Seorang Wajib Pajak Besarnya Pajak Yang Terutang Ditetapkan Oleh Pemerintah?

Seorang Wajib Pajak Besarnya Pajak Yang Terutang Ditetapkan Oleh Pemerintah
Sistem Perpajakan Sistem perpajakan adalah mekanisme yang mengatur bagaimana hak dan kewajiban perpajakan suatu wajib pajak dilaksanakan. Pada uraian di bawah ini disajikan berbagai sistem perpajakan. Official Assessment Menurut sistem perpajakan ini, besarnya pajak yang terutang ditetapkan sepenuhnya oleh institusi pemungut pajak.

Wajib pajak dalam hal ini bersifat pasif dan menunggu penyampaian utang pajak yang ditetapkan oleh institusi pemungut pajak. Self Assessment Menurut sistem perpajakan ini, besarnya pajak yang terutang ditetapkan oleh wajib pajak. Dalam hal ini, kegiatan menghitung, memperhitungkan, menyetorkan dan melaporkan pajak yang terutang dilakukan oleh wajib pajak.

Peran institusi pemungut pajak hanyalah mengawasi melalui serangkaian tindakan pengawasan maupun penegakan hukum (pemeriksaan dan penyidikan pajak). Sistem Perpajakan Indonesia Sejak perubahan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan pada tahun 1983 (reformasi perpajakan Indonesia) menggantikan peraturan perpajakan yang dibuat oleh kolonial Belanda (ordonansi PPs 1925 dan ordonansi PPd 1944), Indonesia telah mengganti sistem pemungutan pajaknya pula dari sistem Official Assessment menjadi sistem Self Assessment.

Jelaskan apa yang dimaksud dengan official assessment system?

Official Assesment System adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pemungut pajak (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang harus dibayar (pajak yang terutang) oleh seseorang.

Siapa yang menentukan besarnya pajak?

Official assessment system adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberikan wewenang kepada pemerintah (fiscus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak. Ciri-ciri official assessment system.

Sistem pemungutan pajak dimana besarnya pajak yang terutang ditentukan oleh wajib pajak itu sendiri disebut sistem?

Self-Assessment System – Sistem perpajakan ini yang digunakan untuk menentukan besarnya pajak yang harus dibayar oleh wajib pajak yang bersangkutan. Dalam artian lain bahwa Wajib Pajak adalah pihak yang berperan aktif dalam menghitung, membayar dan melaporkan pajak kepada kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau sistem administrasi online yang dibentuk oleh pemerintah.

Apa yang dimaksud dengan full self assessment system?

Pemeriksaan pajak – Menurut UU No.16 Tahun 2009 pasal 1 angka 25 merupakan serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilakukan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

DJP dituntut untuk terus melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap wajib pajak. Salah satu bentuk pengawasan tersebut adalah dengan melakukan pemeriksaan pajak. Pemeriksaan pajak perlu dilakukan untuk mendeteksi adanya kecurangan yang dilakukan oleh wajib pajak dan juga mendorong mereka untuk membayar pajak dengan jujur sesuai ketentuan yang berlaku.

Pemeriksaan pajak merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan penerimaan perpajakan dalam hal ini merupakan penerimaan PPN. Dengan dilaksanakannya pemeriksaan pajak, DJP dapat menilai sejauh mana pemenuhan kewajiban perpajakan yang telah dilakukan oleh wajib pajak.

Pemungutan pajak ada berapa?

Di Indonesia, berlaku 3 jenis sistem pemungutan pajak, yakni: Self Assessment System. Official Assessment System. Withholding Assessment System.

Sistem pemungutan pajak dimana pemungutan dan perhitungan besarnya pajak ditentukan oleh pihak ketiga selain wajib pajak dan aparatur pajak?

Terdapat tiga betuk sistem pemungutan pajak di Indonesia, yaitu: Official Assesment System, suatu sistem pemungutan pajak yang wewenangnya untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak terletak pada fiskus atau aparat pemungut pajak tersebut.

  • Self Assessment System, suatu sistem pemungutan pajak dimana wewenang untuk menentukan besarnya pajak yang harus dibayar oleh wajib pajak terletak pada pihak wajib pajak yang bersangkutan.
  • With Holding System, suatu sistem pemungutan pajak yang menyatakan bahwa jumlah pajak yang terutang dihitung oleh pihak ketiga (bukan wajib pajak dan juga bukan aparat pajak/fiskus).

Contohnya adalah pemotongan penghasilan karyawan yang dilakukan oleh bendahara suatu perusahaan. Dalam sistem ini karyawan tidak usah pergi ke kantor pajak untuk membayar pajak tersebut. Jadi, jawaban yang sesuai adalah C. – Terdapat tiga betuk sistem pemungutan pajak di Indonesia, yaitu:

Official Assesment System, suatu sistem pemungutan pajak yang wewenangnya untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak terletak pada fiskus atau aparat pemungut pajak tersebut. Self Assessment System, suatu sistem pemungutan pajak dimana wewenang untuk menentukan besarnya pajak yang harus dibayar oleh wajib pajak terletak pada pihak wajib pajak yang bersangkutan. With Holding System, suatu sistem pemungutan pajak yang menyatakan bahwa jumlah pajak yang terutang dihitung oleh pihak ketiga (bukan wajib pajak dan juga bukan aparat pajak/fiskus). Contohnya adalah pemotongan penghasilan karyawan yang dilakukan oleh bendahara suatu perusahaan. Dalam sistem ini karyawan tidak usah pergi ke kantor pajak untuk membayar pajak tersebut.

Jadi, jawaban yang sesuai adalah C.

4 Siapakah yang menjadi Wajib Pajak?

Apa Itu Wajib Pajak? – Mengacu pada Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009, Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, serta mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

  1. Orang pribadi atau badan yang memenuhi kriteria wajib pajak harus melaporkan pajaknya atas penghasilan, kekayaan, dan properti yang dimiliki.
  2. Agar Wajib Pajak orang pribadi dan badan dapat melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya dengan lancar, maka akan diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
  3. Berdasarkan Pasal 1 angka 6 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007, NPWP adalah identitas atau tanda pengenal bagi Wajib Pajak yang diberikan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP).

Lebih lanjut, dasar hukum NPWP telah tercantum dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-02/PJ/2018 mengenai Tata Cara Pendaftaran dan Pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak, Pelaporan Usaha dan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak dan Pencabutan Pengukuhan Pengusahan Kena Pajak, serta Perubahan Data dan Pemindahan Wajib Pajak.

Selain itu, ketentuan mengenai NPWP saat ini juga diatur dalam PMK-112/PMK.03/2022 mengatur tentang Nomor Pokok Wajib Pajak Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi, Wajib Pajak Badan, dan Wajib Pajak Instansi Pemerintahan Wajib Pajak merupakan orang pribadi ataupun badan yang memiliki kewenangan untuk membayar pajak, memotong pajak, dan memungut pajak, serta memiliki hak dan kewajiban yang berkaitan dengan perpajakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Salah satu hal yang berkaitan atau hal yang identik dengan Wajib Pajak adalah Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) merupakan nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak yang dapat digunakan sebagai sarana dalam melakukan administrasi perpajakan, dimana nomor ini dapat dipergunakan oleh Wajib Pajak sebagai tanda pengenal diri atau identitas diri Wajib Pajak yang bersangkutan dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.

Siapa yang bertanggung jawab mengurus pajak?

Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 1997 TENTANG PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA. Beberapa ketentuan dalam Undang-undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3686) diubah sebagai berikut: 1.

  • Etentuan Pasal 1 diubah, sehingga keseluruhan Pasal 1 berbunyi sebagai berikut: “Pasal 1 Dalam Undang-undang ini, yang dimaksud dengan : 1.
  • Pajak adalah semua jenis pajak yang dipungut oleh Pemerintah Pusat, termasuk Bea Masuk dan Cukai, dan pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah, menurut undang-undang dan peraturan daerah.2.

Wajib,2. Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan, termasuk pemungut pajak atau pemotong pajak tertentu.3. Penanggung Pajak adalah orang pribadi atau badan yang bertanggung jawab atas pembayaran pajak, termasuk wakil yang menjalankan hak dan memenuhi kewajiban Wajib Pajak menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.4.

Badan adalah sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik Negara atau Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi yang sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap, dan bentuk badan lainnya.5.

Pejabat adalah pejabat yang berwenang mengangkat dan memberhentikan Jurusita Pajak, menerbitkan Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus, Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, Surat Pencabutan Sita, Pengumuman Lelang, Surat Penentuan Harga Limit, Pembatalan Lelang, Surat Perintah Penyanderaan dan surat lain yang diperlukan untuk penagihan pajak sehubungan dengan Penanggung Pajak tidak melunasi sebagian atau seluruh utang pajak menurut undang-undang dan peraturan daerah.6.

Jurusita Pajak adalah pelaksana tindakan penagihan pajak yang meliputi penagihan seketika dan sekaligus, pemberitahuan Surat Paksa, penyitaan dan penyanderaan.7. Pengadilan,7. Pengadilan Negeri adalah Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat tindakan penagihan pajak dilaksanakan.8. Utang Pajak adalah pajak yang masih harus dibayar termasuk sanksi administrasi berupa bunga, denda atau kenaikan yang tercantum dalam surat ketetapan pajak atau surat sejenisnya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.9.

Penagihan Pajak adalah serangkaian tindakan agar Penanggung Pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan Surat Paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan, menjual barang yang telah disita.10.

Surat Teguran, Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis adalah surat yang diterbitkan oleh Pejabat untuk menegur atau memperingatkan kepada Wajib Pajak untuk melunasi utang pajaknya.11. Penagihan Seketika dan Sekaligus adalah tindakan penagihan pajak yang dilaksanakan oleh Jurusita Pajak kepada Penanggung Pajak tanpa menunggu tanggal jatuh tempo pembayaran yang meliputi seluruh utang pajak dari semua jenis pajak, Masa Pajak, dan Tahun Pajak.12.

Surat Paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak.13. Biaya Penagihan Pajak adalah biaya pelaksanaan Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, Pengumuman Lelang, Pembatalan Lelang, Jasa Penilai dan biaya lainnya sehubungan dengan penagihan pajak.14.

Penyitaan,14. Penyitaan adalah tindakan Jurusita Pajak untuk menguasai barang Penanggung Pajak, guna dijadikan jaminan untuk melunasi utang pajak menurut peraturan perundang-undangan.15. Objek Sita adalah barang Penanggung Pajak yang dapat dijadikan jaminan utang pajak.16. Barang adalah tiap benda atau hak yang dapat dijadikan objek sita.17.

Lelang adalah setiap penjualan barang dimuka umum dengan cara penawaran harga secara lisan dan atau tertulis melalui usaha pengumpulan peminat atau calon pembeli.18. Kantor Lelang adalah kantor yang berwenang melaksanakan penjualan secara lelang.19. Risalah Lelang adalah Berita Acara Pelaksanaan Lelang yang dibuat oleh Pejabat Lelang atau kuasanya dalam bentuk yang ditentukan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan lelang.20.

  • Pencegahan adalah larangan yang bersifat sementara terhadap Penanggung Pajak tertentu untuk keluar dari wilayah Negara Republik Indonesia berdasarkan alasan tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.21.
  • Penyanderaan adalah pengekangan sementara waktu kebebasan Penanggung Pajak dengan menempatkannya di tempat tertentu.22.
You might be interested:  Apa Itu Modal Dalam Bahasa Inggris?

Gugatan atau Sanggahan adalah upaya hukum terhadap pelaksanaan penagihan pajak atau kepemilikan barang sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang bersangkutan.23. Kepala,23. Kepala Daerah adalah Gubernur, Bupati atau Walikota.24. Pemerintah Daerah adalah pemerintah daerah yang wilayah hukumnya meliputi tempat tindakan penagihan pajak dilaksanakan.25.

Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia.26. Hari adalah hari kalender.” 2. Ketentuan Pasal 2 ayat (3) diubah, sehingga keseluruhan Pasal 2 berbunyi sebagai berikut: “Pasal 2 (1) Menteri berwenang menunjuk Pejabat untuk penagihan pajak pusat. (2) Kepala Daerah berwenang menunjuk Pejabat untuk penagihan pajak daerah.

(3) Pejabat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) berwenang: a. mengangkat dan memberhentikan Jurusita Pajak; b. menerbitkan: 1) Surat Teguran, Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis; 2) Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus; 3) Surat Paksa; 4) Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan; 5) Surat Perintah Penyanderaan; 6) Surat Pencabutan Sita; 7) Pengumuman Lelang; 8) Surat Penentuan Harga Limit; 9) Pembatalan Lelang; dan 10) surat lain yang diperlukan untuk pelaksanaan penagihan pajak.” 3.

Etentuan,3. Ketentuan Pasal 5 ayat (3), ayat (4) dan ayat (5) diubah, sehingga keseluruhan Pasal 5 berbunyi sebagai berikut: “Pasal 5 (1) Jurusita Pajak bertugas: a. melaksanakan Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus; b. memberitahukan Surat Paksa; c. melaksanakan penyitaan atas barang Penanggung Pajak berdasarkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan; dan d.

melaksanakan penyanderaan berdasarkan Surat Perintah Penyanderaan. (2) Jurusita Pajak dalam melaksanakan tugasnya harus dilengkapi dengan kartu tanda pengenal Jurusita Pajak dan harus diperlihatkan kepada Penanggung Pajak. (3) Dalam melaksanakan penyitaan, Jurusita Pajak berwenang memasuki dan memeriksa semua ruangan termasuk membuka lemari, laci, dan tempat lain untuk menemukan objek sita di tempat usaha, di tempat kedudukan, atau di tempat tinggal Penanggung Pajak, atau di tempat lain yang dapat diduga sebagai tempat penyimpanan objek sita.

  • 4) Dalam melaksanakan tugasnya, Jurusita Pajak dapat meminta bantuan Kepolisian, Kejaksaan, Departemen yang membidangi hukum dan perundang-undangan, Pemerintah Daerah setempat, Badan Pertanahan Nasional, Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, Pengadilan Negeri, Bank atau pihak lain.
  • 5) Jurusita Pajak menjalankan tugas di wilayah kerja Pejabat yang mengangkatnya, kecuali ditetapkan lain dengan Keputusan Menteri atau Keputusan Kepala Daerah.” 4.

Ketentuan,4. Ketentuan Pasal 6 ayat (1) huruf b dan huruf c diubah, sehingga keseluruhan Pasal 6 berbunyi sebagai berikut: “Pasal 6 (1) Jurusita Pajak melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus tanpa menunggu tanggal jatuh tempo pembayaran berdasarkan Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus yang diterbitkan oleh Pejabat apabila: a.

Penanggung Pajak akan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya atau berniat untuk itu; b. Penanggung Pajak memindahtangankan barang yang dimiliki atau yang dikuasai dalam rangka menghentikan atau mengecilkan kegiatan perusahaan, atau pekerjaan yang dilakukannya di Indonesia; c. terdapat tanda-tanda bahwa Penanggung Pajak akan membubarkan badan usahanya, atau menggabungkan usahanya, atau memekarkan usahanya, atau memindahtangankan perusahaan yang dimiliki atau dikuasainya, atau melakukan perubahan bentuk lainnya; d.

badan usaha akan dibubarkan oleh Negara; atau e. terjadi penyitaan atas barang Penanggung Pajak oleh pihak ketiga atau terdapat tanda-tanda kepailitan. (2) Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus sekurang-kurangnya memuat: a. nama Wajib Pajak, atau nama Wajib Pajak dan Penanggung Pajak; b.

Besarnya utang pajak; c. perintah untuk membayar; dan d. saat pelunasan pajak. (3) Surat, (3) Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus diterbitkan sebelum penerbitan Surat Paksa.” 5. Ketentuan Pasal 7 ayat (2) diubah, sehingga keseluruhan Pasal 7 berbunyi sebagai berikut: “Pasal 7 (1) Surat Paksa berkepala kata-kata “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”, mempunyai kekuatan eksekutorial dan kedudukan hukum yang sama dengan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.

(2) Surat Paksa sekurang-kurangnya harus memuat: a. nama Wajib Pajak, atau nama Wajib Pajak dan Penanggung Pajak; b. dasar penagihan; c. besarnya utang pajak; dan d. perintah untuk membayar.” 6. Ketentuan Pasal 8 diubah dan dijadikan ayat (1), dan ditambah 1 (satu) ayat yaitu ayat (2), sehingga keseluruhan Pasal 8 berbunyi sebagai berikut: “Pasal 8 (1) Surat Paksa diterbitkan apabila: a.

Penanggung Pajak tidak melunasi utang pajak dan kepadanya telah diterbitkan Surat Teguran atau Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis; b. terhadap Penanggung Pajak telah dilaksanakan penagihan seketika dan sekaligus; atau c. Penanggung,c. Penanggung Pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum dalam keputusan persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran pajak.

(2) Surat Teguran, Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis diterbitkan apabila Penanggung Pajak tidak melunasi utang pajaknya sampai dengan tanggal jatuh tempo pembayaran.” 7. Ketentuan Pasal 9 diubah, sehingga keseluruhan Pasal 9 berbunyi sebagai berikut: “Pasal 9 (1) Dalam hal terjadi keadaan di luar kekuasaan Pejabat atau sebab lain, Surat Paksa pengganti dapat diterbitkan oleh Pejabat karena jabatan.

  1. 2) Surat Paksa pengganti sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) mempunyai kekuatan eksekutorial dan kedudukan hukum yang sama dengan Surat Paksa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1).” 8.
  2. Etentuan Pasal 10 ayat (1), ayat (2), ayat (4), ayat (5), ayat (7), ayat (8), ayat (9), ayat (10), dan ayat (11) diubah, dan ditambah ayat (12) sehingga keseluruhan Pasal 10 berbunyi sebagai berikut: “Pasal 10 (1) Surat Paksa diberitahukan oleh Jurusita Pajak dengan pernyataan dan penyerahan Salinan Surat Paksa kepada Penanggung Pajak.

(2) Pemberitahuan Surat Paksa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dituangkan dalam Berita Acara yang sekurang-kurangnya memuat hari dan tanggal pemberitahuan Surat Paksa, nama Jurusita, Jurusita Pajak, nama yang menerima, dan tempat pemberitahuan Surat Paksa.

3) Surat Paksa terhadap orang pribadi diberitahukan oleh Jurusita Pajak kepada: a. Penanggung Pajak di tempat tinggal, tempat usaha atau di tempat lain yang memungkinkan; b. orang dewasa yang bertempat tinggal bersama ataupun yang bekerja di tempat usaha Penanggung Pajak, apabila Penanggung Pajak yang bersangkutan tidak dapat dijumpai; c.

salah seorang ahli waris atau pelaksana wasiat atau yang mengurus harta peninggalannya, apabila Wajib Pajak telah meninggal dunia dan harta warisan belum dibagi; atau d. para ahli waris, apabila Wajib Pajak telah meninggal dunia dan harta warisan telah dibagi.

(4) Surat Paksa terhadap badan diberitahukan oleh Jurusita Pajak kepada: a. pengurus, kepala perwakilan, kepala cabang, penanggung jawab, pemilik modal, baik di tempat kedudukan badan yang bersangkutan, di tempat tinggal mereka maupun di tempat lain yang memungkinkan; atau b. pegawai tetap di tempat kedudukan atau tempat usaha badan yang bersangkutan apabila Jurusita Pajak tidak dapat menjumpai salah seorang sebagaimana dimaksud dalam huruf a.

(5) Dalam hal Wajib Pajak dinyatakan pailit, Surat Paksa diberitahukan kepada Kurator, Hakim Pengawas atau Balai Harta Peninggalan, dan dalam hal Wajib Pajak dinyatakan bubar atau dalam likuidasi, Surat Paksa diberitahukan kepada orang, orang atau badan yang dibebani untuk melakukan pemberesan, atau likuidator.

6) Dalam hal Wajib Pajak menunjuk seorang kuasa dengan surat kuasa khusus untuk menjalankan hak dan kewajiban perpajakan, Surat Paksa dapat diberitahukan kepada penerima kuasa dimaksud. (7) Apabila pemberitahuan Surat Paksa sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dan ayat (4) tidak dapat dilaksanakan, Surat Paksa disampaikan melalui Pemerintah Daerah setempat.

(8) Dalam hal Wajib Pajak atau Penanggung Pajak tidak diketahui tempat tinggalnya, tempat usaha, atau tempat kedudukannya, penyampaian Surat Paksa dilaksanakan dengan cara menempelkan Surat Paksa pada papan pengumuman kantor Pejabat yang menerbitkannya, mengumumkan melalui media massa, atau cara lain yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri atau Keputusan Kepala Daerah.

(9) Dalam hal Surat Paksa harus dilaksanakan di luar wilayah kerja Pejabat, Pejabat dimaksud meminta bantuan kepada Pejabat yang wilayah kerjanya meliputi tempat pelaksanaan Surat Paksa, kecuali ditetapkan lain dengan Keputusan Menteri atau Keputusan Kepala Daerah. (10) Pejabat yang diminta bantuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (9) wajib membantu dan memberitahukan tindakan yang telah dilaksanakannya kepada Pejabat yang meminta bantuan.

(11) Dalam hal Penanggung Pajak atau pihak-pihak yang dimaksud dalam ayat (3) dan ayat (4) menolak untuk menerima Surat Paksa, Jurusita Pajak meninggalkan Surat Paksa dimaksud dan mencatatnya dalam Berita Acara bahwa Penanggung Pajak tidak mau menerima Surat Paksa, dan Surat Paksa dianggap telah diberitahukan.

  1. 12) Pengajuan,
  2. 12) Pengajuan keberatan oleh Wajib Pajak tidak mengakibatkan penundaan pelaksanaan Surat Paksa.” 9.
  3. Diantara Pasal 10 dan Pasal 11 disisipkan Pasal 10 A, yang berbunyi sebagai berikut: “Pasal 10 A Tata cara pelaksanaan penagihan seketika dan sekaligus, dan pelaksanaan Surat Paksa ditetapkan dengan Keputusan Menteri atau Keputusan Kepala Daerah.” 10.

Ketentuan Pasal 12 ayat (4), ayat (5), ayat (6), dan ayat (7) diubah, dan di antara ayat (3) dan ayat (4) disisipkan 1 (satu) ayat yaitu ayat (3a), sehingga keseluruhan Pasal 12 berbunyi sebagai berikut: “Pasal 12 (1) Apabila utang pajak tidak dilunasi Penanggung Pajak dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, Pejabat menerbitkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan.

  1. 2) Penyitaan dilaksanakan oleh Jurusita Pajak dengan disaksikan oleh sekurang-kurangnya 2 (dua) orang yang telah dewasa, penduduk Indonesia, dikenal oleh Jurusita Pajak, dan dapat dipercaya.
  2. 3) Setiap melaksanakan penyitaan, Jurusita Pajak membuat Berita Acara Pelaksanaan Sita yang ditandatangani oleh Jurusita Pajak, Penanggung Pajak dan saksi-saksi.

(3a) Dalam hal Penanggung Pajak adalah Badan maka Berita Acara Pelaksanaan Sita ditandatangani oleh pengurus, kepala perwakilan, kepala cabang, penanggung jawab, pemilik modal atau pegawai tetap perusahaan. (4) Walaupun, (4) Walaupun Penanggung Pajak tidak hadir, penyitaan tetap dapat dilaksanakan dengan syarat salah seorang saksi sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), berasal dari Pemerintah Daerah setempat.

(5) Dalam hal penyitaan dilaksanakan tidak dihadiri oleh Penanggung Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (4), Berita Acara Pelaksanaan Sita ditandatangani Jurusita Pajak dan saksi-saksi. (6) Berita Acara Pelaksanaan Sita tetap mempunyai kekuatan mengikat, meskipun Penanggung Pajak menolak menandatangani Berita Acara Pelaksanaan Sita sebagaimana dimaksud dalam ayat (3).

(7) Salinan Berita Acara Pelaksanaan Sita dapat ditempelkan pada barang bergerak atau barang tidak bergerak yang disita, atau di tempat barang bergerak atau barang tidak bergerak yang disita berada, dan atau di tempat-tempat umum. (8) Atas barang yang disita dapat ditempel atau diberi segel sita.” 11.

Etentuan Pasal 14 diubah, dan di antara ayat (1) dan ayat (2) disisipkan 1 (satu) ayat yaitu ayat (1a), sehingga keseluruhan Pasal 14 berbunyi sebagai berikut: “Pasal 14 (1) Penyitaan dilaksanakan terhadap barang milik Penanggung Pajak yang berada di tempat tinggal, tempat usaha, tempat kedudukan, atau di tempat lain termasuk yang penguasaannya berada di tangan pihak lain atau yang dijaminkan sebagai pelunasan utang tertentu yang dapat berupa: a.

barang,a. barang bergerak termasuk mobil, perhiasan, uang tunai, dan deposito berjangka, tabungan, saldo rekening koran, giro, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu, obligasi saham, atau surat berharga lainnya, piutang, dan penyertaan modal pada perusahaan lain; dan atau b.

  • Barang tidak bergerak termasuk tanah, bangunan, dan kapal dengan isi kotor tertentu.
  • 1a) Penyitaan terhadap Penanggung Pajak Badan dapat dilaksanakan terhadap barang milik perusahaan, pengurus, kepala perwakilan, kepala cabang, penanggung jawab, pemilik modal, baik di tempat kedudukan yang bersangkutan, di tempat tinggal mereka maupun di tempat lain.
You might be interested:  Lembaga Keuangan Yang Menyediakan Jasa Keuangan Perbankan Disebut?

(2) Penyitaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan sampai dengan nilai barang yang disita diperkirakan cukup oleh Jurusita Pajak untuk melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak. (3) Hak lainnya yang dapat disita selain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.” 12.

Ketentuan Pasal 15 diubah, dan di antara ayat (2) dan ayat (3) disisipkan 1 (satu) ayat yaitu ayat (2a), sehingga keseluruhan Pasal 15 berbunyi sebagai berikut: “Pasal 15 (1) Barang bergerak milik Penanggung Pajak yang dikecualikan dari penyitaan adalah: a. pakaian dan tempat tidur beserta perlengkapannya yang digunakan oleh Penanggung Pajak dan keluarga yang menjadi tanggungannya; b.

persediaan,b. persediaan makanan dan minuman untuk keperluan satu bulan beserta peralatan memasak yang berada di rumah; c. perlengkapan Penanggung Pajak yang bersifat dinas yang diperoleh dari negara; d. buku-buku yang bertalian dengan jabatan atau pekerjaan Penanggung Pajak dan alat-alat yang dipergunakan untuk pendidikan, kebudayaan dan keilmuan; e.

  1. Peralatan dalam keadaan jalan yang masih digunakan untuk melaksanakan pekerjaan atau usaha sehari-hari dengan jumlah seluruhnya tidak lebih dari Rp 20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah); atau f.
  2. Peralatan penyandang cacat yang digunakan oleh Penanggung Pajak dan keluarga yang menjadi tanggungannya.
  3. 2) Perubahan besarnya nilai peralatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf e ditetapkan dengan Keputusan Menteri atau Keputusan Kepala Daerah.

(2a) Dalam hal barang yang disita mudah rusak atau cepat busuk, dikecualikan dari penjualan secara lelang. (3) Penambahan jenis barang bergerak yang dikecualikan dari penyitaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf f diatur dengan Peraturan Pemerintah.” 13.

Ketentuan Pasal 19 ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (6) diubah, sehingga keseluruhan Pasal 19 berbunyi sebagai berikut: “Pasal 19 (1) Penyitaan tidak dapat dilaksanakan terhadap barang yang telah disita oleh Pengadilan Negeri atau instansi lain yang berwenang. (2) Terhadap, (2) Terhadap barang yang telah disita sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Jurusita Pajak menyampaikan Surat Paksa kepada Pengadilan Negeri atau instansi lain yang berwenang.

(3) Pengadilan Negeri sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dalam sidang berikutnya menetapkan barang yang telah disita dimaksud sebagai jaminan pelunasan utang pajak. (4) Instansi lain yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), setelah menerima Surat Paksa menjadikan barang yang telah disita dimaksud sebagai jaminan pelunasan utang pajak.

(5) Pengadilan Negeri atau instansi lain yang berwenang menentukan pembagian hasil penjualan barang dimaksud berdasarkan ketentuan hak mendahulu Negara untuk tagihan pajak. (6) Hak mendahulu untuk tagihan pajak melebihi segala hak mendahulu lainnya, kecuali terhadap: a. biaya perkara yang semata-mata disebabkan suatu penghukuman untuk melelang suatu barang bergerak dan atau barang tidak bergerak; b.

biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkan barang dimaksud; c. biaya perkara yang semata-mata disebabkan pelelangan dan penyelesaian suatu warisan. (7) Putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap segera disampaikan oleh Pengadilan Negeri kepada Kantor Lelang untuk dipergunakan sebagai dasar pembagian hasil lelang.” 14.

Ketentuan,14. Ketentuan Pasal 20 ayat (1) dan ayat (3) diubah, sehingga keseluruhan Pasal 20 berbunyi sebagai berikut: “Pasal 20 (1) Dalam hal objek sita berada di luar wilayah kerja Pejabat yang menerbitkan Surat Paksa, Pejabat meminta bantuan kepada Pejabat yang wilayah kerjanya meliputi tempat objek sita berada untuk menerbitkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan terhadap objek sita dimaksud, kecuali ditetapkan lain oleh Keputusan Menteri atau Keputusan Kepala Daerah.

(2) Dalam hal objek sita letaknya berjauhan dengan tempat kedudukan Pejabat tetapi masih dalam wilayah kerjanya, Pejabat dimaksud dapat meminta bantuan kepada Pejabat yang wilayah kerjanya juga meliputi tempat objek sita berada untuk menerbitkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan.

  • 3) Pejabat yang diminta bantuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) memberitahukan pelaksanaan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan dimaksud kepada Pejabat yang meminta bantuan segera setelah penyitaan dilaksanakan dengan mengirimkan berita Acara Pelaksanaan Sita.” 15.
  • Etentuan Pasal 21 diubah, sehingga keseluruhan Pasal 21 berbunyi sebagai berikut: “Pasal 21 Penyitaan tambahan dapat dilaksanakan apabila: a.

nilai barang yang disita sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) nilainya tidak cukup untuk melunasi biaya penagihan pajak dan utang pajak; atau b. hasil lelang barang yang telah disita tidak cukup untuk melunasi biaya penagihan pajak dan utang pajak.” 16.

  • Etentuan,16.
  • Etentuan Pasal 22 diubah, dan ditambah 1 (satu) ayat yaitu ayat (3), sehingga keseluruhan Pasal 22 berbunyi sebagai berikut: “Pasal 22 (1) Pencabutan sita dilaksanakan apabila Penanggung Pajak telah melunasi biaya penagihan pajak dan utang pajak atau berdasarkan putusan pengadilan atau putusan badan peradilan pajak atau ditetapkan lain dengan Keputusan Menteri atau Keputusan Kepala Daerah.

(2) Pencabutan sita sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan berdasarkan Surat Pencabutan Sita yang diterbitkan oleh Pejabat. (3) Dalam hal penyitaan dilaksanakan terhadap barang yang kepemilikannya terdaftar, tindasan Surat Pencabutan Sita disampaikan kepada instansi tempat barang tersebut terdaftar.” 17.

  1. Etentuan Pasal 23 ayat (1) diubah, dan ayat (2) dihapus, sehingga keseluruhan Pasal 23 berbunyi sebagai berikut: “Pasal 23 (1) Penanggung Pajak dilarang: a.
  2. Memindahkan hak, memindahtangankan, menyewakan, meminjamkan, menyembunyikan, menghilangkan, atau merusak barang yang telah disita; b.
  3. Membebani barang tidak bergerak yang telah disita dengan hak tanggungan untuk pelunasan utang tertentu; c.

membebani barang bergerak yang telah disita dengan fidusia atau diagunkan untuk pelunasan utang tertentu; dan atau d. merusak,d. merusak, mencabut, atau menghilangkan segel sita atau salinan Berita Acara Pelaksanaan Sita yang telah ditempel pada barang sitaan.

  • 2) dihapus.” 18.
  • Etentuan Pasal 25 ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) diubah, sehingga keseluruhan Pasal 25 berbunyi sebagai berikut: “Pasal 25 (1) Apabila utang pajak dan atau biaya penagihan pajak tidak dilunasi setelah dilaksanakan penyitaan, Pejabat berwenang melaksanakan penjualan secara lelang terhadap barang yang disita melalui Kantor Lelang.

(2) Barang yang disita berupa uang tunai, deposito berjangka, tabungan, saldo rekening koran, obligasi, saham, atau surat berharga lainnya, piutang dan penyertaan modal pada perusahaan lain, dikecualikan dari penjualan secara lelang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).

  1. 3) Barang yang disita sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) digunakan untuk membayar biaya penagihan pajak dan utang pajak dengan cara: a.
  2. Uang tunai disetor ke Kas Negara atau Kas Daerah; b.
  3. Deposito berjangka, tabungan, saldo rekening koran, giro, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu, dipindahbukukan ke Kas Negara atau Kas Daerah atas permintaan Pejabat kepada Bank yang bersangkutan; c.

obligasi, saham, atau surat berharga lainnya yang diperdagangkan di bursa efek dijual di bursa efek atas permintaan Pejabat; d. obligasi,d. obligasi, saham, atau surat berharga lainnya yang tidak diperdagangkan di bursa efek segera dijual oleh Pejabat; e.

  1. Piutang dibuatkan berita acara persetujuan tentang pengalihan hak menagih dari Penanggung Pajak kepada Pejabat; f.
  2. Penyertaan modal pada perusahaan lain dibuatkan akte persetujuan pengalihan hak menjual dari Penanggung Pajak kepada Pejabat.
  3. 4) Dalam hal penjualan yang dikecualikan dari lelang, biaya penagihan pajak ditambah 1% (satu persen) dari hasil penjualan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2).

(5) Ketentuan mengenai tata cara penjualan barang yang dikecualikan dari penjualan secara lelang sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.” 19. Ketentuan Pasal 26 ayat (1) dan ayat (6) diubah, dan di antara ayat (1) dan ayat (2) disisipkan 3 (tiga) ayat yaitu ayat (1a), ayat (1b), dan ayat (1c), serta ditambah 1 (satu) ayat yaitu ayat (7), sehingga keseluruhan Pasal 26 berbunyi sebagai berikut: “Pasal 26 (1) Penjualan secara lelang terhadap barang yang disita sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) dilaksanakan paling singkat 14 (empat belas) hari setelah pengumuman lelang melalui media massa.

1a) Pengumuman lelang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan paling singkat 14 (empat belas) hari setelah penyitaan. (1b) Pengumuman, (1b) Pengumuman lelang untuk barang bergerak dilakukan 1 (satu) kali dan untuk barang tidak bergerak dilakukan 2 (dua) kali. (1c) Pengumuman lelang terhadap barang dengan nilai paling banyak Rp 20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah) tidak harus diumumkan melalui media massa,

(2) Pejabat bertindak sebagai penjual atas barang yang disita mengajukan permintaan lelang kepada Kantor Lelang sebelum lelang dilaksanakan. (3) Pejabat atau yang mewakilinya menghadiri pelaksanaan lelang untuk menentukan dilepas atau tidaknya barang yang dilelang dan menandatangani asli Risalah Lelang.

4) Pejabat dan Jurusita Pajak tidak diperbolehkan membeli barang sitaan yang dilelang. (5) Larangan terhadap Pejabat dan Jurusita Pajak untuk membeli barang sitaan yang dilelang, berlaku juga terhadap istri, keluarga sedarah dan semenda dalam keturunan garis lurus, serta anak angkat. (6) Pejabat dan Jurusita Pajak yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (4), dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(7) Perubahan besarnya nilai barang yang tidak harus diumumkan melalui media massa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1c) ditetapkan dengan Keputusan Menteri atau Keputusan Kepala Daerah.” 20. Ketentuan Pasal 27 ayat (3) diubah, sehingga keseluruhan Pasal 27 berbunyi sebagai berikut:

Apakah fungsi pajak yang dipungut oleh pemerintah?

Baca juga Pemberlakuan Pajak Solidaritas Terhadap Pemulihan Ekonomi – 2. Fungsi Mengatur (Regulerend) Melalui kebijaksanaan pajak, dapat membantu pemerintah dalam mengatur pertumbuhan ekonomi. Melalui fungsi mengatur ini, pajak diharapkan dapat digunakan sebagai alat untuk mencapai sebuah tujuan, yaitu kesejahteraan rakyatnya. Fungsi mengatur tersebut antara lain:

Pajak bisa digunakan untuk menghambat laju inflasi Pajak bisa digunakan sebagai alat untuk mendorong dan meningkatkan kegiatan ekspor, seperti pajak ekspor barang Pajak bisa memberikan perlindungan terhadap barang produksi dari dalam negeri, seperti PPN Pajak bisa mengatur dan menarik investasi modal guna membantu perekonomian semakin produktif

3. Fungsi Stabilitas Pajak juga berfungsi dalam membantu pemerintah berkaitan dengan kepemilikan dana yang dapat digunakan untuk menjalankan kebijakan yang berhubungan dengan stabilitas harga sehingga hal-hal yang berkaitan dengan inflasi dapat dikendalikan dengan baik.

  • Untuk dapat menjaga stabilitas perekonomian negara, dapat dilakukan dengan mengatur peredaran uang yang ada di masyarakat, pemungutan pajak, hingga penggunaan pajak yang efektif dan efisien.
  • Contohnya adalah bila suatu negara mengalami inflasi, maka negara akan menetapkan nominal pungutan wajib yang relatif lebih tinggi.

Sedangkan, apabila negara mengalami deflasi maka negara akan menetapkan nominal pungutan yang relatif rendah.4. Fungsi Redistribusi Pendapatan Pajak yang telah dipungut oleh pemerintah atau negara, nantinya akan digunakan untuk membiayai semua kepentingan umum, termasuk ke dalamnya adalah membiayai pembangunan sehingga dapat membuka kesempatan kerja yang dapat dimanfaatkan oleh warga negaranya yang membutuhkan pekerjaan yang pada akhirnya berujung pada peningkatan pendapatan masyarakat.

Jelaskan apa yang dimaksud dengan withholding tax system?

Impelementasi Withholding Tax di Indonesia

You might be interested:  Transaksi Yang Dapat Menyebabkan Penambahan Modal Adalah?

Jakarta – Withholding tax atau yang biasa disebut sebagai sistem pemotongan pajak dari pihak ketiga merupakan suatu sistem pemungutan pajak ketika pemerintah memberikan kepercayaan serta merta kepada wajib pajak untuk melaksanakan kewajiban perpajakannya yaitu memotong atau memungut pajaknya atas penghasilan yang telah dibayarkan kepada penerima penghasilan serta langsung menyerahkannya kepada kas negara. Pajak yang telah dipotong ataupun dipungut, nantinya harus disetorkan kepada kas negara di akhir tahun dan digunakan sebagai pengurang atas pajak atau kredit pajak bagi pihak yang dipotong dengan cara melampirkan bukti pemotongan atau pemungutan tersebut. Sistem ini sebenarnya adalah suatu jalan pintas untuk pemerintah untuk melakukan pemungutan pajak, karena wajib pajak yang ditugaskan untuk melakukan pemungutan dan pemotongan pajak non pemerintah dapat meminimalisir pengeluaran biaya yang besar untuk mengumpulkan sejumlah pajak tersebut. Pemotong adalah jumlah pajak yang telah dipotong oleh pihak pemberi penghasilan atas jumlah penghasilan yang diberikan kepada penerima penghasilan, sehingga nantinya dapat menjadikan penyebab atas berkurangnya jumlah penghasilan yang telah diterima penerima penghasilan, seperti PPh pasal 21 dan PPh pasal 23. Sedangkan pemungut berarti jumlah pajak yang dipungut atas keseluruhan pembayaran yang berpotensi dapat menimbulkan penghasilan untuk penerima pembayaran, dalam hal ini contohnya seperti pajak penghasilan pasal 22.

Apa saja yang termasuk dalam pajak langsung?

Pertanyaan Terkait –

  • Apa saja contoh pajak langsung? Contoh pajak langsung antara lain: (1) Pajak kendaraan bermotor, (2) Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), (3) Pajak Penghasilan.
  • Apa yang dimaksud dengan pajak langsung? Pengertian pajak langsung adalah pajak yang dikenakan secara berkala terhadap orang atau badan sesuai dengan surat ketetapan pajak; pajak ini harus dipikul sendiri oleh wajib pajak (direct tax).

Apa kelebihan official assessment system?

Kelebihan dan kelemahan sistem pemungutan pajak official assessment system yaitu kelebihannya pajak akan dibayar lebih teratur karena aparat pajak yang akan menghitung jumlah pajak dan juga menagihnya kepada wajib pajak, sehingga sulit bagi wajib pajak untuk menghindari pajak.

Bagaimana ciri ciri official assessment system?

sobatpajak.com Indonesia – Sistem pemungutan pajak merupakan mekanisme yang mengatur hak dan kewajiban pajak bagi wajib pajak. Di Indonesia ini terdapat sistem pemungutan pajak sendiri yang menjadi acuan untuk menghitung besar pajak yang harus dibayarkan oleh wajib pajak.

  • 3 Sistem Pemungutan Pajak yang Berlaku di Indonesia
  • Di Indonesia, berlaku 3 jenis sistem pemungutan pajak, yaitu:
  • 1, Self Assessment System

Self Assessment System merupakan salah satu sistem pemungutan pajak dimana sistem ini membebankan besaran pajak yang harus dibayar oleh wajib pajak yang bersangkutan secara mandiri. Jadi wajib pajak disini berperan aktif dalam menghiutng, membayar sampai melaporkan besaran pajaknya kepada Direktorat Jenderal Pajak.

Disini pemerintah berperan sebagai pengawas dari aktivitas perpajakan wajib pajak. Sistem pemungutan pajak ini diterapkan di pajak pusat, seperti Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh). Sistem ini diberlakukan di Indonesia setelah masa reformasi pajak pada 1983 dan masih berlaku hingga saat ini.

Self Assessment System ini memberikan keluasaan kepada wajib pajak, tapi terdapat konsekuensi dimana wajib pajak akan berusaha untuk menyetor besar pajak sekecil mungkin. Ciri-ciri Self Assesment system :

  • Besar pajak terutang ditentukan oleh wajib pajak itu sendiri
  • Wajib pajak berperan aktif dalam memenuhi kewajiban pajaknya mulai darimenghitung, membayar hingga melapor pajak sendiri.
  • Pemerintah tidak perlu mengeluarkan Surat Ketetapan Pajak (SKP) terkecuali, jika wajib pajak telat lapor, telat melunasi pajak terutang, atau terdapat pajak yang tidak dibayar.

2. Official Assessment System Sistem pemungutan satu ini memberikan wewenang kepada wajib pajak untuk menentukan seberapa besar pajak terutang kepada fiskus atau aparat perpajakan sebagai pemungut pajak. Dalam sistem ini, petugas pajak sepenuhnya memiliki inisiatif dalam menghitung dan memungut pajak.

  1. Official Assessment System ini diterapkan dalam pelunasan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) atau jenis-jenis pajak daerah lainnya dimana KPP sebagai pihak yang mengeluarkan surat ketetapan pajak berisi besaran PBB terutang setiap tahunnya.
  2. Walau fiskus (pemegang wewenang pajak) cukup dominan dalam menghitung dan menetapkan hutang pajak, namun setelah reformasi perpajakan pada tahun 1984, sistem pemungutan ini tidak lagi berlaku.
  3. Ciri-ciri Official Assessment System :
  • Wajib pajak bersifat pasif karena perhitungan pajak terutang dihitung oleh aparat pajak (fiskus) yang ditunjuk dalam pengelolaan pajak
  • Pajak yang terutang muncul setelah aparat pajak menghitung pajak terutang dan diterbitkan SKP
  • Pemerintah memiliki hak penuh dalam menentukan besar pajak yang menjadi kewajiban bayar oleh wajib pajak

3. Withholding Assessment System Untuk w ithholding system, besaran pajak akan dihitung oleh pihak ketiga yang merupakan bukan wajib pajak ataupun aparat pajak. Contoh penerapan sistem ini adalah pemotongan gaji karyawan yang dilakukan oleh bendahara instansi terkait.

Oleh karena itu, karyawan tidak perlu lagi mendatangi KPP untuk membayar pajak terutang tersebut. Jenis-jenis pengenaan pajak yang menggunakan w ithholding assessment system, yaitu Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, PPh Pasal 4 Ayat 2 (PPh Final), dan PPN. Dengan sistem pemungutan ini, wajib pajak akan mendapatkan bukti potong atau Surat Setoran Pajak (SSP) yang berfungsi sebagai bukti atas pelunasan pajak.

Itulah semua jenis sistem pemungutan pajak di Indonesia, sebagai wajib pajak hendaknya memahami ketentuan pajak yang berlaku di Indonesia mulai dari jenis-jenis pajak yang berlaku dan sistem pemungutan pajaknya agar mempermudah saat membayar pajak. : sobatpajak.com

Apakah perbedaan antara sel assessment system dengan semi self assessment system?

Jawaban yang benar adalah Self Assessment System merupakan sistem pemungutan pajak yang mana wajib pajak diberi kewenangan sepenuhnya dalam menghitung dan melaporkan kewajiban pajaknya, sedangkan Semi Self Assessment System (with holding assessment system) merupakan sistem pemungutan pajak yang mana wewenang untuk menentukan besarnya pajak ada di dua pihak, yaitu wajib pajak dan fiscus.

Penjelasan: Berikut merupakan perbedaan Self Assessment System dan Semi Self Assessment System: 1. Self Assessment System Self assessment system merupakan sistem pemungutan pajak yang mana wajib pajak boleh menghitung dan melaporkan sendiri besarnya pajak terutang. Dalam sistem ini, wajib pajak memiliki peran aktif dalam menghitung, membayar, dan melaporkan kewajiban pajaknya.2.

Semi Self assessment system (with holding assessment system) merupakan sistem pemungutan pajak yang mana wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang berada pada kedua belah pihak, yaitu wajib pajak dan fiscus. Mekanisme pelaksanaannya berdasarkan suatu anggapan bahwa wajib pajak pada akhir tahun menaksir sendiri besarnya pajak, kemudian pada akhir tahun besarnya pajak terutang sesungguhnya ditentukan oleh fiscus.

Apa perbedaan antara self assessment system dan semi self assessment system?

Perbedaan self assessment system dengan semi self assessment system

Jawaban: Perbedaan self assessment system dengan semi self assesment system adalah jika self assessment system, perhitungan pajak dilakukan secara mandiri sedangkan semi self assesment system adalah perhitungan pajak dilakukan sendiri namun dihitung kembali oleh petugas pajak. Penjelasan:

Pajak merupakan pungutan wajib yang harus dibayar oleh setiap wajib pajak. wajib pajak adalah orang yang telah memenuhi syarat untuk membayar pajak, Pajak harus dibayar oleh setiap wajib pajak, karena pajak merupakan sumber pendapatan negara yang berguna untuk pembangunan.

Bagaimana ciri ciri official assessment system?

sobatpajak.com Indonesia – Sistem pemungutan pajak merupakan mekanisme yang mengatur hak dan kewajiban pajak bagi wajib pajak. Di Indonesia ini terdapat sistem pemungutan pajak sendiri yang menjadi acuan untuk menghitung besar pajak yang harus dibayarkan oleh wajib pajak.

  • 3 Sistem Pemungutan Pajak yang Berlaku di Indonesia
  • Di Indonesia, berlaku 3 jenis sistem pemungutan pajak, yaitu:
  • 1, Self Assessment System

Self Assessment System merupakan salah satu sistem pemungutan pajak dimana sistem ini membebankan besaran pajak yang harus dibayar oleh wajib pajak yang bersangkutan secara mandiri. Jadi wajib pajak disini berperan aktif dalam menghiutng, membayar sampai melaporkan besaran pajaknya kepada Direktorat Jenderal Pajak.

  1. Disini pemerintah berperan sebagai pengawas dari aktivitas perpajakan wajib pajak.
  2. Sistem pemungutan pajak ini diterapkan di pajak pusat, seperti Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh).
  3. Sistem ini diberlakukan di Indonesia setelah masa reformasi pajak pada 1983 dan masih berlaku hingga saat ini.

Self Assessment System ini memberikan keluasaan kepada wajib pajak, tapi terdapat konsekuensi dimana wajib pajak akan berusaha untuk menyetor besar pajak sekecil mungkin. Ciri-ciri Self Assesment system :

  • Besar pajak terutang ditentukan oleh wajib pajak itu sendiri
  • Wajib pajak berperan aktif dalam memenuhi kewajiban pajaknya mulai darimenghitung, membayar hingga melapor pajak sendiri.
  • Pemerintah tidak perlu mengeluarkan Surat Ketetapan Pajak (SKP) terkecuali, jika wajib pajak telat lapor, telat melunasi pajak terutang, atau terdapat pajak yang tidak dibayar.

2. Official Assessment System Sistem pemungutan satu ini memberikan wewenang kepada wajib pajak untuk menentukan seberapa besar pajak terutang kepada fiskus atau aparat perpajakan sebagai pemungut pajak. Dalam sistem ini, petugas pajak sepenuhnya memiliki inisiatif dalam menghitung dan memungut pajak.

  1. Official Assessment System ini diterapkan dalam pelunasan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) atau jenis-jenis pajak daerah lainnya dimana KPP sebagai pihak yang mengeluarkan surat ketetapan pajak berisi besaran PBB terutang setiap tahunnya.
  2. Walau fiskus (pemegang wewenang pajak) cukup dominan dalam menghitung dan menetapkan hutang pajak, namun setelah reformasi perpajakan pada tahun 1984, sistem pemungutan ini tidak lagi berlaku.
  3. Ciri-ciri Official Assessment System :
  • Wajib pajak bersifat pasif karena perhitungan pajak terutang dihitung oleh aparat pajak (fiskus) yang ditunjuk dalam pengelolaan pajak
  • Pajak yang terutang muncul setelah aparat pajak menghitung pajak terutang dan diterbitkan SKP
  • Pemerintah memiliki hak penuh dalam menentukan besar pajak yang menjadi kewajiban bayar oleh wajib pajak

3. Withholding Assessment System Untuk w ithholding system, besaran pajak akan dihitung oleh pihak ketiga yang merupakan bukan wajib pajak ataupun aparat pajak. Contoh penerapan sistem ini adalah pemotongan gaji karyawan yang dilakukan oleh bendahara instansi terkait.

Oleh karena itu, karyawan tidak perlu lagi mendatangi KPP untuk membayar pajak terutang tersebut. Jenis-jenis pengenaan pajak yang menggunakan w ithholding assessment system, yaitu Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, PPh Pasal 4 Ayat 2 (PPh Final), dan PPN. Dengan sistem pemungutan ini, wajib pajak akan mendapatkan bukti potong atau Surat Setoran Pajak (SSP) yang berfungsi sebagai bukti atas pelunasan pajak.

Itulah semua jenis sistem pemungutan pajak di Indonesia, sebagai wajib pajak hendaknya memahami ketentuan pajak yang berlaku di Indonesia mulai dari jenis-jenis pajak yang berlaku dan sistem pemungutan pajaknya agar mempermudah saat membayar pajak. : sobatpajak.com

Apa perbedaan mendasar antara sistem self assessment dengan sistem official assessment terkait penetapan pajak?

Sistim official – assessment dalam pemungutan pajak memberikan wewenang yang besar kepada petugas pajak karena besarnya pajak terhutang ditetapkan oleh petugas pajak dan wajib pajak hanya bersifat pasif, sedangkan sistem self assessment wajib pajak menetapkan pajak terhutang, menyetor dan melaporkan pajaknya

Apa kelebihan official assessment system?

Kelebihan dan kelemahan sistem pemungutan pajak official assessment system yaitu kelebihannya pajak akan dibayar lebih teratur karena aparat pajak yang akan menghitung jumlah pajak dan juga menagihnya kepada wajib pajak, sehingga sulit bagi wajib pajak untuk menghindari pajak.