Persentase Tarif Pajak Penghasilan Yang Dikenakan Oleh Wajib Pajak Minimal?
3. Tarif Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 – Sesuai dengan Pasal 17 ayat 1, tarif pajak penghasilan pribadi yang memiliki NPWP dengan menggunakan tarif progresif adalah sebagai berikut:
Wajib Pajak dengan penghasilan tahunan sampai dengan Rp50.000.000,- adalah 5%. Wajib Pajak dengan penghasilan tahunan di atas Rp50.000.000,- sampai dengan Rp250.000.000,- adalah 15%. Wajib Pajak dengan penghasilan tahunan di atas Rp250.000.000,- sampai dengan Rp500.000.000,- adalah 25%. Wajib Pajak dengan penghasilan tahunan di atas Rp500.000.000,- adalah 30%. Untuk Wajib Pajak yang tidak memiliki NPWP, dikenai tarif 20% lebih tinggi dari mereka yang memiliki NPWP.
Untuk wajib pajak yang tidak memiliki NPWP, dikenakan tarif 20% lebih tinggi dari mereka yang memiliki NPWP
Jumlah PPh21 yang harus dipotong adalah sebesar 120% dari jumlah PPh21 yang seharusnya dipotong dalam hal yang bersangkutan memiliki NPWP Ketentuan di atas diterapkan untuk pemotongan PPh Pasal 21 yang bersifat tidak final Dalam hal pegawai tetap atau penerima pensiun berkala sebagai penerima penghasilan yang telah dipotong PPh Pasal 21 dengan tarif yang lebih tinggi mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP dalam tahun kalender yang bersangkutan paling lama sebelum pemotongan PPh Pasal 21 untuk Masa Pajak Desember, selisih pengenaan tarif sebesar 20% lebih tinggi tersebut diperhitungkan untuk bulan-bulan selanjutnya setelah memiliki NPWP
Baca juga: Perbedaan PPh 21 dan PPh 23 yang Harus Anda Ketahui
Contents
- 1 Berapa persen tarif pajak penghasilan?
- 2 Tarif pajak 22% berlaku kapan?
- 3 Wajib pajak Siapa saja yang boleh menggunakan PP 23 atau tarif 0 5 %?
- 4 Berapa besar tarif pajak?
- 5 Pajak 11% berlaku sejak kapan?
- 6 PPh 23 dikenakan ke siapa?
- 7 PPh pasal 15 untuk apa?
- 8 Pajak 35% untuk penghasilan berapa?
- 9 Berapa persen PPh 21 tahun 2022?
- 10 Berapa persen PPh 21 karyawan per bulan?
Berapa persen tarif pajak penghasilan?
Perhitungan Pajak Penghasilan (PPh) – Setelah Anda mengetahui besaran PKP, kemudian tentukan persentase perhitungan pajak penghasilan (PPh) yang diterapkan dengan ketentuan sebagai berikut:
- PKP kurang dari Rp50.000.000 dikenai tarif pajak sebesar 5%
- PKP antara Rp50.000.000 – Rp250.000.000 dikenai tarif pajak sebesar 15%
- PKP antara Rp250.000.000 – Rp500.000.000 dikenai tarif pajak sebesar 25%
- PKP di atas Rp500.000.000 dikenai tarif pajak 30%
Langkah selanjutnya dalam perhitungan pajak penghasilan yaitu dengan mengalikan antara PKP yang sudah diperoleh dengan persentase sesuai ketentuan. Hasil perkalian tersebut adalah PPh yang wajib dibayarkan dalam periode satu tahun.
Pajak 0.5 persen untuk Siapa?
Tarif PPh final sejatinya merupakan sebutan lain dari PPh Pasal 4 ayat 2. Dalam pasal ini ada berbagai macam objek pajak seperti jasa konstruksi, sewa bangunan, pajak atas obligasi, pajak atas peredaran bruto (omzet) usaha. Kali ini kita akan membahas tentang PPh Final untuk usaha mikro kecil menengah (UMKM).
Husus untuk UMKM, tarif PPh Final adalah 0,5% seperti tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2018 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan Dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu. PP 23 Tahun 2018 itu efektif berlaku per 1 Juli 2018.
Pemberlakuan PP ini sekaligus mencabut Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013.
Tarif pajak 22% berlaku kapan?
3. Ketentuan dan Contoh Perhitungan PPh Badan – Selain mekanisme di atas, ada juga hal lain yang harus dipahami, yaitu peredaran bruto dan kepentingannya dalam cara menghitung Pajak Penghasilan badan, Peredaran bruto adalah seluruh penghasilan yang diterima, baik orang pribadi maupun badan.
Jika Anda memilih untuk tidak melakukan pembukuan, PKP akan dihitung berdasarkan Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN). Sebaliknya, jika Anda melakukan pembukuan yang benar, penghitungan PKP dilakukan berdasarkan catatan yang tertulis di pembukuan. Norma Penghitungan Penghasilan Neto atau NPPN yang dimaksud dapat Anda lihat pada pasal 14 UU No.36 Tahun 2008 tentang PPh.
Berdasarkan ketentuan perpajakan yang berlaku, Norma Penghitungan Penghasilan Neto dibagi dalam 2 jenis berdasarkan jumlah peredaran bruto, yaitu: a. Contoh Perhitungan PPh Badan Peredaran Bruto hingga Rp50 Miliar
Penghasilan Kotor (Bruto) (Rp) | Tarif Pajak |
Kurang dari Rp4,8 miliar | 50% x *22% x Penghasilan Kena Pajak |
Lebih dari Rp4.8 miliar s/d Rp50 Miliar | + (25% x Penghasilan Kena Pajak Tidak Memperoleh Fasilitas |
22% tarif PPh Badan yang berlaku di 2021 b. Peredaran Bruto di atas Rp50 miliar Pajak Penghasilan badan terutang dengan peredaran bruto di atas Rp50 miliar akan dihitung berdasarkan ketentuan umum atau tanpa fasilitas pengurangan tarif. Jadi dapat disimpulkan bahwa besar Pajak Penghasilan badan tetap adalah 22% x penghasilan kena pajak. *22% tarif Pajak Penghasilan Badan yang berlaku di 2021 Ilustrasi cara perhitungan Pajak Penghasilan Badan atau cara menghitung PPh Badan yang mudah
PPh 23 minimal berapa?
Adakah batas nilai transaksi tidak kena PPh 23 ? ( jumlah penyerahan jasanya terlalu kecil misalnya)
hallo rekan-rekan semua, saya ada sedikit pertanyaan seputar PPh 23, dimana perusahaans saya rutin menerima jasa pengisian air toilet, yg jumlah per transaksinya di bawah 200rb, jadi kalau di kali 2% jumlahnya hanya 4rb rupiah, jadi apakah transaksi kecil2 tidak usah dipotong PPh 23 atau rekan2 punya aturan main ttg hal tsb. thanks atas bantuannya. Originaly posted by efredi: saya ada sedikit pertanyaan seputar PPh 23, dimana perusahaans saya rutin menerima jasa pengisian air toilet, yg jumlah per transaksinya di bawah 200rb, jadi kalau di kali 2% jumlahnya hanya 4rb rupiah, jadi apakah transaksi kecil2 tidak usah dipotong PPh 23 atau rekan2 punya aturan main ttg hal tsb. Tidak seperti pemotongan PPh Ps 22, pemotongan PPh Ps 23 tidak ada batas minimalnya.Jasa pengisian air toilet? Mohon dikaji kembali apakah termasuk jasa atau pembelian biasa. Originaly posted by begawan5060: Tidak seperti pemotongan PPh Ps 22, pemotongan PPh Ps 23 tidak ada batas minimalnya.Jasa pengisian air toilet? Mohon dikaji kembali apakah termasuk jasa atau pembelian biasa. sebenarnya jasa, karena termasuk jasa pembersihan dan pemeliharaan tangki, nilainya tiap bulan kurang dari 300rb ( 3x pembayaran) Originaly posted by efredi: apakah transaksi kecil2 tidak usah dipotong PPh 23 tetap dipotong pph 23 jasa lain”Jasa Kebersihan atau cleaning service” tidak ada batasannya rekan salam yang jadi masalah adalah kalau nilai jasa cleaning service cuma 100rb, PPh 23 nya Rp 2.000, dan kebetulan yg memberikan jasa tidak punya NPWP, sehingga total potong Rp.4.000, nilainya tidak material apa tidak ada solusi lain ?mengingat jika nilai nya kecil, tidak sebanding dgn biaya kertas dan cetak juga minta tandatangannya menjadi sungguh merepotkan. thanks Originaly posted by lingga: tidak ada batasannya rekan salam jadi walau 1000-2000 IDR tetap dibuatkan bukti potong ya ?thanks Tidak ada batasan minimal dalam pemotngan pph 23, selama penghasilan tersebut merupkan objek pajak pph 23( lht 244_PMK_03_2008.doc). Setahu saya juga memang tidak ada batasan sampai jumlah berapa penghasilan yang harus di potong PPh.Selama merupakan penghasilan maka wajib dipotong PPh. Pengalaman pernah waktu pemeriksaan, biaya tambal ban forklift pinggir jalan sebesar rp.10,000(yah karena sering dan jumlah unti forklift cukup banyak kalo ditotal cukup besar).itu dikoreksi petugas pajak dan jadi obyek pemotongan PPh 23
: Adakah batas nilai transaksi tidak kena PPh 23 ? ( jumlah penyerahan jasanya terlalu kecil misalnya)
25% tarif pajak apa?
Pengertian PPh Pasal 25 – PPh 25 adalah pembayaran pajak atas penghasilan yang dibayarkan secara angsuran tiap bulannya dengan tujuan untuk meringkankan beban Wajib Pajak yang kesulitan untuk melunasi pajak terutang dalam rentang waktu satu tahun.
Pajak 0.5 berlaku sampai kapan?
WP Badan PT Tak Bisa Pakai PPh Final 0,5% Mulai 2021
- Bagi Anda Wajib Pajak (WP) Badan atau perusahaan berbentuk Perseroan Terbatas (PT) tidak bisa lagi menggunakan perhitungan tarif PPh Final 0,5% untuk UMKM ini mulai 2021.
- Hal ini dikarenakan masa berlaku penggunaan Pajak Penghasilan (PPh) Final dengan tarif 0,5% untuk Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) bagi WP Badan berbentuk PT telah berakhir.
- PPh Final untuk WP Badan PT Berakhir 2020
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) melalui Pengumuman Nomor PENG-10/PJ.09/2020 tentang Batas Waktu Penerapan PPh Final Berdasarkan PP No.23/2018 bagi WP Badan, mengingatkan berakhirnya bagi WP Badan Perseroan Terbatas untuk bisa menggunakan tarif PPh Final 0,5%.
- Sesuai dengan Pasal 2 PP 23/2018, atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh WP dalam negeri yang memiliki peredaran bruto tertentu, dikenai PPh yang bersifat final dalam jangka waktu tertentu.
- Salah satunya, WP Badan berbentuk PT yang sudah harus mengakhiri menggunakan tarif PPh Final 0,5% ini hingga akhir 2020.
- Sesuai Pasal 5 ayat (1) PP 23/2018 ini, jangka waktu tertentu pengenaan PPh bersifat final dengan tarif 0,5% ini paling lama:
- 7 tahun bagi WP Orang Pribadi
- 4 tahun bagi WP Badan berbentuk Koperasi, CV, atau Firma
- 3 tahun bagi WP Badan berbentuk Perseroan Terbatas (PT)
Jangka waktu penggunaan tarif PPh Final 0,5 persen bagi WP tersebut terhitung sejak:
- Tahun Pajak WP terdaftar, bagi WP yang terdaftar sejak berlakunya PP tersebut
- Tahun Pajak berlakunya PP tersebut, bagi WP yang telah terdaftar sebelum berlakunya PP ini
- Dari ketentuan pasal yang mengatur jangka waktu pengenaan PPh Final dengan tarif 0,5 persen yang dimulai sejak 2018, maka untuk WP Perseroan Terbatas sudah harus mengakhiri penggunaan kemudahan tarif ini.
- Lalu, setelah habisnya masa berlaku penggunaan tarif PPh Final ini WP Badan Perseroan Terbatas akan dikenakan tarif PPh apa?
- WP Badan Perseroan Terbatas akan Dikenakan Tarif ini
- Dengan berakhirnya kemudahan penggunaan tarif PPh Final 0,5% bagi WP Badan Perseroan Terbatas, maka Perusahaan PT harus mengikuti ketentuan tarif PPh normal.
- Berapa tarif PPh Badan normal?
Sesuai Pasal 17 ayat (1) huruf b, UU No.36/2008 tentang Perubahan Keempat Atas UU No.7/1983 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh), WP Badan dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap (BUT) dikenakan tarif PPh sebesar 28%. Dengan berakhirnya penggunaan tarif PPh Final di 2020, maka WP Badan akan dikenakan tarif PPh normal yakni 25% dari Penghasilan Kena Pajak mulai 2021.
Pajak 35% untuk siapa?
Tarif PPh Orang Kaya Naik Jadi 35 Persen, Jakarta – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengingatkan, tarif pajak penghasilan (PPh) naik menjadi 35 persen dari 30 persen bagi orang kaya dengan penghasilan di atas Rp 5 miliar berlaku mulai 2022. Hal itu tertuang dalam Undang-Undang (UU) Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
- Ia pun memberi contoh, Chairman dan Founder CT Corp Chairul Tanjung bisa kena tarif PPh 35 persen.
- Sebab berdasarkan catatan Forbes, kekayaan Chairul Tanjung mencapai sekitar Rp 79 triliun, yang berasal dari bisnis ritel, jasa keuangan, jasa perhotelan, hingga media.
- Pajak penghasilan atau PPh, jelas yang tidak ada penghasilan, ya tidak bayar pajak.
Kaya Pak CT (Chairul Tanjung) yang kaya, saya naikkan jadi 35 persen. Tapi (pajak) ini untuk rakyat,” kata dalam Indonesia Economic Outlook 2022, sebuah acara dialog yang dipandu langsung oleh Chairul Tanjung, (22/3). “Iya, tambah 5 persen,” jawab Chairul Tanjung sembari tersenyum.
- Sri Mulyani memastikan, pemerintah menetapkan kenaikan tarif PPh demi keadilan.
- Harapannya, rakyat Indonesia menjadi lebih sejahtera dan pembangunan dapat dilakukan secara merata.
- Iya enggak apa lah.
- Itu, kan bagus untuk rakyat kita.
- Jadi yang pendapatannya di atas Rp 5 miliar bracket -nya ditambah menjadi 35 persen.
Itu kenaikan juga tidak terlalu besar hanya 30 ke 35 persen untuk mereka yang pendapatannya di atas Rp 5 miliar per tahun. Itu hanya sedikit sekali orang di Indonesia yang masuk kategori orang dalam kelompok ini,” ujar Sri Mulyani. : Tarif PPh Orang Kaya Naik Jadi 35 Persen
Wajib pajak Siapa saja yang boleh menggunakan PP 23 atau tarif 0 5 %?
Tarif Pajak UMKM Sesuai Jenis-jenis Pajak UMKM – Ada beberapa jenis pajak yang dikenakan pada UKM atau biasa disebut pajak UMKM. Tergantung aktivitas perpajakan apa yang dilakukan atau menjadi kewajiban adminitrasi perpajakan UKM tersebut seperti yang sudah dijelaskan di atas.
Beikut adalah tarif jenis-jenis pajak UMKM atau tarif jenis pajak yang dikenakan pada UMKM: a. Tarif PPh Pasal 21 Sebagai UKM juga memiliki kewajiban memotong PPh 21 karyawan setiap bulannya. Guna mengetahui berapa besar PPh yang harus dipotong perusahaan dari gaji karyawan dan lainnya, dengan terlebih dahulu mengalikan Penghasilan Kena Pajak dengan tarif PPh Pasal 17.
Ini disebut sebagai tarif PPh progresif. Jadi, besar tarif PPh 21 yang terutang ditentukan dengan mengalikan Penghasilan Kena Pajak dengan tarif PPh 17, yang diatur kembali dalam UU HPP No.7 Tahun 2021 yakni:
- 5% untuk penghasilan Rp0 – Rp60.000.000 per tahun
- 15% untuk penghasilan Rp60.000.000 – Rp250.000.000 per tahun
- 25% untuk penghasilan Rp250.000.000 – Rp500.000.000 per tahun
- 30% untuk penghasilan Rp500.000.000 – Rp5.000.000.000 per tahun
- 35% untuk penghasilan di atas Rp5.000.000.000 setahun
b. Tarif PPh Pasal 23 Sedangkan tarif PPh 23 dibedakan antara yang memiliki NPWP dan yang tidak memiliki NPWP.1. Tarif PPh 23 yang Memiliki NPWP
- 15% untuk dividen, royalti, bunga pinjaman, hadiah, penghargaan dan bonus
- 2% untuk sewa atas penggunaan harta, jasa
2. Tarif PPh 23 yang Tidak Memiliki NPWP
- 30% untuk dividen, royalti, bunga pinjaman, hadiah, penghargaan dan bonus
- 4% untuk sewa atas penggunaan harta, jasa
c. Tarif PPh Pasal 26 Tarif PPh 26 sebesar 20% dari penghasilan bruto yang diterima oleh orang asing atau badan asing. Tapi tarif pemotongan PPh 26 ini dapat berubah menjadi lebih rendah, bahkan tidak dikenakan pajak jika negara penerima penghasilan tersebut memiliki kerja sama Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) atau Tax Treaty dengan Indonesia.
- Bagi penerima penghasilan ini, wajib menunjukkan Surat Keterangan Domisili dari negara asalnya tersebut.d.
- Tarif PPh Pasal 4 ayat (2) Besar tarif PPh 4 ayat (2) dibedakan berdasarkan jenis usahanya hingga skala usaha, apakah termasuk kualifikasi usaha kecil, atau bahkan tidak memiliki kualifikasi usaha.
Berikut tarif PPh Pasal 4 ayat (2):
No. | Jenis Penghasilan | Tarif |
1 | Persewaan atas tanah dan/atau bangunan | 10% |
2 | Pengalihan ha katas tanah dan/atau bangunan | 2,5% |
3 | Pengalihan atas usaha Jasa Konstruksi: | |
a. Jasa Pelaksana Konstruksi: | ||
– Kualifikasi usaha kecil | 2% | |
– Kualifikasi usaha selain kecil | 3% | |
– Tidak memiliki kualifikasi usaha | 4% | |
b. Jasa Perencanaan & Pengawasan Konstruksi: | ||
– Memiliki kualifikasi usaha | 4% | |
– Tidak memiliki kualifikasi usaha | 6% | |
4 | Dividen yang dibayarkan kepada Orang Pribadi | 10% |
Catatan: Penentuan kualifikasi usaha dari perusahaan jasa konstruksi tertera pada Sertifikat Badan Usaha (SBU) yang dimiliki perusahaan. Begini cara mudah langkah-langkah Bayar Pajak Online di e-Biling e. Tarif PPh Final UMKM PP 23 Tahun 2018 ( Tarif Pajak UMKM ) Seperti yang sudah disebutkan di atas, besar tarif PPh Final UMKM PP 23/2018 adalah 0,5% dari peredaran bruto.
UKM yang termasuk dalam kelompok yang dapat menggunakan tarif PPh Final UMKM PP 23/2018 sebesar 0,5% ini adalah WP Pribadi Pengusaha maupun WP Badan yang memiliki peredaran usaha di bawah Rp4.800.000.000 dalam 1 tahun maupun yang memiliki omzet bruto di atas Rp4,8 juta dengan jangka waktu sesuai ketentuan peraturan perundangan perpajakan.
Bagi UKM yang omzet bruto di bawah Rp4,8 miliar atau lebih dari Rp4,8 miliar setahun dan memilih melakukan pencatatan, dikenakan tarif PPh Final 0,5% dari peredaran bruto setiap bulan, yang harus dibayarkan pula setiap bulannya. Namun, tidak selamanya UKM dapat menikmati tarif PPh Final 0,5% dari omzet bruto ini.
- 7 tahun untuk WP Orang Pribadi
- 4 tahun untuk WP Badan berbentuk Koperasi, CV, atau Firma
- 3 tahun untuk WP Badan berbentuk Perseroan Terbatas (PT)
Jangka waktu penggunaan tarif PPh Final 0,5% tersebut terhitung sejak:
- Tahun Pajak WP terdaftar, bagi WP yang terdaftar sejak berlakunya PP 23/2018
- Tahun Pajak berlakunya PP 23/2018, bagi WP yang terdaftar sebelum berlakunya PP ini
Bagaimana jika jangka waktu penggunaan tarif PPh Final 0,5% sesuai PP 23/2018 sudah selesai? Maka, WP dapat kembali menggunakan tarif PPh normal berdasarkan Pasal 17 UU PPh No.36 Tahun 2008 atau menggunakan perhitungan NPPN.f. Tarif PPN Besar tarif PPN yang dipungut dari penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP) di dalam negeri, termasuk impor adalah 10%.
- Sesuai regulasi pajak terbaru dalam UU HPP No.7 Tahun 2021, tarif PPN dinaikkan.
- Selengkapnya baca Kenaikan Tarif PPN Terbaru.
- Namun, untuk kegiatan ekspor dikenakan tarif PPN 0% atau bebas PPN.
- Baca Juga: Sudah Tahu? PPN Final untuk UMKM Berlaku Mulai 2022 g.
- Tarif PPh Badan Tarif PPh WP Badan sebesar 25% dari Penghasilan Kena Pajak, yang berlaku sejak 2010 sesuai UU PPh No.36 Tahun 2008.
Namun, khusus WP Badan berbentuk Perseroan Terbuka (Tbk). Ketentuan ini diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 30 Tahun 2020 tentang Penurunan Tarif PPh Bagi WP Badan Dalam Negeri yang Berbentuk Perseroan Terbuka. Seperti yang sudah disebutkan di atas, untuk tarif PPh Badan terbaru diatur dalam UU HPP yakni 22% mulai 2021 dan 2022. Ilustrasi tarif pajak UMKM terbaru berapa persen Ulasan lengkap tarif baru PPh untuk WP Badan, baca Penurunan Tarif WP Badan Sesuai UU HPP
Pajak 10% untuk apa?
F. Tarif PPN Terbaru 11% dan Kapan Tarif 12% Berlaku? – Sesuai Pasal 7 UU PPN No.42 Tahun 2009 disebutkan besar tarif PPN adalah sebagai berikut:
- Tarif umum 10% untuk penyerahan dalam negeri
- Tarif khusus PPN Ekspor 0% diterapkan atas ekspor BKP berwujud maupun tidak berwujud, dan ekspor JKP.
- Tarif Pajak sebesar 10% dapat berubah menjadi lebih rendah, yaitu 5% dan paling tinggi 15% sebagaimana diatur oleh Peraturan Pemerintah.
Sedangkan ketentuan terbaru dalam UU HPP ini, besar tarif PPN adalah 11% dan 12%. Tarif Pajak Pertambahan Nilai terbagi menjadi dua yaitu tarif umum dan tarif khusus. Seiring dengan adanya tarif baru, maka tarif PPN 10% akan berakhir pada Maret 2022. Seperti yang sudah disebutkan di atas, berlakunya kenaikan tarif PPN terbaru dalam UU HPP tersebut dilakukan secara bertahap, yakni: 1. Tarif Umum
- Tarif PPN 11% berlaku mulai 1 April 2022
- Tarif PPN 12% paling lambat diberlakukan 1 Januari 2025
2. Tarif Khusus Sedangkan tarif khusus untuk kemudahan dalam pemungutan PPN, atas jenis barang/jasa tertentu aau sektor usaha tertentu diterapkan tarif PPN final, misalnya 1%, 2% atau 3% dari peredaran usaha, yang diatur dengan PMK. Fasilitas Pajak Pertambahan Nilai yang Bisa Dimanfaatkan PKP Setidaknya ada beberapa fasilitas atau insentif Pajak Pertambahan Nilai yang bisa dimanfaatkan oleh PKP, di antaranya: 1.
- PKP yang menyerahkan barang/jasa kena pajak tertentu
- Penyerahan pada perwakilan negara asing
- Penyerahan pada badan internasional
- Penyerahan dengan asas timbal balik/resiprokal
Sedangkan PPN tidak dipungut diberikan untuk penyerahan terkait dengan kawasan ekonomi tertentu. Fasilitas pembebasan tarif Pajak Pertambahan Nilai ini diatur dalam UU PPN Pasal 16B Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 jo. UU No.42/2009. PPN yang dibebaskan ini memiliki kode transaksi 08, sementara yang tidak dipungut memiliki kode transaksi 07.2.
- Diskon DTP properti 100% untuk Pajak Pertambahan Nilai rumah atau unit dengan harga jual paling tinggi Rp2 miliar.
- Diskon PPN DTP properti sebesar 50% untuk rumah atau unit dengan harga di atas Rp2 miliar – Rp5 miliar.
3. PPN Tarif 0% Pengenaan PPN 0% diberikan pada ekspor barang/jasa kena pajak, yang diatur dalam Pasal 4 ayat (1) UU Pajak Pertambahan Nilai. Pemberian insentif PPN 0% dilakukan perluasan jenis ekspor jasa kena pajak (JKP), yang mulai berlaku sejak 29 Maret 2021, diatur dalam PMK No.32/PMK.03/2019. Baca Juga: Cara Input PIB di e-Faktur 3.0 untuk Importir
Berapa persen PPH 2022?
Seri Artikel Pajak Pemerintah #2 : Perubahan Lapisan Pajak Penghasilan Pasal 21 – Website LLDIKTI Wilayah V Artikel Rabu,11 Mei 2022 Perencanaan dan Penganggaran | 30322 kali Selamat Pagi, #kawanlima yang berbahagia, di manapun berada. Semoga senantiasa dalam keadaan sehat ya.
Melanjutkan artikel berseri seputar pajak pemerintah, kali ini kami ulas sedikit mengenai perubahan atas lapisan pajak penghasilan pasal 21. Oh ya, jika kalian terlewat, silakan simak seri sebelumnya pada link berikut ini :, Sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), terjadi perubahan pada lapisan pajak penghasilan pasal 21.
Jika sebelumnya hanya terdapat 4 lapisan penghasilan yang dikenakan PPh pasal 21, maka mulai tanggal 1 Januari 2022 bertambah lagi satu lapisan. Untuk lebih jelasnya, simak dalam uraian berikut ini : Dasar Hukum Pemberlakuan tarif baru ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
No | Lapisan Penghasilan Kena Pajak | Tarif Pajak |
1 | sampai dengan Rp60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) | 5% (lima persen) |
2 | di atas Rp60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) sampai dengan Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) | 15% (lima belas persen) |
3 | di atas Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) sampai dengan Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) | 25% (dua puluh lima persen) |
4 | di atas Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) sampai dengan Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) | 30% (tiga puluh persen) |
5 | di atas Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) | 35% (tiga puluh lima persen) |
Jika kita amati, terdapat 2 perubahan dari ketentuan sebelumnya. Yaitu pada lapisan pertama, pada ketentuan sebelumnya adalah sampai dengan Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) berubah menjadi Rp60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah). Artinya, ini merupakan sebuah keringanan yang diberikan kepada masyarakat.
- Jika kita punya penghasilan setahun, setelah dikurangi PTKP, misalnya sebesar Rp 59.000.000,00 maka menurut ketentuan yang baru ini belum dikenai pajak penghasilan.
- Di sisi lain, ketentuan yang baru ini menambah lapisan untuk masyarakat berpenghasilan lebih dari Rp 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah).
Jika sebelumnya hanya dikenaik tarif sebesar 30%, maka mulai 1 Januari 2022 ini akan dikenai tarif sebesar 35%. Ini merupakan bentuk keadilan yang diterapkan oleh pemerintah. Artinya, masyarakat yang berpenghasilan rendah dilindungi, sedangkan yang berpenghasilan tinggi memberikan kontribusi pajak yang lebih tinggi, sesuai dengan prinsip gotong royong.
Demikian, #kawanlima, Semoga tulisan ringkas ini memberikan pengetahuan yang baru. Jadi, silakan dianalisa sendiri, apakah penghasilan kalian terpengaruh oleh ketentuan yang baru ini. Jika terpengaruh, silakan disesuaikan karena akan menjadi dasar pengisian SPT tahunan teman-teman semua. Atau teman-teman sebagai bendaharawan yang memotong pajak penghasilan, silakan disesuaikan dengan peraturan yang baru ini ya.
Jangan sampai salah menggunakan ketentuan yang lama. Nanti diprotes oleh rekan kerjanya. Terima kasih sudah menyimak. Salam Sehat Selalu. Oleh : Muhammad Iqbal Fauzi | Staf pada Kepenyeliaan Keuangan LLDikti Wilayah V * Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi di mana penulis bekerja : Seri Artikel Pajak Pemerintah #2 : Perubahan Lapisan Pajak Penghasilan Pasal 21 – Website LLDIKTI Wilayah V
Berapa besar tarif pajak?
Tarif Pajak Penghasilan Pribadi dan Keluarga
Lapisan Penghasilan Kena Pajak | Tarif Pajak |
---|---|
Rp 0 sampai dengan Rp.50.000.000 | 5% |
>Rp 50.000.000 sampai dengan Rp 250.000.000 | 15% |
>Rp 250.000.000 sampai dengan Rp 500.000.000 | 25% |
> Rp 500.000.000 | 30% |
Pajak 11% berlaku sejak kapan?
Dasar Hukum Penerapan Tarif PPN 11 Persen – Kita semua tahu bahwa kini PPN telah naik menjadi 11 persen sejak 1 April 2022 dari sebelumnya 10 persen. Kenaikan tarif PPN ini kabarnya akan bertahap sampai 12 persen di tahun 2025 mendatang. Adapun hukum yang mendasarinya adalah Undang-undang Nomor 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan atau lebih dikenal dengan UU HPP Bab IV Pasal 7 ayat (1) tentang PPN.
- Sedangkan di dalam pasal 7 ayat (3) dijelaskan bahwa tarif PPN bisa berubah paling tinggi 15 persen dan paling rendah 5 persen.
- Perubahan tersebut pun diatur dengan Peraturan Pemerintah.
- Menilik bahwa PPN pun sebagai salah satu sumber pendapatan negara, kenaikan PPN ini akhirnya menuai pro dan kontra.
Lalu, apakah yang mendasari kebijakan kenaikan tarif PPN?
PPh 23 dikenakan ke siapa?
Penjelasan PPh Pasal 23 – PPh Pasal 23 Mengutip dari situs pajak.go.id, pajak penghasilan (PPh) Pasal 23 adalah pajak yang dipotong atas penghasilan yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau hadiah dan penghargaan, selain yang telah dipotong PPh Pasal 21. Biasanya PPh Pasal 23 dikenakan saat adanya transaksi di antara dua pihak.
- Pihak yang berlaku sebagai penjual atau pemberi jasa atau penerima penghasilan akan dikenakan PPh Pasal 23.
- Pihak yang berlaku sebagai pembeli atau penerima jasa atau pemberi penghasilan akan memotong dan melaporkannya ke kantor pajak.
Berapa tarif PPh pasal 26?
Pengertian Pajak Penghasilan Pasal 26 (PPh Pasal 26) – Menurut Undang-Undang Nomor 36 tahun 2008, PPh Pasal 26 adalah pajak penghasilan yang dikenakan atas penghasilan yang diterima wajib pajak luar negeri dari Indonesia selain bentuk usaha tetap (BUT) di Indonesia. Hal yang menentukan seorang individu atau perusahaan dikategorikan sebagai wajib pajak luar negeri adalah:
- seorang individu yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, individu yang tinggal di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam setahun/12 bulan, dan perusahaan yang tidak didirikan atau berada di Indonesia, yang mengoperasikan usahanya melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.
- seorang individu yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, individu yang tinggal di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam setahun/12 bulan, dan perusahaan yang tidak didirikan atau berada di Indonesia, yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak melalui menjalankan usaha melalui suatu bentuk usaha tetap di Indonesia.
Semua badan usaha yang melakukan transaksi pembayaran (gaji, bunga, dividen, royalti dan sejenisnya) kepada Wajib Pajak Luar Negeri, diwajibkan untuk memotong Pajak Penghasilan Pasal 26 atas transaksi tersebut. Berdasarkan PMK RI Nomor 9/PMK.03/2018 tentang SPT, pelaporan SPT PPh pasal 26 wajib e-Filing sejak 1 April 2018.
PPh pasal 15 untuk apa?
PPh pasal 15 adalah jenis pajak penghasilan yang dikenakan atau dipungut dari wajib pajak yang bergerak pada industri pelayaran, penerbangan international dan perusahaan asuransi asing.
Pajak 35% untuk penghasilan berapa?
Tarif PPh Orang Kaya Naik Jadi 35 Persen, Jakarta – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengingatkan, tarif pajak penghasilan (PPh) naik menjadi 35 persen dari 30 persen bagi orang kaya dengan penghasilan di atas Rp 5 miliar berlaku mulai 2022. Hal itu tertuang dalam Undang-Undang (UU) Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
Ia pun memberi contoh, Chairman dan Founder CT Corp Chairul Tanjung bisa kena tarif PPh 35 persen. Sebab berdasarkan catatan Forbes, kekayaan Chairul Tanjung mencapai sekitar Rp 79 triliun, yang berasal dari bisnis ritel, jasa keuangan, jasa perhotelan, hingga media. “Pajak penghasilan atau PPh, jelas yang tidak ada penghasilan, ya tidak bayar pajak.
Kaya Pak CT (Chairul Tanjung) yang kaya, saya naikkan jadi 35 persen. Tapi (pajak) ini untuk rakyat,” kata dalam Indonesia Economic Outlook 2022, sebuah acara dialog yang dipandu langsung oleh Chairul Tanjung, (22/3). “Iya, tambah 5 persen,” jawab Chairul Tanjung sembari tersenyum.
Sri Mulyani memastikan, pemerintah menetapkan kenaikan tarif PPh demi keadilan. Harapannya, rakyat Indonesia menjadi lebih sejahtera dan pembangunan dapat dilakukan secara merata. “Iya enggak apa lah. Itu, kan bagus untuk rakyat kita. Jadi yang pendapatannya di atas Rp 5 miliar bracket -nya ditambah menjadi 35 persen.
Itu kenaikan juga tidak terlalu besar hanya 30 ke 35 persen untuk mereka yang pendapatannya di atas Rp 5 miliar per tahun. Itu hanya sedikit sekali orang di Indonesia yang masuk kategori orang dalam kelompok ini,” ujar Sri Mulyani. : Tarif PPh Orang Kaya Naik Jadi 35 Persen
Berapa persen PPh 21 tahun 2022?
Seri Artikel Pajak Pemerintah #2 : Perubahan Lapisan Pajak Penghasilan Pasal 21 – Website LLDIKTI Wilayah V Artikel Rabu,11 Mei 2022 Perencanaan dan Penganggaran | 30324 kali Selamat Pagi, #kawanlima yang berbahagia, di manapun berada. Semoga senantiasa dalam keadaan sehat ya.
- Melanjutkan artikel berseri seputar pajak pemerintah, kali ini kami ulas sedikit mengenai perubahan atas lapisan pajak penghasilan pasal 21.
- Oh ya, jika kalian terlewat, silakan simak seri sebelumnya pada link berikut ini :,
- Sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), terjadi perubahan pada lapisan pajak penghasilan pasal 21.
Jika sebelumnya hanya terdapat 4 lapisan penghasilan yang dikenakan PPh pasal 21, maka mulai tanggal 1 Januari 2022 bertambah lagi satu lapisan. Untuk lebih jelasnya, simak dalam uraian berikut ini : Dasar Hukum Pemberlakuan tarif baru ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
No | Lapisan Penghasilan Kena Pajak | Tarif Pajak |
1 | sampai dengan Rp60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) | 5% (lima persen) |
2 | di atas Rp60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) sampai dengan Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) | 15% (lima belas persen) |
3 | di atas Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) sampai dengan Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) | 25% (dua puluh lima persen) |
4 | di atas Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) sampai dengan Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) | 30% (tiga puluh persen) |
5 | di atas Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) | 35% (tiga puluh lima persen) |
Jika kita amati, terdapat 2 perubahan dari ketentuan sebelumnya. Yaitu pada lapisan pertama, pada ketentuan sebelumnya adalah sampai dengan Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) berubah menjadi Rp60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah). Artinya, ini merupakan sebuah keringanan yang diberikan kepada masyarakat.
Jika kita punya penghasilan setahun, setelah dikurangi PTKP, misalnya sebesar Rp 59.000.000,00 maka menurut ketentuan yang baru ini belum dikenai pajak penghasilan. Di sisi lain, ketentuan yang baru ini menambah lapisan untuk masyarakat berpenghasilan lebih dari Rp 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah).
Jika sebelumnya hanya dikenaik tarif sebesar 30%, maka mulai 1 Januari 2022 ini akan dikenai tarif sebesar 35%. Ini merupakan bentuk keadilan yang diterapkan oleh pemerintah. Artinya, masyarakat yang berpenghasilan rendah dilindungi, sedangkan yang berpenghasilan tinggi memberikan kontribusi pajak yang lebih tinggi, sesuai dengan prinsip gotong royong.
Demikian, #kawanlima, Semoga tulisan ringkas ini memberikan pengetahuan yang baru. Jadi, silakan dianalisa sendiri, apakah penghasilan kalian terpengaruh oleh ketentuan yang baru ini. Jika terpengaruh, silakan disesuaikan karena akan menjadi dasar pengisian SPT tahunan teman-teman semua. Atau teman-teman sebagai bendaharawan yang memotong pajak penghasilan, silakan disesuaikan dengan peraturan yang baru ini ya.
Jangan sampai salah menggunakan ketentuan yang lama. Nanti diprotes oleh rekan kerjanya. Terima kasih sudah menyimak. Salam Sehat Selalu. Oleh : Muhammad Iqbal Fauzi | Staf pada Kepenyeliaan Keuangan LLDikti Wilayah V * Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi di mana penulis bekerja : Seri Artikel Pajak Pemerintah #2 : Perubahan Lapisan Pajak Penghasilan Pasal 21 – Website LLDIKTI Wilayah V
Berapa persen PPh 21 karyawan per bulan?
Penghasilan Neto – Langkah selanjutnya yang harus dilakukan adalah menghitung Penghasilan Neto karyawan. Penghasilan neto didapat dari Penghasilan Bruto yang dikurangi komponen pengurangan. Komponen pengurangan tersebut diantaranya adalah biaya jabatan, iuran pensiun karyawan, dan jaminan hari tua (JHT).
Dalam, biaya jabatan didefinisikan sebagai biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan. Besaran komponen ini adalah 5% dari gaji pokok, dengan potongan maksimal sebesar Rp 500.000 per bulan. Itu berarti biaya jabatan hanya akan memiliki nilai lebih kecil atau sama dengan Rp 500.000, berapapun nilai persentase 5% yang dihasilkan dari total gaji pokok.
Untuk biaya pensiun, perhitungannya sebesar 5% dari Penghasilan Bruto seorang karyawan dengan nilai potongan maksimal Rp 200.000 per bulan atau Rp 2.400.000 per tahun. Sementara untuk JHT hanya dihitung untuk yang ditanggung oleh pekerja, sebesar 2% dari upah tetap sebulan (gaji pokok + tunjangan tetap).
Berapa tarif PPh 21 bagi orang pribadi?
Update: Perubahan Tarif Progresif PPh 21 – Pemerintah telah melakukan perubahan ketentuan perpajakan melalui Rancangan Undang-Undang Harmonisai Peraturan Pajak (RUU HPP) yang telah disetujui pada Sidang Paripurna DPR pada tanggal 7 Oktober 2021. Terdapat banyak perubahan ketentuan pajak dan salah satunya adalah tarif pajak orang pribadi yang baru.
- Wajib Pajak dengan penghasilan tahunan Rp 0 sampai Rp 60.000.000 dikenakan tarif sebesar 5%
- Wajib Pajak dengan penghasilan tahunan Rp 60.000.000 sampai dengan Rp 250.000.000 dikenakan tarif sebesar 15%.
- Wajib Pajak dengan penghasilan tahunan Rp 250.000.000 sampai dengan Rp 500.000.000 dikenakan tarif sebesar 25%.
- Wajib Pajak dengan penghasilan tahunan di atas Rp 500.000.000 sampai dengan Rp 5.000.000.000 dikenakan tarif sebesar 30%
- Wajib Pajak dengan penghasilan tahunan di atas Rp 5.000.000.000 dikenakan tarif sebesar 35%
Berdasarkan perubahan tersebut tarif PPh 21 UU HPP terdapat 5 lapisan dimana sebelumnya pada UU PPh hanya terdapat 4 lapisan. Pemerintah menambahkan lapisan ke-5 dengan tarif 35% dengan Penghasilan Kena Pajak dalam setahun diatas 5 Milyar Rupiah. Kemudian, pada lapisan pertama atau ke-1 pemerintah memperbesar Penghasilan Kena Pajak dalam setahun dari Rp 0 sampai dengan Rp 50 Juta menjadi dari 0 sampai dengan Rp 60 Juta.
- Undang-Undang Nomor 7 tahun 1983 hingga Undang-Undang Nomor 36 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan.
- Peraturan Menteri Keuangan No.252/PMK.03/2008 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan Pajak atas Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi.
- Peraturan Pemerintah No.68/2009 tentang Tarif Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan berupa Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, dan Jaminan Hari Tua yang Dibayarkan Sekaligus.
- Peraturan Menteri Keuangan No.16/PMK.03/2010 tentang Tata Cara Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan Berupa Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, dan Jaminan Hari Tua yang Dibayarkan Sekaligus.
- Peraturan Dirjen Pajak No. PER-16/PJ/2016 tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi.
- Peraturan Menteri Keuangan No.101/PMK.010/2016 tentang Penyesuaian Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak.
- Peraturan Menteri Keuangan No.102/PMK.010/2016 tentang Penetapan Bagian Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan dari Pegawai Harian dan Mingguan serta Pegawai Tidak Tetap lainnya yang Tidak Dikenakan Pemotongan Menimbang Pajak Penghasilan.
- Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.