Ada Beberapa Faktor Yang Perlu Diperhatikan Saat Melakukan Pemungutan Pajak?

Ada Beberapa Faktor Yang Perlu Diperhatikan Saat Melakukan Pemungutan Pajak
Syarat Pemungutan Pajak: Ini Pengertian, Dasar Hukum dan Penjelasannya Syarat pemungutan pajak adalah landasan prinsip yang harus ada dalam setiap aktivitas pemungutan pajak. Berikut ini 5 syarat pemungutan pajak di Indonesia.

Syarat Keadilan (pemungutan pajak harus adil). Syarat Yuridis (pemungutan pajak harus berdasarkan undang-undang). Syarat Ekonomis (pemungutan pajak tidak mengganggu perekonomian nasional). Syarat Finansial (pemungutan pajak harus efisien). Syarat Sederhana (sistem pemungutan pajak harus sederhana).

Dalam setiap aktivitas pemungutan pajak, penerapan sekian syarat tersebut punya arti yang penting. Sebab, tanpa syarat tersebut, aktivitas pemungutan pajak bisa menghadapi kendala bahkan melenceng dari target yang ditetapkan. Agar lebih jelas lagi, berikut ini uraian dari masing-masing syarat pemungutan pajak tersebut:

Asas pemungutan pajak dimana pemungutan pajak yang dilakukan oleh negara harus sesuai dengan kemampuan dan penghasilan wajib pajak adalah asas pajak?

Teori asas pemungutan pajak – Sementara itu, dikutip dari laman resmi Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan, setidaknya ada 3 asas pemungutan pajak. Pertama yakni asas pemungutan pajak menurut Adam Smith, Kedua asas pemungutan pajak versi W.J.

Asas equality, pemungutan pajak yang dilakukan oleh negara harus sesuai dengan kemampuan dan penghasilan wajib pajak. Negara tidak boleh bertindak diskriminatif terhadap wajib pajak. Asas certainty, semua pungutan pajak harus berdasarkan UU, sehingga bagi yang melanggar akan dapat dikenai sanksi hukum. Asas convinience of payment, pajak harus dipungut pada saat yang tepat bagi wajib pajak (saat yang paling baik), misalnya disaat wajib pajak baru menerima penghasilannya atau disaat wajib pajak menerima hadiah. Asas efficiency, biaya pemungutan pajak diusahakan sehemat mungkin, jangan sampai terjadi biaya pemungutan pajak lebih besar dari hasil pemungutan pajak.

W.J. Langen

Asas daya pikul, besar kecilnya pajak yang dipungut harus berdasarkan besar kecilnya penghasilan wajib pajak. Semakin tinggi penghasilan maka semakin tinggi pajak yang dibebankan. Asas manfaat, pajak yang dipungut oleh negara harus digunakan untuk kegiatan-kegiatan yang bermanfaat untuk kepentingan umum. Asas kesejahteraan, pajak yang dipungut oleh negara digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Asas kesamaan, dalam kondisi yang sama antara wajib pajak yang satu dengan yang lain harus dikenakan pajak dalam jumlah yang sama (diperlakukan sama). Asas beban Yang Sekecil-kecilnya, pemungutan pajak diusahakan sekecil-kecilnya (serendah-rendahnya) jika dibandingkan dengan nilai obyek pajak sehingga tidak memberatkan para wajib pajak.

Baca juga: Apa Itu Sekuritas dalam Perdagangan Saham? Adolf Wagner

Asas politik finansial, pajak yang dipungut negara jumlahnya memadai sehingga dapat membiayai atau mendorong semua kegiatan negara. Asas ekonomi, penentuan obyek pajak harus tepat, misalnya: pajak pendapatan, pajak untuk barang-barang mewah Asas keadilan, pungutan pajak berlaku secara umum tanpa diskriminasi, untuk kondisi yang sama diperlakukan sama pula. Asas administrasi, menyangkut masalah kepastian perpajakan (kapan, dimana harus membayar pajak), keluwesan penagihan (bagaimana cara membayarnya) dan besarnya biaya pajak. Asas yuridis, segala pungutan pajak harus berdasarkan undang-undang.

Baca juga: Apa Itu Bank Himbara? Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram “Kompas.com News Update”, caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Mengapa dalam pemungutan pajak perlu diperhatikan asas-asas pemungutan pajak?

7 Asas Pemungutan Pajak yang Berlaku di Indonesia

  • Mengingat pajak menyangkut kepentingan banyak orang, maka perlu diperhatikan dasar hukumnya serta asas pemungutan pajak yang jelas agar tercipta keadilan bagi setiap wajib pajak yang ada di Indonesia.
  • Asas pemungutan pajak sendiri digunakan sebagai pedoman dalam pembuatan regulasi perpajakan.
  • Selain itu, hal ini juga berguna sebagai dasar pedoman yang digunakan petugas yang berwenang untuk pengumpulan pajak.
  • Secara umum, asas pajak yang digunakan di dunia ada tiga, yakni asas tempat tinggal, asas kebangsaan dan asas sumber.

Namun demikian, untuk negara Indonesia sendiri, diterapkan setidaknya tujuh asas pemungutan pajak. Bukan berarti berbeda secara keseluruhan, namun hanya dipecah ke dalam beberapa bagian yang lebih mendetail. Tujuannya adalah agar dalam rangka menjalankan sistem perpajakan, baik petugas maupun wajib pajak memiliki pegangan yang jelas dalam menjalankan kewajiban dan mendapatkan haknya.

Apa sajakah faktor penyebab timbulnya perlawanan pasif dalam pemungutan pajak?

Perlawanan aktif terhadap pajak – Perlawanan aktif adalah perlawanan yang inisiatifnya berasal dari wajib pajak itu sendiri. Hal ini merupakan usaha dan perbuatan yang secara langsung ditujukan terhadap fiscus dan bertujuan untuk menghindari pajak atau mengurangi kewajiban pajak yang seharusnya dibayar.

You might be interested:  Berikut Yang Termasuk Dalam Kelompok Belanja Modal Adalah?

Apakah syarat pemungutan pajak yang harus dipenuhi agar tidak menimbulkan hambatan?

‘ Agar pemungutan pajak tidak menimbulkan hambatan atau perlawanan, maka pemungutan pajak harus memenuhi syarat sebagai berikut : 1. Pemungutan pajak harus adil ( Syarat Keadilan) Sesuai dengan tujuan hukum, yakni mencapai keadilan, undang-undang, dan pelaksanaan pemungutan harus adil.

Sistem pemungutan pajak ada berapa?

Dengan demikian, kepada wajib pajak diberikan kebebasan dan keaktifan yang lebih besar untuk menghitung sendiri pajak terutang. Menurut yang menetapkan pajaknya, maka sistem pemungutan pajak dibagi manjadi 3 (tiga), yaitu official assessment system, self assessment system, dan with holding system.

Bagaimana pungutan lain yang serupa dengan pajak tetapi mempunyai perilaku dan sifat yang berbeda dengan pajak?

Penjelasan: Retribusi menurut UU no.28 tahun 2009 adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan pribadi atau badan.

Bagaimanakah cara pemungutan pajak yang didasarkan pada sumber pendapatan Wajib Pajak?

Jawaban: Asas sumber adalah asas pemungutan pajak yang didasarkan pada sumber atau tempat penghasilan berada. Jika suatu sumber penghasilan berada di suatu negara, maka negara tersebut memiliki hak untuk memungut pajak kepada setiap orang yang memperoleh pendapatan dari tempat atau sumber penghasilan tersebut berada. Penjelasan: SEMOGA BERMANFAAT !

Asas apa dalam pelaksanaan pemungutan pajak yg ditentukan pada efektivitas dan efisiensi?

Asas Adolf Wagner –

  • 1. Asas Politik Finansial
  • Dalam asas ini, pungutan pajak yang dikelola negara jumlahnya memadai, sehingga dengan hasil pungutan pajak tersebut dapat dipergunakan untuk membiayai atau mendorong semua kegiatan negara.
  • 2. Asas Ekonomi
  • Pada asas ini, dalam menentukan objek pajak harus dilakukan secara tepat, misalnya adalah: pajak pendapatan, pajak untuk barang mewah, dll.
  • 3. Asas Keadilan
  • Memiliki arti bahwa pungutan pajak berlaku tanpa adanya diskriminasi, dalam kondisi yang sama, maka harus diperlakukan dengan sama pula.
  • 4. Asas Administrasi
  • Asas ini lebih terkait dengan masalah dari kepastian kegiatan perpajakan (kapan, dimana harus membayar pajak, dll), keluwesan dalam penagihan (tata cara pembayarannya), serta besarnya biaya dari pajak yang dipungut.
  • 5. Asas Yuridis
  • Merupakan segala pungutan pajak yang harus didasarkan pada Undang-Undang yang berlaku.

: Belajar Memahami Asas Pemungutan Pajak Menurut Para Ahli

Bagaimana sistem pemungutan pajak yang digunakan di Indonesia?

Di Indonesia, berlaku 3 jenis sistem pemungutan pajak, yakni: Self Assessment System. Official Assessment System. Withholding Assessment System.

Apa dasar hukum pemungutan pajak di Indonesia?

UMUM Negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945 yang menjunjung tinggi hak dan kewajiban setiap orang, oleh karena itu menempatkan perpajakan sebagai salah satu perwujudan kewajiban kenegaraan dalam kegotongroyongan nasional sebagai peran serta masyarakat dalam membiayai pembangunan. Sesuai dengan ketentuan Pasal 23 ayat (2) Undang Undang Dasar 1945, ketentuan-ketentuan perpajakan yang merupakan landasan pemungutan pajak ditetapkan dengan Undang-undang. Undang-undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan yang berlaku sejak tahun 1986 merupakan landasan hukum dalam pengenaan pajak sehubungan dengan hak atas bumi dan/atau perolehan manfaat atas bumi dan/atau kepemilikan, pengusaan dan/atau perolehan manfaat atas bangunan. Pada hakekatnya, pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan merupakan salah satu sarana perwujudan kegotongroyongan nasional dalam pembiayaan negara dan pembangunan nasional, sehingga dalam pengenaannya harus memperhatikan prinsip kepastian hukum, keadilan, dan kesederhanaan serta ditunjang oleh sistem administrasi perpajakan yang memudahkan Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban pembayaran pajak. Setelah hampir satu dasawarsa berlakunya Undang-undang Nomor 12 Tahun 1985, dengan makin meningkatnya kesejahteraan masyarakat dan meningkatnya jumlah Objek Pajak serta untuk menyelaraskan pengenaan pajak dengan amanat dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara, dirasakan sudah masanya untuk menyempurnakan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1985. Dengan berpegang teguh pada prinsip kepastian hukum dan keadilan, maka arah dan tujuan penyempurnaan Undang-undang ini adalah sebagai berikut : a. Menunjang kebijaksanaan pemerintah menuju kemandirian bangsa dalam pembiayaan pembangunan yang sumber utamanya berasal dari penerimaan pajak; b. Lebih memberikan kepastian hukum dan keadilan bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembiayaan pembangunan sesuai dengan kemampuannya. Dengan berlandaskan pada arah dan tujuan penyempurnaan tersebut, maka dalam penyempurnaan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1985 perlu diatur kembali ketentuan ketentuan mengenai Pajak Bumi dan Bangunan yang dituangkan dalam Undang-undang tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan, dengan pokok-pokok antara lain sebagai berikut: a. Untuk lebih memberikan keadilan dalam pengenaan pajak, diatur ketentuan mengenai besarnya Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak untuk setiap Wajib Pajak; b. Memperjelas ketentuan mengenai upaya banding ke badan peradilan pajak. PASAL DEMI PASAL Pasal I Angka 1 Pasal 3 Ayat (1) Yang dimaksud dengan tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan adalah bahwa objek pajak itu diusahakan untuk melayani kepentingan umum, dan nyata-nyata tidak ditujukan untuk mencari keuntungan. Hal ini dapat diketahui antara lain dari anggaran dasar dan anggaran rumah tangga dari yayasan/badan yang bergerak dalam bidang ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan, dan kebudayaan nasional tersebut. Termasuk pengertian ini adalah hutan wisata milik Negara sesuai Pasal 2 Undang undang Nomor 5 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kehutanan. Contoh : – pesantren atau sejenis dengan itu; – madrasah; – tanah wakaf; – rumah sakit umum. Ayat (2) Yang dimaksud dengan objek pajak dalam ayat ini adalah objek pajak yang dimiliki/dikuasai/ digunakan oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam menyelenggarakan pemerintahan. Pajak Bumi dan Bangunan adalah pajak negara yang sebagian besar penerimaannya merupakan pendapatan daerah yang antara lain dipergunakan untuk penyediaan fasilitas yang juga dinikmati oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daeah. Oleh sebab itu wajar Pemerintah Pusat juga ikut membiayai penyediaan fasilitas tersebut melalui pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan. Mengenai bumi dan/atau bangunan milik perorangan dan/atau badan yang digunakan oleh negara, kewajiban perpajakannya tergantung pada perjanjian yang diadakan. Ayat (3) Untuk setiap Wajib Pajak diberikan Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak sebesar Rp 8.000.000,00 (delapan juta rupiah). Apabila seorang Wajib Pajak mempunyai beberapa Objek Pajak, yang diberikan Nilai Jual Objek Pajak hanya salah satu Objek Pajak yang nilainya terbesar, sedangkan Objek Pajak lainnya tetap dikenakan secara penuh tanpa dikurangi Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak. Contoh : 1. Seorang Wajib Pajak hanya mempunyai Objek Pajak berupa bumi dengan nilai sebagai berikut : – Nilai Jual Objek Pajak Bumi, Rp 3.000.0000,00 -Nilai Jual Objek Pajak Kena Pajak, Rp 8.000.0000,00 Karena Nilai Jual Objek Pajak berada dibawah Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak, maka Objek Pajak tersebut tidak dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan. 2. Seorang Wajib Pajak mempunyai dua Objek Pajak berupa bumi dan bangunan masing-masing di Desa A dan Desa B dengan nilai sebagai berikut : a. Desa A – Nilai Jual Objek Pajak Bumi Rp.8.000.000,00 – Nilai Jual Objek Pajak Bangunan Rp.5.000.000,00 Nilai Jual Objek Pajak untuk Penghitungan Pajak : – Nilai Jual Objek Pajak Bumi Rp.8.000.000,00 – Nilai Jual Objek Pajak Bangunan Rp.5.000.000,00(+) – Nilai Jual Objek Pajak sebagai dasar pengenaan pajak, Rp13.000.000,00 – Nilai Jual Objek Pajak, Rp.8.000.000,00(-) – Nilai Jual Objek Pajak untuk Penghitungan Pajak, Rp.5.000.000,00 b. Desa B – Nilai Jual Objek Pajak Bumi Rp.5.000.000,00 – Nilai Jual Objek Pajak Bangunan Rp.3.000.000,00 Nilai Jual Objek Pajak untuk Penghitungan Pajak : – Nilai Jual Objek Pajak Bumi, Rp.5.000.000,00 – Nilai Jual Objek Pajak Bangunan, Rp.3.000.000,00(+) – Nilai Jual Objek Pajak sebagai dasar pengenaan pajak, Rp.8.000.000,00 – Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak Rp.0,00(-) – Nilai Jual Objek Pajak untuk Penghitungan Pajak, Rp.8.000.000,00 Untuk Objek Pajak di Desa B, tidak diberikan Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak sebesar Rp 8.000.000,00 (delapan juta rupiah), karena Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak telah diberikan untuk Objek Pajak yang berada di Desa A. 3. Seorang Wajib Pajak mempunyai dua Objek Pajak berupa bumi dan bangunan pada satu Desa C dengan nilai sebagai berikut : a. Objek I – Nilai Jual Objek Pajak Bumi Rp.4.000.000,00 – Nilai Jual Objek Pajak Bangunan Rp.2.000.000,00 Nilai Jual Objek Pajak untuk Penghitungan Pajak : – Nilai Jual Objek Pajak Bumi, Rp.4.000.000,00 – Nilai Jual Objek Pajak Bangunan, Rp.2.000.000,00(+) – Nilai Jual Objek Pajak sebagai dasar pengenaan pajak, Rp.6.000.000,00 – Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak, Rp.8.000.000,00 Karena Nilai Jual Objek Pajak berada di bawah Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak, maka Objek Pajak tersebut dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan.b. Objek II – Nilai Jual Objek Pajak Bumi Rp.4.000.000,00 – Nilai Jual Objek Pajak Bangunan Rp.1.000.000,00 Nilai Jual Objek Pajak untuk Penghitungan Pajak : – Nilai Jual Objek Pajak Bumi, Rp.4.000.000,00 – Nilai Jual Objek pajak Bangunan, Rp.1.000.000,00(+) – Nilai Jual Objek Pajak sebagai dasar pengenaan pajak, Rp.5.000.000,00 – Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak, Rp.0,00(-) – Nilai Jual Objek Pajak untuk Penghitungan Pajak, Rp.5.000.000,00 Ayat (4) Berdasarkan ketentuan ini Menteri Keuangan diberikan wewenang untuk mengubah besarnya Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dengan mempertimbangkan perkembangan ekonomi dan moneter serta perkembangan harga umum objek pajak setiap tahunnya. Angka 2 Dengan dihapuskannya Pasal 17, ketentuan banding Pajak Bumi dan Bangunan mengikuti ketentuan Pasal 27 Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1994 (Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3566). Angka 3 Pasal 23 Yang dimaksud dengan peraturan perundang-undangan lainnya adalah antara lain Undang undang Nomor 19 Tahun 1959 tentang penagihan Pajak Negara dengan Surat Paksa. Angka 4

You might be interested:  Bagaimana Keterkaitan Modal Dengan Pembangunan Ekonomi Suatu Negara?

Cukup Jelas

Pasal II

Cukup Jelas

Pasal III

Cukup Jelas

Pasal IV

Cukup Jelas

Apa yang anda ketahui tentang sistem pemungutan pajak?

Official Assessment System – Sistem pemungutan pajak ini yang memungkinkan pihak berwenang untuk dengan bebas menentukan jumlah pajak yang harus dibayarkan kepada otoritas pajak atau pemungut pajak. Dalam sistem pemungutan pajak ini biasanya wajib pajak bersifat pasif dan hutang pajak hanya dapat digunakan setelah otoritas pajak mengeluarkan surat ketetapan pajaknya.

Sistem pemungutan pajak ini biasanya dapat diterapkan pada penyelesaian Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) atau jenis pajak daerah lainnya. Dalam proses transaksi pembayaran PBB, KPP biasanya berperan sebagai pihak yang mengeluarkan surat ketetapan pajak yang memuat sejumlah PBB terutang disetiap tahunnya, sehingga tidak perlu lagi untuk menghitung pajak yang terutangnya, namun cukup dengan membayar PBB berdasarkan Surat Pernyataan Terutang Pajak (SPPT) yang diterbitkan oleh KPP yang terdaftar sebagai subjek pajak.

Ciri-ciri dari sistem pemungutan pajak official assessment adalah:

Petugas pajak berwenang menghitung dan memungut besaran pajak terutang; Wajib Pajak berperan pasif; Besaran pajak akan diketahui oleh Wajib Pajak setelah petugas pajak melakukan perhitungan dan menerbitkan SKP; serta Pemerintah memiliki hak penuh pada saat menentukan besaran pajak yang perlu dibayarkan.

Apa asas pemungutan pajak brainly?

Berikut ini 7 asas pemungutan pajak di Indonesia.1. Asas Finansial Asas pemungutan pajak di Indonesia adalah asas finansial. Asas finansial dalam pemungutan pajak ini menjelaskan tentang penetapan biaya pajak harus lebih kecil dari besarnya pendapatan yang diterima wajib pajak.2.

  • Asas Ekonomis Pada asas ekonomis pemungutan pajak di Indonesia menjelaskan tentang penggunaan dana pajak harus sesuai dengan kepentingan rakyat Indonesia atau umum.
  • Pajak tidak boleh menjadi penyebab melorotnya perekonomian masyarakat.3.
  • Asas Yuridis Asas yuridis pemungutan pajak di Indonesia memberi penegasan bahwa pada hukum pajak sendiri harus memberikan berbagai jaminan hukum yang didasari pada pasal 23 ayat 2 UUD 1945.4.
You might be interested:  Cara Yang Saat Ini Jadi Tren Mencari Modal Usaha?

Asas Umum Asas umum pada pemungutan pajak di Indonesia berdasar pada keadilan terhadap pemungutan dan juga pengaplikasian pajak dari dan untuk masyarakat Indonesia.5. Asas Sumber Asas sumber merupakan asas dasar bahwa pemungutan pajak berdasarkan pada dimana tempat perusahaan atau orang tersebut berada.

Pajak yang dipungut di Indonesia adalah pajak bagi perusahaan atau orang yang ada di Indonesia.6. Asas Kebangsaan atau Nasionalitas Menurut asas kebangsaan atau nasionalitas, setiap orang yang berada pada wilayah atau negara tertentu maka mempunyai kewajiban membayar pajak sesuai dengan ketentuan negara tersebut.7.

Asas Wilayah atau Teritorial Asas ini bermaksud mengambil pajak menurut tempat seseorang tinggal. Contohnya jika ada orang luar negeri tinggal di Indonesia, ia tepat mendapat tanggungan pajak karena tinggal di Indonesia.

Apa makna dari asas yuridis?

3. Asas Yuridis – Selanjutnya ada asas yuridis, dimana pemungutan pajak ditetapkan sesuai peraturan yang tertuang dalam Undang-Undang yang berlaku. Seperti beberapa Undang-Undang yang akan dijelaskan di bawah ini:

  • Undang-Undang Nomor 12 yang dikeluarkan Tahun 1994 yang membahas Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
  • Selanjutnya ada Undang-Undang Nomor 19 yang ditetapkan pada Tahun 2000 mengenai prosedur penagihan pajak dengan surat paksa.
  • Yang ketiga ada Undang-Undang yang juga ditetapkan pada tahun 2000 yaitu UU Nomor 20 yang mencakup Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.
  • Selanjutnya adalah Undang-Undang Nomor 14 yang ditetapkan pada Tahun 2002 yang membahas pengadilan pajak yang berlaku.
  • Lalu berikutnya ada Undang-Undang yang muncul di tahun 2007, yaitu UU No.28 yang mengatur Ketentuan Umum maupun Tata Cara kegiatan Perpajakan.
  • Berikutnya ada Undang-Undang Nomor 36 yang disahkan pada Tahun 2008 yang mencakup lini Pajak dari Penghasilan pertahun.
  • Terakhir ada UU No.42 yang ditetapkan pada tahun 2009, peraturan Pajak ini mengatur pajak atas pertambahan nilai suatu barang dan jasa dan juga pajak yang ditangguhkan atas jual beli atau

Sistem pemungutan pajak ada berapa?

Dengan demikian, kepada wajib pajak diberikan kebebasan dan keaktifan yang lebih besar untuk menghitung sendiri pajak terutang. Menurut yang menetapkan pajaknya, maka sistem pemungutan pajak dibagi manjadi 3 (tiga), yaitu official assessment system, self assessment system, dan with holding system.

Apa itu self assessment system?

Abstract – Sejak perubahan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan pada tahun 1983 yang merupakan awal dimulainya reformasi perpajakan Indonesia menggantikan peraturan perpajakan yang dibuat oleh kolonial Belanda (misalnya: ordonansi PPs 1925 dan ordonansi PPd 1944), Indonesia telah mengganti sistem pemungutan pajaknya pula dari sistem official-assessment menjadi sistem self-assessment yang masih diterapkan sampai dengan sekarang.

  • Sistem Self-assessment merupakan sistem pemungutan pajak yang memberikan kepercayaan kepada Wajib Pajak (WP) untuk menghitung/memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri jumlah pajak yang seharusnya terutang berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan.
  • Penerimaan pajak di negara Indonesia menjadi sumber pendapatan yang semakin hari semakin penting.

Sampai saat ini, pajak merupakan sumber utama penerimaan Negara. Pentingnya penerimaan pajak sebagai sumber untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dan pembangunan harus bisa disadari oleh seluruh masyarakat pembayar pajak dan juga petugas pajak agar pembangunan dapat terwujud.

  • Untuk menopang hal tersebut saat ini, Indonesia menganut sistem self assessment yang memberikan kepercayaan dan tanggung jawab kepada Wajib Pajak untuk : a).
  • Berinisiatif mendaftarkan dirinya untuk mendapatkan NPWP (nomor pokok wajib pajak) dan b).
  • Menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri pajak terutang.

Menurut penjelasan Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) bahwa sistem pemungutan pajak tersebut mempunyai arti bahwa penentuan penetapan besarnya pajak yang terutang dipercayakan kepada Wajib Pajak sendiri dan melaporkannya secara teratur jumlah pajak yang terutang dan yang telah dibayar sebagaimana ditentukan dalam peraturan perundang-undangan perpajakan.