Subjek Pajak Yang Tidak Terbebani Pembayaran Pajak?
Kesimpulan – Menurut UU, subjek pajak terdiri dari orang pribadi, badan, warisan yang belum terbagi dan bentuk usaha tetap (BUT). Berdasarkan jenisnya, dikategorikan menjadi subjek pajak dalam negeri dan luar negeri. Pencatatan keuangan perusahaan atau bisnis yang baik dan rapi akan memudahkan Anda mengitung tarif pajak yang harus dibayarkan.
Untuk memudahkan pencatatan laporan keuangan dan laporan perpajakan tersebut, Anda bisa menggunakan software akuntansi seperti MASERP. Software MASERP memiliki fitur Auto Number Tax yang membantu mencatat penomoran pajak untuk faktur pajak Anda secara otomatis. Anda juga bisa mengexport data pajak perusahaan Anda dari software MASERP yang dapat langsung diimport ke aplikasi E-Faktur.
MASERP mengintegrasikan banyak modul bisnis dalam satu software saja, dari penjualan hingga urusan pajak. Penggunaannya pun bisa dilakukan oleh lebih dari satu user sesuai dengan kebutuhan perusahaan Anda. Tentu saja ini akan membuat bisnis Anda lebih cepat mencapai tujuan karena efisiensi dan produktivitas perusahaan menjadi meningkat.
MASERP adalah software dengan sistem ERP dan bisa dicustom sesuai dengan bisnis flow Anda. Tunggu apalagi? Segera konsultasikan kendala bisnis Anda dengan konsultan ahli kami, gratis! Jangan sampai Anda mendapatkan sanksi dari petugas pajak karena pelaporan keuangan salah dan pembayaran pajak melewati batas waktunya.
Semoga artikel tentang ini dapat membantu Anda. Sampai jumpa di artikel berikutnya!
Contents
- 1 Siapa yang menanggung pajak tidak langsung?
- 2 Apa yg dimaksud dengan pajak subjektif dan objektif?
- 3 Apa yang dimaksud dengan pajak tidak langsung dan berikan contohnya?
- 4 Siapakah yang dikecualikan dari subjek pajak?
- 5 Subjek pajak ada berapa?
- 6 Apa objek dan subjek pajak?
- 7 Kapan mulai dan berakhirnya kewajiban pajak subjektif?
- 8 Apakah laba termasuk objek pajak?
- 9 Jelaskan kapan hapusnya utang pajak?
- 10 Siapa pemikul beban pajak?
- 11 Kenapa orang yang membayar pajak tidak mendapatkan balasan langsung?
Siapa yang menanggung pajak tidak langsung?
Perspektif Pemerintah – Pajak langsung termasuk ke dalam pajak progresif yang dapat mempengaruhi perekonomian negara secara langsung. Sedangkan untuk pajak tidak langsung, memungkinkan pemerintah untuk bisa mengharapkan adanya pemasukan yang berasal dari semua kalangan.
Dengan satu harapan memunculkan feedback yang stabil untuk pembangunan perekonomian kedepannya. Pajak langsung dan pajak tidak langsung sendiri terdiri dari beberapa jenis kategori pajak. Contoh pajak langsung terdiri dari Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan Pajak Kendaraan Bermotor.
Sedangkan, yang merupakan pajak tidak langsung terdiri dari Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Bea Masuk dan Pajak Ekspor. Solusi untuk urusan pajak yang lebih efektif dan efisien bagi anda yaitu konsultan pajak Serpong. Apabila anda yang berada di Serpong memiliki permasalahan pajak, dan membutuhkan bantuan dari, anda dapat menghubungi kami untuk melakukan konsultasi pajak secara online.
Apakah setiap subjek pajak wajib membayar pajak?
Subjek dan Objek Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) – Subjek PBB adalah orang atau badan yang secara nyata memiliki status atas bumi dan bangunan, memperoleh manfaat atas bangunan. Tanda pembayaran/pelunasan pajak bukan merupakan bukti pemilikan hak. Subjek PPB yang dikenakan kewajiban membayar PBB berdasarkan ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku menjadi wajib pajak.
Subjek pajak yang ditetapkan sebagaimana dimaksud sebelumnya dapat memberikan keterangan secara tertulis kepada Ditjen Pajak bahwa ia bukan wajib pajak terhadap objek pajak yang dimaksud. Bila keterangan yang diajukan oleh wajib pajak sebagaimana dimaksud sebelumnya disetujui, maka Direktur Jenderal Pajak membatalkan penetapan sebagai wajib pajak.
Bila keterangan yang diajukan itu tidak disetujui, maka Direktur Jenderal Pajak mengeluarkan surat keputusan penolakan dengan disertai alasan–alasannya. PBB adalah termasuk jenis pajak objektif, yang mana pengenaan pajaknya lebih ditekankan pada objek pajaknya.
- Bumi adalah permukaan bumi yang meliputi tanah dan perairan pedalaman, serta laut wilayah Indonesia, dan tubuh bumi yang ada di bawahnya.
- Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam/dilekatkan secara tetap pada tanah dan/atau perairan. Termasuk dalam pengertian bangunan adalah jalan lingkungan yang terletak dalam suatu kompleks bangunan seperti hotel, pabrik, dan emplasemennya, dan lain-lain yang merupakan satu kesatuan dengan kompleks bangunan tersebut.
- Jalan tol.
- Kolam renang.
- Tempat olahraga.
- Galangan kapal, dermaga.
- Taman mewah.
- Tempat penampungan / kilang minyak, air dan gas, pipa minyak.
- Fasilitas lain yang memberikan manfaat.
Siapakah yang termasuk dalam subjek pajak?
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN
1. Peraturan perundang-undangan perpajakan yang mengatur tentang Pajak Penghasilan yang berlaku sejak 1 Januari 1984 adalah Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1994. Undang-undang Pajak Penghasilan ini dilandasi falsafah Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 yang didalamnya tertuang ketentuan yang menjunjung tinggi hak warga negara dan menempatkan kewajiban perpajakan sebagai kewajiban kenegaraan dan merupakan sarana peran serta rakyat dalam pembiayaan negara dan pembangunan nasional. 2. Dengan pesatnya perkembangan sosial ekonomi sebagai hasil pembangunan nasional dan globalisasi serta reformasi di berbagai bidang, dan setelah mengevaluasi perkembangan pelaksanaan undang-undang perpajakan selama lima tahun terakhir, khususnya Undang-undang Pajak Penghasilan, maka dipandang perlu untuk dilakukan perubahan undang-undang tersebut guna meningkatkan fungsi dan peranannya dalam rangka mendukung kebijakan pembangunan nasional khususnya di bidang ekonomi. 3. Perubahan Undang-undang Pajak Penghasilan dimaksud tetap berpegang pada prinsip-prinsip perpajakan yang dianut secara universal yaitu keadilan, kemudahan/efisiensi administrasi dan produktivitas penerimaan negara dan tetap mempertahankan sistem self assessment, Oleh karena itu, arah dan tujuan penyempurnaan Undang-undang Pajak Penghasilan ini adalah sebagai berikut : a. Lebih meningkatkan keadilan pengenaan pajak; b. Lebih memberikan kemudahan kepada Wajib Pajak; c. Menunjang kebijaksanaan pemerintah dalam rangka meningkatkan investasi langsung di Indonesia baik penanaman modal asing maupun penanaman modal dalam negeri di bidang-bidang usaha tertentu dan daerah-daerah tertentu yang mendapat prioritas. 4. Dengan berlandaskan pada arah dan tujuan penyempurnaan tersebut, perlu dilakukan perubahan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1994, meliputi pokok-pokok sebagai berikut : a. Dalam rangka meningkatkan keadilan pengenaan pajak maka dilakukan perluasan subjek dan objek pajak dalam hal-hal tertentu dan pembatasan pengecualian atau pembebasan pajak dalam hal lainnya. Struktur tarif pajak yang berlaku juga perlu diubah dan dibedakan untuk Wajib Pajak Orang Pribadi dan untuk Wajib Pajak Badan, guna memberikan beban pajak yang lebih proporsional bagi masing-masing golongan Wajib Pajak, disamping mempertahankan tingkat daya saing dengan negara-negara tetangga di kawasan ASEAN. b. Untuk lebih memberikan kemudahan kepada Wajib Pajak, sistem self assessment tetap dipertahankan namun dengan penerapan yang terus menerus diperbaiki. Perbaikan terutama dilakukan pada sistem dan tatacara pembayaran pajak dalam tahun berjalan agar tidak mengganggu likuiditas Wajib Pajak yang menjalankan usaha. Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas perlu didorong untuk melaksanakan kewajiban pembukuan dengan tertib dan taat asas, namun untuk membantu dan membina para Wajib Pajak pengusaha dengan jumlah peredaran tertentu, masih diperkenankan penggunaan norma penghitungan penghasilan neto dengan syarat wajib menyelenggarakan pencatatan. c. Dalam rangka mendorong investasi langsung di Indonesia baik penanaman modal asing maupun penanaman modal dalam negeri dan sejalan dengan kesepakatan ASEAN yang dideklarasikan di Hanoi pada tahun 1999, diatur kembali bentuk-bentuk insentif Pajak Penghasilan yang dapat diberikan. Pasal I Angka 1 Pasal 2 Ayat (1) Pengertian Subjek Pajak meliputi orang pribadi, warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, badan, dan bentuk usaha tetap. Hruruf a. Orang pribadi sebagai Subjek Pajak dapat bertempat tinggal atau berada di Indonesia ataupun di luar Indonesia. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan merupakan Subjek Pajak pengganti, menggantikan mereka yang berhak yaitu ahli waris. Penunjukan warisan yang belum terbagi sebagai Subjek Pajak pengganti dimaksudkan agar pengenaan pajak atas penghasilan yang berasal dari warisan tersebut tetap dapat dilaksanakan. Huruf b Sebagaimana diatur dalam Undang-undang tentang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan, pengertian Badan adalah sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi yang sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap dan bentuk badan lainnya termasuk reksadana. Dalam Undang-undang ini (lihat huruf c berikut), bentuk usaha tetap ditentukan sebagai Subjek Pajak tersendiri, terpisah dari badan. Oleh karena itu, walaupun perlakuan perpajakannya dipersamakan dengan Subjek Pajak badan, untuk pengenaan Pajak Penghasilan, bentuk usaha tetap mempunyai eksistensinya sendiri dan tidak termasuk dalam pengertian badan.Badan Usaha Milik Negara dan Daerah merupakan Subjek Pajak tanpa memperhatikan nama dan bentuknya, sehingga setiap unit tertentu dari badan Pemerintah, misalnya lembaga, badan, dan sebagainya yang dimiliki oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan untuk memperoleh penghasilan merupakan Subjek Pajak. Unit tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria berikut tidak termasuk sebagai Subjek Pajak, yaitu: 1) dibentuk berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku; 2) dibiayai dengan dana yang bersumber dari APBN atau APBD; 3) penerimaan lembaga tersebut dimasukkan dalam anggaran Pemerintah Pusat atau Daerah; dan 4) pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara. Sebagai Subjek Pajak, perusahaan reksadana baik yang berbentuk perseroan terbatas maupun bentuk lainnya termasuk dalam pengertian badan. Dalam pengertian perkumpulan termasuk pula asosiasi, persatuan, perhimpunan, atau ikatan dari pihak-pihak yang mempunyai kepentingan yang sama. Huruf c Lihat ketentuan dalam ayat (5) dan penjelasannya, Ayat (2) Subjek Pajak dibedakan antara Subjek Pajak dalam negeri dan Subjek Pajak luar negeri. Subjek Pajak dalam negeri menjadi Wajib Pajak apabila telah menerima atau memperoleh penghasilan yang besarnya melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak, sedangkan Subjek Pajak luar negeri sekaligus menjadi Wajib Pajak, sehubungan dengan penghasilan yang diterima dari sumber penghasilan di Indonesia atau diperoleh melalui bentuk usaha tetap di Indonesia. Dengan perkataan lain Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang telah memenuhi kewajiban subjektif dan objektif. Sehubungan dengan pemilikan NPWP, Wajib Pajak orang pribadi yang menerima penghasilan di bawah PTKP tidak perlu mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP, Perbedaan yang penting antara Wajib Pajak dalam negeri dan Wajib Pajak luar negeri terletak dalam pemenuhan kewajiban pajaknya, antara lain: a. Wajib Pajak dalam negeri dikenakan pajak atas penghasilan baik yang diterima atau diperoleh dari Indonesia dan dari luar Indonesia, sedangkan Wajib Pajak luar negeri dikenakan pajak hanya atas penghasilan yang berasal dari sumber penghasilan di Indonesia. b. Wajib Pajak dalam negeri dikenakan pajak berdasarkan penghasilan neto dengan tarif umum, sedangkan Wajib Pajak luar negeri dikenakan pajak berdasarkan penghasilan bruto dengan tarif pajak sepadan. c. Wajib Pajak dalam negeri wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan sebagai sarana untuk menetapkan pajak yang terutang dalam suatu tahun pajak, sedangkan Wajib Pajak luar negeri tidak wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan, karena kewajiban pajaknya dipenuhi melalui pemotongan pajak yang bersifat final. Bagi Wajib Pajak luar negeri yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia, pemenuhan kewajiban perpajakannya dipersamakan dengan pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak dalam negeri sebagaimana diatur dalam Undang-undang ini dan Undang-undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Ayat (3) Huruf a Pada prinsipnya orang pribadi yang menjadi Subjek Pajak dalam negeri adalah orang pribadi yang bertempat tinggal atau berada di Indonesia. Termasuk dalam pengertian orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia adalah mereka yang mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia. Apakah seseorang mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia ditimbang menurut keadaan. Keberadaan orang pribadi di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari tidaklah harus berturut-turut, tetapi ditentukan oleh jumlah hari orang tersebut berada di Indonesia dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan sejak kedatangannya di Indonesia. Huruf b Cukup jelas Huruf c Warisan yang belum terbagi yang ditinggalkan oleh orang pribadi Subjek Pajak dalam negeri dianggap sebagai Subjek Pajak dalam negeri dalam pengertian Undang-undang ini mengikuti status pewaris. Adapun untuk pelaksanaan pemenuhan kewajiban perpajakannya, warisan tersebut menggantikan kewajiban ahli waris yang berhak. Apabila warisan tersebut telah dibagi, maka kewajiban perpajakannya beralih kepada ahli waris. Warisan yang belum terbagi yang ditinggalkan oleh orang pribadi sebagai Subjek Pajak luar negeri yang tidak menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui suatu bentuk usaha tetap di Indonesia, tidak dianggap sebagai Subjek Pajak pengganti karena pengenaan pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi dimaksud melekat pada objeknya. Ayat (4) Huruf a dan huruf b Subjek Pajak luar negeri adalah orang pribadi atau badan yang bertempat tinggal atau bertempat kedudukan di luar Indonesia yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia, baik melalui ataupun tanpa melalui bentuk usaha tetap. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, tetapi berada di Indonesia kurang dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, maka orang tersebut adalah Subjek Pajak luar negeri. Apabila penghasilan diterima atau diperoleh melalui bentuk usaha tetap, maka terhadap orang pribadi atau badan tersebut dikenakan pajak melalui bentuk usaha tetap, dan orang pribadi atau badan tersebut statusnya tetap sebagai Subjek Pajak luar negeri. Dengan demikian bentuk usaha tetap tersebut menggantikan orang pribadi atau badan sebagai Subjek Pajak luar negeri dalam memenuhi kewajiban perpajakannya di Indonesia. Dalam hal penghasilan tersebut diterima atau diperoleh tanpa melalui bentuk usaha tetap, maka pengenaan pajaknya dilakukan langsung kepada Subjek Pajak luar negeri tersebut. Ayat (5) Suatu bentuk usaha tetap mengandung pengertian adanya suatu tempat usaha (place of business) yaitu fasilitas yang dapat berupa tanah dan gedung termasuk juga mesin-mesin dan peralatan. Tempat usaha tersebut bersifat permanen dan digunakan untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan dari orang pribadi yang tidak bertempat tinggal atau badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia. Pengertian bentuk usaha tetap mencakup pula orang pribadi atau badan selaku agen yang kedudukannya tidak bebas yang bertindak untuk dan atas nama orang pribadi atau badan yang tidak bertempat tinggal atau tidak bertempat kedudukan di Indonesia. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal atau badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia tidak dapat dianggap mempunyai bentuk usaha tetap di Indonesia apabila orang pribadi atau badan dalam menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia menggunakan agen, broker atau perantara yang mempunyai kedudukan bebas, asalkan agen atau perantara tersebut dalam kenyataannya bertindak sepenuhnya dalam rangka menjalankan perusahaannya sendiri. Perusahaan asuransi yang didirikan dan bertempat kedudukan di luar Indonesia dianggap mempunyai bentuk usaha tetap di Indonesia apabila perusahaan asuransi tersebut menerima pembayaran premi asuransi di Indonesia atau menanggung risiko di Indonesia melalui pegawai, perwakilan atau agennya di Indonesia. Menanggung risiko di Indonesia tidak berarti bahwa peristiwa yang mengakibatkan risiko tersebut terjadi di Indonesia. Yang perlu diperhatikan adalah bahwa pihak tertanggung bertempat tinggal, berada atau bertempat kedudukan di Indonesia. Ayat (6) Penentuan tempat tinggal orang pribadi atau tempat kedudukan badan penting untuk menetapkan Kantor Pelayanan Pajak mana yang mempunyai yurisdiksi pemajakan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan tersebut. Pada dasarnya tempat tinggal orang pribadi atau tempat kedudukan badan ditentukan menurut keadaan yang sebenarnya. Dengan demikian penentuan tempat tinggal atau tempat kedudukan tidak hanya didasarkan pada pertimbangan yang bersifat formal, tetapi lebih didasarkan pada kenyataan. Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan oleh Direktur Jenderal Pajak dalam menentukan tempat tinggal seseorang atau tempat kedudukan badan tersebut antara lain domisili, alamat tempat tinggal, tempat tinggal keluarga, tempat menjalankan usaha pokok atau hal-hal lain yang perlu dipertimbangkan untuk memudahkan pelaksanaan pemenuhan kewajiban pajak. Angka 2 Pasal 3 Huruf a dan huruf b Sesuai dengan kelaziman internasional, badan perwakilan negara asing beserta pejabat-pejabat perwakilan diplomatik, konsulat dan pejabat-pejabat lainnya, dikecualikan sebagai Subjek Pajak di tempat mereka mewakili negaranya. Pengecualian sebagai Subjek Pajak bagi pejabat-pejabat tersebut tidak berlaku apabila mereka memperoleh penghasilan lain di luar jabatannya atau mereka adalah Warga Negara Indonesia. Dengan demikian apabila pejabat perwakilan suatu negara asing memperoleh penghasilan lain di Indonesia di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut, maka ia termasuk Subjek Pajak yang dapat dikenakan pajak atas penghasilan lain tersebut. Huruf c Cukup jelas Huruf d Cukup jelas Angka 3 Pasal 4 Ayat (1) Undang-undang ini menganut prinsip pemajakan atas penghasilan dalam pengertian yang luas, yaitu bahwa pajak dikenakan atas setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dari manapun asalnya yang dapat dipergunakan untuk konsumsi atau menambah kekayaan Wajib Pajak tersebut. Pengertian penghasilan dalam Undang-undang ini tidak memperhatikan adanya penghasilan dari sumber tertentu, tetapi pada adanya tambahan kemampuan ekonomis. Tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak merupakan ukuran terbaik mengenai kemampuan Wajib Pajak tersebut untuk ikut bersama-sama memikul biaya yang diperlukan pemerintah untuk kegiatan rutin dan pembangunan. Dilihat dari mengalirnya tambahan kemampuan ekonomis kepada Wajib Pajak, penghasilan dapat dikelompokkan menjadi: – penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja dan pekerjaan bebas seperti gaji, honorarium, penghasilan dari praktek dokter, notaris, aktuaris, akuntan, pengacara, dan sebagainya; – penghasilan dari usaha dan kegiatan; – penghasilan dari modal, yang berupa harta gerak ataupun harta tak gerak seperti bunga, dividen, royalti, sewa, keuntungan penjualan harta atau hak yang tidak dipergunakan untuk usaha, dan lain sebagainya; – penghasilan lain-lain, seperti pembebasan utang, hadiah, dan lain sebagainya. Dilihat dari penggunaannya, penghasilan dapat dipakai untuk konsumsi dan dapat pula ditabung untuk menambah kekayaan Wajib Pajak. Karena Undang-undang ini menganut pengertian penghasilan yang luas maka semua jenis penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam suatu tahun pajak digabungkan untuk mendapatkan dasar pengenaan pajak. Dengan demikian, apabila dalam satu tahun pajak suatu usaha atau kegiatan menderita kerugian, maka kerugian tersebut dikompensasikan dengan penghasilan lainnya (kompensasi horisontal), kecuali kerugian yang diderita di luar negeri. Namun demikian, apabila suatu jenis penghasilan dikenakan pajak dengan tarif yang bersifat final atau dikecualikan dari Objek Pajak, maka penghasilan tersebut tidak boleh digabungkan dengan penghasilan lain yang dikenakan tarif umum. Contoh-contoh penghasilan yang disebut dalam ketentuan ini dimaksudkan untuk memperjelas pengertian tentang penghasilan yang luas yang tidak terbatas pada contoh-contoh dimaksud. Huruf a Semua pembayaran atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan, seperti upah, gaji, premi asuransi jiwa, dan asuransi kesehatan yang dibayar oleh pemberi kerja, atau imbalan dalam bentuk lainnya adalah Objek Pajak. Pengertian imbalan dalam bentuk lainnya termasuk imbalan dalam bentuk natura yang pada hakekatnya merupakan penghasilan. Huruf b Dalam pengertian hadiah termasuk hadiah dari undian, pekerjaan, dan kegiatan seperti hadiah undian tabungan, hadiah dari pertandingan olahraga dan lain sebagainya. Yang dimaksud dengan penghargaan adalah imbalan yang diberikan sehubungan dengan kegiatan tertentu, misalnya imbalan yang diterima sehubungan dengan penemuan benda-benda purbakala. Huruf c Cukup jelas Huruf d Apabila Wajib Pajak menjual harta dengan harga yang lebih tinggi dari nilai sisa buku atau lebih tinggi dari harga atau nilai perolehan, maka selisih harga tersebut merupakan keuntungan. Dalam hal penjualan harta tersebut terjadi antara badan usaha dengan pemegang sahamnya, maka harga jual yang dipakai sebagai dasar untuk penghitungan keuntungan dari penjualan tersebut adalah harga pasar. Misalnya PT S memiliki sebuah mobil yang digunakan dalam kegiatan usahanya dengan nilai sisa buku sebesar Rp 40.000.000,00 (empat puluh juta rupiah). Mobil tersebut dijual dengan harga Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah). Dengan demikian keuntungan PT S yang diperoleh karena penjualan mobil tersebut adalah Rp 20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah). Apabila mobil tersebut dijual kepada salah seorang pemegang sahamnya dengan harga Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah), maka nilai jual mobil tersebut tetap dihitung berdasarkan harga pasar sebesar Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah). Selisih sebesar Rp 20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah) merupakan keuntungan bagi PT S. dan bagi pemegang saham yang membeli mobil tersebut selisih sebesar Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) merupakan penghasilan. Apabila suatu badan dilikuidasi, keuntungan dari penjualan harta, yaitu selisih antara harga jual berdasarkan harga pasar dengan nilai sisa buku harta tersebut, merupakan Objek Pajak. Demikian juga selisih lebih antara harga pasar dengan nilai sisa buku dalam hal terjadi penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, dan pengambilalihan usaha merupakan penghasilan. Dalam hal terjadi pengalihan harta sebagai pengganti saham atau penyertaan modal, maka keuntungan berupa selisih antara harga pasar dari harta yang diserahkan dengan nilai bukunya merupakan penghasilan. Keuntungan berupa selisih antara harga pasar dengan nilai perolehan atau nilai sisa buku atas pengalihan harta berupa hibah, bantuan atau sumbangan dianggap sebagai penghasilan bagi pihak yang mengalihkan, kecuali harta tersebut dialihkan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, serta badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial termasuk yayasan atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungannya dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan. Huruf e Pengembalian pajak yang telah dibebankan sebagai biaya pada saat menghitung Penghasilan Kena Pajak, merupakan Objek Pajak. Sebagai contoh, Pajak Bumi dan Bangunan yang sudah dibayar dan dibebankan sebagai biaya, yang karena sesuatu sebab dikembalikan, maka jumlah sebesar pengembalian tersebut merupakan penghasilan. Huruf f Dalam pengertian bunga termasuk pula premium, diskonto dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang. Premium terjadi apabila misalnya surat obligasi dijual di atas nilai nominalnya sedangkan diskonto terjadi apabila surat obligasi dibeli di bawah nilai nominalnya. Premium tersebut merupakan penghasilan bagi yang menerbitkan obligasi dan diskonto merupakan penghasilan bagi yang membeli obligasi. Huruf g Dividen merupakan bagian laba yang diperoleh pemegang saham atau pemegang polis asuransi atau pembagian sisa hasil usaha koperasi yang diperoleh anggota koperasi. Termasuk dalam pengertian dividen adalah: 1) pembagian laba baik secara langsung ataupun tidak langsung, dengan nama dan dalam bentuk apapun; 2) pembayaran kembali karena likuidasi yang melebihi jumlah modal yang disetor; 3) pemberian saham bonus yang dilakukan tanpa penyetoran termasuk saham bonus yang berasal dari kapitalisasi agio saham; 4) pembagian laba dalam bentuk saham; 5) pencatatan tambahan modal yang dilakukan tanpa penyetoran; 6) jumlah yang melebihi jumlah setoran sahamnya yang diterima atau diperoleh pemegang saham karena pembelian kembali saham-saham oleh perseroan yang bersangkutan; 7) pembayaran kembali seluruhnya atau sebagian dari modal yang disetorkan, jika dalam tahun-tahun yang lampau diperoleh keuntungan, kecuali jika pembayaran kembali itu adalah akibat dari pengecilan modal dasar (statuter) yang dilakukan secara sah; 8) pembayaran sehubungan dengan tanda-tanda laba, termasuk yang diterima sebagai penebusan tanda-tanda laba tersebut; 9) bagian laba sehubungan dengan pemilikan obligasi; 10) bagian laba yang diterima oleh pemegang polis; 11) pembagian berupa sisa hasil usaha kepada anggota koperasi; 12) pengeluaran perusahaan untuk keperluan pribadi pemegang saham yang dibebankan sebagai biaya perusahaan. Dalam praktek sering dijumpai pembagian atau pembayaran dividen secara terselubung, misalnya dalam hal pemegang saham yang telah menyetor penuh modalnya dan memberikan pinjaman kepada perseroan dengan imbalan bunga yang melebihi kewajaran. Apabila terjadi hal yang demikian maka selisih lebih antara bunga yang dibayarkan dengan tingkat bunga yang berlaku di pasar, diperlakukan sebagai dividen. Bagian bunga yang diperlakukan sebagai dividen tersebut tidak boleh dibebankan sebagai biaya oleh perseroan yang bersangkutan.Apa yg dimaksud dengan pajak subjektif dan objektif?
Pajak Subjektif Adalah Pajak yang Berfokus pada Objek Pajaknya – Pangkal atau fokus pada pajak subjektif ini ada pada subjek pajaknya sementara pada pajak objektif berfokus pada objek pajaknya. Jadi untuk pajak subjektif di sini lebih menitikberatkan pada kondisi atau keadaan diri dari Wajib Pajak terkait.
Apa saja contoh dari pajak tidak langsung?
Contoh Pajak Tidak Langsung – Sedangkan, berikut ini merupakan beberapa contoh yang merupakan pajak tidak langsung:
Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Merupakan salah satu contoh pajak tidak langsung yang dapat disetorkan oleh pihak lain yang bukan merupakan penanggung pajak. Pajak ini dibebankan atas transaksi jual beli barang/jasa yang dilakukan oleh Wajib Pajak orang pribadi/badan dalam transaksinya dari produsen kepada konsumen.
Pajak Bea Masuk
Merupakan pajak yang dikenakan atas barang yang masuk ke daerah pabean.
Pajak Ekspor
Pajak ekspor merupakan pungutan resmi yang dibebankan atas barang ekspor tertentu. Dan pajak ini harus dibayarkan oleh pihak yang hendak atau ingin mengekspor barangnya ke luar negeri.
Apa yang dimaksud dengan pajak tidak langsung dan berikan contohnya?
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas Pajak tidak langsung adalah pajak yang dimaksudkan untuk dilimpahkan oleh yang membayar kepada pemikul (konsumen), Jadi pajak ini dapat dilimpahkan atau dibebankan kepada pihak lain. Dengan kata lain, orang yang bertanggung jawab atas administrasi pajak dan pemikul pajak terpisah (lebih dari satu orang).
- Dari segi administratif, pajak langsung tidak memiliki surat ketetapan pajak ( kohir ), dan pengenaannya tidak dilakukan secara berkala melainkan dikaitkan dengan tindakan perbuatan atau kejadian (misalnya transaksi jual beli).
- Di samping itu, pemikul beban pajaknya juga belum diketahui lebih dulu.
- Pihak yang terdaftar di kantor pajak adalah penanggung jawab pajak, bukan pemikul pajak.
Contoh: pajak pertambahan nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM). Secara ekonomis, untuk mengenali tidak pajak langsung dapat dilihat adanya 3 unsur, yaitu:
Penanggung jawab pajak, yaitu orang yang secara formal yuridis diharuskan melunasi pajak, bila padanya terdapat faktor atau kejadian yang menimbulkan sebab untuk dikenakan pajak. Penanggung pajak, yaitu orang yang dalam faktanya dalam arti ekonomis memikul beban pajak. Pemikul beban pajak, yaitu orang yang menurut maksud pembuat undang-undang harus memikul beban pajak (destinaris).
Apabila terpisah, artinya unsur-unsur tersebut terdapat pada lebih dari satu orang, maka pajak itu disebut pajak tidak langsung.
Siapakah Penerima penghasilan yang tidak dipotong pajak?
Jakarta – Pada artikel ini pembaca akan diajak untuk mengetahui penghasilan yang tidak akan dipotong PPh Pasal 21. Sebelum memulai pembahasan ada baiknya untuk mengetahui definisi PPh 21. Yuk, disimak! Pajak penghasilan Pasal 21 (PPh 21) adalah pajak atas penghasilan dalam bentuk upah, gaji, honorarium, tunjangan atau suatu pembayaran dengan nama atau bentuk apapun yang diperoleh melalui pekerjaan, jasa, jabatan atau kegiatan yang dilakukan orang pribadi sebagai subjek pajak dalam negeri.
Penerima penghasilan adalah seorang pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat dari negara asing. Dengan demikian, penerima penghasilan merupakan orang-orang yang dibantu kepada pihak yang bekerja dan tinggal di Indonesia. Adapun syarat dimana penerima tidak akan dipotong PPh 21 apabila penerima seorang warga negara asing dan tidak menerima penghasilan lain di luar pekerjaan atau jabatannya di Indonesia, serta di negara bersangkutan yang memberikan perlakuan timbal balik.Pejabat perwakilan organisasi internasional.
Kemudian, suatu penghasilan dapat dikategorikan sebagai tidak termasuk penghasilan yang dipotong PPh 21 apabila termasuk dalam kondisi-kondisi :
Tidak termasuk penghasilan yang dipotong PPh 21 apabila pembayaran asuransi dari perusahaan asuransi kesehatan, kecelakaan, jiwa, dwiguna, serta beasiswa.Tidak termasuk penghasilan yang dipotong PPh 21 apabila penerimaan dalam bentuk natura dan dalam bentuk apapun yang diberikan wajib pajak atau pemerintah kecuali diberikan oleh bukan wajib pajak selain pemerintah, atau wajib pajak yang dikenakan PPh Final dan dikenakan PPh berdasarkan norma perhitungan khusus.Tidak termasuk penghasilan yang dipotong PPh 21 apabila iuran pensiun, iuran jaminan hari tua kepada badan penyelenggaran jamsostek yang dibayar oleh pemberi kerja.Tidak termasuk penghasilan yang dipotong PPh 21 apabila zakat yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari badan atau lembaga amal zakat yang disahkan atau dibentuk pemerintah.
Perlu diketahui, dalam menjalankan hak dan kewajiban perpajakan kenali juga pihak yang memotong PPh 21, yaitu :
Pemberi kerja.Bendahara dan pemegang kas pemerintah.Dana pensiun.Orang pribadi pembayaran honorarium.Penyelenggara kegiatan.
Adapun penerima penghasilan yang dipotong PPh 21, diantaranya yaitu :
Pegawai tetap.Tenaga lepas seperti seniman, penceramah, olahragawan, pemberi jasa, pengelola proyek, peserta perlombaan, petugas dinas luar, asuransi distributor MLM, dan kegiatan sejenisnya.Penerima pensiun mantan pegawai termasuk orang pribadi atau ahli warisnya yang menerima tabungan hari tua atau jaminan hari tua.Penerima honorarium.Penerima upah.Tenaga ahli seperti aktuaris, penilai, notaris, pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan)
Siapa saja yang wajib membayar pajak?
Apa Itu Wajib Pajak? – Mengacu pada Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009, Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, serta mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Orang pribadi atau badan yang memenuhi kriteria wajib pajak harus melaporkan pajaknya atas penghasilan, kekayaan, dan properti yang dimiliki. Agar Wajib Pajak orang pribadi dan badan dapat melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya dengan lancar, maka akan diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Berdasarkan Pasal 1 angka 6 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007, NPWP adalah identitas atau tanda pengenal bagi Wajib Pajak yang diberikan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP).
Lebih lanjut, dasar hukum NPWP telah tercantum dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-02/PJ/2018 mengenai Tata Cara Pendaftaran dan Pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak, Pelaporan Usaha dan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak dan Pencabutan Pengukuhan Pengusahan Kena Pajak, serta Perubahan Data dan Pemindahan Wajib Pajak.
Selain itu, ketentuan mengenai NPWP saat ini juga diatur dalam PMK-112/PMK.03/2022 mengatur tentang Nomor Pokok Wajib Pajak Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi, Wajib Pajak Badan, dan Wajib Pajak Instansi Pemerintahan Wajib Pajak merupakan orang pribadi ataupun badan yang memiliki kewenangan untuk membayar pajak, memotong pajak, dan memungut pajak, serta memiliki hak dan kewajiban yang berkaitan dengan perpajakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Salah satu hal yang berkaitan atau hal yang identik dengan Wajib Pajak adalah Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) merupakan nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak yang dapat digunakan sebagai sarana dalam melakukan administrasi perpajakan, dimana nomor ini dapat dipergunakan oleh Wajib Pajak sebagai tanda pengenal diri atau identitas diri Wajib Pajak yang bersangkutan dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.
Siapakah yang dikecualikan dari subjek pajak?
Menurut undang-undang, ada 3 golongan bukan subjek pajak : kantor perwakilan negara asing; pejabat diplomatik; dan. organisasi internasional.
Subjek pajak ada berapa?
Perbedaan Subjek Pajak Luar Negeri dan Dalam Negeri – Setelah mengetahui subjek pajak dalam negeri dan subjek pajak luar negeri maka ada perbedaan yang jelas antara keduanya. terletak dalam pemenuhan kewajiban pajaknya diantaranya:
- Subjek pajak dalam negeri dikenai pajak atas penghasilan baik yang diterima atau diperoleh dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, sedangkan subjek pajak luar negeri dikenai pajak hanya atas penghasilan yang berasal dari sumber penghasilan di Indonesia.
- Subjek pajak dalam negeri dikenai pajak berdasarkan penghasilan bruto dengan tarif umum. Sedangkan subjek pajak luar negeri dikenai pajak berdasarkan penghasilan bruto dengan tarif pajak sepadan alias tarif tunggal terhadap semua objek pajak berapapun nilainya. Bagi wajib pajak luar negeri yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia, pemenuhan kewajiban perpajakannya dipersamakan dengan pemenuhan kewajiban perpajakan. Wajib pajak dalam negeri sebagaimana diatur dalam undang undang ini dan undang undang tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan.
- Subjek pajak dalam negeri wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) pajak penghasilan sebagai sarana untuk menetapkan pajak yang terutang dalam suatu tahun pajak.Sedangkan subjek pajak luar negeri tidak menyampaikan SPT pajak penghasilan karena kewajiban pajaknya dipenuhi melalui pemotongan pajak yang bersifat final.
Jika Grameds ingin mempelajari lebih lanjut mengenai subjek pajak dan pajak internasional. Grameds bisa membaca buku dan dapatkan bukunya yang tersedia di www.gramedia.com, Sebagai #SahabatTanpaBatas kami selalu berusaha untuk memberikan yang terbaik! Penulis: Yufi Cantika Sukma Ilahiah BACA JUGA:
- Pengertain Pajak: Fungsi, Manfaat, Jenis, dan Cara Membayar
- Mengenal Jenis-Jenis Pajak yang Ada di Indonesia
- Peran dan Fungsi Pajak dalam Pembangunan Ekonomi
- Pengertian NPWP: Jenis, Manfaat, dan Cara Membuat NPWP
- Cara Membuat NPWP Secara Online dan Offline
Apa objek dan subjek pajak?
Apa itu Objek Pajak dan Subjek Pajak – Pengertian mendasar Objek pajak adalah sumber penghasilan atau pendapatan yang dikenakan pajak. Sedangkan Subjek pajak adalah perseorangan atau sebuah badan usaha yang ditetapkan menjadi pelaku pajak tersebut. Sehingga bisa dikatakan setiap subjek pajak pasti mempunyai objek pajak sementara perseorangan atau badan usaha disebut sebagai wajib pajak.
Kapan mulai dan berakhirnya kewajiban pajak subjektif?
1.2. | Ketentuan Pasal 1 disempurnakan, sehingga berbunyi sebagai berikut : “Pasal 1 Pajak Penghasilan dikenakan terhadap Subyek Pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak.” Ketentuan Pasal 2 diubah, sehingga seluruhnya berbunyi sebagai berikut : |
Pasal 2
(1) | Yang menjadi Subyek Pajak adalah : |
table>
table>
table>
table>
table>
table>
table>
table>
table>
Pasal 2A
(1) | Kewajiban pajak subjektif orang pribadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf a dimulai pada saat orang pribadi tersebut dilahirkan, berada atau berniat untuk bertempat tinggal di Indonesia dan berakhir pada saat meninggal dunia atau meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya. | ||
(2) | Kewajiban pajak subjektif badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf b dimulai pada saat badan tersebut didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia dan berakhir pada saat dibubarkan atau tidak lagi bertempat kedudukan di Indonesia. | ||
(3) | Kewajiban pajak subjektif orang pribadi atau badan sebagaimana dalam Pasal 2 ayat (4) huruf a dimulai pada saat orang pribadi atau badan tersebut menjalankan usaha atau melakukan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (5) dan berakhir pada saat tidak lagi menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap. | ||
(4) | Kewajiban pajak subjektif orang pribadi atau badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) huruf b dimulai pada saat orang pribadi atau badan tersebut menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia dan berakhir pada saat tidak lagi menerima atau memperoleh penghasilan tersebut. | ||
(5) | Kewajiban pajak subjektif warisan yang belum terbagi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a angka 2) dimulai pada saat timbulnya warisan yang belum terbagi tersebut dan berakhir pada saat warisan tersebut selesai dibagi. | ||
(6) | Apabila kewajiban pajak subjektif orang pribadi yang bertempat tinggal atau yang berada di Indonesia hanya meliputi sebagian dari tahun pajak, maka bagian tahun pajak tersebut menggantikan tahun pajak.” |
table>
Pasal 3 Tidak termasuk Subjek Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 adalah :
a. | badan perwakilan negara asing; |
b. | pejabat-pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat-pejabat lain dari negara asing, dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama-sama mereka, dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain di luar jabatannya di Indonesia, serta negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik; |
c. | organisasi-organisasi internasional yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan dengan syarat tidak menjalankan usaha atau melakukan kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan di Indonesia; |
d. | pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha atau melakukan kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan di Indonesia.” |
/td>
Apakah laba termasuk objek pajak?
Penghasilan-Penghasilan Berikut Bukan Merupakan Objek Pajak Sebelumnya, kita telah membahas mengenai jenis penghasilan yang merupakan objek pajak. Berbagai jenis penghasilan, baik berupa gaji, laba usaha, hadiah, keuntungan penjualan harta, bunga, dan lain sebagainya merupakan objek pajak sehingga kita akan dikenakan pajak atas penghasilan-penghasilan tersebut.
Bantuan atau sumbangan yang diterima oleh penerima zakat yang berhak, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang disahkan oleh pemerintah. Sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang disahkan pemerintah dan yang diterima oleh penerima sumbangan yang berhak, juga merupakan penghasilan yang tidak dikenakan pajak penghasilan. Penghasilan berupa harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan. Harta warisan. Setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal. Imbalan pekerjaan atau jasa yang diterima dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak, Wajib Pajak yang dikenakan pajak secara final atau Wajib Pajak khusus lainnya. Imbalan dalam bentuk natura seperti beras, gula, dan sebagainya, dan imbalan dalam bentuk kenikmatan, seperti penggunaan mobil, rumah, dan fasilitas pengobatan bukan merupakan objek pajak. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, maupun asuransi bea siswa. Dividen yang diterima perusahaan dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan, dan kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah modal yang disetor. Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan Menteri Keuangan. Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan. Bagian laba yang diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif. Bagian laba yang diperoleh perusahaan ventura dari badan pasangan usaha yang menjalankan usahanya di Indonesia, dengan syarat badan pasangan usaha tersebut merupakan perusahaan mikro, kecil, menengah, atau yang bergerak dalam sektor usaha tertentu, serta sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia; Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu. Sisa lebih yang diterima lembaga nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan atau bidang penelitian dan pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi yang membidanginya, yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan atau penelitian dan pengembangan, dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut. Bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial kepada Wajib Pajak tertentu.
Penghasilan-penghasilan yang diuraikan di atas bukanlah objek pajak penghasilan sehingga tidak menambah unsur penghasilan dalam perhitungan penghasilan kena pajak pada akhir tahun. Kita juga tidak akan dipotong pajak penghasilan jika menerima pendapatan tersebut.
Jelaskan kapan hapusnya utang pajak?
Timbul dan Hapusnya Utang Pajak Makalah Pajak – Timbul dan Hapusnya Utang Pajak TIMBULNYA UTANG PAJAK Mengenai timbulnya utang pajak terdapat perbedaan pendapat atau persepsi di kalangan ahli hukum pajak karena sudut pandang yang dijadikan sebagai pokok bahasan yang berbeda pula.
Perbedaan itu sebagai wacana terbaik dalam perkembangan hukum pajak di masa kini maupun di masa mendatang. Perbedaan pendapat atau persepsi mengenai timbulnya utang pajak dikategorikan sebagai salah satu sumber hukum pajak yang berada pada tataran doktrin di kalangan ahli hukum pajak sepanjang pendapat tersebut diterima sebagai suatu perkembangan positif di bidang perpajakan.
Lebih lanjut, dikatakan oleh R. Santoso Brotodihardjo (1995; 113) bahwa timbulnya utang pajak tidaklah selalu dinyatakan dengan jelas di dalam undang-undangnya, pada saat manakah terjadi suatu utang pajak, melainkan dicurahkannyalah semua perhatian kepada timbulnya keharusan untuk membayarnya.
Demikian itu adalah karena dalam praktik sehari-hari, saat yang disebut ini jauh lebih penting. Begitu pula yang dikatakan oleh RochmatSoemitro (1988;1-2) bahwa utang pajak adalah utang yang 1′)•\ Pembaruan Hukum Pajak BAB 8: Utang Pajak 155 156 Pembaruan Hukum Pajak BAB 8: Utang Pajak 157 timbulnya secara khusus, karena negara (kreditor) terikat dan tidak dapat memilih secara bebas, siapa yang akan dijadikan debiturnya.
Hal ini terjadi karena utang pajak timbul karena undang-undang. Kapan timbulnya utang pajak merupakan kajian dari hukum pajak untuk menentukannya, tetapi dalam hal ini terdapat dua teori yang membicarakannya, yakni teori materil dan teori formil. Kedua teori ini sangat memperoleh perhatian di kalangan ahli hukum pajak untuk dikaji berdasarkan hukum pajak sehingga boleh menunjang pengembangan hukum pajak di masa kini dan mendatang.
- Teori materil dan teori formil mempersoalkan bagaimana cara timbulnya utang pajak, apakah karena bunyi Undang-undang Pajak atau karena tindakan pejabat pajak.
- Ada dua ajaran yang mengatur timbulnya utang pajak: 1.
- Ajaran formil Utang pajak timbul karena dikeluarkannya surat ketetapan pajak oleh fiskus.
Ajaran ini ditetapkan pada official asesment system.2. Ajaran materiil Utang pajak timbul karena belakunya undang-undang. Seseorang dikenai pajak karena suatu keadaan dan perbuatan. Ajaran ini ditetapkan pada self assesment system. HAPUSNYA UTANG PAJAK Dihapusnya utang pajak dapat disebabkan beberapa hal: 1.
- Pembayaran Utang pajak yang melekat pada wajib pajak akan hapus karena pembayaran yang dilakukan ke kas Negara.
- Pembayaran secara lunas dalam bentuk sejumlah uang yang dilakukan oleh wajib pajak, penanggung pajak, atau kuasa hukumnya merupakan faktor yang menyebabkan berakhirnya utang pajak.
- Sebagaimana ditegaskan oleh Rochmat Soemitro (1988;45), yang diwajibkan membayar utang pajak adalah wajib pajak, yakni subjek pajak yang memiliki kewajiban untuk membayar pajak.
Akan tetapi, pembayaran pajak dapat pula dilakukan oleh pihak ketiga yang tidak berkepentingan dengan ketentuan bahwa pihak ketiga tersebut bertindak atas nama wajib pajak (bahkan tidak perlu ada persetujuan atau surat kuasa khusus dari wajib pajak, karena menguntungkan wajib pajak/tidak merugikan wajib pajak) dengan maksud untuk membebaskan wajib pajak dari perikatan pajak.
- Pembayaran adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh wajib pajak, penanggung pajak, atau kuasa hukumnya untuk mengakhiri utang pajaknya dengan cara membayar dalam bentuk sejumlah uang ke kas negara.
- Dalam hubungan ini Santoso Brotodihardjo (1995;125) mengemukakan bahwa dalam hubungan dengan hukum pajak yang dimaksud ialah pembayaran dengan mata uang, bahkan lebih tegas lagi, dengan mata uang dari negara yang memungut pajak ini, jadi untuk negara kita dengan rupiah karena jumlah uang pajak ditentukan dalam mata uang rupiah pula.
]adi, jika ada utang pajak dibayar dengan uang asing (seperti halnya di Nederland dibayar kepada pejabat pajak Indonesia dengan uang gulden), ini harus ditafsirkan bahwa pejabat pajak telah berkenan mengizinkan demikian. Perlu ditekankan bahwa pembayaran untuk melunasi utang pajak ini harus dilakukan di kas negara dan tidak boleh pada pejabat pajak, termasuk petugas pajak lainnya.
- UU KUP secara tegas mengatur bahwa pajak dapat dibayar lunas melalui pos wesel dan jika hal ini dilakukan, menurut Rochmat Soemitro (1988;44-45), wajib diperhatikan hal-hal sebagai berikut.
- Pos wesel wajib dialamatkan kepada Kepala Kantor Kas Negara, dan dalam pos wesel wajib dengan jelas disebut nama, alamat, dan nomor pokok wajib pajak, jenis dan tahun pajak, besarnya pembayaran pajak.
Pembayaran pajak melalui pos wesel yang dialamatkan kepada pejabat pajak adalah tidak benar karena pejabat pajak dilarang dan tidak berhak menerima pembayaran pajak dalam bentuk apa pun. Lebih lanjut dikatakan oleh Rochmat Soemitro (1988;45-46) bahwa pembayaran lazimnya dilakukan oleh debitur (wajib pajak yang bersangkutan).
Dalam pajak langsung, dilakukan oleh wajib pajak yang namanya tercantum pada surat ketetapan pajak. Utang pajak tidak langsung, seperti Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Bea Meterai, Bea Masuk dan Cukai pembayarannya wajib dilakukan oleh wajib pajak yang ditentukan oleh Undang-undang Pajak (tanpa diketahui siapa namanya) seperti pengguna dokumen dan pengusaha kena pajak yang melakukan penyerahan barang kena pajak atau pemberi jasa kena pajak, yang selanjutnya diberi hak oleh Undang-undang Pajak untuk melimpahkan pajak (yang telah dibayar itu) kepada pihak ketiga (pembeli atau konsumen).
]adi, alam pajak tidak langsung, pembayaran pajak harus diartikan lebih lanjut, yaitu siapa yang bertanggung jawab atas pembayarannya (artinya dikenakan denda apabila pajak tidak dibayar) dan siapa yang akhirnya harus memikul beban pajak. ]adi, dalam pajak tidak langsung, orang yang membayar pajak/yang menanggung pembayarannya, dan orang yang memikul pajaknya, terdapat pada dua orang yang berlainan.
Sementara itu, dalam pajak langsung, baik yang membayar/menanggung pajak dan orang yang memikul beban, ada pada satu orang yang sama.2. Pembayaran dengan cara lain Pelunasan pajak tidak selalu dilakukan dengan cara membayar dalam bentuk uang, tetapi Undang-undang Pajak memperkenankan pembayaran dengan cara lain.
Dalam ani, pembayaran yang digunakan oleh wajib pajak bukan dalam bentuk uang melainkan dengan cara suatu perbuatan hukum yang diperkenankan dalam hukum pajak, Dengan demikian, pembayaran dengan cara lain (tidak menggunakan uang sebagai alat bayar) tidak merupakan suatu pelanggaran hukum karena diperkenankan oleh Undang-undang Pajak.
- Sebagaimana dikatakan oleh Rochmat Soemitro (1988;58), pembayaran pajak dalam bentuknatura pad a masa kini tidak lazim lagi.
- Pembayaran pajak tidak selalu dilakukan dengan membayar sejumlah uang ke kas negara.
- Ada cara pembayaran lain, seperti terdapat pada UU BM.
- Dalam UU BM, pajak tidak dibayar dengan sejumlah uang, melainkan dengan menggunakan kertas meterai atau meterai tempel sesuai dengan ketentuan yang diatur dalamUU BM.Ketentuan dalam UU BMmen entukan bagaimana caranya menggunakan kertas meterai atau meterai tempel itu sehingga kertas meterai atau meterai tempel itu setelah dipakai tidak lagi dapat dipakai untuk kedua kalinya.
Kemudian, dikatakan lagi oleh Rochmat Soemitro (1988;59) bahwa cara lain lagi ialah “nazegeling” atau “perneteraian kembali”, untuk dokumen/tanda yang ternyata besarnya tidak atau kurang dibayar dengan menunjukkan dokumen itu kepada pegawai kantor pos untuk dibubuhi meterai, yang kemudian dicap dengan stempel kantor pas.
- Pada pemeteraian kembali itu, denda yang terutang untuk pelanggaran itu harus sekalian dibayar, kalau tidak pegawai kantor pos tidak akan melakukan “nazegeling” tersebut. 3.
- Ompensasi Keputusan yang ditujukan kepada kompensasi utang pajak dengan tagihan seseorang di luar pajak tidak diperkenankan.
- Oleh karena itu kompensasi terjadi apabila Wajib Pajak mempunyai tagihan berupa kelebihan pembayaran pajak.
Jumlah kelebihan pembayaran pajak yang diterima wajib pajak sebelumnya harus dikompensasikan dengan pajak-pajak lainnya yang terutang. Hukum pajak mengenal pula cara lain untuk berakhirnya utang pajak dalam bentuk kompensasi, yang dilakukan oleh wajib pajak dengan pejabat pajak selaku penagih pajak,
- Elebihan pembayaran pajak dapat terjadi karena berbagai hal, seperti perubahan Undang-undang Pajak, kekeliruan pembayaran, adanya pemberian pengurangan, dan sebagainya.
- Oleh karena itu, kelebihan pembayaran pajak merupakan hak wajib pajak dan dapat dikreditkan.
- Setelah wajib pajak memperhitungkan kredit pajak dengan utang pajak yang timbul, ternyata terdapat kelebihan pembayaran pajak yang dapat dikompensasi dengan utang pajak yang timbul di masa mendatang.
Kredit pajak dalam UU PPh terjadi karena kelebihan pembayaran Pajak Penghasilan yang dilakukan oleh wajib pajak. Kredit Pajak Penghasilan adalah pajak yang dibayar sendiri oleh wajib pajak ditambah dengan pokok pajak yang terutang dalam surat tagihan pajak karena Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar ditambah dengan pajak yang dipotong atau dipungut, ditambah dengan pajak atas penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri, dikurangi dengan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak, dikurangkan dari pajak yang terutang.
Kredit pajak yang terjadi pada Pajak Penghasilan yang dapat dikompensasi dengan utang pajak yang timbul dari Pajak Penghasilan adalah: a. pemotongan pajak atas penghasilan dari pekerjaan; b. pemungutan pajak atas penghasilan dari usaha; c. pemotongan pajak atas penghasilan berupa bunga, dividen, royalti, sewa, dan imbalan lainnya; d.
pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri; e. pemotongan pajak atas penghasilan yang bersumber di Kompensasi sebagai upaya untuk mengakhiri utang pajak wajib diajukan oIeh wajib pajak kepada pejabat pajak mengingat kompensasi hanya dapat dilakukan kalau terdapat kelebihan pembayaran pajak dengan utang pajak yang timbul pada tahun pajak yang berjalan atau pada tahun pajak di masa depan.
- Utang pajak tidak boleh dikompensasikan dengan utang biasa karena utang pajak berada dalam konteks hukum publik, sedangkan utang biasa berada dalam konteks hukum privat.
- Sebagai contoh, wajib pajak “Ali Baba” memiliki utang Pajak Penghasilan pada tahun 2005 sebanyak Rp750.000.000,00, tetapi sebaliknya memiliki tagihan kepada negara sebanyak Rp750,000.000,00 karena telah menyerahkan barang-barang kepada negara.
Dalam haI ini kompensasi tidak dilarang karena negara berutang dalam kapasitasnya tunduk pada hukum privat, sedangkan wajib pajak berutang pada negara tunduk pada hukum pajak sebagai bagian hukum publik.4. Daluwarsa Daluwarsa diartikan sebagai daluwarsa penagihan.
- Hak untuk melakukan penagihan pajak, daluwarsa setelah lampau waktu 10 (sepuluh) tahun terhitung sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya masa pajak, bagian tahun pajak atau tahun pajak yang bersangkutan.
- Hal ini untuk memberikan kepastian hokum kapan utang pajak tidak dapat ditagih lagi.
- Namun, daluwarsa penagihan pajak tertangguh, antara lain apabila diterbitkan surat teguran dan surat paksa.5.
Pembebasan Utang pajak tidak berakhir dalam arti yang semestinya tetapi karena ditiadakan. Pembebasan umunya tidak diberikan terhadap pokok pajaknya, tetapi terhadap sanksi administrasi. Utang pajak dapat pula berakhir karena pembebasan sebab pembebasan merupakan sarana hukum pajak untuk melepaskan tanggung jawab wajib pajak berupa membayar pajak.
Pembebasan hanya diperuntukkan terhadap wajib pajak yang secara nyata dikenakan pajak, tetapi tidak memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam Undang undang Pajak untuk diberikan pembebasan. Sekalipun dernikian, wajib pajak tetap wajib menaati Undangundang Pajak yang memberikan pembebasan sehingga tidak terjadi pelanggaran hukum yang berakibat dapat dikenakan sanksi hukum pajak.6.
Penghapusan / Peniadaan Penghapusan utang pajak sama sifatnya dengan pembebasan, tetapi diberikannya karena keadaan keuangan wajib pajak. Peniadaan juga merupakan cara untuk mengakhiri utang pajak, sebagaimana dikatakan oIeh Rochmat Soemitro (1988;49-50) bahwa peniadaan sebagai upaya untuk mengakhiri utang pajak dikenaI dalam hukum pajak.
- Pajak yang terutang hanya dapat ditiadakan karena alasan tertentu, umpamanya karena sawah kena musibah bencana alam (banjir, serangan hama, dan sebagainya) atau karena dasar penetapannya tidak benar.
- Dengan peniadaan utang ini, perikatan pajak menjadi berakhir sehingga wajib pajak tidak Iagi mempunyai kewajiban membayar pajak yang terutang.
Dalam konteks ini, wajib pajak sangat diharapkan berperan serta untuk memohon kepada pejabat pajak agar utang pajak yang dimiliki boleh ditiadakan dengan pertimbangan-pertimbangan yang dapat diterima oIeh pejabat pajak. Tatkala permohonan dikabulkan, wajib pajak tidak Iagi memiliki utang pajak atau hanya sebagian yang harus dibayar karena pengurangan tidak secara keseluruhan.
Peniadaan utang pajak hanya dapat terjadi karena berdasarkan permohonan wajib pajak yang dikabulkan oIeh pejabat pajak dapat berupa sebagai berikut.a. Peniadaan sebagian utang pajak adalah perbuatan hukum oIeh pejabat pajak untuk melakukan pengurangan atas sejumlah utang pajak yang seyogianya dibayar.b.
Peniadaan secara keseluruhan utang pajak adalah perbuatan hukum oIeh pejabat pajak untuk meniadakan seluruh utang pajak yang seharusnya dibayar PENGHAPUSAN NOMOR POKOK WAJIB PAJAK DAN ATAU PENCABUTAN PENGUKUHAN PENGGUSAHA KENA PAJAK 1. Umum Yang dimaksud dengan penghapusan NPWP atau pencabutan pengukuhan pengusaha kena pajak adalah tindakan penghapusan NPWP dan atau pengukuhan PKP dari tata usaha Kantor Pelayanan Pajak.
- Jadi menghapuskan NPWP dan atau pengukuhan PKP hanya ditujukan untuk keperluan administrasi tata usaha perpajakan saja.
- Dalam hal Wajib Pajak masih mempunyai hutang pajak maka atas hutang pajak tersebut tidak ikut dihapuskan.2.
- Syarat-syarat Penghapusan Sesuai dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak nomor KEP/PJ/2001 tanggal 21 Februari 2001 pasal 11 dijelaskan bahwa: a.
NPWP dapat dihapuskan apabila: i. Wajib pajak meninggal dunia dan tidak meninggalkan warisan yang belum terbagi. ii. Wanita kawin tidak dengan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan iii. Warisan yang sudah selesai dibagi. iv. Wajib Pajak Badan yang telah dibubarkan secara resmi sesuai dengan peraturan yang berlaku.v.
- Bentuk Usaha Tetap yang karena suatu hal kehilangan statusnya sebagai Bentuk Usaha Tetap. vi.
- Wajib Pajak orang pribadi lainnya selain yang dimaksudkan pada huruf a yang tidak memenuhi syarat lagi untuk dapat digolongkan sebagai Wajib Pajak.b.
- PKP yang dapat dicabut pengukuhannya adalah i.
- Pindah alamat ke wilayah Kantor Pelayanan Pajak lain ii.
Bubar iii. Tidak memenuhi syarat lagi sebagai PKP iv. Permohonan dari PKP karena peredaran brutonya masih tidak melebihi batas peredaran bruto untuk pengusaha kecil.3. Tata Cara Penghapusan Tata cara penghapusan NPWP dan NPPKP pada dasarnya sama dengan tata cara pendaftaran Wajib Pajak dan perubahan identitas wajib pajak,yaitu dengan cara : a) Wajib Pajak atau kuasanya datang sendiri ke kantor pelayanan pajak atau ke kantor penyuluhan pajak untuk mendapatkan formulir permohonan pendaftaran dan perubahan data wajib pajak (KP PDIP.4.1.00).
- Setelah menerima formulir tersebut maka wajib pajak harus mengisi formulir tersebut dan menandatanganinya, yang wajib menandatangani formulir adalah : i.
- Untuk wajib pajak orang pribadi oleh wajib pajak yang bersangkutan atau ahli warisnya dalam hal wajib pajak meniggal dunia. ii.
- Untuk wajib pajak badan, oleh salah satu pengurusnya.
b) Formulir Penghapusan NPWP dan NPKP dapat di isi oleh petugas kantor pelayanan pajak dimana wajib pajak terdaftar dalam hal : i. Wajib pajak orang pribadi meninggal dunia berdasarkan surat keterangan kematian atau fotokopi akte atau fotokopi laporan kematian Wajib Pajak tanpa meninggalkan harta warisan dan tidak memounyai ahli waris, atau ahli waris tidak dapat ditemukan.
- Ii. Bentuk usaha yang tetap yang karena sesuatu hal kehilangan statusnya sebagai bentuk usaha tetap. iii.
- Wajib Pajak orang pribadi lainnya yang tidak memenuhi syarat lagi sebagai Wajib Pajak.
- C) Menyertakan lampiran : i.
- Untuk penghapusan NPWP Perseorangan • Surat keterangan kematian dari instansi terkait,apabila menyangkut wajib pajak meninggal dunia.
• Copy surat nikah atau akte perkawinan dari instansi terkait dan copy kartu NPWP suami,apabila menyangkut wanita kawin. • Surat pernyataan tentang selesainya pembagian warisan dari ahli waris,apabila menyangkut tentang warisan yang telah selesai dibagi.
- Surat pernyataan dari perusahaan bahwa yang bersangkutan kembali ke luar negeri. ii.
- Untuk penghapusan NPWP badan • Akte pembubaran badan hukum dari instansi terkait dan neraca likuidasi apabila menyangkut pembubaran.
- Surat keterangan atau dokumen lainnya yang menyatakan bahwa bentuk usaha tetap tidak memenuhi syarat lagi sebagai bentuk usaha tetap.
d) Wajib pajak telah melunasi seluruh hutang pajaknya. e) Telah dilaksanakan pemeriksaan sederhana lapangan dimana di dalamnya laporannya dinyatakan bahwa piutang pajak tidak dapat ditagih atau tidak mungkin ditagih lagi, karena: • Wajib pajak telah meninggal dunia tanpa meninggalkan warisan yang belum terbagi atau tidak mempunyai ahli waris.
• Wajib pajak tidak dapat diketemukan lagi. • Wajib pajak tidak mempunyai kekayaan lagi. • Sebab lain sesuai dengan hasil pemeriksaan. PENUTUP Simpulan hukum pajak berperan sebagai sumber bahan pertimbangan dalam menerapkan kebijakan-kebijakan pajak yang dapat digunakan seagai alat pengatur keadaan sosial maupun ekonomi serta untuk mencapai tujuan berlainan.
Kebijakan-kebijakan lainnya juga meliputi timbul dan hapusnya utang pajak. Ada dua ajaran yang mengatur timbulnya utang pajak: 1. Ajaran formil Utang pajak timbul karena dikeluarkannya surat ketetapan pajak oleh fiskus. Ajaran ini ditetapkan pada official asesment system.2.
- Ajaran materiil Utang pajak timbul karena belakunya undang-undang.
- Seseorang dikenai pajak karena suatu keadaan dan perbuatan.
- Ajaran ini ditetapkan pada self assesment system.
- Hapusnya utang pajak dapat disebabkan beberapa hal: 1.
- Pembayaran 2.
- Pembayaran dengan cara lain 3.
- Ompensasi 4.
- Daluwarsa 5.
- Pembebasan 6.
penghapusan : Timbul dan Hapusnya Utang Pajak
Siapa yang menanggung pajak?
Originaly posted by Fajars027: 1. Ketika perusahaan membayarkan gaji karyawan, siapa yang menanggung pajak? Karyawan sebagai pajak penghasilan yang ditanggung perusahaan saja atau masih ditambahkan lagi dengan pajak atas perusahaan sebagai pemberi? umumnya yang menanggung pajak adalah pegawai, karena mereka yang menerima penghasilan, dan perusahaan hanya diwajibkan memotong dan menyetorkannya ke negara.
- Tapi ada juga kebijakan perusahaan untuk menanggung pajak karyawannya.
- Akibatnya, pajak karyawan yang mereka tanggung tersebut harus dikoreksi fiskal positif.
- Originaly posted by Fajars027: 2.
- Jika perusahaan dikenakan pajak pada saat pembayaran gaji, apakah jumlahnya bisa dikreditkan dengan PPh21 penghasilan? PPh 21 itu merupakan pajak karyawan, bukan pajak perusahaan pemberi.
Coba rekan telaah tentang PPh 23 atau PPh 4(2), itu umumnya yang nanggung pajak si penerima penghasilan kan. Konsepnya sama. Originaly posted by Fajars027: 3. Kapan PPh21 dibayarkan? Di perusahaan tempat saya bekerja, membayarkan PPh21 per bulan, bukankah PPh21 itu per tahun? Dipotong saat pembayaran gaji atau pengakuannya sebagai utang gaji di pembukuan, sehingga tentu saja pemotongannya bulanan dan dibayarkan ke bank bulanan.
Siapa pemikul beban pajak?
Definisi Pajak Langsung dan Pajak Tidak Langsung – Pajak langsung adalah pajak yang bebannya harus ditanggung sendiri oleh wajib pajak yang bersangkutan dan tidak dapat dialihkan kepada pihak lain. Dengan kata lain, pajak langsung harus dibayar sendiri oleh wajib pajak bersangkutan.
Pajak tidak langsung adalah pajak yang bebannya dapat dialihkan atau digeser kepada pihak lain. Dengan kata lain, pembayarannya dapat diwakilkan kepada pihak lain. Pajak tidak langsung tidak memiliki surat ketetapan pajak, sehingga pengenaannya tidak dilakukan secara berkala melainkan dikaitkan dengan tindakan perbuatan atas kejadian.
Ada tiga unsur untuk mengenali pajak tidak langsung:
- Penanggung jawab pajak yaitu orang yang secara formal yuridis diharuskan melunasi pajak, bila padanya terdapat faktor atau kejadian yang menimbulkan sebab untuk dikenakan pajak.
- Penanggung pajak yaitu orang yang dalam faktanya memikul beban pajak.
- Pemikul beban pajak, yakni orang yang menurut maksud pembuat undang-undang harus memikul beban pajak.
Pajak langsung biasanya melekat pada orang pribadi si wajib pajak, sehingga hak dan kewajibannya tidak dapat dialihkan ke pihak lain. Pajak yang termasuk dalam pajak langsung di antaranya adalah pajak:
- Pajak penghasilan (PPh).
- Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
- Pajak Kendaraan Bermotor.
Berikut ini penjelasan dari ketiga pajak tersebut: Pajak Penghasilan (PPh) adalah pajak yang dikenakan kepada subyek pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam tahun pajak. Kewajiban pajak dalam pajak penghasilan (PPh) melekat pada wajib pajak atau subjek pajak bersangkutan sehingga tidak dapat diwakilkan.
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah pajak yang dikenakan terhadap bumi atau bangunan, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 yang diubah ke dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994. Pajak ini merupakan pajak yang bersifat kebendaan. Besar kecilnya pajak terutang ditentukan oleh keadaan/kondisi objek yaitu bumi/tanah dan/atau bangunan.
Subjek atau wajib pajak PBB adalah orang pribadi atau badan yang secara nyata mempunyai hak atas bumi, memperoleh manfaat atas bumi, memiliki bangunan, menguasai bangunan, dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan. Pajak Kendaraan Bermotor adalah pajak yang dikenakan atas kepemilikan kendaraan bermotor baik roda dua atau lebih.
- Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
- Pajak bea masuk.
- Pajak ekspor.
Berikut ini penjelasan dari ketiga pajak tersebut: Pajak Pertambahan Nilai (PPN) merupakan jenis pajak tidak langsung untuk disetor oleh pihak lain yang bukan merupakan penanggung pajak. Pajak harus dikenakan pada setiap proses produksi dan distribusi, tetapi jumlah pajak yang terutang dibebankan kepada konsumen akhir yang memakai produk tersebut.
Selalu setor dan lapor PPN setiap bulan? Gunakan OnlinePajak untuk mempermudah kewajiban Anda. Tidak hanya itu, Anda juga dapat mengelola transaksi bisnis yang dikenakan PPN, membuat dan mengirimkan faktur pajak, serta merekam langsung pajak masukan secara otomatis. Daftar sekarang, atau lihat fitur dan harga paket yang sesuai dengan kebutuhan Anda,
Pajak Bea Masuk adalah pajak yang dikenakan terhadap barang yang masuk daerah pabean. Pajak Ekspor merupakan pungutan resmi yang dikenakan terhadap barang ekspor tertentu. Pajak tidak langsung biasanya diberlakukan terhadap perusahaan, atau instansi. Karena hak dan kewajiban pajak melekat pada badan atau perusahaan, sehingga dalam hal pembayaran dapat diwakilkan.
Kenapa orang yang membayar pajak tidak mendapatkan balasan langsung?
Pajak adalah pungutan wajib yang dibayar rakyat untuk negara dan akan digunakan untuk kepentingan pemerintah dan masyarakat umum. Rakyat yang membayar pajak tidak akan merasakan manfaat dari pajak secara langsung, karena pajak digunakan untuk kepentingan umum, bukan untuk kepentingan pribadi.
Sedangkan retribusi adalah pungutan Daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau Badan. Berdasarkan dua pengertian diatas, kita dapat menjabarkan antara perbedaan pajak dan retribusi.
Perbedaan Pajak dan retribusi adalah sebagai berikut : 1. Pajak a. Dasar Hukum Sebagaimana diatur dalam UUD 1945 Pasal 23A, disebutkan bahwa Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang.b.Balas Jasa Pajak merupakan salah satu sarana pemerataan pendapatan warga negara.
Jadi ketika membayar pajak dalam jumlah tertentu, Anda tidak langsung menerima manfaat pajak yang dibayar, yang akan Anda dapatkan berupa perbaikan jalan raya di daerah Anda, fasilitas kesehatan gratis bagi keluarga, beasiswa pendidikan bagi anak Anda, dan lain-lainnya.c. Objek Pajak Objek pajak bersifat umum contohnya pajak penghasilan, pajak barang mewah, pajak kendaraan bermotor d.
Sifat Pajak Pajak menurut Undang-undang pemungutannya dapat dipaksakan sehingga bila tidak membayar pajak ada konsekuensi yang harus ditanggung.e. Lembaga Pemungut Berdasarkan lembaga yang memungutnya pajak dapat dibagi menjadi dua, yaitu Pajak Negara yang pemungutannya dilakukan oleh Direktorat Pajak dan Pajak Daerah yang pemungutannya dilakukan oleh organisasi perangkat daerah yang ditunjuk misalnya Badan Pendapatan Daerah atau Dinas Pelayanan Pajak.f.
Tujuan Secara umum tujuan yang dapat dicapai dari diberlakukannya pajak adalah untuk mencapai kondisi meningkatnya ekonomi suatu negara yaitu (1) untuk membatasi konsumsi dan dengan demikian mentransfer sumber dari konsumsi ke investasi. (2) untuk mendorong tabungan dan menanam modal. (3) untuk mentransfer sumber dari tangan masyarakat ke tangan pemerintah sehingga memungkinkan adanya investasi sumber dari tangan masyarakat ke tangan pemerintah sehingga memungkinkan adanya investasi pemerintah.
(4) untuk mmodifikasi pola investasi. (5) untuk mengurangi ketimpangan ekonomi dan (6) untuk memobilisasi surplus ekonomi (Nurkse, 1971) dalam (Muchlis, 2002).2. Retribusi a. Dasar Hukum Retribusi dipungut berdasarkan Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri, atau Peraturan Daerah.b.
Balas Jasa Balas jasa kepada wajib retribusi dapat dirasakan langsung, contohnya retribusi kebersihan (sampah) manfaatnya dapat dirasakan langsung dengan diangkutnya sampah wajib retribusi oleh petugas.c. Objek Retribusi Orang atau Badan yang menggunakan atau mendapatkan jasa atau izin yang diberikan oleh pemerintah.d.
Sifat Retribusi Dapat dipaksakan dengan sifat yang ekonomis hanya kepada orang atau badan yang menggunakan atau mendapatkan jasa atau izin yang diberikan oleh pemerintah.e. Lembaga Pemungut Retribusi dipungut oleh pemerintah daerah.f. Tujuan Retribusi memiliki tujuan untuk memberikan jasa atau ijin kepada masyarakat sehingga mereka dapat melaksanakan kegiatan mereka serta mendapatkan pelayanan dari pemerintah.
Apa yang terjadi jika pajak tidak di bayar?
Sanksi Pidana – Menurut undang-undang, ada tiga macam sanksi pidana terhadap wajib pajak yang melakukan pelanggaran, yaitu denda pidana, kurungan dan penjara. Sanksi ini diberikan kepada wajib pajak yang melakukan pelanggaran berat sehingga menimbulkan kerugian negara dan dilakukan lebih dari sekali.
Sanksi pidana menjadi benteng terakhir agar norma perpajakan tetap dipatuhi. Baca juga: Telat Bayar Pajak Kendaraan, Begini Cara Hitung Denda Ditanggung Selain wajib pajak, denda pidana juga dapat diberikan kepada pejabat pajak atau pihak ketiga bidang perpajakan yang melanggar. Contoh pelanggaran yang dapat dikenakan denda pidana adalah tidak menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT yang isinya tidar benar lebih dari sekali.
Ancaman sanksi denda mulai dari satu kali jumlah pajak terutang hingga Rp 1 miliar. Tak hanya denda, perbuatan yang merugikan pendapatan negara ini juga dapat dihukum kurungan selama tiga bulan sampai setahun. Sementara untuk sanksi penjara diberikan paling singkat enam tahun.
Mardiasmo. (2018). Perpajakan Edisi Terbaru 2018,Yogyakarta: ANDI. Hidayat, Nurdin dan Dedi Purwana ES. (2019). Perpajakan: Teori dan Praktik, Depok: Rajawali Pers. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentutan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram “Kompas.com News Update”, caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.