Apa Balas Jasa Yang Diterima Masyarakat Dari Membayar Pajak?
Pajak, Dari, Oleh, dan Untuk Rakyat Seperti halnya negara demokrasi yang menyebutkan bahwa pemerintahan dari, oleh dan untuk rakyat, begitu pula dengan pajak. Bisa dikatakan bahwa pajak berasal dari, oleh dan untuk rakyat sendiri. Maksud dari hal tersebut yaitu penghasilan atau anggaran dana suatu negara berasal dari rakyat yang dilakukan melalui pemungutan pajak atau berasal dari kekayaan alam yang terdapat dalam negara tersebut yang harus dibayar oleh rakyat atau bisa juga disebut sebagai peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas negara yang digunakan untuk membiayai kepentingan pemerintah dan kesejahteraan rakyat umum.
Di Indonesia pajak merupakan kewajiban yang harus dibayarkan oleh setiap warga negara yang telah memenuhi syarat subjektif dan objektif untuk membayar pajak. Kewajiban membayar pajak sendiri tercantum dalam pasal 23 A UUD 1945 yang berbunyi “Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang”.
Selain itu di Indonesia pajak memiliki posisi yang paling penting, selain untuk membiayai kepentingan dan kesejahteraan masyarakat, pajak merupakan penopang terbesar APBN di negara Indonesia. Dalam postur APBN 2018, pendapatan negara di proyeksikan sebesar 1.894,7 triliun rupiah dengan rincian penerimaan dari pajak sebesar 1.618,1 triliun rupiah, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar 275,4 triliun rupiah, dan hibah sebesar 1,2 tririlun rupiah.
(Wikipedia.com). Besarnya target penerimaan negara dari sektor pajak, menjadikan apapun yang ada di Indonesia dijadikan objek pajak, seperti pajak kendaraan, pajak penghasilan, pajak bumi dan bangunan, pajak pertambahan nilai, pajak saat berbelanja dan yang terbaru saat ini yaitu pemerintah mulai menargetkan para pengguna media sosial seperti youtuber dan selebgram sebagai objek pajak.
Hal tersebut sesuai dengan Peraturan Menkeu 210/PMK 010/2018 tentang Perlakuan Perpajakan atas Transaksi Perdagangan melalui Sistem Elektronik (Suara.com). Seperti sebuah slogan yang mengatakan bahwa “Warga bijak taat bayar pajak”. Ini adalah sebuah slogan yang seringkali terdengar di kalangan masyarakat umum, dimana slogan ini selalu dikampanyekan secara masif oleh pemerintah baik melalui media cetak maupun media elektronik.
Tujuannya yaitu agar masyarakat bisa taat membayar pajak, karena pajak merupakan salah satu sumber penerimaan keuangan negara selain dari Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dan hibah baik dalam maupun luar negeri yang digunakan untuk membiayai pembangunan. Upaya pemerintah yang mendorong masyarakat untuk membayar pajak dengan menekankan bahwa tanpa pajak, pembangunan tidak akan berjalan, dan jika pembangunan tidak berjalan maka pemerintah tentu tidak bisa mensejahterakan rakyat justru tidak berbanding lurus dengan fakta yang ada.
Jadi dengan tidak membayar pajak maka pembangunan di Indonesia tidak akan berjalan dengan baik. Apalagi, di Indonesia pembangunannya masih sangat minim dibandingkan dengan negara lain. Namun saat ini banyaknya masyarakat yang belum taat membayar pajak disebabkan karena minimnya informasi masyarakat mengenai manfaat dari pajak itu sendiri.
- Adapun manfaat dari adanya pajak bagi negara yaitu: Membiayai pengeluaran-pengeluaran negara, seperti: pengeluaran yang bersifat self liquiditing.
- Contohnya: pengeluaran untuk proyek produktif barang ekspor.
- Membiayai pengeluaran reproduktif, seperti: pengeluaran yang memberikan keuntungan ekonomis bagi masyarakat.
Contohnya: pengeluaran untuk pengairan dan pertanian. Membiayai pengeluaran yang bersifat tidak self liquiditing dan tidak reproduktif. Contohnya: pengeluaran untuk pendirian monument dan objek rekreasi. Membiayai pengeluaran yang tidak produktif. Contohnya: pengeluaran untuk membiayai pertahanan negara atau perang dan pengeluaran untuk penghematan di masa yang akan datang yaitu pengeluaran untuk anak yatim piatu.
Jadi dengan taat membayar pajak manfaat yang bisa masyarakat terima yaitu: Fasilitas umum dan infrastruktur, seperti: jalan raya, jembatan, sekolah dan rumah sakit, Pertahanan dan keamanan, seperti: bangunan, senjata, perumahan hingga gaji karyawan, Subsidi pangan dan bahan bakar minyak, Kelestarian lingkungan hidup dan budaya, Dana pemilu, Pengembangan alat transportasi massa dan lain-lain.
Mulai sekarang sebagai warga negara Indonesia agar taat membayar pajak, karena manfaatnya akan sangat berguna bagi semua masyarakat. Selain itu juga agar bisa membuat Indonesia menjadi lebih maju dari sekarang dengan membayar kewajiban yaitu bayar pajak.
Contents
- 1 Apa saja manfaat pajak bagi masyarakat?
- 2 Apakah rakyat akan menerima imbalan langsung dari membayar pajak?
- 3 4 Dalam hal apa saja Wajib Pajak dapat diberikan imbalan bunga?
- 4 Apa atau imbalan yang diterima atau diperoleh pegawai yang terutang atau dibayarkan berdasarkan penyelesaian suatu jenis pekerjaan disebut?
- 5 Apa manfaat pajak bagi negara dan masyarakat?
- 6 Mengapa dengan taat membayar pajak kita dapat membantu terciptanya masyarakat sejahtera?
Apa saja manfaat pajak bagi masyarakat?
Pemerataan kesejahteraan masyarakat –
Pembayaran pajak membantu terciptanya kesejahteraan masyarakat. Objek dan subjek pajak tertentu dapat menyumbang pajak lebih besar dari yang lain. Hasil pengutan pajak tersebut kemudian digunakan untuk menyediakan fasilitas bagi rakyat miskin sehingga mengurangi kesenjangan sosial.
- Pajak merupakan iuran wajib yang dibayar rakyat kepada negara tanpa kontraprestasi secara langsung dan akan digunakan untuk kepentingan pemerintah dan masyarakat umum (Mardiasmo: 2011).
- Menurut Siti Resmi (2013) pajak mempunyai dua fungsi penting dalam perekonomian suatu negara.
- Pertama pajak merupakan salah satu sumber dana pemerintah untuk melakukan pembangunan, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.
Kedua pajak berfungsi sebagai alat yang mengatur kebijakan-kebijakan pemerintah di bidang sosial ekonomi. Penerimaan pajak mengalami peningkatan yang cukup signifikan baik dalam jumlah nominal maupun persentase terhadap jumlah keseluruhan pendapatan negara.
Di sisi lain persentase Wajib Pajak masih sangat kecil jika dibandingkan dengan jumlah seluruh penduduk di Indonesia. Hal ini menunjukan kesadaran masyarakat Indonesia untuk membayar pajak masih rendah. Menurut Widayati dan Nurlis yang dikutip dalam penelitian Ramadiansyah, Sudjana, & Dwiatmanto (2014) menguraikan beberapa bentuk kesadaran membayar pajak yang mendorong Wajib Pajak untuk membayar pajak salah satunya adalah kesadaran bahwa pajak merupakan bentuk partisipasi dalam menunjang pembangunan negara.
Pemahaman masyarakat mengenai peraturan perpajakan sangatlah penting, hal tersebut akan mendorong kesadaran masyarakat terutama Wajib Pajak untuk memenuhi kewajiban perpajakannya. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Masruroh Siti & Zulaikha (2013) yang menyatakan pengetahuan dan pemahaman peraturan perpajakan merupakan proses wajib pajak mengetahui dan mengaplikasikan pengetahuan tersebut untuk membayar pajak.
- Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara, khususnya di dalam pelaksanaan pembangunan karena pajak merupakan sumber pendapatan negara untuk membiayai semua pengeluaran termasuk pengeluaran pembangunan.
- Di sisi lain pajak juga sangat penting dalam mengatur pertumbuhan ekonomi melalui kebijaksanaan pajak.
Disisi lain pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara, pajak mempunyai beberapa fungsi, antara lain: 1. Fungsi Anggaran (Budgetair), yaitu pajak dijadikan alat untuk memasukkan dana secara optimal ke kas negara berdasarkan undang-undang perpajakan yang berlaku, sehingga pajak berfungsi membiayai seluruh pengeluaran-pengeluaran yang berkaitan dengan proses pemerintahan.
Apa manfaat dari pembayaran pajak?
Manfaat Membayar Pajak Bagi Masyarakat Sebagai warga negara, kita tidak akan terlepas dari yang namanya membayar pajak. Mulai dari kendaraan bermotor, tanah dan bangunan, hingga barang yang dibeli itu semua tegolong dalam kewajiban pajak. Bentuk pajak memang bermacam-macam, dan mungkin akan terkesan membebani.
- Namun jangan salah, pajak ini mampu membawa dampak yang besar bagi masyarakat dan juga negara.
- Pada dasarnya, pajak lebih dari sekedar kewajiban yang harus dipenuhi.
- Di setiap pajak yang kita bayarkan memiliki fungsi dan manfaat yang besar bagi masyarakat dan juga negara.
- Hadirnya infrastruktur jalan dan bangunan yang memadai, taman kota, lapangan pekerjaan, hingga fasilitas pendidikan dan kesehatan yang dikelola oleh negara adalah bentuk dari penyaluran pajak yang kita bayarkan.
Pajak menjadi salah satu sumber pendapatan negara yang digunakan untuk pembangunan maupun untuk keperluan negara lainnya. Agar lebih jelas, berikut adalah beberapa fungsi utama dari pajak:
Fungsi anggaran, pajak berperan sebagai sumber anggaran atau tabungan melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk melaksanakan program pembangunan yang dilakukan oleh negara. Fungsi mengatur, pajak berepran sebagai alat untuk mencapai tujuan negara, seperti pertumbuhan ekonomi negara. Fungi stabilitas, pajak berperan sebagai penyeimbang situasi perekonomian negara. Dengan semakin banyaknya penerimaan negara, maka akan semakin stabil perekonomian negara. Kestabilan perekonomian dapat dilihat dari peningkatan roda ekonomi masyarakat. Fungsi redistribusi pendapatan, pajak berfungsi sebagai alat untuk memakmurkan masyarakat. Contohnya dengan menambah lapangan pekerjaan baru.
Melihat beberapa fungsi diatas, peran pajak begitu krusial untuk menunjang pembangunan negara. Porsi pajak dalam pendapatan negara juga yang paling tinggi dibanding pendapatan negara yang lain hingga 65% di tahun 2020. Intinya pajak tersebut akan kembali lagi kepada masyarakat yang membayar dalam bentuk yang bisa dimanfaatkan oleh banyak orang.
Tugas kita sebagai wajib pajak adalah dengan taat untuk membayar pajak. Tapi, memang apa manfaat yang bisa dirasakan oleh masyarakat dengan dana pajak yang terkumpul? Kalian yang suka pergi keluar pasti akan melewati jalan aspal yang ramai dilalui banyak orang. Lalu ketika melewatinya di malam hari, terdapat penerangan lampu di berbagai titik.
Itulah bentuk pajak yang bakal sering kalian pergunakan. Tidak hanya jalan, berbagai bangunan penting juga dibangun menggunakan dana pajak seperti rumah sakit, sekolah, jembatan dan perumahan. Ini membuat akses masyarakat atas kesehatan, pendidikan dan transportasi semakin luas.
Ikon penting kota maupun obyek wisata dalam bentuk monumen pun juga dibangun menggunakan dana pajak. Ikon tersebut dapat menjadi alat promosi kota untuk menambah pemasukan pendapatan wilayah dari meningkatnya pengunjung. Dana pajak dapat digunakan untuk membantu dalam kegiatan perekonomian masyarakat.
Contohnya seperti pengadaan subsidi bahan bakar yang tentu akan meringankan beban biaya yang ditanggung oleh pengusaha maupun ketika digunakan oleh masyarakat umum. Selain itu dana pajak dapat digunakan untuk membiayai pengeluaran yang memberikan keuntungan ekonomis bagi masyarakat, contohnya pengeluaran untuk pengairan dan pertanian.
- Yang tak kalah penting, pajak digunakan untuk membantu pembiayaan dalam menjaga pertahanan negara ataupun ketika menghadapi perang.
- Contohnya melalui gaji pegawai tenaga pertahanan hingga pembelian alat persenjataan dan kendaraan tempur.
- Itulah berbagai manfaat pajak yang dapat dirasakan oleh masyarakat.
Pajak memiliki peran yang begitu penting bagi kemajuan bangsa dan Negara. Oleh karena itu, kita sebagai wajib pajak perlu untuk membudayakan membayar pajak sesuai dengan aturan perpajakan yang berlaku. Apabila kita taat membayar pajak, maka berbagai manfaat yang telah disebutkan sebelumnya mampu terlaksana dengan baik.
- Esadaran membayar pajak mungkin belum sepenuhnya dimiliki oleh seluruh rakyat, tetapi bagi Ma’soem University itu merupakan salah satu bentuk pengabdian kepada negara.
- Ilmu tentang perpajakan pun diselipkan dalam pembelajaran program studi Komputerisasi Akuntansi D3.
- Mereka akan mempelajari seluk beluk tentang pajak dan bagaimana melakukan perhitungan sesuai ketentuan yang berlaku.
Nantinya mereka dapat memasuki bidang profesi seperti akuntan dan auditor yang membutuhkan keterampilan tentang pajak. Untuk mendukung perkembangan mahasiswa, tersedia layanan beasiswa yang bisa didapatkan dan juga uang kuliah yang ekonomis di Ma’soem University.
Apakah rakyat akan menerima imbalan langsung dari membayar pajak?
Mengenalkan Pajak Pada Masyarakat Awam Indonesia – Banyak masyarakat yang sudah terdaftar menjadi Wajib Pajak tidak mengetahui kewajiban perpajakannya seperti apa, sebagian dari mereka mungkin ogah untuk tahu apalagi mau mengerti tentang Pajak. Mereka membuat NPWP rata-rata karena diwajibkan oleh perusahaan mereka bekerja atau diperlukan untuk membuat usaha dan kepentingan peminjaman di bank yang sekarang diwajibkan memiliki NPWP.
- Setelah memiliki NPWP, mereka seolah lupa dengan kewajiban sebagai wajib Pajak.
- Mereka mengira dengan memiliki NPWP syarat menjadi karyawan sudah terpenuhi atau sudah memiliki NPWP berarti sekarang bisa mengajukan kredit di bank tanpa tahu kewajiban Pajak setelah memiliki NPWP.
- Mungkin kata “Pajak” tidak asing bagi mereka dan sudah pasti mereka sering dengar kata Pajak, tapi apa yang membuat mereka tidak ingin tahu tentang Pajak? Kebanyakan orang mendengar kata Pajak sudah pusing duluan karena perhitungan yang rumit dan banyak peraturan yang membuntuti.
Beberapa orang juga takut membayar Pajak karena takut uang yang disetor digunakan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab dan mereka merasa tidak ada manfaat yang mereka terima karena sudah membayar Pajak. Menurut Undang Undang Perpajakan Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Bagaimana cara untuk lebih mudah memahami tentang Pajak dan bagaimana kita mengenalkan ke masyarakat yang awam tentang Pajak? Ini tentu jadi PR besar Pemerintah untuk menjelaskan pentingnya dalam membayar Pajak. Dalam pengertian Pajak sudah dijelaskan bahwa orang yang sudah membayar Pajak tidak langsung mendapatkan imbalan yang artinya saat kita membayar Pajak atau saat kita menyetor Pajak ke Bank kita tidak langsung mendapatkan manfaat dari uang yang kita setor tersebut, namun yang perlu diketahui masyarakat tentang apa aja sih manfaat dalam membayar Pajak? 1.
Bidang Pendidikan, dengan membayar Pajak kita dapat membantu program Pemerintah untuk memajukan pendidikan di Indonesia, salah satu program yang sudah dijalankan adalah BOS (bantuan Operasioanl Sekolah) 2. Fasilitas Umum, dengan membayar Pajak dapat membantu pembangunan sekolah, rumah sakit maupun jalan raya Masih banyak manfaat yang kita dapat dengan membayar Pajak, tugas Pemerintah adalah memberikan informasi terkini mengenai alokasi tentang Pajak yang sudah terima di Kas Negara, mungkin bisa ditampilkan pada media iklan yang terpasang di jalan Raya, walaupun tidak diinfokan secara detail tapi setidaknya Pemerintah memberikan informasi mengenai Jalan raya yang kita gunakan ini merupakan alokasi dari Pajak yang diterima oleh Negara.
Sehingga secara langsung masyarakat merasakan manfaat dari mereka membayar Pajak dan Pemerintah juga bisa menginfokan melalui media social yang saat ini digunakan oleh semua kalangan masyarakat dengan ketransparanan informasi ini masyarakat akan tidak takut dalam membayar pajak. Pemerintah juga sudah banyak melakukan kemudahan-kemudahan untuk semua wajib Pajak agar lebih aware dan paham mengenai Pajak, salah satunya adalah memberikan kemudahan untuk membayar dan melaporkan Pajak dengan system yang user friendly.
Direktorat Jenderal Pajak juga sudah menunjuk PJAP (Penyedia Jasa Aplikasi Perpajakan) sebagai Penunjang bagi Wajib Pajak. Salah satu PJAP yang ditunjuk oleh DJP adalah PT. Mitra Pajakku, wajib Pajak sangat dimudahkan menggunakan aplikasi yang disediakan oleh Pajakku dari mulai menghitung, menyetor dan melaporkan dalam satu aplikasi ONE STOP SOLUTION IN TAXnologies,
- Untuk lebih lengkapnya, bisa kunjungi untuk mengetahui lebih banyak tentang produk Pajakku.
- Untuk masyarakat yang tinggal di Indonesia, mendapatkan Penghasilan di Indonesia dan hidup di Indonesia harus dan wajib untuk membayar atas fasilitas yang diberikan oleh Negara yaitu dengan cara membayar PAJAK.
: Mengenalkan Pajak Pada Masyarakat Awam
Apa tujuan adanya kewajiban warga negara membayar pajak?
Kewajiban Warga Negara Membayar Pajak Oleh: Hari Sriyanto, S.Sos.,M.M (Dosen Character Universitas Bina Nusantara, Jakarta) Pajak merupakan iuran rakyat kepada negara berdasarkan undang-undang sehingga dapat dipaksakan dengan tidak mendapat balas jasa secara langsung.
Sebagai warga negara yang telah ditetapkan secara sah oleh hukum sebagai wajib pajak, memiliki kewajiban yang bersifat memaksa untuk membayar pajak, hal tersebut sudah diatur dalam undang-undang No.16 tahun 2009. Pajak sendiri terdiri dari berbagai jenis yaitu berdasarkan lembaga pemungutan dibagi menjadi pajak pusat (PPN, PPH, PPNBM, dan bea mterial) dan pajak daerah (pajak kendaraan bermotor, hotel, rokok, dan sebagainya), berdasarkan cara pemungutan dibagi menjadi pajak langsung (PBB, PKB, dan PPH) dan pajak tidak langsung (Pajak ekspor, bea masuk, dan PPN), dan berdasarkan sifatnya dibagi menjadi pajak subjektif (memperhatikan kemampuan keuangan wajib pajak) dan pajak objektif (PPN dari barang yang dikenakan pajak).
Pungutan lain selain pajak mencakup retribusi, cukai, bea masuk, dan sumbangan. Contoh pembayaran pajak yang bisa ditemukan dalam kehidupan sehari-hari saya ialah ketika makan di restoran dalam struk pembayaran terdapat tarif pajak sebesar 10%, saat bekerja dan memperoleh gaji akan dipotong dengan pajak, saat berbelanja di supermarket akan dikenakan pajak, dan sebagainya.
- Dasar konstitusional kewajiban membayar pajak terdapat pada pasal 23 A UUD 1945.
- Dengan membayar pajak, warga negara telah memenuhi kewajibannya pada pasal 30 ayat (1) UUD 1945 yaitu kewajiban ikut serta dalam pertahanan dan keamanan negara.
- Dari kewajiban membayar pajak dapat diuraikan nilai-nilai yang terkandung di dalam sila Pancasila seperti pada sila pertama antara lain nilai keikhlasan, artinya seseorang rela untuk membayar pajak demi kepentingan rakyat lain juga menikmati pembangunan dan tidak berharap adanya balasan.
Disamping itu ada nilai kedermawanan, yaitu bermurah hati terhadap sesama dengan menyisihkan pendapatannya untuk membayar pajak, dan nilai-nilai lainnya. Pada sila kedua dadri Pancasila antara lain terkadung nilai keadilan artinya warga negara yang memperoleh hak juga memenuhi kewajibannya seperti membayar pajak sehingga seimbang diantaranya baru dapat dikatakan adil sebagai warga negara.
Pada sila ketiga yaitu mengekspresikan rasa cinta tanah air karena dengan membayar pajak artinya seseorang ingin negaranya bisa lebih maju melalui tahap pembangunan, sadar menjalani kehidupannya sebagai warga negara wajib membayar pajak, dan rasa nasionalisme artinya ingin mempertahankan negaranya seperti mewujudkan kejayaan bangsa dan kemakmuran rakyat.
Pada sila keempat meliputi prinsip demokrasi artinya pembayaran pajak merujuk pada partisipasi masyarakat dalam bidang ekonomi dan pembangunan. Pada sila kelima antara lain seluruh masyarakat berhak menikmati pembangunan dari pembayaran pajak. Pemerintah memungut pajak berdasarkan 4 asas yakni, asas equity yaitu pembayaran pajak didasarkan pada tingkat kemampuan ekonomi tiap warga negara artinya semakin besar penghasilan semakin besar pajak yang harus dibayar, dan pemungutan pajak digunakan dengan benar untuk kepentingan bersama.
Asas certainity yaitu memberikan penekanan adanya kepastian hukum dan meyakinkan bahwa masyarakat paham mengenai apa yang dikenakan pajak, yang menjadi objek pajak, berapa jumlah pembayaran pajak, dan prosedur membayar pajak. Disamping itu asas convenience yaitu pembayaran pajak dilakukan pada saat yang tepat bisa melalui penerimaan gaji, bunga deposito, dan sebagainya, selain itu pembayarannya juga bisa melalui prosedur yang sederhana yaitu online pajak.
Asas ekonomi yaitu hasil dari pemungutan pajak pastikan lebih besar dibanding ongkos pemungutannya. Dilihat dari fungsinya, pajak berfungsi sebagai budgetair/anggaran artinya pajak merupakan sumber pendanaan yang akan digunakan untuk belanja negara. Fungsi regulating / mengatur yaitu mengalokasikan dana yang diperoleh untuk kebutuhan masyarakat dan menyeimbangkan kesejahteraan masyarakat melalui undang-undang bahwa masyarakat yang berpenghasilan lebih bisa menyisihkan pendapatannya untuk bayar pajak sesuai kemampuan.
- Fungsi stabilitas yaitu berperan menstabilkan keadaan ekonomi negara seperti mengatasi inflasi maupun deflasi.
- Dan terakhir redistribusi pendapatan yaitu berperan untuk membuat pendapatan masyarakat merata dengan menggunakan pajak untuk memperluas lapangan kerja.
- Dapat disimpulkan, kontribusi warga negara dalam pembayaran pajak sangat berpengaruh pada pendapatan negara.
Jika masyarakat berperan aktif dalam pembayaran pajak maka pendapatan negara akan meningkat sehingga bisa mendorong pembangunan nasional ke arah yang lebih baik, maju, dan merata sehingga kesejahteraan dan kemakmuran rakyat tercipta. Jika masyarakat tidak memenuhi kewajibannya sebagai wajib pajak maka hal yang akan terjadi bisa berupa kesenjangan kesejahteraan karena pembangunan yang tidak merata dan sebagainya.
Pajak digunakan untuk keperluan negara dan kepentingan masyarakat yang akan memperoleh fasilitas-fasilitas berupa pendidikan, kesehatan, pengembangan transportasi umum, pariwisata, keamanan dan ketertiban, budaya, kelestarian lingkungan hidup, dan sebagainya. Maka dari itu kesadaran masyarakat membayar pajak patut diperhatikan.
: Kewajiban Warga Negara Membayar Pajak
Manfaat apa saja yang dapat kita rasakan dari hasil membayar pajak brainly?
manfaat membayar pajak Jawaban: bisa membangun negara agar lebih maju lagi Jawaban: Jadi dengan taat membayar pajak masyarakat akan mendapatkan manfaat: Fasilitas umum dan infrastruktur, seperti: jalan, jembatan, sekolah, rumah sakit. Pertahanan dan keamanan, seperti: bangunan, senjata, perumahan hingga gaji-gajinya. Subsidi pangan dan Bahan Bakar Minyak. : manfaat membayar pajak
Apa yang terjadi bila masyarakat tidak membayar pajak?
apa akibat jika masyarakat tidak membayar pajak?jelaskan! Akibatnya pembangunan nasional tidak berjalan lancar, infrastruktur tidak terurus dengan baik sehingga bangsa kita tidak bisa menjadi bangsa maju. Pajak merupakan sumber dana pembangunan nasional bangsa, dari pengertian ini kita bisa langsung tau apa akibatnya jika kita tidak membayar pajak.
Terima kasih kak ♋️♊️♌️♉️♍️♈️♎️♏️♐️♑️♒️♓⛎
: apa akibat jika masyarakat tidak membayar pajak?jelaskan!
Apa hubungan pajak dengan kesejahteraan masyarakat?
1.Fasilitas umum dan infrastruktur, seperti: jalan, jembatan, sekolah, rumah sakit Pertahanan dan keamanan, seperti: bangunan, senjata, perumahan hingga gaji-gajinya 2.Subsidi pangan dan Bahan Bakar Minyak 3.Kelestarian Lingkungan hidup dan Budaya 4.Dana Pemilu 5.Pengembangan Alat transportasi Massa, dan lain-lainnya.
- Pajak yang telah disetorkan masyarakat akan digunakan negara untuk kesejahteraan masyarakat, antara lain: memberi subsidi barang-barang yang dibutuhkan masyarakat dan membayar utang-utang negara.
- Selain itu pajak juga digunakan untuk menunjang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah agar perekonomian dapat terus berkembang.
Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara, maka pajak mempunyai beberapa fungsi, antara lain: 1.Fungsi Anggaran (Budgetair), yaitu pajak dijadikan alat untuk memasukkan dana secara optimal ke kas negara berdasarkan undang-undang perpajakan yang berlaku, sehingga pajak berfungsi membiayai seluruh pengeluaran-pengeluaran yang berkaitan dengan proses pemerintahan.2.Pajak digunakan untuk pembiayaan rutin, seperti: belanja pegawai, belanja barang, pemeliharaan, dan lainnya.
- Untuk pembiayaan pembangunan, uang dikeluarkan dari tabungan pemerintah, yaitu penerimaan dalam negeri dikurangi pengeluaran rutin.
- Tabungan pemerintah tersebut ditingkatkan terus dari tahun ke tahun sesuai kebutuhan pembiayaan pembangunan yang semakin meningkat.3.Fungsi Mengatur (Regulerend), yaitu pajak digunakan pemerintah sebagai alat untuk mencapai tujuan tertentu dan pelengkap dari fungsi anggaran.
Pemerintah dapat mengatur pertumbuhan ekonomi melalui kebijaksanaan pajak. Contohnya: dalam rangka penanaman modal, baik dalam negeri maupun luar negeri, diberikan berbagai macam fasilitas keringanan pajak. Dalam rangka melindungi produksi dalam negeri, pemerintah menetapkan bea masuk yang tinggi untuk produk luar negeri.4.Fungsi Stabilitas, yaitu pajak membuat pemerintah memiliki dana untuk menjalankan kebijakan yang berhubungan dengan stabilitas harga, sehingga inflasi dapat dikendalikan. Jenis-jenis Pajak di Indonesia Pajak di Indonesia ada 2 macam, yaitu pajak pusat dan pajak daerah. Pajak pusat adalah pajak yang dikelola langsung pemerintahan pusat (Direktorat Jenderal Pajak/DJP) di bawah Kementerian Keuangan. Sedangkan Pajak Daerah adalah pajak yang dikelola Pemerintah Daerah di tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota.
- Jenis Pajak Pusat Pajak berikut ini dikelola langsung oleh pemerintah pusat dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Kemenkeu: Pajak Penghasilan (PPh) Pajak penghasilan dikenakan kepada orang pribadi atau badan usaha atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam suatu tahun pajak.
- Pajak tersebut meliputi penghasilan, seperti: keuntungan usaha, gaji, hadiah, dan sebagainya.
Menurut undang–undang Pajak Penghasilan ada 3 kelompok subjek PPh, antara lain: Orang pribadi dan warisan yang belum terbagi sebagai 1 kesatuan.Badan yang terdiri dari Perseroan Terbatas, Perseroan Komanditer, dan perseroan lainnya, BUMN dan BUMD dengan nama dan bentuk apapun, Persekutuan, Perkumpulan, Firma, Kongsi, Koperasi, Yayasan atau organisasi sejenis, lembaga dana pensiun, dan Bentuk Badan Usaha lainnya.
- Pajak Pertambahan Nilai (PPN)Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM)Bea Materai
- Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
- Jenis Pajak Daerah
- Jenis pajak berikut ini dikelola oleh pemerintah daerah setempat:
- Pajak Kendaraan BermotorBea Balik Nama Kendaraan BermotorPajak Bahan Bakar Kendaraan BermotorPajak Air PermukaanPajak Rokok
- Pajak Kabupaten/Kota, meliputi: Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan, Pajak Reklame, Pajak Penerangan Jalan,Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan, Pajak Parkir, Pajak Air Tanah, Pajak Sarang Burung Walet, Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan, Bea Perolehan Hak atas Tanah atau Bangunan.
Para pembayar pajak yang budiman, kita bangga membayar pajak. Setelah membayar pajak, silakan menikmati keberhasilan dan kesuksesan Anda. Saatnya untuk tampil menunjukkan Kebanggaan bahwa Anda adalah pembayar pajak. Pajak adalah gaya hidup.
- Tax is A Lifestyle.
- Anda menjadi motivasi dan inspirasi bagi orang lain, bahkan banyak orang untuk meningkatkan kepatuhan dalam membayar pajak.
- Dengan pajak Anda, #IndonesiaMaju dan menjadi negara yang besar.
- #PajakOnline #BanggaBayarPajak
: Pajak untuk Kesejahteraan Rakyat dan Membangun Indonesia
4 Dalam hal apa saja Wajib Pajak dapat diberikan imbalan bunga?
Imbalan Bunga – Kaitannya dengan imbalan bunga, Wajib Pajak dapat diberikan imbalan bunga apabila dalam kondisi seperti berikut ini:
Terdapat keterlambatan dalam pengambilan kelebihan pembayaran pajak Terdapat keterlambatan dalam penerbitan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar Terdapat kelebihan atas pembayaran pajak Terdapat kelebihan atas pembayaran sanksi administrasi.
Apabila Wajib Pajak masih memiliki utang pajak yang meliputi semua jenis pajak, maka kelebihan pembayaran yang akan menjadi hak dari Wajib Pajak tersebut nantinya harus diperhitungkan terlebih dahulu dengan utang pajak yang masih dimiliki. Dalam pemberian imbalan bunga sebagai hak kepada Wajib Pajak, terdapat beberapa ketentuan yang berlaku, yaitu:
Apabila Wajib Pajak mengajukan keberatan, maka imbalan bunga dapat diberikan kepada Wajib Pajak apabila terhadap Surat Keputusan Keberatan tidak diajukan permohonan banding ke Pengadilan Pajak. Apabila Wajib Pajak mengajukan permohonan banding, maka imbalan bunga dapat diberikan kepada Wajib Pajak apabila terhadap putusan banding tidak diajukan permohonan peninjauan kembali ke Mahkamah Agung. Apabila Wajib Pajak mengajukan permohonan peninjauan kembali dalam hal putusan banding, maka imbalan bunga dapat diberikan kepada Wajib Pajak apabila putusan peninjauan kembali telah diterima oleh Direktur Jenderal Pajak dari Mahkamah Agung.
Apa saja pungutan yang dapat ditarik pemerintah selain pajak?
SMA NEGERI 2 TANJUNGPANDAN – BELITUNG Membayar pajak merupakan kewajiban semua orang sebagai warga negara yang baik. Pajak sendiri sejatinya dikumpulkan demi kepentingan negara agar tercapai kemakmuran rakyat. Nah, selain pajak, tahukah kamu bahwa ternyata ada beberapa pungutan resmi lainnya yang diberlakukan di Indonesia dan harus ditaati pelaksanaannya oleh masyarakat Pada dasarnya, pajak atau tax adalah sebuah iuran bersama yang diberikan oleh setiap warga negara wajib pajak (sudah bekerja dan berpenghasilan) kepada negara dimana setiap wajib pajak tidak menerima imbalan secara langsung.
Namun, pemerintah tidak hanya memberlakukan pajak sebagai satu-satunya pungutan resmi terhadap masyarakat, ada juga retribusi, bea materai, bea cukai, dan iuran. Perbedaan keduanya dapat dilihat dari beberapa faktor, antara lain : *Dasar Hukum : pajak diatur dengan undang-undang yang mengikat, sedangkan pungutan resmi lainnya tidak harus dijamin dengan Undang-undang.
*Balas Jasa : imbalan yang ada pada pajak dilakukan secara tidak langsung, sedangkan balas jasa untuk pungutan resmi lainnya dapat dirasakan secara langsung. *Lembaga pemungutan pajak berasal dari pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah, sedangkan pungutan resmi lainnya dapat dilakukan oleh dinas tertentu.
- Pajak mengandung unsur paksaan, sementara pungutan resmi lainnya tidak mengandung unsur paksaan.
- Objek : objek pajak berlaku untuk seluruh penduduk/ objek pajak tanpa terkecuali, sementara pungutan resmi lainnya hanya berlaku untuk kalangan tertentu atau pihak yang merasakan langsung manfaat dari jasa yang disediakan.
Jenis-jenis pungutan resmi di luar pajak Retribusi Retribusi merupakan pungutan yang dikenakan kepada warga negara karena telah mengonsumsi/ memakai suatu jasa atau fasilitas yang diberikan secara langsung oleh pemerintah. Pungutan ini dapat dilakukan pemerintah kepada perorangan maupun kepada badan usaha sudah mendapatkan balas jasa secara langsung.
- Contoh dari retribusi adalah retribusi pasar dan retribusi parkir.
- Bea Materai Bea materai adalah pungutan yang dikenakan atas penggunaan materai dalam sebuah dokumen resmi.
- Bea ini dikenakan karena suatu dokumen menyangkut masalah perdata atau dokumen tersebut akan digunakan untuk dokumen legal di pengadilan.
Bea Cukai Cukai merupakan pungutan resmi yang harus dibayarkan oleh pihak tertentu karena peredaran produknya dibatasi oleh pemerintah. Pengenaan cukai atas suatu produk dilakukan pada produk yang konsumsinya perlu dikendalikan, peredarannya perlu diawasi, pemakaiannya menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat atau lingkungan hidup.
Berdasarkan hal ini diharapkan pengenaan cukai dapat menurunkan daya beli masyarakat atas produk tersebut. Misalnya, cukai rokok dan cukai tembakau. Iuran Iuran adalah pungutan yang dikenakan kepada individi atau suatu instansi atas pemakaian suatu jasa/ fasilitas yang diberikan oleh pemerintah secara langsung atau tidak langsung.
Pembayaran iuran dianggap telah turut serta menikmati jasa atau fasilitas tersebut. Misalnya, iuran sampah untuk kebersihan dan iuran penerangan. Sumbangan Sumbangan merupakan jenis pungutan atau iuran yang dibayarkan oleh seseorang atau suatu badan atau lembaga karena telah mendapatkan jasa dari pemerintah.
Misalnya, sumbangan perijinan konser dan sumbangan daerah atas penyelenggaraan festival tersebut. Bea Ekspor dan Impor Bea adalah besaran tarif yang harus dibayarkan oleh eksportir maupun importir atas masuknya atau keluarnya barang dan jasa mereka kedalam maupun keluar negeri melalui badan kepabeanan.
Misalnya, bea ekspor minyak mentah, dan bea impor peralatan elektronik. Sumber : https://www.kelaspintar.id/blog/tips-pintar/kelas-11-tips-pintar/perbedaan-pajak-dengan-pungutan-resmi-lainnya-15115/ : SMA NEGERI 2 TANJUNGPANDAN – BELITUNG
Apa atau imbalan yang diterima atau diperoleh pegawai yang terutang atau dibayarkan berdasarkan penyelesaian suatu jenis pekerjaan disebut?
PETUNJUK PELAKSANAAN PEMOTONGAN PAJAK ATAS PENGHASILAN SEHUBUNGAN DENGAN PEKERJAAN, JASA, DAN KEGIATAN ORANG PRIBADI
Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 21 ayat (8) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan Pajak atas Penghasilan Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4740); 2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4893); 3. Keputusan Presiden Nomor 20/P Tahun 2005; MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PEMOTONGAN PAJAK ATAS PENGHASILAN SEHUBUNGAN DENGAN PEKERJAAN, JASA, DAN KEGIATAN ORANG PRIBADI. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini, yang dimaksud dengan : 1. Undang-Undang Pajak Penghasilan adalah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008. 2. Pajak Penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak orang pribadi Subjek Pajak dalam negeri, yang selanjutnya disebut PPh Pasal 21, adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi Subjek Pajak dalam negeri, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 Undang-Undang Pajak Penghasilan. 3. Pajak Penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak orang pribadi Subjek Pajak luar negeri, yang selanjutnya disebut PPh Pasal 26, adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi Subjek Pajak luar negeri, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 Undang-Undang Pajak Penghasilan. 4. Pemotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 adalah Wajib Pajak orang pribadi atau Wajib Pajak badan, termasuk bentuk usaha tetap, yang mempunyai kewajiban untuk melakukan pemotongan pajak atas Penghasilan Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang pribadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dan Pasal 26 Undang-Undang Pajak Penghasilan. 5. Badan adalah badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007. 6. Penyelenggara Kegiatan adalah Wajib Pajak orang pribadi atau Wajib Pajak badan sebagai penyelenggara kegiatan tertentu yang melakukan pembayaran imbalan dengan nama dan dalam bentuk apapun kepada orang pribadi sehubungan dengan pelaksanaan kegiatan tersebut. 7. Penerima Penghasilan yang Dipotong PPh Pasal 21 adalah orang pribadi dengan status sebagai Subjek Pajak dalam negeri yang menerima atau memperoleh penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apapun, sepanjang tidak dikecualikan dalam Peraturan Menteri Keuangan ini, dari Pemotong PPh Pasal 21 sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa atau kegiatan yang dilakukan baik dalam hubungannya sebagai pegawai maupun bukan pegawai, termasuk penerima pensiun. 8. Penerima Penghasilan yang Dipotong PPh Pasal 26 adalah orang pribadi dengan status sebagai Subjek Pajak luar negeri yang menerima atau memperoleh penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apapun, sepanjang tidak dikecualikan dalam Peraturan Menteri Keuangan ini, dari Pemotong PPh Pasal 26 sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa atau kegiatan yang dilakukan baik dalam hubungannya sebagai pegawai maupun bukan pegawai, termasuk penerima pensiun. 9. Pegawai adalah orang pribadi yang bekerja pada pemberi kerja, baik sebagai pegawai tetap atau pegawai tidak tetap/tenaga kerja lepas berdasarkan perjanjian atau kesepakatan kerja baik secara tertulis maupun tidak tertulis, untuk melaksanakan suatu pekerjaan dalam jabatan atau kegiatan tertentu dengan memperoleh imbalan yang dibayarkan berdasarkan periode tertentu, penyelesaian pekerjaan, atau ketentuan lain yang ditetapkan pemberi kerja, termasuk orang pribadi yang melakukan pekerjaan dalam jabatan negeri atau badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah. 10. Pegawai tetap adalah pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan dalam jumlah tertentu secara teratur, termasuk anggota dewan komisaris dan anggota dewan pengawas yang secara teratur terus menerus ikut mengelola kegiatan perusahaan secara langsung, serta pegawai yang bekerja berdasarkan kontrak untuk suatu jangka waktu tertentu sepanjang pegawai yang bersangkutan bekerja penuh ( full time ) dalam pekerjaan tersebut. 11. Pegawai tidak tetap/tenaga kerja lepas adalah pegawai yang hanya menerima penghasilan apabila pegawai yang bersangkutan bekerja, berdasarkan jumlah hari bekerja, jumlah unit hasil pekerjaan yang dihasilkan atau penyelesaian suatu jenis pekerjaan yang diminta oleh pemberi kerja. 12. Penerima Penghasilan Bukan Pegawai adalah orang pribadi selain pegawai tetap dan pegawai tidak tetap (tenaga kerja lepas) yang memperoleh penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apapun dari Pemotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 sebagai imbalan atas pekerjaan, jasa atau kegiatan tertentu yang dilakukan berdasarkan perintah atau permintaan dari pemberi penghasilan. 13. Peserta kegiatan adalah orang pribadi yang terlibat dalam suatu kegiatan tertentu, termasuk mengikuti rapat, sidang, seminar, lokakarya ( workshop ), pendidikan, pertunjukan, olahraga, atau kegiatan lainnya dan menerima atau memperoleh imbalan sehubungan dengan keikutsertaannya dalam kegiatan tersebut. 14. Penerima pensiun adalah orang pribadi atau ahli warisnya yang menerima atau memperoleh imbalan untuk pekerjaan yang dilakukan di masa lalu, termasuk orang pribadi atau ahli warisnya yang menerima tunjangan hari tua atau jaminan hari tua. 15. Penghasilan Pegawai Tetap yang Bersifat Teratur adalah penghasilan bagi pegawai tetap berupa gaji atau upah, segala macam tunjangan, dan imbalan dengan nama apapun yang diberikan secara periodik berdasarkan ketentuan yang ditetapkan oleh pemberi kerja, termasuk uang lembur. 16. Penghasilan Pegawai Tetap yang Bersifat Tidak Teratur adalah penghasilan bagi pegawai tetap selain penghasilan yang bersifat teratur, yang diterima sekali dalam satu tahun atau periode lainnya, antara lain berupa bonus, Tunjangan Hari Raya (THR), jasa produksi, tandem, gratifikasi, atau imbalan sejenis lainnya dengan nama apapun. 17. Upah harian adalah upah atau imbalan yang diterima atau diperoleh pegawai yang terutang atau dibayarkan secara harian. 18. Upah mingguan adalah upah atau imbalan yang diterima atau diperoleh pegawai yang terutang atau dibayarkan secara mingguan. 19. Upah satuan adalah upah atau imbalan yang diterima atau diperoleh pegawai yang terutang atau dibayarkan berdasarkan jumlah unit hasil pekerjaan yang dihasilkan. 20. Upah borongan adalah upah atau imbalan yang diterima atau diperoleh pegawai yang terutang atau dibayarkan berdasarkan penyelesaian suatu jenis pekerjaan tertentu. 21. Imbalan kepada bukan pegawai adalah penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apapun yang terutang atau diberikan kepada bukan pegawai sehubungan dengan pekerjaan, jasa atau kegiatan yang dilakukan, antara lain berupa honorarium, komisi, fee, dan penghasilan sejenis lainnya. 22. Imbalan kepada peserta kegiatan adalah penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apapun yang terutang atau diberikan kepada peserta kegiatan tertentu, antara lain berupa uang saku, uang representasi, uang rapat, honorarium, hadiah atau penghargaan, dan penghasilan sejenis lainnya. 23. Masa Pajak terakhir adalah masa Desember atau masa pajak tertentu di mana pegawai tetap berhenti bekerja. BAB II PEMOTONG PPh PASAL 21 DAN/ATAU PPh PASAL 26 Pasal 2 (1) Pemotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26, meliputi : a. pemberi kerja yang terdiri dari orang pribadi dan badan, baik merupakan pusat maupun cabang, perwakilan atau unit yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun, sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang dilakukan oleh pegawai atau bukan pegawai; b. bendahara atau pemegang kas pemerintah termasuk bendahara atau pemegang kas pada Pemerintah Pusat termasuk institusi TNI/POLRI, Pemerintah Daerah, instansi atau lembaga pemerintah, lembaga-lembaga negara lainnya, dan Kedutaan Besar Republik Indonesia di luar negeri, yang membayarkan gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan; c. dana pensiun, badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja, dan badan-badan lain yang membayar uang pensiun dan tunjangan hari tua atau jaminan hari tua; d. orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas serta badan yang membayar : 1. honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan jasa dan/atau kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi dengan status Subjek Pajak dalam negeri, termasuk jasa tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas dan bertindak untuk dan atas namanya sendiri, bukan untuk dan atas nama persekutuannya ; 2. honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan kegiatan dan jasa yang dilakukan oleh orang pribadi dengan status Subjek Pajak luar negeri; 3. honorarium atau imbalan lain kepada peserta pendidikan, pelatihan, dan magang; e. penyelenggara kegiatan, termasuk badan pemerintah, organisasi yang bersifat nasional dan internasional, perkumpulan, orang pribadi serta lembaga lainnya yang menyelenggarakan kegiatan, yang membayar honorarium, hadiah, atau penghargaan dalam bentuk apapun kepada Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri berkenaan dengan suatu kegiatan. (2) Tidak termasuk sebagai pemberi kerja yang mempunyai kewajiban untuk melakukan pemotongan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a adalah : a. kantor perwakilan negara asing; b. organisasi-organisasi internasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf c Undang-Undang Pajak Penghasilan, yang telah ditetapkan oleh Menteri Kuangan; c. pemberi kerja orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang semata-mata mempekerjakan orang pribadi untuk melakukan pekerjaan rumah tangga atau pekerjaan bukan dalam rangka melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas. (3) Dalam hal organisasi internasional tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, organisasi internasional dimaksud merupakan pemberi kerja yang berkewajiban melakukan pemotongan pajak. BAB III PENERIMA PENGHASILAN YANG DIPOTONG PPh PASAL 21 DAN ATAU PPh PASAL 26 Pasal 3 Penerima Penghasilan yang Dipotong PPh Pasal 21 dan atau PPh Pasal 26 adalah orang pribadi yang merupakan : a. pegawai; b. penerima uang pesangon, pensiun atau uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua, atau jaminan hari tua, termasuk ahli warisnya; c. bukan pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan, antara lain meliputi : 1. tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri dari pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai, dan aktuaris; 2. pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron, bintang iklan, sutradara, kru film, foto model, peragawan/peragawati, pemain drama, penari, pemahat, pelukis, dan seniman lainnya; 3. olahragawan; 4. penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator; 5. pengarang, peneliti, dan penerjemah; 6. pemberi jasa dalam segala bidang termasuk teknik, komputer dan sistem aplikasinya, telekomunikasi, elektronika, fotografi, ekonomi dan sosial serta pemberi jasa kepada suatu kepanitiaan; 7. agen iklan; 8. pengawas atau pengelola proyek; 9. pembawa pesanan atau yang menemukan langganan atau yang menjadi perantara; 10. petugas penjaja barang dagangan; 11. petugas dinas luar asuransi; 12. distributor perusahaan multilevel marketing atau direct selling dan kegiatan sejenis lainnya; d. peserta kegiatan yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan keikutsertaannya dalam suatu kegiatan, antara lain meliputi : 1. peserta perlombaan dalam segala bidang, antara lain perlombaan olah raga, seni, ketangkasan, ilmu pengetahuan, teknologi dan perlombaan lainnya; 2. peserta rapat, konferensi, sidang, pertemuan, atau kunjungan kerja; 3. peserta atau anggota dalam suatu kepanitiaan sebagai penyelenggara kegiatan tertentu; 4. peserta pendidikan, pelatihan, dan magang; 5. peserta kegiatan lainnya. Pasal 4 Tidak termasuk dalam pengertian Penerima Penghasilan yang Dipotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 adalah : a. pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat lain dari negara asing, dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama mereka, dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut, serta negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik; b. pejabat perwakilan organisasi internasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf c Undang-Undang Pajak Penghasilan, yang telah ditetapkan oleh Menteri Keuangan, dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha atau kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia. BAB IV PENGHASILAN YANG DIPOTONG PPh PASAL 21 DAN/ ATAU PPh PASAL 26 Pasal 5 (1) Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 adalah : a. penghasilan yang diterima atau diperoleh Pegawai tetap, baik berupa penghasilan yang bersifat teratur maupun tidak teratur; b. penghasilan yang diterima atau diperoleh Penerima pensiun secara teratur berupa uang pensiun atau penghasilan sejenisnya; c. penghasilan sehubungan dengan pemutusan hubungan kerja dan penghasilan sehubungan dengan pensiun yang diterima secara sekaligus berupa uang pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua atau jaminan hari tua, dan pembayaran lain sejenis; d. penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, berupa upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan atau upah yang dibayarkan secara bulanan; e. imbalan kepada bukan pegawai, antara lain berupa honorarium, komisi, fee, dan imbalan sejenis dengan nama dan dalam bentuk apapun sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan; f. imbalan kepada peserta kegiatan, antara lain berupa uang saku, uang representasi, uang rapat, honorarium, hadiah atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun, dan imbalan sejenis dengan nama apapun. (2) Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 sebagaimana dimaksud pads ayat (1) termasuk pula penerimaan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan lainnya dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diberikan oleh : a. bukan Wajib Pajak; b. Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final; atau c. Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan norma penghitungan khusus ( deemed profit ). Pasal 6 (1) Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 yang diterima atau diperoleh orang pribadi Subjek Pajak dalam negeri merupakan penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21. (2) Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 yang diterima atau diperoleh orang pribadi Subjek Pajak luar negeri merupakan penghasilan yang dipotong PPh Pasal 26. Pasal 7 (1) Penghitungan PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 atas penghasilan berupa penerimaan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) didasarkan pada harga pasar atas barang yang diberikan atau nilai wajar atas pemberian kenikmatan yang diberikan. (2) Dalam hal penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) diterima atau diperoleh dalam mata uang asing, penghitungan PPh Pasal 21 dan atau PPh Pasal 26 didasarkan pada nilai tukar (kurs) yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan yang berlaku pada saat pembayaran penghasilan tersebut atau pada saat dibebankan sebagai biaya. Pasal 8 (1) Tidak termasuk dalam pengertian penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 adalah : a. pembayaran manfaat atau santunan asuransi dari perusahaan asuransi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa; b. penerimaan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dalam bentuk apapun yang diberikan oleh Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2); c. iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan, iuran tunjangan hari tua atau iuran jaminan hari tua kepada badan penyelenggara tunjangan hari tua atau badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja yang dibayar oleh pemberi kerja; d. zakat yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari badan atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah, atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah; e. beasiswa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf l Undang-Undang Pajak Penghasilan. (2) Pajak Penghasilan yang ditanggung oleh pemberi kerja, termasuk yang ditanggung oleh Pemerintah, merupakan penerimaan dalam bentuk kenikmatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b. BAB V DASAR PENGENAAN DAN PEMOTONGAN PPh PASAL 21 DAN/ATAU PPh PASAL 26 Pasal 9 (1) Dasar pengenaan dan pemotongan PPh Pasal 21 adalah sebagai berikut : a. Penghasilan Kena Pajak, yang berlaku bagi : 1. pegawai tetap; 2. penerima pensiun berkala; 3. pegawai tidak tetap yang penghasilannya dibayar secara bulanan atau jumlah kumulatif penghasilan yang diterima dalam 1 (satu) bulan kalender telah melebihi jumlah PTKP sebulan untuk diri Wajib Pajak sendiri; 4. bukan pegawai, yang meliputi : a) distributor multi level marketing atau direct selling ; b) petugas dinas luar asuransi yang tidak berstatus sebagai pegawai; c) penjaja barang dagangan yang tidak berstatus sebagai pegawai; dan/atau d) penerima penghasilan bukan pegawai lainnya yang menerima penghasilan dari Pemotong PPh Pasal 21 secara berkesinambungan dalam 1 (satu) tahun kalender. b. Jumlah penghasilan yang melebihi bagian penghasilan yang tidak dilakukan pemotongan PPh Pasal 21 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (4) Undang-Undang Pajak Penghasilan, yang berlaku bagi pegawai tidak tetap yang menerima upah harian, upah mingguan, upah satuan atau upah borongan, sepanjang penghasilan kumulatif yang diterima dalam 1 (satu) bulan kalender belum melebihi jumlah PTKP sebulan untuk diri Wajib Pajak sendiri. c. Jumlah penghasilan bruto, yang berlaku bagi penerima penghasilan selain penerima penghasilan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b. (2) PTKP sebulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah PTKP dibagi 12 (dua belas). (3) Dasar pengenaan dan pemotongan PPh Pasal 26 adalah jumlah penghasilan bruto. BAB VI PENGURANGAN YANG DIPERBOLEHKAN Pasal 10 (1) Jumlah penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh Penerima Penghasilan yang Dipotong PPh Pasal 21 dan atau PPh Pasal 26 adalah seluruh jumlah penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 yang diterima atau diperoleh dalam suatu periode atau pada saat dibayarkan. (2) Penghasilan Kena Pajak adalah sebagai berikut : a. bagi pegawai tetap dan penerima pensiun berkala, sebesar penghasilan neto dikurangi PTKP; b. bagi pegawai tidak tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a angka 3, sebesar penghasilan bruto dikurangi PTKP; c. bagi bukan pegawai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a angka 4, sebesar penghasilan bruto dikurangi PTKP yang dihitung secara bulanan. (3) Besarnya penghasilan neto bagi pegawai tetap yang dipotong PPh Pasal 21 adalah jumlah seluruh penghasilan bruto dikurangi dengan : a. biaya jabatan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (3) Undang-Undang Pajak Penghasilan; b. iuran yang terkait dengan gaji yang dibayar oleh pegawai kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan atau badan penyelenggara tunjangan hari tua atau jaminan hari tua yang dipersamakan dengan dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan. (4) Besarnya penghasilan neto bagi penerima pensiun yang dipotong PPh Pasal 21 adalah seluruh jumlah penghasilan bruto dikurangi dengan biaya pensiun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (3) Undang-Undang Pajak Penghasilan. (5) Besarnya PTKP bagi karyawati berlaku ketentuan sebagai berikut : a. bagi karyawati kawin, sebesar PTKP untuk dirinya sendiri; b. bagi karyawati tidak kawin, sebesar PTKP untuk dirinya sendiri ditambah PTKP untuk keluarga yang menjadi tanggungan sepenuhnya. (6) Dalam hal karyawati kawin dapat menunjukkan keterangan tertulis dari Pemerintah Daerah setempat serendah-rendahnya kecamatan yang menyatakan bahwa suaminya tidak menerima atau memperoleh penghasilan, besarnya PTKP adalah PTKP untuk dirinya sendiri ditambah PTKP untuk status kawin dan PTKP untuk keluarga yang menjadi tanggungan sepenuhnya. (7) Besarnya PTKP ditentukan berdasarkan keadaan pada awal tahun kalender. (8) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (7), besarnya PTKP untuk pegawai yang baru datang dan menetap di Indonesia dalam bagian tahun kalender ditentukan berdasarkan keadaan pada awal bulan dari bagian tahun kalender yang bersangkutan. Pasal 11 (1) Atas penghasilan bagi pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas yang tidak dibayar secara bulanan atau jumlah kumulatifnya dalam 1 (satu) bulan kalender belum melebihi PTKP sebulan untuk diri Wajib Pajak sendiri berlaku ketentuan sebagai berikut : a. tidak dilakukan pemotongan PPh Pasal 21, dalam hal penghasilan sehari atau rata-rata penghasilan sehari belum melebihi bagian penghasilan yang tidak dilakukan pemotongan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (4) Undang-Undang Pajak Penghasilan; b. dilakukan pemotongan PPh Pasal 21, dalam hal penghasilan sehari atau rata-rata penghasilan sehari melebihi bagian penghasilan yang tidak dilakukan pemotongan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (4) Undang-Undang Pajak Penghasilan, dan bagian penghasilan yang tidak dilakukan pemotongan tersebut merupakan jumlah yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto. (2) Rata-rata penghasilan sehari sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah rata-rata upah mingguan, upah satuan atau upah borongan untuk setiap hari kerja yang digunakan. (3) Dalam hal pegawai tidak tetap telah memperoleh penghasilan kumulatif dalam 1 (satu) bulan kalender yang melebihi PTKP sebulan untuk diri Wajib Pajak sendiri, maka jumlah yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto adalah sebesar PTKP yang sebenarnya. (4) PTKP yang sebenarnya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) adalah sebesar PTKP untuk jumlah hari kerja yang sebenarnya. (5) PTKP sehari sebagai dasar untuk menetapkan PTKP yang sebenarnya adalah sebesar PTKP dibagi 360 (tiga ratus enam puluh) hari. (6) Dalam hal berdasarkan ketentuan di bidang ketenagakerjaan diatur kewajiban untuk mengikutsertakan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas dalam program jaminan hari tua atau tunjangan hari tua, maka iuran jaminan hari tua atau iuran tunjangan hari tua yang dibayar sendiri oleh pegawai tidak tetap kepada badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja atau badan penyelenggara tunjangan hari tua, dapat dikurangkan dari penghasilan bruto. Pasal 12 (1) penerima penghasilan bukan pegawai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a angka 4 dapat memperoleh pengurangan PTKP sepanjang yang bersangkutan telah mempunyai Nomor Pokok Wajib Pajak dan hanya memperoleh penghasilan dari hubungan kerja dengan Pemotong Pajak serta tidak memperoleh penghasilan lainnya. (2) Untuk dapat memperoleh pengurangan PTKP sebagaimana dimaksud pada ayat (2), penerima penghasilan bukan pegawai harus menyerahkan fotokopi kartu Nomor Pokok Wajib Pajak, dan bagi wanita kawin harus menyerahkan fotokopi kartu Nomor Pokok Wajib Pajak suami serta fotokopi Surat nikah dan kartu keluarga. BAB VII TARIF PEMOTONGAN PAJAK DAN PENERAPANNYA Pasal 13 (1) Tarif berdasarkan Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak dari : a. pegawai tetap; b. penerima pensiun yang dibayarkan secara bulanan; c. pegawai tidak tetap, atau tenaga kerja lepas yang dibayarkan secara bulanan. (2) Untuk perhitungan PPh Pasal 21 yang harus dipotong setiap masa pajak, kecuali masa pajak terakhir, tarif diterapkan atas perkiraan penghasilan yang akan diperoleh selama 1 (satu) tahun, dengan ketentuan sebagai berikut : a. perkiraan atas penghasilan yang bersifat teratur adalah jumlah penghasilan teratur dalam 1 (satu) bulan dikalikan 12 (dua belas); b. dalam hal terdapat tambahan penghasilan yang bersifat tidak teratur, maka perkiraan penghasilan yang akan diperoleh selama 1 (satu) tahun adalah sebesar jumlah pada huruf a ditambah dengan jumlah penghasilan yang bersifat tidak teratur. (3) Jumlah PPh Pasal 21 yang harus dipotong untuk setiap masa pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah : a. atas penghasilan yang bersifat teratur adalah sebesar Pajak Penghasilan terutang atas jumlah penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dibagi 12 (dua belas); b. atas penghasilan yang bersifat tidak teratur adalah sebesar selisih antara Pajak Penghasilan yang terutang atas jumlah penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dengan Pajak Penghasilan yang terutang atas jumlah penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a. (4) Dalam hal pegawai tetap mempunyai kewajiban pajak subjektif terhitung sejak awal tahun kelender dan mulai bekerja setelah bulan Januari, termasuk pegawai yang sebelumnya bekerja pada pemberi kerja lain, banyaknya bulan yang menjadi faktor pengali sebagaimana, dimaksud pada ayat (2) atau faktor pembagi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) adalah jumlah bulan tersisa dalam tahun kalender sejak yang bersangkutan mulai bekerja. (5) Besarnya PPh Pasal 21 yang harus dipotong untuk masa pajak terakhir adalah selisih antara Pajak Penghasilan yang terutang atas seluruh penghasilan kena pajak selama 1 (satu) tahun pajak atau bagian tahun pajak dengan PPh Pasal 21 yang telah dipotong pada masa-masa sebelumnya dalam tahun pajak yang bersangkutan. (6) Dalam hal pegawai tetap kewajiban pajak subjektifnya hanya meliputi bagian tahun pajak, perhitungan PPh Pasal 21 yang terutang untuk bagian tahun pajak tersebut dihitung berdasarkan penghasilan kena pajak yang disetahunkan, sebanding dengan jumlah bulan dalam bagian tahun pajak yang bersangkutan. (7) Dalam hal pegawai tetap berhenti bekerja sebelum bulan Desember dan jumlah PPh Pasal 21 yang telah dipotong dalam tahun kalender yang bersangkutan lebih besar dari PPh Pasal 21 yang terutang untuk 1 (satu) tahun pajak, maka kelebihan PPh Pasal 21 yang telah dipotong tersebut dikembalikan kepada pegawai tetap yang bersangkutan bersamaan dengan pemberian bukti pemotongan PPh Pasal 21, paling lambat akhir bulan berikutnya setelah berhenti bekerja. Pasal 14 (1) Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas berupa upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan, dan uang saku harian, sepanjang penghasilan tidak dibayarkan secara bulanan, tarif lapisan pertama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan diterapkan atas : a. jumlah penghasilan bruto di atas bagian penghasilan yang tidak dikenakan pemotongan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (4) Undang-Undang Pajak Penghasilan; atau b. jumlah penghasilan bruto dikurangi PTKP yang sebenarnya dalam hal jumlah penghasilan kumulatif dalam 1 (satu) bulan kalender telah melebihi PTKP sebulan untuk diri Wajib Pajak sendiri. (2) Dalam hal jumlah penghasilan kumulatif dalam satu bulan kalender telah melebihi Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah), PPh Pasal 21 dihitung dengan menerapkan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan atas jumlah Penghasilan Kena Pajak yang disetahunkan. (3) Besarnya batasan jumlah penghasilan kumulatif dalam satu bulan kalender sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat disesuaikan sepanjang terdapat perubahan besarnya PTKP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) Undang-Undang Pajak Penghasilan, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak. Pasal 15 (1) Tarif berdasarkan Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan diterapkan atas : a. jumlah penghasilan bruto untuk setiap pembayaran yang didasarkan pada penyelesaian suatu pekerjaan atau jasa yang menurut maksudnya tidak bersifat berkesinambungan, yang diterima oleh bukan pegawai; b. jumlah bruto untuk setiap kali pembayaran yang bersifat utuh dan tidak dipecah, yang diterima oleh peserta kegiatan; atau c. jumlah kumulatif penghasilan bruto sebagai imbalan atas pekerjaan atau jasa yang menurut maksudnya bersifat berkesinambungan, baik berdasarkan kontrak atau perjanjian tertulis atau berdasarkan keadaan yang sebenarnya, yang diterima oleh bukan pegawai. (2) Tarif berdasarkan Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan diterapkan atas jumlah kumulatif Penghasilan Kena Pajak sebesar penghasilan bruto dikurangi PTKP, yang diterima atau diperoleh bukan pegawai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a angka 4, yang dihitung setiap bulan. Pasal 16 Tarif berdasarkan Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan diterapkan atas penghasilan bruto kumulatif berupa : a. honorarium atau imbalan yang bersifat tidak teratur yang diterima atau diperoleh anggota dewan komisaris atau dewan pengawas yang tidak merangkap sebagai pegawai tetap pada perusahaan yang sama; b. jasa produksi, tantiem, gratifikasi, bonus atau imbalan lain yang bersifat tidak teratur yang diterima atau diperoleh mantan pegawai; c. penarikan dana pensiun oleh peserta program pensiun yang masih berstatus sebagai pegawai, dari dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan Menteri Keuangan. Pasal 17 Tata cara pemotongan PPh Pasal 21 atas penghasilan berupa uang pesangon, uang manfaat pensiun yang dibayar oleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan, dan tunjangan hari tua atau jaminan hari tua, yang dibayarkan sekaligus oleh badan penyelenggara tunjangan hari tua atau badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja, diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan tersendiri. Pasal 18 Tata cara pemotongan dan pengenaan PPh Pasal 21 atas penghasilan yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara atau anggaran pendapatan belanja daerah yang diterima atau diperoleh pejabat negara, pegawai negeri sipil, anggota TNI/POLRI dan pensiunannya, diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan tersendiri. Pasal 19 (1) Tarif PPh Pasal 26 sebesar 20% (dua puluh persen) dan bersifat final diterapkan atas penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh sebagai imbalan atas pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi dengan status Subjek Pajak luar negeri dengan memperhatikan ketentuan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda yang berlaku antara Republik Indonesia dengan negara domisili Subjek Pajak luar negeri tersebut. (2) PPh Pasal 26 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak bersifat final dalam hal orang pribadi sebagai Wajib Pajak luar negeri tersebut berubah status menjadi Wajib Pajak dalam negeri. BAB VIII TARIF PEMOTONGAN PPh PASAL 21 BAGI PENERIMA PENGHASILAN YANG TIDAK MEMPUNYAI NOMOR POKOK WAJIB PAJAK Pasal 20 (1) Bagi Penerima penghasilan yang Dipotong PPh Pasal 21 yang tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak, dikenakan pemotongan PPh Pasal 21 dengan tarif lebih tinggi 20% (dua puluh persen) daripada tarif yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak. (2) jumlah PPh Pasal 21 yang harus dipotong sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebesar 120% (seratus dua puluh persen) dari jumlah PPh Pasal 21 yang seharusnya dipotong dalam hal yang bersangkutan memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak. (3) pemotongan PPh Pasal 21 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya berlaku untuk pemotongan PPh Pasal 21 yang bersifat tidak final. (4) Dalam hal penerima penghasilan yang telah dipotong PPh Pasal 21 dengan tarif yang lebih tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak, PPh Pasal 21 yang telah dipotong tersebut dapat diperhitungkan dengan PPh Pasal 21 yang terutang untuk bulan-bulan selanjutnya setelah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak. BAB IX SAAT TERUTANG PPh PASAL 21 DAN/ATAU PPh PASAL 26 Pasal 21 (1) PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 terutang bagi Penerima Penghasilan pada saat dilakukan pembayaran atau pada saat terutangnya penghasilan yang bersangkutan. (2) PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 terutang bagi Pemotong PPh Pasal 21 dan atau PPh Pasal 26 untuk setiap masa pajak. (3) Saat terutang untuk setiap masa pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah akhir bulan dilakukannya pembayaran atau pada akhir bulan terutangnya penghasilan yang bersangkutan. BAB X HAK DAN KEWAJIBAN PEMOTONG PAJAK SERTA PENERIMA PENGHASILAN YANG DIPOTONG PAJAK Pasal 22 (1) Pemotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 dan Penerima Penghasilan yang Dipotong PPh Pasal 21 wajib mendaftarkan diri ke Kontor Pelayanan Pajak sesuai dengan ketentuan yang belaku. (2) pegawai, penerima pensiun berkala, serta bukan pegawai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a angka 4 wajib membuat surat pernyataan yang berisi jumlah tanggungan keluarga pada awal tahun kalender atau pada saat mulai menjadi Subjek Pajak dalam negeri sebagai dasar penentuan PTKP dan wajib menyerahkannya kepada Pemotong Pajak pada saat mulai bekerja atau mulai pensiun. (3) Dalam hal terjadi perubahan tanggungan keluarga, pegawai, penerima pensiun berkala dan bukan pegawai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a angka 4 wajib membuat surat pernyataan baru dan menyerahkannya kepada Pemotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 paling lama sebelum mulai tahun kalender berikutnya. (4) Pemotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 wajib menghitung, memotong, menyetorkan dan melaporkan PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 yang terutang untuk setiap bulan kalender. (5) Pemotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 wajib membuat catatan atau kertas kerja perhitungan PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 untuk masing-masing penerima penghasilan, yang menjadi dasar pelaporan PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 yang terutang untuk setiap masa pajak dan wajib menyimpan catatan atau kertas kerja perhitungan tersebut sesuai dengan ketentuan yang berlaku. (6) Ketentuan mengenai kewajiban untuk melaporkan pemotongan PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 untuk setiap bulan kalender sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tetap berlaku, dalam hal jumlah pajak yang dipotong pada bulan yang bersangkutan nihil. (7) Dalam hal dalam suatu bulan terjadi kelebihan penyetoran pajak atas PPh Pasal 21 dan/ atau PPh Pasal 26 yang terutang, kelebihan penyetoran tersebut dapat diperhitungkan dengan PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 yang terutang pada bulan berikutnya melalui Surat Pemberitahuan Masa PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26. (8) Pemotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 wajib membuat bukti pemotongan PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 dan memberikan bukti pemotongan tersebut kepada penerima penghasilan yang dipotong pajak. (9) Bentuk formulir pemotongan PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 sebagaimana dimaksud pada ayat (7) ditetapkan dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak. Pasal 23 (1) Jumlah PPh Pasal 21 yang dipotong merupakan kredit pajak bagi penerima penghasilan yang dikenakan pemotongan untuk tahun pajak yang bersangkutan, kecuali PPh Pasal 21 yang bersifat final. (2) Dalam hal Wajib Pajak yang telah dipotong PPh Pasal 21 dengan tarif yang lebih tinggi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak, PPh Pasal 21 yang telah dipotong tersebut dapat dikreditkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi. BAB XI KETENTUAN PENUTUP Pasal 24 Ketentuan mengenai pedoman teknis tata cara pemotongan, penyetoran dan pelaporan PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan orang pribadi, dan contoh perhitungan dan pemotongan PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 diatur lebih lanjut dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak. Pasal 25 Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2009. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 31 Desember 2008 MENTERI KEUANGAN ttd. SRI MULYANI INDRAWATIApa manfaat pajak bagi negara dan masyarakat?
4. Fungsi redistribusi – Untuk mencapai kesejahteraan bagi seluruh masyarakat Indonesia, pemerintah harus mampu mendistribusikan anggaran untuk pembangunan sesuai tempatnya. Baca juga: Teori Permintaan dan Penawaran dalam Ekonomi Islam Disinilah peran dan fungsi pajak sebagai redistribusi ekonomi. Freepik Fungsi pajak adalah dibagi menjadi empat yakni fungsi anggaran, fungsi redistribusi pendapatan, fungsi mengatur dan fungsi stabilitas. Fungsi pajak sebagai redistribusi ekonomi merupakan implementasi ideal pembangunan negara. Pajak dilaksanakan untuk memenuhi kebutuhan semua masyarakat.
Pajak besar ditarik dari masyarakat kaya yang kemudian dana tersebut dikelola untuk pembangunan dan memberi bantuan bagi masyarakat miskin. Baca juga: 5 Dampak Perang Rusia-Ukraina yang Mengubrak-abrik Ekonomi Global Kendati demikian, masyarakat kaya bukan berarti tidak mendapat untung dari pengenaan pajak tersebut, karena pengenaan pajak biasanya dibarengi berbagai manfaat seperti pemberian izin usaha dan lainnya.
Badan usaha yang patuh pajak akan memperoleh citra baik bukan hanya dari masyarakat namun juga oleh pemerintah. Sehingga secara tidak langsung ini memberi manfaat bagi bisnis yang dijalankan. Itulah penjelasan mengenai pajak dan fungsi pajak bagi pembangunan negara.
Bisa dikatakan, fungsi utama pajak bagi negara adalah dibagi menjadi empat yakni fungsi anggaran, fungsi redistribusi pendapatan, fungsi mengatur dan fungsi stabilitas. Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram “Kompas.com News Update”, caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join.
Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Mengapa dengan taat membayar pajak kita dapat membantu terciptanya masyarakat sejahtera?
Iya, seseorang yang taat membayar pajak dapat membantu tercapainya masyarakat yang sejahtera. Hal ini dikarenakan bahwa Pendapatan Negara Indonesia, paling banyak didapat dari sektor Pajak, sehingga Pajak menjadi salah satu hal terpenting dalam menyelenggarakan pembangunan di Indonesia.
- Dampak positif yang dirasakan jika masyarakat membayar pajak tepat waktu ialah kita sudah b erpartisipasi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia,
- Iya, seseorang yang taat membayar pajak dapat membantu tercapainya masyarakat yang sejahtera.
- Hal ini dikarenakan bahwa Pendapatan Negara Indonesia, paling banyak didapat dari sektor Pajak, sehingga Pajak menjadi salah satu hal terpenting dalam menyelenggarakan pembangunan di Indonesia.
Dampak positif yang dirasakan jika masyarakat membayar pajak tepat waktu ialah kita sudah b erpartisipasi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia,
Mengapa pajak tidak mendapat imbalan secara langsung?
Ciri-ciri Pajak – Berdasarkan Undang-Undang KUP Nomor 28 Tahun 2007 Pasal 1 Ayat 1, Pajak merupakan sebuah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang. Kontribusi wajib tersebut tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara. Berdasarkan pengertian tersebut, maka pajak memiliki ciri-ciri berikut:
Pajak merupakan kontribusi wajib yang berlaku bagi setiap warga negara. Hal ini berarti, setiap warga negara yang telah memenuhi syarat sebagai Wajib Pajak memiliki kewajiban untuk membayar pajak. Wajib Pajak adalah warga negara yang telah memenuhi syarat subjektif dan syarat objektif. Pajak bersifat memaksa bagi setiap warga negara. Apabila seseorang telah memenuhi syarat subjektif dan syarat objektif, maka wajib untuk membayar pajak. Apabila seorang Wajib Pajak dengan sengaja tidak membayar pajak yang seharusnya dibayarkan, maka ada ancaman sanksi administratif maupun hukuman secara pidana. Warga negara tidak mendapat imbalan langsung, karena pajak berbeda dengan retribusi. Ketika membayar pajak dalam jumlah tertentu, setiap Wajib Pajak tidak langsung menerima manfaat dari pajak yang dibayar. Tetapi Wajib Pajak akan mendapatkan manfaat berupa perbaikan jalan raya di daerah, fasilitas kesehatan gratis bagi keluarga, beasiswa pendidikan, dan lain-lainnya. Pajak diatur dalam Undang-undang negara Republik Indonesia.
Kenapa pajak penghasilan di kategorikan masuk ke dalam pajak langsung?
Pajak penghasilan (PPh): – Jenis pajak langsung yang pertama adalah Pajak Penghasilan atau PPh. Pajak Penghasilan merupakan pajak yang dibebankan atas penghasilan yang diperoleh oleh Wajib Pajak, baik kekayaan itu berasal dari dalam negeri maupun luar negeri dalam kurun waktu satu tahun. Adapun pendapatan yang wajib dilaporkan tidak hanya gaji Wajib Pajak dalam satu tahun, melainkan termasuk pula pendapatan lainnya seperti honorarium, hadiah maupun penghasilan lainnya. Pajak penghasilan disebut sebagai jenis pajak langsung karena dibebankan kepada Wajib Pajak dan tidak dapat diwakilkan.
Bilamana seorang Wajib Pajak mendapatkan imbalan bunga?
Ketika Anda mengajukan permohonan keberatan kepada Direktur Jenderal Pajak, akan ada beberapa hasil keputusan yang bisa terjadi. Permohonan keberatan Anda ditolak. Penolakan ini dapat terjadi apabila bukti yang mendukung kurang kuat, pemaparan Wajib Pajak kurang jelas dan lain sebagainya. Namun, apabila permohonan keberatan Anda dikabulkan atau hanya dikabulkan sebagian saja, maka Anda akan mendapatkan imbalan bunga. Ketentuan pemberian imbalan ini sudah tercantum dalam undang-undang perpajakan. Baca juga: Pemeriksaan Permohonan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak Baca Juga : Penghitungan dan Status Pajak bagi Pasangan Suami-Istri Bekerja Panduan Lengkap Pajak Penghasilan PPh Pasal 22 Pajak Penghasilan PPh Pasal 21: Definisi, Dasar Hukum, Tarif, dan Waktu Penyetoran Serta Pelaporan Pajak Penjelasan Lengkap Pajak Penghasilan Pasal 25 (PPh 25) Berdasarkan dokumen dari Kementerian Keuangan, pemberian imbalan bunga kepada Wajib pajak diatur dalam pasal 27B UU KUP. Isinya sebagai berikut: Baca Juga : Mekanisme Pemungutan Pajak Digital Oleh Pemerintah Indonesia Upaya Minimalkan Pajak Secara Legal Dengan Tax Planning Tax Planning Untuk Bisnis, Upaya Minimalkan Pajak Secara Legal Apa Itu Restitusi Pajak? (1) Wajib Pajak diberikan imbalan bunga dalam hal pengajuan keberatan, permohonan banding, atau permohonan peninjauan kembali yang dikabulkan sebagian atau seluruhnya sehingga menyebabkan kelebihan pembayaran pajak.
Surat Ketetapan PajakKurang Bayar Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan; Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar; atau Surat Ketetapan Pajak Nihil.
(3) Wajib Pajak diberi imbalan bunga dalam hal permohonan pembetulan, permohonan pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak, atau permohonan pengurangan atau pembatalan Surat Tagihan Pajak yang dikabulkan sebagian atau seluruhnya sehingga menyebabkan kelebihan pembayaran pajak. (5) Tarif bunga per bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) yang digunakan sebagai dasar penghitungan imbalan bunga adalah tarif bunga per bulan yang berlaku pada tanggal dimulainya penghitungan imbalan bunga. (6) Imbalan bunga sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dihitung sejak tanggal penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar, atau Surat Ketetapan Pajak Nihil sampai dengan tanggal diterbitkannya Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan.
sejak tanggal pembayaran Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan sampai dengan tanggal diterbitkannya Surat Keputusan Pembetulan, surat keputusan pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak; sejak tanggal penerbitan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Nihil sampai dengan tanggal diterbitkannya Surat Keputusan Pembetulan, surat keputusan pengurangan, atau pembatalan surat ketetapan pajak; atau sejak tanggal pembayaran Surat Tagihan Pajak sampai dengan tanggal diterbitkannya Surat Keputusan Pembetulan, surat keputusan pengurangan, atau pembatalan Surat Tagihan Pajak.
(8) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian imbalan bunga diatur dengan atau berdasarkan peraturan Menteri Keuangan. Baca juga: Keputusan Direktur Jenderal Pajak Terhadap Surat Keberatan Wajib Pajak Pemberian imbalan bunga ini hanya berlaku dalam hal pengajuan keberatan, permohonan banding, atau permohonan peninjauan kembali yang dikabulkan sebagian atau seluruhnya. Pengabulan ini dilakukan oleh Direktur Jenderal Pajak sebagai pihak yang meninjau permohonan Wajib Pajak. Surat Pemberitahuan yang dibahas ada 4 seperti yang tertera dalam ayat (1). Imbalan bunga diberikan kepada Wajib Pajak dalam kurun waktu tertentu yang telah ditentukan dalam Pasal 27 B UU KUP. Ketentuan tata cara pemberian imbalan ini tidak dibahas dalam pasal ini tetapi ada di dalam peraturan Menteri Keuangan.
Mengapa dengan taat membayar pajak kita dapat membantu terciptanya masyarakat sejahtera?
Iya, seseorang yang taat membayar pajak dapat membantu tercapainya masyarakat yang sejahtera. Hal ini dikarenakan bahwa Pendapatan Negara Indonesia, paling banyak didapat dari sektor Pajak, sehingga Pajak menjadi salah satu hal terpenting dalam menyelenggarakan pembangunan di Indonesia.
Dampak positif yang dirasakan jika masyarakat membayar pajak tepat waktu ialah kita sudah b erpartisipasi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia, – Iya, seseorang yang taat membayar pajak dapat membantu tercapainya masyarakat yang sejahtera. Hal ini dikarenakan bahwa Pendapatan Negara Indonesia, paling banyak didapat dari sektor Pajak, sehingga Pajak menjadi salah satu hal terpenting dalam menyelenggarakan pembangunan di Indonesia.
Dampak positif yang dirasakan jika masyarakat membayar pajak tepat waktu ialah kita sudah b erpartisipasi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia,