Cara Menghitung Pajak Warisan Yang Belum Terbagi?
Cara Menghitung Pajak Warisan Tanah Yang Belum Terbagi. Bphtb waris adalah pengenaan pajak kepada para ahli waris, sehubungan dengan peralihan hak atas tanah dan bangunan dari pewaris kepada ahli. Dimana npoptkp warisan adalah nilai perolehan objek pajak tidak kena. Bphtb apabila dikenakan kewajiban membayar pajak.
Contents
- 1 Bagaimana konsep pajak dari warisan yang belum terbagi?
- 2 Apakah warisan yang belum terbagi termasuk subjek pajak?
- 3 Apakah turun waris kena bphtb?
- 4 Jika wajib pajak meninggal Maka apakah terhadap tunggakan pajak tersebut dapat dialihkan kepada ahli waris?
- 5 Berapa biaya balik nama sertifikat ke ahli waris?
- 6 Subjek pajak dalam negeri untuk warisan yang belum dibagi kapan dimulai?
- 7 Mengapa warisan belum terbagi timbul dan kapan berakhirnya Sebagai subjek pajak?
- 8 3 kapan kewajiban pajak subjektif untuk warisan berakhir?
Bagaimana konsep pajak dari warisan yang belum terbagi?
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN
1. Peraturan perundang-undangan perpajakan yang mengatur tentang Pajak Penghasilan yang berlaku sejak 1 Januari 1984 adalah Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1994. Undang-undang Pajak Penghasilan ini dilandasi falsafah Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 yang didalamnya tertuang ketentuan yang menjunjung tinggi hak warga negara dan menempatkan kewajiban perpajakan sebagai kewajiban kenegaraan dan merupakan sarana peran serta rakyat dalam pembiayaan negara dan pembangunan nasional. 2. Dengan pesatnya perkembangan sosial ekonomi sebagai hasil pembangunan nasional dan globalisasi serta reformasi di berbagai bidang, dan setelah mengevaluasi perkembangan pelaksanaan undang-undang perpajakan selama lima tahun terakhir, khususnya Undang-undang Pajak Penghasilan, maka dipandang perlu untuk dilakukan perubahan undang-undang tersebut guna meningkatkan fungsi dan peranannya dalam rangka mendukung kebijakan pembangunan nasional khususnya di bidang ekonomi. 3. Perubahan Undang-undang Pajak Penghasilan dimaksud tetap berpegang pada prinsip-prinsip perpajakan yang dianut secara universal yaitu keadilan, kemudahan/efisiensi administrasi dan produktivitas penerimaan negara dan tetap mempertahankan sistem self assessment, Oleh karena itu, arah dan tujuan penyempurnaan Undang-undang Pajak Penghasilan ini adalah sebagai berikut : a. Lebih meningkatkan keadilan pengenaan pajak; b. Lebih memberikan kemudahan kepada Wajib Pajak; c. Menunjang kebijaksanaan pemerintah dalam rangka meningkatkan investasi langsung di Indonesia baik penanaman modal asing maupun penanaman modal dalam negeri di bidang-bidang usaha tertentu dan daerah-daerah tertentu yang mendapat prioritas. 4. Dengan berlandaskan pada arah dan tujuan penyempurnaan tersebut, perlu dilakukan perubahan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1994, meliputi pokok-pokok sebagai berikut : a. Dalam rangka meningkatkan keadilan pengenaan pajak maka dilakukan perluasan subjek dan objek pajak dalam hal-hal tertentu dan pembatasan pengecualian atau pembebasan pajak dalam hal lainnya. Struktur tarif pajak yang berlaku juga perlu diubah dan dibedakan untuk Wajib Pajak Orang Pribadi dan untuk Wajib Pajak Badan, guna memberikan beban pajak yang lebih proporsional bagi masing-masing golongan Wajib Pajak, disamping mempertahankan tingkat daya saing dengan negara-negara tetangga di kawasan ASEAN. b. Untuk lebih memberikan kemudahan kepada Wajib Pajak, sistem self assessment tetap dipertahankan namun dengan penerapan yang terus menerus diperbaiki. Perbaikan terutama dilakukan pada sistem dan tatacara pembayaran pajak dalam tahun berjalan agar tidak mengganggu likuiditas Wajib Pajak yang menjalankan usaha. Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas perlu didorong untuk melaksanakan kewajiban pembukuan dengan tertib dan taat asas, namun untuk membantu dan membina para Wajib Pajak pengusaha dengan jumlah peredaran tertentu, masih diperkenankan penggunaan norma penghitungan penghasilan neto dengan syarat wajib menyelenggarakan pencatatan. c. Dalam rangka mendorong investasi langsung di Indonesia baik penanaman modal asing maupun penanaman modal dalam negeri dan sejalan dengan kesepakatan ASEAN yang dideklarasikan di Hanoi pada tahun 1999, diatur kembali bentuk-bentuk insentif Pajak Penghasilan yang dapat diberikan. Pasal I Angka 1 Pasal 2 Ayat (1) Pengertian Subjek Pajak meliputi orang pribadi, warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, badan, dan bentuk usaha tetap. Hruruf a. Orang pribadi sebagai Subjek Pajak dapat bertempat tinggal atau berada di Indonesia ataupun di luar Indonesia. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan merupakan Subjek Pajak pengganti, menggantikan mereka yang berhak yaitu ahli waris. Penunjukan warisan yang belum terbagi sebagai Subjek Pajak pengganti dimaksudkan agar pengenaan pajak atas penghasilan yang berasal dari warisan tersebut tetap dapat dilaksanakan. Huruf b Sebagaimana diatur dalam Undang-undang tentang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan, pengertian Badan adalah sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi yang sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap dan bentuk badan lainnya termasuk reksadana. Dalam Undang-undang ini (lihat huruf c berikut), bentuk usaha tetap ditentukan sebagai Subjek Pajak tersendiri, terpisah dari badan. Oleh karena itu, walaupun perlakuan perpajakannya dipersamakan dengan Subjek Pajak badan, untuk pengenaan Pajak Penghasilan, bentuk usaha tetap mempunyai eksistensinya sendiri dan tidak termasuk dalam pengertian badan.Badan Usaha Milik Negara dan Daerah merupakan Subjek Pajak tanpa memperhatikan nama dan bentuknya, sehingga setiap unit tertentu dari badan Pemerintah, misalnya lembaga, badan, dan sebagainya yang dimiliki oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan untuk memperoleh penghasilan merupakan Subjek Pajak. Unit tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria berikut tidak termasuk sebagai Subjek Pajak, yaitu: 1) dibentuk berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku; 2) dibiayai dengan dana yang bersumber dari APBN atau APBD; 3) penerimaan lembaga tersebut dimasukkan dalam anggaran Pemerintah Pusat atau Daerah; dan 4) pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara. Sebagai Subjek Pajak, perusahaan reksadana baik yang berbentuk perseroan terbatas maupun bentuk lainnya termasuk dalam pengertian badan. Dalam pengertian perkumpulan termasuk pula asosiasi, persatuan, perhimpunan, atau ikatan dari pihak-pihak yang mempunyai kepentingan yang sama. Huruf c Lihat ketentuan dalam ayat (5) dan penjelasannya, Ayat (2) Subjek Pajak dibedakan antara Subjek Pajak dalam negeri dan Subjek Pajak luar negeri. Subjek Pajak dalam negeri menjadi Wajib Pajak apabila telah menerima atau memperoleh penghasilan yang besarnya melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak, sedangkan Subjek Pajak luar negeri sekaligus menjadi Wajib Pajak, sehubungan dengan penghasilan yang diterima dari sumber penghasilan di Indonesia atau diperoleh melalui bentuk usaha tetap di Indonesia. Dengan perkataan lain Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang telah memenuhi kewajiban subjektif dan objektif. Sehubungan dengan pemilikan NPWP, Wajib Pajak orang pribadi yang menerima penghasilan di bawah PTKP tidak perlu mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP, Perbedaan yang penting antara Wajib Pajak dalam negeri dan Wajib Pajak luar negeri terletak dalam pemenuhan kewajiban pajaknya, antara lain: a. Wajib Pajak dalam negeri dikenakan pajak atas penghasilan baik yang diterima atau diperoleh dari Indonesia dan dari luar Indonesia, sedangkan Wajib Pajak luar negeri dikenakan pajak hanya atas penghasilan yang berasal dari sumber penghasilan di Indonesia. b. Wajib Pajak dalam negeri dikenakan pajak berdasarkan penghasilan neto dengan tarif umum, sedangkan Wajib Pajak luar negeri dikenakan pajak berdasarkan penghasilan bruto dengan tarif pajak sepadan. c. Wajib Pajak dalam negeri wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan sebagai sarana untuk menetapkan pajak yang terutang dalam suatu tahun pajak, sedangkan Wajib Pajak luar negeri tidak wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan, karena kewajiban pajaknya dipenuhi melalui pemotongan pajak yang bersifat final. Bagi Wajib Pajak luar negeri yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia, pemenuhan kewajiban perpajakannya dipersamakan dengan pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak dalam negeri sebagaimana diatur dalam Undang-undang ini dan Undang-undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Ayat (3) Huruf a Pada prinsipnya orang pribadi yang menjadi Subjek Pajak dalam negeri adalah orang pribadi yang bertempat tinggal atau berada di Indonesia. Termasuk dalam pengertian orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia adalah mereka yang mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia. Apakah seseorang mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia ditimbang menurut keadaan. Keberadaan orang pribadi di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari tidaklah harus berturut-turut, tetapi ditentukan oleh jumlah hari orang tersebut berada di Indonesia dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan sejak kedatangannya di Indonesia. Huruf b Cukup jelas Huruf c Warisan yang belum terbagi yang ditinggalkan oleh orang pribadi Subjek Pajak dalam negeri dianggap sebagai Subjek Pajak dalam negeri dalam pengertian Undang-undang ini mengikuti status pewaris. Adapun untuk pelaksanaan pemenuhan kewajiban perpajakannya, warisan tersebut menggantikan kewajiban ahli waris yang berhak. Apabila warisan tersebut telah dibagi, maka kewajiban perpajakannya beralih kepada ahli waris. Warisan yang belum terbagi yang ditinggalkan oleh orang pribadi sebagai Subjek Pajak luar negeri yang tidak menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui suatu bentuk usaha tetap di Indonesia, tidak dianggap sebagai Subjek Pajak pengganti karena pengenaan pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi dimaksud melekat pada objeknya. Ayat (4) Huruf a dan huruf b Subjek Pajak luar negeri adalah orang pribadi atau badan yang bertempat tinggal atau bertempat kedudukan di luar Indonesia yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia, baik melalui ataupun tanpa melalui bentuk usaha tetap. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, tetapi berada di Indonesia kurang dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, maka orang tersebut adalah Subjek Pajak luar negeri. Apabila penghasilan diterima atau diperoleh melalui bentuk usaha tetap, maka terhadap orang pribadi atau badan tersebut dikenakan pajak melalui bentuk usaha tetap, dan orang pribadi atau badan tersebut statusnya tetap sebagai Subjek Pajak luar negeri. Dengan demikian bentuk usaha tetap tersebut menggantikan orang pribadi atau badan sebagai Subjek Pajak luar negeri dalam memenuhi kewajiban perpajakannya di Indonesia. Dalam hal penghasilan tersebut diterima atau diperoleh tanpa melalui bentuk usaha tetap, maka pengenaan pajaknya dilakukan langsung kepada Subjek Pajak luar negeri tersebut. Ayat (5) Suatu bentuk usaha tetap mengandung pengertian adanya suatu tempat usaha (place of business) yaitu fasilitas yang dapat berupa tanah dan gedung termasuk juga mesin-mesin dan peralatan. Tempat usaha tersebut bersifat permanen dan digunakan untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan dari orang pribadi yang tidak bertempat tinggal atau badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia. Pengertian bentuk usaha tetap mencakup pula orang pribadi atau badan selaku agen yang kedudukannya tidak bebas yang bertindak untuk dan atas nama orang pribadi atau badan yang tidak bertempat tinggal atau tidak bertempat kedudukan di Indonesia. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal atau badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia tidak dapat dianggap mempunyai bentuk usaha tetap di Indonesia apabila orang pribadi atau badan dalam menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia menggunakan agen, broker atau perantara yang mempunyai kedudukan bebas, asalkan agen atau perantara tersebut dalam kenyataannya bertindak sepenuhnya dalam rangka menjalankan perusahaannya sendiri. Perusahaan asuransi yang didirikan dan bertempat kedudukan di luar Indonesia dianggap mempunyai bentuk usaha tetap di Indonesia apabila perusahaan asuransi tersebut menerima pembayaran premi asuransi di Indonesia atau menanggung risiko di Indonesia melalui pegawai, perwakilan atau agennya di Indonesia. Menanggung risiko di Indonesia tidak berarti bahwa peristiwa yang mengakibatkan risiko tersebut terjadi di Indonesia. Yang perlu diperhatikan adalah bahwa pihak tertanggung bertempat tinggal, berada atau bertempat kedudukan di Indonesia. Ayat (6) Penentuan tempat tinggal orang pribadi atau tempat kedudukan badan penting untuk menetapkan Kantor Pelayanan Pajak mana yang mempunyai yurisdiksi pemajakan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan tersebut. Pada dasarnya tempat tinggal orang pribadi atau tempat kedudukan badan ditentukan menurut keadaan yang sebenarnya. Dengan demikian penentuan tempat tinggal atau tempat kedudukan tidak hanya didasarkan pada pertimbangan yang bersifat formal, tetapi lebih didasarkan pada kenyataan. Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan oleh Direktur Jenderal Pajak dalam menentukan tempat tinggal seseorang atau tempat kedudukan badan tersebut antara lain domisili, alamat tempat tinggal, tempat tinggal keluarga, tempat menjalankan usaha pokok atau hal-hal lain yang perlu dipertimbangkan untuk memudahkan pelaksanaan pemenuhan kewajiban pajak. Angka 2 Pasal 3 Huruf a dan huruf b Sesuai dengan kelaziman internasional, badan perwakilan negara asing beserta pejabat-pejabat perwakilan diplomatik, konsulat dan pejabat-pejabat lainnya, dikecualikan sebagai Subjek Pajak di tempat mereka mewakili negaranya. Pengecualian sebagai Subjek Pajak bagi pejabat-pejabat tersebut tidak berlaku apabila mereka memperoleh penghasilan lain di luar jabatannya atau mereka adalah Warga Negara Indonesia. Dengan demikian apabila pejabat perwakilan suatu negara asing memperoleh penghasilan lain di Indonesia di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut, maka ia termasuk Subjek Pajak yang dapat dikenakan pajak atas penghasilan lain tersebut. Huruf c Cukup jelas Huruf d Cukup jelas Angka 3 Pasal 4 Ayat (1) Undang-undang ini menganut prinsip pemajakan atas penghasilan dalam pengertian yang luas, yaitu bahwa pajak dikenakan atas setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dari manapun asalnya yang dapat dipergunakan untuk konsumsi atau menambah kekayaan Wajib Pajak tersebut. Pengertian penghasilan dalam Undang-undang ini tidak memperhatikan adanya penghasilan dari sumber tertentu, tetapi pada adanya tambahan kemampuan ekonomis. Tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak merupakan ukuran terbaik mengenai kemampuan Wajib Pajak tersebut untuk ikut bersama-sama memikul biaya yang diperlukan pemerintah untuk kegiatan rutin dan pembangunan. Dilihat dari mengalirnya tambahan kemampuan ekonomis kepada Wajib Pajak, penghasilan dapat dikelompokkan menjadi: – penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja dan pekerjaan bebas seperti gaji, honorarium, penghasilan dari praktek dokter, notaris, aktuaris, akuntan, pengacara, dan sebagainya; – penghasilan dari usaha dan kegiatan; – penghasilan dari modal, yang berupa harta gerak ataupun harta tak gerak seperti bunga, dividen, royalti, sewa, keuntungan penjualan harta atau hak yang tidak dipergunakan untuk usaha, dan lain sebagainya; – penghasilan lain-lain, seperti pembebasan utang, hadiah, dan lain sebagainya. Dilihat dari penggunaannya, penghasilan dapat dipakai untuk konsumsi dan dapat pula ditabung untuk menambah kekayaan Wajib Pajak. Karena Undang-undang ini menganut pengertian penghasilan yang luas maka semua jenis penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam suatu tahun pajak digabungkan untuk mendapatkan dasar pengenaan pajak. Dengan demikian, apabila dalam satu tahun pajak suatu usaha atau kegiatan menderita kerugian, maka kerugian tersebut dikompensasikan dengan penghasilan lainnya (kompensasi horisontal), kecuali kerugian yang diderita di luar negeri. Namun demikian, apabila suatu jenis penghasilan dikenakan pajak dengan tarif yang bersifat final atau dikecualikan dari Objek Pajak, maka penghasilan tersebut tidak boleh digabungkan dengan penghasilan lain yang dikenakan tarif umum. Contoh-contoh penghasilan yang disebut dalam ketentuan ini dimaksudkan untuk memperjelas pengertian tentang penghasilan yang luas yang tidak terbatas pada contoh-contoh dimaksud. Huruf a Semua pembayaran atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan, seperti upah, gaji, premi asuransi jiwa, dan asuransi kesehatan yang dibayar oleh pemberi kerja, atau imbalan dalam bentuk lainnya adalah Objek Pajak. Pengertian imbalan dalam bentuk lainnya termasuk imbalan dalam bentuk natura yang pada hakekatnya merupakan penghasilan. Huruf b Dalam pengertian hadiah termasuk hadiah dari undian, pekerjaan, dan kegiatan seperti hadiah undian tabungan, hadiah dari pertandingan olahraga dan lain sebagainya. Yang dimaksud dengan penghargaan adalah imbalan yang diberikan sehubungan dengan kegiatan tertentu, misalnya imbalan yang diterima sehubungan dengan penemuan benda-benda purbakala. Huruf c Cukup jelas Huruf d Apabila Wajib Pajak menjual harta dengan harga yang lebih tinggi dari nilai sisa buku atau lebih tinggi dari harga atau nilai perolehan, maka selisih harga tersebut merupakan keuntungan. Dalam hal penjualan harta tersebut terjadi antara badan usaha dengan pemegang sahamnya, maka harga jual yang dipakai sebagai dasar untuk penghitungan keuntungan dari penjualan tersebut adalah harga pasar. Misalnya PT S memiliki sebuah mobil yang digunakan dalam kegiatan usahanya dengan nilai sisa buku sebesar Rp 40.000.000,00 (empat puluh juta rupiah). Mobil tersebut dijual dengan harga Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah). Dengan demikian keuntungan PT S yang diperoleh karena penjualan mobil tersebut adalah Rp 20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah). Apabila mobil tersebut dijual kepada salah seorang pemegang sahamnya dengan harga Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah), maka nilai jual mobil tersebut tetap dihitung berdasarkan harga pasar sebesar Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah). Selisih sebesar Rp 20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah) merupakan keuntungan bagi PT S. dan bagi pemegang saham yang membeli mobil tersebut selisih sebesar Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) merupakan penghasilan. Apabila suatu badan dilikuidasi, keuntungan dari penjualan harta, yaitu selisih antara harga jual berdasarkan harga pasar dengan nilai sisa buku harta tersebut, merupakan Objek Pajak. Demikian juga selisih lebih antara harga pasar dengan nilai sisa buku dalam hal terjadi penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, dan pengambilalihan usaha merupakan penghasilan. Dalam hal terjadi pengalihan harta sebagai pengganti saham atau penyertaan modal, maka keuntungan berupa selisih antara harga pasar dari harta yang diserahkan dengan nilai bukunya merupakan penghasilan. Keuntungan berupa selisih antara harga pasar dengan nilai perolehan atau nilai sisa buku atas pengalihan harta berupa hibah, bantuan atau sumbangan dianggap sebagai penghasilan bagi pihak yang mengalihkan, kecuali harta tersebut dialihkan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, serta badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial termasuk yayasan atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungannya dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan. Huruf e Pengembalian pajak yang telah dibebankan sebagai biaya pada saat menghitung Penghasilan Kena Pajak, merupakan Objek Pajak. Sebagai contoh, Pajak Bumi dan Bangunan yang sudah dibayar dan dibebankan sebagai biaya, yang karena sesuatu sebab dikembalikan, maka jumlah sebesar pengembalian tersebut merupakan penghasilan. Huruf f Dalam pengertian bunga termasuk pula premium, diskonto dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang. Premium terjadi apabila misalnya surat obligasi dijual di atas nilai nominalnya sedangkan diskonto terjadi apabila surat obligasi dibeli di bawah nilai nominalnya. Premium tersebut merupakan penghasilan bagi yang menerbitkan obligasi dan diskonto merupakan penghasilan bagi yang membeli obligasi. Huruf g Dividen merupakan bagian laba yang diperoleh pemegang saham atau pemegang polis asuransi atau pembagian sisa hasil usaha koperasi yang diperoleh anggota koperasi. Termasuk dalam pengertian dividen adalah: 1) pembagian laba baik secara langsung ataupun tidak langsung, dengan nama dan dalam bentuk apapun; 2) pembayaran kembali karena likuidasi yang melebihi jumlah modal yang disetor; 3) pemberian saham bonus yang dilakukan tanpa penyetoran termasuk saham bonus yang berasal dari kapitalisasi agio saham; 4) pembagian laba dalam bentuk saham; 5) pencatatan tambahan modal yang dilakukan tanpa penyetoran; 6) jumlah yang melebihi jumlah setoran sahamnya yang diterima atau diperoleh pemegang saham karena pembelian kembali saham-saham oleh perseroan yang bersangkutan; 7) pembayaran kembali seluruhnya atau sebagian dari modal yang disetorkan, jika dalam tahun-tahun yang lampau diperoleh keuntungan, kecuali jika pembayaran kembali itu adalah akibat dari pengecilan modal dasar (statuter) yang dilakukan secara sah; 8) pembayaran sehubungan dengan tanda-tanda laba, termasuk yang diterima sebagai penebusan tanda-tanda laba tersebut; 9) bagian laba sehubungan dengan pemilikan obligasi; 10) bagian laba yang diterima oleh pemegang polis; 11) pembagian berupa sisa hasil usaha kepada anggota koperasi; 12) pengeluaran perusahaan untuk keperluan pribadi pemegang saham yang dibebankan sebagai biaya perusahaan. Dalam praktek sering dijumpai pembagian atau pembayaran dividen secara terselubung, misalnya dalam hal pemegang saham yang telah menyetor penuh modalnya dan memberikan pinjaman kepada perseroan dengan imbalan bunga yang melebihi kewajaran. Apabila terjadi hal yang demikian maka selisih lebih antara bunga yang dibayarkan dengan tingkat bunga yang berlaku di pasar, diperlakukan sebagai dividen. Bagian bunga yang diperlakukan sebagai dividen tersebut tidak boleh dibebankan sebagai biaya oleh perseroan yang bersangkutan.Apakah warisan yang belum terbagi termasuk subjek pajak?
Kesimpulan : – Pada dasarnya warisan dikecualikan dari objek pajak. Namun, dapat dikenakan apabila pihak ahli waris diwajibkan memiliki Surat Keterangan Bebas Pajak Penghasilan (SKB PPh), yang hanya diberikan apabila objek warisan telah dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh pewaris.
Apakah wajib pajak warisan belum terbagi Ini harus memiliki NPWP sendiri?
Persyaratan NPWP Wajib Pajak Orang Pribadi – Wajib Pajak orang pribadi baik yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas maupun yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas, persyaratan yang harus disiapkan yaitu:
- bagi Warga Negara Indonesia, yaitu fotokopi KTP; atau
- bagi Warga Negara Asing, yaitu: fotokopi paspor; dan fotokopi Kartu Izin Tinggal Sementara (KITAS) atau Kartu Izin Tinggal Tetap (KITAP).
Ya, cukup nomor KTP sebenarnya. Sistem registrasi akan melakukan validasi data ke database kependudukan. Untuk keseragaman, NIK (nomor KTP) yang sama akan muncul nama sesuai dengan KTP. Atau nama di NPWP akan sama dengan nama di KTP. Wajib Pajak wanita kawin yang dikenai pajak secara terpisah karena menghendaki secara tertulis berdasarkan perjanjian pemisahan penghasilan dan harta atau memilih melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakannya terpisah dari suaminya, persyaratan yang diperlukan berupa:
- fotokopi KTP;
- fotokopi Kartu NPWP suami, dalam hal suami merupakan Warga Negara Indonesia, atau fotokopi paspor, dalam hal suami merupakan subjek pajak luar negeri;
- fotokopi kartu keluarga, akta perkawinan, atau dokumen sejenisnya; dan
- fotokopi surat perjanjian pemisahan penghasilan dan harta, atau surat pernyataan menghendaki melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakan terpisah dari hak dan kewajiban perpajakan suami.
Dalam hal Wajib Pajak orang pribadi meninggal dunia, dan memiliki warisan yang belum dibagi makah kewajiban pajaknya dilakukan oleh ahli waris. Menggunakan NPWP yang meninggal. Namun, dalam hal ahli waris mau membuat NPWP khusus untuk warisan yang belum dibagi maka dim ungkinkan. Berikut persyaratannya:
- fotokopi akta kematian, surat keterangan kematian, atau dokumen lain yang dipersamakan dari Wajib Pajak orang pribadi yang meninggal dunia;
- dokumen yang menunjukkan kedudukan sebagai wakil Wajib Pajak Warisan Belum Terbagi.
Dokumen kedudukan sebagai wakil dapat berupa:
- fotokopi Kartu NPWP salah satu ahli waris, dalam hal warisan yang belum terbagi diwakili oleh salah satu ahli waris;
- fotokopi akta wasiat, surat wasiat, atau dokumen lain yang dipersamakan, dan fotokopi Kartu NPWP pelaksana wasiat, dalam hal warisan yang belum terbagi diwakili oleh pelaksana wasiat; atau
- fotokopi dokumen penunjukan pihak yang mengurus harta peninggalan dan fotokopi Kartu NPWP pihak yang mengurus harta peninggalan, dalam hal warisan yang belum terbagi diwakili oleh pihak yang mengurus harta peninggalan.
Dalam hal NIK yang tercantum pada KTP telah tervalidasi dengan basis data kependudukan, permohonan pendaftaran Wajib Pajak tidak perlu dilampiri fotokopi KTP sebagaimana dimaksud pada ayat (2). Pasal 9 ayat (6) PER-04/PJ./2020
Warisan uang apakah kena pajak?
Warisan Uang Tunai Bebas Pajak, Masih Perlu SKB Atas Warisan? UU HPP | Sabtu, 03 September 2022 | 18:10 WIB JAKARTA, DDTCNews – Harta berupa warisan dikecualikan dari objek pajak, sesuai dengan UU PPh s.t.d.t.d UU HPP. Kemudian, juga mengatur bahwa penghasilan yang diterima oleh wajib pajak orang pribadi dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan karena warisan dikecualikan sebagai objek pajak.
Pengecualian warisan berupa tanah/bangunan ini perlu dilengkapi dengan penerbitan Surat Keterangan Bebas PPh. Namun, untuk warisan berupa uang tunai atau non-tanah/bangunan, ketentuannya sedikit berbeda. Sesuai dengan ketentuan Pasal 4 (3) huruf e UU PPh, atas warisan non-tanah/bangunan tidak perlu SKB atas pengalihan, jadi otomatis merupakan non objek PPh.
“Untuk SPT Tahunan silakan tetap dilaporkan oleh pihak tertanggung dan penerima waris,” cuit akun @kring_pajak, Sabtu (3/9/2022). Secara umum, warisan bukanlah objek PPh dan pengalihannya tidak dikenai pajak sepanjang ada bukti waris. Walaupun warisan bukanlah objek pajak, warisan tetap harus diungkapkan di SPT Tahunan.
Selain warisan, harta hibah juga bisa dikecualikan sebagai objek pajak. Syaratnya, harta hibahan diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil.
Ketentuan lain soal hibah yang dikecualikan sebagai objek pajak adalah tidak boleh ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan. (sap) Cek berita dan artikel yang lain di : Warisan Uang Tunai Bebas Pajak, Masih Perlu SKB Atas Warisan?
Berapa biaya bphtb waris?
(1) Pengenaan BPHTB yang terutang atas perolehan hak karena Waris dan Hibah Wasiat adalah sebesar 50% (lima puluh persen) dari BPHTB yang seharusnya terutang.
Bagaimana jika warisan yang diwariskan belum dilaporkan ke dalam SPT sebelumnya oleh pewaris?
Tak Pernah Lapor Rumah Warisan di SPT, Siap-siap Kena Pajak! Jakarta, CNBC Indonesia – Pemerintah memastikan warisan yang belum dilaporkan dalam SPT wajib ikut Program Pengungkapan Sukarela (PPS) alias tax amnesty jilid II. Artinya, harta warisan akan dikenakan tarif pajak.
- Padahal selama ini harta yang diperoleh dari warisan bukan lah objek pajak.
- Hanya saja perlu dilaporkan di SPT dan jika lupa bisa dilakukan pembetulan.
- ADVERTISEMENT SCROLL TO RESUME CONTENT Namun, dengan adanya UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) pembetulan harta di SPT ditiadakan, maka warisan yang belum dilaporkan dalam SPT disamakan dengan harta lainnya.
“Pada dasarnya warisan bukan objek pajak selama dilaporkan di SPT. Tapi wajib pajak nggak boleh membetulkan SPT setelah UU berlaku. Jadi mau tidak mau declare jadi harta dan ikut PPS,” ujarnya dalam Power Lunch CNBC Indonesia, Jumat (24/12/2021). Dengan demikian, maka warisan yang harusnya dikecualikan dari pembayaran pajak akan dikenakan tarif Pajak Penghasilan (PPh) final sesuai dengan UU HPP.
- Berikut dua kebijakan tarif PPS di UU HPP:
- Tarif PPh Final untuk skema pertama ini adalah:
- – 11% untuk harta di luar negeri yang tidak direpatriasi ke dalam negeri.
- – 8% untuk harta di luar negeri yang direpatriasi ke dan aset dalam negeri
- – 6% untuk harta di luar negeri yang direpatriasi dan harta di dalam negeri yang diinvestasikan dalam Surat Berharga Negara (SBN) dan hilirisasi Sumber Daya Alam (SDA)
Kedua, berlaku hanya bagi wajib pajak orang pribadi yang hartanya belum diungkapkan dalam SPT tahun pajak 2020. Ini berlaku untuk harta yang diperoleh pada periode 2016-2020.
- Tarif PPh final yang diberikan untuk skema kedua ini adalah:
- – 18% untuk harta di luar negeri yang tidak direpatriasi ke dalam negeri
- – 14% untuk harta di luar negeri yang direpatriasi dan harta di dalam negeri
- – 12% untuk harta di luar negeri yang direpatriasi dan harta di dalam negeri yang diinvestasikan dalam Surat Berharga Negara (SBN) dan hilirisasi Sumber Daya Alam (SDA) dan energi terbarukan.
(mij/mij) : Tak Pernah Lapor Rumah Warisan di SPT, Siap-siap Kena Pajak!
Berapa pajak warisan rumah?
Rumah Warisan, Dokumen dan Pajak Terkait Setelah berlalunya kesedihan atas kematian dari orang tua, salah satu peninggalan orang tua pada umumnya adalah harta berupa rumah warisan. Apalagi kalau ahli warisnya banyak, maka orang-orang yang ditinggalkan mungkin saja timbul perselisihan, karena salah satu ahli waris ingin menguasai harta peninggalan.
Rumah warisan merupakan contoh harta peninggalan yang paling banyak kasusnya. Kalau ada anggota keluarga yang tidak sepakat dengan pembagian harta waris, maka bisa mengajukan permohonan penetapan fatwa waris ke Pengadilan Agama (bagi yang muslim) dan Pengadilan Negeri (bagi non muslim). Fatwa waris juga diperlukan bila ahli waris dan pewaris secara hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus sudah terlalu jauh, sehingga putusan pengadilan diperlukan untuk menetapkan siapa saja ahli waris yang berhak.
Untuk menjual rumah warisan kepada pihak ketiga, harus ada Surat Keterangan Waris (SKW), jika SKW sudah cukup, maka tidak diperlukan lagi penetapan ahli waris dari pengadilan. SKW dibuat di bawah tangan, diketahui oleh Lurah dan dikuatkan oleh Camat setempat.
Sedangkan untuk keturunan Tionghoa dan Eropa, maka perlu dibuatkan SKW di Notaris, yang didahului dengan pengecekan ke Pusat Daftar Wasiat di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, sedangkan untuk keturunan Timur Asing bukan Tionghoa seperti Arab dan India, SKW dibuatkan di Balai Harta Peninggalan (BHP).
BHP merupakan unit pelaksana teknis instansi pemerintah yang berada di bawah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia. Bila para ahli waris sudah sepakat untuk menjual rumah, dan rumah tersebut atas nama orang tua yang sudah meninggal, maka nama yang terdaftar di sertifikat perlu dibaliknamakan terlebih dahulu ke nama para ahli waris.
- Misalnya sertifikat rumah atas nama bapak yang sudah meninggal, maka sertifikat dibaliknamakan dahulu ke istri dan anak-anaknya.
- Pada saat membaliknamakan ini, timbul konsekuensi pajak pembeli.
- Meskipun bukan transaksi beli, tapi Bea Perolehan Hak atas Tanah dan atau Bangunan (BPHTB) akan dikenakan.
- Pada saat membayar kewajiban ini, ahli waris mendapatkan keringanan berupa potongan 50% dari tarif pajak pembeli dan nilai pengurang NJOP (Nilai Jual Objek Pajak) yang berlaku khusus untuk waris atau hibah wasiat.
Besarnya: 50% x 5% (NJOP – NJOPTKP). NJOPTKP adalah Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak. Untuk area Jakarta, sesuai ketentuan Perda Provinsi DKI Jakarta No 18 tahun 2010, untuk waris dan hibah wasiat, besarnya NJOPTKP sebesar Rp 350 juta. Jika sudah selesai balik nama ke para ahli waris, maka transaksi jual beli dengan pihak ketiga dapat dilakukan layaknya transaksi jual beli rumah biasa.
- Bila transaksi terjadi, maka pajak yang timbul adalah 2,5% bagi penjual (dalam hal ini para ahli waris pemilik rumah) dan 5% bagi pembeli (pihak ketiga).
- Bagi penjual, pajak penghasilan (PPh) yang harus dibayarkan sebesar 2,5% x Nilai Transaksi atau NJOP (mana yang lebih besar).
- Sedangkan bagi pembeli, pajak yang harus dibayarkan; Bea Perolehan Hak atas Tanah dan atau Bangunan, sebesar 5% x (NJOP – NJOPTKP).
Nilai NJOPTKP selain waris dan hibah wasiat, nilainya Rp 80 juta, untuk wilayah Jakarta. Untuk wilayah lain ada ketentuannya masing-masing, bisa cek kepada Pejabat Pembuat Akta Tanah setempat. Dalam hal ini penjual terkena 2 (dua) kali pajak, yang pertama pajak pembeli, karena menerima rumah warisan tersebut, dan yang kedua adalah pajak penghasilan, sebagai penjual rumah warisan tersebut.
Pajak pembeli atas rumah waris, berhak atas potongan 50% dari ketentuan tarif pajak yang berlaku. Sedangkan pajak penghasilan sebagai penjual, tidak ada potongan. Di lain sisi, kalau ternyata, para ahli waris sepakat untuk memberikan rumah warisan tersebut kepada salah salah satu ahli waris, maka sertifikat tersebut dibaliknamakan terlebih dahulu ke seluruh ahli waris, kemudian dibuatkan Akta Pembagian Hak Bersama (APHB).
Atas hal ini, konsekuensi pajak yang muncul adalah penerima hak tersebut harus membayar Pajak Penghasilan (PPh) dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) sekaligus, hanya saja secara proporsional. Misalnya, ada 5 (lima) ahli waris, dan semuanya sepakat untuk memberikan ke salah satu ahli waris.
Maka ahli waris penerima ini harus membayar 4/5 (empat per lima) dari PPh dan BPHTB karena 1/5 (seperlima) sudah menjadi miliknya. Sebagai penutup, dalam transaksi jual beli rumah warisan, yang membedakan adalah dokumen dan pajak. Dokumen yang harus ada, adalah dokumen yang menunjukkan kepemilikan dari rumah tersebut, karena pada saat transaksi jual beli, yang harus hadir di hadapan notaris adalah pewaris dari rumah tersebut.
Bila salah satu ahli waris karena alasan lokasi yang berjauhan, tidak dapat hadir, maka perlu dibuatkan Surat Kuasa di hadapan notaris setempat ke salah satu ahli waris yang isinya menyetujui penjualan rumah warisan tersebut. Surat kuasa ini kemudian dilampirkan di Akta Jual Beli.
Apakah ahli waris harus bayar bphtb?
Perhitungan Nilai Perolehan Objek Pajak – Sedikit berbeda dengan perhitungan BPHTB karena jual beli yang menghitung BPHTB berdasarkan Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP) maupun harga saat transaksi, perolehan BPHTB karena warisan dihitung berdasarkan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) yang dianggap sebagai NPOP. Untuk pajak perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan tergantung pada masing–masing daerah sesuai otonomi. Akan tetapi, untuk tanah dan/bangunan kurang dari Rp.300.000.000,- maka ahli waris bebas dari pajak perolehan atas tanah dan/atau bangunan tersebut.
- Ahli waris dikenakan pajak dengan besar tarif 5% dari jumlah bruto nilai pengalihan jika ahli waris tidak mempunyai hubungan sedarah dalam satu garis keturunan dengan pewaris.
- Dua pihak yang terlibat pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan karena warisan, adalah pewaris dan ahli waris.
- Pewaris merupakan pihak yang mengalihkan hak atas tanah dan/atau bangunan.
Karena pewaris telah meninggal dunia, maka pengajuan permohonan SKB PPh diajukan oleh ahli waris. Pengajuan dilakukan ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) sesuai dengan daerah domisili Kartu Tanda Penduduk (KTP) ahli waris. Permohonan SKB PPh ini akan diterima KPP jika syarat administratif telah dipenuhi secara akumulatif oleh ahli waris sebagai Wajib Pajak.
- Edua tanah dan/atau bangunan yang diwariskan tersebut harus masuk dalam laporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan pewaris.
- Pajak yang terhutang atas harta tersebut harus sudah dilunasi.
- Arena pelunasan ini sifatnya wajib, maka pelunasan pajak harus dilunasi oleh perwaris sebelumnya.
- SKB PPh perlu ditunjukkan ke Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk mendapat akte balik nama.
Jika pewaris tidak dapat menunjukkan SKB PPh maka BPN akan meminta Surat Setoran Pajak (SSP) sebagai bukti bahwa PPh atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan tersebut telah dilunasi.
Apakah turun waris kena bphtb?
Bagaimana Cara Menghitung BPHTB pada Proses Baliknama Tanah Warisan/Turun Waris – Sebagaimana perolehan hak berdasarkan jual beli, perolehan hak atas tanah dan bangunan karena warisanpun dikenakan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan atau BPHTB,
- Arena para ahli waris memperoleh hak atas tanah dan bangunan sehingga negara mengenakan pajak,
- BPHTB karena warisan diatur dalam UU No.20 Tahun 2000 tentang BPHTB karena perolehan hak karena warisan merupakan salah satu jenis perolehan hak yang dikenakan pajak,
- Jenis perolehan hak lain yang juga dikenakan BPHTB bisa dilihat disini,
Mengenai warisan dan siapa saja ahli waris dan bagian-bagiannya diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer) atau Burgerlijk Wetboek (BW) atau Hukum Perdata Barat dan UU No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, Khusus untuk yang beragama Islam juga merujuk kepada Kompilasi Hukum Islam (KHI) dan Hukum Islam yang tidak dipositifkan (tidak dijadikan hukum tertulis di Indonesia, berlaku untuk seluruh umat Islam di dunia).
Bagaimana NPWP orang yang sudah meninggal?
Baca juga Paypal Tak Daftar PSE, Diduga Adanya Faktor Perpajakan – Wajib pajak yang meninggal ini adalah wajib pajak yang kooperatif serta telah memahami hak dan kewajiban perpajakan yang berlaku. Sementara ahli waris wajib pajak juga memiliki usaha sendiri, sehingga memahami kewajiban dari wajib pajak.
Lebih lanjut, petugas pajak memberikan edukasi kepada wajib pajak untuk meningkatkan kepatuhan pajak. Petugas juga memberikan pakta integritas yang wajib ditandatangani oleh petugas pemeriksa pajak dan wajib pajak. Hal tersebut menandakan bahwa pelayanan yang diberikan KPP Pratama Singkawang adalah gratis, baik di dalam maupun di luar kantor.
Seperti diketahui NPWP milik orang pribadi yang meninggal dunia dan tidak meninggalkan warisan dapat diajukan penghapusan oleh wakil wajib pajak, seperti kerabat, saudara, atau keluarga. Permohonan penghapusan NPWP dapat dilakukan secara tertulis melalui beberapa tahapan.
Jika wajib pajak meninggal Maka apakah terhadap tunggakan pajak tersebut dapat dialihkan kepada ahli waris?
Beranda Klinik Keluarga Kewajiban Ahli Waris.
Keluarga Kewajiban Ahli Waris.
Keluarga Kamis, 8 Oktober 2020 Kamis, 8 Oktober 2020 Bacaan 4 Menit Apakah jika orang yang berutang pajak meninggal dunia, utang pajaknya menjadi kewajiban ahli waris? Ahli waris yang mana yang wajib melunasi? Atau utang pajak dibebankan pada harta warisan sebelum dibagi? Bagaimana prosedur dan tata cara pembayaran utang pajak oleh ahli waris? Pada prinsipnya, utang pajak dari wajib pajak yang telah meninggal dunia akan menjadi tanggung jawab ahli waris, baik secara pribadi maupun renteng, Dalam hal warisan belum dibagi, maka warisan itu menggantikan kewajiban ahli waris yang berhak, sebagai subjek pajak pengganti.
- Tapi jika warisan telah dibagi, kewajiban perpajakannya beralih kepada ahli waris.
- Penjelasan lebih lanjut dapat Anda klik ulasan di bawah ini.
- Utang Pajak dari Wajib Pajak yang Meninggal Dunia Secara ringkas, pelunasan utang pajak dari wajib pajak yang meninggal dunia akan menjadi tanggung jawab ahli waris baik secara pribadi maupun renteng.
Pasal 32 ayat 1 huruf (e) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (“UU 28/2007”) mengatur: Dalam menjalankan hak dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, Wajib Pajak diwakili dalam hal suatu warisan yang belum terbagi oleh salah seorang ahli warisnya, pelaksana wasiatnya atau yang mengurus harta peninggalannya,
- Lebih lanjut, Pasal 32 ayat (2) dan penjelasannya UU 28/2007 menyebutkan wakil tersebut bertanggung jawab secara pribadi atau renteng atas pembayaran pajak yang terutang.
- Ecuali atas pertimbangan Direktur Jenderal Pajak apabila wakil wajib pajak dapat membuktikan dan meyakinkan bahwa dalam kedudukannya, mereka tidak mungkin dibebani tanggungjawab atas utang pajak dari wajib pajak yang meninggal.
Tata Cara Pembayaran Pada dasarnya warisan yang belum terbagi merupakan satu kesatuan menggantikan ahli waris yang berhak sebagai subjek pajak pengganti, dengan tujuan agar pengenaan pajak atas penghasilan yang berasal dari warisan tetap dapat dilaksanakan.
Mengenai tata cara pembayaran, kita dapat melihat Penjelasan Pasal 2 ayat (3) huruf c UU 36/2008, yang berbunyi: Warisan yang belum terbagi yang ditinggalkan oleh orang pribadi subjek pajak dalam negeri dianggap sebagai subjek pajak dalam negeri dalam pengertian Undang-Undang ini mengikuti status pewaris,
Untuk memenuhi kewajiban perpajakannya, warisan yang belum terbagi menggantikan kewajiban ahli waris yang berhak, Maksudnya, penghasilan yang didapatkan harus tetap disetor dan dilaporkan oleh ahli waris yang berhak dengan menggunakan N omor Pokok Wajib Pajak (“NPWP”) milik A lmarhum,
- Namun jika warisan tersebut telah dibagi, kewajiban perpajakannya beralih kepada ahli waris,
- Maksudnya setelah warisan dibagi, NPWP milik Almarhum akan dihapuskan, sehingga pemenuhan kewajiban perpajakan berpindah tanggung jawab kepada ahli waris.
- Jadi menjawab pertanyaan Anda, kewajiban subjek pajak warisan yang belum terbagi dimulai sejak saat meninggalnya pewaris di mana kewajiban perpajakannya melekat pada warisan itu dan berakhir pada saat warisan selesai dibagi.
Sejak saat itu pemenuhan kewajiban perpajakannya beralih kepada ahli waris. Dasar Hukum :
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1994 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang diubah kedua kalinya dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang diubah ketiga kalinya dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dan diubah terakhir kalinya dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Menjadi Undang-Undang ; Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1991 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan yang diubah kedua kalinya dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan Sebagaimana Telah Diubah dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1991 yang diubah ketiga kalinya dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan dan diubah terakhir kalinya dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan,
Penjelasan Pasal 32 ayat (2) UU 28/2007 Penjelasan Pasal 2 ayat (3) huruf c UU 36/2008 Penjelasan Pasal 2 ayat (3) huruf c UU 36/2008 Pasal 2A ayat (5) dan penjelasannya UU 10/1994 Tags:
Bagaimana jika seseorang yang mempunyai NPWP kemudian meninggal dunia apakah masih tetap membayar pajak atau diwariskan?
JAKARTA, DDTCNews – Nomor pokok wajib pajak (NPWP) milik orang pribadi yang meninggal dunia dan tidak meninggalkan warisan bisa diajukan penghapusan. Wakil wajib pajak seperti kerabat, saudara, atau keluarga dari wajib pajak yang meninggal dunia bisa mengajukan penghapusan NPWP kepada kantor pajak.
- Dikutip dari penjelasan akun Kring Pajak di Twitter, permohonan penghapusan NPWP bisa dilakukan secara tertulis melalui beberapa tahapan.
- Pertama, mengisi dan menandatangani ‘Formulir Penghapusan NPWP’ dan melampirkan dokumen pendukung.
- Formulir bisa diunduh pada laman berikut ini,
- Emudian, dokumen pendukung berupa surat keterangan kematian atau dokumen sejenis dari instansi berwenang dan surat pernyataan dari wakil wajib pajak yang menyatakan bahwa wajib pajak tidak meninggalkan warisan,” tulis DJP di media sosial, dikutip Senin (23/5/2022).
Permohonan penghapusan NPWP secara tertulis ini dapat disampaikan secara langsung ke KPP tempat wajib pajak terdaftar atau KP2KP. Permohonan bisa juga disampaikan melalui pos dengan bukti pengiriman surat atau perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat ke KPP tempat wajib pajak terdaftar.
Wajib pajak bisa menyimak ketentuan lengkap mengenai penghapusan NPWP pada Peraturan Dirjen Pajak PER-04/PJ/2020, “Jika langsung datang ke KPP, silakan mengambil nomor antrean online terlebih dahulu pada kunjung.pajak.go.id,” cuit DJP. Praktik pengajuan penghapusan NPWP ini sempat terjadi belum lama ini di Bontang, Kalimantan Timur.
KPP Pratama Bontang melaksanakan pemeriksaan lapangan dengan mendatangi alamat wajib pajak di Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur pada 14 April 2022 guna menindaklanjuti permohonan penghapusan NPWP. Pelaksana Seksi Pemeriksaan, Penilaian, dan Penagihan KPP Pratama Bontang Robby Maleakhi Tampubulon mengatakan kunjungan tersebut bertujuan untuk memastikan wajib pajak memenuhi persyaratan untuk dilakukan penghapusan NPWP.
“KPP Pratama Bontang sebelumnya telah menerima permohonan penghapusan NPWP atas nama wajib pajak yang telah meninggal dunia yang disampaikan oleh isteri sekaligus ahli waris dari wajib pajak,” katanya dikutip dari laman resmi DJP. Dalam hal wajib pajak telah meninggal dunia, lanjut Robby, ahli waris wajib pajak dapat mengajukan permohonan penghapusan NPWP dengan melampirkan dokumen pendukung.
Kemudian, permohonan ditindaklanjuti KPP. Dalam menindaklanjuti permohonan, petugas pajak akan memastikan kebenaran informasi dengan mendatangi alamat wajib pajak serta memastikan bahwa seluruh warisan yang ditinggalkan telah dibagi kepada ahli waris.
Berapa persen pajak harta warisan?
Syaratnya, harta warisan—baik berupa harta bergerak maupun harta tidak bergerak—harus dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) Pajak pewaris (pemberi warisan) dan jika ada pajak terutang atas harta warisan harus sudah terlunasi. – Selain itu, Anda sebagai ahli waris juga harus mengajukan permohonan Surat Keterangan Bebas (SKB) PPh atas warisan.
- Permohonan tersebut diajukan secara tertulis ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat Anda terdaftar atau bertempat tinggal.
- Apabila persyaratan di atas terpenuhi, warisan yang Anda terima berupa rumah tinggal dan apartemen bukan merupakan objek pajak penghasilan,
- Sebagai ahli waris, Anda tidak perlu membayar PPh atas harta warisan tersebut.
Namun, Anda tetap harus membayar Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Nilai dan perhitungannya adalah 50 persen dikalikan 5 persen dari Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP), setelah dikurangi Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP).
- Baca juga: Mangkir Lapor SPT dan Dapat Surat Panggilan Pemeriksaan Pajak, Harus Bagaimana? Untuk itu, Anda harus melaporkan warisan berupa rumah dan apartemen tersebut dalam SPT Tahunan Orang Pribadi.
- Tepatnya, di Lampiran III Bagian B (Penghasilan yang tidak termasuk objek pajak) dan Lampiran IV Bagian A (Daftar harta pada akhir tahun).
Adapun untuk peristiwa peralihan hak waris atas rumah tinggal dari Anda ke Ibu Anda, sesuai ketentuan dikategorikan sebagai hibah wasiat setelah pemberi meninggal dunia. Intinya, harta hibah yang diterima oleh keluarga sedarah— dalam garis keturunan lurus satu derajat—bukan merupakan objek pajak.
Namun, saat pemberi hibah meninggal, penerima hibah wasiat harus membayar BPHTB sebesar 50 persen x 5 persen x (NPOP – NPOPTKP), sama seperti ketika Anda menerima harta warisan di atas. Baca juga: Punya Harta Tidak Seberapa, Buat Apa Lapor SPT Pajak? Dalam kasus Anda, Ibu Anda saat ini belum perlu membayar BPHTB.
Menjawab pertanyaan selanjutnya, Ibu Anda yang tidak berpenghasilan tidak perlu membuat Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Ini karena Ibu dalam deskripsi Anda tidak memenuhi persyaratan objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, baik di UU Ketentuan Umum Perpajakan (UU KUP) maupun UU PPh.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat. Salaam Nendi Bahtiar Baca juga: Ada Konsultasi Pajak di Kompas.com, Bertanyalah. Catatan: Tanya-tanya Pajak merupakan kolaborasi Kompas.com dan MUC Consulting, untuk Sahabat Kompas.com bertanya seputar kebijakan dan praktik perpajakan. Apabila Sahabat Kompas.com punya pertanyaan seputar kebijakan dan praktik perpajakan, klik link ini atau link yang ini untuk mengirimkannya kepada kami.
Atau, tulis saja pertanyaan Sahabat Kompas.com di kolom komentar artikel ini dengan klik link ini, Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram “Kompas.com News Update”, caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join.
Berapa biaya balik nama sertifikat ke ahli waris?
Terus biaya yang dibutuhin kira-kira berapa? – Biaya peralihan hak karena pewarisan dihitung berdasarkan nilai tanah yang dikeluarkan oleh kantor pertanahan. Dengan rumus (nilai tanah (per meter persegi) x luas tanah (meter persegi)) / (dibagi) 1.000.
- Contohnya, jika nilai tanah per meter persegi sebesar Rp 500.000 dan luas tanah 1.000 meter persegi, maka biaya balik nama sertifikat tanah warisan senilai Rp 500.000.
- Lumayan mahal juga ya? Tenang aja, karena jika merujuk PP Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah pada Pasal 61 ayat (3) untuk pendaftaran peralihan hak karena pewarisan yang diajukan dalam waktu 6 bulan sejak tanggal meninggalnya pewaris, maka kamu tidak akan dipungut biaya pendaftaran.
Sekarang udah tahu kan prosedur dan biayanya? Yuk segera urus sertifikat tanah warisanmu! kontributor: Adiastuti : Baru Dapat Tanah Warisan? Yuk Balik Nama Sertifikat Tanah Warisanmu!
Sebaiknya uang warisan digunakan untuk apa?
Kebanyakan orang ketika menerima harta warisan akan kebingungan untuk memikirkan apa yang harus dilakukan. Cukup wajar memang, apalagi jika harta warisan tersebut berupa aset berharga atau uang dalam jumlah besar dalam waktu yang tidak diduga-duga. Karena itu, kebanyakan orang yang tiba-tiba menerima warisan tidak menggunakannya dengan bijak seperti membeli mobil baru atau gadget canggih.
- Padahal, hal semacam itu salah besar untuk dilakukan.
- Perlu diingat, warisan tersebut adalah harta peninggalan yang dipercayakan oleh orang tua ataupun kerabatmu lain kepadamu.
- Sebagai informasi, ada berbagai hukum waris yang berlaku di Indonesia yaitu Hukum Perdata, Hukum Waris Islam, dan Hukum Waris Adat.
Setiap hukum tersebut memiliki aturan dan ketentuannya sendiri, termasuk kepada siapa yang berhak menerima warisan dan berapa jumlahnya. Baca Juga: Kenali Hukum Pembagian Harta Warisan di Indonesia Mengelola Harta Warisan atau Estate Planning adalah seni perencanaan aspek keuangan yang berkaitan dengan bagaimana kekayaan diwariskan apabila pemilik sudah tidak bisa mengelolanya lagi.
Menentukan pendistribusian kekayaan sesuai keinginan pemberi warisanMenjaga agar kekayaan yang dimiliki saat ini mencukupi kebutuhan keluarga yang ditinggalkanmeminimalkan pajak dan biaya yang timbul atas pemindahan kekayaan kepada ahli warisnyamemastikan siapa saja yang akan menerima warisan
Sumber Foto: istockphoto Well, berikut ini adalah beberapa tips bijak dalam mengelola harta warisan! 1. Buat Perencanaan yang Matang Saat menerima harta warisan, hal pertama yang harus kamu lakukan adalah membuat perencanaan. Hal ini diperlukan untuk mengetahui cara mengelola warisan yang diperoleh.
- Dengan perencanaan yang baik, warisan seperti uang bisa digunakan dengan bijak dan tidak salah dalam memanfaatkannya.
- Selain ini, mengelola warisan dengan bijak bakal menghindarkan kamu dari konflik keluarga terkait pembagian harta warisan.2.
- Omunikasikan dengan Keluarga Kamu bisa meminta masukan dari keluarga tentang cara bijak mengelola warisan yang kamu dapatkan.
Namun, sebaiknya pilih sosok yang dewasa dan terbiasa dalam mengelola keuangan. Jika tidak memiliki keluarga, kamu bisa berkonsultasi pada perencana keuangan, Pendapat dan pandangan mereka untuk mengelola warisan kamu gak bakal merugikan karena memang opini dari profesional.3.
- Lunasi Utang Jika selama ini kamu kesulitan melunasi utang-utang, baik yang bersifat konsumtif atau produktif, bisa memanfaatkan warisan tersebut untuk melunasinya.
- Dengan demikian kondisi keuangan juga bakal membaik dan kamu bebas dari lilitan utang.
- Pilih Mana: Investasi, Dana Darurat, atau Lunasi Utang Dulu? 4.
Kelola Jadi Dana Darurat Selain untuk melunasi utang, Harta warisan juga bisa dimanfaatkan sebagai dana darurat untuk kebutuhan mendadak, mulai dari sakit hingga musibah lainnya.5. Manfaatkan untuk Menambah Investasi Jika kamu belum memiliki investasi, ini saat yang tepat untuk memilih instrumen investasi yang paling tepat ketika menerima harta warisan.
- Tidak perlu mengikuti tren, pilih saja yang paling sesuai dengan kondisi kamu.
- Sementara itu, jika kamu sudah memiliki investasi, ini merupakan momentum untuk menambah nilai investasi supaya tujuan keuanganmu cepat tercapai.
- Saat ini ada banyak instrumen investasi yang bisa kamu coba seperti deposito, reksadana, saham, maupun investasi Peer to Peer (P2P) Lending,
Salah satu P2P Lending yang bisa masuk dalam pertimbangan kamu adalah Amartha, Amartha adalah perusahaan investasi yang menghubungkan pendana kepada peminjam, khususnya perempuan pengusaha mikro unbankable di pedesaan melalui suatu platform online. Dengan bergabung menjadi pendana di Amartha, kamu bisa mendapatkan keuntungan sampai 15% flat per tahun.
Subjek pajak dalam negeri untuk warisan yang belum dibagi kapan dimulai?
1. Subjek pajak dalam negeri – Subjek pajak dalam negeri ditentukan oleh domisili pendiriannya atau lamanya suatu aktivitas bisnis dilakukan di Indonesia. Subjek pajak dalam negeri bisa berupa orang perorangan, badan atau warisan yang belum dibagi. Jika orang perorangan lahir di Indonesia atau telah lama tinggal lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan tau berniat untuk tinggal lama di Indonesia, dia dapat disebut sebagai subjek pajak pribadi dalam negeri.
Pada prinsipnya orang pribadi yang menjadi subjek pajak dalam negeri adalah orang pribadi yang bertempat tinggal atau berada di Indonesia. Termasuk dalam pengertian orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia adalah mereka yang mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia. Apakah seseorang mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia ditimbang menurut keadaan.
Keberadaan orang pribadi di Indonesia lebih dari 183 hari tidaklah harus berturut turut, tetapi ditentukan oleh jumlah hari orang tersebut berada di Indonesia dalam jangka waktu 12 bulan sejak kedatangannya di Indonesia. Begitu juga dengan badan. Suatu badan dapat disebut sebagai subjek dalam negeri ketika didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia selama lebih dari 183 hari. Badan yang dikecualikan tersebut diatur oleh ketentuan subjek pajak khusus dibawah kebijakan pemerintah pusat atau daerah.Contoh dari badan yang dikecualikan tersebut dari BUMN (Badan Usaha Milik Negara) / BUMD (Badan Usaha Milik Daerah).Subjek Pajak ada dua yaitu subjek pajak dalam negeri dan subjek pajak luar negeri. Penjelasannya sebagai berikut:
- Subjek pajak dalam negeri adalah badan yang didirikan bertempat kedudukan di Indonesia kecuali unit tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria sebagai berikut:
- Pembentukannya berdasarkan perundang undangan
- Pembiayaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau Anggaran Pendapatan Belanja Daerah(APBD).
- Penerimaannya dimasukkan dalam Anggaran Pemerintah Pusat atau Anggaran Pemerintah Daerah.
- Pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara.
- Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak.
- Subjek pajak luar negeri mencakup orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tapi tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan dan badan usaha tetap yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia namun menjalankan usaha atau bisnis di Indonesia. Bentuk usaha tetap (dalam pembahasan badan usaha) adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia, yang dapat berupa:
- Tempat kedudukan manajemen
- Cabang perusahaan
- Kantor perwakilan
- Gedung kantor
- Pabrik
- Bengkel
- Gudang
- Ruang untuk promosi dan penjualan
- Pertambangan dan penggalian sumber alam
- Wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi
- Perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan dan kehutanan.
- Proyek konstruksi instalasi atau proyek perakitan
- Pemberian jasa dalam bentuk apapun oleh pegawai atau orang lain, sepanjang dilakukan lebih dari 60 hari dalam jangka waktu 12 bulan
- Badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas
- Agen atau pegawai dari perusahaan asuransi yang tidak didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia yang menerima premi asuransi atau menanggung resiko di Indonesia
- Komputer, agen elektronik atau peralatan otomatis yang dimiliki, disewa atau dipergunakan oleh penyelenggara transaksi elektronik untuk menjalankan kegiatan usaha melalui internet.
Warisan yang belum terbagi yang ditinggalkan oleh orang pribadi subjek pajak dalam negeri dianggap sebagai subjek pajak dalam negeri dalam pengertian undang undang ini mengikuti status pewaris, Adapun untuk pelaksanaan pemenuhan kewajiban perpajakannya warisan tersebut menggantikan kewajiban ahli waris yang berhak.Apabila warisan tersebut telah terbagi maka kewajiban perpajakannya beralih kepada ahli waris.
Mengapa warisan belum terbagi timbul dan kapan berakhirnya Sebagai subjek pajak?
Mulai dan Berakhirnya Kewajiban Pajak Pajak Penghasilan adalah pajak subjektif, dimana pengenaan pajak dimulai dengan menentukan subjek pajaknya, baru ditentukan objek pajaknya. Oleh karena itu, penentuan saat mulai dan berakhirnya kewajiban pajak subjektif menjadi penting.Dalam hukum pajak, dipenuhinya syarat sebagai subjek pajak dikenal dengan memiliki kewajiban pajak subjektif, sedangkan jika sudah menerima atau memperoleh penghasilan (bagi orang pribadi dalam negeri besarnya melebihi biaya hidup minimal) disebut memiliki kewajiban pajak objektif.
Agar dapat dikenakan Pajak Penghasilan harus dipenuhi dua syarat, yaitu adanya kewajiban pajak subjektif dan kewajiban pajak objektif. Subjek pajak yang memiliki kewajiban pajak objektif disebut wajib pajak. Saat mulai dan berakhirnya kewajiban pajak subjektif diatur pada Pasal 2A Undang-Undang Pajak Penghasilan.
Selain itu, diatur juga dalam Peraturan Dirjen Pajak Nomor 43 Tahun 2011.Kewajiban pajak subjektif orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia dimulai pada saat ia dilahirkan di Indonesia. Kewajiban pajak subjektif orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia dimulai sejak hari pertama ia berada di Indonesia.
- Ewajiban pajak subjektif orang pribadi berakhir pada saat ia meninggal dunia atau meninggalkan Indonesia untuk selama-selamanya.
- Namun, Peraturan Dirjen Pajak Nomor 43 Tahun 2011 menyatakan bahwa orang pribadi warga negara Indonesia yang berada di luar negeri dianggap tidak bertempat tinggal di Indonesia apabila bertempat tinggal tetap di luar negeri yang dibuktikan dengan salah satu dokumen tanda pengenal resmi yang masih berlaku sebagai penduduk di luar negeri, yaitu:- green Card- identity card- student card- pengesahan alamat di luar negeri pada paspor oleh Kantor Perwakilan Republik Indonesia diluar negeri- surat keterangan dari Kedutaan Besar Republik Indonesia atau Kantor Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri- tertulis resmi di paspor oleh Kantor Imigrasi negara setempatKewajiban pajak subjektif badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia dimulai pada saat badan tersebut didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia dan berakhir pada saat dibubarkan atau tidak lagi bertempat kedudukan di Indonesia.
Kewajiban pajak subjektif warisan yang belum terbagi dimulai pada saat timbulnya warisan tersebut, yaitu pada saat pewaris meninggal dunia. Selanjutnya, kewajiban pajak subjektif warisan tersebut berakhir pada saat selesainya warisan tersebut dibagi, dimana kewajiban perpajakannya beralih kepada ahli warisnya.
- Ewajiban pajak subjektif dari subjek pajak luar negeri yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia dimulai pada saat bentuk usaha tetap tersebut berada di Indonesia, dan berakhir pada saat bentuk usaha tetap tersebut tidak berada lagi di Indonesia.
- Sedangkan subjek pajak luar negeri yang memperoleh/menerima penghasilan dari Indonesia tidak melalui bentuk usaha tetap, kewajiban pajak subjektifnya dimulai sejak adanya hubungan ekonomis dengan Indonesia dan berakhir pada saat tidak ada lagi hubungan ekonomis dengan Indonesia.
Yang dimaksud adanya hubungan ekonomis dengan Indonesia adalah subjek pajak tersebut menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia.Seringkali kewajiban pajak subjektif dimulai tidak dari awal tahun kalender, atau berakhir pada pertengahan tahun.
A. SPDN B. SPLN atau per kategori sebagai berikut:
1. Orang Pribadi A. Orang Pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia kewajiban subjektifnya dimulai pada saat dilahirkan, berada atau berniat untuk bertempat tinggal di Indonesia.dan kewajiban subjektifnya berakhir pada saat meninggal dunia.B. Orang Pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 hari atau berada di Indonesia dan punya niat untuk bertempat tinggal di Indonesia, kewajiban subjektifnya dimulai pada saat hari pertama beradadi Indonesia, dan berakhir pada saat meniggalkan Indonesia untuk selama-lamanya.2.
- Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak Dimulai pada saat meninggalnya sang pewaris.dan berakhir pada saat warisan tersebut selesai dibagikan kepada ahli warisnya.3.
- Badan Dimulai pada saat didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, dan berakhir pada saat dibubarkan atau tidak lagi berkedudukan di Indonesia.1.
Orang Pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau di Indoneisa kurang dari 183 hari dan badan yang tidak didirikan dan tidak berkedudukan di Indonesia tetapi memperoleh penghasilan dengan bekerja pada perusahaan atau berinvestasi di Indonesia.
Dimulai pada saat orang pribadi tersebut memperoleh atau menerima penghasilan di Indonesia,, dan berakhir pada saat orang pribadi tersebut tidak lagi memperoleh atau menerima penghasilan di Indonesia. Badan juga demikian adanya.2. SPLN yang memperoleh penghasilan di Indonesia dengan menjalankan usaha / melakukan kegiatan melalui BUT Dimulai pada saat orang pribadi tersebut menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui BUT di Indonesia.
Berakhir pada saat orng pribadi tersebut tidak lagi menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia. Saat bermula dan dan berakhir kewajiban pajak subjektif 1. Orang Pribadi Kewajiban pajak subjektif orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia dimulai pada saat ia dilahirkan di Indonesia.
- Ewajiban pajak subjektif orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia dimulai sejak hari pertama ia berada di Indonesia.
- Ewajiban pajak subjektif orang pribadi berakhir pada saat ia meninggal dunia atau meninggalkan Indonesia untuk selama-selamanya.2.
Warisan belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak Kewajiban pajak subjektif warisan yang belum terbagi dimulai pada saat timbulnya warisan tersebut, yaitu pada saat pewaris meninggal dunia. Selanjutnya, kewajiban pajak subjektif warisan tersebut berakhir pada saat selesainya warisan tersebut dibagi, dimana kewajiban perpajakannya beralih kepada ahli warisnya.3.
- Badan Kewajiban pajak subjektif badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia dimulai pada saat badan tersebut didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia dan berakhir pada saat dibubarkan atau tidak lagi bertempat kedudukan di Indonesia 4.
- Bentuk Usaha Tetap (BUT) Kewajiban pajak subjektif dari subjek pajak luar negeri yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia dimulai pada saat bentuk usaha tetap tersebut berada di Indonesia, dan berakhir pada saat bentuk usaha tetap tersebut tidak berada lagi di Indonesia.
Sedangkan subjek pajak luar negeri yang memperoleh/menerima penghasilan dari Indonesia tidak melalui bentuk usaha tetap, kewajiban pajak subjektifnya dimulai sejak adanya hubungan ekonomis dengan Indonesia dan berakhir pada saat tidak ada lagi hubungan ekonomis dengan Indonesia.
Bagaimana perlakuan tanah yang dimiliki Wajib Pajak namun masih atas nama orang yang sudah meninggal?
Rabu, 3 Agustus 2016 | 11:19 WIB, Redaktur : Irvina Falah 1. Siapa saja yang boleh mengikuti Amnesti Pajak? Jawaban: Setiap WP baik OP maupun Badan yang memiliki kewajiban penyampaian SPT Tahunan PPh dapat mengikuti Amnesti Pajak, kecuali WP yang sedang dilakukan penyidikan dan telah P-21, dalam proses peradilan, dan WP yang sedang menjalani hukuman atas pidana di bidang perpajakan.
- Oleh karena itu, bagi WP yang hanya memiliki kewajiban pajak sebagai Pemotong/Pemungut saja, tidak dapat mengikuti Amnesti Pajak, misalnya WP Bendahara atau WP yang tidak memiliki kewajiban penyampaian SPT Tahunan PPh Badan seperti WP Joint Operation.2.
- Bagi Orang Pribadi atau Badan yang belum memiliki NPWP, apakah dapat mengikuti Amnesti Pajak? Jawaban: Orang Pribadi atau Badan harus mendaftarkan diri terlebih dahulu untuk memperoleh NPWP.
Setelah memiliki NPWP, Orang Pribadi dan Badan dapat mengikuti Amnesti Pajak.3. Bagi Orang Pribadi atau Badan yang memperoleh NPWP setelah tahun 2015 dan ingin mengikuti Amnesti Pajak, bagaimana perlakuannya? Jawaban: Bagi Wajib Pajak yang memperoleh NPWP setelah tahun 2015 dan ingin mengikuti Amnesti Pajak, dilakukan dengan menyampaikan Surat Pernyataan Harta tanpa melampirkan fotokopi SPT PPh Terakhir,4.
Wajib Pajak sudah jujur melaporkan seluruh penghasilan, hanya saja terdapat beberapa harta yang belum dilaporkan dalam SPT Tahunan Pajak Penghasilan Tahun Pajak 2015, apakah atas harta yang belum dilaporkan tersebut dapat mengikuti Amnesti Pajak? Jawaban: Wajib Pajak dapat mengikuti Amnesti Pajak dengan mengungkapkan seluruh Harta yang belum dilaporkan di SPT melalui Surat Pernyataan Harta dan membayar Uang Tebusan dengan jumlah tertentu.5.
WNI bekerja di luar negeri, memiliki harta di luar negeri dan dalam negeri, memiliki NPWP namun berada dan bekerja di luar negeri lebih dari 183 hari. WNI tersebut ingin mengikuti Amnesti Pajak, bagaimana caranya? Harta mana saja yang dilaporkan? Jawaban: Wajib Pajak yang berada dan bekerja di luar negeri lebih dari 183 hari dan status NPWP-nya nonefektif, dapat mengikuti Amnesti Pajak dengan mengaktifkan kembali NPWP-nya.
- Harta yang dilaporkan dalam Surat Penyataan Harta adalah harta yang belum atau belum seluruhnya dilaporkan dalam SPT PPh Terakhir.6.
- Ewajiban pajak apa saja yang diampuni? Jawaban: Kewajiban pajak yang diampuni meliputi kewajiban PPh dan PPN atau PPN dan PPnBM.7.
- Bagaimana cara menghitung Uang Tebusan? Jawaban: Uang Tebusan dihitung dengan cara mengalikan tarif dengan Dasar Pengenaan Uang Tebusan.
Dasar Pengenaan Uang Tebusan dihitung berdasarkan nilai Harta Bersih yang belum atau belum seluruhnya dilaporkan dalam SPT PPh Terakhir. Nilai Harta Bersih merupakan selisih antara nilai harta dikurangi nilai utang.8. WP melakukan deklarasi dalam negeri, namun sebelum 3 tahun WP tersebut mengalihkan harta ke luar negeri, bagaimana perlakuannya menurut UU Amnesti Pajak? Jawaban: Ketika WP melakukan deklarasi dalam negeri maka tarif tebusan yang digunakan sesuai dengan ketentuan UU Amnesti Pajak yakni 2%, 3% atau 5% tergantung periode penyampaian Surat Pernyataan.
Namun, apabila sebelum 3 tahun WP mengalihkan harta tersebut ke luar negeri maka atas seluruh Harta bersih tambahan yang tercantum dalam Surat Keterangan diperlakukan sebagai penghasilan Tahun Pajak 2016 dan dikenai pajak berserta sanksi administrasi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.9.
Berapa maksimal utang yang dapat menjadi pengurang nilai Harta untuk menentukan nilai Harta bersih? Jawaban: Utang yang bisa menjadi pengurang nilai harta maksimal adalah 75% dari nilai Harta untuk WP badan dan 50% dari nilai Harta untuk WP OP. Misalnya: PT A memiliki harta yang belum dilaporkan dalam SPT PPh sebesar Rp500 juta yang dibiayai sebagian besar dari utang sebesar Rp400juta.
Maka utang yang bisa dikurangkan untuk menghitung nilai Harta bersih maksimal Rp500 juta x 75% =Rp375 juta. Jadi nilai Harta bersih sebagai DPP Uang Tebusan adalah Rp500 juta – Rp375 juta = Rp125 juta.10. Harta siapa yang bisa diklaim? De facto atau de jure? Per kapan? Jawaban: Amnesti Pajak sifatnya self assessment, sehingga harta yang akan dilaporkan dalam Surat Pernyataan Harta diserahkan kepada WP dan atas harta yang dilaporkan dalam Surat Pernyataan Harta tersebut tidak perlu dilampiri dokumen pendukung.11.
Bagaimana kalau asset dalam sengketa, siapa yang berhak mengakui aset tersebut apabila ingin mengikuti Amnesti Pajak? Jawaban: Amnesti Pajak sifatnya self assessment, sehingga harta yang akan dilaporkan dalam Surat Pernyataan diserahkan kepada WP.12.
Untuk asset trust apakah perlu dilaporkan? Jawaban: Sepanjang asset trust tersebut diakui sebagai harta oleh trust yang bersangkutan, dapat dilaporkan sebagai Harta tambahan dalam Surat Pernyataan.13. Dalam hal suami-istri memiliki NPWP masing-masing, bagaimana perlakuannya apabila suami-istri tersebut ingin mengikuti Amnesti Pajak? Jawaban: Dalam hal istri memilih untuk melaksanakan kewajiban perpajakan sendiri maka pengajuan Amnesti Pajak dilakukan oleh masing-masing.14.
Dalam hal suami-istri masing-masing memiliki NPWP dan mempunyai joint-account, bagaimana pelaporannya dalam Amnesti Pajak? Jawaban: Besaran nilai joint-account untuk masing-masing diserahkan kepada WP dengan melampirkan surat pernyataan.15. Kalau suami WNA dan istri WNI bagaiimana? Jawaban: Dalam hal suami merupakan Subjek Pajak Dalam Negeri dan tidak ada perjanjian pisah harta, maka hanya suami yang mengikuti Amnesti Pajak.
- Dalam hal suami bukan Subjek Pajak Dalam Negeri dan tidak ada perjanjian pisah harta, maka tidak dapat mengikuti Amnesti Pajak.16.
- Bagaimana cara menilai harta tambahan? Jawaban: Untuk harta berupa kas dinilai berdasarkan nilai nominal Selain kas dinilai berdasarkan nilai wajar Nilai wajar adalah nilai yang menggambarkan kondisi dan keadaan dari asset yang sejenis atau setara berdasarkan penilaian WP.17.
Apakah atas setiap Surat Pernyataan pasti diterbitkan Surat Keterangan? Jawaban: Semua Surat Pernyataan yang disampaikan oleh Wajib Pajak akan diteliti kelengkapan dan kebenarannya sebelum diberikan tanda terima. Dalam hal tanda terima telah diberikan maka akan diterbitkan Surat Keterangan.18.
- Apakah Surat Pernyataan bisa dikuasakan penandatangannya? Jawaban: Penandatangan Surat Pernyataan oleh Kuasa hanya berlaku bagi WP Badan.
- Sedangkan WP Orang Pribadi, wajib ditandatangani oleh WP langsung.19.
- Apakah untuk penyampaian Surat Pernyataan ke KPP dapat dikuasakan? Jawaban: Penyampaian Surat Pernyataan bagi WP Badan dan WP OP dapat dikuasakan dengan menggunakan Surat Kuasa Khusus untuk menyampaikan Surat Pernyataan.20.
Apakah selain surat pernyataan (misal surat komitmen untuk memasukkan harta, surat pernyataan peredaran dll) bisa dikuasakan penandatangannya? Jawaban: Perlakuan mengenai penandatangan Surat selain Surat Pernyataan disamakan dengan ketentuan mengenai Surat Kuasa untuk menandatangani Surat Pernyataan.21.
- Apakah surat pernyataan bisa disampaikan via pos? Jawaban: Tidak bisa, harus disampaikan langsung ke KPP terdaftar (tidak bisa ke KPP selain KPP terdaftar) atau bagi yang di luar negeri hanya bisa ke KBRI Singapura, KBRI London, KJRI Hongkong.22.
- Apabila sedang sengketa PK dan yang mengajukan PK adalah DJP bukan WP, apakah WP bisa ikut TA? Dalam hal bisa, Tunggakan Pajak yang mana yang harus diselesaikan oleh WP? Apakah yang dalam putusan banding? Jawaban: WP Bisa mengikuti TA sepanjang bukan yang dikecualikan oleh UU.
DJP akan menarik PK yang diajukan. Posisi pokok pajak pada produk hukum terakhir dianggap sebagai tunggakan pajak yang harus dilunasi terlebih dahulu oleh Wajib Pajak.23. Apakah harta berupa saham dapat di repatriasi? Jawaban: Repatriasi harus berbentuk uang dalam mata uang rupiah.
Untuk itu dalam WP memiliki harta dalam bentuk non uang di luar negeri dan hendak melakukan repatriasi, maka harta tersebut harus diubah dalam bentuk uang dan diinvestasikan dalam instrument yang telah ditetapkan.24. WP mau mengalihkan uang dari suatu Negara ke Indonesia, Negara tersebut membuat regulasi bahwa tidak memungkinkan uang keluar dari Negara itu.Bagaimana agar WP memperoleht tarif repatriasi? Jawaban: Apabil WP tidak dapat mengalihkan hartanya yang berada di luar negeri ke dalam negeri, maka WP harus melakukan deklarasi dengan tarif sesuai ketentuan.25.
Tunggakan apa saja yang harus dibayar? Jawaban: Tunggakan yang harus dibayar hanya atas pokok pajak saja. STP yang hanya atas sanksi administrasi tidak perlu dibayar. Dalam hal tunggakan dalam skp sudah dibayar sebagian, maka penentuan pokok yang belum dibayar menggunakan penghitungan secara proporsional.26.
- Apakah harta yang diungkapkan dalam Surat Pernyataan perlu didukung dengan data/dokumen kepemilikan? Jawaban: Atas Harta yang diungkapkan dalam Surat Pernyataan tidak perlu dilampiri bukti pendukung.
- WP hanya perlu mencatumkan informasi mengenai harta dalam Surat Pernyataan.27.
- Bagaimana bila harta yang diungkap dalam Surat Pernyataan masih atas nama orang lain? Jawaban: Status kepemilikan Harta diserahkan pada Wajib Pajak dan dalam hal terdapat harta yang diungkapkan dalam Surat Pernyataan masih atas nama orang lain, maka Surat Pernyataan hanya perlu dilampiri Surat Pernyataan Nominee.28.
Apakah atas PPN masukan yang belum di kreditkan dan belum dibiayakan dapat masuk ke Harta tambahan? Jawaban: 1. Dalam hal Wajib Pajak belum melaporkan harta yang diperolehnya di dalam SPT PPh Tahun Terakhir, maka Wajib Pajak dapat melaporkan hartanya di dalam Surat Pernyataan sesuai dengan nilai wajar (dengan dapat memperhitungkan PPN masukan yang belum di kreditkan atau dibiayakan) 2.
Dalam hal Wajib Pajak sudah pernah melaporkan harta yang dimaksud di dalam SPT Tahunan, maka PPN masukan atas harta tersebut tidak dapat menjadi dasar pengenaan uang tebusan.29. Apakah yang dimaksud dengan nilai wajar aset yang dilaporkan dalam Harta tambahan Jawaban: Nilai wajar adalah nilai menurut Wajib Pajak sendiri yang menggambarkan kondisi aset sejenis pada akhir Tahun Pajak Terakhir.30.
Dokumen pendukung apa yang digunakan untuk membuktikan utang kepada individu? Jawaban: Wajib Pajak harus melampirkan: 1. surat pengakuan utang antara Wajib Pajak dan pihak pemberi pinjaman di hadapan notaris, atau 2. surat pernyataan bermaterai yang ditanda tangani Wajib Pajak, pihak pemberi pinjamanm dan saksi Utang tersebut harus dapat dipertanggungjawabkan secara hukum kebenaran dan keberadaannya dan digunakan langsung untuk memperoleh Harta tambahan.31.
- Apakah formulir surat pernyataan WP sudah tersedia? Jawaban Formulir terkait pelaksanaan program amnesti pajak dapat diunduh di http://www.pajak.go.id/amnestipajak#download,32.
- Apa ada sanksi administrasi bagi WP yg tidak ikut amnesti pajak dan ditemukan datanya? Jawaban: Ya.
- Dalam hal WP tidak mengikuti amnesti pajak dan diketemukan data dan/atau informasi mengenai Harta Wajib Pajak yang diperoleh sejak tanggal 1 Januari 1985 sampai dengan 31 Desember 2015 yang belum dilaporkan dalam SPT Penghasilan, atas Harta dimaksud dianggap sebagai tambahan penghasilan pada saat ditemukannya data dan/atau informasi tersebut dan dikenai pajak dan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.33.
WP sudah punya NPWP sebelum 2015 dan belum pernah menyampaikan SPT sekalipun. WP berniat ikut Amnesti Pajak, namun hendak mengungkapkan semua harta yang dimilikinya pada SPT Terakhir (2015), sehingga tidak ada lagi harta bersih yang akan diungkapkan di Surat Pernyataannya.
Bagaimana perlakuannya? Jawaban: Harta yang diungkapkan oleh WP tersebut dalam SPT PPh Terakhir adalah hanya Harta yang bersumber dari penghasilan pada Tahun Pajak Terakhir.34. Untuk nilai Harta yang berupa non kas, apakah menggunakan nilai historis atau nilai wajar? Jawaban: Untuk Harta selain kas dihitung berdasarkan nilai wajar harta pada akhir tahun pajak terakhir.35.
Dalam hal Tanggal Utang berbeda jauh dengan tanggal perolehan harta, apakah fiskus dapat menolak utang tersebut dimasukkan di dalam surat pernyataan? Jawaban: Utang yang berkaitan dengan Harta tambahan adalah Utang yang dapat dipertanggungjawabkan secara hukum kebenaran dan keberadaannya yang digunakan langsung untuk memperoleh Harta tambahan tersebut.36.
Apakah Karyawan atau dokter apakah bisa menggunakan tarif umkm? Jawaban: Yang dapat memanfaatkan tarif Pasal 4 ayat (3) dalam UU Pengampunan Pajak adalah Wajib Pajak yang memiliki peredaran usaha hanya bersumber dari penghasilan atas kegiatan usaha s.d Rp4.8 miliar pada Tahun Pajak terakhir dan tidak menerima penghasilan tidak menerima penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja dan / atau pekerjaan bebas.
Dengan demikian karyawan, dokter harus menggunakan tarif Pasal 4 ayat (1) UU amnesti pajak yaitu 2%, 3%, atau 5% tergantung masa penyampaian Surat Pernyataan.37. Jika WP tidak ada upaya hukum yang sedang dilakukan apakah harus melampirkan surat pernyataan mencabut juga sebagai syarat dalam menyampaikan Surat Pernyataan? Jawaban: Wajib Pajak tidak perlu melampirkan surat pernyataan mencabut upaya hukum jika tidak sedang mengajukan upaya hukum.38.
- Apakah yang dimaksud dengan Harta yang belum seluruhnya dilaporkan.
- Apakah selisih nilai harta yang telah dilaporkan dalam SPT, boleh dinyatakan dalam Surat Pernyataan untuk mengajukan Amnesti Pajak? Jawaban: Pengertian Harta yang belum seluruhnya dilaporkan adalah apabila terdapat Harta yang belum diungkap dalam SPT yang telah dilaporkan oleh Wajib Pajak.
Pada prinsipnya hanya Harta tambahan baru yang boleh diungkapkan dalam Surat Peryataan sedangkan selisih nilai dapat diajukan revaluasi aset melalui KPP tempat Wajib Pajak diadministrasikan.39. Apakah harta yang sudah dilaporkan di SPT dikarenakan perubahan nilai pasar boleh diikutkan Amnesti Pajak? Jawaban: Hanya Harta tambahan baru yang dapat diikutkan dalam program ini sedangkan untuk perubahan nilai pasar dapat diajukan revaluasi aktiva tetap melalui KPP tempat Wajib Pajak terdaftar.40.
Apakah penambahan tabungan di SPT 2015 dengan kondisi rekening Desember 2015, termasuk dalam objek Amnesti Pajak? Jawaban: Penambahan tabungan yang tidak dilaporkan dalam SPT 2015 yang telah dilaporkan ke KPP sebelum tgl 1 Juli 2016 merupakan Harta tambahan yang menjadi Dasar Pengenaan Uang Tebusan.41.
Deposito Dalam Negeri dalam bentuk valas sudah dilaporkan di SPT 2015 sesuai kondisi Desember 2015, apakah boleh ikut TA? Apakah selisih kurs akibat dampak perbedaan kurs merupakan Harta tambahan yang menjadi objek Pengampunan Pajak? Jawaban: Dalam hal tidak terdapat penambahan dalam deposito valas tersebut, maka tidak ada Harta tambahan atas deposito sebagai objek Amnesti Pajak.
Dalam Ketentuan Pengampunan Pajak diatur dalam hal terdapat Harta tambahan yang menggunakan satuan mata uang selain Rupiah, nilai Harta tambahan ditentukan dalam mata uang Rupiah berdasarkan kurs yang ditetapkan oleh Menteri untuk keperluan penghitungan pajak pada akhir Tahun Pajak Terakhir.42. Bagaimana perlakuan atas kenaikan harga tanah yang atas tanah tersebut pernah dilaporkan sebelumnya dalam SPT Tahunan PPh, walaupun tidak ada penambahan aset atas tanah tersebut.
Jawaban: Kenaikan nilai tanah yang hanya diakibatkan kenaikan harga tanah per meter dan bukan diakibatkan penambahan Harta atas tanah tersebut, bukan merupakan objek pajak Amnesti Pajak.43. Wajib Pajak membangun tempat usaha (bangunan baru) diatas tanah kosong yang ada bangunan lamanya.
- Wajib Pajak pernah melaporkan kepemilikan tanah dalam SPT Tahunan PPh.
- Apakah atas bangunan baru perlu di laporkan dalam Surat Pernyataan? Jawaban: Atas bangunan baru dan bangunan lama yang belum dilaporkan tersebut merupakan objek Amnesti Pajak yang dilaporkan dalam Surat Pernyataan Harta.44.
- Wajib Pajak melakukan penambahan kapasitas gudang dengan cara memperluas gudang dari sebelumnya 300 meter menjadi 1000 meter di tahun 2014.
Wajib Pajak menyampaikan SPT Tahunan di tahun 2012 dengan mencantumkan gudang tersebut (300 meter). Wajib Pajak belum pernah menyampaikan SPT Tahunan sejak 2013. Bagaimana perlakuan Amnesti Pajak atas harta tersebut? Jawaban: Atas tambahan berupa gudang yang lebih luas merupaka objek Amnesti Pajak yang dilaporkan dalam Surat Pernyataan Harta.
- Objek Amnesti Pajaknya sebesar nilai wajar dari perluasan bangunan yang dilakukan pada akhir Tahun Pajak SPT Terakhir.45.
- Pengusaha memiliki omset s.d.4,8 Milyar dan mempunyai harta di luar negeri yang tidak dilakukan repatriasi (WP memilih untuk deklarasi luar negeri).
- Tarif mana yang dikenakan atas harta yang akan menjadi objek Amnesti Pajak.
Jawaban: Wajib Pajak yang peredaran usahanya sampai dengan Rp4.800.000.000,00 yang hanya bersumber dari penghasilan atas kegiatan usaha dan tidak menerima penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja dan/ atau pekerjaan bebas berhak mendapatkan tarif khusus (2% atau 0,5%) sebagaimana dimaksud Pasal 4 (3) UU Pengampunan Pajak.
Tarif tersebut berlaku bagi seluruh Harta Tambahan Wajib Pajak yang bersangkutan.46. Wajib Pajak terakhir menyampaikan SPT Tahunan PPh di Tahun Pajak 2010, kemudian berniat mengikuti Amnesti Pajak. Berapa nilai harta yang harus dicantumkan dalam SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2015 dan Surat Pernyataan? Jawaban: Nilai harta yang dicantumkan dalam SPT Tahun Pajak 2015 adalah a.
nilai Harta sebagaimana tercantum dalam SPT Tahun Pajak 2010 ditambah dengan b. Nilai Harta yang bersumber dari penghasilan Tahun Pajak 2015. Atas harta selain a dan b dicantumkan sebagai Harta Tambahan dalam Surat Pernyataan.47. Harta yang diperoleh sejak kapan yang bisa diikutkan Amnesti Pajak? Jawaban: Sepanjang Harta belum dilaporkan sampai dengan Tahun Pajak Terakhir, maka Harta tersebut boleh diajukan sebagai objek Amnesti Pajak.48.
Apakah Harta bersama atas Wajib Pajak suami istri yang memilih melakukan pisah harta dapat diikutkan dalam Amnesti Pajak? Jawaban: Harta bersama dapat diikutkan dalam program Amnesti Pajak oleh masing masing Wajib Pajak (suami dan istri) sesuai dengan proporsi kepemilikan yang dimiliki atau kesepakatan kedua belah pihak atas pengakuan harta tersebut.49.
Apa yang dimaksud dengan Surat Pengakuan Kepemilikan Harta dan Surat Pengakuan Nominee Jawaban: Surat Pengakuan Kepemilikan Harta adalah surat pengakuan bahwa Wajib Pajak yang memiliki Harta yang diatasnamakan nama orang lain, sedangkan Surat Pengakuan Nominee adalah surat pengakuan dari pihak yang diatasnamakan dalam harta berupa saham, tanah, dan/atau bangunan yang tercantum dalam SURAT PENGAKUAN KEPEMILIKAN HARTA.50.
Apakah atas harta yang dimiliki namun masih atas nama orang lain harus diganti namanya untuk dilaporkan surat dalam pernyataan harta? Jawaban: Wajib Pajak tidak perlu langsung membalik nama atas harta tersebut namun cukup menyampaikan surat pengakuan nominee dan surat pengakuan kepemilikan oleh pihak lainnya pada saat menyampaikan Surat Pernyataan.51.
Bagaimana menilai harga rumah yang mau diikutkan program Amnesti Pajak? Jawaban: Nilai Rumah tersebut dihitung berdasarkan nilai wajar sesuai dengan perhitungan Wajib Pajak.52. Apakah atas Harta berupa tanah yang disertakan dalam program Amnesti Pajak pada saat akan dibaliknamakan dihadapan notaris memerlukan SKB? Jawaban: SKB diperlukan sebagai syarat pembebasan PPh Final atas pengalihan Tanah dan/atau bangunan yang telah mendapat Surat Keterangan, sepanjang pengalihan tersebut dilakukan dalam jangka waktu paling lambat tanggal 31 Desember 2017.53.
- Apakah harta yang bersumber dari penghasilan Luar Negeri menjadi objek amnesti pajak juga? Jawaban: Wajib Pajak dapat mengungkapkan harta yang belum dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh, termasuk harta yang berasal dari penghasilan luar negeri.54.
- Apakah investasi dalam program asuransi kesehatan dapat menjadi objek Amnesti Pajak? Berapa nilai yang harus diungkapkan? Apakah sebesar investasi yang akan diterima di masa depan atau nilai premi yang sudah dibayar? Jawaban: Investasi dalam bentuk asuransi kesehatan yang berbentuk unit link merupakan harta dalam bentuk non cash.
Untuk itu, pengungkapan nilainya sebesar nilai wajar atas investasi dalam program tersebut.55. Apakah terdapat fasilitas pembebasan BPHTB untuk kewajiban balik nama atas Harta dalam bentuk Tanah dan/atau Bangunan yang dilakukan sampai dengan Desember 2017? Jawaban: BPHTB tidak termasuk fasilitas yang dibebaskan dalam UU Pengampunan Pajak.56.
Apabila WP tidak berkenan dengan skema Pasal 18 PMK 118 Tahun 2016 (ketentuan mengenai penyampaian SPT Tahunan PPh terakhir), apakah WP boleh membetulkan SPT PPH Tahun 2011 sd 2014? Jawaban: Pembetulan SPT merupakan hak Wajib Pajak, namun apabila SPT Tahun Pajak 2015 disampaikan setelah tanggal 1 Juli 2016 dan Wajib Pajak mengikuti program amnesti pajak ini maka Pasal 18 PMK 118 berlaku.57.
Apakah pembetulan SPT PPh 2015 yang dilakukan sebelum berlakunya UU Pengampunan pajak atas harta yang dilaporkan dalam SPT tersebut dapat diperhitungkan dalam Surat Pernyataan? Jawaban: SPT Pembetulan yang dilaporkan ke KPP sebelum tanggal 1 Juli 2016 adalah SPT yang sah sehingga nilai Harta bersih yang telah dilaporkan dalam SPT pembetulan tersebut, dapat diperhitungkan dalam pengungkapan Harta pada Surat Pernyataan.58.
Wajib Pajak memiliki Harta berupa rumah yang diperoleh pada tahun 2000 sebesar 1 Miliar yang kini nilai pasarnya adalah sebesar 3M. Atas Harta tersebut belum pernah dilaporkan dalam SPT. Bagaimana Wajib Pajak harus melaporkannya? Jawaban: Dalam UU Pengampunan Pajak, untuk Harta tambahan selain kas dinilai sebesar nilai wajarnya.59.
Apakah penyampaian Surat Pernyataan dapat dikuasakan? Jawaban: Penyampaian Permohonan dalam program Amnesti Pajak dapat dikuasakan dengan menggunakan Surat Kuasa Khusus sesuai ketentuan perdata.60. Apakah penandatanganan surat permohonan orang pribadi dapat diwakilkan? Jawaban: Penandatanganan Surat Pernyataan harus dilakukan oleh Wajib Pajak orang pribadi sendiri.61.
Apakah permintaan data (misalnya tunggakan Pajak) untuk keperluan amnesti pajak dapat diwakilkan? Jawaban: Permintaan data dapat diwakilkan dengan menggunakan Surat Kuasa Khusus.62. Apakah nilai 4,8M hanya berlaku untuk Wajib Pajak OP saja atau berlaku juga untuk WP Badan? Jawaban: Yang dapat memanfaatkan tarif Pasal 4 ayat (3) dalam UU Pengampunan Pajak adalah Wajib Pajak, baik Orang Pribadi atau Badan, sepanjang memiliki peredaran usaha hanya bersumber dari penghasilan atas kegiatan usaha s.d Rp4.8 miliar pada Tahun Pajak terakhir dan tidak menerima penghasilan tidak menerima penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja dan / atau pekerjaan bebas.63.
Apabila harta telah dilaporkan dalam SPT, apakah dapat dilaporkan lagi dalam Amnesti Pajak? Jawaban: Harta yang dilaporkan dalam Surat Pernyataan hanya harta yang belum atau belum seluruhnya dilaporkan dalam SPT.64. Apakah persediaan dalam Surat Pernyataan harus dirinci? Jawaban: Pengungkapan Harta dalam Surat Pernyaaan harus dirinci sesuai dengan isian dalam lampiran Surat Pernyataan.65.
Atas Warisan orang tua kepada anak yang belum pernah dilaporkan dalam SPT Tahunan, siapa yang berhak mengajukan Amnesti Pajak? Jawaban: Dalam hal Warisan tersebut belum terbagi, maka atas harta Warisan tersebut dapat diikutkan dalam program Amnesti Pajak dengan menggunakan Subjek Pajak Warisan Yang Belum terbagi sebagai Subjek Pajak menggantikan yang berhak.
Pelaksaannya dilakukan oleh salah seorang ahli warisnya, pelaksana wasiatnya atau yang mengurus harta warisan tersebut (Keterangan: NPWP Subjek Pajak Warisan Yang Belum terbagi adalah sama dengan NPWP Almarhum. Dalam hal Warisan sudah terbagi, maka yang mengajukan amnesti pajak adalah masing-masing ahli waris yang mendapatkan harta berupa warisan tersebut.66.
Apakah untuk melakukan repatriasi harta dari luar negeri harus dilakukan dalam bentuk cash? Jawaban: Harta yang akan dilakukan repatriasi harus dalam bentuk cash, dengan demikian atas bentuk non kas yang ada di luar negeri harus dialihkan dan atas uang hasil pengalihan harus diinvestasikan sesuai ketentuan di dalam UU Pengampunan Pajak.
Sebagai contoh Wajib Pajak memiliki apartemen di Singapura dan ingin mengikuti program Amnesti Pajak dan memanfaatkan tarif repatriasi. Untuk itu Wajib Pajak dapat menjual apartemen tersebut hasil penjualannya dimasukan kedalam rekening khusus pada Bank Persepsi di dalam negeri.67.
Jika WP Orang Pribadi mengalami sakit stroke, apakah Surat Pernyataan boleh dikuasakan? Bolehkah diganti dengan cap jempol? Jawaban: Dalam hal keadaan khusus, tanda tangan dapat diganti dengan bentuk yang lain yang sah secara hukum, dalam rangka memberikan hak yang sama kepada semua Wajib Pajak.68. Apabila di tahun 2016 Wajib Pajak tidak mengikuti Amnesti Pajak, dan berniat mengikuti amnesti pajak pada periode ketiga amnesti pajak (1 Januari – 31 Maret 2017), apakah SPT Tahun Pajak Terakhirnya menggunakan SPT 2015 atau 2016? Jawaban: SPT Tahun Pajak 2015 69.
Berapa Utang yang dapat diakui dalam penghitungan Uang Tebusan? Jawaban: Untuk penghitungan Uang Tebusan, nilai Utang yang dapat diperhitungkan sebagai pengurang nilai Harta tambahan : a. Bagi WP badan paling banyak 75% dari nilai Harta tambahan; b. Bagi WP OP paling banyak 50% dari nilai Harta tambahan.70.
Apakah nilai 10 miliar sebagaimana dimaksud Pasal 4 ayat (3) UU Pengampunan Pajak bagi Wajib Pajak yang peredaran usahanya kurang dari 4,8 miliar merupakan nilai harta keseluruhan atau nilai Harta tambahan yang belum pernah dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh? Jawaban: Nilai 10 miliar dalam Pasal 4 (3) UU Pengampunan Pajak merupakan nilai keseluruhan Harta yang diungkapkan dalam Surat Pernyataan, yang terdiri dari: a.
Harta yang sudah diungkapkan dalam SPT PPh Terakhir; dan b. Harta tambahan yang belum atau belum seluruhnya dilaporkan dalam SPT PPh Terakhir.71. Bagaimana WP membuktikan pokok utang atas utang yang diberikan dari sesama Wajib Pajak orang pribadi Jawaban: Wajib Pajak perlu membuat surat pernyataan yang sah mengenai pengakuan utang oleh kedua belah pihak.72.
Apakah kewajiban PPh, PPN, dan PPN atau PPn BM dihapuskan bagi Wajib Pajak yang mengikuti program amnesti pajak? Jawaban: Bagi Wajib Pajak yang mengikuti program amnesti pajak dan telah mendapatkan Surat Keterangan, maka dihapus pajak yang seharusnya terutang, tidak dikenai sanksi administrasi dan sanksi pidana dibidang perpajakan atas kewajiban PPh, PPN, dan/atau PPn BM untuk masa pajak, bagian Tahun Pajak, Tahun Pajak sampai dengan akhir Tahun Pajak Terakhir.73.
WP berniat mengikuti amnesti pajak, namun atas harta tersebut akan dijual 2 bulan lagi. Bagaimana perlakuan pajak atas harta tersebut Jawaban: Dalam harta tersebut diungkapkan dalam Surat Pernyataan dalam skema deklarasi dalam negeri atau repatriasi, maka harta tersebut tidak boleh dialihkan ke luar negeri selama tiga tahun.
- Dengan demikian harta tersebut boleh dijual, namun hasil penjualannya tidak dialihkan ke luar negeri.74.
- WP Orang Pribadi membeli apartemen dengan cara mencicil ke perusahaan.
- Apakah atas harta tersebut dapat diajukan amnesti pajak.
- Jawaban: Apartemen tersebut dapat diikutsertakan dalam program Amnesti Pajak sepanjang belum dilaporkan dalam SPT PPh.75.
WP X melaporkan SPT tahun 2011 sampai dengan 2015 setelah UU amnesti pajak berlaku tanpa berniat ikut Amnesti Pajak. Setelah penyampaian SPT tersebut, Wajib Pajak berniat ikut TA. Terdapat kemungkinan Wajib Pajak berniat mengecilkan uang tebusan karena harta tambahan yang diikutkan amnesti pajak menjadi kecil.
Apakah atas SPT Tahunan PPH Tahun 2011 sampai dengan 2015 tersebut diakui? Jawaban: Pada saat Wajib Pajak mengikuti program Amensti Pajak, SPT PPh yang diakui adalah hanya SPT PPh Terakhir sesuai ketentuan Pasal 18 PMK Nomor 118/PMK.03 Tahun 2016. Harta yang berasal diluar penghasilan Tahun Pajak 2015 diakui sebagai Harta Tambahan yang harus diungkapkan dalam Surat Pernyataan.
SPT Tahunan Tahun 2015 yang telah disampaikan tidak perlu diperbaiki.76. Bagaimana perlakukan Wajib Pajak jika ingin mengikuti program amnesti pajak namun sedang dilakukan pemeriksaan bukti permulaan. Jawaban: WP yang sedang dilakukan pemeriksaan bukti permulaan harus meminta perhitungan pokok pajak terutang ke unit pelaksana pemeriksaan.
Berdasarkan perhitungan pokok pajak terutang dari unit pelaksana pemeriksaan bukti permulaan, Wajib Pajak harus melunasi paling lambat 14 hari setelah diterimanya perhitungan tersebut. Setelah WP melunasi pokok pajak terutang, WP pajak dapat mengikuti program Amnesti Pajak.77. Apakah Harta yang tidak ada dokumen pendukungnya dapat diajukan sebagai objek amnesti pajak? Bagaimana dengan utang? Jawaban: Harta yang diungkapkan dalam Surat Pernyataan harus terdapat dokumen pendukung, namun tidak perlu dilampirkan dalam surat pernyataan.
Dalam hal Wajib Pajak tidak mempunyai dokumen pendukung tesebut, Wajib Pajak perlu membuat Surat Pernyataan mengenai Kepemilikan Harta tersebut. Harta yang dilaporkan dalam Surat Pernyataan menjadi nilai perolehan dalam SPT Tahun berikutnya. Pengujian mengenai eksistensi/keberadaan harta (bukan pengujian nilai harta) dapat dilakukan setelah Wajib Pajak menyampaikan SPT Tahun Pajak 2016 atau 2017 Untuk utang harus dilampiri dengan dokumen pendukung antara lain akad kredit dan surat pengakuan Utang antara dua pihak di hadapan notaris atau di hadapan saksi.78.
- Bagaimana perlakuan tanah yang dimiliki Wajib Pajak namun masih atas nama nenek yang sudah meninggal? Jawaban: Atas tanah tersebut dapat diikut sertakan dalam program amnesti pajak sepanjang tanah tersebut merupakan milik Wajib Pajak.
- Tanah harus dibaliknamakan sebelum 31 Desember 2017 jika WP ingin mendapat fasilitas pembebasan PPh atas pengalihan tanah.79.
Bagaimana format surat pengakuan kepemilikian harta dan surat pengakuan nominee? Jawaban: Undang-undang Pengampunan Pajak dan aturan pelaksanaannya tidak mengatur secara khusus format surat pengakuan kepemilikan harta dan surat pengakuan nominee.80. Apakah harta yang masih atas nama WP Orang Pribadi harus dibaliknamakan apabila yang akan mengajukan Amnesti Pajak adalah WP Badan? Jawaban: Pihak yang mengajukan program Amnesti Pajak yang mengungkapkan harta miliknya namun masih atas nama pihak lain, pada saat pengajuan Surat Pernyataan perlu melampirkan Surat Pengakuan Nominee dan Surat Pengakuan Kepemilikan Harta.81.
Apakah uang tebusan dapat dicicil? Jawaban: Pembayaran Uang Tebusan dapat dicicil. Namun pada pada saat penyampaian Surat Pernyataan, Uang Tebusan sudah harus lunas. Jika belum lunas, Surat Pernyataan tidak dapat diterima.82. Wajib Pajak sudah menyampaikan Surat Pernyataan yang pertama. Kemudian, peneliti memiliki data tentang harta yang belum disampaikan dalam surat pernyataan apa yang harus dilakukan? Jawaban: Peneliti dapat melakukan klarifikasi secara persuasif ke Wajib Pajak untuk mengajukan Surat Pernyataan lagi sebelum jangka waktunya berakhir.83.1.
Apakah ada kriteria tertentu yang mewajibkan WP untuk menggunakan softcopy? 2. Apakah Wajib Pajak boleh mengajukan permohonan secara manual (tidak menyertakan softcopy) atau wajib dengan softcopy? Jawaban: Setiap Wajib Pajak yang mengikuti program Amnesti Pajak wajib menyertakan Daftar rincian Harta dan daftar rincian Utang dalam bentuk softcopy dan hardcopy.
3 kapan kewajiban pajak subjektif untuk warisan berakhir?
1.2. | Ketentuan Pasal 1 disempurnakan, sehingga berbunyi sebagai berikut : “Pasal 1 Pajak Penghasilan dikenakan terhadap Subyek Pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak.” Ketentuan Pasal 2 diubah, sehingga seluruhnya berbunyi sebagai berikut : |
Pasal 2
(1) | Yang menjadi Subyek Pajak adalah : |
table>
table>
table>
table>
table>
table>
table>
table>
table>
Pasal 2A
(1) | Kewajiban pajak subjektif orang pribadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf a dimulai pada saat orang pribadi tersebut dilahirkan, berada atau berniat untuk bertempat tinggal di Indonesia dan berakhir pada saat meninggal dunia atau meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya. | ||
(2) | Kewajiban pajak subjektif badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf b dimulai pada saat badan tersebut didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia dan berakhir pada saat dibubarkan atau tidak lagi bertempat kedudukan di Indonesia. | ||
(3) | Kewajiban pajak subjektif orang pribadi atau badan sebagaimana dalam Pasal 2 ayat (4) huruf a dimulai pada saat orang pribadi atau badan tersebut menjalankan usaha atau melakukan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (5) dan berakhir pada saat tidak lagi menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap. | ||
(4) | Kewajiban pajak subjektif orang pribadi atau badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) huruf b dimulai pada saat orang pribadi atau badan tersebut menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia dan berakhir pada saat tidak lagi menerima atau memperoleh penghasilan tersebut. | ||
(5) | Kewajiban pajak subjektif warisan yang belum terbagi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a angka 2) dimulai pada saat timbulnya warisan yang belum terbagi tersebut dan berakhir pada saat warisan tersebut selesai dibagi. | ||
(6) | Apabila kewajiban pajak subjektif orang pribadi yang bertempat tinggal atau yang berada di Indonesia hanya meliputi sebagian dari tahun pajak, maka bagian tahun pajak tersebut menggantikan tahun pajak.” |
table>
Pasal 3 Tidak termasuk Subjek Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 adalah :
a. | badan perwakilan negara asing; |
b. | pejabat-pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat-pejabat lain dari negara asing, dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama-sama mereka, dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain di luar jabatannya di Indonesia, serta negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik; |
c. | organisasi-organisasi internasional yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan dengan syarat tidak menjalankan usaha atau melakukan kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan di Indonesia; |
d. | pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha atau melakukan kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan di Indonesia.” |
/td>