Mengapa Penanggung Pajak Diterbitkan Surat Paksa?
Contents
Apakah penagihan pajak dengan Surat Paksa baru dapat dilakukan?
SURAT paksa merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan otoritas pajak untuk menagih utang pajak kepada seorang penanggung pajak. Upaya tersebut terbilang lebih keras ketimbang upaya-upaya sebelumnya. Hal tersebut dikarenakan sifat surat paksa yang tidak dapat lagi dimintakan banding dan harus dipatuhi oleh penanggung pajak agar tidak dilakukan penyitaan terhadap propertinya.
Lantas, apakah yang menyebabkan otoritas pajak melakukan upaya demikian terhadap penanggung pajak? Seperti halnya upaya penagihan pajak lainnya, alasan utama dilakukannya penagihan pajak dengan surat paksa adalah karena penanggung pajak masih belum juga melunasi utang pajaknya sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam undang-undang.
Namun, alasan yang membedakan adalah penagihan pajak dengan surat paksa baru dapat dilakukan jika otoritas pajak telah melakukan beberapa upaya penagihan pajak sebelumnya. Artinya, penagihan pajak dengan surat paksa tidak dapat dilakukan terhadap seorang penanggung pajak jika terhadapnya belum sekalipun dilakukan upaya penagihan pajak oleh otoritas pajak.
menerbitkan surat teguran atau surat lainnya yang sejenis; melakukan penagihan seketika dan sekaligus; memberitahukan surat paksa ; melakukan penyitaan barang milik penanggung pajak; melakukan penjualan barang milik penanggung pajak yang telah disita; mengusulkan pencegahan; melakukan penyanderaan.
Ketentuan dalam SE-01/2020 tersebut juga senada dengan ketentuan dalam Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang No.19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (UU PPSP) yang berbunyi sebagai berikut: ” Surat Paksa diterbitkan apabila:
penanggung pajak tidak melunasi utang pajak dan kepadanya telah diterbitkan surat teguran atau surat peringatan atau surat lain yang sejenis; terhadap Penanggung Pajak telah dilaksanakan penagihan seketika dan sekaligus ; atau penanggung pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum dalam keputusan persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran pajak,”
Dengan kata lain, otoritas pajak hanya dapat melakukan penagihan pajak dengan surat paksa jika sebelumnya telah dilakukan upaya teguran/peringatan terhadap penanggung pajak atau penanggung pajak tidak memenuhi kesepakatan pengangsuran/penundaan pembayaran pajak.
- Etentuan selanjutnya diperinci dalam Pasal 12 Peraturan Menteri Keuangan No.24/PMK.03/2008 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penagihan dengan Surat Paksa dan Pelaksanaan Penagihan Seketika dan Sekaligus (PMK 24/ 2008).
- Sesuai dengan ketentuan pasal tersebut, surat paksa diterbitkan oleh pejabat jika jumlah utang pajak masih belum dilunasi oleh penanggung pajak setelah melewati batas waktu yang ditentukan.
Adapun batas waktu tersebut adalah 21 hari terhitung sejak tanggal disampaikannya surat teguran dan diberitahukan secara langsung oleh jurusita pajak kepada penanggung pajak. Oleh karena itu, terdapat jangka waktu tertentu bagi otoritas pajak untuk dapat menerbitkan surat paksa terhadap seorang penanggung pajak setelah dilakukannya teguran.
Selain didahului surat teguran, berdasarkan Pasal 8 ayat (1) huruf c UU PPSP, penerbitan surat paksa juga dapat dilakukan apabila penanggung pajak tidak memenuhi ketentuan yang tercantum dalam keputusan persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran pajak yang telah disepakati. Sementara itu, yang dimaksud dengan keputusan persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran pajak adalah permohonan yang dapat diajukan untuk memberikan kemudahan kepada penanggung pajak yang sedang mengalami kesulitan likuiditas atau sedang dalam keadaan lainnya yang membuatnya belum dapat melunasi pembayaran pajak sesuai dengan kewajibannya.
Jika permohonan tersebut disetujui, penanggung pajak dapat melakukan pembayaran dengan dua cara. Pertama, mengangsur, yakni membayar pajak secara menyicil. Kedua, menunda, yakni dengan mengundurkan tanggal jatuh tempo pembayaran pajak dari tanggal yang semestinya.
Siapa yang dapat menyampaikan surat paksa kepada penanggung pajak?
Page 3 – Bentuk tindakan penagihan yang sering membuat Wajib kaget adalah disampaikannya Surat Paksa. Surat Paksa adalah surat perintah membayar utang dan biaya berdasarkan Pasal 1 ayat 12 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang dengan Surat Paksa.
- Surat Paksa diterbitkan oleh Kantor Pelayanan Pajak setelah 21 hari sejak diterbitkannya Surat Teguran.
- Surat Teguran sendiri merupakan surat yang mengandung himbauan, peringatan, dan teguran kepada Wajib Pajak agar segera melunasi utang pajaknya.
- Selain itu, Surat Paksa dapat diterbitkan apabila Wajib Pajak sebelumnya telah dilaksanakan penagihan seketika dan sekaligus namun masih belum melunasi utang pajak.
Isi dari Surat Paksa sekurang-kurangnya memuat tentang identitas Wajib Pajak, dasar penagihan baik berupa nomor Surat Tagihan Pajak maupun Surat Ketetapan Pajak, besarnya utang pajak, dan perintah untuk membayar. Surat Paksa disampaikan langsung oleh Juru Sita Pajak Negara kepada Wajib Pajak.
Maksud dari disampaikan secara langsung adalah Juru Sita Pajak Negara mendatangi lokasi Wajib Pajak dan melalui penandatanganan Berita Acara Penyampaian Surat Paksa oleh kedua belah pihak. Oleh sebab itu, Wajib Pajak selain melunasi utang pajak juga membayar biaya penagihan pajak sebesar Rp 50.000 per surat paksa kepada negara melalui Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
Bagaimana penyampaian Surat Paksa apabila Wajib Pajak tidak dapat ditemui secara langsung? Juru Sita Pajak Negara dapat menyampaikan Surat Paksa kepada Penanggung Pajak. Penanggung Pajak adalah orang pribadi atau badan yang bertanggung jawab atas pembayaran pajak dan termasuk wakil yang menjalankan hak dan kewajiban Wajib Pajak.
- Untuk Wajib Pajak orang pribadi, penanggung pajaknya yaitu orang dewasa yang bertempat tinggal atau bekerja yang sama dengan Wajib Pajak dan ahli waris.
- Sedangkan untuk Wajib Pajak badan usaha, Surat Paksa dapat disampaikan kepada pengurus, kepala perwakilan/cabang, pemilik modal dari badan tersebut dan pegawai yang bekerja pada badan tersebut serta kurator dari badan jika pailit.
Jika tidak ada pihak mana pun yang dapat ditemui? Surat Paksa dapat ditempelkan pada papan pengumuman maupun media massa. Surat Paksa memiliki kepala surat “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”. Surat Paksa memiliki kekuatan eksekutorial dan kedudukan hukum yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap.
Sehingga menjadikan Surat Paksa begitu memaksa Wajib Pajak untuk dapat segera melunasi utang pajak dan biaya penagihannya. Sebab jika dalam jangka waktu 2×24 jam setelah diterimanya Surat Paksa Wajib Pajak tidak melunasi utang pajak dan biaya penagihannya, maka Juru Sita Pajak Negara dapat melanjutkan tindakan penagihan dengan penyitaan.
: Mengenal Surat Paksa Penagihan Pajak – Kompasiana.com
Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk menerbitkan surat paksa terhadap Penanggung Pajak?
SURAT paksa merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan otoritas pajak untuk menagih utang pajak kepada seorang penanggung pajak. Upaya tersebut terbilang lebih keras ketimbang upaya-upaya sebelumnya. Hal tersebut dikarenakan sifat surat paksa yang tidak dapat lagi dimintakan banding dan harus dipatuhi oleh penanggung pajak agar tidak dilakukan penyitaan terhadap propertinya.
Lantas, apakah yang menyebabkan otoritas pajak melakukan upaya demikian terhadap penanggung pajak? Seperti halnya upaya penagihan pajak lainnya, alasan utama dilakukannya penagihan pajak dengan surat paksa adalah karena penanggung pajak masih belum juga melunasi utang pajaknya sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam undang-undang.
Namun, alasan yang membedakan adalah penagihan pajak dengan surat paksa baru dapat dilakukan jika otoritas pajak telah melakukan beberapa upaya penagihan pajak sebelumnya. Artinya, penagihan pajak dengan surat paksa tidak dapat dilakukan terhadap seorang penanggung pajak jika terhadapnya belum sekalipun dilakukan upaya penagihan pajak oleh otoritas pajak.
menerbitkan surat teguran atau surat lainnya yang sejenis; melakukan penagihan seketika dan sekaligus; memberitahukan surat paksa ; melakukan penyitaan barang milik penanggung pajak; melakukan penjualan barang milik penanggung pajak yang telah disita; mengusulkan pencegahan; melakukan penyanderaan.
Ketentuan dalam SE-01/2020 tersebut juga senada dengan ketentuan dalam Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang No.19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (UU PPSP) yang berbunyi sebagai berikut: ” Surat Paksa diterbitkan apabila:
penanggung pajak tidak melunasi utang pajak dan kepadanya telah diterbitkan surat teguran atau surat peringatan atau surat lain yang sejenis; terhadap Penanggung Pajak telah dilaksanakan penagihan seketika dan sekaligus ; atau penanggung pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum dalam keputusan persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran pajak,”
Dengan kata lain, otoritas pajak hanya dapat melakukan penagihan pajak dengan surat paksa jika sebelumnya telah dilakukan upaya teguran/peringatan terhadap penanggung pajak atau penanggung pajak tidak memenuhi kesepakatan pengangsuran/penundaan pembayaran pajak.
Etentuan selanjutnya diperinci dalam Pasal 12 Peraturan Menteri Keuangan No.24/PMK.03/2008 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penagihan dengan Surat Paksa dan Pelaksanaan Penagihan Seketika dan Sekaligus (PMK 24/ 2008). Sesuai dengan ketentuan pasal tersebut, surat paksa diterbitkan oleh pejabat jika jumlah utang pajak masih belum dilunasi oleh penanggung pajak setelah melewati batas waktu yang ditentukan.
Adapun batas waktu tersebut adalah 21 hari terhitung sejak tanggal disampaikannya surat teguran dan diberitahukan secara langsung oleh jurusita pajak kepada penanggung pajak. Oleh karena itu, terdapat jangka waktu tertentu bagi otoritas pajak untuk dapat menerbitkan surat paksa terhadap seorang penanggung pajak setelah dilakukannya teguran.
- Selain didahului surat teguran, berdasarkan Pasal 8 ayat (1) huruf c UU PPSP, penerbitan surat paksa juga dapat dilakukan apabila penanggung pajak tidak memenuhi ketentuan yang tercantum dalam keputusan persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran pajak yang telah disepakati.
- Sementara itu, yang dimaksud dengan keputusan persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran pajak adalah permohonan yang dapat diajukan untuk memberikan kemudahan kepada penanggung pajak yang sedang mengalami kesulitan likuiditas atau sedang dalam keadaan lainnya yang membuatnya belum dapat melunasi pembayaran pajak sesuai dengan kewajibannya.
Jika permohonan tersebut disetujui, penanggung pajak dapat melakukan pembayaran dengan dua cara. Pertama, mengangsur, yakni membayar pajak secara menyicil. Kedua, menunda, yakni dengan mengundurkan tanggal jatuh tempo pembayaran pajak dari tanggal yang semestinya.
Apakah Surat Paksa bisa sampai diterbitkan?
SURAT paksa merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan otoritas pajak untuk menagih utang pajak kepada seorang penanggung pajak. Upaya tersebut terbilang lebih keras ketimbang upaya-upaya sebelumnya. Hal tersebut dikarenakan sifat surat paksa yang tidak dapat lagi dimintakan banding dan harus dipatuhi oleh penanggung pajak agar tidak dilakukan penyitaan terhadap propertinya.
Lantas, apakah yang menyebabkan otoritas pajak melakukan upaya demikian terhadap penanggung pajak? Seperti halnya upaya penagihan pajak lainnya, alasan utama dilakukannya penagihan pajak dengan surat paksa adalah karena penanggung pajak masih belum juga melunasi utang pajaknya sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam undang-undang.
Namun, alasan yang membedakan adalah penagihan pajak dengan surat paksa baru dapat dilakukan jika otoritas pajak telah melakukan beberapa upaya penagihan pajak sebelumnya. Artinya, penagihan pajak dengan surat paksa tidak dapat dilakukan terhadap seorang penanggung pajak jika terhadapnya belum sekalipun dilakukan upaya penagihan pajak oleh otoritas pajak.
menerbitkan surat teguran atau surat lainnya yang sejenis; melakukan penagihan seketika dan sekaligus; memberitahukan surat paksa ; melakukan penyitaan barang milik penanggung pajak; melakukan penjualan barang milik penanggung pajak yang telah disita; mengusulkan pencegahan; melakukan penyanderaan.
Ketentuan dalam SE-01/2020 tersebut juga senada dengan ketentuan dalam Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang No.19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (UU PPSP) yang berbunyi sebagai berikut: ” Surat Paksa diterbitkan apabila:
penanggung pajak tidak melunasi utang pajak dan kepadanya telah diterbitkan surat teguran atau surat peringatan atau surat lain yang sejenis; terhadap Penanggung Pajak telah dilaksanakan penagihan seketika dan sekaligus ; atau penanggung pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum dalam keputusan persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran pajak,”
Dengan kata lain, otoritas pajak hanya dapat melakukan penagihan pajak dengan surat paksa jika sebelumnya telah dilakukan upaya teguran/peringatan terhadap penanggung pajak atau penanggung pajak tidak memenuhi kesepakatan pengangsuran/penundaan pembayaran pajak.
- Etentuan selanjutnya diperinci dalam Pasal 12 Peraturan Menteri Keuangan No.24/PMK.03/2008 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penagihan dengan Surat Paksa dan Pelaksanaan Penagihan Seketika dan Sekaligus (PMK 24/ 2008).
- Sesuai dengan ketentuan pasal tersebut, surat paksa diterbitkan oleh pejabat jika jumlah utang pajak masih belum dilunasi oleh penanggung pajak setelah melewati batas waktu yang ditentukan.
Adapun batas waktu tersebut adalah 21 hari terhitung sejak tanggal disampaikannya surat teguran dan diberitahukan secara langsung oleh jurusita pajak kepada penanggung pajak. Oleh karena itu, terdapat jangka waktu tertentu bagi otoritas pajak untuk dapat menerbitkan surat paksa terhadap seorang penanggung pajak setelah dilakukannya teguran.
- Selain didahului surat teguran, berdasarkan Pasal 8 ayat (1) huruf c UU PPSP, penerbitan surat paksa juga dapat dilakukan apabila penanggung pajak tidak memenuhi ketentuan yang tercantum dalam keputusan persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran pajak yang telah disepakati.
- Sementara itu, yang dimaksud dengan keputusan persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran pajak adalah permohonan yang dapat diajukan untuk memberikan kemudahan kepada penanggung pajak yang sedang mengalami kesulitan likuiditas atau sedang dalam keadaan lainnya yang membuatnya belum dapat melunasi pembayaran pajak sesuai dengan kewajibannya.
Jika permohonan tersebut disetujui, penanggung pajak dapat melakukan pembayaran dengan dua cara. Pertama, mengangsur, yakni membayar pajak secara menyicil. Kedua, menunda, yakni dengan mengundurkan tanggal jatuh tempo pembayaran pajak dari tanggal yang semestinya.