Apa Perbedaan Subjek Pajak Dan Objek Pajak?
Kesimpulan – Secara sederhana, subjek pajak merupakan orang pribadi atau entitas yang ditentukan untuk menjadi subjek pajak. Sedangkan objek pajak adalah sumber pendapatan yang dikenakan pajak. Setiap subjek pajak harus memiliki objek pajak. Sementara orang atau entitas yang memiliki kewajiban pajak disebut sebagai pembayar pajak.
- Setelah mengetahui perbedaannya, sekarang Anda bisa tahu apakah Anda termasuk dalam subjek pajak yang memiliki kewajiban pajak atau tidak.
- Selain itu, Anda mengetahui apa saja objek pajak dari masing-masing jenis pajak.
- Itu dia penjelasan mengenai objek pajak dan subjek pajak.
- Harapannya, Anda akan lebih mudah dalam menjalankan kewajiban pajak.
Semoga artikel ini bermanfaat, jangan lupa untuk share pada Sobat Finansialku lainnya. Terima kasih. Sumber Referensi:
Rani Maulida.4 September 2018. Objek Pajak dan Subjek Pajak, Ini Penjelasan Lengkapnya, Online-pajak.com – http://bit.ly/2IxKyYA
Sumber Gambar:
- Pajak 1 – http://bit.ly/2TyHaTy
- Pajak 2 – http://bit.ly/2vOIqc8
- Pajak 3 – http://bit.ly/39wKNPw
- Pajak 4 – http://bit.ly/33a67rS
keyboard_arrow_left Previous Seorang blogger yang saat ini membagi peran sebagai pekerja bidang digital marketing salah satu perusahaan financial technology dan mahasiswa magister minat studi Islamic Economy and Halal Industry. Page load link Go to Top
Contents
Apakah setiap subjek pajak merupakan wajib pajak?
Apa Perbedaan Subjek Pajak dan Wajib Pajak? – Pajak.io Perbedaan Subjek Pajak dan Wajib Pajak dapat terlihat dari kewajiban perpajakannya. Setiap Wajib Pajak merupakan Subjek Pajak, namun tidak setiap Subjek Pajak merupakan Wajib Pajak.Ketentuan terkait Subjek Pajak diatur lebih lanjut dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (PPh), yang termasuk Subjek Pajak yaitu: Dalam hal ini, yang dimaksud Orang Pribadi yaitu:
Orang Pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia,Orang Pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atauOrang Pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia.
Sebelumnya telah dijelaskan bahwa Orang Pribadi yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sehingga diwajibkan untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), maka ia dapat dikatakan sebagai Wajib Pajak Orang Pribadi. (Baca juga: ) Namun, apabila Wajib Pajak Orang Pribadi tersebut telah meninggal dunia kemudian NPWP belum ditutup maka Subjek Pajak berupa Wajib Pajak Orang Pribadi tersebut berubah menjadi warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak.
Atas status tersebut, ahli waris memiliki kewajiban untuk tetap melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh dengan status PTKP melihat keadaan per 1 Januari. Contoh: Tuan X merupakan Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha, Tuan X meninggal pada tanggal 1 Juni 2019. Maka ahli waris memiliki kewajiban untuk melaporkan SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Warisan Belum Terbagi atas nama tuan x.
Jenis formulir SPT yang dilaporkan yaitu 1770 dengan perhitungan penghasilan neto dikurangi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) pada SPT Tahun 2019. Kemudian, apabila warisan Tuan X belum dibagi dan NPWP belum ditutup pada tahun 2020 maka ahli waris memiliki kewajiban melapor SPT Tahun 2020 dengan PTKP per 1 Januari 2020 yaitu 0.2.
Pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undanganPembiayaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja DaerahPenerimaannya dimasukkan dalam anggaran Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah, danPembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara
Setiap badan usaha wajib memiliki NPWP. Namun ada juga badan yang termasuk kategori bukan subjek tidak diwajibkan untuk menjadi Wajib Pajak Badan. Dalam hal ini, perbedaan subjek pajak dan Wajib Pajak yaitu tidak semua subjek pajak diwajibkan untuk menjadi Wajib Pajak.
Orang Pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia, danOrang Pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.
4. Bentuk Usaha Tetap (BUT) Merupakan bentuk usaha yang dipergunakan oleh:
Orang Pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia,Orang Pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, danBadan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia.
Kebijakan perpajakan bagi BUT dipersamakan dengan Wajib Pajak Badan dan Wajib Pajak Orang Pribadi. Segera kelola pajak Anda dengan aplikasi pajak online terintegrasi pajak.io. (Baca juga: ) : Apa Perbedaan Subjek Pajak dan Wajib Pajak? – Pajak.io
Apa perbedaan objek pajak dan wajib pajak?
Perbedaan Subjek dan Objek Pajak – Setelah mengetahui pengertian serta jenis-jenis dari subject pajak maka selanjutnya adalah dengan mengetahui perbedaan nya dengan objek pajak. Secara harfiah objek pajak sendiri merupakan suatu poin dimana objek tersebut merupakan suatu barang yang menjadi indeks utama dalam pajak yang akan dikenakan wajib pajak.
Lalu seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa secara sederhana subjek dalam perpajakan yang merupakan seseorang atau sebuah badan entitas yang mendapat ketentuan sebagai wajib pajak. Dengan mengetahui arti dari keduanya, maka dapat diketahui makna dari subject dan object pajak tersebut. Tentu saja perbedaan keduanya merupakan salah satu hal wajib yang diketahui bersama agar tidak terjadi salah kaprah tentang pengertian keduanya.
Namun keduanya memiliki peranan yang saling terikat. Yaitu keduanya merupakan entitas kebersamaan yang menjadi kunci dalam pembayaran pajak. Baca juga: Modal Kerja: Pengertian, Jenis, Contoh, dan Fungsinya dalam Bisnis Setiap terdapat subjek pajak pasti didalamnya juga terdapat objek pajak, sedangkan yang memiliki kewajiban pajak akan mendapat sebutan sebagai wajib pajak.
Subjek serta objek pajak ini merupakan komponen utama dari pajak, maka dari itu di tiap jenis-jenis pajak pastilah terdapat dua hal ini. Dari perbedaan antara subjek dan objek dalam perpajakan tentunya dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam dunia perpajakan hal tersebut masuk dalam kategori transaksi. Dimana transaksi tersebut adalah transaksi kena pajak, yaitu akan ada fee tertentu yang harus diserahkan kepada pemerintah sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
Baca juga: Apa itu Wirausaha? Berikut Adalah Pengertian Lengkap dan Cara Menjadi Wirausahawan
Apa Itu subjek pajak dalam negeri?
1. Subjek Pajak Dalam Negeri – Pengertian dari subjek pajak ini sendiri adalah sebagai suatu subjek yang memiliki fungsi personal dalam negeri. Artinya pajak ini berlangsung dan berfungsi di dalam negeri atau domestik. Isinya sendiri meliputi perorangan serta badan dan harta warisan yang masih dalam satu kesatuan atau belum terbagi sama sekali.
Yang bisa dikatakan subjek pajak dalam negeri adalah seseorang dengan ketentuan undang-undang yang berlaku telah memiliki persyaratan utama yaitu bertempat tinggal selama lebih dari 180 hari atau berniat untuk menetap di Indonesia, maka keadaan seperti itu dikatakan sebagai subject pajak dalam negeri.
Untuk menentukan hal tersebut adalah berdasarkan dari domisili dari orang tersebut atau bisa juga berupa rentang waktu dimana seseorang tersebut menetap di Indonesia. Sedangkan suatu badan tertentu bisa dikatakan sebagai subjek pajak jika melakukan aktifitas atau didirikan yang berada di wilayah Indonesia.
- Maka dengan adanya keadaan yang seperti itu suatu badan akan dikenai sebagai subject pajak.
- Namun ada suatu badan yang mendapat pengecualian, yaitu badan usaha yang merupakan milik daerah maupun milik Negara atau lebih akrab dikenal dengan sebutan BUMN dan BUMD.
- Dua badan tersebut mendapat pengecualian sesuai dengan kebijakan yang diberlakukan oleh pemerintah.
Sedangkan untuk harta warisan yang belum terbagi-bagi maka dikenakan sebagai subjek pajak. Hal tersebut mengacu pada peraturan pemerintahan yang mengharuskan pemilik harta warisan yang masih belum terbagi untuk mendapat suatu perlindungan hukum. Selain itu peraturan tersebut juga membantu untuk sang pemilik harta warisan dapat melakukan kegiatan maupun aktivitas lainnya di Indonesia.
Apa itu subject pajak?
2. Subjek Pajak Asing (Luar Negeri) – Selanjutnya adalah subject pajak luar negeri atau subject pajak asing. Sama halnya dengan subject pajak dalam negeri, komponennya merupakan perorangan maupun suatu badan tertentu. Seseorang atau badan yang dikenai subject pajak asing adalah seseorang atau badan yang berada lebih dari 180 hari lebih di luar Indonesia.
- Orang orang yang mendapatkan pajak asing ini merupakan kumpulan orang-orang yang mendapat atau sedang mengelola kegiatan usaha dengan kondisi tetap di wilayah cakupan wilayah negara kesatuan Indonesia.
- Sedangkan badan yang mendapatkan atau terkena subjek pajak adalah badan yang melakukan usaha tetap di Indonesia.
Subjek pajak asing yang dikenakan adalah berupa pajak atas penghasilan yang perolehannya berasal dari Indonesia. Untuk subjek pajak yang satu ini, kebutuhan akan wajib pajaknya tidak termasuk ke dalam SPT karena telah ada kesepakatan sebelumnya bahwa pelaporan pajaknya akan ada dalam keputusan final yang bersifat tetap.
Nantinya laporan tersebut akan diterima oleh suatu badan atau orang pada periode tertentu. Dalam laporannya pajak telah terpenuhi setelah terjadi pemotongan pajak yang sifatnya final. Selain itu, yang dikenakan pajak adalah penghasilan bruto atau kotor yang diterima selama mengelola atau melaksanakan suatu kelolaan usaha.
Pajak tersebut bisa dipastikan merupakan pajak yang tarifnya sebanding dan telah sesuai dengan aturan perundangan yang berlaku. Baca juga: Barang Ekonomi: Pengertian, Contoh, dan Perbedaannya dengan Barang Bebas