Kapan Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri Menjadi Wajib Pajak?
PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN
Tahun | Tarif | Penyusunan | Nilai Sisa Buku |
Harga Perolehan 150.000.000,00 | |||
2009 | 50% | 75.000.000,00 | 75.000.000,00 |
2010 | 50% | 37.500.000,00 | 37.500.000,00 |
2011 | 50% | 18.750.000,00 | 18.750.000,00 |
2012 | Disusutkan sekaligus | 18.750.000,00 | 0 |
/td>
Tahun | Tarif | Penyusutan | Nilai Sisa Buku |
Harga Perolehan 100.000.000,00 | |||
2009 | 6/12x 50% | 25.000.000,00 | 75.000.000,00 |
2010 | 50% | 37.500.000,00 | 37.500.000,00 |
2011 | 50% | 18.750.000,00 | 18.750.000,00 |
2012 | 50% | 9.375.000,00 | 9.375.000,00 |
2013 | Disusutkan sekaligus | 9.375.000,00 | 0 |
/td>
Contents
- 1 Kapan dan bagaimana seseorang bisa disebut wajib pajak?
- 2 Siapa yang menjadi subjek pajak orang pribadi dalam negeri?
- 3 Wajib pajak orang pribadi berapa?
- 4 Bagaimana konsep pengenaan pajak penghasilan WNI di luar negeri?
- 5 Siapakah yang dikatakan wajib pajak?
Kapan dan bagaimana seseorang bisa disebut wajib pajak?
Apa Itu Wajib Pajak? – Mengacu pada Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009, Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, serta mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Orang pribadi atau badan yang memenuhi kriteria wajib pajak harus melaporkan pajaknya atas penghasilan, kekayaan, dan properti yang dimiliki. Agar Wajib Pajak orang pribadi dan badan dapat melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya dengan lancar, maka akan diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Berdasarkan Pasal 1 angka 6 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007, NPWP adalah identitas atau tanda pengenal bagi Wajib Pajak yang diberikan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP).
Lebih lanjut, dasar hukum NPWP telah tercantum dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-02/PJ/2018 mengenai Tata Cara Pendaftaran dan Pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak, Pelaporan Usaha dan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak dan Pencabutan Pengukuhan Pengusahan Kena Pajak, serta Perubahan Data dan Pemindahan Wajib Pajak.
Selain itu, ketentuan mengenai NPWP saat ini juga diatur dalam PMK-112/PMK.03/2022 mengatur tentang Nomor Pokok Wajib Pajak Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi, Wajib Pajak Badan, dan Wajib Pajak Instansi Pemerintahan Wajib Pajak merupakan orang pribadi ataupun badan yang memiliki kewenangan untuk membayar pajak, memotong pajak, dan memungut pajak, serta memiliki hak dan kewajiban yang berkaitan dengan perpajakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Salah satu hal yang berkaitan atau hal yang identik dengan Wajib Pajak adalah Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) merupakan nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak yang dapat digunakan sebagai sarana dalam melakukan administrasi perpajakan, dimana nomor ini dapat dipergunakan oleh Wajib Pajak sebagai tanda pengenal diri atau identitas diri Wajib Pajak yang bersangkutan dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.
Kapan mulai dan berakhirnya subjek pajak dalam negeri dan subjek pajak luar negeri?
Mulai dan Berakhirnya Kewajiban Pajak Pajak Penghasilan adalah pajak subjektif, dimana pengenaan pajak dimulai dengan menentukan subjek pajaknya, baru ditentukan objek pajaknya. Oleh karena itu, penentuan saat mulai dan berakhirnya kewajiban pajak subjektif menjadi penting.Dalam hukum pajak, dipenuhinya syarat sebagai subjek pajak dikenal dengan memiliki kewajiban pajak subjektif, sedangkan jika sudah menerima atau memperoleh penghasilan (bagi orang pribadi dalam negeri besarnya melebihi biaya hidup minimal) disebut memiliki kewajiban pajak objektif.
Agar dapat dikenakan Pajak Penghasilan harus dipenuhi dua syarat, yaitu adanya kewajiban pajak subjektif dan kewajiban pajak objektif. Subjek pajak yang memiliki kewajiban pajak objektif disebut wajib pajak. Saat mulai dan berakhirnya kewajiban pajak subjektif diatur pada Pasal 2A Undang-Undang Pajak Penghasilan.
Selain itu, diatur juga dalam Peraturan Dirjen Pajak Nomor 43 Tahun 2011.Kewajiban pajak subjektif orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia dimulai pada saat ia dilahirkan di Indonesia. Kewajiban pajak subjektif orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia dimulai sejak hari pertama ia berada di Indonesia.
Kewajiban pajak subjektif orang pribadi berakhir pada saat ia meninggal dunia atau meninggalkan Indonesia untuk selama-selamanya. Namun, Peraturan Dirjen Pajak Nomor 43 Tahun 2011 menyatakan bahwa orang pribadi warga negara Indonesia yang berada di luar negeri dianggap tidak bertempat tinggal di Indonesia apabila bertempat tinggal tetap di luar negeri yang dibuktikan dengan salah satu dokumen tanda pengenal resmi yang masih berlaku sebagai penduduk di luar negeri, yaitu:- green Card- identity card- student card- pengesahan alamat di luar negeri pada paspor oleh Kantor Perwakilan Republik Indonesia diluar negeri- surat keterangan dari Kedutaan Besar Republik Indonesia atau Kantor Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri- tertulis resmi di paspor oleh Kantor Imigrasi negara setempatKewajiban pajak subjektif badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia dimulai pada saat badan tersebut didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia dan berakhir pada saat dibubarkan atau tidak lagi bertempat kedudukan di Indonesia.
Kewajiban pajak subjektif warisan yang belum terbagi dimulai pada saat timbulnya warisan tersebut, yaitu pada saat pewaris meninggal dunia. Selanjutnya, kewajiban pajak subjektif warisan tersebut berakhir pada saat selesainya warisan tersebut dibagi, dimana kewajiban perpajakannya beralih kepada ahli warisnya.
- Ewajiban pajak subjektif dari subjek pajak luar negeri yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia dimulai pada saat bentuk usaha tetap tersebut berada di Indonesia, dan berakhir pada saat bentuk usaha tetap tersebut tidak berada lagi di Indonesia.
- Sedangkan subjek pajak luar negeri yang memperoleh/menerima penghasilan dari Indonesia tidak melalui bentuk usaha tetap, kewajiban pajak subjektifnya dimulai sejak adanya hubungan ekonomis dengan Indonesia dan berakhir pada saat tidak ada lagi hubungan ekonomis dengan Indonesia.
Yang dimaksud adanya hubungan ekonomis dengan Indonesia adalah subjek pajak tersebut menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia.Seringkali kewajiban pajak subjektif dimulai tidak dari awal tahun kalender, atau berakhir pada pertengahan tahun.
A. SPDN B. SPLN atau per kategori sebagai berikut:
1. Orang Pribadi A. Orang Pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia kewajiban subjektifnya dimulai pada saat dilahirkan, berada atau berniat untuk bertempat tinggal di Indonesia.dan kewajiban subjektifnya berakhir pada saat meninggal dunia.B. Orang Pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 hari atau berada di Indonesia dan punya niat untuk bertempat tinggal di Indonesia, kewajiban subjektifnya dimulai pada saat hari pertama beradadi Indonesia, dan berakhir pada saat meniggalkan Indonesia untuk selama-lamanya.2.
- Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak Dimulai pada saat meninggalnya sang pewaris.dan berakhir pada saat warisan tersebut selesai dibagikan kepada ahli warisnya.3.
- Badan Dimulai pada saat didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, dan berakhir pada saat dibubarkan atau tidak lagi berkedudukan di Indonesia.1.
Orang Pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau di Indoneisa kurang dari 183 hari dan badan yang tidak didirikan dan tidak berkedudukan di Indonesia tetapi memperoleh penghasilan dengan bekerja pada perusahaan atau berinvestasi di Indonesia.
Dimulai pada saat orang pribadi tersebut memperoleh atau menerima penghasilan di Indonesia,, dan berakhir pada saat orang pribadi tersebut tidak lagi memperoleh atau menerima penghasilan di Indonesia. Badan juga demikian adanya.2. SPLN yang memperoleh penghasilan di Indonesia dengan menjalankan usaha / melakukan kegiatan melalui BUT Dimulai pada saat orang pribadi tersebut menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui BUT di Indonesia.
Berakhir pada saat orng pribadi tersebut tidak lagi menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia. Saat bermula dan dan berakhir kewajiban pajak subjektif 1. Orang Pribadi Kewajiban pajak subjektif orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia dimulai pada saat ia dilahirkan di Indonesia.
- Ewajiban pajak subjektif orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia dimulai sejak hari pertama ia berada di Indonesia.
- Ewajiban pajak subjektif orang pribadi berakhir pada saat ia meninggal dunia atau meninggalkan Indonesia untuk selama-selamanya.2.
Warisan belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak Kewajiban pajak subjektif warisan yang belum terbagi dimulai pada saat timbulnya warisan tersebut, yaitu pada saat pewaris meninggal dunia. Selanjutnya, kewajiban pajak subjektif warisan tersebut berakhir pada saat selesainya warisan tersebut dibagi, dimana kewajiban perpajakannya beralih kepada ahli warisnya.3.
Badan Kewajiban pajak subjektif badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia dimulai pada saat badan tersebut didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia dan berakhir pada saat dibubarkan atau tidak lagi bertempat kedudukan di Indonesia 4. Bentuk Usaha Tetap (BUT) Kewajiban pajak subjektif dari subjek pajak luar negeri yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia dimulai pada saat bentuk usaha tetap tersebut berada di Indonesia, dan berakhir pada saat bentuk usaha tetap tersebut tidak berada lagi di Indonesia.
Sedangkan subjek pajak luar negeri yang memperoleh/menerima penghasilan dari Indonesia tidak melalui bentuk usaha tetap, kewajiban pajak subjektifnya dimulai sejak adanya hubungan ekonomis dengan Indonesia dan berakhir pada saat tidak ada lagi hubungan ekonomis dengan Indonesia.
Siapa yang menjadi subjek pajak orang pribadi dalam negeri?
1. Subjek PPh Dalam Negeri – Subjek pajak orang pribadi dalam negeri merupakan seluruh warga negara Indonesia atau warga negara asing yang mendapatkan pendapatan dari Indonesia. Selain itu, WNA atau WNI tersebut sudah berdomisili di wilayah Indonesia selama lebih dari 183 hari dalam kurun waktu 12 bulan.
Akan tetapi, perlu Anda ketahui bahwa bukan seluruh WNI atau WNA yang harus membayar pajak. Melainkan, WNI atau WNA yang memenuhi persyaratan dalam pengertian di atas dan memiliki penghasilan lebih dari Rp54 juta dalam setahun. Nah, orang dengan penghasilan tersebutlah yang wajib untuk membayar pajak kepada negara.
Baca juga: Mengenal PPh 21 dan Contoh Perhitungannya
Wajib pajak orang pribadi berapa?
Cara Menghitung Penghasilan Kena Pajak – Langkah-langkah untuk mendapatkan besaran penghasilan kena pajak adalah sebagai berikut: Pertama, hitung seluruh penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam satu tahun pajak, kecuali penghasilan yang bukan merupakan objek pajak dan penghasilan yang telah dikenakan pajak penghasilan yang bersifat final.
Baca juga: Mengenal Transfer SKN serta Bedanya dengan RTGS dan Real Time Online Besaran nilai penghasilan neto yang diperoleh dalam satu tahun dapat diketahui dari hasil pembukuan atau pencatatan yang dilakukan oleh wajib pajak orang pribadi yang melakukan pekerjaan bebas, dan atau bukti potong pajak (form 1721) yang diberikan oleh pemberi kerja kepada karyawannya.
Kedua, kurangkan penghasilan tidak kena pajak (PTKP) dari penghasilan neto tersebut. Besaran penghasilan tidak kena pajak untuk wajib pajak orang pribadi adalah sebagaimana berikut:
Rp 54 juta untuk diri Wajib Pajak orang pribadi. Rp 4,5 juta tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin. Rp 54 juta tambahan untuk seorang istri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami. Rp 4,5 juta tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak tiga orang untuk setiap keluarga.
Besaran penghasilan tidak kena pajak ditentukan dari kondisi pada awal tahun pajak atau awal bagian tahun pajak. Dari hasil penghitungan tersebut kita mendapatkan besaran penghasilan kena pajak.
Kenapa wajib pajak luar negeri tidak wajib menyampaikan SPT Tahunan?
Pelaporan SPT – Wajib pajak dalam negeri wajib menyampaikan SPT PPh sebagai sarana untuk menetapkan pajak yang terutang dalam satu periode pajak. Sedangkan wajib pajak luar negeri tidak wajib menyampaikan SPT PPh karena kewajiban pajaknya dipenuhi melalui pemotongan pajak yang bersifat final. Jasa payroll LinovHR siap untuk membantu memproses dan mengelola penggajian dan perpajakan terkait penghasilan karyawan di perusahaan Anda! Jasa payroll LinovHR ditangani oleh tim ahli yang sudah berpengalaman di bidang payroll. Jadi, tidak perlu diragukan keakuratan serta ketepatannya.
Kapan mulai menjadi subjek pajak di Indonesia?
Subjek Pajak Dalam Negeri – Subjek pajak dalam negeri ditentukan berdasarkan domisili pendiriannya atau lamanya suatu aktivitas bisnis dilakukan di Indonesia. Subjek pajak dalam negeri bisa berupa orang perorangan, badan dan warisan yang belum dibagi.
- Jika orang perorangan lahir di Indonesia atau telah tinggal selama lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, atau berniat untuk tinggal lama di Indonesia, dia dapat disebut sebagai subjek pajak pribadi dalam negeri.
- Begitu juga dengan badan.
- Suatu badan dapat disebut sebagai subjek pajak dalam negeri ketika didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia selama lebih dari 183 hari.
Namun, unit tertentu dari badan pemerintah yang dibentuk berdasarkan peraturan perundang-undangan atau pembiayaannya bersumber dari APBN/APBDdikecualikan dari ketentuan ini. Badan yang dikecualikan tersebut diatur oleh ketentuan subjek pajak khusus di bawah kebijakan pemerintah pusat atau daerah.
Bagaimana konsep pengenaan pajak penghasilan WNI di luar negeri?
Pengenaan Pajak Penghasilan Warga Negara Indonesia (WNI) di luar negeri menjadi pertanyaan setiap orang, apakah benar wajib pajak di luar negeri dikenakan pajak di Indonesia? Bagaimana konsepnya? Bagaimana mekanismenya? Simak uraian berikut untuk mengetahui jawabannya! Pajak penghasilan merupakan pajak yang kenakan atas objek pajak berupa penghasilan yang diterima oleh Wajib Pajak Orang Pribadi maupun Wajib Pajak Badan.
Subjek pajak dalam negeri
- Orang Pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, atau Orang Pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia.
- Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali unit tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria:
- Pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan
- Pembiayaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
- Penerimaannya dimasukkan dalam anggaran Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah
- Pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara
- Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak.
2. Subjek pajak luar negeri
- Orang Pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.
- Orang Pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.
- Kemudian berdasarkan Peraturan Direktorat Jenderal Pajak Nomor PER-02/PJ/2009, menyebutkan jenis subjek pajak luar negeri satu lagi yaitu pekerja Indonesia di luar negeri. Pekerja Indonesia di luar negeri adalah Orang Pribadi WNI yang bekerja di luar negeri lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan.
(Baca juga: Apa Perbedaan Subjek Pajak dan Wajib Pajak? ) Setelah mengetahui konsep subjek pajak di Indonesia, untuk mengetahui terkait pengenaan pajak penghasilan WNI di luar negeri maka harus diketahui terlebih dahulu berapa lama WNI itu berada di luar negeri. Pengenaan pajak penghasilan WNI di luar negeri
- Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh pekerja Indonesia di luar negeri yang sehubungan dengan pekerjaannya di luar negeri dan telah dikenai pajak di luar negeri, maka di Indonesia tidak dikenai pajak penghasilan bagi WNI yang berada di luar negeri.
- Namun jika pekerja Indonesia di luar negeri menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia maka atas penghasilan tersebut dikenai pajak penghasilan sesuai ketentuan yang berlaku.
(Baca juga: Wajib Pajak Harus Tahu, Pajak Penghasilan dan Jenisnya ) Sebagaimana konsep yang dianut oleh Indonesia yaitu Word Wide Income (WWI). Dimana pengenaan pajak penghasilan WNI di luar negeri tidak dilihat dari status kewarga negaraan, namun pengenaan pajak pernghasilan berdasarkan domisili atas penghasilan yang didapatkan dari manapun.
Oleh karena itu, pajak penghasilan WNI di luar negeri tidak dikenakan apabila WNI tersebut menjadi Wajib Pajak di luar negeri. Namun jika WNI di luar negeei masih mendapatkan penghasilan dari Indonesia, maka pajak penghasilan WNI di luar negeri masih dikenakan di Indonesia. (Baca juga: Bagaimana Perhitungan Kredit Pajak Luar Negeri? ) Laporkan pajak Anda melalui e-Filing pajak.io, lebih mudah dan efisien.
Gratis selamanya!
Subjek pajak luar negeri untuk orang pribadi kapan dimulai?
Subjek Pajak Badan – Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga, dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.
No. | Subjek Pajak Badan Dalam Negeri | Subjek Pajak Badan Luar Negeri |
1. | Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali unit tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria:1. pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan;2. pembiayaannya bersumber dari APBN atau APBD;3. penerimaannya dimasukkan dalam anggaran Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah; dan pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara. | Badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menjalankan usaha atau kegiatan melalui BUT di Indonesia atau memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak melalui BUT. |
Perbedaan Subjek Pajak Badan Dalam Negeri dan Luar Negeri Sementara itu, saat dimulainya dan berakhirnya kewajiban pajak subjektif badan diatur sebagai berikut.
No. | Subjek Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri | Subjek Pajak Orang Pribadi Luar Negeri |
1. | Dimulai pada saat orang badan didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia. | Dimulai pada saat badan menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui BUT atau dimulai pada saat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia tanpa melalui BUT. |
2. | Berakhir pada saat badan dibubarkan atau tidak lagi bertempat kedudukan di Indonesia. | Berakhir pada saat badan tidak lagi menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui BUT atau pada saat tidak lagi menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia tanpa melalui BUT. |
Saat Dimulainya dan Berakhirnya Kewajiban Pajak Subjektif Badan Subjek Pajak badan dalam negeri menjadi Wajib Pajak sejak saat didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia. Sementara itu, Subjek Pajak badan luar negeri sekaligus menjadi Wajib Pajak karena menerima penghasilan dari Indonesia baik melalui BUT atau tanpa melalui BUT.
Apa saja yang termasuk pajak dalam negeri?
Uraian – Berdasarkan Pemungut Pajak maka penerimaan perpajakan diklasifikasikan menjadi 2(dua) yaitu : a. Penerimaan Perpajakan Pemerintah Pusat; b. Penerimaan Perpajakan Pemerintah Daerah. Penerimaan Perpajakan Pemerintah Pusat adalah semua penerimaan negara yang terdiri atas pendapatan pajak dalam negeri dan pendapatan pajak perdagangan internasional.
Pendapatan pajak dalam negeri adalah semua penerimaan negara yang berasal dari pendapatan pajak penghasilan, pendapatan pajak pertambahan nilai barang dan jasa dan pendapatan pajak penjualan atas barang mewah, pendapatan pajak bumi dan bangunan, pendapatan cukai, dan pendapatan pajak lainnya. Pendapatan pajak perdagangan internasional adalah semua penerimaan negara yang berasal dari pendapatan bea masuk dan pendapatan bea keluar.
(UU No.14/2015 tentang APBN Tahun Anggaran 2016) Penerimaan Perpajakan Pemerintah Daerah adalah kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (UU No.28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah).
- Penerimaan Perpajakan Pemerintah Daerah terdiri dari: 1.
- Jenis Pajak provinsi terdiri atas: a.
- Pajak Kendaraan Bermotor; b.
- Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor; c.
- Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor; d.
- Pajak Air Permukaan; dan e.
- Pajak Rokok.2.
- Jenis Pajak kabupaten/kota terdiri atas: a.
- Pajak Hotel; b.
- Pajak Restoran; c.
Pajak Hiburan; d. Pajak Reklame; e. Pajak Penerangan Jalan; f. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan; g. Pajak parkir; h. Pajak air tanah; i. Pajak sarang burung walet; j. Pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan; k. Bea perolehan hak atas tanah dan bangunan.
Apa perbedaan antara wajib pajak Dalam Negeri dan wajib pajak Luar Negeri?
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN
1. Peraturan perundang-undangan perpajakan yang mengatur tentang Pajak Penghasilan yang berlaku sejak 1 Januari 1984 adalah Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1994. Undang-undang Pajak Penghasilan ini dilandasi falsafah Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 yang didalamnya tertuang ketentuan yang menjunjung tinggi hak warga negara dan menempatkan kewajiban perpajakan sebagai kewajiban kenegaraan dan merupakan sarana peran serta rakyat dalam pembiayaan negara dan pembangunan nasional. 2. Dengan pesatnya perkembangan sosial ekonomi sebagai hasil pembangunan nasional dan globalisasi serta reformasi di berbagai bidang, dan setelah mengevaluasi perkembangan pelaksanaan undang-undang perpajakan selama lima tahun terakhir, khususnya Undang-undang Pajak Penghasilan, maka dipandang perlu untuk dilakukan perubahan undang-undang tersebut guna meningkatkan fungsi dan peranannya dalam rangka mendukung kebijakan pembangunan nasional khususnya di bidang ekonomi. 3. Perubahan Undang-undang Pajak Penghasilan dimaksud tetap berpegang pada prinsip-prinsip perpajakan yang dianut secara universal yaitu keadilan, kemudahan/efisiensi administrasi dan produktivitas penerimaan negara dan tetap mempertahankan sistem self assessment, Oleh karena itu, arah dan tujuan penyempurnaan Undang-undang Pajak Penghasilan ini adalah sebagai berikut : a. Lebih meningkatkan keadilan pengenaan pajak; b. Lebih memberikan kemudahan kepada Wajib Pajak; c. Menunjang kebijaksanaan pemerintah dalam rangka meningkatkan investasi langsung di Indonesia baik penanaman modal asing maupun penanaman modal dalam negeri di bidang-bidang usaha tertentu dan daerah-daerah tertentu yang mendapat prioritas. 4. Dengan berlandaskan pada arah dan tujuan penyempurnaan tersebut, perlu dilakukan perubahan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1994, meliputi pokok-pokok sebagai berikut : a. Dalam rangka meningkatkan keadilan pengenaan pajak maka dilakukan perluasan subjek dan objek pajak dalam hal-hal tertentu dan pembatasan pengecualian atau pembebasan pajak dalam hal lainnya. Struktur tarif pajak yang berlaku juga perlu diubah dan dibedakan untuk Wajib Pajak Orang Pribadi dan untuk Wajib Pajak Badan, guna memberikan beban pajak yang lebih proporsional bagi masing-masing golongan Wajib Pajak, disamping mempertahankan tingkat daya saing dengan negara-negara tetangga di kawasan ASEAN. b. Untuk lebih memberikan kemudahan kepada Wajib Pajak, sistem self assessment tetap dipertahankan namun dengan penerapan yang terus menerus diperbaiki. Perbaikan terutama dilakukan pada sistem dan tatacara pembayaran pajak dalam tahun berjalan agar tidak mengganggu likuiditas Wajib Pajak yang menjalankan usaha. Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas perlu didorong untuk melaksanakan kewajiban pembukuan dengan tertib dan taat asas, namun untuk membantu dan membina para Wajib Pajak pengusaha dengan jumlah peredaran tertentu, masih diperkenankan penggunaan norma penghitungan penghasilan neto dengan syarat wajib menyelenggarakan pencatatan. c. Dalam rangka mendorong investasi langsung di Indonesia baik penanaman modal asing maupun penanaman modal dalam negeri dan sejalan dengan kesepakatan ASEAN yang dideklarasikan di Hanoi pada tahun 1999, diatur kembali bentuk-bentuk insentif Pajak Penghasilan yang dapat diberikan. Pasal I Angka 1 Pasal 2 Ayat (1) Pengertian Subjek Pajak meliputi orang pribadi, warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, badan, dan bentuk usaha tetap. Hruruf a. Orang pribadi sebagai Subjek Pajak dapat bertempat tinggal atau berada di Indonesia ataupun di luar Indonesia. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan merupakan Subjek Pajak pengganti, menggantikan mereka yang berhak yaitu ahli waris. Penunjukan warisan yang belum terbagi sebagai Subjek Pajak pengganti dimaksudkan agar pengenaan pajak atas penghasilan yang berasal dari warisan tersebut tetap dapat dilaksanakan. Huruf b Sebagaimana diatur dalam Undang-undang tentang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan, pengertian Badan adalah sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi yang sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap dan bentuk badan lainnya termasuk reksadana. Dalam Undang-undang ini (lihat huruf c berikut), bentuk usaha tetap ditentukan sebagai Subjek Pajak tersendiri, terpisah dari badan. Oleh karena itu, walaupun perlakuan perpajakannya dipersamakan dengan Subjek Pajak badan, untuk pengenaan Pajak Penghasilan, bentuk usaha tetap mempunyai eksistensinya sendiri dan tidak termasuk dalam pengertian badan.Badan Usaha Milik Negara dan Daerah merupakan Subjek Pajak tanpa memperhatikan nama dan bentuknya, sehingga setiap unit tertentu dari badan Pemerintah, misalnya lembaga, badan, dan sebagainya yang dimiliki oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan untuk memperoleh penghasilan merupakan Subjek Pajak. Unit tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria berikut tidak termasuk sebagai Subjek Pajak, yaitu: 1) dibentuk berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku; 2) dibiayai dengan dana yang bersumber dari APBN atau APBD; 3) penerimaan lembaga tersebut dimasukkan dalam anggaran Pemerintah Pusat atau Daerah; dan 4) pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara. Sebagai Subjek Pajak, perusahaan reksadana baik yang berbentuk perseroan terbatas maupun bentuk lainnya termasuk dalam pengertian badan. Dalam pengertian perkumpulan termasuk pula asosiasi, persatuan, perhimpunan, atau ikatan dari pihak-pihak yang mempunyai kepentingan yang sama. Huruf c Lihat ketentuan dalam ayat (5) dan penjelasannya, Ayat (2) Subjek Pajak dibedakan antara Subjek Pajak dalam negeri dan Subjek Pajak luar negeri. Subjek Pajak dalam negeri menjadi Wajib Pajak apabila telah menerima atau memperoleh penghasilan yang besarnya melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak, sedangkan Subjek Pajak luar negeri sekaligus menjadi Wajib Pajak, sehubungan dengan penghasilan yang diterima dari sumber penghasilan di Indonesia atau diperoleh melalui bentuk usaha tetap di Indonesia. Dengan perkataan lain Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang telah memenuhi kewajiban subjektif dan objektif. Sehubungan dengan pemilikan NPWP, Wajib Pajak orang pribadi yang menerima penghasilan di bawah PTKP tidak perlu mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP, Perbedaan yang penting antara Wajib Pajak dalam negeri dan Wajib Pajak luar negeri terletak dalam pemenuhan kewajiban pajaknya, antara lain: a. Wajib Pajak dalam negeri dikenakan pajak atas penghasilan baik yang diterima atau diperoleh dari Indonesia dan dari luar Indonesia, sedangkan Wajib Pajak luar negeri dikenakan pajak hanya atas penghasilan yang berasal dari sumber penghasilan di Indonesia. b. Wajib Pajak dalam negeri dikenakan pajak berdasarkan penghasilan neto dengan tarif umum, sedangkan Wajib Pajak luar negeri dikenakan pajak berdasarkan penghasilan bruto dengan tarif pajak sepadan. c. Wajib Pajak dalam negeri wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan sebagai sarana untuk menetapkan pajak yang terutang dalam suatu tahun pajak, sedangkan Wajib Pajak luar negeri tidak wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan, karena kewajiban pajaknya dipenuhi melalui pemotongan pajak yang bersifat final. Bagi Wajib Pajak luar negeri yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia, pemenuhan kewajiban perpajakannya dipersamakan dengan pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak dalam negeri sebagaimana diatur dalam Undang-undang ini dan Undang-undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Ayat (3) Huruf a Pada prinsipnya orang pribadi yang menjadi Subjek Pajak dalam negeri adalah orang pribadi yang bertempat tinggal atau berada di Indonesia. Termasuk dalam pengertian orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia adalah mereka yang mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia. Apakah seseorang mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia ditimbang menurut keadaan. Keberadaan orang pribadi di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari tidaklah harus berturut-turut, tetapi ditentukan oleh jumlah hari orang tersebut berada di Indonesia dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan sejak kedatangannya di Indonesia. Huruf b Cukup jelas Huruf c Warisan yang belum terbagi yang ditinggalkan oleh orang pribadi Subjek Pajak dalam negeri dianggap sebagai Subjek Pajak dalam negeri dalam pengertian Undang-undang ini mengikuti status pewaris. Adapun untuk pelaksanaan pemenuhan kewajiban perpajakannya, warisan tersebut menggantikan kewajiban ahli waris yang berhak. Apabila warisan tersebut telah dibagi, maka kewajiban perpajakannya beralih kepada ahli waris. Warisan yang belum terbagi yang ditinggalkan oleh orang pribadi sebagai Subjek Pajak luar negeri yang tidak menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui suatu bentuk usaha tetap di Indonesia, tidak dianggap sebagai Subjek Pajak pengganti karena pengenaan pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi dimaksud melekat pada objeknya. Ayat (4) Huruf a dan huruf b Subjek Pajak luar negeri adalah orang pribadi atau badan yang bertempat tinggal atau bertempat kedudukan di luar Indonesia yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia, baik melalui ataupun tanpa melalui bentuk usaha tetap. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, tetapi berada di Indonesia kurang dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, maka orang tersebut adalah Subjek Pajak luar negeri. Apabila penghasilan diterima atau diperoleh melalui bentuk usaha tetap, maka terhadap orang pribadi atau badan tersebut dikenakan pajak melalui bentuk usaha tetap, dan orang pribadi atau badan tersebut statusnya tetap sebagai Subjek Pajak luar negeri. Dengan demikian bentuk usaha tetap tersebut menggantikan orang pribadi atau badan sebagai Subjek Pajak luar negeri dalam memenuhi kewajiban perpajakannya di Indonesia. Dalam hal penghasilan tersebut diterima atau diperoleh tanpa melalui bentuk usaha tetap, maka pengenaan pajaknya dilakukan langsung kepada Subjek Pajak luar negeri tersebut. Ayat (5) Suatu bentuk usaha tetap mengandung pengertian adanya suatu tempat usaha (place of business) yaitu fasilitas yang dapat berupa tanah dan gedung termasuk juga mesin-mesin dan peralatan. Tempat usaha tersebut bersifat permanen dan digunakan untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan dari orang pribadi yang tidak bertempat tinggal atau badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia. Pengertian bentuk usaha tetap mencakup pula orang pribadi atau badan selaku agen yang kedudukannya tidak bebas yang bertindak untuk dan atas nama orang pribadi atau badan yang tidak bertempat tinggal atau tidak bertempat kedudukan di Indonesia. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal atau badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia tidak dapat dianggap mempunyai bentuk usaha tetap di Indonesia apabila orang pribadi atau badan dalam menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia menggunakan agen, broker atau perantara yang mempunyai kedudukan bebas, asalkan agen atau perantara tersebut dalam kenyataannya bertindak sepenuhnya dalam rangka menjalankan perusahaannya sendiri. Perusahaan asuransi yang didirikan dan bertempat kedudukan di luar Indonesia dianggap mempunyai bentuk usaha tetap di Indonesia apabila perusahaan asuransi tersebut menerima pembayaran premi asuransi di Indonesia atau menanggung risiko di Indonesia melalui pegawai, perwakilan atau agennya di Indonesia. Menanggung risiko di Indonesia tidak berarti bahwa peristiwa yang mengakibatkan risiko tersebut terjadi di Indonesia. Yang perlu diperhatikan adalah bahwa pihak tertanggung bertempat tinggal, berada atau bertempat kedudukan di Indonesia. Ayat (6) Penentuan tempat tinggal orang pribadi atau tempat kedudukan badan penting untuk menetapkan Kantor Pelayanan Pajak mana yang mempunyai yurisdiksi pemajakan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan tersebut. Pada dasarnya tempat tinggal orang pribadi atau tempat kedudukan badan ditentukan menurut keadaan yang sebenarnya. Dengan demikian penentuan tempat tinggal atau tempat kedudukan tidak hanya didasarkan pada pertimbangan yang bersifat formal, tetapi lebih didasarkan pada kenyataan. Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan oleh Direktur Jenderal Pajak dalam menentukan tempat tinggal seseorang atau tempat kedudukan badan tersebut antara lain domisili, alamat tempat tinggal, tempat tinggal keluarga, tempat menjalankan usaha pokok atau hal-hal lain yang perlu dipertimbangkan untuk memudahkan pelaksanaan pemenuhan kewajiban pajak. Angka 2 Pasal 3 Huruf a dan huruf b Sesuai dengan kelaziman internasional, badan perwakilan negara asing beserta pejabat-pejabat perwakilan diplomatik, konsulat dan pejabat-pejabat lainnya, dikecualikan sebagai Subjek Pajak di tempat mereka mewakili negaranya. Pengecualian sebagai Subjek Pajak bagi pejabat-pejabat tersebut tidak berlaku apabila mereka memperoleh penghasilan lain di luar jabatannya atau mereka adalah Warga Negara Indonesia. Dengan demikian apabila pejabat perwakilan suatu negara asing memperoleh penghasilan lain di Indonesia di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut, maka ia termasuk Subjek Pajak yang dapat dikenakan pajak atas penghasilan lain tersebut. Huruf c Cukup jelas Huruf d Cukup jelas Angka 3 Pasal 4 Ayat (1) Undang-undang ini menganut prinsip pemajakan atas penghasilan dalam pengertian yang luas, yaitu bahwa pajak dikenakan atas setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dari manapun asalnya yang dapat dipergunakan untuk konsumsi atau menambah kekayaan Wajib Pajak tersebut. Pengertian penghasilan dalam Undang-undang ini tidak memperhatikan adanya penghasilan dari sumber tertentu, tetapi pada adanya tambahan kemampuan ekonomis. Tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak merupakan ukuran terbaik mengenai kemampuan Wajib Pajak tersebut untuk ikut bersama-sama memikul biaya yang diperlukan pemerintah untuk kegiatan rutin dan pembangunan. Dilihat dari mengalirnya tambahan kemampuan ekonomis kepada Wajib Pajak, penghasilan dapat dikelompokkan menjadi: – penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja dan pekerjaan bebas seperti gaji, honorarium, penghasilan dari praktek dokter, notaris, aktuaris, akuntan, pengacara, dan sebagainya; – penghasilan dari usaha dan kegiatan; – penghasilan dari modal, yang berupa harta gerak ataupun harta tak gerak seperti bunga, dividen, royalti, sewa, keuntungan penjualan harta atau hak yang tidak dipergunakan untuk usaha, dan lain sebagainya; – penghasilan lain-lain, seperti pembebasan utang, hadiah, dan lain sebagainya. Dilihat dari penggunaannya, penghasilan dapat dipakai untuk konsumsi dan dapat pula ditabung untuk menambah kekayaan Wajib Pajak. Karena Undang-undang ini menganut pengertian penghasilan yang luas maka semua jenis penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam suatu tahun pajak digabungkan untuk mendapatkan dasar pengenaan pajak. Dengan demikian, apabila dalam satu tahun pajak suatu usaha atau kegiatan menderita kerugian, maka kerugian tersebut dikompensasikan dengan penghasilan lainnya (kompensasi horisontal), kecuali kerugian yang diderita di luar negeri. Namun demikian, apabila suatu jenis penghasilan dikenakan pajak dengan tarif yang bersifat final atau dikecualikan dari Objek Pajak, maka penghasilan tersebut tidak boleh digabungkan dengan penghasilan lain yang dikenakan tarif umum. Contoh-contoh penghasilan yang disebut dalam ketentuan ini dimaksudkan untuk memperjelas pengertian tentang penghasilan yang luas yang tidak terbatas pada contoh-contoh dimaksud. Huruf a Semua pembayaran atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan, seperti upah, gaji, premi asuransi jiwa, dan asuransi kesehatan yang dibayar oleh pemberi kerja, atau imbalan dalam bentuk lainnya adalah Objek Pajak. Pengertian imbalan dalam bentuk lainnya termasuk imbalan dalam bentuk natura yang pada hakekatnya merupakan penghasilan. Huruf b Dalam pengertian hadiah termasuk hadiah dari undian, pekerjaan, dan kegiatan seperti hadiah undian tabungan, hadiah dari pertandingan olahraga dan lain sebagainya. Yang dimaksud dengan penghargaan adalah imbalan yang diberikan sehubungan dengan kegiatan tertentu, misalnya imbalan yang diterima sehubungan dengan penemuan benda-benda purbakala. Huruf c Cukup jelas Huruf d Apabila Wajib Pajak menjual harta dengan harga yang lebih tinggi dari nilai sisa buku atau lebih tinggi dari harga atau nilai perolehan, maka selisih harga tersebut merupakan keuntungan. Dalam hal penjualan harta tersebut terjadi antara badan usaha dengan pemegang sahamnya, maka harga jual yang dipakai sebagai dasar untuk penghitungan keuntungan dari penjualan tersebut adalah harga pasar. Misalnya PT S memiliki sebuah mobil yang digunakan dalam kegiatan usahanya dengan nilai sisa buku sebesar Rp 40.000.000,00 (empat puluh juta rupiah). Mobil tersebut dijual dengan harga Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah). Dengan demikian keuntungan PT S yang diperoleh karena penjualan mobil tersebut adalah Rp 20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah). Apabila mobil tersebut dijual kepada salah seorang pemegang sahamnya dengan harga Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah), maka nilai jual mobil tersebut tetap dihitung berdasarkan harga pasar sebesar Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah). Selisih sebesar Rp 20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah) merupakan keuntungan bagi PT S. dan bagi pemegang saham yang membeli mobil tersebut selisih sebesar Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) merupakan penghasilan. Apabila suatu badan dilikuidasi, keuntungan dari penjualan harta, yaitu selisih antara harga jual berdasarkan harga pasar dengan nilai sisa buku harta tersebut, merupakan Objek Pajak. Demikian juga selisih lebih antara harga pasar dengan nilai sisa buku dalam hal terjadi penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, dan pengambilalihan usaha merupakan penghasilan. Dalam hal terjadi pengalihan harta sebagai pengganti saham atau penyertaan modal, maka keuntungan berupa selisih antara harga pasar dari harta yang diserahkan dengan nilai bukunya merupakan penghasilan. Keuntungan berupa selisih antara harga pasar dengan nilai perolehan atau nilai sisa buku atas pengalihan harta berupa hibah, bantuan atau sumbangan dianggap sebagai penghasilan bagi pihak yang mengalihkan, kecuali harta tersebut dialihkan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, serta badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial termasuk yayasan atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungannya dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan. Huruf e Pengembalian pajak yang telah dibebankan sebagai biaya pada saat menghitung Penghasilan Kena Pajak, merupakan Objek Pajak. Sebagai contoh, Pajak Bumi dan Bangunan yang sudah dibayar dan dibebankan sebagai biaya, yang karena sesuatu sebab dikembalikan, maka jumlah sebesar pengembalian tersebut merupakan penghasilan. Huruf f Dalam pengertian bunga termasuk pula premium, diskonto dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang. Premium terjadi apabila misalnya surat obligasi dijual di atas nilai nominalnya sedangkan diskonto terjadi apabila surat obligasi dibeli di bawah nilai nominalnya. Premium tersebut merupakan penghasilan bagi yang menerbitkan obligasi dan diskonto merupakan penghasilan bagi yang membeli obligasi. Huruf g Dividen merupakan bagian laba yang diperoleh pemegang saham atau pemegang polis asuransi atau pembagian sisa hasil usaha koperasi yang diperoleh anggota koperasi. Termasuk dalam pengertian dividen adalah: 1) pembagian laba baik secara langsung ataupun tidak langsung, dengan nama dan dalam bentuk apapun; 2) pembayaran kembali karena likuidasi yang melebihi jumlah modal yang disetor; 3) pemberian saham bonus yang dilakukan tanpa penyetoran termasuk saham bonus yang berasal dari kapitalisasi agio saham; 4) pembagian laba dalam bentuk saham; 5) pencatatan tambahan modal yang dilakukan tanpa penyetoran; 6) jumlah yang melebihi jumlah setoran sahamnya yang diterima atau diperoleh pemegang saham karena pembelian kembali saham-saham oleh perseroan yang bersangkutan; 7) pembayaran kembali seluruhnya atau sebagian dari modal yang disetorkan, jika dalam tahun-tahun yang lampau diperoleh keuntungan, kecuali jika pembayaran kembali itu adalah akibat dari pengecilan modal dasar (statuter) yang dilakukan secara sah; 8) pembayaran sehubungan dengan tanda-tanda laba, termasuk yang diterima sebagai penebusan tanda-tanda laba tersebut; 9) bagian laba sehubungan dengan pemilikan obligasi; 10) bagian laba yang diterima oleh pemegang polis; 11) pembagian berupa sisa hasil usaha kepada anggota koperasi; 12) pengeluaran perusahaan untuk keperluan pribadi pemegang saham yang dibebankan sebagai biaya perusahaan. Dalam praktek sering dijumpai pembagian atau pembayaran dividen secara terselubung, misalnya dalam hal pemegang saham yang telah menyetor penuh modalnya dan memberikan pinjaman kepada perseroan dengan imbalan bunga yang melebihi kewajaran. Apabila terjadi hal yang demikian maka selisih lebih antara bunga yang dibayarkan dengan tingkat bunga yang berlaku di pasar, diperlakukan sebagai dividen. Bagian bunga yang diperlakukan sebagai dividen tersebut tidak boleh dibebankan sebagai biaya oleh perseroan yang bersangkutan.Siapakah yang dimaksud wajib pajak orang pribadi?
Jasa Konsultan Pajak – Pajak adalah kontribusi wajib dari warga BSD maupun warga negara Indonesia yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang. Setiap warga negara khususnya yang telah memenuhi syarat sebagai wajib pajak (WP) harus melaksanakan kewajiban pajak secara tepat waktu.
- Perolehan pajak nantinya akan digunakan untuk berbagai keperluan negara guna meningkatkan kemakmuran rakyat.
- Sehingga, dengan melaksanakan kewajiban pajak yang dimiliki, kita telah turut serta dalam mewujudkan pembangunan nasional.
- Setiap warga negara merupakan wajib pajak (WP) yang berkewajiban melaksanakan kewajiban pajak sesuai ketentuan Undang-Undang.
Wajib pajak (WP) dibedakan menjadi dua kategori, salah satunya yaitu WP orang pribadi. Dimana WP orang pribadi juga memiliki kewajiban untuk melaporkan penghasilannya melalui SPT Tahunan. Dimana dalam SPT Tahunan tersebut mencakup perhitungan pajak, pembayaran pajak, serta kewajiban pajak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan pajak dalam suatu tahun pajak.
Untuk memudahkan anda mengurus pajak, konsultan pajak BSD adalah solusi terbaik. Wajib pajak (WP) orang pribadi dikelompokkan ke dalam beberapa kategori. Perlu untuk diketahui, wajib pajak (WP) orang pribadi berbeda dengan subjek pajak. Apabila subjek pajak merupakan orang pribadi yang bebas bertempat tinggal di Indonesia maupun di luar Indonesia.
Wajib Pajak (WP) orang pribadi merupakan subjek pajak yang telah menerima atau memperoleh penghasilan. Yang mana penghasilan tersebut bersumber dari Indonesia atau penghasilan tersebut diperoleh melalui Badan Usaha Tetap (BUT) di Indonesia. Berdasarkan pada kriterianya, Wajib Pajak (WP) orang pribadi terbagi menjadi dua kategori.
- Yakni terdiri dari Wajib Pajak (WP) subjek dalam negeri dan WP subjek luar negeri.
- Mengenal dan memahami ketentuan perpajakan penting dilakukan oleh WP.
- Arena dengan memahami ketentuan perpajakan, WP dapat melaksanakan kewajiban pajak yang menjadi tanggung jawabnya dengan baik.
- Solusi mudah dan lebih efisien dalam mengurus pajak yaitu dengan berkonsultasi pada konsultan pajak BSD.
Sebagai seorang wajib pajak (WP), tentu kita memiliki kewajiban dan tanggung jawab yang harus dilaksanakan. Karena setiap peraturan dan ketentuan pajak telah diatur dalam Undang-Undang perpajakan. Sebagai WP, sudah menjadi keharusan untuk mematuhi setiap ketentuan perpajakan tersebut.
Jelaskan apa yang dimaksud dengan wajib pajak orang pribadi?
Mengenal Lebih Dekat tentang Pajak Orang Pribadi Tahun 2012 sudah berakhir, bersiap diri untuk menyiapkan laporan SPT Tahunan Orang Pribadi bagi mereka yang memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Sebelum melangkah lebih jauh, marilah kita pelajari dulu, apa itu NPWP? NPWP adalah nomor yang diberikan kepada wajib pajak (WP) sebagai sarana admnistrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas wajib pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.
Sarana dalam administrasi perpajakan Tanda pengenal diri atau identitas WP dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya. Dicantumkan dalam setiap dokumen perpajakan. Menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan pengawasan administrasi perpajakan. Menjadi persyaratan dalam pelayanan umum, misalnya passport, kredit bank dan lelang.
Mengetahui fungsinya, tak berarti banyak yang tahu cara mendapatkannya, karena menurut pandangan kebanyakan orang, pajak itu rumit, menyebalkan dan bahkan merepotkan. Banyak pegawai yang malas membuat NPWP karena tidak mau merasakan ribetnya. Disini, kami jelaskan cara mendapatkan NPWP, seperti penjelasan berikut ini:
Sesuai dengan system self assessment maka WP mempunyai kewajiban untuk mendaftarkan diri ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau Kantor Pelayanan, Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) yang wilayahnya meliputi tempat tinggal atau kedudukan WP untuk diberikan NPWP. Pendaftaran juga bisa dilakukan melalui e-registration, yaitu suatu cara pendataran NPWP melalui media elektronik on-line melalui situs Pajak () Bagi masyarakat baik perseorangan maupun badan yang memenuhi syarat sebagai WP, wajib mendaftarkan sendiri ke KPP atau KP2KP untuk memperoleh NPWP. Sementara bagi perseorangan, yang wajib memiliki NPWP adalah yang telah memenuhi persyaratan subjektif (sebagai orang pribadi) dan syarat obyektif (yang penghasilan perbulannya bagi orang pribadi melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak, yaitu Rp 1.320.000,-). Untuk tahun 2013, telah ada perubahan PTKP yang diatur dalam PMK-196/PMK.011/2012 tentang Penyesuaian besarnya PTKP.
Setelah kita tahu bagaimana mendapatkan NPWP, tak perlu takut dulu ya, karena NPWP juga memiliki manfaat. Berikut ni manfaat yang dapat kita peroleh dari kepemilikan NPWP :
Memenuhi salah satu syarat ketika akan melakukan pengurusan Surat Izin Usaha Pedagangan (SIUP) bagi mereka yang ingin membuka usaha. NPWP juga merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi dalam pembuatan rekening Koran di bank-bank. NPWP adalah syarat untuk bisa mengikuti tender-tender yang dilakukan oleh Pemerintah.
Dengan penjelasan di atas, kita telah tahu apa itu NPWP, cara mendaftarkan, fungsi serta manfaatnya, tak ada salahnya kita ulas lagi apa sebenarnya pajak itu. Pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa dan berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Pajak terbagi atas dua (2), yaitu pajak pusat dan daerah. Sementara jenis-jenis pajak diantaranya Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Namun disini, yang akan kami jelaskan adalah tentang Pajak Penghasilan. Wajib Pajak (WP) adalah orang pribadi atau badan meliputi pembayar pajak, pemotong pajak dan pemungut pajak yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentua peraturan perundang-undangan perpajakan.
Apa itu Pajak Penghasilan (PPh) ya? PPh adalah pajak yang dikenakan kepada orang pribadi atau badan atas penghasilan, berupa keuntungan usaha, gaji, honorarium, hadiah aatu lain sebagainya. Kewajiban perpajakan kita selaku WP orang pribadi meliputi, kewajiban untuk melakukan perhitungan, pembayaran serta pelaporan atas pajak terutang serta kewajiban dalam hal pemeriksaan.
Dalam hal perhitungan PPh, kita selaku pekerja atau karyawan yang mendapatkan penghasilan dari satu pemberi kerja, akan mendapatkan lampiran A1 untuk pegawai swasta dan lampiran A2 untuk pegawai negeri, TNI atau POLRI maupun pegawai penerima pension dari taspen maupun asabri. Lampiran tersebut nantinya dijadikan dasar untuk perhitungan penghasilan kita selama satu tahun pajak, disamping penghasilan lainnya yang kita terima.
Khusus untuk pegawai negeri yang mendapatkan honorarium diluar gaji yang dibebankan dari APBD ataupun APBN, maka wajib mendapakan bukti pemotongan PPh 21 Final atas honorarium tersebut, yang nantinya juga harus dilaporkan. Bagaimana dengan WP orang pribadi yang mendapat penghasilan karena suatu usaha? Ada 2 cara perhitungan bagi WP orang pribadi yang mendapatkan penghasilan dari usaha, yang pertama dengan pembukuan dan yang kedua adalah dengan norma perhitungan yang sudah ditetapkan dalam peraturan perpajakan.
Kedua cara ini dilakukan untuk mengetahui keuntungan yang diperoleh yang nantinya dijadikan dasar perhitungan pajak. Sementara itu, pembayaran pajak bisa dilakukan dengan mengangsur setiap bulannya, yang dihitung dari besaran pajak terutang tahun sebelumnya dibagi 12 bulan, yang mana pembayaran dilakukan paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya dari masa pajak bersangkutan.
Sementara bagi pegawai negeri, pajak langsung dipungut atau dipotong oleh bendaharawan. Kewajiban pelaporan pajak bagi WP yang selanjutnya disebut Surat Pemberitahuan (SPT) Masa dan SPT Tahunan. SPT Masa bagi orang pribadi dilakukan paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya atas masa pajak.
Sedangkan untuk SPT Tahunan paling lambat tanggal akhir tiga bulan setelah tahun pajak bersangkutan. Pelaporan bisa dilakukan di KPP, e-filling maupun dengan memasukkannya dalam DROP BOX pajak yang dilakukan oleh petugas pajak. Bagaimana jika ada kesalahan atas laporan yang sudah dilakukan? Laporan yang sudah dibuat dapat dilakukan pembetulan dengan melampirkan laporan yang lama dan menunjukkanbagian yan dibetulkan.
Lantas, bagaimana jika kita menerima surat pemeriksaan? Berikut ini kami paparkan hak dan kewajiban kita selaku WP jika ada pemeriksaan. Hak WP terhadap pemeriksaan, meliputi :
Meminta Surat Perintah Pemeriksaan Memeriksa identitas petugas pemeriksa Mendapakan penjelasan tentang maksud dan tujuan dari pemeriksaan Meminta rincian perbedaan antara periksaan dan SPT yang sudah dilaporkan Mempunyai hak untuk hadir dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan dalam waktu yang telah ditentukan WP juga memiliki hak atas keberatan, banding serta peninjauan kembali.
Dan berikut ini kewajiban WP dalam hal pemeriksaan :
Wajib memenuhi panggilan untuk datang menghadiri pemeriksaan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Memperlihatkan dan atau meminjamkan buku, catatan dan dokumen yang menjadi dasar pemeriksaan. Memberi kesempatanuntk memasuki tempat atau ruang yang dipandang perlu dan member bantuan lainnya guna kelancaran pemeriksaan. Menyampaikan tanggapan secara tertulis atas surat pemberitahuan hasil pemeriksaan. Meminjamkan kertas kerja pemeriksaan yang dilakukan oleh akuntan publik, jika ada. Memberikan keterangan baik lisan maupun tulisan yang diperlukan.
Penjelasan diatas hanyalah gambaran sekilas tentang hak dan kewajiban kita selaku WP orang pribadi yang mempunyai NPWP. Siapkan laporan SPT Tahunan kita dan jangan lupa meminta lampiran A1 atau lampiran A2 ditempat anda bekerja serta membuat perhitungan penghasilan baik dengan pembukuan atapun dengan norma bagi WP orang pribadi yang memiliki usaha.
Bagaimana cara menjadi wajib pajak?
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) Terbaru Tahun 2021 – Seseorang dinyatakan sebagai Wajib Pajak (WP) ialah apabila telah mempunyai penghasilan dalam satu tahun yang melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Hal ini berlaku bagi setiap orang (pribadi) baik yang belum maupun yang sudah berkeluarga. Namun, bagi wanita kawin yang tidak melakukan perjanjian pisah harta dan pisah penghasilan dengan suaminya tidak wajib memiliki NPWP.
- Rp 54.000.000,- untuk diri Wajib Pajak orang pribadi
- Rp 4.500.000,- tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin
- Rp 54.000.000,- untuk istri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami
- Rp 4.500.000,- tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 rang untuk setiap keluarga.
- Keluarga sedarah yang dimaksud dalam poin 4 (empat) adalah orang tua kandung, saudara kandung dan anak.
- Sementara yang dimaksud keluarga semenda adalah mertua, anak tiri, dan ipar,
Ringkasnya, misalnya penghasilan/gaji/pendapatan sebulan ialah Rp4.500.000, maka berdasarkan aturan PTKP, kamu dibebaskan dari laporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) Orang Pribadi atau SPT pajak dan tidak wajib memiliki NPWP. Namun, bila ingin memiliki NPWP dengan penghasilan dibawah PTKP, maka wajib lapor SPT pajak, dan apabila tidak ingin lapor, NPWP bisa dinonaktifkan. Bagi yang telah berpenghasilan melebihi batas maksimal PTKP diatas maka kamu tercatat telah memenuhi syarat sebagai Wajib Pajak, wajib memiliki NPWP dan melaporkan pajak.
Siapakah yang dikatakan wajib pajak?
Siapakah Wajib Pajak Itu? Setiap negara umumnya menerapkan kewajiban membayar pajak kepada warganya. Karena sifatnya yang memaksa, maka kewajiban ini harus dilaksanakan oleh semua Wajib Pajak, baik itu untuk orang pribadi maupun Badan. Lalu sebenarnya siapa yang disebut dengan Wajib Pajak? Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang memiliki kewenangan untuk membayar pajak, memotong pajak, dan memungut pajak, serta memiliki hak dan kewajiban yang berkaitan dengan perpajakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
- Ciri khas yang identik dengan Wajib Pajak adalah kepemilikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
- NPWP adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak yang dapat digunakan sebagai sarana dalam menjalankan administrasi perpajakan, berbentuk tanda pengenal diri atau identitas diri Wajib Pajak.
- Untuk mendapatkan NPWP, Wajib Pajak perlu memenuhi persayaratan subjektif dan objektif yang sesuai dengan ketentuan Undang-Undang (UU).
Nomor dari NPWP tidak akan berubah sekaliupun Wajib Pajak berpindah tempat tinggal atau mengalami pemindahan tempat terdaftar. Seperti diketahui bahwa Wajib Pajak umumnya terdiri atas Wajib Pajak orang pribadi dan Wajib Pajak badan. Untuk Wajib Pajak orang pribadi dibagi dalam beberapa pengelompokkan seperti Orang Pribadi (Induk) yang meliputi seseorang yang belum menikah dan suami sebagai kepala keluarga, Hidup Berpisah (HB) untuk wanita kawin dan dikenai pajak secara terpisah berdasarkan putusan hakim, Pisah Harta (PH) untuk pasangan suami dan istri yang dikenai pajak terpisah.Memilih Terpisah (MT) untuk untuk wanita kawin yang memilih melaksanakan perpajakan secara terpisah, dan Warisan Belum Terbagi (WBT).
Sedangkan bagi Wajib Pajak badan terbagi dalam beberapa kelompok seperti Badan yang meliputi sekumpulan orang atau modal dalam satu kesatuan, Joint Operation yang meliputi sebuah kerja sama operasi, Kantor Perwakilan Perusahaan Asing yang meliputi perwakilan dagang asing atau kantor perwakilan perusahaan asing di Indonesia, Bendahara yang bertugas melakukan pemotongan atau pemungutan pajak, dan Penyelenggara Kegiatan yang merupakan pihak lain yang melakukan pembiayaan imbalan dalam pelaksanaan kegiatan.
Setiap Wajib Pajak memiliki beberapa hak dan kewajiban yang wajib dilaksanakan. Berikut adalah hak bagi Wajib Pajak yang bisa didapatkan:
Hak pada saat Wajib Pajak dilakukan pemeriksaan Hak untuk mengajukan keberatan, banding, dan peninjauan kembali Hak atas kelebihan pembayaran pajak Hak atas pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak Hak atas pengangsuran dan penundaan pembayaran Hak atas kerahasiaan Hak atas Pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Hak atas penundaan pelaporan SPT Hak atas pembebasan pajak Hak atas pengurangan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25 Hak atas insentif perpajakan Hak atas pajak yang ditanggung pemerintah
Adapun kewajiban yang dimiliki oleh Wajib Pajak yang perlu dilaksanakan adalah sebagai berikut:
Kewajiban untuk mendaftarkan diri Kewajiban untuk memberi data Kewajiban untuk melakukan pembayaran, pelaporan, pemungutan atau pemotongan pajak Kewajiban pemeriksaan
Jadi itulah istilah Wajib Pajak yang perlu kalian ingat. Apabila kalian merasa sudah memenuhi syarat sebagai Wajib Pajak, maka segeralah untuk mendaftarkan diri untuk mendapatkan kartu NPWP. Kartu NPWP tersebut nantinya menjadi tanda bukti kalian untuk melakukan kegiatan administrasi perpajakan, yang nantinya uang pajak tersebut akan digunakan untuk kepentingan bersama.
- Esadaran akan ilmu pajak menjadi salah satu kelebihan yang diajarkan pada program studi Komputerisasi Akuntansi D3 di Ma’soem University.
- Mahasiswa program studi tersebut nantinya akan lebih siap dalam memasuki bidang profesi yang menuntut pemahaman akan pajak, seperti profesi akuntan, auditor, dan lain-lain.
Untuk mendukung perkembangan mahasiswa berprestasi, Ma’soem University memberikan layanan uang kuliah yang ekonomis dan beragam beasiswa yang nantinya dapat membantu dari segi finansial mereka. Selain itu, terdapat pesantren mahasiswa yang bisa ditempati dengan biaya terjangkau.
Siapa yang dikategorikan sebagai wajib pajak?
Menurut Pasal 1 ayat (2) UU No 16 tahun 2009, Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, sedangkan pengeritan NPWP dijabarkan dalam Pasal 1 ayat (6).
- Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakna sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.
- Wajib pajak terbagi dalam dua kelompok besar, yakni Wajib Pajak Orang Pribadi dan Wajib Pajak Badan.
Masing-masing kelompok memiliki kategori tertentu. Di sisi lain pengelompokan Wajib Pajak orang pribadi terbagi menjadi 2 berdasarkan tempat tinggalnya, yakni sebagai berikut :
Siapa saja yang disebut wajib pajak?
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas Wajib Pajak, sering disingkat dengan sebutan WP, adalah orang pribadi atau badan ( subjek pajak ) yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan, termasuk pemungut pajak atau pemotong pajak tertentu.