Bagaimana Cara Melunasi Pajak Yang Masih Terutang?

Bagaimana Cara Melunasi Pajak Yang Masih Terutang
Cara Pelunasan Pajak Penghasilan Cara Pelunasan Pajak Penghasilan Pasal 20 Undang-Undang Pajak Penghasilan mengatur bahwa pajak yang diperkirakan terutang dalam suatu tahun pajak, dilunasi oleh Wajib Pajak dalam tahun berjalan melalui- pemotongan dan pemungutan pajak oleh pihak lain, yang meliputi PPh Pasal 21, PPh Pasal 22, dan PPh Pasal 23- pembayaran sendiri oleh wajib pajak, yang dikenal dengan PPh Pasal 25.Pelunasan pajak dalam tahun berjalan merupakan angsuran pembayaran pajak yang nantinya boleh diperhitungkan dengan cara mengkreditkan terhadap Pajak Penghasilan yang terutang untuk tahun pajak yang bersangkutan, kecuali penghasilan tersebut dikenakan pajak bersifat final.

Beberapa penghasilan dikenakan PPh Pasal 21 atau PPh Pasal 22 yang bersifat final, sehingga pada akhir tahun tidak bisa dikreditkan. Perhitungan pajak pada akhir tahun bagai Wajib Pajak Dalam Negeri dan Bentuk Usaha Tetap dilakukan dengan menghitung Pajak Penghasilan terutang atas penghasilan yang merupakan objek pajak tidak final.

Selanjutnya, Pajak Penghasilan yang sudah dipotong/dipungut oleh pihak lain dan angsuran PPh Pasal 25 yang sudah dibayar sendiri dikurangkan dari Pajak Penghasilan terutang. Jika terdapat kurang bayar, kekurangan tersebut dikenal dengan PPh Pasal 29 dan harus disetor sebelum SPT Tahunan PPh disampaikan.

Bagaimana cara menyetor pajak yang terutang?

Bagaimana cara pembayaran pajak yang terutang yang dilakukan oleh wajib pajak? – Pembayaran/penyetoran pajak secara manual dengan datang langsung ke lewat loket/teller kantor pos atau ATM/teller bank persepsi yang ditunjuk Menteri Keuangan. Sedangkan secara pembayaran pajak secara daring adalah melalui online banking.

Bagaimana jika SPT Tahunan Lebih Bayar?

Jika SPT Lebih Bayar – Jika SPT kamu berstatus lebih bayar, artinya ada kelebihan pembayaran pajak yang berhak kamu terima kembali. Syaratnya, kamu harus mengirim dokumen yang dipersyaratkan dan diunggah dalam format PDF. Selain itu, kamu perlu menyiapkan SPT dan dokumen pendukung, yakni bukti potong pajak.

Pastikan pula seluruh penghasilan, pengurang, PTKP, dan PPh yang dipotong pihak lain dalam pembuatan SPT diisi dengan benar dan lengkap. Setelah dokumen dikirim, DJP akan memeriksa. Adapun mekanisme pengembalian lebih bayar yang pertama melalui pemeriksaan yang diatur pada pasal 17B Ayat 1 UU KUP. Baca juga: Telat Lapor SPT Tahunan Bakal Kena Denda, Segini Besarannya Melalui mekanisme pemeriksaan ini, setelah melaporkan SPT Tahunan yang berstatus LB, wajib pajak harus mengajukan permohonan untuk mengajukan restitusi atas kelebihan pembayaran pajaknya.

Setelah permohonan wajib pajak diterima secara lengkap, KPP akan melakukan pemeriksaan atas permohonan yang diajukan oleh wajib pajak. Jangka waktu pemeriksaan atas permohonan restitusi yang diajukan oleh wajib pajak adalah selama 12 bulan. Melalui hasil pemeriksaan, DJP menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB).

  1. Lalu, DJP melakukan perhitungan kelebihan pembayaran pajak yang dimiliki oleh wajib pajak terhadap utang pajak yang dimiliki oleh wajib pajak.
  2. Jika terdapat sisa lebih bayar, lebih bayar tersebut akan dikembalikan kepada wajib pajak melalui penerbitan SKPKPP (Surat Keputusan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak).

SKPKPP ini diterbitkan paling lambat satu bulan sejak tanggal penerbitan SKPLB. Baca juga: Mau Lapor SPT Tahunan? Simak Dulu Bedanya Formulir 1770, 1770S, dan 1770SS Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram “Kompas.com News Update”, caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join.

Apakah wajib pajak dapat melakukan pembayaran pajak secara angsuran?

Sumber : https://www.pajak.go.id/content/pembayaran-pajak Wajib Pajak (orang pribadi atau badan) dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya harus sesuai dengan sistem self assessment, yaitu wajib melakukan sendiri penghitungan, pembayaran, dan pelaporan pajak terutang. KEWAJIBAN PEMBAYARAN PAJAK Mekanisme Pembayaran Pajak bagi Wajib Pajak dapat dijelaskan sebagai berikut:

  1. Membayar sendiri pajak yang terutang:
    1. Pembayaran angsuran PPh setiap bulan (PPh Pasal 25) Pembayaran PPh Pasal 25 yaitu pembayaran Pajak Penghasilan secara angsuran. Hal ini dimaksudkan untuk meringankan beban Wajib Pajak dalam melunasi pajak yang terutang dalam satu tahun pajak. Wajib Pajak diwajibkan untuk mengangsur pajak yang akan terutang pada akhir tahun dengan membayar sendiri angsuran pajak tersebut setiap bulan. Khusus untuk Wajib Pajak Orang Pribadi yang sumber penghasilannya dari usaha dan pekerjaan bebas, pembayaran angsuran PPh Pasal 25 terbagi atas 2 yaitu:
      • Angsuran PPh Pasal 25 sebagai Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu (OPPT). Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu adalah wajib pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha penjualan barang baik secara grosir maupun eceran dan usaha penyerahan jasa, yang mempunyai satu atau lebih tempat usaha termasuk yang memiliki tempat usaha yang berbeda dengan tempat tinggal. Angsuran PPh Pasal 25 Wajib Pajak OPPT : 0,75% x jumlah peredaran usaha (omset) setiap bulan dari masing-masing tempat usaha
      • Angsuran PPh Pasal 25 sebagai Wajib Pajak Orang Pribadi Selain Pengusaha Tertentu (OPSPT). Wajib Pajak Orang Pribadi Selain Pengusaha Tertentu (OPSPT) adalah Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha tanpa melalui tempat usaha misalnya sebagai pekerja bebas atau sebagai karyawan. Angsuran PPh Pasal 25 sebagai Wajib Pajak OPSPT : Penghasilan Kena Pajak x Tarif PPh Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh : 12 bulan. Tarif Pasal 17 ayat (1) a UU PPh adalah :
        Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak
        Sampai dengan Rp 50.000.000,- 5%
        di atas Rp 50.000.000,- sampai dengan Rp 250.000.000,- 15%
        di atas Rp 250.000.000,- sampai dengan Rp 500.000.000,- 25%
        di atas Rp 500.000.000,- 30%

        /li>

      Untuk Wajib Pajak Badan, besarnya pembayaran Angsuran PPh 25 yang terutang diperoleh dari penghasilan kena pajak dikalikan dengan tarif PPh yang diatur di Pasal 17 ayat (1) huruf b Undang Undang Pajak Penghasilan. Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf b dan ayat (2a) UU PPh adalah 25%. Khusus untuk Wajib Pajak badan yang peredaran bruto setahun sampai dengan Rp 50.000.000.000,- mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50% dari tarif pasal 17 ayat (1) huruf b dan ayat (2a) UU PPh, yang dikenakan atas penghasilan kena pajak dari peredaran bruto sampai dengan Rp 4.800.000.000,-

    2. Membayar PPh melalui pemotongan dan pemungutan oleh pihak lain (PPh Pasal 4 (2), PPh Pasal 15, PPh Pasal 21, 22, dan 23, serta PPh Pasal 26). Pihak lain disini adalah: Penjelasan lebih lanjut mengenai pemotongan dan pemungutan pajak diuraikan lebih lanjut pada bagian Pemotongan/Pemungutan (butir 2).
      • Pemberi penghasilan;
      • Pemberi kerja; atau
      • Pihak lain yang ditunjuk atau ditetapkan oleh pemerintah.
      • Membayar PPN kepada pihak penjual atau pemberi jasa ataupun oleh pihak yang ditunjuk pemerintah. Tarif PPN adalah 10% dari harga jual atau penggantian atau nilai ekspor atau nilai lainnya.
      • Pembayaran Pajak-pajak lainnya:
        • Pembayaran PBB yaitu pelunasan berdasarkan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT). Untuk daerah Jakarta dan daerah tertentu lainnya, pembayaran PBB sudah dapat dilakukan dengan menggunakan ATM di Bank-bank tertentu. Tarif PBB terdiri dari 2 tarif yaitu: a.1/1000 dari Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) khusus untuk yang NJOP-nya kurang dari Rp1.000.000.000,- b.2/1000, dari Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) khusus untuk yang NJOP-nya kurang dari Rp1.000.000.000,-
        • Pembayaran Bea Meterai yaitu pelunasan pajak atas dokumen yang dapat dilakukan dengan cara menggunakan benda meterai berupa meterai tempel atau kertas bermeterai atau dengan cara lain seperti menggunakan mesin teraan. Meterai tempel yang terutang untuk dokumen yang menyebut jumlah (kuitansi) di atas Rp 250.000,- sampai dengan Rp1.00.000,- adalah Rp3.000,-. Untuk dokumen yang menyebut jumlah di atas Rp1.000.000,- dan surat-surat perjanjian terutang materai tempel sebesar Rp6.000,-.
  2. Pemotongan / Pemungutan Pajak Selain pembayaran bulanan yang dilakukan sendiri, ada pembayaran bulanan yang dilakukan dengan mekanisme pemotongan/pemungutan yang dilakukan oleh pihak pemberi penghasilan. Pihak pemberi penghasilan adalah pihak yang ditunjuk berdasarkan ketentuan perpajakan untuk memotong/memungut, antara lain yang ditunjuk tersebut adalah badan Pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya. Untuk subjek pajak badan dalam negeri, maka diwajibkan juga sebagai pemotong/pemungutan pajak. Adapun jenis pemotongan/pemungutan adalah: PPh Pasal 21, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, PPh Pasal 26, PPh Pasal 4 ayat 2, PPh Pasal 15 dan PPN dan PPn BM. Penjelasan lebih lanjut dari masing-masing pajak tersebut adalah sebagai berikut:
    1. PPh Pasal 21 adalah pemotongan pajak yang dilakukan oleh pihak pemberi penghasilan kepada oleh Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri sehubungan dengan pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan. Misalnya pembayaran gaji yang diterima oleh pegawai dipotong oleh perusahaan pemberi kerja. Wajib Pajak berbentuk badan ditunjuk oleh UU Perpajakan sebagai pemotong PPh Pasal 21 atas penghasilan yang dibayarkan kepada karyawannya maupun yang bukan karyawannya. Wajib Pajak perseorangan dapat juga ditunjuk sebagai pemotong PPh Pasal 21 sepanjang ada penunjukannya dari KPP tempat Wajib Pajak terdaftar. Selain diwajibkan memotong PPh Pasal 21, Wajib Pajak perseorangan bisa juga dilakukan pemotongan PPh Pasal 21 atas penghasilan yang diterimanya.
    2. PPh Pasal 22 adalah pemungutan pajak yang dilakukan oleh pihak tertentu yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang (seperti penyerahan barang oleh rekanan kepada bendaharawan pemerintah), impor barang dan kegiatan usaha di bidang-bidang tertentu serta penjualan barang yang tergolong sangat mewah. Pemungutan PPh Pasal 22 ini antara lain adalah:
      • Pemungutan PPh atas pembelian barang oleh instansi Pemerintah;
      • Pemungutan PPh atas kegiatan impor barang;
      • Pemungutan PPh atas produksi barang-barang tertentu misalnya produksi baja, kertas, rokok, dan otomotif;
      • Pemungutan atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor oleh badan usaha industri atau eksportir di bidang perhutanan, perkebunan, pertanian dan perikanan dari pedagang pengumpul;
      • Pemungutan PPh atas penjualan atas barang yang tergolong mewah

      Wajib Pajak dapat ditunjuk sebagai pemungut PPh Pasal 22 atau dapat juga sebagai pihak yang dipungut PPh Pasal 22.

    3. PPh Pasal 23 adalah pemotongan pajak yang dilakukan oleh pihak pemberi penghasilan sehubungan dengan pembayaran berupa deviden, bunga, royalty, sewa, dan jasa kepada WP badan dalam negeri, dan BUT. Wajib Pajak berbentuk badan ditunjuk untuk memotong PPh Pasal 23, sedangkan Wajib Pajak perseorangan tidak ditunjuk untuk memotong PPh Pasal 23. Demikian sebaliknya, apabila Wajib Pajak menerima penghasilan yang merupakan objek pemotongan PPh Pasal 23 dan pemberi penghasilan (pemberi kerja) juga merupakan pemotong PPh Pasal 23, maka atas penghasilan yang diterima Wajib Pajak akan dipotong PPh Pasal 23 oleh si pihak pemotong tersebut. Contohnya adalah pemotongan dan penghitungan PPh Pasal 23 atas jasa tertentu (jasa service mesin atau komputer) yang pemotongannya dilakukan oleh Wajib Pajak berbentuk badan.
    4. PPh Pasal 26 adalah pemotongan pajak yang dilakukan oleh pihak pemberi penghasilan sehubungan dengan pembayaran berupa deviden, bunga, royalty, hadiah dan penghasilan lainnya kepada WP luar negeri. Wajib Pajak baik yang berbentuk perseoranan maupun badan ditunjuk untuk memotong PPh Pasal 26. Contohnya adalah pemotongan dan penghitungan PPh Pasal 26 atas penghasilan tertentu (royalty) yang dilakukan oleh Wajib Pajak berbentuk badan.
    5. PPh Final (Pasal 4 ayat (2)) Pemotongan pajak yang dilakukan oleh pihak pemberi penghasilan sehubungan dengan pembayaran untuk objek tertentu seperti sewa tanah dan/atau bangunan, jasa konstruksi, pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dan lainnya. Yang dimaksud final disini bahwa pajak yang dipotong, dipungut oleh pihak pemberi penghasilan atau dibayar sendiri oleh pihak penerima penghasilan, penghitungan pajaknya sudah selesai dan tidak dapat dikreditkan lagi dalam penghitungan Pajak Penghasilan pada SPT Tahunan. Wajib Pajak berbentuk badan ditunjuk untuk memotong PPh Pasal 4 ayat (2), sedangkan Wajib Pajak perseorangan tidak ditunjuk untuk memotong PPh Pasal 4 ayat (2). Demikian sebaliknya, apabila Wajib Pajak meneriman penghasilan yang merupakan objek pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) dan pemberi penghasilan (pemberi kerja) juga merupakan pemotong PPh Pasal 4 ayat (2), maka atas penghasilan yang diterima Wajib Pajak akan dipotong PPh Pasal 4 ayat (2) oleh si pihak pemotong tersebut. Namun, apabila Wajib Pajak menerima penghasilan yang merupakan objek PPh Pasal 4 ayat (2) dan pihak pemberi penghasilan adalah orang pribadi (bukan pemotong), maka Wajib Pajak tersebut wajib menyetor sendiri PPh Pasal 4 ayat (2) tersebut.
    6. PPh Pasal 15 adalah pemotongan Pajak penghasilan yang dilakukan oleh pihak pemberi penghasilan kepada Wajib Pajak tertentu yang menggunakan norma penghitungan khusus. Wajib Pajak tertentu tersebut adalah perusahaan pelayaran atau penerbangan international, perusahaan asuransi luar negeri, perusahaan pengeboran minyak, gas dan panas bumi, perusahaan dagang asing, perusahaan yang melakukan investasi dalam bentuk bangun guna serah. Wajib Pajak berbentuk badan ditunjuk untuk memotong PPh Pasal 15, sedangkan Wajib Pajak perseorangan tidak ditunjuk untuk memotong PPh Pasal 15. Demikian sebaliknya, apabila Wajib Pajak meneriman penghasilan yang merupakan objek pemotongan PPh Pasal 15 dan pemberi penghasilan (pemberi kerja) juga merupakan pemotong PPh Pasal 15, maka atas penghasilan yang diterima Wajib Pajak akan dipotong PPh Pasal 15 oleh si pihak pemotong tersebut. Namun, apabila Wajib Pajak menerima penghasilan yang merupakan objek PPh Pasal 15 dan pihak pemberi penghasilan adalah orang pribadi (bukan pemotong), maka Wajib Pajak tersebut wajib menyetor sendiri PPh Pasal 15 tersebut.
    7. PPN dan PPnBM adalah pemungutan PPN dan PPnBM oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) atau Pemungutan yang ditunjuk (misalnya Bendahara Pemerintah) atas pengkonsumsian barang dan/atau jasa kena pajak. Pengusaha Kena Pajak yang ditunjuk untuk memungut PPN dan PPnBM adalah pengusaha yang memiliki peredaran bruto (omzet) melebih Rp 600.000.000,- setahun atau pengusaha yang memilih sendiri untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak. Wajib Pajak baik berbentuk perseorangan maupun badan yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, wajib memungut PPN dan juga PPnBM (bila barangnya yang diserahkan tergolong mewah) dari pembeli atau pemakai jasanya. Wajib Pajak juga wajib membayar PPN dan PPnBM bila mengkonsumsi barang atau jasa dari Pengusaha Kena Pajak.

    Apabila pihak-pihak yang diberi kewajiban oleh Undang-Undang Perpajakan untuk melakukan pemotongan/pemungutan tidak melakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, maka dapat dikenakan sanksi administrasi berupa bunga 2% dan kenaikan 100%,

PENAGIHAN PAJAK Wajib Pajak yang tidak melaksanakan kewajiban membayar pajaknya, Direktorat Jenderal Pajak akan melakukan penagihan pajak. Tindakan ini dilakukan Apabila Wajib Pajak tidak membayar pajak terutang sesuai dengan jangka waktu yang telah ditentukan dalam Surat Tagihan Pajak(STP), atau Surat Ketetapan Pajak (skp), Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, maka DJP dapat melakukan tindakan penagihan.

  1. Surat Teguran diterbitkan apabila dalam jangka 7 (tujuh) hari dari jatuh tempo pembayaran Wajib Pajak tidak membayar hutang pajaknya.
  2. Surat Paksa diterbitkan dalam jangka 21 (dua puluh satu) hari setelah Surat Teguran apabila Wajib Pajak tetap belum melunasi hutang pajaknya.
  3. Sita dilakukan dalam jangka waktu 2 x 24 jam sejak Surat Paksa disampaikan.
  4. Lelang dilakukan paling singkat 14 (empat belas) hari setelah pengumuman lelang. Sedangkan pengumuman lelang dilakukan paling singkat 14 (empat belas) hari setelah penyitaan.

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dapat melakukan pencegahan dan penyanderaan terhadap Wajib Pajak/penanggung pajak yang tidak kooperatif dalam membayar hutang pajaknya.

Apa yang dimaksud dengan pajak yang terutang?

Dasar Hukum Pajak Terutang – Terdapat tiga undang-undang perpajakan yang menjadi dasar hukum dari pajak terutang. Ketiga undang-undang tersebut yaitu:

  1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP)
  2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (PPh)
  3. Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM)

Baca juga: Syarat dan Cara Mengaktifkan NPWP Non-efektif

Kapan pajak terutang harus dibayar?

Jangka Waktu Pembayaran dan Pelaporan Pajak | Registered Tax Consultant Bagaimana Cara Melunasi Pajak Yang Masih Terutang Berdasarkan Pasal 9 ayat 1 UU KUP, setiap Wajib Pajak Orang Pribadi maupun Wajib Pajak Badan memiliki kewajiban untuk melakukan pembayaran dan penyetoran pajak terutang. Menteri Keuangan menentukan tanggal jatuh tempo pembayaran dan penyetoran pajak yang terutang untuk suatu saat atau Masa Pajak paling lama yaitu 15 hari setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak.

No. Keterangan Batas Pembayaran (Pasal 2 PMK Nomor 242/PMK.03/2014 stdd PMK Nomor 18/PMK.03/2021) Batas Pelaporan (Undang-Undang di Bidang Perpajakan)
1. PPh Pasal 4 ayat (2) setor sendiri Tanggal 15 bulan berikutnya Tanggal 20 bulan berikutnya
2. PPh Pasal 4 ayat (2) pemotongan Tanggal 10 bulan berikutnya Tanggal 20 bulan berikutnya
3. PPh Pasal 4 ayat (2) atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan setor sendiri Sebelum akta, keputusan, perjanjian, kesepakatan atau risalah lelang ditandatangani Tanggal 20 bulan berikutnya
4. PPh Pasal 15 setor sendiri Tanggal 15 bulan berikutnya Tanggal 20 bulan berikutnya
5. PPh Pasal 15 pemotongan Tanggal 10 bulan berikutnya Tanggal 20 bulan berikutnya
6. PPh Pasal 21 Tanggal 10 bulan berikutnya Tanggal 20 bulan berikutnya
7. PPh Pasal 23/26 Tanggal 10 bulan berikutnya Tanggal 20 bulan berikutnya
8. PPh pasal 25 Tanggal 15 bulan berikutnya Tanggal 20 bulan berikutnya
9. PPh Pasal 22 impor setor sendiri (dilunasi bersamaan dengan bea masuk, PPN, PPnBM) Saat penyelesaian dokumen PIB
10. PPh pasal 22 impor yang pemungutan oleh BC 1 hari kerja berikutnya Hari kerja terakhir minggu berikutnya
11. PPh pasal 22 pemungutan oleh bendaharawan Hari yang sama dengan pembayaran atas penyerahan barang 14 hari setelah masa pajak berakhir
12. PPh Pasal 22 migas Tanggal 10 bulan berikutnya Tanggal 20 bulan berikutnya
13. PPh pasal 22 pemungutan WP badan tertentu Tanggal 10 bulan berikutnya Tanggal 20 bulan berikutnya
14. PPN & PPnBM Akhir bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir dan sebelum SPT masa PPN disampaikan Akhir bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir
15. PPN atas kegiatan membangun sendiri Tanggal 15 bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir Akhir bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir
16. PPN atas pemanfaatan BKP tidak berwujud dan/atau JKP dari Luar Daerah Pabean Tanggal 15 bulan berikutnya setelah saat terutangnya pajak Akhir bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir
17. PPN & PPnBM Pemungutan Bendaharawan Tanggal 7 bulan berikutnya Akhir bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir
18. Surat Perintah Membayar sebagai Pemungut PPN Pada hari yang sama dengan pelaksanaan pembayaran kepada PKP Rekanan pemerintah melalui KPPN
19. PPN & PPnBM Pemungutan selain bendaharawan Tanggal 15 bulan berikutnya setelah Masa PAjak berakhir Akhir bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir
20. PPh 25 WP Kriteria tertentu yang dapat melaporkan beberapa Masa Pajak dalam satu SPT Masa. (Pasal 3 ayat (3B) UU KUP) Paling lama pada akhir Masa Pajak terakhir 20 hari setelah berakhirnya Masa Pajak berakhir
21. Pembayaran masa selain PPh 25 WP kriteria tertentu yang dapat melaporkan beberappa Masa Pajak dalam satu SPT Masa (Pasa 3 ayat (3B) UU KUP) Paling lama sesuai dengan batas waktu untuk masing-masing jenis pajak 20 hari setelah berakhirnya Masa Pajak berakhir
22. STP, SKPKB, SKPKBT, SK Keberatan, SK Pembetulan, Putusan Banding, Putusan PK 1 bulan sejak tanggal diterbitkan

Dalam hal tanggal jatuh tempo pembayaran atau penyetoran pajak sebagaimana bertepatan dengan hari libur ( yaitu hari Sabtu, hari Minggu, hari libur nasional, hari yang diliburkan untuk penyelenggaraan Pemilihan Umum, atau cuti bersama secara nasional), pembayaran atau penyetoran pajak dapat dilakukan paling lambat pada hari kerja berikutnya.

Lebih lanjut, berdasarkan Pasal 3 PMK Nomor 242/PMK.03/2014 stdd PMK Nomor 18/PMK.03/2021, kekurangan pembayaran pajak yang terutang berdasarkan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan harus dibayar lunas sebelum SPT Tahunan Pajak Penghasilan disampaikan tetapi tidak melebihi batas waktu penyampaian SPT Tahunan Pajak Penghasilan.

Pembayaran atau penyetoran pajak yang dilakukan setelah tanggal jatuh tempo pembayaran atau penyetoran pajak serta pembayaran atau penyetoran pajak yang dilakukan setelah tanggal jatuh tempo penyampaian SPT dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar tarif bunga per bulan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan yang dihitung dari tanggal jatuh tempo pembayaran sampai dengan tanggal pembayaran, dan dikenakan paling lama 24 bulan serta bagian dari bulan dihitung penuh 1 bulan.

Bagaimana cara menyetor pajak yang terutang brainly?

apa pertanyaan dan jawaban dari pembayaran pajak? Apa itu SPT Tahunan? SPT Tahunan PPh adalah formulalir yang diisi wajib pajak untuk melaporkan identitas diri, harta, kewajiban/utang, penghasilan, dan perhitungan pajaknya setiap tahun 2. Siapa saja yang harus membayar pajak? Yang diwajibkan mengisi SPT Tahunan antara lain orang pribadi yang telah memiliki nompor pokok wajib pajak (NPWP) 3.

Bagaimana cara membuat nomor pokok wajib pajak (NPWP)? – Masyarakat wajib mendaftarlam diri di kantor pelayanan pajak (KPP) atau KP2KP dengan mengisi formulir pendaftaran. – wajib pajak orang pribadi cukup mebawa dokomen berupa KTP yang masih berlaku 4. Kapan masyarakat harus membayar pajak? Batas waktu penyampaian SPT Tahunan PPh (pajak penghasilan) wajib orang pribadi adalah tiga bulan setelah akhir tahun pajak atau pada 31 Maret.5.

Apa akibatnya kalau kita tak membayar pajak atau melaporkan SPT Tahunan?

  • – Dikenakan sanksi administrasi berupa bunga 2% per bulan dari pajak yang terlambat disetorkan
  • – Dikenakan sanksi administrasi berupa denda Rp 100 ribu untuk SPT Tahunan yang terlambat/tidak disampaikan
  • – Jika sengaja tak menyampaikan SPT Tahunan dan mengakibatkan kerugian negara, dipidana penjara minimal enam bulan dan maksimal enak tahun. Serta denda paling sedikit dua kali dan maksimal 4 kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar

6. Dimanakah lokasi untuk mengambil SPT Tahunan?

  1. SPT Tahunan PPh WP OP dapat diperoleh di tempat-tempat yang telah ditentukan, yaitu:
  2. a. Kantor Pelayanan Pajak terdekat;
  3. b. Pojok Pajak atau Mobil Pajak keliling yang dapat Anda temui di tempat-tempat keramaian;

c. diunduh melalui situs www.pajak.go.id 7. Kemana wajib pajak menyerahkan SPT Tahunan?

  • – Untuk SPT Nihil/Kurang Bayar (KB):
  • a. Tempat Pelayanan Terpadu (TPT) di KPP;
  • b. Drop Box;
  • c. Pos/Jasa Ekspedisi yang disertai Bukti
  • Pengiriman Surat ke KPP tempat WP terdaftar;

d. e-Filing (Formulir 1770S & 1770SS).

  1. – Untuk SPT Lebih Bayar (LB)/Pembetulan/SPT Tahunan yang disampaikan setelah batas waktu penyampaian SPT/e-SPT :
  2. a. Tempat Pelayanan Terpadu (TPT) di KPP tempat
  3. WP terdaftar;
  4. b. Pos/Jasa Ekspedisi yang disertai Bukti
  5. Pengiriman Surat ke KPP tempat WP terdaftar;

c. e-Filing (Formulir 1770S & 1770SS).8. Bagaimana cara menyetor pajak yang terutang? – Sarana Penyetoran Pajak Pajak yang terutang disetorkan ke Kas Negara dengan menggunakan formulir Surat Setoran Pajak (SSP) dengan Mata Anggaran Penerimaan (MAP) 411125 dan Kode Jenis Setoran (KJS) 200.

  • SSP diisi dengan identitas Wajib Pajak, kode jenis, setoran pajak, uraian pembayaran, masa/bulan dan tahun pajak, jumlah pajak serta jangan lupa tanda tangan pembayar/penyetor pajak.
  • Tempat Penyetoran Pajak Pajak yang telah dihitung, disetorkan ke Kas Negara melalui bank tempat pembayaran pajak atau Kantor Pos.9.

Apakah mengisi SPT Tahunan harus membayar pajak? Orang Pribadi yang mengisi SPT Tahunan tidak selalu harus membayar PPh. Orang Pribadi yang diwajibkan membayar kembali PPh-nya, apabila yang bersangkutan dalam perhitungan pada formulir induknya dinyatakan “PPh kurang bayar” (lihat baris “PPh kurang/lebih bayar”).

  1. Bahkan Orang Pribadi akan mendapatkan pengembalian PPh dari KPP apabila dinyatakan dalam formulir induknya “PPh lebih bayar”.10.
  2. Bagaimana jika istri dan anak yang membuat NPWP sebagai anggota keluarga? Apakah wajib mengisi SPT Tahunan? Istri dan anak yang memperoleh NPWP sebagai anggota keluarga dan Wajib Pajak (Kepala Keluarga/Suami), tidak diwajibkan mengisi SPT Tahunan.

Yang diwajibkan mengisi SPT Tahunan untuk yang telah berkeluarga adalah kepala keluarga/suami, kecuali istri yang menghendaki memiliki NPWP sendiri terpisah dengan suami sehingga punya kewajiban juga untuk mengisi SPT Tahunan. (Shd) : apa pertanyaan dan jawaban dari pembayaran pajak?

Apa yang dilakukan jika adanya kelebihan pembayaran pajak?

Apabila wajib pajak merasa bahwa ada kelebihan atas pembayaran utang pajak yang sudah dilakukan, maka yang bersangkutan harus meminta pengembalian ke Kas Negara melalui Kantor Pelayanan Pajak.

Bagaimana cara mengatasi lebih bayar SPT Tahunan PPh OP?

PPh Lebih Bayar – Dok: Direktorat Jenderal Pajak Jika pajak terutang untuk suatu tahun pajak lebih kecil daripada kredit pajaknya, maka ada kelebihan yang disebut PPh Lebih Bayar atau Pasal 28A. Bila hasil perhitungan PPh terutang dalam SPT Tahunan PPh Orang Pribadi yang bersangkutan menunjukkan lebih bayar, WP dapat memilih dua opsi.

Apakah SPT Tahunan bisa pembetulan?

DJP Sebut Tak Ada Batas Waktu Pembetulan SPT Tahunan PPh, tapi. PELAPORAN SPT TAHUNAN | Senin, 06 Juni 2022 | 18:00 WIB Bagaimana Cara Melunasi Pajak Yang Masih Terutang JAKARTA, DDTCNews – Ditjen Pajak (DJP) menyampaikan tidak ada batasan waktu pembetulan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh sepanjang belum dilakukan pemeriksaan. Namun, ada kriteria lain yang perlu diperhatikan wajib pajak. Apabila status pembetulan menyatakan rugi atau lebih bayar maka ada batasan waktu yang berlaku untuk melakukan pembetulan, yakni 2 tahun sebelum daluwarsa penetapan.

  1. Apakah yang dimaksud adalah SPT Tahunan? Jika iya, SPT Tahunan PPh tidak ada batasan pembetulan sepanjang belum dilakukan pemeriksaan.
  2. Jika status pembetulan adalah Lebih Bayar, harus disampaikan 2 tahun sebelum daluarsa penetapan,” cuit akun @kring_pajak, Senin (6/6/2022).
  3. Etentuan mengenai pembetulan SPT Tahunan ini diatur dalam Pasal 8 ayat (1a),

Perlu diketahui, daluwarsa penetapan adalah jangka waktu 5 tahun setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya masa pajak, bagian tahun pajak, atau tahun pajak. Dengan begitu, pembetulan SPT yang menyatakan rugi atau lebih bayar maksimal dapat dilakukan setelah 3 tahun saat terutangnya pajak atau berakhirnya masa pajak, bagian tahun pajak, atau tahun pajak.

Selain itu, ada konsekuensi yang mengikuti pembetulan SPT yang dilakukan wajib pajak. Apabila pembetulan mengakibatkan utang pajak menjadi lebih besar maka wajib pajak akan dikenakan sanksi bunga. Sanksi bunga dihitung sebesar tarif bunga per bulan yang ditetapkan Menteri Keuangan atas jumlah pajak yang kurang dibayar.

Untuk SPT Tahunan, perhitungan sanksi dihitung sejak saat penyampaian SPT berakhir hingga saat tanggal pembayaran. (sap) Cek berita dan artikel yang lain di : DJP Sebut Tak Ada Batas Waktu Pembetulan SPT Tahunan PPh, tapi.

Apakah yang diberikan kepada Wajib Pajak untuk membayar utang pajak dengan menggunakan kelebihan pembayaran pajak disebut?

Seri KUP – Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak Pengembalian kelebihan pembayaran pajak (restitusi) terjadi apabila jumlah kredit pajak atau jumlah pajak yang dibayar lebih besar daripada jumlah pajak yang terutang atau telah dilakukan pembayaran pajak yang tidak seharusnya terutang, dengan catatan Wajib Pajak tidak punya hutang pajak lain.A.

Tata Cara Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak 1. Dalam hal jumlah kredit pajak atau jumlah pajak yang dibayar lebih besar dari pada jumlah pajak yang terutang : a. Wajib Pajak (WP) dapat mengajukan permohonan restitusi ke Direktur Jenderal Pajak melalui Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat WP terdaftar atau berdomisili.b.

Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan pemeriksaan atas permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak, menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) dalam hal: – Pajak Penghasilan, apabila jumlah kredit pajak lebih besar daripada jumlah pajak yang terutang; – Pajak Pertambahan Nilai, apabila jumlah kredit pajak lebih besar daripada jumlah pajak yang terutang.

Jika terdapat pajak yang dipungut oleh Pemungut Pajak Pertambahan Nilai, jumlah pajak yang terutang dihitung dengan cara jumlah Pajak Keluaran dikurangi dengan pajak yang dipungut oleh Pemungut Pajak Pertambahan Nilai tersebut; atau; – Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, apabila jumlah pajak yang dibayar lebih besar daripada jumlah pajak yang terutang.c.

SKPLB diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak paling lama 12 (dua belas) bulan sejak surat permohonan diterima secara lengkap. – Apabila dalam jangka waktu 12 bulan sejak permohonan restitusi, Direktur Jenderal Pajak tidak memberikan keputusan, maka permohonan dianggap dikabulkan, dan SKPLB diterbitkan dalam waktu paling lambat 1 (satu) bulan setelah jangka waktu berakhir.

  • Apabila SKPLB terlambat diterbitkan, kepada Wajib Pajak diberikan imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan dihitung sejak berakhirnya jangka waktu 1 (satu) bulan tersebut sampai dengan saat diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar.2.
  • Dalam hal pembayaran pajak yang seharusnya tidak terhutang: Pajak yang yang seharusnya tidak terutang adalah pajak yang telah dibayar oleh WP yang bukan merupakan objek pajak yang terutang atau kesalahan pemotongan atau pemungutan yang mengakibatkan pajak yang dipotong atau dipungut lebih besar daripada pajak yang seharusnya dipotong atau dipungut berdasarkan ketentuan perundang-undangan perpajakan atau bukan merupakan objek pajak.a.

Wajib Pajak (WP orang pribadi dan badan termasuk orang pribadi yang belum memiliki NPWP) dapat mengajukan permohonan restitusi ke kantor Direktur Jenderal Pajak melalui KPP tempat WP terdaftar atau berdomisili, apabila terjadi kesalahan pembayaran pajak atas pajak yang seharusnya tidak terutang.

  • Surat permohonan harus melampirkan: – Asli bukti pembayaran pajak; – Perhitungan pajak yang seharusnya tidak terutang; dan – Alasan permohonan pengembalian pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang.b.
  • WP yang dipotong atau dipungut (PPh, PPN dan PPnBM) dapat mengajukan permohonan restitusi ke kantor Direktur Jenderal Pajak melalui KPP tempat WP yang dipotong atau yang dipungut terdaftar atau melalui KPP tempat Pengusaha Kena Pajak yang dipungut dikukuhkan dengan catatan PPh dan PPN serta PPnBM yang dipotong atau dipungut belum dikreditkan atau dibiayakan.

Surat permohonan harus melampirkan: – Asli bukti pemotongan/pemungutan pajak; – Perhitungan pajak yang seharusnya tidak terutang; dan – Alasan permohonan pengembalian pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang.c. WP yang melakukan pemotongan atau pemungutan dapat mengajukan permohonan restitusi ke kantor Direktur Jenderal Pajak melalui KPP tempat WP yang melakukan pemotongan atau pemungutan terdaftar atau Pengusaha Kena Pajak yang melakukan pemungutan dikukuhkan, apabila terjadi kesalahan pemotongan atau pemungutan pajak yang dilakukannya dan pihak yang dipotong atau dipungut adalah : – orang pribadi yang belum memiliki NPWP; – subjek pajak luar negeri; atau – terdapat kesalahan penerapan ketentuan oleh pemotong atau pemungutan kecuali WP yang melakukan pemotongan atau pemungutan tidak dapat ditemukan yang disebabkan antara lain karena pembubaran usaha.

Surat permohonan harus melampirkan : – Asli bukti pembayaran pajak; – Perhitungan pajak yang seharusnya tidak terutang; – Alasan permohonan pengembalian pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang; dan d. Surat kuasa dari pihak yang dipotong atau dipungut kepada WP yang melakukan pemotongan atau pemungutan atau Pengusaha Kena Pajak yang melakukan pemungutan.d.

Direktur Jenderal Pajak melakukan penelitian terhadap permohonan pengembalian pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak permohonan WP diterima secara lengkap dan menerbitkan SKPLB bila hasil penelitian tersebut terdapat pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang.

  1. Apabila hasil penelitian tidak terdapat pajak yang seharusnya tidak terutang, maka Direktur Jenderal Pajak harus memberitahu secara tertulis kepada WP.B.
  2. Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak Kepada Wajib Pajak yang Memenuhi Persyaratan Tertentu Wajib Pajak yang memenuhi persyaratan tertentu yang dapat diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak adalah : 1.

Wajib Pajak orang pribadi yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan bebas; 2. Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas dengan jumlah peredaran usaha yang tercantum dalam SPT Tahunan PPh kurang dari Rp1.800.000.000,00 (satu milyar delapan ratus juta rupiah) dan jumlah lebih bayarnya kurang dari Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) atau paling banyak 0,5% (setengah persen) dari jumlah peredaran usaha yang tercantum dalam SPT Tahunan PPh tersebut; 3.

  1. Wajib Pajak badan dengan jumlah peredaran usaha yang tercantum dalam SPT Tahunan PPh paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah) dan jumlah lebih bayarnya kurang dari Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah); atau 4.
  2. Pengusaha Kena Pajak yang menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai dengan jumlah penyerahan untuk suatu Masa Pajak paling banyak Rp 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah) dan jumlah lebih bayarnya paling banyak Rp 28.000.000,00 (dua puluh delapan juta rupiah).

Terhadap permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dari Wajib Pajak yang memenuhi persyaratan tertentu, Kepala KPP melakukan penelitian atas : 1. Kelengkapan SPT dan lampiran-lampirannya; 2. Kebenaran penulisan dan penghitungan pajak; 3. Kebenaran pembayaran pajak yang telah dilakukan oleh WP; dan 4.

Ebenaran alamat yang tercantum dalam SPT tersebut atau dalam SPT perubahan alamat. dan menerbitkan Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak paling lama 3 (tiga) bulan sejak permohonan diterima secara lengkap untuk Pajak Penghasilan dan paling lama 1 (satu) bulan sejak permohonan diterima secara lengkap untuk Pajak Pertambahan Nilai.

Dalam hal hasil penelitian menyatakan tidak lebih bayar, lampiran SPT tidak lengkap, pembayaran pajak tidak benar, atau alamat tidak sesuai dengan yang tercantum dalam SPT atau dengan pemberitahuan perubahan alamat sehingga Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak tidak diterbitkan, maka Kepala KPP harus memberitahu secara tertulis kepada WP.

Apa yang terjadi jika Wajib Pajak tidak memiliki NPWP?

Sumber : http://www.pajak.go.id/content/seri-kup-wajib-pajak-dan-pengusaha-kena-pajak Sesuai dengan ketentuan yang berlaku di bidang perpajakan, Wajib Pajak dan Pengusaha Kena Pajak merupakan pihak yang melaksanakan berbagai kewajiban perpajakan sesuai ketentuan yang berlaku.

Secara umum, Wajib Pajak merupakan pihak yang melaksanakan kewajiban perpajakan untuk seluruh jenis pajak, seperti Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), dan Pajak Lainnya (PL, seperti: Bea Materai), sedangkan Pengusaha Kena Pajak merupakan pihak yang melaksanakan kewajiban perpajakan terkait PPN.A.

Pengertian 1. Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.2.

  1. Wajib Pajak (WP) adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.3.
  2. Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.4.

Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apa pun yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar daerah pabean, melakukan usaha jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar daerah pabean.5.

  • Pengusaha Kena Pajak (PKP) adalah Pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya.6.
  • Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.B.

Pendaftaran Untuk Mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak 1. Berdasarkan sistem self assessment setiap WP yang memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan wajib mendaftarkan diri utuk memiliki NPWP dengan cara : a.Datang langsung ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau melalui Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konnsultasi Pajak (KP2KP) yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kependudukan WP.b.Melalui internet di situs Direktorat Jenderal Pajak ( www.pajak.go.id ) pada aplikasi e-Registration ( ereg.pajak.go.id ).2.

Ewajiban mendaftarkan diri berlaku pula terhadap wanita kawin yang ingin dikenakan pajak secara terpisah dengan suaminya.3. Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu yang mempunyai tempat usaha berbeda dengan tempat tinggal, selain wajib mendaftarkan diri ke KPP yang wilayahnya kerjanya meliputi tempat tinggalnya, juga diwajibkan mendaftarkan diri ke KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat kegiatan usah dilakukan.4.

Wajib Pajak orang pribadi yang tidak menjalankan usahanya atau pekerjaan bebas, bila sampai dengan suatu bulan memperoleh penghasilan yang jumlahnya telah melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) setahun, wajib mendaftarkan diri paling lambat pada akhir bulan berikutnya.5.

  1. WP orang pribadi lainnya yang memerlukan NPWP dapat mengajukan permohonan untuk memperoleh NPWP.C.
  2. Pelaporan Usaha Untuk Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak 1.
  3. Pengusaha yang dikenakan PPN, wajib melaporkan usahanya pada KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Pengusaha dan tempat kegiatan usaha dilakukan untuk dikukuhkan menjadi PKP.2.

Pengusah orang pribadi atau badan yang mempunyai tempat kegiatan usaha berbeda dengan tempat tinggal, wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP ke KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan, juga wajib mendaftarkan diri ke KPP di tempat kegiatan usaha dilakukan.3.

  • Pengusaha kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai PKP wajib mengajukan pernyataan tertulis untuk dikukuhkan sebagai PKP.4.
  • Pengusaha kecil yang tidak memilih untuk dikukuhkan sebagai PKP tetapi sampai dengan suatu masa pajak dalam suatu tahun buku seluruh nilai peredaran bruto telah melampaui batas yang ditentukan sebagai pengusaha kecil, wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP paling lambat akhir masa pajak berikutnya.D.

Tempat Pendaftaran Wajib Pajak Tertentu dan Pelaporan Bagi Pengusaha Tertentu 1. Seluruh WP BUMN (Badan Usah Milik Negara) da WP BUMD (Badan Usaha Milik Daerah) di wilayah DKI Jakarta, di KPP BUMN Jakarta; 2. WP PMA (Penanaman Modal Asing) yang tidak go public, di KPP PMA kecuali yang telah terdaftar di KPP lama dan WP PMA di kawasan berikat dengan permohonan diberikan kemudahan mendaftar di KPP setempat; 3.

  1. WP Badan dan Orang Asing (Badora), di KPP Badora; 4.
  2. WP go public, di KPP Perusahaan Masuk Bursa (Go Public), kecuali WP BUMN/BUMD serta WP PMA yang berkedudukan di kawasan berikat; 5.
  3. WP BUMN diluar Jakarta, di KPP setempat; 6.
  4. Untuk WP BUMN/BUMD, PMA, Badora, Go Public di luar Jakarta, khusus PPh pemotongan/pemungutan dan PPN/PPnBM di tempat kegiatan usaha atau cabang.E.

Fungsi Nomor Pokok Wajib Pajak dan Pengukuhan PKP 1. Fungsi NPWP adalah sebagai berikut : a. Sarana dalam administrasi perpajakan; b. Tanda pengenal diri atau identitas WP dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya; c. Menjaga ketertiban dakam pembayaran pajak dan pengawasan admiinistrasi perpajakan; d.

  • Setiap WP hanya diberikan satu NPWP; 2.
  • Fungsi Pengukuhan PKP adalah sebagai berikut : a.
  • Pengawasan dalam melaksanakan hak dan kewajiban PKP di bidang PPN dan PPnBM.b.
  • Sebagai identitas PKP yang bersangkutan.F.
  • Penerbitan NPWP dan Pengukuhan PKP Secara Jabatan (Sifat Retroaktif) KPP dapat menerbitkan NPWP dan Pengukuhan PKP secara jabatan, apabila WP tidak memenuhi kewajiban mendaftarkan diri untuk memiliki NPWP atau tidak melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP, bila berdasarkan data yang dimiliki Direktorat Jenderal Pajak ternyata WP memenuhi syarat untuk memperoleh NPWP atau PKP.G.

Sanksi Yang Berhubungan Dengan NPWP dan Pengukuhan Sebagai PKP Setiap orang yang dengan sengaja tidak mendaftarkan diri atau menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak NPWP atau Pengukuhan PKP, sehingga dapat merugikan pada pendapatan negara dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling tinggi 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang bayar.

Apa yang menjadi penyebab pajak terutang?

Kapan Utang Pajak Timbul?, Kapan Utang Pajak di Hapus? Posted by on Ada dua ajaran yang menjelaskan timbulnya utang pajak, yaitu:

Ajarin Formil. Utang pajak timbul karena dikeluarkannya surat ketetapan pajak oleh fiskus. Sehingga, ajaran ini diterapkan pada sistem official assessment (official assessment system adalah •Suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak). Ajaran Materiil. Utang pajak timbul karena berlakunya undang-undang. Sehingga, ajaran ini diterapkan pada sistem self assessment (self assessment system adalah suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada wajib pajak untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak)

Hapusnya Utang Pajak

PembayaranKompensasiKedaluwarsaPembebasan dan Penghapusan

: Kapan Utang Pajak Timbul?, Kapan Utang Pajak di Hapus?

Kenapa bisa terjadi pajak terutang?

Pengertian Utang Pajak Sebelum membahas tentang pengertian utang pajak, maka harus lebih dulu mengerti apa yang dimaksud dengan pajak dan apa yang dimaksud dengan utang. Menurut hukum perdata, utang adalah perikatan yang mengandung kewajiban bagi salah satu pihak (baik perorangan maupun badan sebagai subjek hukum) untuk melakukan sesuatu (prestasi) atau untuk tidak melakukan sesuatu yang menjadi hak pihak lainnya.

  • Artinya adalah, bila pihak yang wajib melakukan suatu prestasi tidak melakukan hal itu atau jika pihak yang wajib tidak melakukan sesuatu, maka akan terjadi suatu “contact breuk” sehingga pihak yang dirugikan dapat melakukan penuntutan kepada pihak lain di pengadilan.
  • Secara yuridis dalam hal utang harus ada 2 pihak, yakni pihak kreditor yang mempunyai hak dan debitor yang mempunyai kewajiban.

Kedudukan debitor dan kreditor menurut hukum pajak dan hukum perdata berbeda. Perbedaan antara utang pajak dan utang perdata dapat dilihat dari penyebab timbulnya utang dan sifat utangnya. Sebab timbulnya utang perdata pada umumnya karena adanya perikatan yang dikuasai oleh hukum perdata.

Dalam perikatan maka pihak yang satu berkewajiban memenuhi apa yang menjadi hak dari pihak lain. Perikatan menurut pasal 1233 KUH Perdata bisa dilahirkan baik karena persetujuan maupun karena undang-undang. Perikatan yang timbul dari undang-undang dibedakan dalam dua golongan yaitu : 1. Perikatan yang timbul karena undang-undang saja 2.

Perikatan yang timbul karena undang-undang dan perbuatan manusia. Sedangkan pada umumnya utang pajak timbul karena undang-undang, pemerintah dapat memaksakan pembayaran utang kepada wajib pajak. Negara dan rakyat sama sekali tidak ada perikatan yang mendasari utang tersebut.

Hak dan kewajiban antara Negara dan rakyat nya adalah tidak sama. Menurut pasal 1 angka 8 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa, pengertian utang pajak adalah pajak yang masih harus dibayar termasuk sanksi administrasi berupa bunga, denda, atau kenaikan yang tercantum dalam surat ketetapan pajak atau surat sejenisnya berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Timbulnya Utang Pajak Utang pajak dapat timbul apabila telah adanya peraturan yang mendasarmya dan telah terpenuhinya atau terjadi suatu tatbestand (sasaran pemajakan), yang terdiri dari keadaan-keadaan tertentu dan atau juga peristiwa ataupun perbuatan tertentu.

Ajaran Formil, yaitu utang pajak timbul karena dikeluarkannya Surat Ketetapan Pajak oleh fiskus. Dengan demikian, meskipun syarat adanya tatbestand sudah terpenuhi namun sebelum ada surat ketetapan pajak, maka belum ada utang pajak. Ajaran Materiil, yaitu utang pajak timbul jika ada sesuatu yang menyebabkan (tatbestand) yaitu rangkaian dari perbuatan-perbuatan, keadaan-keadaan, dan peristiwa-peristiwa yang dapat menimbulkan utang pajak adalah sebagai berikut :Perbuatan-perbuatan, misalnya : pengusaha melakukan impor barang Keasaan-keadaan, misalnya : memiliki harta bergerak dan harta tidak bergerakPeristiwa, misalnya : mendapat hadiah undian

Sifat Utang Pajak

Sifatnya memaksa yang bisa dilakukan melalui surat paksa hingga pemberitahuan melaksanakan penyitaan.Dapat pula wajib pajak yang terutang menunjuk orang lain untuk melunasi utang pajak yang dimilikinya.Utang pajak dapat ditagih sekaligus tanpa harus menunggu waktu jatuh tempo.Dapat dilakukan penyanderaan dan pencegahan untuk keluar dari wilayah Indonesia selama 6 bulan dan dapat diperpanjang lagi.Mempunyai hak mendahulu terhadap utang yang lain.

Berakhirnya Utang Pajak

Pembayaran / Pelunasan

Pembayaran / pelunasan pajak dapat dilakukan Wajib Pajak dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) atau dokumen lain yang dipersamakan. Pembayaran atau pelunasan pajak dapat dilakukan di Kantor Kas Negara, Kantor Pos dan Giro, dan Bank Persepsi.Pembayaran pajak hanya dapat dilakukan dengan uang dan bukan dengan bentuk lainnya.2.

Ompensasi Kompensasi dapat dilakukan antara jenis pajak yang berbeda dalam tahun pajak yang sama, misalnya antara kelebihan pembayaran PPh dengan kekurangan pembayaran PPN, ataupun antara jenis pajak yang sama dalam tahun yang berbeda misalnya kelebihan pembayaran PPh tahun lalu dengan kekurangan pembayaran PPh tahun berjalan.3.

Penghapusan Utang Penghapusan Utang pajak dilakukan karena kondisi dari Wajib Pajak yang bersangkutan, misalnya Wajib Pajak dinyatakan bangkrut oleh pihak-pihak yang berwenang. Utang pajak pada prinsipnya dapat dihapuskan karena tidak dapat atau tidak mungkin ditagih lagi dengan beberapa alasan seperti yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 73/PMK.03/2012, yaitu : a.

Wajib Pajak orang pribadi meninggal dunia dengan tidak meninggalkan warisan dan tidak mempunyai ahli waris atau ahli waris tidak dapat ditemukan; atau b. Wajib Pajak tidak mempunyai harta kekayaan.4. Daluwarsa Daluwarsa Utang pajak terjadi karena terlampaunya waktu penetapan pajak (penertiban surat ketetapan pajak) maupun karena lampaunya waktu proses penagihan pajak.

Daluwarsa dimaksudkan untuk memberikan kepastian hukum baik bagi Wajib Pajak maupun fiskus maka diberikan kebebasan batas ADLN – Perpustakaan Universitas Airlangga SKRIPSI Utang Pajak Sebagai Dasar Permohonan Pailit Moch. Fasluki Ikhsanuddin 23 waktu tertentu untuk penagihan pajak.

Mengapa ada pajak terutang?

Saat Terutang – Sederhananya, Pajak Terutang ini timbul ketika adanya suatu transaksi perpajakan yang dilakukan, apakah itu pemungutan/pemotongan/pembayaran Pajak Penghasilan maupun Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. Ilustrasi penghitungan pajak terutang

Kemana wajib pajak menyetor pajak?

Penggunaan Surat Setoran Pajak dalam Pembayaran dan Penyetoran Pajak | Registered Tax Consultant Bagaimana Cara Melunasi Pajak Yang Masih Terutang Wajib Pajak membayar atau menyetor pajak yang terutang dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) ke kas negara melalui tempat pembayaran yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. Pemerintah mengatur lebih lanjut ketentuan ini dalam PMK Nomor 242/PMK.03/2014 stdd PMK Nomor 18/PMK.03/2021.

Berdasarkan Pasal 1 Nomor 26 ketentuan tersebut, Surat Setoran Pajak (SSP) adalah bukti pembayaran dan penyetoran pajak yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas negara melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan. Sedangkan, Surat Setoran Pabean, Cukai, dan Pajak dalam rangka impor (SSPCP) didefinisikan sebagai surat setoran atas penerimaan negara dalam rangka impor berupa bea masuk, denda administrasi, penerimaan pabean lainnya, cukai, penerimaan cukai lainnya, jasa pekerjaan, bunga dan PPh Pasal 22 Impor, PPN Impor, serta PPnBM Impor.

PEMBAYARAN DAN PENYETORAN PAJAK Pembayaran dan penyetoran pajak dilakukan dalam mata uang Rupiah ke Kas Negara melalui:

  • Layanan pada loket/ teller ( over the counter ); dan/atau
  • Layanan dengan menggunakan sistem elektronik lainnya

pada Bank Persepsi/Pos Persepsi / Bank Devisa/ Bank Persepsi Mata Uang Asing bagi Wajib Pajak yang membayar dan menyetor menggunakan mata uang Dollar Amerika Serikat (diberikan kepada Wajib Pajak yang telah menyampaikan pemberitahuan secara tertulis atau telah mendapatkan izin menyelenggarakan pembukuan dalam Bahasa Inggris dan mata uang Dollar Amerika Serikat).

  1. BPN atas pembayaran dan penyetoran pajak melalui sistem pembayaran pajak secara elektronik atau dengan datang langsung ke Bank Persepsi;
  2. Surat Setoran Pabean, Cukai, dan Pajak (SSPCP) atas pembayaran dan penyetoran PPh Pasal 22, PPN impor, dan PPnBM impor serta PPN Hasil Tembakau Buatan Dalam Negeri;
  3. Bukti Pemindahbukuan (Pbk) atas pembayaran dan penyetoran pajak melalui pemindahbukuan; atau
  4. Bukti penerimaan pajak lainnya sesuai dengan ketentuan perundang – undangan.

Surat Setoran Pajak (SSP) atau sarana administrasi lain dinyatakan sah apabila telah divalidasi dengan NTPN, Di sisi lain, Bukti Pbk dinyatakan sah apabila telah ditandatangani oleh Pejabat yang berwenang untuk menerbitkan Bukti Pbk. Lebih lanjut, SSP dapat digunakan sebagai bukti pembayaran pajak apabila telah disahkan oleh Pejabat kantor penerima pembayaran yang berwenang atau apabila telah mendapatkan validasi.

  • Lembar 1 untuk disampaikan kepada Bank/ Pos Persepsi atau Lembaga Persepsi Lainnya
  • Lembar 2 untuk arsip Wajib Pajak

Satu formulir SSP hanya dapat digunakan untuk pembayaran satu jenis pajak, dalam satu Masa Pajak atau Tahun Pajak atau bagian Tahun Pajak, dan satu surat ketetapan pajak, STP, Surat Ketetapan PBB atau Surat Tagihan PBB atau surat keputusan atau putusan atas upaya hukum yang mengakibatkan jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambah, dengan menggunakan satu kode akun pajak dan satu kode jenis setoran. Bagaimana Cara Melunasi Pajak Yang Masih Terutang TATA CARA PENGISIAN SSP Bagaimana Cara Melunasi Pajak Yang Masih Terutang Bagaimana Cara Melunasi Pajak Yang Masih Terutang,,,, : Penggunaan Surat Setoran Pajak dalam Pembayaran dan Penyetoran Pajak | Registered Tax Consultant

Bagaimana pajak PPh Pasal 23 saat terutang penyetoran dan pelaporan jelaskan?

Sumber : http://www.pajak.go.id/content/seri-pph-pajak-penghasilan-pasal-23 Pengertian Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 adalah pajak yang dipotong atas penghasilan yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau hadiah dan penghargaan, selain yang telah dipotong PPh Pasal 21. Pemotong dan Penerima Penghasilan yang Dipotong PPh Pasal 23

Pemotong PPh Pasal 23:

badan pemerintah; Subjek Pajak badan dalam negeri; penyelenggaraan kegiatan; bentuk usaha tetap (BUT); perwakilan perusahaan luar negeri lainnya; Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri tertentu, yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak.

Penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 23:

WP dalam negeri; BUT

Tarif dan Objek PPh Pasal 23

15% dari jumlah bruto atas:

dividen kecuali pembagian dividen kepada orang pribadi dikenakan final, bunga, dan royalti; hadiah dan penghargaan selain yang telah dipotong PPh pasal 21.

2% dari jumlah bruto atas sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta kecuali sewa tanah dan/atau bangunan. 2% dari jumlah bruto atas imbalan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi dan jasa konsultan. 2% dari jumlah bruto atas imbalan jasa lainnya, yaitu:

Jasa penilai; Jasa Aktuaris; Jasa akuntansi, pembukuan, dan atestasi laporan keuangan; Jasa perancang; Jasa pengeboran di bidang migas kecuali yang dilakukan oleh BUT; Jasa penunjang di bidang penambangan migas; Jasa penambangan dan jasa penunjang di bidang penambangan selain migas; Jasa penunjang di bidang penerbangan dan bandar udara; Jasa penebangan hutan Jasa pengolahan limbah Jasa penyedia tenaga kerja Jasa perantara dan/atau keagenan; Jasa di bidang perdagangan surat-surat berharga, kecuali yang dilakukan KSEI dan KPEI; Jasa kustodian/penyimpanan-/penitipan, kecuali yang dilakukan oleh KSEI; Jasa pengisian suara (dubbing) dan/atau sulih suara; Jasa mixing film; Jasa sehubungan dengan software komputer, termasuk perawatan, pemeliharaan dan perbaikan; Jasa instalasi/pemasangan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC, dan/atau TV kabel, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi Jasa perawatan / pemeliharaan / pemeliharaan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC, dan/atau TV kabel, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi Jasa maklon Jasa penyelidikan dan keamanan; Jasa penyelenggara kegiatan atau event organizer; Jasa pengepakan; Jasa penyediaan tempat dan/atau waktu dalam media massa, media luar ruang atau media lain untuk penyampaian informasi; Jasa pembasmian hama; Jasa kebersihan atau cleaning service; Jasa katering atau tata boga.

Untuk yang tidak ber-NPWP dipotong 100% ebih tinggi dari tarif PPh Pasal 23 Yang dimaksud dengan jumlah bruto adalah seluruh jumlah penghasilan yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, tidak termasuk:

Pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang diabayarkan oleh WP penyedia tenaga kerja kepada tenaga kerja yang melakukan pekerjaan, berdasarkan kontrak dengan pengguna jasa; Pembayaran atas pengadaan/pembelian barang atau material (dibuktikan dengan faktur pembelian); Pembayaran kepada pihak kedua (sebagai perantara) untuk selanjutnya dibayarkan kepada pihak ketiga(dibuktikan dengan faktur tagihan pihak ketiga disertai dengan perjanjian tertulis); Pembayaran penggantian biaya (reimbursement) yaitu penggantian pembayaran sebesar jumlah yang nyata-nyata telah dibayarkan oleh pihak kedua kepada pihak ketiga (dibuktikan dengan faktur tagihan atau bukti pembayaran yang telah dibayarkan kepada pihak ketiga).

Jumlah bruto tersebut tidak berlaku:

Atas penghasilan yang dibayarkan sehubungan dengan jasa katering; Dalam hal penghasilan yang dibayarkan sehubungan dengan jasa, telah dikenakan pajak yang bersifat final;

Penghitungan PPh Pasal 23 terutang menggunakan jumlah bruto tidak termasuk PPN Dikecualikan dari Pemotongan PPh Pasal 23:

Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada bank; Sewa yang dibayar atau terutang sehubungan dengan sewa guna usaha dengan hak opsi; Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai WP dalam negeri, koperasi, BUMN/BUMD, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat:

dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; bagi perseroan terbatas, BUMN/BUMD, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% ( dua puluh lima persen) dari jumlah modal yang disetor; Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma dan kongsi termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif; SHU koperasi yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya; Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada badan usaha atas jasa keuangan yang berfungsi sebagai penyalur pinjaman dan/atau pembiayaan.

Saat Terutang, Penyetoran, dan Pelaporan PPh Pasal 23

PPh Pasal 23 terutang pada akhir bulan dilakukannya pembayaran, disediakan untuk dibayar, atau telah jatuh tempo pembayarannya, tergantung peristiwa yang terjadi terlebih dahulu. PPh Pasal 23 disetor oleh Pemotong Pajak paling lambat tanggal sepuluh bulan takwim berikutnya setelah bulan saat terutang pajak. SPT Masa disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak setempat, paling lambat 20 hari setelah Masa Pajak berakhir.

Dalam hal jatuh tempo penyetoran atau batas akhir pelaporan PPh Pasal 23 bertepatan dengan hari libur termasuk hari sabtu atau hari libur nasional, penyetoran atau pelaporan dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya. Bukti Pemotong PPh Pasal 23 Pemotong Pajak harus memberikan Bukti Pemotongan PPh Pasal 23 kepada Wajib Pajak Orang Pribadi atau badan yang telah dipotong PPh Pasal 23.

Apa saja yang menyebabkan timbulnya pajak terutang?

Kapan Utang Pajak Timbul?, Kapan Utang Pajak di Hapus? Posted by on Ada dua ajaran yang menjelaskan timbulnya utang pajak, yaitu:

Ajarin Formil. Utang pajak timbul karena dikeluarkannya surat ketetapan pajak oleh fiskus. Sehingga, ajaran ini diterapkan pada sistem official assessment (official assessment system adalah •Suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak). Ajaran Materiil. Utang pajak timbul karena berlakunya undang-undang. Sehingga, ajaran ini diterapkan pada sistem self assessment (self assessment system adalah suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada wajib pajak untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak)

Hapusnya Utang Pajak

PembayaranKompensasiKedaluwarsaPembebasan dan Penghapusan

: Kapan Utang Pajak Timbul?, Kapan Utang Pajak di Hapus?