Yang Termasuk Kedalam Jenis Pajak Menurut Golongannya Adalah?
Pembagian Pajak Berdasarkan Golongan – 16 Apr April 16, 2019 Like: 0 Sebagian dari kita tentunya sudah paham Indonesia bukanlah satu-satunya negara yang menerapkan pemungutan pajak. Hal itu dikarenakan ampir setiap negara di dunia menerapkan kewajiban membayar pajak.
Nilai pungutan pajak tergantung pada kebijakan masing-masing negara. Karena itu pemerintah harus menentukan pembagian pajak berdasarkan golongan yang telah ditentukan. Walaupun bagi sebagian masyarakat pajak dianggap beban karena akan mengurangi pendapatannya, tak sedikit dari mereka yang memahami bahwa pajak memiliki peran dalam pembangunan dan anggaran pemerintah.
Hal itu terbukti lantaran 2/3 dari penerimaan negara merupakan pemasukan yang berasal dari pungutan pajak. Hal ini menjadikan pajak merupakan pemasukan terbesar negara sampai dengan tahun 2010-an. Tiap tahunnya penerimaan pajak diharapkan meningkat karena tiap tahunnya jumlah para wajib pajak semakin bertambah.
- Hal ini bisa diwujudkan namun masih banyak potensi-potensi wajib pajak yang belum terdaftar resmi sebagai wajib pajak,
- Oleh sebab itu, tiap tahunnya pemerintah mengupayakan untuk menyadarkan masyarakat untuk melaksanakan kewajiban membayar pajak.
- Dalam dunia pajak, ada beberapa jenis pajak yang dikelompokkan menjadi 3 (tiga) yaitu pajak menurut golongan, menurut sifat, dan menurut lembaga pemungutnya.
Dalam artikel ini kita akan membahas mengenai pengelompokan pajak berdasarkan golongannya. Pajak berdasarkan golongannya dibedakan menjadi 2 (dua) yakni pajak langsung dan pajak tidak langsung.
Contents
Golongan pajak ada berapa?
Berbagai Golongan Pajak Pajak, seperti hal lainnya memiliki beberapa jenis yang disebut golongan. Terdapat 3 jenis golongan pajak yang ada di Indonesia, golongan ini terbagi dari sifat, cara pemungutannya hingga siapa yang memungut pajak. Perbedaan ini ada untuk memudahkan dan memisahkan peruntukkan pajak baik untuk wajib pajak maupun pemerintah.
Pajak Langsung dan Tidak Langsung, Apa Pengertian dan Perbedaannya? Pajak langsung dan tidak langsung adalah pengelompokan pajak berdasarkan golongannya/cara pemungutannya. Lantas, apa bedanya pajak langsung dan tidak langsung? Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, ada baiknya untuk mengetahui bermacam jenis pajak.
Setidaknya ada tiga macam pengelompokkan pajak, yaitu berdasarkan golongannya/cara pemungutannya, sifatnya dan lembaga pemungutannya. Berdasarkan golongannya/cara pemungutannya, pajak dikelompokkan menjadi pajak langsung dan tidak langsung. Berdasarkan sifatnya, pajak dilkelompokkan menjadi pajak subjektif dan pajak objektif.
Sementara, berdasarkan lembaga pemungutannya, pajak dikelompokkan menjadi pajak pusat dan pajak daerah. Sebagai warga negara yang baik, sudah tentu kita harus membayar pajak kepada negara. Dengan membayar pajak, kita ikut berkontribusi dalam pembangunan nasional.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 pasal 1, pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Pajak disetor atau dibayar oleh wajib pajak. Wajib pajak merupakan orang pribadi atau badan, meliputi pembayaran pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Pajak golongan 3 berapa?
Tarif PPh pasal 21 Final untuk PNS – Tarif Pajak PPh Pasal 21 Final Untuk Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI, Polri dan Pensiunannya atas honorarium atau imbalan lain dengan nama apa pun yang menjadi beban APBN atau APBD tarif pajak sebagai berikut :
- Sebesar 0% (nol persen) dari penghasilan bruto bagi PNS Golongan I dan Golongan II, Anggota TNI dan Anggota POLRI Golongan Pangkat Tamtama dan Bintara, dan Pensiunannya.
- Sebesar 5% (lima persen) dari penghasilan bruto bagi PNS Golongan III, Anggota TNI dan Anggota POLRI Golongan Pangkat Perwira Pertama, dan Pensiunannya.
- Sebesar 15% (lima belas persen) dari penghasilan bruto bagi Pejabat Negara, PNS Golongan IV, Anggota TNI dan Anggota POLRI Golongan Pangkat Perwira Menengah dan Perwira Tinggi, dan Pensiunannya.
PPN termasuk jenis pajak apa?
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Artikel ini memerlukan pemutakhiran informasi, Harap perbarui artikel dengan menambahkan informasi terbaru yang tersedia. |
Peta negara dan wilayah menurut status PPN Tanpa PPN PPN Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan pada setiap transaksi jual beli barang atau jasa yang terjadi pada wajib pajak orang pribadi atau badan usaha yang mendapat status Pengusaha Kena Pajak (PKP).
- PPN merupakan jenis pajak konsumsi yang dalam bahasa Inggris disebut value-added tax (VAT) atau goods and services tax (GST).
- PPN termasuk jenis pajak tidak langsung, maksudnya pajak tersebut disetor oleh pihak lain ( pedagang ) yang bukan penanggung pajak atau dengan kata lain, penanggung pajak (konsumen akhir) tidak menyetorkan langsung pajak yang ia tanggung.
Mekanisme pemungutan, penyetoran, dan pelaporan PPN ada pada pihak pedagang atau produsen sehingga muncul istilah Pengusaha Kena Pajak yang disingkat PKP. Dalam perhitungan PPN yang harus disetor oleh PKP, dikenal istilah pajak keluaran dan pajak masukan.
Pajak keluaran adalah PPN yang dipungut ketika PKP menjual produknya, sedangkan pajak masukan adalah PPN yang dibayar ketika PKP membeli, memperoleh, atau membuat produknya. Indonesia menganut sistem tarif tunggal untuk PPN, yaitu sebesar 10 persen untuk penyerahan dalam negeri dan 0 persen untuk ekspor.
Dasar hukum dari penerapan Pajak Pertambahan Nilai di Indonesia adalah Undang-undang Nomor 8 tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang disebut Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai 1984. Penyebutan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 dengan nama Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 diatur dalam Pasal 20 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983.
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 yang berlaku 1 April 1985 adalah Undang-Undang Nomor.11 Tahun 1994 (berlaku 1 Januari 1995), Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 (berlaku 1 Januari 2001), dan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 (berlaku 1 Januari 2010). Dalam UU HPP yang telah diresmikan Presiden Republik Indonesia pada tanggal 29 Oktober 2021 terdapat peraturan baru yang diterapkan pada PPN.
Peraturan baru di antaranya yaitu mengenai tarif PPN yang terdapat pada UU HPP Pasal 7. Tarif PPN yaitu sebesar 11% yang mulai berlaku pada tanggal 1 April 2022 dan sebesar 12% yang mulai berlaku paling lambat pada tanggal 1 Januari 2025. Adapun tarif PPN sebesar 0% diterapkan atas ekspor Barang Kena Pajak Berwujud, ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud, dan ekspor Jasa Kena Pajak.
Apa saja contoh pajak langsung?
Pertanyaan Terkait –
- Apa saja contoh pajak langsung? Contoh pajak langsung antara lain: (1) Pajak kendaraan bermotor, (2) Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), (3) Pajak Penghasilan.
- Apa yang dimaksud dengan pajak langsung? Pengertian pajak langsung adalah pajak yang dikenakan secara berkala terhadap orang atau badan sesuai dengan surat ketetapan pajak; pajak ini harus dipikul sendiri oleh wajib pajak (direct tax).
Pajak rokok termasuk jenis pajak apa?
jenis pajak yang dikenakan dari produk rokok ialah cukai. cukai sendiri merupakanpungutan negara yang artien atien dikenakan terhadap barang-barang tertentu yang mempunyai sifat dan karakteristik tertentu, yaitu: konsumsinya perlu dikendalikan, peredarannya perlu diawasi, pemakaiannya dapat menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat atau lingkungan hidup, atau pemakaiannya perlu pembebanan pungutan negara demi keadilan dan keseimbangan.
Cukai sendiri termasuk ke dalam jenis pajak tidak langsung, karena pungutan akan cukai rokok ini dibebabankan kepada konsumen. Jadi, jawaban yang tepat adalah B. – jenis pajak yang dikenakan dari produk rokok ialah cukai. cukai sendiri merupakan pungutan negara yang artien atien dikenakan terhadap barang-barang tertentu yang mempunyai sifat dan karakteristik tertentu, yaitu: konsumsinya perlu dikendalikan, peredarannya perlu diawasi, pemakaiannya dapat menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat atau lingkungan hidup, atau pemakaiannya perlu pembebanan pungutan negara demi keadilan dan keseimbangan.
cukai sendiri termasuk ke dalam jenis pajak tidak langsung, karena pungutan akan cukai rokok ini dibebabankan kepada konsumen. Jadi, jawaban yang tepat adalah B.
Pajak PPh termasuk pajak apa?
Pajak Pusat meliputi : Pajak Penghasilan ( PPh )
Berapa jenis pajak penghasilan?
KOMPAS.com – Bagi para wajib pajak, pajak penghasilan atau biasa disebut PPh adalah istilah yang sudah tak asing lagi. Pajak ini cukup populer karena menjadi salah satu komponen pemotong gaji karyawan, dalam hal ini PPh Pasal 21. Apa itu PPh atau pajak PPh ? Dikutip dari laman Direktorat Jenderal Pajak (DJP), PPh adalah pajak yang dikenakan kepada orang pribadi atau badan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam satu tahun pajak.
- Penghasilan yang dikenakan PPh tidak hanya penghasilan berasal dari gaji bulanan saja, tetapi juga dari laba usaha, honorarium, hadiah, dan penghasilan lainnya.
- Ada 5 jenis pajak PPh yang berlaku di Indonesia yang dibagi berdasarkan sumber pendapatannya yaitu PPh Pasal 21, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, PPh Pasal 25, dan PPh Pasal 29.
Baca juga: Apa Itu SPT Pajak? Berikut pembagian pajak PPh:
PPh Pasal 21 atau PPh 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun yang sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi subjek pajak dalam negeri. PPh Pasal 22 adalah pajak dikenakan kepada badan-badan usaha tertentu, baik milik pemerintah maupun swasta yang melakukan kegiatan perdagangan ekspor, impor dan re-impor. PPh Pasal 23 atau PPh 23 adalah pajak yang dikenakan pada penghasilan atas modal, penyerahan jasa, atau hadiah dan penghargaan, selain yang telah dipotong PPh Pasal 21. PPh Pasal 24 yakni pengaturan pajak bagi wajib pajak untuk memanfaatkan kredit pajak mereka di luar negeri, untuk mengurangi nilai pajak terhutang yang dimiliki di Indonesia. PPh Pasal 25 adalah pajak penghasilan yang pembayarannya bisa dilakukan dengan sistem angsuran demi meringankan Wajib Pajak. PPh Pasal 29 adalah PPh kurang bayar yang biasanya tercantum dalam SPT Tahunan.
Pajak penghasilan ini tak berlaku untuk badan perwakilan asing, pejabat diplomatik, organisasi internasional, dan pejabat perwakilan organisasi internasional, Baca juga: Simak Cara Membuat NPWP Online, Mudah dan Cepat Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com.
Apa yang dimaksud dengan PPN dan PPh?
Perbedaan PPh dan PPN – Dari definisi serta jenis masing-masing pajak yang telah dijelaskan di atas, mungkin kamu telah menemukan perbedaan dari dua jenis pajak yakni PPh dan PPN. Berikut ini adalah perbedaan PPh dan PPN.
- PPN dan PPh memiliki objek pengenaan pajak yang berbeda. PPN membebankan pajak pada proses produksi maupun distribusi dari suatu barang dan jasa. Sementara itu, PPh dikenakan terhadap penghasilan yang dimiliki oleh wajib pajak.
- Tarif dari kedua pajak ini berbeda. Tarif PPN atas objek pajak PPN adalah senilai 10% sementara itu perhitungan tarif PPh cenderung lebih kompleks karena menyesuaikan kepada jenis PPh yang cenderung banyak jenisnya.
- PPh dibebankan kepada wajib pajak yang memiliki penghasilan, sedangkan PPN dibebankan kepada konsumen dari suatu barang dan jasa.
- Jenis PPh lebih banyak yakni PPh pasal 21, 22, 23, 25 dan lainnya sedangkan pajak PPN memiliki jenis yaitu pajak masukan (pajak atas pembelian barang atau jasa) dan dan keluaran (pajak atas penjualan barang dan jasa yang dikenai pajak).
Terkadang mungkin kita tidak menyadari seberapa sering kita bertemu dengan pajak pada kehidupan sehari-hari, Pada nyatanya, produk yang biasanya kita pakai saat ini, Spotify dan Netflix, telah dikenai dengan PPN. Nah, sekarang apakah kamu sudah dapat mengidentifikasikan perbedaan dari PPh dan PPN? Sumber gambar header : Pixabay.
Pajak Berdasarkan Sifatnya – Jenis pajak menurut sifatnya dibagi menjadi dua, yaitu pajak subjektif dan pajak objektif. Pajak Objektif adalah pajak yang berpangkal pada subjeknya, sedangkan pajak objektif adalah pajak yang berpangkal pada objeknya. Pajak subjektif merupakan pungutan yang memerhatikan keadaan diri wajib pajak.
PPh Pasal 21 dikenakan atas apa?
Mengenal PPh Pasal 21 Lebih Jauh Setiap bulan, saat menerima gaji pasti ada pemotongan PPh Pasal 21 yang dikurangi langsung oleh bendahara gaji kan? Nah apa sih yang dimaksud dengan PPh Pasal 21? Yuk menelisik lebih jauh mengenai PPh Pasal 21. Sebelum membahas PPh Pasal 21, kita lihat pengertian pajak terlebih dahulu ya.
- Pajak merupakan kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
- Sementara, Pajak penghasilan menurut Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan adalah “pajak yang dikenakan terhadap orang pribadi atau perseorangan dan badan berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau diperolehnya selama satu tahun pajak”.
Yang termasuk penghasilan disini yaitu “setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk di dalamnya gaji, upah, komisi, bonus atau gratifikasi, uang pensiun atau imbalan lainnya untuk pekerjaan yang dilakukan; honorarium, hadiah undian dan penghargaan; laba bruto usaha.
keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta, termasuk keuntungan yang diperoleh oleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, anggota, serta karena likuidasi; penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah diperhitungkan sebagai biaya; bunga; dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, yang dibayarkan oleh perseroan, pembayaran dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, pembagian Sisa Hasil Usaha Koperasi kepada pengurus dan pengembalian Sisa Hasil Usaha koperasi kepada anggota; royalti; sewa dari harta; penerimaan atau perolehan pembayaran berkala; dan keuntungan karena pembebasan hutan”.
Nah, pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi Subjek Pajak Dalam Negeri, inilah yang disebut dengan Pajak Penghasilan Pasal 21 atau biasa disebut dengan PPh Pasal 21.
- Sedangkan yang dilakukan oleh Subjek Pajak Luar Negeri disebut PPh Pasal 26, namun hal tersebut tidak akan kita bahas dalam artikel ini.
- Selanjutnya yang perlu diketahui adalah pemotong PPh Pasal 21 yaitu pemberi kerja, dalam hal ini terdiri dari orang pribadi dan badan maupun cabang, perwakilan atau unit; bendahara atau pemegang kas pemerintah; dana pensiun, badan penyelenggara Jaminan Sosial Tenaga Kerja dan badan-badan lain; orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas serta badan yang melakukan pembayaran sehubungan dengan penyerahan jasa; dan penyelenggara kegiatan.
Penerima penghasilan yang dikenakan PPh Pasal 21 yaitu pegawai; penerima uang pesangon, pensiun atau uang manfaat pensiun, THT, JHT, termasuk ahli warisnya; bukan pegawai; anggota dewan komisaris/pengawas yang tidak merangkap sebagai pegawai; mantan pegawai; dan peserta kegiatan baik perlombaan, rapat, konferensi, sidang, pertemuan, kunjungan kerja, peserta/anggota kepanitiaan, pendidikan, pelatihan dan magang, serta kegiatan lainnya. JIka dirumuskan maka Penghasilan Kena Pajak (PKP) PPh Pasal 21 adalah Penghasilan Netto. Yakni Penghasilan Bruto dalam setahun dikurangi dengan (biaya jabatan + 5 % penghasilan bruto maks 6 juta pertahun) dikurangi dengan (iuran pensiun + THT/JHT yang dibayar sendiri) dikurangi dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Atau dapat ditulis sebagai berikut:
Besaran PTKP berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 162/PMK.011/2012 yaitu sebesar Rp.24.300.000,- per tahun untuk diri wajip pajak, ditambah Rp.2.025.000,- untuk Wajib Pajak Kawin, ditambah Rp.2.025.000,- untuk anak kandung dan anak angkat yang menjadi tanggungan dengan jumlah maksimal 3 orang.
Setelah Jumlah Penghasilan Netto setahun dikurangi dengan PTKP, maka dikenakan tarif pajak penghasilan sesuai dengan Undang-Undang Pajak Penghasilan yaitu sebesar 5 % untuk penghasilan sampai dengan 50 juta, 15 % untuk penghasilan diatas 50 juta hingga 250 juta, 25 % untuk penghasilan diatas 250 juta hingga 500 juta, dan 30 % untuk penghasilan di atas 500 juta.
Meskipun perhitungan penghasilan yang dikenakan PPh Pasal 21 dihitung per 1 tahun akan tetapi pemberi kerja/ bendahara memotong PPh Pasal 21 saat dilakukannya pembayaran atau penghasilan si wajib pajak. Dikarenakan kebijakan Pajak di Indonesia menggunakan sistem self assessment alias menghitung sendiri, maka setiap wajib pajak hendaknya memahami cara perhitungan PPh Pasal 21 dan melaporkan SPT Tahunan PPh Pasal 21 kepada Kantor Pelayanan Pajak Pratama di daerah masing-masing paling lambat Tanggal 31 Maret tahun berikutnya.
Sebagai penutup artikel ini berikut akan diberikan sekilas contoh sederhana mengenai perhitungan PPh Pasal 21. “Dimas adalah PNS golongan III/c di Setda Kab Inhu. Dimas memperoleh gaji Rp.2.688.900,- setiap bulan. Karena Dimas memegang jabatan eselon IV/a, maka ia mendapatkan tunjangan jabatan sebesar Rp.540.000,- per bulan.
Dimas telah menikah, namun belum memiliki anak. Maka PPh Pasal 21 yang harus dibayar oleh Dimas adalah sebagai berikut:”
Gaji Pokok | Rp.02.688.900, | ||
Tunjangan Istri | Rp.00.268.890,- | ||
Jumlah Gaji dan Tunj. Istri | Rp.02.957.790,- | ||
Tunjangan Jabatan | Rp.00.540.000,- | ||
Tunjangan Beras | Rp.00.139.520,- | ||
Jumlah Penghasilan Bruto | Rp.03.637.310,- | ||
Pengurangan | Rp.00.322.360,- | ||
-Biaya Jabatan | |||
5 % x Rp.3.637.310,- | Rp.00.181.865,- | ||
Iuran Pensiun | |||
4,75 % x 2.957.790,- | Rp.00.140.495,- | ||
Penghasilan Netto | Rp.03.314.949,- | ||
Penghasilan Netto setahun | Rp.39.779.393,- | ||
PTKP (kawin) | Rp.26.325.000,- | ||
Wajib Pajak | Rp.24.300.000,- | ||
Status WP Kawin | Rp.02.025.000,- | ||
Penghasilan Kena Pajak (PKP) | Rp.13.454.393,70,- | ||
PKP dibulatkan | Rp.13.454.000,-< | ||
PPh Pasal 21 ? 50 juta (5 %) setahun | Rp.00.672.700,- | ||
PPh Pasal 21 sebulan | Rp.00.056.058,- |
Sumber:
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang PerubahanKeempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-31/PJ/2012 Tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa dan Kegiatan Orang Pribadi Peraturan Menteri Keuangan Nomor Nomor 162/PMK.011/2012 Tentang Penyesuaian Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak Website Dirjen Pajak Kementerian Keuangan RI
: Mengenal PPh Pasal 21 Lebih Jauh
Apakah laba termasuk objek pajak?
Penghasilan-Penghasilan Berikut Bukan Merupakan Objek Pajak Sebelumnya, kita telah membahas mengenai jenis penghasilan yang merupakan objek pajak. Berbagai jenis penghasilan, baik berupa gaji, laba usaha, hadiah, keuntungan penjualan harta, bunga, dan lain sebagainya merupakan objek pajak sehingga kita akan dikenakan pajak atas penghasilan-penghasilan tersebut.
Bantuan atau sumbangan yang diterima oleh penerima zakat yang berhak, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang disahkan oleh pemerintah. Sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang disahkan pemerintah dan yang diterima oleh penerima sumbangan yang berhak, juga merupakan penghasilan yang tidak dikenakan pajak penghasilan. Penghasilan berupa harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan. Harta warisan. Setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal. Imbalan pekerjaan atau jasa yang diterima dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak, Wajib Pajak yang dikenakan pajak secara final atau Wajib Pajak khusus lainnya. Imbalan dalam bentuk natura seperti beras, gula, dan sebagainya, dan imbalan dalam bentuk kenikmatan, seperti penggunaan mobil, rumah, dan fasilitas pengobatan bukan merupakan objek pajak. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, maupun asuransi bea siswa. Dividen yang diterima perusahaan dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan, dan kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah modal yang disetor. Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan Menteri Keuangan. Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan. Bagian laba yang diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif. Bagian laba yang diperoleh perusahaan ventura dari badan pasangan usaha yang menjalankan usahanya di Indonesia, dengan syarat badan pasangan usaha tersebut merupakan perusahaan mikro, kecil, menengah, atau yang bergerak dalam sektor usaha tertentu, serta sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia; Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu. Sisa lebih yang diterima lembaga nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan atau bidang penelitian dan pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi yang membidanginya, yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan atau penelitian dan pengembangan, dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut. Bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial kepada Wajib Pajak tertentu.
Penghasilan-penghasilan yang diuraikan di atas bukanlah objek pajak penghasilan sehingga tidak menambah unsur penghasilan dalam perhitungan penghasilan kena pajak pada akhir tahun. Kita juga tidak akan dipotong pajak penghasilan jika menerima pendapatan tersebut.
Berapa jenis pajak penghasilan?
KOMPAS.com – Bagi para wajib pajak, pajak penghasilan atau biasa disebut PPh adalah istilah yang sudah tak asing lagi. Pajak ini cukup populer karena menjadi salah satu komponen pemotong gaji karyawan, dalam hal ini PPh Pasal 21. Apa itu PPh atau pajak PPh ? Dikutip dari laman Direktorat Jenderal Pajak (DJP), PPh adalah pajak yang dikenakan kepada orang pribadi atau badan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam satu tahun pajak.
Penghasilan yang dikenakan PPh tidak hanya penghasilan berasal dari gaji bulanan saja, tetapi juga dari laba usaha, honorarium, hadiah, dan penghasilan lainnya. Ada 5 jenis pajak PPh yang berlaku di Indonesia yang dibagi berdasarkan sumber pendapatannya yaitu PPh Pasal 21, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, PPh Pasal 25, dan PPh Pasal 29.
Baca juga: Apa Itu SPT Pajak? Berikut pembagian pajak PPh:
PPh Pasal 21 atau PPh 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun yang sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi subjek pajak dalam negeri. PPh Pasal 22 adalah pajak dikenakan kepada badan-badan usaha tertentu, baik milik pemerintah maupun swasta yang melakukan kegiatan perdagangan ekspor, impor dan re-impor. PPh Pasal 23 atau PPh 23 adalah pajak yang dikenakan pada penghasilan atas modal, penyerahan jasa, atau hadiah dan penghargaan, selain yang telah dipotong PPh Pasal 21. PPh Pasal 24 yakni pengaturan pajak bagi wajib pajak untuk memanfaatkan kredit pajak mereka di luar negeri, untuk mengurangi nilai pajak terhutang yang dimiliki di Indonesia. PPh Pasal 25 adalah pajak penghasilan yang pembayarannya bisa dilakukan dengan sistem angsuran demi meringankan Wajib Pajak. PPh Pasal 29 adalah PPh kurang bayar yang biasanya tercantum dalam SPT Tahunan.
Pajak penghasilan ini tak berlaku untuk badan perwakilan asing, pejabat diplomatik, organisasi internasional, dan pejabat perwakilan organisasi internasional, Baca juga: Simak Cara Membuat NPWP Online, Mudah dan Cepat Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com.
Gaji termasuk pajak apa?
Cara Hitung PPH 21
- Cara Hitung PPh 21 ( ) Pajaknesia.id)
- Pajak Penghasilan Pasal 21 (PPh 21 ) merupakan jenis pajak yang dikenakan terhadap penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain yang diterima oleh pegawai, bukan pegawai, mantan pegawai, penerima pesangon dan lain sebagainya.
- Metode Perhitungan Gaji Karyawan
- Walaupun perhitungan PPh 21 telah diatur oleh DJP, namun pada praktiknya, setiap perusahaan memiliki metode perhitungan PPh 21 sendiri yang disesuaikan dengan tunjangan pajak atau gaji bersih yang diterima karyawannya.
- Ada 3 metode perhitungan PPh 21 yang paling umum, yaitu:
Metode Gross (Gaji Kotor Tanpa Tunjangan Pajak)
Metode gross diterapkan bagi pegawai atau penerima penghasilan yang menanggung PPh 21 terutangnya sendiri. Ini berarti gaji pegawai tersebut belum dipotong PPh 21.
Metode Gross-Up (Gaji Bersih dengan Tunjangan Pajak)
Metode gross-up diterapkan bagi karyawan atau penerima penghasilan yang diberikan tunjangan pajak (gajinya dinaikkan terlebih dahulu) sebesar pajak yang dipotong.
Metode Net (Gaji Bersih dengan Pajak Ditanggung Perusahaan)
- Metode net diterapkan bagi karyawan atau penerima penghasilan yang mendapatkan gaji bersih dengan pajak yang ditanggung perusahaan.
- Cara Perhitungan PPh 21 Karyawan Tetap
- Dikutip dari situs DJP, karyawan tetap adalah karyawan yang menerima penghasilan dalam jumlah tertentu secara teratur atau pegawai yang berstatus kontrak dalam jangka waktu yang telah ditentukan, yang menerima penghasilan dalam jumlah tertentu secara teratur.
Berikut ini adalah contoh-contoh penghitungan PPh 21 untuk karyawan atau pegawai tetap dengan memperhitungkan PTKP.
Alya adalah karyawati pada perusahaan PT. ABC dengan status menikah dan mempunyai tiga anak. Suami Alya merupakan pegawai di perusahaan PT BCD. Alya menerima gaji Rp 7.000.000 per bulan. PT. ABC mengikuti program pensiun dan BPJS Kesehatan. Perusahaan membayarkan iuran pensiun dari BPJS Ketenagakerjaan sebesar 1% dari perhitungan gaji, yakni senilai Rp 70.000 per bulan.
- Di samping itu perusahaan membayarkan iuran Jaminan Hari Tua (JHT) karyawannya setiap bulan sebesar 3,70% dari gaji, sedangkan Alya membayar iuran (JHT) setiap bulan sebesar 2,00% dari gaji.
- Premi Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JK) dibayar oleh pemberi kerja dengan jumlah masing-masing sebesar 0,24% dan 0,3% dari gaji.
Pada bulan Mei 2020, di samping menerima pembayaran gaji, Alya juga menerima uang lembur (overtime) senilai Rp 2.000.000. Maka hasil perhitungannya adalah sebagai berikut: Gaji Pokok 7.000.000 (i) Tunjangan Lainnya (jika ada) 2.000.000 (ii) JKK 0,24% 16.800 JK 0,3% 21.000 Penghasilan Bruto 9.037.800 Pengurangan:
- (iii) Biaya jabatan 5% x 9.037.800 451.890
- Iuran Jaminan Hari Tua (JHT), 2% dari gaji pokok 140.000
- (iv) Jaminan Pensiun (JP), 1% dari gaji pokok 70.000 (661.890)
Penghasilan neto (bersih) sebulan 8.375.910 (v) Penghasilan neto setahun 12 x 8.375.910 100.510.920 (vi) PTKP (54.000.000) Penghasilan Kena Pajak Setahun 46.510.920 (vii) Pembulatan ke bawah 46.510.000 PPh Terutang 5% x 46.510.920 2.325.500 PPh Pasal 21 Bulan Mei = 2.325.500/12 193.792 Ilustrasi di atas berlaku bagi wajib pajak yang memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
- Cara Perhitungan PPh 21 Karyawan dengan Tunjangan Pajak
- Cara menghitung PPh 21 karyawan atau pegawai tetap yang menerima tunjangan pajak (gross up) dari perusahaan tempatnya bekerja adalah dengan memperlakukan tunjangan pajak sebagai penghasilan pegawai dan ditambahkan pada penghasilan yang diterimanya.
- Contoh Perhitungan PPh 21 secara manual untuk karyawan yang menerima tunjangan pajak adalah sebagai berikut:
Farhan bekerja pada PT ABCD. Status-nya belum menikah dan tidak mempunyai tanggungan dengan gaji bersih senilai Rp 7.500.000 sebulan. Perusahaan tempatnya bekerja memberikan tunjangan pajak penuh kepada Farhan sejumlah Rp 35.167. Sementara, iuran pensiun yang dibayar Farhan adalah Rp 75.000 sebulan.
- (iii) Biaya Jabatan: 5% x 7.464.833,00 = 373.242 373.242
- Iuran/Jaminan Hari Tua, 2% dari gaji pokok 150.000
- (iv) JP (Jaminan Pensiun), 1% dari gaji pokok, jika ada 75.000
(598.242) (v) Penghasilan neto (bersih) sebulan,866.591 Penghasilan neto setahun 12 x 6.866.591= 82.399.092 Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) 54.000.000 (vii) Penghasilan Kena Pajak Setahun 28.399.092 (viii) Pembulatan ke bawah 28.399.000 PPh Terutang 5% x 28.399.000 = 1.419.950 PPh Pasal 21 Bulan September = 1.419.950/ 12= 118.329 Jika wajib pajak tidak memiliki NPWP, maka PPh 21 perlu dikalikan 120%, sehingga PPh 21 terutangnya menjadi Rp 118.329 x 120% = Rp 141.995.
- Cara Perhitungan PPh 21 Karyawan Tidak Tetap Tidak Berkesinambungan
- Mengutip situs resmi DJP, pegawai tidak tetap tidak berkesinambungan adalah orang pribadi selain pegawai tetap dan pegawai tidak tetap/tenaga kerja lepas yang memperoleh penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apapun dari Pemotong PPh 21 dan/atau PPh 26 sebagai imbalan jasa yang dilakukan berdasarkan perintah atau permintaan dari pemberi penghasilan.
- Berikut ini adalah cara menghitung Pajak Penghasilan Pasal 21 pegawai tidak tetap yang menerima penghasilan tidak berkesinambungan:
Arzi adalah pegawai tenaga lepas untuk desain grafis di PT. CDE dengan penghasilan Rp 8.000.000. Besarnya PPh 21 yang terutang adalah: 5% x 50% x Rp 8.000.000,00 = Rp 200.000. Bila Arzi tidak memiliki NPWP maka besarnya PPh Pasal 21 yang terutang adalah: 120% x 5% x 50% x Rp 8.000.000,00 = Rp 240.000.
Apa saja contoh pajak langsung?
Pertanyaan Terkait –
- Apa saja contoh pajak langsung? Contoh pajak langsung antara lain: (1) Pajak kendaraan bermotor, (2) Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), (3) Pajak Penghasilan.
- Apa yang dimaksud dengan pajak langsung? Pengertian pajak langsung adalah pajak yang dikenakan secara berkala terhadap orang atau badan sesuai dengan surat ketetapan pajak; pajak ini harus dipikul sendiri oleh wajib pajak (direct tax).
Pajak rokok termasuk jenis pajak apa?
jenis pajak yang dikenakan dari produk rokok ialah cukai. cukai sendiri merupakanpungutan negara yang artien atien dikenakan terhadap barang-barang tertentu yang mempunyai sifat dan karakteristik tertentu, yaitu: konsumsinya perlu dikendalikan, peredarannya perlu diawasi, pemakaiannya dapat menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat atau lingkungan hidup, atau pemakaiannya perlu pembebanan pungutan negara demi keadilan dan keseimbangan.
Cukai sendiri termasuk ke dalam jenis pajak tidak langsung, karena pungutan akan cukai rokok ini dibebabankan kepada konsumen. Jadi, jawaban yang tepat adalah B. – jenis pajak yang dikenakan dari produk rokok ialah cukai. cukai sendiri merupakan pungutan negara yang artien atien dikenakan terhadap barang-barang tertentu yang mempunyai sifat dan karakteristik tertentu, yaitu: konsumsinya perlu dikendalikan, peredarannya perlu diawasi, pemakaiannya dapat menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat atau lingkungan hidup, atau pemakaiannya perlu pembebanan pungutan negara demi keadilan dan keseimbangan.
cukai sendiri termasuk ke dalam jenis pajak tidak langsung, karena pungutan akan cukai rokok ini dibebabankan kepada konsumen. Jadi, jawaban yang tepat adalah B.