Mengapa Penanggung Pajak Diterbitkan Surat Paksa?

Mengapa Penanggung Pajak Diterbitkan Surat Paksa

Pasal 6 (1) Jurusita Pajak melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus tanpa menunggu tanggal jatuh tempo pembayaran berdasarkan Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus yang diterbitkan oleh Pejabat apabila : a. Penanggung Pajak akan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya atau berniat untuk itu; b. Penanggung Pajak menghentikan atau secara nyata mengecilkan kegiatan perusahaan, atau pekerjaan yang dilakukannya di Indonesia, ataupun memindahtangankan barang yang dimiliki atau dikuasainya; c. Terdapat tanda-tanda bahwa Penanggung Pajak akan membubarkan badan usahanya atau berniat untuk itu; d. Badan usaha akan dibubarkan oleh Negara; atau e. Terjadi penyitaan atas barang Penanggung Pajak oleh pihak ketiga atau terdapat tanda-tanda kepailitan. (2) Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus sekurang-kurangnya memuat : a. nama Wajib Pajak, atau nama Wajib Pajak dan Penanggung Pajak; b. besarnya utang pajak; c. perintah untuk membayar; dan d. saat pelunasan utang pajak. (3) Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus diterbitkan sebelum penerbitan Surat Paksa. B A B III S U R A T P A K S A Pasal 7 (1) Surat Paksa berkepala kata-kata “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”, mempunyai kekuatan eksekutorial dan kedudukan hukum yang sama dengan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. (2) Surat Paksa sekurang-kurangnya harus memuat : a. nama Wajib Pajak, atau nama Wajib Pajak dan Penanggung Pajak; b. besarnya utang pajak; dan c. perintah untuk membayar. Pasal 8 Surat Paksa diterbitkan apabila : a. Penanggung Pajak tidak melunasi uatang pajak sampai dengan tanggal jatuh tempo pembayaran dan kepadanya telah diterbitkan Surat Teguran atau Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis; b. Terhadap Penanggung Pajak telah dilaksanakan penagihan seketika dan sekaligus; atau c. Penanggung Pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum dalam keputusan persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran pajak. Pasal 9 (1) Dalam hal terjadi keadaan di luar kekuasaan Pejabat, Surat Paksa pengganti dapat diterbitkan oleh Pejabat karena Jabatan. (2) Surat Paksa pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai kekuatan eksekotorial dan kedudukan hukum yang sama dengan Surat Pakasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1). Pasal 10 (1) Surat Paksa diberitahukan oleh Jurusita Pajak dengan pernyataan dan penyerahan Surat Paksa kepada Penanggung Pajak. (2) Pemberitahuan Surat Paksa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam Berita Acara yang sekurang-kurangnya memuat hari dan tanggal pemberitahuan Surat Paksa, nama Jurusita Pajak, nama yang menerima, dan tempat pemberitahuan Surat Paksa. (3) Surat Paksa terhadap orang pribadi diberitahukan oleh Jurisita kepada : a. Penanggung Pajak di tempat tinggal, tempat usaha atau di tempat lain yang memungkinkan; b. Orang dewasa yang bertempat tinggal bersama ataupun yang bekerja di tempat usaha Penanggung Pajak, apabila Penanggung Pajak yang bersangkutan tidak dapat dijumpai; c. salah seorang ahli waris atau pelaksana wasiat atau yang mengurus harta peninggalannya, apabila Wajib Pajak telah meninggal dunia dan harta warisan belum dibagi; atau d. para ahli waris, apabila Wajib Pajak telah meninggal dunia dan harta warisan telah dibagi. (4) Surat Paksa terhadap badan diberitahukan oleh Jurusita Pajak kepada : a. pengurus, pemegang saham, dan pemilik modal baik di tempat kedudukan badan yang bersangkutan, di tempat tinggal mereka maupun di tempay lain yang memungkinkan; atau b. pengawai tingkat pimpinan di tempat kedudukan atau tempat usaha badan yang bersangkutan apabila Jurusita Pajak tidak dapat menjumpai salah seorang sebagaimana dimaksud pada huruf a. (5) Dalam hal Wajib Pajak dinyatakan pailit, Surat Paksa diberitahukan kepada Hakim Komisaris atau Balai Harta Peninggalan, dan dalam hal Wajib Pajak dinyatakan bubar atau dalam likuidasi, Surat Paksa diberitahukan kepada orang atau badan yang dibebani untuk melakukan pemberesan, atau likuidator. (6) Dalam hal Wajib Pajak menunjuk seorang kuasa dengan surat kuasa khusus untuk menjalankan hak dan kewajiban perpajakan, Surat Paksa dapat diberitahukan kepada penerima kuasa dimaksud. (7) Apabila pemberitahuan Surat Paksa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) tidak dapat dilaksanakan, Surat Paksa disampaikan melalui Pemerintah Daerah setempat. (8) Dalam hal Wajib Pajak atau Penanggung Pajak tidak diketahui tempat tinggalnya, tempat usaha, atau tempat kedudukannya, penyampaian Surat Paksa dilaksanakan dengan cara menempelkan Surat Paksa pada papan pengumuman kantor Pejabat yang menerbitkannya, mengumumkan melaui media massa, atau cara lain yang ditetapkan oleh Menteri atau Kepala Daerah. (9) Dalam hal Surat Paksa harus dilaksanakan di luar wilayah kerja Pejabat, Pejabat dimaksud meminta bantuan kepada Pejabat yang wilayah kerjanya meliputi tempat pelaksanaan Surat Paksa, kecuali ditetapkan lain oleh Menteri atau Kepala Daerah. (10) Pejabat yang diminta bantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (9) wajib membantu dan memberitahukan tidakan yang telah dilaksana- kannya kepada Pejabat yang meminta bantuan. (11) Dalam hal Penanggung Pajak menolak atau menerima Surat Paksa, Jurusita Pajak meninggalkan Surat Paksa dimaksud dan mencatatnya dalam Berita Acara bahwa Penanggung Pajak tidak mau menerima Surat Paksa, dan Surat Paksa dianggap telah siberitahukan. Pasal 11 Pelaksanaan Surat Paksa tidak dapat dilanjutkan dengan penyitaan sebelum lewat waktu 2 (dua) kali 24 (dua puluh empat) jam setelah Surat Paksa diberitahukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10. B A B IV PENYITAAN Pasal 12 (1) Apabila utang pajak tidak dilunasi oleh Penanggung Pajak dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, Pejabat menerbitkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan. (2) Penyitaan dilaksanakan oleh Jurusita Pajak dengan disaksikan oleh sekurang-kurangnya 2 (dua) orang yang telah dewasa, penduduk Indonesia, dikenal oleh Jurusita Pajak, dan dapat dipercaya. (3) Setiap melaksanakan penyitaan, Jurusita Pajak membuat Berita Acara Pelaksanaan Sita yang ditandatangani oleh Jurusita Pajak, Penanggung Pajak dan saksi-saksi. (4) Walaupun Penanggung Pajak tidak hadir, penyitaan tetap dapat dilaksanakan dengan syarat seorang saksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), berasal dari Pemerintah Daerah setempat. (5) Dalam hal penyitaan dilaksanakan tidak dihadiri oleh Penanggung Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Berita Acara Pelaksanaan Sita ditandatangani Jurusita Pajak dan saksi-saksi. (6) Berita Acara Pelaksanaan Sita tetap mempunyai kekuatan mengikat, meskipun Penanggung Pajak menolak menandatangani Berita abara Pelaksanaan Sita sebagaimana dimaksud pada ayat (3). (7) Salinan Berita Acara Pelaksanaan Sita dapat ditempelkan pada barang bergerak atau barang tidak bergerak yang disita berada, dan atau di tempat-tempat umum. (8) Atas barang yang disita dapat ditempel atau diberi segel sita.
You might be interested:  Sebutkan Manfaat Yang Diperoleh Wajib Pajak Dengan Memiliki Npwp?

Contents

Apakah penagihan pajak dengan Surat Paksa baru dapat dilakukan?

SURAT paksa merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan otoritas pajak untuk menagih utang pajak kepada seorang penanggung pajak. Upaya tersebut terbilang lebih keras ketimbang upaya-upaya sebelumnya. Hal tersebut dikarenakan sifat surat paksa yang tidak dapat lagi dimintakan banding dan harus dipatuhi oleh penanggung pajak agar tidak dilakukan penyitaan terhadap propertinya.

Lantas, apakah yang menyebabkan otoritas pajak melakukan upaya demikian terhadap penanggung pajak? Seperti halnya upaya penagihan pajak lainnya, alasan utama dilakukannya penagihan pajak dengan surat paksa adalah karena penanggung pajak masih belum juga melunasi utang pajaknya sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam undang-undang.

Namun, alasan yang membedakan adalah penagihan pajak dengan surat paksa baru dapat dilakukan jika otoritas pajak telah melakukan beberapa upaya penagihan pajak sebelumnya. Artinya, penagihan pajak dengan surat paksa tidak dapat dilakukan terhadap seorang penanggung pajak jika terhadapnya belum sekalipun dilakukan upaya penagihan pajak oleh otoritas pajak.

menerbitkan surat teguran atau surat lainnya yang sejenis; melakukan penagihan seketika dan sekaligus; memberitahukan surat paksa ; melakukan penyitaan barang milik penanggung pajak; melakukan penjualan barang milik penanggung pajak yang telah disita; mengusulkan pencegahan; melakukan penyanderaan.

Ketentuan dalam SE-01/2020 tersebut juga senada dengan ketentuan dalam Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang No.19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (UU PPSP) yang berbunyi sebagai berikut: ” Surat Paksa diterbitkan apabila:

penanggung pajak tidak melunasi utang pajak dan kepadanya telah diterbitkan surat teguran atau surat peringatan atau surat lain yang sejenis; terhadap Penanggung Pajak telah dilaksanakan penagihan seketika dan sekaligus ; atau penanggung pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum dalam keputusan persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran pajak,”

Dengan kata lain, otoritas pajak hanya dapat melakukan penagihan pajak dengan surat paksa jika sebelumnya telah dilakukan upaya teguran/peringatan terhadap penanggung pajak atau penanggung pajak tidak memenuhi kesepakatan pengangsuran/penundaan pembayaran pajak.

  • Etentuan selanjutnya diperinci dalam Pasal 12 Peraturan Menteri Keuangan No.24/PMK.03/2008 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penagihan dengan Surat Paksa dan Pelaksanaan Penagihan Seketika dan Sekaligus (PMK 24/ 2008).
  • Sesuai dengan ketentuan pasal tersebut, surat paksa diterbitkan oleh pejabat jika jumlah utang pajak masih belum dilunasi oleh penanggung pajak setelah melewati batas waktu yang ditentukan.

Adapun batas waktu tersebut adalah 21 hari terhitung sejak tanggal disampaikannya surat teguran dan diberitahukan secara langsung oleh jurusita pajak kepada penanggung pajak. Oleh karena itu, terdapat jangka waktu tertentu bagi otoritas pajak untuk dapat menerbitkan surat paksa terhadap seorang penanggung pajak setelah dilakukannya teguran.

Selain didahului surat teguran, berdasarkan Pasal 8 ayat (1) huruf c UU PPSP, penerbitan surat paksa juga dapat dilakukan apabila penanggung pajak tidak memenuhi ketentuan yang tercantum dalam keputusan persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran pajak yang telah disepakati. Sementara itu, yang dimaksud dengan keputusan persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran pajak adalah permohonan yang dapat diajukan untuk memberikan kemudahan kepada penanggung pajak yang sedang mengalami kesulitan likuiditas atau sedang dalam keadaan lainnya yang membuatnya belum dapat melunasi pembayaran pajak sesuai dengan kewajibannya.

Jika permohonan tersebut disetujui, penanggung pajak dapat melakukan pembayaran dengan dua cara. Pertama, mengangsur, yakni membayar pajak secara menyicil. Kedua, menunda, yakni dengan mengundurkan tanggal jatuh tempo pembayaran pajak dari tanggal yang semestinya.

You might be interested:  Profesi Akuntan Yang Melayani Jasa Pemeriksaan Keuangan Masyarakat?

Siapa yang dapat menyampaikan surat paksa kepada penanggung pajak?

Page 3 – Bentuk tindakan penagihan yang sering membuat Wajib kaget adalah disampaikannya Surat Paksa. Surat Paksa adalah surat perintah membayar utang dan biaya berdasarkan Pasal 1 ayat 12 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang dengan Surat Paksa.

  1. Surat Paksa diterbitkan oleh Kantor Pelayanan Pajak setelah 21 hari sejak diterbitkannya Surat Teguran.
  2. Surat Teguran sendiri merupakan surat yang mengandung himbauan, peringatan, dan teguran kepada Wajib Pajak agar segera melunasi utang pajaknya.
  3. Selain itu, Surat Paksa dapat diterbitkan apabila Wajib Pajak sebelumnya telah dilaksanakan penagihan seketika dan sekaligus namun masih belum melunasi utang pajak.

Isi dari Surat Paksa sekurang-kurangnya memuat tentang identitas Wajib Pajak, dasar penagihan baik berupa nomor Surat Tagihan Pajak maupun Surat Ketetapan Pajak, besarnya utang pajak, dan perintah untuk membayar. Surat Paksa disampaikan langsung oleh Juru Sita Pajak Negara kepada Wajib Pajak.

Maksud dari disampaikan secara langsung adalah Juru Sita Pajak Negara mendatangi lokasi Wajib Pajak dan melalui penandatanganan Berita Acara Penyampaian Surat Paksa oleh kedua belah pihak. Oleh sebab itu, Wajib Pajak selain melunasi utang pajak juga membayar biaya penagihan pajak sebesar Rp 50.000 per surat paksa kepada negara melalui Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).

Bagaimana penyampaian Surat Paksa apabila Wajib Pajak tidak dapat ditemui secara langsung? Juru Sita Pajak Negara dapat menyampaikan Surat Paksa kepada Penanggung Pajak. Penanggung Pajak adalah orang pribadi atau badan yang bertanggung jawab atas pembayaran pajak dan termasuk wakil yang menjalankan hak dan kewajiban Wajib Pajak.

  • Untuk Wajib Pajak orang pribadi, penanggung pajaknya yaitu orang dewasa yang bertempat tinggal atau bekerja yang sama dengan Wajib Pajak dan ahli waris.
  • Sedangkan untuk Wajib Pajak badan usaha, Surat Paksa dapat disampaikan kepada pengurus, kepala perwakilan/cabang, pemilik modal dari badan tersebut dan pegawai yang bekerja pada badan tersebut serta kurator dari badan jika pailit.

Jika tidak ada pihak mana pun yang dapat ditemui? Surat Paksa dapat ditempelkan pada papan pengumuman maupun media massa. Surat Paksa memiliki kepala surat “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”. Surat Paksa memiliki kekuatan eksekutorial dan kedudukan hukum yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap.

Sehingga menjadikan Surat Paksa begitu memaksa Wajib Pajak untuk dapat segera melunasi utang pajak dan biaya penagihannya. Sebab jika dalam jangka waktu 2×24 jam setelah diterimanya Surat Paksa Wajib Pajak tidak melunasi utang pajak dan biaya penagihannya, maka Juru Sita Pajak Negara dapat melanjutkan tindakan penagihan dengan penyitaan.

: Mengenal Surat Paksa Penagihan Pajak – Kompasiana.com

Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk menerbitkan surat paksa terhadap Penanggung Pajak?

SURAT paksa merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan otoritas pajak untuk menagih utang pajak kepada seorang penanggung pajak. Upaya tersebut terbilang lebih keras ketimbang upaya-upaya sebelumnya. Hal tersebut dikarenakan sifat surat paksa yang tidak dapat lagi dimintakan banding dan harus dipatuhi oleh penanggung pajak agar tidak dilakukan penyitaan terhadap propertinya.

Lantas, apakah yang menyebabkan otoritas pajak melakukan upaya demikian terhadap penanggung pajak? Seperti halnya upaya penagihan pajak lainnya, alasan utama dilakukannya penagihan pajak dengan surat paksa adalah karena penanggung pajak masih belum juga melunasi utang pajaknya sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam undang-undang.

Namun, alasan yang membedakan adalah penagihan pajak dengan surat paksa baru dapat dilakukan jika otoritas pajak telah melakukan beberapa upaya penagihan pajak sebelumnya. Artinya, penagihan pajak dengan surat paksa tidak dapat dilakukan terhadap seorang penanggung pajak jika terhadapnya belum sekalipun dilakukan upaya penagihan pajak oleh otoritas pajak.

menerbitkan surat teguran atau surat lainnya yang sejenis; melakukan penagihan seketika dan sekaligus; memberitahukan surat paksa ; melakukan penyitaan barang milik penanggung pajak; melakukan penjualan barang milik penanggung pajak yang telah disita; mengusulkan pencegahan; melakukan penyanderaan.

Ketentuan dalam SE-01/2020 tersebut juga senada dengan ketentuan dalam Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang No.19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (UU PPSP) yang berbunyi sebagai berikut: ” Surat Paksa diterbitkan apabila:

penanggung pajak tidak melunasi utang pajak dan kepadanya telah diterbitkan surat teguran atau surat peringatan atau surat lain yang sejenis; terhadap Penanggung Pajak telah dilaksanakan penagihan seketika dan sekaligus ; atau penanggung pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum dalam keputusan persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran pajak,”

Dengan kata lain, otoritas pajak hanya dapat melakukan penagihan pajak dengan surat paksa jika sebelumnya telah dilakukan upaya teguran/peringatan terhadap penanggung pajak atau penanggung pajak tidak memenuhi kesepakatan pengangsuran/penundaan pembayaran pajak.

You might be interested:  Orang Yang Hanya Menanam Modal Pada Cv Disebut Sebagai Anggota?

Etentuan selanjutnya diperinci dalam Pasal 12 Peraturan Menteri Keuangan No.24/PMK.03/2008 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penagihan dengan Surat Paksa dan Pelaksanaan Penagihan Seketika dan Sekaligus (PMK 24/ 2008). Sesuai dengan ketentuan pasal tersebut, surat paksa diterbitkan oleh pejabat jika jumlah utang pajak masih belum dilunasi oleh penanggung pajak setelah melewati batas waktu yang ditentukan.

Adapun batas waktu tersebut adalah 21 hari terhitung sejak tanggal disampaikannya surat teguran dan diberitahukan secara langsung oleh jurusita pajak kepada penanggung pajak. Oleh karena itu, terdapat jangka waktu tertentu bagi otoritas pajak untuk dapat menerbitkan surat paksa terhadap seorang penanggung pajak setelah dilakukannya teguran.

  1. Selain didahului surat teguran, berdasarkan Pasal 8 ayat (1) huruf c UU PPSP, penerbitan surat paksa juga dapat dilakukan apabila penanggung pajak tidak memenuhi ketentuan yang tercantum dalam keputusan persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran pajak yang telah disepakati.
  2. Sementara itu, yang dimaksud dengan keputusan persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran pajak adalah permohonan yang dapat diajukan untuk memberikan kemudahan kepada penanggung pajak yang sedang mengalami kesulitan likuiditas atau sedang dalam keadaan lainnya yang membuatnya belum dapat melunasi pembayaran pajak sesuai dengan kewajibannya.

Jika permohonan tersebut disetujui, penanggung pajak dapat melakukan pembayaran dengan dua cara. Pertama, mengangsur, yakni membayar pajak secara menyicil. Kedua, menunda, yakni dengan mengundurkan tanggal jatuh tempo pembayaran pajak dari tanggal yang semestinya.

Apakah Surat Paksa bisa sampai diterbitkan?

SURAT paksa merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan otoritas pajak untuk menagih utang pajak kepada seorang penanggung pajak. Upaya tersebut terbilang lebih keras ketimbang upaya-upaya sebelumnya. Hal tersebut dikarenakan sifat surat paksa yang tidak dapat lagi dimintakan banding dan harus dipatuhi oleh penanggung pajak agar tidak dilakukan penyitaan terhadap propertinya.

Lantas, apakah yang menyebabkan otoritas pajak melakukan upaya demikian terhadap penanggung pajak? Seperti halnya upaya penagihan pajak lainnya, alasan utama dilakukannya penagihan pajak dengan surat paksa adalah karena penanggung pajak masih belum juga melunasi utang pajaknya sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam undang-undang.

Namun, alasan yang membedakan adalah penagihan pajak dengan surat paksa baru dapat dilakukan jika otoritas pajak telah melakukan beberapa upaya penagihan pajak sebelumnya. Artinya, penagihan pajak dengan surat paksa tidak dapat dilakukan terhadap seorang penanggung pajak jika terhadapnya belum sekalipun dilakukan upaya penagihan pajak oleh otoritas pajak.

menerbitkan surat teguran atau surat lainnya yang sejenis; melakukan penagihan seketika dan sekaligus; memberitahukan surat paksa ; melakukan penyitaan barang milik penanggung pajak; melakukan penjualan barang milik penanggung pajak yang telah disita; mengusulkan pencegahan; melakukan penyanderaan.

Ketentuan dalam SE-01/2020 tersebut juga senada dengan ketentuan dalam Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang No.19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (UU PPSP) yang berbunyi sebagai berikut: ” Surat Paksa diterbitkan apabila:

penanggung pajak tidak melunasi utang pajak dan kepadanya telah diterbitkan surat teguran atau surat peringatan atau surat lain yang sejenis; terhadap Penanggung Pajak telah dilaksanakan penagihan seketika dan sekaligus ; atau penanggung pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum dalam keputusan persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran pajak,”

Dengan kata lain, otoritas pajak hanya dapat melakukan penagihan pajak dengan surat paksa jika sebelumnya telah dilakukan upaya teguran/peringatan terhadap penanggung pajak atau penanggung pajak tidak memenuhi kesepakatan pengangsuran/penundaan pembayaran pajak.

  • Etentuan selanjutnya diperinci dalam Pasal 12 Peraturan Menteri Keuangan No.24/PMK.03/2008 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penagihan dengan Surat Paksa dan Pelaksanaan Penagihan Seketika dan Sekaligus (PMK 24/ 2008).
  • Sesuai dengan ketentuan pasal tersebut, surat paksa diterbitkan oleh pejabat jika jumlah utang pajak masih belum dilunasi oleh penanggung pajak setelah melewati batas waktu yang ditentukan.

Adapun batas waktu tersebut adalah 21 hari terhitung sejak tanggal disampaikannya surat teguran dan diberitahukan secara langsung oleh jurusita pajak kepada penanggung pajak. Oleh karena itu, terdapat jangka waktu tertentu bagi otoritas pajak untuk dapat menerbitkan surat paksa terhadap seorang penanggung pajak setelah dilakukannya teguran.

  • Selain didahului surat teguran, berdasarkan Pasal 8 ayat (1) huruf c UU PPSP, penerbitan surat paksa juga dapat dilakukan apabila penanggung pajak tidak memenuhi ketentuan yang tercantum dalam keputusan persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran pajak yang telah disepakati.
  • Sementara itu, yang dimaksud dengan keputusan persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran pajak adalah permohonan yang dapat diajukan untuk memberikan kemudahan kepada penanggung pajak yang sedang mengalami kesulitan likuiditas atau sedang dalam keadaan lainnya yang membuatnya belum dapat melunasi pembayaran pajak sesuai dengan kewajibannya.

Jika permohonan tersebut disetujui, penanggung pajak dapat melakukan pembayaran dengan dua cara. Pertama, mengangsur, yakni membayar pajak secara menyicil. Kedua, menunda, yakni dengan mengundurkan tanggal jatuh tempo pembayaran pajak dari tanggal yang semestinya.