalam Faktur Pajak melewati saat Faktur Pajak seharusnya dibuat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) PER- 03/PJ/2022 atau Pasal 4 ayat (3) PER- 03/PJ/2022, Sesuai dengann Pasal 3 ayat (2) PER- 03/PJ/2022, Faktur Pajak wajib Faktur Pajak wajib dibuat pada:
- 1) saat penyerahan BKP dan/atau JKP;
- 2) saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum penyerahan BKP dan/atau sebelum penyerahan JKP;
- 3) saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan;
- 4) saat ekspor BKP berwujud, ekspor BKP tidak berwujud, dan/atau ekspor JKP; atau
- 5) saat lain yang diatur dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang PPN.
- Selanjutnya, sesuai Pasal 4 ayat (3) PER- 03/PJ/2022, Faktur Pajak gabungan Faktur Pajak wajib dibuat paling lama pada akhir bulan penyerahan BKP dan/atau JKP.
- PKP yang membuat Faktur Pajak terlambat dibuat dikenai sanksi administratif sesuai dengan Pasal 14 ayat (4) Undang-Undang KUP.
- Faktur Pajak Dianggap Tidak Dibuat
- Faktur Pajak dianggap tidak dibuat dalam hal Faktur Pajak dibuat setelah melewati jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak saat Faktur Pajak seharusnya dibuat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) PER- 03/PJ/2022 atau Pasal 4 ayat (3) PER- 03/PJ/2022.
- PKP yang membuat Faktur Pajak Dianggap Tidak Dibuat dikenai sanksi administratif sesuai dengan Pasal 14 ayat (4) Undang-Undang KUP. PPN yang tercantum dalam Faktur Pajak Dianggap Tidak Dibuat
- merupakan Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan.
: Forum : Faktur Pajak Tidak Lengkap, Faktur Pajak Terlambat Dibuat, dan Faktur Pajak Dianggap Tidak Dibuat
Faktur pajak Sederhana apakah bisa dikreditkan?
Knp faktur pajak sederhana tidak bisa dikreditkan oleh pembeli BKP?
selamat pagi sahabat ortax, mungkin pertanyaan saya sedikit tidak berbobot, tetapi ada rasa ingin tahu yang lebih dalam diri saya mengenai topik ‘knp faktur pajak sederhana tidak dapat dikreditkan oleh pembeli BKP?’ apakah yang mendasari hal demikian? dimana saya sudah cek ke kep. DJP no. KEP-524/PJ./2000 tidak ada penjelasan yang detail. mohon bantuannya kepada sahabat-sahabat ortax. terima kasih
Pasal 5 kep 524Faktur Pajak Sederhana tidak dapat digunakan oleh pembeli Barang Kena Pajak dan atau penerima Jasa Kena Pajak sebagai dasar untuk pengkreditan Pajak Masukan.Pasal 9 (8) huruf e UU ppn no 18 th 2000 (terkait kep diatas)Pajak Masukan tidak dapat dikreditkan menurut cara sebagaimana diatur dalam ayat (2) bagi pengeluaran untuk:perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang bukti pungutannya berupa Faktur Pajak SederhanaSalam
Karena FP tersebut tidak memuat informasi yg lengkap sehingga tidak dapat dikreditkan. Kalau lengakap namanya FP Standar bukan sederhana. semoga bisa membantu untuk di pahami. berdasarkanuu ppn yang baru faktur pajak sederhana sudah tidak ada lage yang ada faktur pajak atau faktur pajak gabungan. sebenarnya saya ingin mengetahui jawaban melalui pendekatan teoritis. klo praktis jelas apa yang disebutkan dalam UU tp kalo dari sisi teori apa yang menyebabkan pengenaan PPN dalam FPS tdk dpt dikreditkan? klo di KEP kurang lebih disebutkan karena penyerahan BKP atau JKP diserahkan kepada konsumen akhir, kalau demikian konsumen akhir akan selalu merugi krn tdk bisa mengkreditkan PPN yang telah dibayar. mohon bantuannya 🙂 berdasarkan pasal 9 ayat (8) huruf f menunjukan bahwa pajak masukan yang dikreditkan harus menggunakan faktur pajak yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam pasal 13 ayat (5) dan pasal 13 (9) UU PPN, sedangkan faktur pajak sederhana tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam pasal 13 ayat (5) dan pasal 13 (9) UU PPN. *CMIIW Originaly posted by edwinlubis: sebenarnya saya ingin mengetahui jawaban melalui pendekatan teoritis. klo praktis jelas apa yang disebutkan dalam UU tp kalo dari sisi teori apa yang menyebabkan pengenaan PPN dalam FPS tdk dpt dikreditkan? Secara teoritis dan logis, ya?1. Hanya ditujukan kepada konsumen akhir, dan kebanyakan konsumen akhir adalah mengkonsumsi BKP tsb sehingga tidak ada niat/tujuan untuk pengkreditan.2. Karena hanya ditujukan kepada konsumen akhir, maka boleh diterbitkan FP sederhana yang identitas pembelinya tidak diisi secara lengkap. Dan FP yang identitasnya pembelinya tidak jelas tidak dapat dikreditkan. Seandainya boleh dikreditkan maka bisa saja terjadi tukar-tukaran/jual beli/pengalihan FP dan ada bursa FP, he.he.he.
: Knp faktur pajak sederhana tidak bisa dikreditkan oleh pembeli BKP?
PPh final apakah bisa dikreditkan?
Baca juga Sejarah PPh Final di Indonesia – Pajak Penghasilan tidak final tidak akan memotong suatu penghasilan saat itu juga, sehingga Wajib Pajak akan ditetapkan belum melunasi kewajiban perpajakan sebelum melaporkan pajak. Akan dianggap lunas saat perhitungan dan pelaporan pajak di akhir tahun telah selesai. Beberapa perbedaan PPh final dan PPh tidak final adalah:
Dalam SPT Tahunan PPh badan, PPh final tidak digabungkan dengan penghasilan lain yang dikenai tarif umum dalam. Sedangkan, penghasilan pada PPh tidak final digabungkan dengan penghasilan lain yang dikenakan tarif umum. PPh Final, biaya yang berkaitan untuk menagih, menghasilkan, dan memelihara penghasilan yang dikenai PPh tidak dapat dikurangkan. Sedangkan pada PPh tidak final, biaya tersebut dapat dikurangkan. Bukti potong PPh untuk PPh final tidak dapat diperhitungkan sebagai kredit pajak bagi pihak yang dipotong ataupun dipungut. Kebalikannya, bukti potong PPh tidak final dapat dihitung sebagai kredit pajak. Tarif PPh final ditetapkan berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) atau Keputusan Menteri Keuangan (KMK). Sedangkan tarif PPh tidak final adalah tarif umum seperti yang diatur dalam Pasal 17 UU PPh.
Tersebut merupakan urian perbedaan antara PPh final dan PPh tidak final. Sebagai Wajib Pajak, kita perlu mengetahui jenis pajak supaya memudahkan kita dalam proses pelaporan pajak. Singkatnya, jika PPh final artinya pajak yang sudah selesai maka PPh tidak final merupakan kebalikannya yaitu pajak yang masih belum selesai.
Apakah pajak sewa bisa dikreditkan?
Ketentuan Pengkreditan Pajak Masukan –
- Pengusaha Kena Pajak yang menyewakan ruangan dapat mengkreditkan Pajak Pertambahan Nilai (Pajak Masukan) yang dibayar atas perolehan barang dan jasa untuk pengoperasian gedung atau ruangan yang disewakan.
- Pihak yang menyewa ruangan atau kantor:
- Apabila penyewa adalah Pengusaha Kena Pajak, maka PPN (Pajak Masukan) yang dibayar atas ruangan yang disewa merupakan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan. Sepanjang Faktur Pajaknya adalah berupa Faktur Pajak Standar.
- Apabila ruangan atau kantor yang disewa dalam penggunaannya memiliki fungsi ganda, misalnya digunakan untuk kantor dan tempat tinggal, maka Pajak Masukan yang dapat dikreditkan adalah sebanding dengan bagian ruangan yang digunakan untuk kantor. Bangunan yang disewa terdiri dari dua lantai, lantai satu digunakan untuk kantor, dan lantai dua digunakan untuk tempat tinggal. Pajak Pertambahan Nilai (Pajak Masukan) yang dapat dikreditkan adalah sebanding dengan luas ruangan (bangunan) yang digunakan untuk kantor. Yaitu setengah dari jumlah PPN (Pajak Masukan) yang dibayar atas ruangan (bangunan) yang disewa tersebut.
Apakah PPh Final merupakan kredit pajak?
PPH Final – PPh final adalah pajak yang dikenakan dengan besaran tarif dan dasar pengenaan pajak atas penghasilan yang didapatkan dalam kurun satu tahun. PPh final yang pemungutuan atau pemotongannya dilakukan oleh pihak lain merupakan peluanan PPh terutang atas penghasilan.
Apa yang dimaksud dengan pengecualian pajak?
Pengecualian Pajak adalah tax exemption yaitu hak yang dijamin undang-undang untuk dibebaskan dari kewajiban membayar pajak karena bukan subjek dan objek pajak, seperti properti yang digunakan untuk tujuan pendidikan, keagamaan, sosial, konsul-konsul, dan wakil diplomat asing. Referensi : Kamus BI
Siapa yang dikenai subjek pajak?
Pengertian Subjek Pajak – Subjek pajak adalah istilah dalam peraturan perundang undangan perpajakan untuk perorangan atau organisasi berdasarkan peraturan perundang undangan perpajakan yang berlaku. Seseorang atau suatu badan merupakan subjek pajak, tetapi bukan berarti orang atau badan itu punya kewajiban pajak.
Pengertian disini meliputi orang pribadi, warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, badan, dan bentuk usaha tetap. Peraturan perundang undangan perpajakan yang mengatur tentang pajak penghasilan yang berlaku sejak 1 Januari 1984 adalah Undang undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang pajak penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang Undang Nomor 10 Tahun 1994.Undang undang pajak penghasilan ini dilandasi falsafah Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945 yang didalamnya tertuang ketentuan hak yang menjunjung tinggi hak warga negara dan yang menempatkan kewajiban perpajakan sebagai kewajiban kenegaraan dan merupakan sarana peran serta rakyat dalam pembiayaan negara dan pembangunan nasional.
Grameds bisa menambah pengetahuan tentang pajak dengan membaca buku dan dapatkan bukunya yang tersedia di www.gramedia.com,
Kenapa pajak masukan tidak dapat dikreditkan diatur dalam pasal berapa?
Sehubungan dengan masih adanya perbedaan penafsiran berkenaan dengan Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (8) UU PPN 1984 serta pembebanannya sebagai biaya yang boleh dikurangkan dari penghasilan bruto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 1985 tentang Pelaksanaan Pajak Penghasilan 1984, dengan ini disampaikan penjelasan dan penegasan sebagai berikut : 1. Dalam Pasal 9 ayat (8) huruf a, b dan c Undang-undang PPN 1984 telah ditetapkan bahwa Pajak Masukan tidak dapat dikreditkan terhadap Pajak Keluaran bagi pengeluaran untuk : a. pembelian Barang atau Jasa sebelum Pengusaha dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak. b. pembelian Barang dan pengeluaran biaya lain yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan proses menghasilkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak. c. pembelian dan pemeliharaan kendaraan bermotor sedan, jeep, station wagon, van dan kombi. 2. Pedoman lanjut mengenai pengertian Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (8) huruf b Undang-undang PPN 1984 telah diberikan dalam Keputusan Menteri Keuangan dan Surat Edaran dari Direktur Jenderal Pajak yaitu: 2.1. Keputusan Menteri Keuangan Nomor: 1441b/KMK.04/1989 tanggal 29 Desember 1989. Dalam Pasal 1 ayat (3) Keputusan Menteri Keuangan tersebut telah digariskan mengenai Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan yaitu untuk: a. Pembelian BKP/JKP sebelum Pengusaha dikukuhkan menjadi PKP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (8) huruf a UU. PPN 1984. b. Pembelian dan pemeliharaan kendaraan bermotor sedan, jeep, station wagon, van dan kombi sesuai dengan Pasal 9 ayat (8) huruf c Undang-undang PPN 1984 kecuali untuk barang dagangan atau untuk digunakan secara langsung sesuai dengan bidang usahanya. c. Pembelian yang sifatnya untuk kepentingan pribadi Pemilik/Pemegang saham, Direktur, Komisaris dan Karyawan. d. Penyerahan yang Pajak Keluarannya ditanggung Pemerintah kecuali ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan. e. Perolehan BKP/JKP yang Pajak Pertambahan Nilainya ditanggung Pemerintah. 2.2. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak No.: SE-50/PJ.71/1989 tanggal 2 Desember 1989 dengan lampiran Buku Petunjuk Umum Pembukuan Untuk Perpajakan. Dalam butir 5.5. Buku Petunjuk Umum Pembukuan Untuk Perpajakan telah diberikan Pedoman Pengkreditan Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan karena tergolong tidak mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha, antara lain Pajak Masukan untuk : – perolehan Barang Kena Pajak/Jasa Kena Pajak untuk kepentingan Direktur, pengurus perusahaan maupun karyawan. – pemberian natura kepada karyawan. – hadiah/sumbangan sepanjang Barang Kena Pajak yang dihadiahkan/ disumbangkan adalah bukan hasil produksinya. – penyerahan Barang Kena Pajak/Jasa Kena Pajak yang Pajak Keluarannya ditanggung Pemerintah. 2.3. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak No.: SE-65/PJ.3/1985 (Seri PPN-66). Dalam Surat Edaran tersebut ditegaskan bahwa Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (8) huruf b UU PPN 1984 adalah Pajak Masukan yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan proses pabrikasi dan distribusi antara lain Pajak Masukan atas pembelian bahan bakar untuk kendaraan direksi dan karyawan, Pajak Masukan atas pengeluaran biaya representasi, jamuan, pengeluaran lain yang sifatnya konsumtif serta pengeluaran yang umumnya termasuk biaya overhead. 3. Perlakuan Pajak Penghasilan. 3.1. Berdasarkan Pasal 1 Peraturan Pemerintah No.42 Tahun 1985 tentang Pelaksanaan PPh 1984, pada dasarnya PPN yang boleh dikurangkan dari penghasilan bruto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a UU PPh 1984 adalah sebesar PPN yang tidak dapat dikreditkan berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983, 3.2. PPN Pajak Masukan dapat digolongkan sebagai berikut : a. PPN Pajak Masukan yang dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran, sehingga PPN Pajak Masukan tersebut tidak merupakan beban biaya bagi perusahaan. b. PPN Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran dapat digolongkan : b.1. PPN Pajak Masukan yang berkenaan dengan pengeluaran-pengeluaran untuk memperoleh Barang dan Jasa yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a UU PPh 1984. b.2. PPN Pajak Masukan yang berkenaan dengan pengeluaran-pengeluaran untuk pembelian Barang dan Jasa yang tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 UU PPh 1984. 3.3. Dalam melaksanakan ketentuan Pasal 1 PP No.42 Tahun 1985 tersebut hendaknya tetap dalam rangka melaksanakan ketentuan dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a jo. Pasal 9 UU PPh 1984. Oleh karena itu perlu ditegaskan bahwa Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan yang berkenaan dengan pengeluaran-pengeluaran yang termasuk dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a UU PPh 1984, dapat dikurangkan dari penghasilan bruto dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak. Sebaliknya Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan yang berkenaan dengan pengeluaran-pengeluaran yang termasuk dalam Pasal 9 ayat (1) UU PPh1984, tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto. 4. Sehubungan dengan hal itu, untuk lebih memberikan kepastian dan keseragaman pengertian tentang Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan serta pembebanannya sebagai biaya yang boleh dikurangkan dari penghasilan bruto dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak, dengan ini diberikan petunjuk lebih lanjut tentang Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan dan pembebanannya sebagai biaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 1985 dihubungkan dengan sifat, tujuan serta usul-usul BKP/JKP yang digunakan sebagai berikut : 4.1. BKP yang berasal dari produksi sendiri: 4.1.1. Pemakaian sendiri : Pemakaian sendiri hasil produksi sendiri dilihat dari tujuan pemakaiannya dibedakan dalam : a. Pemakaian sendiri untuk tujuan konsumtif. Atas pemakaian sendiri oleh PKP untuk tujuan konsumtif BKP yang berasal dari produksinya sendiri terutang PPN. PPN tersebut merupakan Pajak Keluaran dan juga merupakan Pajak Masukan bagi PKP yang bersangkutan. Pajak Masukan yang dibayar oleh PKP yang bersangkutan tidak dapat dikreditkan. Contoh : Pabrikan minuman ringan menggunakan hasil produksinya untuk konsumsi karyawan atau para tamu. Perlakuan PPN : PPN dan/atau PPn BM harus dibayar oleh pengusaha yang bersangkutan sesuai dengan Pasal 1 huruf d angka 1 huruf e jo Pasal 4 ayat (1) huruf a angka 1 UU PPN 1984. PPN yang dibayar merupakan Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan. Perlakuan PPh : Untuk pembebanan sebagai biaya perusahaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 PP No.42 tahun 1985, maka PPN yang tidak dapat dikreditkan dapat dikurangkan dari penghasilan bruto sepanjang pengeluarannya termasuk biaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a UU PPh 1984 yaitu biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan. Sebaliknya apabila PPN yang tidak dapat dikreditkan tersebut berasal dari pengeluaran yang tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf d, f, h dan i UU PPh 1984, maka PPN yang dibayar tidak dapat dibebankan sebagai biaya. Dengan demikian, maka dalam hal minuman tersebut disuguhkan kepada para tamu dalam kaitannya dengan usaha untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan, maka atas pengeluaran untuk minuman tersebut dapat dibebankan sebagai biaya sesuai dengan ketentuan Pasal 6 ayat (1) huruf a UU Pajak Penghasilan 1984. Apabila minuman tersebut diberikan untuk konsumsi karyawan, maka atas pengeluaran untuk minuman tersebut berdasarkan ketentuan Pasal 9 ayat (1) huruf d UU Pajak Penghasilan 1984 tidak dapat dikurangkan sebagai biaya perusahaan karena merupakan kenikmatan (fringe benefit) dan bagi karyawan bukan merupakan penghasilan. b. Pemakaian sendiri untuk tujuan produktif.Yang dimaksud pemakaian sendiri untuk tujuan produktif adalah pemakaian hasil produksi sendiri untuk keperluan yang berhubungan langsung dengan kegiatan usahanya. Contoh : Pabrikan mobil/truck mempergunakan sendiri truck yang diproduksinya untuk kegiatan usaha mengangkut bahan baku spare parts/barang dagangan dari suatu tempat ke pabriknya atau ke tempat pembeli. Perlakuan PPN : Atas pemakaian sendiri ini terutang PPN. Pajak Keluaran harus dibayar sendiri oleh pengusaha yang bersangkutan. PPN yang dibayar merupakan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan. Perlakuan PPh : Karena telah dikreditkan sebagai Pajak Masukan maka PPN tidak dapat di bebankan sebagai biaya untuk menghitung Penghasilan Kena Pajak. 4.1.2. Pemberian cuma-cuma. Penyerahan hasil produksi sendiri untuk pemberian cuma-cuma kepada pihak lain terutang PPN. PPN tersebut merupakan Pajak Keluaran dan juga Pajak Masukan bagi PKP yang bersangkutan. PPN yang dibayar merupakan Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan. Untuk PPh, sepanjang pemberian cuma-cuma seperti ini termasuk dalam pengertian pemberian natura kepada karyawan sebagaimana dimaksud dalam Buku Petunjuk Umum Pembukuan Untuk Perpajakan dan termasuk dalam pengertian fringe benefit, sumbangan, hibah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf d, f, h dan i UU PPh 1984, Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan tidak dapat dibebankan sebagai biaya. 4.2. BKP yang berasal bukan dari produksi sendiri : Untuk PPN, Pajak Masukan atas perolehan BKP yang berasal bukan dari produksinya sendiri yang digunakan untuk pemakaian sendiri dengan tujuan konsumtif maupun pemberian cuma-cuma berupa hadiah/sumbangan tidak dapat dikreditkan sebagaimana ditegaskan dalam Buku Petunjuk Umum Pembukuan Untuk Perpajakan. Untuk PPh, apabila pengeluaran tersebut termasuk dalam pengeluaran yang tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf d,f, h dan i UU PPh tahun 1984, maka Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan yang berkenaan dengan pengeluaran tersebut juga tidak dapat dibebankan sebagai biaya.Demikian untuk dimaklumi dan supaya penegasan ini disebar-luaskan kepada semua pihak di wilayah kerja Saudara masing-masing. Drs. MAR’IE MUHAMMAD
Apakah faktur pajak tidak lengkap bisa dikreditkan?
Forum : Faktur Pajak Tidak Lengkap, Faktur Pajak Terlambat Dibuat, dan Faktur Pajak Dianggap Tidak Dibuat moderator (Moderator) Jul 11, 2022 2:31 PM Faktur Pajak Tidak Lengkap, Faktur Pajak Terlambat Dibuat, dan Faktur Pajak Dianggap Tidak Dibuat Direktur Jenderal Pajak melalui Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor PER- 03/PJ/2022 tentang Faktur pajak mengatur batasan Persyaratan Formal dan Material Faktur Pajak, Faktur Pajak Tidak Lengkap, Faktur Pajak Terlambat Dibuat, dan Faktur Pajak Dianggap Tidak Dibuat.
- Persyaratan Formal dan Material Faktur Pajak
- Faktur Pajak memenuhi persyaratan formal apabila diisi secara benar, lengkap, dan jelas, sesuai dengan persyaratan yaitu bahwa keterangan tentang penyerahan BKP dan/atau JKP yang harus dicantumkan dalam Faktur Pajak paling sedikit memuat:
- 1) nama, alamat, dan NPWP yang menyerahkan BKP atau JKP,
- 2) identitas Pembeli BKP atau Penerima JKP yang meliputi:
- a) nama, alamat, dan NPWP, bagi Wajib Pajak dalam negeri badan dan instansi pemerintah;
- b) nama, alamat, dan NPWP atau NIK, bagi subjek pajak dalam negeri orang pribadi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
- c) nama, alamat, dan nomor paspor, bagi subjek pajak luar negeri orang pribadi; atau
- d) nama dan alamat, bagi subjek pajak luar negeri badan atau bukan merupakan subjek pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 3 Undang-Undang mengenai pajak penghasilan;
- 3) jenis barang atau jasa, jumlah harga jual atau penggantian, dan potongan harga;
- 4) PPN yang dipungut;
- 5) PPnBM yang dipungut;
- 6) kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan
- 7) nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak.
- Faktur Pajak memenuhi persyaratan material apabila berisi keterangan yang sebenarnya atau sesungguhnya mengenai penyerahan BKP dan/atau JKP, ekspor BKP berwujud, ekspor BKP tidak berwujud, ekspor JKP, impor BKP, atau pemanfaatan BKP tidak berwujud dan/atau pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean.
- Faktur Pajak Tidak Lengkap
- Faktur Pajak yang tidak memenuhi persyaratan formal dalam hal:
- 1) e-Faktur tidak mencantumkan keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 PER- 03/PJ/2022 atau Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) PER- 03/PJ/2022 tidak mencantumkan keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2) PER- 03/PJ/2022;
- 2) mencantumkan keterangan yang tidak sebenarnya atau se sungguhnya; dan/atau
- 3) berisi keterangan yang tidak sesuai dengan ketentuan pengisian keterangan sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal ini.
Faktur Pajak sebagaimana dimaksud merupakan Faktur Pajak yang diisi secara tidak lengkap. PKP yang membuat Faktur Pajak yang diisi secara tidak lengkap dikenai sanksi administratif sesuai dengan Pasal 14 ayat (4) Undang-Undang KUP. PPN yang tercantum dalam Faktur Pajak yang diisi secara tidak lengkap merupakan Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan.
- Faktur Pajak Terlambat Dibuat
- Faktur Pajak terlambat dibuat dalam hal tanggal yang tercantum dalam Faktur Pajak melewati saat Faktur Pajak seharusnya dibuat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) PER- 03/PJ/2022 atau Pasal 4 ayat (3) PER- 03/PJ/2022, Sesuai dengann Pasal 3 ayat (2) PER- 03/PJ/2022, Faktur Pajak wajib Faktur Pajak wajib dibuat pada:
- 1) saat penyerahan BKP dan/atau JKP;
- 2) saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum penyerahan BKP dan/atau sebelum penyerahan JKP;
- 3) saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan;
- 4) saat ekspor BKP berwujud, ekspor BKP tidak berwujud, dan/atau ekspor JKP; atau
- 5) saat lain yang diatur dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang PPN.
- Selanjutnya, sesuai Pasal 4 ayat (3) PER- 03/PJ/2022, Faktur Pajak gabungan Faktur Pajak wajib dibuat paling lama pada akhir bulan penyerahan BKP dan/atau JKP.
- PKP yang membuat Faktur Pajak terlambat dibuat dikenai sanksi administratif sesuai dengan Pasal 14 ayat (4) Undang-Undang KUP.
- Faktur Pajak Dianggap Tidak Dibuat
- Faktur Pajak dianggap tidak dibuat dalam hal Faktur Pajak dibuat setelah melewati jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak saat Faktur Pajak seharusnya dibuat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) PER- 03/PJ/2022 atau Pasal 4 ayat (3) PER- 03/PJ/2022.
- PKP yang membuat Faktur Pajak Dianggap Tidak Dibuat dikenai sanksi administratif sesuai dengan Pasal 14 ayat (4) Undang-Undang KUP. PPN yang tercantum dalam Faktur Pajak Dianggap Tidak Dibuat
- merupakan Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan.
: Forum : Faktur Pajak Tidak Lengkap, Faktur Pajak Terlambat Dibuat, dan Faktur Pajak Dianggap Tidak Dibuat
Apakah PPN Tidak Dipungut dapat dikreditkan?
PPN PM yang berkaitan dengan penyerahan BKP dan/atau JKP yang mendapat fasilitas PPN tidak dipungut tetap dapat dikreditkan sedangkan PPN PM yang berkaitan dengan penyerahan BKP dan/atau JKP yang memperoleh pembebasan PPN tersebut tidak dapat dikreditkan.
Apa itu di kreditkan?
pengertian dkreditkan
Dear rekan, maksud kata dikreditkan dalam dunia pajak seprti apa ya?? contohnya seperti :”ppn masukan dikreditkan ” dll. mohon pencerahanyathx maklum newbie Originaly posted by alefandi: maksud kata dikreditkan dalam dunia pajak seprti apa ya?? contohnya seperti :”ppn masukan dikreditkan Maksudnya terminologi “direditkan” adalah bahwa nilai PPN yang dibayarkan oleh Wajib Pajak (yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak) atas pembelian BKP/JKP dapat di jadikan pengurang atas PPN Keluaran yang harus disetor oleh WP atas penjualan BKP atau JKP. Hal ini dikenal dengan konsep PK-PM.Ilustrasi.WP A menjual BKP/JKP = 10.000.000, maka PPN = 1.000.000WP A membeli NKP/JKP dan membayar PPN sebesar 800.000Maka PPN masukan atas pembelian tersebut dikreditkan dengan PPN Keluaran PK – PM = 1.000.000 – 800.000 = 200.000 Nilai 200 ribu tersebut adalah kurang bayar yang harus di setor ke kas negara.
: pengertian dkreditkan