Jelaskan Yang Dimaksud Pajak Penghasilan Final?

Jelaskan Yang Dimaksud Pajak Penghasilan Final
Baca juga PPS Usai, Pemerintah Turunkan Target Penerimaan PPh Final – Salah satu jenis pajak yang paling umum adalah Pajak Penghasilan (PPh). Pajak penghasilan merupakan pajak yang dikenakan baik kepada orang pribadi maupun badan atas penghasilan yang diperoleh dalam kurun waktu satu tahun pajak.

  1. Pajak penghasilan melekat pada subjeknya sehingga sering kali disebut dengan sebutan pajak subjektif.
  2. Pajak Penghasilan berdasarkan sifat pemotongan/pemungutan dibagi menjadi 2 jenis yaitu PPh final dan PPh tidak final.
  3. Pajak Penghasilan final merupakan pajak yang dikenakan dengan tarif dan dasar pengenaan pajak tertentu atas penghasilan yang didapatkan atau diperoleh dalam satu tahun berjalan.

Pembayaran, pemotongan, atau pemungutan PPh final yang dipotong oleh pihak lain ataupun sendiri bukanlah pembayaran di muka atas PPh terutang melainkan merupakan pelunasan PPh terutang atas penghasilan, oleh karena itu Wajib Pajak dianggap telah melakukan kewajiban pajaknya.

Penghasilan yang diterima atau diperoleh akan dikenakan PPh dengan tarif dan dasar pengenaan pajak tertentu pada waktu penghasilan tersebut diterima atau diperoleh. PPh yang dikenakan, baik dipotong oleh pihak lain maupun yang disetor sudah langsung melunasi PPh terutang untuk penghasilan tersebut, sehingga Wajib Pajak tidak memiliki utang atas Pajak Penghasilan yang harus dibayarkan.

Hal ini berarti nantinya penghasilan yang dikenakan PPh final ini tidak lagi dihitung di SPT Tahunan dan juga merupakan bukan kredit pajak di SPT Tahunan.

Jelaskan apa itu yang dimaksud dengan pajak penghasilan Final dan Non Final?

Perbedaan Pajak Penghasilan Final dan Tidak Final VIVA – Semua wajib pajak pasti sudah sering mendengar mengenai pajak penghasilan. Dalam pemotongan atau pemungutannya, PPh dibedakan menjadi pajak penghasilan Final dan Tidak Final. PPh adalah pajak yang dikenakan kepada wajib pajak atas pendapatan yang diterima dalam suatu tahun pajak.

Di sini pajak final ini merupakan pajak yang dikenakan dengan tarif dan dasar pengenaan pajak tertentu atas pendapatan yang diterima. Mengenal Pajak Penghasilan Final PPh Final diartikan sebagai penyederhanaan dalam metode penghitungan pajak penghasilan. Pada umumnya, pajak penghasilan dihitung berdasarkan penghasilan bersih.

Penghasilan neto atau bersih bisa diketahui dengan melakukan penghitungan penghasilan bruto dikurangi dengan biaya lainnya. Namun, tak semua biaya dapat dikurangkan. Ada beberapa biaya yang bisa dikurangi dan tak bisa dikurangi. PPh final ini adalah pajak yang dikenakan secara langsung ketika seorang wajib pajak memperoleh penghasilan.

  • Arena mempunyai sifat pemungutan yang sementara, maka PPh final tak diperhitungkan dalam pelaporan SPT tahunan namun nantinya tetap harus dilaporkan.
  • Pendapatan yang akan dikenakan PPh final ini tidak dihitung lagi pada SPT Tahunan untuk dikenakan tarif umum dengan penghasilan lainnya.
  • PPh nantinya akan dipotong atau dibayarkan bukan termasuk ke dalam kredit pajak pada SPT Tahunan.

Secara umum, perbedaan antara PPh Final dan tak Final yakni Pajak Penghasilan Final berarti pajak sudah selesai. Sedangkan, PPh tak final merupakan kebalikan dari PPh Final, yakni pajak belum selesai. Perbedaan Pajak Penghasilan Final dan Tidak Final Disclaimer: Artikel ini adalah kiriman dari pengguna VIVA.co.id yang diposting di kanal VStory yang berbasis user generate content (UGC).

Apa itu PPh final dan contohnya?

Setiap penghasilan yang didapat pastilah dikenakan Pajak Penghasilan atau yang dikenal dengan PPh. Wajib pajak (WP) harus mengetahui bahwa ada penghasilan yang dikenakan PPh Final, ada pula PPh Tidak Final berdasarkan sifat pemungutan pajaknya. Perbedaan kedua jenis PPh tersebut terletak pada pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh, baik untuk pribadi ataupun untuk badan usaha.

  1. PPh Final adalah pajak penghasilan yang sifatnya langsung diberikan kepada WP saat menerima penghasilan dan tidak akan dihitung lagi dalam SPT Tahunan PPh, hanya melaporkannya.
  2. Jadi, si wajib pajak ini langsung menyetorkan PPh Final, tapi tetap perlu melaporkannya secara tertulis dalam formulir SPT Tahunan.

Tujuan pelaporan ini sederhana, agar setiap pajak yang dibayarkan bisa didata dan diketahui rekam jejaknya. Pembedaan pajak penghasilan menjadi PPh Final dan PPh Tidak Final ini tentu saja ada alasannya sendiri. Pemerintah melalui Direktorat Jenderal (Dirjen) Pajak ingin membantu wajib pajak dalam membayar kewajibannya kepada negara dengan cara yang lebih mudah dan tentunya efektif.

Apa yang dimaksud dengan pajak final dan bagaimana pelaporannya oleh individu?

Pajak Final: 3 Hal yang Harus Anda Ketahui dari PPh Final Pajak final atau PPh final merupakan pajak yang dikenakan langsung saat wajib pajak (WP) menerima penghasilan. Pajak final biasanya langsung disetorkan oleh WP. Karena sifat pungutannya yang seketika, PPh final tidak lagi diperhitungkan dalam pelaporan SPT tahunan meskipun nantinya tetap harus dilaporkan.

Lalu, mengapa pemerintah membedakan pajak penghasilan menjadi 2 jenis? Pemisahan PPh final dan nonfinal bukanlah sebuah keputusan yang dibuat semata-mata untuk mempersulit wajib pajak, bahkan sebaliknya, pemerintah (dalam hal ini Dirjen Pajak) berusaha memudahkan wajib pajak agar kewajibannya bisa dipenuhi dengan lebih mudah lagi.

Setidaknya ada dua pertimbangan yang menjadi dasar penerapan pajak final, yaitu:

Penyederhanaan pengenaan pajak penghasilan atas penghasilan dari usaha. Memudahkan serta mengurangi beban administrasi bagi wajib pajak.

Untuk lebih memahami dua jenis pajak ini, selanjutnya mari kita bahas beberapa hal tentang PPh final dan non-final yang mungkin belum Anda tahu.

Apa dasar hukum pajak penghasilan final?

Dasar hukum PPh saat ini diatur dalam UU 7/1983 dan perubahannya. Ada 9 bab dengan 36 pasal yang membahas sejumlah ketentuan perihal pajak penghasilan, simak isinya berikut ini. Dasar hukum PPh saat ini adalah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan atau yang bisa disingkat menjadi UU 7/1983.

  1. Dalam perkembangannya, UU 7/1983 mengalami empat kali perubahan dan disempurnakan dengan dua undang-undang lainnya, yakni UU Cipta Kerja dan UU HPP (Harmonisasi Peraturan Perpajakan).
  2. Lebih lanjut, perubahan pertama tertuang dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1991; perubahan kedua tertuang dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994; perubahan ketiga dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000; dan perubahan keempat tertuang dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008,

Baca juga:

Mengenal Advokat Perpajakan Menkeu: Perlu Keseimbangan Tarif Pajak untuk Mencapai Keadilan Isu Data Bocor, DJP Pastikan Data Wajib Pajak Aman

Dalam UU 7/1983 dan perubahannya, terdapat 36 pasal yang dikelompokkan dalam 9 bab dengan rangkuman isi sebagai berikut.

Apa yang dimaksud pajak tidak final?

Perbedaan Pajak atau PPh Final dan Tidak Final – Sebelum menjelaskannya lebih lanjut, mari kita bahas sedikit mengenai apa itu PPh. Pajak penghasilan atau PPh sendiri adalah pajak yang dibebankan pada Orang Pribadi maupun Badan berdasarkan penghasilan yang diterima dalam rentang satu tahun. Sementara itu PPh final adalah pajak yang dikenakan tarif dan dasar pengenaan pajak tertentu berdasarkan hasil yang diterima pada saat tahun berjalan.

  1. Emudian, pajak penghasilan final yang telah dipotong pihak lain atau yang disetor secara mandiri bukan lah pembayaran atas pajak penghasilanterutang wajib pajak, melainkan pelunasan pajak penghasilan terutang dari penghasilannya.
  2. Nantinya, wajib pajak akan dianggap sudah melunasi kewajiban pajaknya.
You might be interested:  Siapa Saja Para Pemain Di Pasar Modal?

Penghasilan yang sudah dikenakan PPh final nantinya tidak dihitung lagi pada SPT Tahunan sehingga ia tidak akan dikenakan tarif umum bersamaan dengan penghasilan lain dari wajib pajak. Jadi singkatnya, PPh final adalah pajak yang sudah selesai atau dikenakan secara langsung ketika wajib pajak mendapatkan penghasilan.

Pajak penghasilan final tidak digabungkan dengan penghasilan lain yang dikenai tarif umum yang tertera dalam SPT Tahunan PPh Badan. Kemudian penghasilan pada PPh tidak final digabungkan dengan penghasilan lain yang dikenakan tarif umum Pada pajak penghasilan final, biaya sehubungan untuk menghasilkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang dikenai PPh tidak bisa dikurangi. Sementara itu biaya tersebut bisa dikurangkan pada PPh tidak final. Bukti potong pajak penghasilan final tidak bisa diperhitungkan sebagai kredit pajak bagi pihak yang pajaknya dipotong. Sebaliknya, pada PPh tidak final bukti potong dapat diperhitungkan. Tarif pajak penghasilan final dibuat berdasarkan Peraturan Pemerintah atau Keputusan Menteri Keuangan, sementara itu pajak penghasilantidak final menggunakan tarif umum Pasal 17 UU Pajak Penghasilan.

Baca juga: Cara Menghitung Pajak Penghasilan dan Simulasinya

Jelaskan apa karakteristik dengan PPh final?

Karakteristik PPh Bersifat Final :

  1. Tidak perlu digabungkan dengan penghasilan lain (yang non final) dalam penghitungan PPh pada SPT Tahunan.
  2. Biaya-biaya yang digunakan untuk menghasilkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang pengenaan PPh-nya bersifat final tidak dapat dikurangkan.
  3. PPh Final yang telah dibayar sendiri atau dipotong pihak lain sehubungan dengan penghasilan tersebut tidak dapat dikreditkan

Apa itu PPh final brainly?

MELALUI Peraturan Menteri Keuangan No.44/2020, pemerintah memberikan insentif berupa pajak penghasilan (PPh) final ditanggung pemerintah (DTP) bagi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Insentif ini diberikan 6 bulan terhitung mulai masa pajak April 2020 sampai September 2020.

Insentif tersebut membuat wajib pajak UMKM tidak perlu menanggung PPh final dengan tarif 0,5% dari jumlah peredaran bruto sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah No.23/2018. Lantas, apa sebenarnya yang dimaksud dengan PPh final? Definisi MENURUT IBFD International Tax Glossary (2009), PPh final biasa digunakan untuk menggambarkan penghasilan yang dikenakan withholding tax dan tidak termasuk penghasilan yang diperhitungkan dalam penghitungan pajak dengan tarif progresif.

PPh final diberikan perlakuan berbeda dengan PPh yang tidak final, sehingga memiliki penghitungan tersendiri. Secara garis besar, PPh final memiliki skema tarif khusus atas setiap jenis penghasilan dan biaya yang terkait atas penghasilan tersebut tidak dapat menjadi pengurang penghasilan bruto.

Sederhananya, PPh final adalah pajak yang dikenakan dengan tarif dan dasar pengenaan pajak tertentu yang berbeda dengan skema pajak umum atas penghasilan yang diterima atau diperoleh selama tahun berjalan. Pembayaran, pemotongan atau pemungutan PPh final baik dipotong maupun disetor sendiri bukan merupakan pembayaran di muka atas PPh terutang, melainkan pelunasan.

Dengan demikian, wajib pajak yang telah dipotong atau menyetor sendiri PPh final terutang dianggap telah melunasi pajaknya. PPh final merupakan pajak yang dikenakan langsung saat wajib pajak menerima penghasilan. Pungutannya yang seketika membuat penghasilan yang dikenai PPh final tidak lagi diikutsertakan dalam penghitungan pajak terutang tahunan.

Endati demikian, penghasilan itu tetap harus dilaporkan dalam surat pemberitahuan (SPT). Hal ini berarti penghasilan tersebut tidak diakumulasikan dengan penghasilan lain yang nonfinal untuk dikenakan tarif progresif sesuai dengan tarif pasal 17 UU PPh. Dengan demikian, terminologi ‘final’ yang digunakan dalam PPh final merujuk pada kewajiban pajak yang sudah selesai atau berakhir.

Ketentuan PPh Final SECARA umum, ketentuan PPh final tercantum dalam Pasal 4 ayat (2) UU PPh yang menyatakan setidaknya ada 5 kelompok penghasilan yang dikenakan PPh final. Pertama, penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi.

Edua, penghasilan berupa hadiah undian. Ketiga, penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivatif yang diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham/pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang diterima perusahaan modal ventura. Keempat, penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan bangunan.

Kelima, penghasilan tertentu lainnya yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP). Adanya ketentuan penghasilan tertentu lainnya merepresentasikan bahwa UU PPh memberikan kewenangan kepada pemerintah untuk menentukan jenis penghasilan lain yang tidak dicontohkan dalam Pasal 4 ayat (2) tetapi akan dikenakan PPh final.

  1. Untuk itu, selain dalam Pasal 4 ayat (2), ketentuan PPh final saat ini tersebar dalam beberapa pasal lain seperti Pasal 15, Pasal 17 ayat (2c), Pasal 19, Pasal 21, Pasal 22, dan Pasal 26.
  2. Setiap jenis PPh final tersebut memiliki aturan pajak tersendiri.
  3. Aturan tersendiri itu didelegasikan ke aturan di luar undang-undang, salah satunya PP.

Aturan tersebut menjabarkan tentang sistem pemajakan PPh final untuk setiap objek penghasilan, mulai dari penentuan dasar pengenaan pajak, tarif pajak, hingga mekanisme pemotongan atau pemungutannya. Lebih lanjut, berdasarkan penjelasan Pasal 4 ayat (2) terdapat 5 pertimbangan yang membuat suatu objek PPh dikenakan PPh final.

Pertama, perlu adanya dorongan dalam rangka perkembangan investasi dan tabungan masyarakat. Kedua, kesederhanaan dalam pemungutan pajak. Ketiga, berkurangnya beban administrasi bagi wajib pajak maupun Ditjen Pajak. Keempat, pemerataan dalam pengenaan pajak. Kelima, memperhatikan perkembangan ekonomi dan moneter, atas penghasilan-penghasilan tersebut perlu diberikan perlakuan tersendiri dalam penganaan pajaknya Selain itu, sistem pengenaan PPh final pada dasarnya menjadi salah satu cara pemerintah dalam menarik pajak dengan cara sederhana.

Disebut sederhana karena wajib pajak dapat menghitung pajak dengan sekali hitung, umumnya dengan mengalikan penghasilan bruto dengan tarif. (Mansury, 1992) Simpulan BERDASARKAN definisi yang dijabarkan itu dapat ditarik kesimpulan definisi dari PPh final adalah PPh yang pengenaanya sudah final atau berakhir, sehingga tidak dapat dikreditkan atau dikurangkan dari total PPh terutang pada akhir tahun pajak.

Secara lebih terperinci, penghasilan yang dikenai PPh final tidak digabungkan dengan penghasilan lain yang dikenai tarif umum dalam SPT Tahunan. Begitu pula dengan biaya untuk menghasilkan, menagih, dan memelihara penghasilan tersebut tidak dapat menjadi pengurang penghasilan bruto. Selain itu, bukti potong PPh final juga tidak dapat diperhitungkan sebagai kredit pajak bagi pihak yang dipotong dan atau dipungut.

Anda juga dapat menyimak pembahasan tentang PPh Final dalam DDTC Working Paper ‘ Meninjau Konsep dan Relevansi PPh Final di Indonesia ‘. (Bsi)

Apa tujuan PPh final?

Tujuan Penerapan PPh Final – Uraian yang spesifik mengenai tujuan penerapan PPh final dalam sistem perpajakan sulit ditemukan. Namun, jika dilihat dari tujuannya, salah satu tujuan utama penerapan skema PPh yang bersifat final adalah untuk menyederhanakan pengenaan PPh atas objek pajak tertentu.

  • Esederhanaan PPh final ditunjukkan dari penghitungannya yang dilakukan dengan cara mengalikan penghasilan bruto dengan tarif.
  • Sifat penerapannya yang sederhana tersebut, menyebabkan PPh final digunakan untuk memberikan kemudahan administrasi bagi wajib pajak.
  • Emudahan administratif tersebut, dapat mengurangi biaya kepatuhan pajak.

Melihat tujuan tersebut, penerapan PPh final menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari dua terobosan kebijakan untuk meningkatkan kepatuhan, yaitu presumptive tax dan withholding tax, Dalam presumptive tax, penerapan kebijakan PPh final bertujuan agar prosedur pengenaan pajak dapat berjalan sederhana.

Selain itu, PPh final juga dapat menjadi pelengkap yang berguna dalam upaya memaksimalkan produktivitas penerimaan dari segi administrasi. Itulah sebabnya, negara seperti Indonesia memilih menerapkan presumptive tax secara final, untuk memungut pajak terhadap sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).

Sementara dalam mekanisme withholding tax, PPh final digunakan sebagai cara untuk mengenakan pajak atas penghasilan yang diterima oleh subjek pajak luar negeri (SPLN). Pengenaannya yang mudah dan sederhana secara administrasi, dianggap sesuai untuk memajaki SPLN yang memiliki karakteristik berbeda dengan subjek pajak dalam negeri (SPDN).

You might be interested:  Pihak Internal Dan Eksternal Yang Membutuhkan Laporan Keuangan?

Apa yang dimaksud pajak penghasilan final berdasarkan PPh pasal 4 ayat 2 UU PPh?

Tarif dan Dasar Pengenaan PPh Final : – Ada beberapa jenis penghasilan yang dikenakan dengan pemotongan pajak final PPh Pasal 4 Ayat 2, Masing-masing penghasilan memiliki tarif yang berbeda dan diatur dalam Peraturan Pemerintah. Di bawah ini berbagai objek pajak dengan tarif masing-masing sesuai dengan peraturan :

No. Objek PPh Pasal 4 Ayat 2 Tarif (%) Peraturan yang Berlaku
1. Bunga deposito / tabungan, diskonto SBI dan jasa giro**** 20 Pasal 4 (2) a UU PPh jo PP 131 Thn 2000 jo KMK 51/KOM.04/2001
2. Bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi ^ 10 Pasal 4 (2) a & Pasal 17 (7) jo PP No.15 Thn 2009
3. Bunga obligasi (surat utang & SUN lebih dari 12 bulan) ^^^ Pasal 4 (2) a UU PPh jo PP No.16 Thn 2009
3a. Bunga dari obligasi dengan kupon bagi WP dalam negeri & BUT 15 UU PPh jo PP No.16 Thn 2009
3b. Bunga dari obligasi dengan kupon bagi WP luar negeri non BUT seusai P3B 20 UU PPh jo PP No.16 Thn 2009
3c. Diskonto dari obligasi dengan kupon bagi WP luar negeri non BUT seusai BUT* 15 UU PPh jo PP No.16 Thn 2009
3d. Diskonto dari obligasi dengan kupon bagi WP luar negeri non BUT seusai P3B* 20 UU PPh jo PP No.16 Thn 2009
3e. Diskonto dari obligasi tanpa bunga bagi WP dalam negeri dan BUT** 15 UU PPh jo PP No.16 Thn 2009
3f. Diskonto dari obligasi tanpa bunga bagi WP luar negeri non BUT sesuai P3B** 20 UU PPh jo PP No.16 Thn 2009
3g. Bunga dan/atau diskonto dari obligasi yang diterima dan/atau diperoleh WP reksadana yang terdaftar pada Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan untuk tahun 2009 – 2010. UU PPh jo PP No.16 Thn 2009
3h. Bunga dan/atau diskonto dari obligasi yang diterima dan/atau diperoleh WP 5 UU PPh jo PP No.16 Thn 2009
3i. Bunga dan/atau diskonto dari obligasi yang diterima dan/atau diperoleh WP reksadana yang terdaftar pada Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan untuk tahun 2014, dst. 15 UU PPh jo PP No.16 Thn 2009
4. Deviden yang diterima/diperoleh WP orang pribadi dalam negeri 10 Pasal 17 (2c) dan Pasal 4 (2) UU PPh
5. Hadiah undian 25 Pasal 4 (2) b UU PPh jo PP No.132 thn 2000
6. Transaksi derivatif berupa kontrak berjangka yang diperdagangkan di bursa*** 2,5 Pasal 4 (2) c UU PPh jo PP No.17 thn 2009
7a. Transaksi penjualan saham pendiri 0,5 PP No.14 Thn 1997 jo KMK 282/KMK.04/1997 jo SE-15/PJ.42/1997 dan SE 06/PJ.4/1997
7b. Transaksi penjualan bukan saham pendiri 0,1 PP No.14 Thn 1997 jo KMK 282/KMK.04/1997 jo SE-15/PJ.42/1997 dan SE 06/PJ.4/1997
8. Jasa Konstruksi (JK)
8a. Pelaksana Jasa Konstruksi sertifikasi kecil 2 Pasal 4 (2) c UU PPh jo PP No.51 Thn 2008 jo PP No.40 thn 2009
8b. Pelaksana Jasa Konstruksi tanpa sertifikasi 4 Pasal 4 (2) c UU PPh jo PP No.51 Thn 2008 jo PP No.40 thn 2009
8c. Pelaksana Jasa Konstruksi sertifikasi sedang dan besar 3 Pasal 4 (2) c UU PPh jo PP No.51 Thn 2008 jo PP No.40 thn 2009
8d. Perancang atau pengawas Jasa Konstruksi oleh penyedia JK bersertifikasi usaha 4 Pasal 4 (2) c UU PPh jo PP No.51 Thn 2008 jo PP No.40 thn 2009
8e. Perancang atau pengawas Jasa Konstruksi oleh penyedia JK tanpa bersertifikasi usaha 6 Pasal 4 (2) c UU PPh jo PP No.51 Thn 2008 jo PP No.40 thn 2009
9. Persewaan atas tanah dan/atau bangunan 10 Peraturan Pemerintah No.29 Thn 1996 jo PP No.05 thn 2002
10a WaP yang melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan (termasuk usaha real estate)^* 5 Pasal 4 (2) d UU PPh jo PP no.71 thn 2008
10b Pengalihan Rumah Sederhana & Rumah Susun Sederhana oleh WP yang usaha pokoknya melakukan Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan 1 Pasal 4 (2) d UU PPh jo PP no.71 thn 2008
11 Transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura 0,1 PP No.4 tahun 1995

Siapa yang dikenakan pajak final?

Penghasilan Yang Dikenakan Pajak Final – Ada beberapa penghasilan yang dikenakan pajak penghasilan PPh Final, yaitu penghasilan dari transaksi penjualan saham, penghasilan bunga deposito dan tabungan, penghasilan atas hadiah dan undian, penghasilan sewa atau pengalihan hak atas tanah dan bangunan, serta penghasilan bunga atau diskonto obligasi di bursa efek.

Selain itu, penghasilan atas jasa konstruksi, perusahaan pelayaran dalam dan luar negeri, perusahaan penerbangan luar negeri, penghasilan BUT perwakilan dagang asing di Indonesia, penghasilan atas selisih lebih revaluasi aktiva tetap, penghasilan perusahaan modal ventura, hingga penghasilan atas transaksi derivatif masuk ke dalam kategori penghasilan kena pajak.

Baca juga: Perbedaan PPh 21 dan PPh 23 yang Harus Anda Ketahui

Penghasilan apa saja yang menjadi objek penghasilan final?

4. Pajak Penghasilan Jenis PPh Pasal 4 ayat (2) atau PPh Final – Definisi PPh Pasal 4 ayat 2 atau juga disebut PPh Final adalah pajak penghasilan yang dikenakan atas beberapa jenis penghasilan yang didapatkan dan pemotongan pajaknya bersifat final serta tidak dapat dikreditkan dengan pajak penghasilan terutang.

Penghasilan berupa bunga dari deposito dan jenis-jenis tabungan lainnya serta diskonto sertifikat Bank Indonesia Penghasilan berupa bunga dari obligasi swasta dan obligasi negara (SUN/Surat Utang Negara) Penghasilan berupa bunga dari tabungan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota masing-masing Penghasilan berupa hadiah berupa lotre/undian Penghasilan dari transaksi saham/dividen dan surat berharga lainnya Penghasilan dari transaksi industri perdagangan di bursa Penghasilan dari transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan mitranya yang diterima oleh perusahaan modal ventura Penghasilan dari transaksi atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan Penghasilan dari usaha jasa konstruksi Penghasilan dari usaha real estate Penghasilan dari sewa atas tanah dan/atau bangunan Pendapatan tertentu lainnya, sebagaimana diatur dalam atau sesuai dengan Peraturan Pemerintah

b. Subjek yang dikenakan PPh 4 ayat (2)/PPh Final Jenis PPh Pasal 4 ayat (2) atau PPh Final ini dikenakan pada wajib pajak badan maupun wajib pajak pribadi atas beberapa jenis penghasilan yang mereka dapatkan dan pemotongan pajaknya bersifat final. Baca Juga: Unifikasi SPT Masa PPh yang Harus Dipahami Pengusaha c.

  • Subjek pemotong PPh 4 ayat (2)/PPh Final Pemungutan jenis PPh Pasal 4 ayat (2) atau PPh Final dilakukan oleh pihak pemberi penghasilan sehubungan dengan pembayaran untuk objek tertentu.
  • Pihak pemungut ini terdiri dari wajib pajak badan yang ditunjuk untuk memotong PPh Pasal 4 ayat (2) dan wajib pajak orang pribadi yang merupakan pemungut PPh pasal 4 ayat (2) tanpa ditunjuk, di antaranya: 1.
You might be interested:  Kapan Pemutihan Pajak 2022 Dki Jakarta?

Wajib Pajak Badan Sebagai pemungut, wajib pajak badan ini ditunjuk untuk memotong jenis PPh Pasal 4 ayat (2), di antaranya:

Penerbit obligasi atau kustodian selaku agen pembayaran yang ditunjuk Perusahaan efek, dealer, atau bank, selaku pedagang perantara dan/atau pembeli Koperasi yang melakukan pembayaran bunga simpanan kepada anggota koperasi orang pribadi Penyelenggara undian Pihak yang membayar atau pihak lain yang ditunjuk sekali pembayar dividen Pengusaha jasa pada saat pembayaran, dalam hal pengguna jasa merupakan pemotong pajak

2. Wajib Pajak Orang Pribadi Sebagai pemungut, wajib pajak orang Pribadi tidak ditunjuk untuk memotong PPh Pasal 4 ayat (2), di antaranya:

Disetor sendiri oleh penyedia jasa, dalam hal pengguna jasa bukan merupakan pemotong pajak Bendaharawan atau pejabat yang melakukan pembayaran atau pejabat yang menyetujui tukar menukar untuk objek pajak pengalihan hak atas tanah/bangunan

Wajib pajak orang pribadi yang ditunjuk sebagai pemotong jenis PPh Pasal 4 ayat (2) adalah:

Akuntan, arsitek, notaris, PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah) kecuali PPAT tersebut adalah camat, pengacara, dan konsultan yang melakukan pekerjaan bebas Orang pribadi yang menjalankan usaha yang menyelenggarakan pembukuan, yang telah terdaftar sebagai wajib pajak dalam negeri

Alur pemotongan PPh 4 ayat (2) Pajak yang dipotong, dipungut oleh pihak pemberi penghasilan atau dibayar sendiri oleh pihak penerima penghasilan, penghitungan pajaknya sudah selesai dan tidak dapat dikreditkan lagi dalam penghitungan PPh pada SPT Tahunan. Ilustrasi pengusaha UMKM yang dikenakan Pajak Penghasilan

Berapa besaran PPh final?

PPh Final: Alasan Harus Bayar Pajak 0.5% Indonesia – Atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri yang memiliki peredaran bruto tertentu, dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final dalam jangka waktu tertentu. Tarif Pajak Penghasilan yang bersifat final sebagaimana dimaksud adalah sebesar 0,5% (nol koma lima persen).

  • Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu yang dikenai Pajak Penghasilan final sebesar 0,5% (nol koma lima persen) merupakan:
  • a. Wajib Pajak orang pribadi; dan
  • b. Wajib Pajak badan berbentuk koperasi, persekutuan komanditer, firma, atau perseroan terbatas,

yang menerima atau memperoleh penghasilan dengan peredaran bruto tidak melebihi Rp 4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) dalam 1 (satu) Tahun Pajak.

  1. Tidak termasuk Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final sebesar 0,5% (nol koma lima persen):
  2. a. Wajib Pajak memilih untuk dikenai Pajak Penghasilan berdasarkan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a, Pasal 17 ayat (2a), atau Pasal 31E Undang-Undang Pajak Penghasilan;
  3. b. Wajib Pajak badan berbentuk persekutuan komanditer atau firma yang dibentuk oleh beberapa Wajib Pajak orang pribadi yang memiliki keahlian khusus menyerahkan jasa sejenis dengan jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4);
  4. c. Wajib Pajak badan memperoleh fasilitas Pajak Penghasilan berdasarkan:
  5. a) Pasal 31A Undang-Undang Pajak Penghasilan; atau
  6. b) Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan dalam Tahun Berjalan beserta perubahan atau penggantinya; dan

d. Wajib Pajak berbentuk Bentuk Usaha Tetap.

  • Tidak termasuk penghasilan dari usaha yang dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final sebesar 0,5% (nol koma lima persen) adalah sebagai berikut:
  • a. Penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dari jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas;
  • b. Penghasilan yang diterima atau diperoleh di luar negeri yang pajaknya terutang atau telah dibayar di luar negeri;
  • c. Penghasilan yang telah dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan tersendiri; dan

d. Penghasilan yang dikecualikan sebagai objek pajak.

  1. Jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas sebagaimana dimaksud meliputi:
  2. a. Tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri dari pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, PPAT, penilai, dan aktuaris;
  3. b. Pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron, bintang iklan, sutradara, kru film, foto model, peragawan/peragawati, pemain drama, dan penari;
  4. c. Olahragawan;
  5. d. Penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator;
  6. e. Pengarang, peneliti, dan penerjemah;
  7. f. Agen iklan;
  8. g. Pengawas atau pengelola proyek;
  9. h. Perantara;
  10. i. Petugas penjaja barang dagangan;
  11. j. Agen asuransi;

k. Distributor perusahaan pemasaran berjenjang atau penjualan langsung dan kegiatan sejenis lainnya. : PPh Final: Alasan Harus Bayar Pajak 0.5%

Apa bedanya PPh 21 final dan tidak final?

Jenis Pajak Penghasilan Pasal 21 yang Dikenakan PPh Tidak Final –

  1. Penghasilan yang diperoleh wajib pajak orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan usaha dengan omzet di atas Rp4,8 miliar per tahun
  2. Penghasilan wajib pajak orang pribadi sehubungan dengan imbal jasa pekerjaan bebas
  3. Penghasilan yang dikenakan PPh pasal 21 kecuali honorarium dari APBN/APBD dan pesangon/JHT/THT yang dibayarkan sekaligus
  4. PPh Pasal 22 yaitu transaksi atas impor, bendaharawan, migas, dan lelang. Pengecualian untuk penjualan BBM (Bahan Bakar Minyak), BBG (Bahan Bakar Gas), dan pelumas dari importir kepada penyalur/
  5. Pajak Penghasilan Pasal 23, yang meliputi:
  • Bunga, premium, diskonto, imbalan atas pengembalian utang
  • Royalti
  • Hadiah, bonus, atau sejenis penghargaan atas sebuah kegiatan
  • Pendapatan sewa, selain tanah dan bangunan
  • Imbalan atas jasa teknik manajemen, konstruksi, konsultan, dan lainnya

Penghasilan yang diterima oleh wajib pajak dalam negeri yang berasal dari luar negeri dan telah dikenakan pajak di luar negeri

: Apa Itu Pajak Final atau PPh 21 Final

Apa saja penghasilan tidak final?

Perbedaannya Dengan PPh Tidak Final – Sebagai PPh tidak final merupakan suatu penghasilan yang tidak akan dipotong saat itu juga. Wajib pajak akan dianggap belum melunasi kewajiban perpajakan untuk melaporkan pajak. Sehingga, transaksi baru akan dianggap lunas apabila perhitungan pajak di akhir tahun telah selesai. Beberapa contoh PPh Tidak Final yaitu :

  • PPh Pasal 21: gaji, upah, honorarium untuk wajib pajak dalam negeri
  • PPh Pasal 22: impor, bendaharawan, migas, lelang
  • PPh Pasal 23: royalti, sewa selain tanah dan bangunan, jasa, dividen
  • PPh Pasal 24: PPh atas penghasilan WNI di luar negeri
  • PPh Pasal 25: angsuran PPh
  • PPh pasal 26: gaji, upah, honorarium untuk wajib pajak luar negeri
  • PPh pasal 28: pajak lebih bayar
  • PPh pasal 29: pajak kurang bayar
  • Pembayaran PPh Tidak Final

Dengan cara membayar PPh Tidak Final dalam tahun berjalan bisa dengan penyetoran atau pembayaran sendiri, atau dengan pemotongan dari pihak ketiga.

Pajak non final apa saja?

Contoh PPh Tidak Final – Berdasarkan peraturan yang memuat tentang PPh Tidak Final, yang menjadi contoh dan objek dari PPh tersebut antara lain:

  1. PPh Pasal 21, berupa gaji, upah, honorarium untuk wajib pajak dalam negeri
  2. , yakni impor, bendaharawan, migas, lelang
  3. Pajak Penghasilan Pasal 23, meliputi royalti, sewa selain tanah dan bangunan, jasa, dividen.
  4. PPh Pasal 24, berupa PPh atas penghasilan WNI di luar negeri.
  5. Pasal 25, seperti angsuran PPh.
  6. Pajak Penghasilan Pasal 26, mencakup gaji, upah, honorarium untuk wajib pajak luar negeri.
  7. Pasal 28, yaitu Pajak Lebih Bayar (Angsuran PPh Pasal 25 setahun > PPh Terutang).
  8. PPh Pasal 29, seperti Pajak Kurang Bayar (Angsuran PPh Pasal 25 setahun < PPh Terutang).