Mengapa Pajak Pertambahan Nilai Ppn Termasuk Pajak Tidak Langsung?
PPN termasuk jenis pajak tidak langsung, maksudnya pajak tersebut disetor oleh pihak lain (pedagang) yang bukan penanggung pajak atau dengan kata lain, penanggung pajak (konsumen akhir) tidak menyetorkan langsung pajak yang ia tanggung.
Contents
- 1 Jelaskan apa yang dimaksud dengan pajak tidak langsung?
- 2 Jelaskan apa perbedaan pajak langsung dan pajak tidak langsung berikan contohnya?
- 3 Apa yang terjadi jika pajak PPN dinaikkan?
- 4 Apa yang Anda ketahui tentang perbedaan antara PPN keluar dengan PPN masuk?
- 5 Apakah pajak penghasilan termasuk pajak tidak langsung?
Mengapa PPN dikategorikan pajak tidak langsung?
Contoh Pajak Tidak Langsung – Sedangkan, berikut ini merupakan beberapa contoh yang merupakan pajak tidak langsung:
Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Merupakan salah satu contoh pajak tidak langsung yang dapat disetorkan oleh pihak lain yang bukan merupakan penanggung pajak. Pajak ini dibebankan atas transaksi jual beli barang/jasa yang dilakukan oleh Wajib Pajak orang pribadi/badan dalam transaksinya dari produsen kepada konsumen.
Pajak Bea Masuk
Merupakan pajak yang dikenakan atas barang yang masuk ke daerah pabean.
Pajak Ekspor
Pajak ekspor merupakan pungutan resmi yang dibebankan atas barang ekspor tertentu. Dan pajak ini harus dibayarkan oleh pihak yang hendak atau ingin mengekspor barangnya ke luar negeri.
Pajak Pertambahan Nilai termasuk pajak apa?
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atau Value Added Tax (VAT) adalah pajak yang dikenakan kepada konsumen atas setiap pertambahan nilai dari suatu barang dan/atau jasa di dalam daerah pabean Republik Indonesia. Pada dasarnya semua barang dan jasa merupakan barang kena pajak dan jasa kena pajak sehingga dikenakan PPN, kecuali jenis barang dan jasa yang ditetapkan dalam undang-undang.
Barang yang dikenakan pajak berdasarkan undang-undang disebut Barang Kena Pajak (BKP) dan jasa yang dikenakan pajak berdasarkan undang-undang disebut Jasa Kena Pajak (JKP). Ketentuan lebih lanjut mengenai BKP dan JKP telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 yang mengalami perubahan, yaitu UU Nomor 11 Tahun 1994, UU Nomor 18 Tahun 2000, UU Nomor 42 Tahun 2009, dan yang terbaru ialah UU HPP.
Dalam UU HPP yang telah diresmikan Presiden Republik Indonesia pada tanggal 29 Oktober 2021 terdapat peraturan baru mengenai PPN. Peraturan baru tersebut di antaranya adalah mengenai tarif PPN yang tercantum pada Pasal 7 UU HPP. Tarif PPN, yaitu sebesar 11% yang sudah berlaku sejak 1 April 2022.
Mengapa PPN dan PPnBM dikategorikan sebagai pajak tidak langsung?
Jasa Konsultan Pajak Solo – Setiap orang pasti sudah mengetahui apa yang disebut dengan pajak. Bagi warga negara dan khususnya wajib pajak, memiliki tanggungjawab terhadap penyetoran serta pelaporan pajak. Secara umum, kategori pajak di Indonesia dapat di bedakan menjadi dua yaitu pajak pusat dan pajak daerah.
Pajak pusat merupakan pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat, sedangkan pajak daerah dipungut oleh pemerintah darah. Dalam dunia usaha dan bisnis, seringkali anda akan bertemu dengan kewajiban pajak yang berupa pajak pusat. Selain pajak penghasilan atau PPh, para pelaku usaha tentunya memiliki kewajiban Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).
Meskipun kedua jenis pajak tersebut dikenakan atas pengadaan barang, akan tetapi memiliki ketentuan berbeda. Seperti yang sudah diketahui bahwa pajak memiliki beberapa jenis dengan ketentuannya masing-masing. Setiap jenis pajak tentunya memiliki kriteria atau ciri-ciri khusus, yang merupakan karakteristik untuk membedakan setiap jenis pajak.
- Untuk itu, pengetahuan tentang kriteria atau ciri-ciri pajak sangat penting dimiliki terutama bagi para Pengusaha Kena Pajak (PKP).
- Dalam hal ini akan dibahas mengenai PPN dimana merupakan pajak yang dikenakan terhadap pertambahan nilai.
- Dan PPnBM dimana merupakan pajak yang dikenakan pada barang yang masuk dalam kategori barang mewah.
Apabila pada PPN dikenakan karena pemakaian faktor-faktor produksi oleh PKP yang menyiapkan, menghasilkan dan memperdagangkan Barang Kena Pajak (BKP) dan Jasa Kena Pajak (JKP). Pada PPnBM dibebankan pada produsen atau PKP yang menghasilkan atau mengimpor barang mewah.
Karakteristik dan kriteria PPN
PPN dapat dikatakan pajak tidak langsung karena beban pajak dialihkan kepada pihak pihak yang mengkonsumsi barang atau jasa yang menjadi objek pajak. Selain itu, tanggung jawab penyetoran PPN tidak berada di pihak yang memikul beban pajak. Kriteria lebih lanjut dari PPN yaitu:
- PPN merupakan pajak atas konsumsi dimana PPN adalah bagian dari pajak yang dikenakan atas konsumsi suatu barang atau jasa.
- PPN merupakan pajak objektif dimana pajak ini dinilai berdasarkan objek pajaknya (barang atau jasa). Jadi, siapapun yang membeli barang atau jasa kena pajak yang dimaksud, maka akan dikenakan nilai pajak yang sama.
- PPN merupakan pajak atas konsumsi barang atau jasa di dalam negeri
- PPN menggunakan tarif tunggal untuk semua BKP atau JKP yaitu 10%.
Karakteristik dan kriteria PPnBm
Berbeda dengan PPN, beban pajak PPnBM yang ditetapkan menurut Pasal 8 UU No.42 Tahun 2009 adalah paling rendah 10% dan paling tinggi hingga 200%. Hal tersebut berlaku bagi semua transaksi yang berkaitan dengan barang mewah kecuali untuk ekspor. Dalam upaya menggenjot angka ekspor maka pemerintah menetapkan pajak 0% untuk barang mewah tersebut.
- Barang yang bukan dikategorikan sebagai kebutuhan pokok
- Barang yang dikonsumsi oleh masyarakat tertentu saja
- Barang yang dikonsumsi masyarakat berpenghasilan tinggi
- Barang yang menunjukkan status atau kelas sosial tinggi
PPnBM terpisah dengan kewajiban PPN dimana barang yang sudah terkena PPN dan tergolong mewah maka juga dikenakan PPnBM. Sehingga nilai pajak yang dibebankan kepada wajib pajak menjadi lebih besar. Pemungutan PPnBM hanya diberlakukan satu kali yaitu pada saat impor Barang Kena Pajak (BKP) yang tergolong mewah.
- Selain itu, PPnBM juga dapat dikenakan atas penyerahan BKP yang tergolong mewah yang dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak atau pabrikan yang membuatnya.
- Apabila anda yang berada di Solo sedang memiliki permasalahan pajak dan membutuhkan bantuan jasa konsultan pajak, anda dapat menghubungi kami di halaman ini untuk melakukan konsultasi pajak secara online.
Agar pembayaran pajak bisnis anda optimal dan tidak mahal.
Jelaskan apa yang dimaksud dengan pajak tidak langsung?
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas Pajak tidak langsung adalah pajak yang dimaksudkan untuk dilimpahkan oleh yang membayar kepada pemikul (konsumen), Jadi pajak ini dapat dilimpahkan atau dibebankan kepada pihak lain. Dengan kata lain, orang yang bertanggung jawab atas administrasi pajak dan pemikul pajak terpisah (lebih dari satu orang).
Dari segi administratif, pajak langsung tidak memiliki surat ketetapan pajak ( kohir ), dan pengenaannya tidak dilakukan secara berkala melainkan dikaitkan dengan tindakan perbuatan atau kejadian (misalnya transaksi jual beli). Di samping itu, pemikul beban pajaknya juga belum diketahui lebih dulu. Pihak yang terdaftar di kantor pajak adalah penanggung jawab pajak, bukan pemikul pajak.
Contoh: pajak pertambahan nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM). Secara ekonomis, untuk mengenali tidak pajak langsung dapat dilihat adanya 3 unsur, yaitu:
Penanggung jawab pajak, yaitu orang yang secara formal yuridis diharuskan melunasi pajak, bila padanya terdapat faktor atau kejadian yang menimbulkan sebab untuk dikenakan pajak. Penanggung pajak, yaitu orang yang dalam faktanya dalam arti ekonomis memikul beban pajak. Pemikul beban pajak, yaitu orang yang menurut maksud pembuat undang-undang harus memikul beban pajak (destinaris).
Apabila terpisah, artinya unsur-unsur tersebut terdapat pada lebih dari satu orang, maka pajak itu disebut pajak tidak langsung.
Bagaimana cara untuk membedakan pajak langsung dan pajak tidak langsung?
Perbedaan Pajak Langsung dan Pajak Tidak Langsung – Dari penjelasan sebelumnya, dapat ditarik kesimpulan mengenai perbedaan antara pajak langsung dan pajak tidak langsung. Beberapa perbedaan antara keuda pajak tersebut, yaitu:
Pihak yang dikenakan Wajib Pajak
Pembayaran pajak langsung dibebankan kepada Wajib Pajak (WP) yang memang namanya terdaftar sebagai penanggung pajak. Sedangkan, untuk pajak tidak langsung dapat dibayarkan oleh pemikul pajak yang berperan sebagai pihak pengganti yang diwenangkan untuk membayarkan pajak. Konsultan pajak BSD adalah solusi tepat bagi anda untuk mengurus pajak dengan lebih mudah dan efektif.
Surat ketetapan pajak
Dalam pajak langsung, terdapat surat ketetapan pajak yang mengatur mengenai pemotongan dan penyetoran pajak. Pada saat surat ketetapan pajak diterbitkan, maka akan muncul nominal pajak yang harus dibayarkan. Sedangkan untuk pajak tidak langsung, tidak memiliki surat ketetapan pajak. Karena nominal dan prosedur pembayaran pajaknya telah diatur dalam peraturan perundang-undangan perpajakan.
Perspektif Pemerintah
Pajak langsung termasuk ke dalam jenis pajak progresif yang mempengaruhi perekonomian negara secara langsung, terutama untuk tingkat inflasi. Ini karena adanya kemungkinan bahwa pemerintah mengumpulkan pajak ini dalam waktu yang bersamaan secara langsung.
Sedangkan untuk pajak tidak langsung, memungkinkan pemerintah untuk mengharapkan adanya pemasukan yang berasal dari semua kalangan. Dengan harapan memunculkan feedback yang stabil. Apabila anda yang berada di BSD memiliki permasalahan pajak, dan membutuhkan bantuan dari konsultan pajak BSD, anda dapat menghubungi kami di halaman ini untuk melakukan konsultasi pajak secara online.
Agar pembayaran pajak bisnis anda optimal dan tidak mahal.
Apa perbedaan pajak langsung dengan yang tidak langsung?
Bagaimana Perbedaan Pajak Langsung dan Pajak Tidak Langsung – Seluruh Wajib Pajak Serpong atau dimana pun memiliki kewajiban pajak yang harus dilaksanakan sesuai dengan peraturan undang-undang yang berlaku. Setiap warga negara yang telah memenuhi syarat dan ketentuan berlaku, berkewajiban melaksanakan pembayaran pajak.
Pajak sendiri merupakan pungutan wajib yang bersifat memaksa. Perolehan dari pajak menjadi salah satu sumber pemasukan negara terbesar yang nantinya digunakan demi mensejahterakan rakyat. Berdasarkan pada cara pemungutannya, pajak bisa dibedakan menjadi pajak langsung dan tidak langsung. Pajak langsung merupakan pajak yang dikenakan kepada Wajib Pajak (WP) dan harus dibayarkan secara langsung.
Dimana beban pajak atas Wajib Pajak (WP) tersebut tidak bisa dibebankan ke pihak lain. Dan biasanya pajak langsung pemungutan pajaknya bersifat berkala dan teratur. Kebalikan dari pajak langsung, yaitu pajak tidak langsung, adalah pajak yang beban pajaknya tidak dapat dialihkan atau diwakilkan ke pihak lain.
- Namun, pajak tidak langsung sifat pungutan pajaknya tidak dilakukan secara berkala.
- Pungutan pajak tidak langsung biasanya dilakukan sesuai dengan suatu tindakan perbuatan atas kejadian.
- Definisi dari pajak langsung ini sendiri merupakan pungutan yang dibebankan kepada Wajib Pajak dan harus dibayarkan secara pribadi atau langsung oleh yang bersangkutan.
Jika dilihat dari proses pembayaran pajaknya, sifat pemungutan pajak langsung teratur dan dilakukan secara berkala. Berbeda dengan pajak langsung, pajak tidak langsung bisa diwakilkan kepada pihak yang telah diberi wewenang. Sifat pemungutannya juga tidak teratur dan berkala.
- Pajak tidak langsung biasanya dikenakan ketika ada suatu kegiatan yang menimbulkan beban pajak.
- Onsultan pajak Serpong adalah bantuan tepat untuk berbagai permasalahan pajak anda.
- Pajak langsung dan pajak tidak langsung memiliki beberapa perbedaan.
- Arena setiap jenis pajak memiliki ketentuan dan peraturan pajak yang berbeda.
Konsultan pajak Serpong adalah bantuan tepat untuk berbagai permasalahan pajak anda. Berikut ini beberapa perbedaan antara pajak langsung dengan pajak tidak langsung, terdiri dari: Baca Juga:
Mengapa disebut Pajak Pertambahan Nilai?
LANGKAH pertama untuk memahami mekanisme penerapan PPN sebagai pajak atas konsumsi yang bersifat umum adalah dengan mengenal terlebih dahulu terminologi PPN, Pertanyaan yang paling mendasar adalah mengapa pajak ini disebut dengan Pajak Pertambahan Nilai (PPN)? Istilah PPN berasal dari istilah bahasa Inggris ‘ Value Added Tax (VAT)’ atau dalam bahasa Indonesia disebut Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
Istilah ini berasal dari bahasa Prancis Taxe sur la Valuer Ajouteé (TVA). Penggagas istilah ini adalah Maurice Lauré. Pada 10 April 1954, Lauré menyodorkan sebuah nama terhadap sebuah rancangan sistem Pajak Penjualan baru yang akan diberlakukan di Prancis. Tepat pada 1 Juli 1954, Prancis memperkenalkan TVA yang artinya pajak atas nilai tambah.
Tanggal itulah oleh para ahli dianggap awal kelahiran istilah VAT, Kerangka dasar dari terminologi PPN adalah nilai tambah ( value added ), yaitu pajak yang dikenakan atas pertambahan nilai ( tax on value added ) dari keseluruhan transaksi dalam tahap produksi dan distribusi.
- Pertambahan nilai dalam PPN merupakan nilai yang timbul dari penerapan metode pengkreditan pajak masukan ( VAT input ) terhadap pajak keluaran ( VAT output ) yang digunakan oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) dalam memungut PPN yang harus disetorkan ke kas negara.
- Penggunaan metode pengkreditan pajak masukan terhadap pajak keluaran ini didasari pada alasan bahwa PPN adalah pajak yang bersifat netral bagi PKP,
Meskipun dipungut di setiap mata rantai produksi dan distribusi barang dan jasa oleh PKP, PPN tidak dimaksudkan untuk dibebankan kepada PKP, melainkan pada konsumen akhir. Untuk memastikan bahwa PPN dikenakan kepada konsumen akhir maka PKP yang diberikan kewajiban untuk memungut PPN atas penyerahan barang dan jasa yang digunakan dalam rangka menjalankan kegiatan usaha, mempunyai hak untuk dapat mengkreditkan PPN yang dipungut oleh pihak lain (Ad van Doesum dan Gert-Jan van Norden, 2011).
- Hak untuk mengkreditkan inilah yang menjamin PKP bukan sebagai pihak yang menanggung beban PPN.
- Inilah yang dimaksud dengan netralitas dalam konsep PPN, yang mana PKP hanya menyetorkan selisih lebih pajak keluaran terhadap pajak masukan.
- Selisih lebih inilah yang dimaksudkan dengan pertambahan nilai yang akhirnya dijadikan nama sebagai PPN.
Selanjutnya, pertanyaan menarik sehubungan dengan terminologi PPN sebagai pajak atas pertambahan nilai adalah apakah benar pengenaan PPN harus didasarkan dengan adanya nilai tambah sehingga atas transaksi yang tidak mempunyai nilai tambah tidak termasuk dalam ruang lingkup PPN ( scope of VAT )? Mengacu pada penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa nilai tambah bukan merupakan syarat yang menentukan apakah suatu penyerahan terutang PPN atau tidak.
- Adapun syarat agar suatu penyerahan barang dan jasa dikenakan PPN, menurut Pato dan Marcques (2014) harus memenuhi lima syarat kumulatif sebagai berikut.
- Pertama, PPN dikenakan atas transaksi penyerahan, baik penyerahan barang dan jasa, yang masuk dalam ruang lingkup penyerahan yang dikenakan PPN.
- Edua, penyerahan tersebut harus memiliki ‘nilai’ ( for consideration ).
Ketiga, penyerahan harus dilakukan di dalam wilayah teritorial dari negara yang bersangkutan ( within the territory ). Keempat, penyerahan tersebut harus dilakukan oleh PKP ( taxable person ) tanpa melihat apakah penyerahan tersebut akan laba atau rugi (Aleksandra Bal, 2013).
Kelima, PKP harus melakukan kegiatan penyerahan tersebut dalam rangka menjalankan kegiatan usaha ( acting as such ). Apabila salah satu syarat tidak terpenuhi, penyerahan tersebut berada di luar ruang lingkup PPN ( outside the VAT scope ). Selain PPN, kita seringkali mendengar istilah Goods and Services Tax (GST) untuk mengenakan pajak atas konsumsi yang bersifat tidak langsung.
Pertanyaannya, apakah GST merupakan jenis pajak yang berbeda dari PPN? Dari seluruh literatur dan pernyataan ahli pajak, PPN dan GST sebenarnya merupakan jenis pajak yang sama, tetapi dengan penamaan yang berbeda. Pernyataan ini, sebagaimana dijelaskan oleh OECD bahwa istilah PPN dan GST merujuk pada satu jenis pajak yang sama.
- Oleh karena merupakan jenis pajak yang sama, dapat disimpulkan bahwa konsep dan mekanisme pengenaan GST adalah sama dengan PPN,
- Jadi, penggunaan istilah PPN yang merepresentasikan pajak atas konsumsi barang dan jasa yang bersifat umum juga dapat dipertukarkan dengan istilah Pajak atas Barang dan Jasa (GST).
Penggunaan istilah GST sebagai pajak atas konsumsi yang bersifat umum juga dilakukan oleh beberapa negara, misalnya Singapura, Australia, dan Selandia Baru. Sementara itu, istilah PPN banyak digunakan oleh negara-negara di Eropa. Penamaan yang berbeda bukan didasari oleh adanya perbedaan konsep dan mekanisme pengenaan di antara keduanya.
- Namun, lebih kepada ‘ preferensi ‘ dari masing-masing negara (Darussalam 2017).
- Munculnya istilah GST sebagai nama lain dari PPN didasari oleh alasan bahwa pajak ini dikenakan atas dasar penyerahan ( supply ), baik penyerahan barang maupun jasa.
- Sementara itu, penggunaan istilah PPN disebabkan karena pajak ini merupakan pajak yang disetor oleh PKP atas nilai tambah dari penyerahan barang dan jasa dalam setiap tahapan produksi dan distribusi (Darussalam, 2017).
Kedua-duanya sama-sama mengenakan pajak atas penyerahan barang dan jasa. Kamus Pajak ini disadur dari salah satu bab di Buku Konsep dan Studi Komparasi Pajak Pertambahan Nilai yang ditulis oleh Darussalam, Danny Septriadi, dan Khisi Armaya Dhora yang dapat diunduh secara gratis di sini,
Mengapa PPN termasuk dalam kategori pajak objektif?
Jasa Konsultan Pajak – Pemahaman akan regulasi pajak sangatlah penting dimiliki oleh setiap wajib pajak di Serpong atau di seluruh wilayah Indonesia. Ini karena hal tersebut mampu mendukung wajib pajak untuk bisa menyelenggarakan kewajiban pajaknya dengan baik dan benar.
- Termasuk ketentuan yang berkaitan dengan Pajak Pertambahan Nilai atau dikenal dengan sebutan PPN.
- Bagi wajib pajak yang merupakan Pengusaha Kena Pajak atau dikenal dengan PKP, tentu sudah tidak asing lagi dengan istilah PPN.
- Dimana dalam melaksanakan kewajiban perpajakan dengan tertib, tentu PKP akan bersinggungan dengan PPN.
Ini adalah salah satu jenis pajak yang wajib untuk dibayarkan atas suatu transaksi Barang Kena Pajak, yang dilakukan oleh seorang PKP. Konsultan pajak Serpong, adalah pilihan tepat bagi setiap orang dalam mengurus administrasi pajaknya dengan baik. Dalam definisi lain, Pajak Pertambahan Nilai atau PPN bisa diartikan sebagai pajak yang dikenakan atas setiap pertambahan nilai dari suatu barang dan jasa.
Dimana barang dan jasa tersebut termasuk dalam kategori barang dan jasa yang bisa dikenai pajak. Barang dan jasa kena pajak yang dimaksud merupakan barang dan jasa dalam proses transaksi dari pihak produsen kepada pihak konsumen. Yang mana kemudian untuk pembayaran pajaknya dibebankan kepada pihak konsumen akhir.
Sedangkan pihak produsen bertugas untuk menyetorkan dan melaporkan pajak tersebut. Sebagai seorang PKP atau pengusaha kena pajak, maka anda berkewajiban untuk menyertakan perhitungan PPN dalam setiap faktur pajak yang diterbitkan. Seperti yang diketahui, bahwa faktur pajak perlu untuk diterbitkan sebagai bukti atas kegiatan transaksi BKP dan JKP yang telah dilakukan.
Dimana selanjutnya faktor tersebut dibuat rangkap dua, satu untuk dipegang oleh PKP bersangkutan dan satu lagi untuk dipegang mitra transaksi. Konsultan pajak Serpong adalah pilihan tepat dalam urusan pajak yang lebih mudah dan praktis. Berbeda dengan jenis Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 yang bersifat progresif, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) lebih bersifat Multi Stage Levy,
Simak penjelasan lebih lanjut mengenai karakteristik PPN sebagaimana berikut:
PPN merupakan pajak atas konsumsi
PPN akan dibebankan pada pihak konsumen atau orang yang membeli Barang kena Pajak (BKP), dan tidak untuk dijual kembali. Hal ini berarti, yang memiliki tanggung jawab untuk membayar beban pajak adalah pihak konsumen akhir (pembeli).
PPN merupakan pajak tidak langsung
PPN termasuk dalam kategori pajak tidak langsung karena pajak tersebut dibebankan pada konsumen akhir. Sedangkan yang bertanggungjawab untuk melakukan penyetoran pajak bukanlah pihak konsumen akhir. Namun wajib pajak sebagai pengusaha kena pajak atau PKP yang menjual barang tersebut. Baca Juga: Wajib Pajak Harus Tahu Perbedaan Pajak Pusat dan Pajak Daerah
PPN merupakan pajak objektif
PPN juga termasuk dalam kategori pajak objektif, karena melihat dari sisi objek pajaknya. Setiap konsumen, yang juga merupakan wajib pajak dan subjek pajak, akan dikenai tarif PPN yang sama. Yang mana tarif tersebut sesuai dengan harga barang atau transaksi BKP dan JKP yang dilakukan.
Penggunaan Tarif Tunggal
Seperti yang telah disinggung pada pembahasan sebelumnya, bahwa PPN berbeda dengan PPh pasal 21. Yang mana dalam PPN tidak memiliki perhitungan progresif, tapi memiliki tarif dasar tunggal yakni sebesar 10%. Setiap konsumen akhir yang melakukan pembelian BKP bertanggung jawab untuk membayarkan pajak sebesar 10% dari nilai transaksi yang dilakukan.
PPN adalah Pajak Atas Konsumsi BKP dan JKP di Dalam Negeri
PPN adalah pajak yang hanya dikenakan atas konsumsi BKP dan JKP di dalam negeri. Seperti misalnya atas kegiatan transaksi impor barang yang dilakukan oleh PKP. Selain itu, PPN juga akan diterapkan pada pemanfaatan BKP dan JKP yang tidak berwujud diluar daerah kepabeanan yang dimanfaatkan di dalam negeri.
Bersifat Multi Stage Levy
PPN juga akan dikenakan atau dipungut pada setiap tahap jalur produksi dan distribusi. Yakni mulai dari pabrik, pedagang besar, grosir, hingga pada pedagang kecil atau pengecer. PPN tidak akan menimbulkan efek pemungutan pajak ganda karena mekanisme pajaknya menganut pengkreditan pajak keluaran dan pajak masukan.
Indirect Subtraction Method
Mekanisme dalam perhitungan PPN menggunakan metode pengurangan secara tidak langsung. Yang mana artinya wajib pajak sebagai PKP dapat mengkreditkan pajak masukan atas BKP dan JKP yang berbeda. Konsultan pajak Serpong adalah alternatif dalam mengurus pajak dengan tepat dan lebih efektif.
Apa perbedaan Pajak Pertambahan Nilai PPN dengan pajak penjualan PPN?
PPN adalah Pajak Pertambahan Nilai. Sedangkan PPnBm adalah Pajak Penjualan atas Barang Mewah. PPN bisa disimpulkan sebagai pajak yang dikenakan pada pertambahan nilai karena munculnya pemakaian faktor-faktor produksi oleh pihak PKP (Pengusaha Kena Pajak ).
Jelaskan apa perbedaan pajak langsung dan pajak tidak langsung berikan contohnya?
apa perbedaan pajak langsung dan pajak tidak langsung ? Pajak langsung merupakan pajak yang tidak dapat dilimpahkan kepada orang lain. Contohnya: pajak penghasilan (PPh). Sedangkan pajak tidak langsung merupakan pajak yang dapat dilimpahkan kepada orang lain. Contohnya: pajak pertambahan nilai (PPN). : apa perbedaan pajak langsung dan pajak tidak langsung ?
Apa dasar hukum dari Pajak Pertambahan Nilai?
Dasar Hukum PPN – Dasar Hukum PPN adalah UU Nomor 6 Tahun 1983. Sementara, belakangan pemerintah melakukan revisi terhadap UU tersebut dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang UU Harmonisasi Perpajakan (UU HPP) yang disahkan pada tanggal 7 Oktober 2021.
Apa yang terjadi jika pajak PPN dinaikkan?
Potensi dampak kenaikan PPN 1 persen terhadap beberapa indikator makro ekonomi, di antaranya semakin mendorong terjadinya inflasi, penurunan daya beli masyarakat akibat kenaikan PPN berdampak pada perlambatan pertumbuhan ekonomi, dan meningkatkan angka pengangguran.
Apa yang dimaksud dengan pajak tidak langsung berikan 2 contoh?
apa pengertian pajak tidak langsung,,,berikan contohnya??,,,dan jelaskan Kategori : PerpajakanSub Kategori : Jenis – jenis PajakKelas : XIKata Kunci : Pajak Tidak LangsungPembahasan : Pajak tidak langsung adalah Pajak yang bisa dilimpahkan atau diberikan kepada pihak lain atau orang lain.Contohnya : Pajak Bea dan Pajak Pertambahan Nilai ( PPN ).
Apa yang Anda ketahui tentang perbedaan antara PPN keluar dengan PPN masuk?
PPN Masukan dan Keluaran adalah komponen dalam perhitungan PPN Terutang dalam mengelola Faktur Pajak. Temukan contoh perhitungan pajak masukan dan pajak keluaran di sini. Ketentuan perhitungan PPN masukan dan keluaran dalam laporan keuangan diatur dalam ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku agar dapat berfungsi dengan baik dan benar.
Seperti diketahui, salah satu fungsi VAT in atau Faktur Pajak Masukan adalah bisa digunakan untuk pengkreditan Pajak Masukan dari hasil pengurangan dengan PPN Keluaran. Untuk memenuhi kewajiban atas PPN yang dipungut, sebagai PKP wajib memahami cara menghitung PPN Masukan dan PPN Keluaran untuk dibayarkan ke kas negara atau dilakukan pengkreditan pajak pertambahan nilai masukan.
Pajak Keluaran dan Pajak Masukan adalah pajak yang dikenakan atas transaksi atau jual-beli Barang Kena Pajak (BKP) ataupun Jasa Kena Pajak (JKP) yang berada di wilayah kepabeanan Indonesia. Dalam dunia bisnis, khususnya yang berstatus sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP), tentu sudah tidak asing dengan istilah Pajak Pertambahan Nilai atau PPN maupun katentuan Pajak Masukan ( VAT in ).
Begitu juga dengan PPN Keluaran ( VAT out) karena Faktur Pajak Keluaran adalah bagian dari transaksi perpajakan perusahaan. Karena ada dua pihak dalam transaksi, yakni penjual dan pembeli, maka terdapat dua jenis perhitungan PPN, yakni PPN Masukan dan PPN Keluaran atau biasa disebut Pajak Masukan dan Pajak Keluaran dalam Faktur Pajak.
Perbedaan keduanya yakni Pajak Masukan digunakan sebagai pajak atas pembelian barang/jasa kena pajak, sedangkan Faktur Pajak Keluaran adalah faktur pajak atas penjualan barang/jasa kena pajak. Selain itu, keduanya memiliki dokumen resmi dan sah untuk mencatat semua transaksi, hanya saja untuk sistem pengelolaan dokumennya terbilang cukup berbeda.
Jika Faktur PPN Masukan adalah dikelola pada saat PKP Pembeli menerima atau membeli barang/jasa kena pajak, sedangkan Faktur PPN Keluaran adalah dikelola pada saat PKP Penjual menyerahkan atau menjual barang/jasa. Lebih jelasnya, simak pembahasan keduanya lengkap dengan contoh soal PPN Masukan dan PPN Keluaran dalam akuntansi pajak di bawah ini.
Nnamun sebelum itu Mekari Klikpajak akan kembali mengingatkan Anda pentingnya kelola pajak bisnis seperti mengelola PPN Masukan dan Keluaran dalam laporan keuangan bisnis yang efektif dan efisien. Sehingga urusan perpajakan perusahaan dapat membantu kinerja usaha lebih baik lagi.
“Serahkan semua urusan perpajakan dan keuangan perusahaan melalui support system yang lengkap dan terintegrasi guna mendukung kinerja perusahaan serta perkembangan bisnis Anda secara optimal.” Kelola Faktur Pajak dengan Menarik Data secara Otomatis dalam Laporan Keuangan Online Hanya dengan Aplikasi e-Faktur API Klikpajak.
Coba Sekarang, Gratis!
Apakah pajak penghasilan termasuk pajak tidak langsung?
Definisi Pajak Langsung dan Pajak Tidak Langsung – Pajak langsung adalah pajak yang bebannya harus ditanggung sendiri oleh wajib pajak yang bersangkutan dan tidak dapat dialihkan kepada pihak lain. Dengan kata lain, pajak langsung harus dibayar sendiri oleh wajib pajak bersangkutan.
Pajak tidak langsung adalah pajak yang bebannya dapat dialihkan atau digeser kepada pihak lain. Dengan kata lain, pembayarannya dapat diwakilkan kepada pihak lain. Pajak tidak langsung tidak memiliki surat ketetapan pajak, sehingga pengenaannya tidak dilakukan secara berkala melainkan dikaitkan dengan tindakan perbuatan atas kejadian.
Ada tiga unsur untuk mengenali pajak tidak langsung:
- Penanggung jawab pajak yaitu orang yang secara formal yuridis diharuskan melunasi pajak, bila padanya terdapat faktor atau kejadian yang menimbulkan sebab untuk dikenakan pajak.
- Penanggung pajak yaitu orang yang dalam faktanya memikul beban pajak.
- Pemikul beban pajak, yakni orang yang menurut maksud pembuat undang-undang harus memikul beban pajak.
Pajak langsung biasanya melekat pada orang pribadi si wajib pajak, sehingga hak dan kewajibannya tidak dapat dialihkan ke pihak lain. Pajak yang termasuk dalam pajak langsung di antaranya adalah pajak:
- Pajak penghasilan (PPh).
- Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
- Pajak Kendaraan Bermotor.
Berikut ini penjelasan dari ketiga pajak tersebut: Pajak Penghasilan (PPh) adalah pajak yang dikenakan kepada subyek pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam tahun pajak. Kewajiban pajak dalam pajak penghasilan (PPh) melekat pada wajib pajak atau subjek pajak bersangkutan sehingga tidak dapat diwakilkan.
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah pajak yang dikenakan terhadap bumi atau bangunan, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 yang diubah ke dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994. Pajak ini merupakan pajak yang bersifat kebendaan. Besar kecilnya pajak terutang ditentukan oleh keadaan/kondisi objek yaitu bumi/tanah dan/atau bangunan.
Subjek atau wajib pajak PBB adalah orang pribadi atau badan yang secara nyata mempunyai hak atas bumi, memperoleh manfaat atas bumi, memiliki bangunan, menguasai bangunan, dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan. Pajak Kendaraan Bermotor adalah pajak yang dikenakan atas kepemilikan kendaraan bermotor baik roda dua atau lebih.
- Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
- Pajak bea masuk.
- Pajak ekspor.
Berikut ini penjelasan dari ketiga pajak tersebut: Pajak Pertambahan Nilai (PPN) merupakan jenis pajak tidak langsung untuk disetor oleh pihak lain yang bukan merupakan penanggung pajak. Pajak harus dikenakan pada setiap proses produksi dan distribusi, tetapi jumlah pajak yang terutang dibebankan kepada konsumen akhir yang memakai produk tersebut.
- Selalu setor dan lapor PPN setiap bulan? Gunakan OnlinePajak untuk mempermudah kewajiban Anda.
- Tidak hanya itu, Anda juga dapat mengelola transaksi bisnis yang dikenakan PPN, membuat dan mengirimkan faktur pajak, serta merekam langsung pajak masukan secara otomatis.
- Daftar sekarang, atau lihat fitur dan harga paket yang sesuai dengan kebutuhan Anda,
Pajak Bea Masuk adalah pajak yang dikenakan terhadap barang yang masuk daerah pabean. Pajak Ekspor merupakan pungutan resmi yang dikenakan terhadap barang ekspor tertentu. Pajak tidak langsung biasanya diberlakukan terhadap perusahaan, atau instansi. Karena hak dan kewajiban pajak melekat pada badan atau perusahaan, sehingga dalam hal pembayaran dapat diwakilkan.
Apa contoh pajak langsung dan tidak langsung?
Jenis Pajak Langsung – Perlu Anda tahu, pajak langsung dan tidak langsung merupakan pengelompokkan jenis pajak berdasarkan golongan atau cara pemungutannya. Jenis pajak yang masuk dalam kategori pajak tidak langsung adalah pajak pertambahan nilai (PPN), pajak ekspor, dan pajak bea masuk.
- Sementara, yang masuk dalam jenis pajak langsung adalah pajak kendaraan bermotor, pajak bumi dan bangunan (PBB), dan pajak penghasilan.
- Selain kategori ini, terdapat dua jenis pengelompokkan lainnya.
- Pertama, berdasarkan sifatnya, maka pajak dibagi menjadi dua jenis, yakni pajak subjektif dan pajak objektif.
Pajak jenis ini biasanya dikaitkan pula dengan perlu tidaknya melihat keadaan atau status wajib pajak. Kedua, berdasarkan siapa yang melakukan pemungutan dan pengelolaan pajak tersebut. Berdasarkan ketentuan ini, pajak digolongkan menjadi dua yakni pajak pusat dan pajak daerah.