Pajak Penghasilan Yang Dapat Dikreditkan Adalah Pph Pasal?

Pajak Penghasilan Yang Dapat Dikreditkan Adalah Pph Pasal
Jenis-jenis PPh yang Bisa Dikreditkan PPh pasal 22 : pemungutan pajak dari penghasilan kegiatan bidang impor atau usaha lainnya. PPh pasal 23: pemotongan pajak atas bunga, deviden, sewa, hadiah, royalti, penghargaan, juga imbalan jasa. PPh pasal 24: pajak yang dibayarkan atau terutang dari penghasilan luar negeri.

Apakah PPh Pasal 21 dapat dikreditkan?

PPH 21 dapat dikreditkan pada pelaporan PPh Tahunan WP orang pribadi.

Kredit pajak PPh pasal berapa?

Pajak Penghasilan Yang Dapat Dikreditkan Adalah Pph Pasal brandnewday / Pixabay Pajak Penghasilan (PPh) Badan menjadi kewajiban tahunan bagi Wajib Pajak Badan maupun BUT. Untuk menentukan PPh Badan terutang, Wajib Pajak Badan atau BUT harus menentukan penghasilan kena pajak, yang diperoleh dari penghasilan dan dikurangi biaya-biaya yang diperkenankan menurut ketentuan pajak.

  1. PPh Pasal 22 terkait dengan pemungutan pajak atas penghasilan dari kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain
  2. PPh Pasal 23 terkait dengan pemotongan pajak atas penghasilan berupa dividen, bunga, royalti, sewa, hadiah dan penghargaan, dan imbalan jasa
  3. PPh Pasal 24 terkait dengan pajak yang dibayar atau terutang atas penghasilan dari luar negeri yang boleh dikreditkan
  4. PPh Pasal 25 terkait dengan pembayaran yang dilakukan oleh Wajib Pajak sendiri (angsuran pajak)
  5. PPh Pasal 26 ayat (5) berkaitan dengan pemotongan pajak atas subjek pajak luar negeri yang menjadi subjek pajak dalam negeri yang tidak bersifat final

PPh Pasal 22 PPh Pasal 22 dikenakan atas transaksi di industri tertentu, misalnya semen dan kertas. PPh Pasal 22 juga dipungut berkaitan dengan kegiatan impor barang. Wajib Pajak yang bertransaksi dengan bendaharawan pemerintah juga dipungut PPh Pasal 22 sebesar 1,5%.

Terdapat dua mekanisme pemungutan PPh Pasal 22, yakni bersifat final dan non final. Transaksi yang bersifat final antara lain penjualan BBM oleh Pertamina maupun selain Pertamina kepada agen/penyalur, dan penjualan bahan bakar gas. Wajib Pajak hanya dapat mengkreditkan PPh Pasal 22 yang bersifat non final.

PPh Pasal 23 Pemotongan PPh Pasal 23 dilakukan atas imbalan jasa yang diterima Wajib Pajak Badan atau BUT. Tarif yang dikenakan sebesar 2%. PPh Pasal 23 juga dipotong sehubungan dengan sewa atas penggunaan harta selain tanah dan bangunan. Wajib Pajak Badan atau BUT yang menerima bunga, royalti, atau hadiah serta penghargaan juga dipotong PPh Pasal 23 sebesar 15%.

  1. Seluruh pemotongan PPh Pasal 23 dilakukan dengan non final, sehingga dapat dikreditkan.
  2. PPh Pasal 23 dapat dikreditkan pada tahun pajak yang sama dengan tahun pajak diterbitkannya bukti potong PPh Pasal 23.
  3. PPh Pasal 24 Indonesia menganut sistem worldwide income, sehingga penghasilan yang berasal dari luar negeri terutang pajak di Indonesia.

Negara sumber penghasilan juga berpotensi memiliki hak pemajakan, sehingga penghasilan tersebut mungkin telah dikenakan pajak di negara sumber. Untuk menghindari pajak berganda, Wajib Pajak diberikan hak untuk melakukan pengkreditan pajak yang telah dipotong di luar negeri.

  1. Dalam Pasal 24 ayat 1 UU PPh disebutkan bahwa pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri atas penghasilan dari luar negeri yang diterima atau diperoleh wajib pajak dalam negeri boleh dikreditkan terhadap pajak yang terutang dalam tahun pajak yang sama.
  2. Selengkapnya terkait menghitung kredit pajak luar negeri dapat dilihat pada artikel berikut ini.

PPh Pasal 25 Untuk mengurangi beban di akhir tahun, Wajib Pajak dapat memanfaatkan mekanisme angsuran pajak. Angsuran pajak atau PPh Pasal 25 dibayar setiap bulan oleh Wajib Pajak. Angsuran PPh Pasal 25 dihitung berdasarkan data SPT tahunan pada tahun sebelumnya, setelah dikurangi dengan PPh yang telah dipotong atau dipungut oleh pihak lain dan kredit pajak lainnya, kemudian dibagi 12 atau total bulan dalam pajak masa setahun.

  • Pemotongan atas penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf b dan huruf c UU PPh
  • Pemotongan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan luar negeri yang berubah status menjadi Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap.

Apakah PPh Pasal 15 dapat dikreditkan?

2. Charter Penerbangan Dalam Negeri – Dalam pph terutang dikenakan 30%, sedangkan norma penghitungan penghasilan neto sebesar 6% dari peredaran bruto. Maka dari itu tarif efektif PPh terutang yaitu 1,8 % x peredaran bruto (1,8% didapat dari 6% x 30%). Bahkan pelunasan PPh sebesar 1,8% ini merupakan pembayaran PPh Pasal 23 atau pph pasal 15 bisa dikreditkan.

Apakah PPh pasal 4 ayat 2 termasuk kredit pajak?

Pengertian Umum PPh 4 ayat 2 dan Objek Pajaknya – Pajak Penghasilan atau PPh 4 ayat 2 adalah pemotongan atas penghasilan yang dibayarkan sehubungan dengan jasa tertentu dan sumber tertentu seperti jasa kontsruksi, sewa tanah/bangunan, pengalihan hak atas tanah/bangunan, hadiah undian, dan lainnya.

Apakah PPh pasal 25 termasuk kredit pajak?

Klasifikasi Tarif PPh 25 Badan – Setiap wajib pajak badan yang menjalankan suatu kegiatan usaha maka akan dikenai Pajak Penghasilan atau PPh. Termasuk dalam hal ini PPh Pasal 25 yang berupa angsuran pajak setiap bulannya. Bisa dikatakan jika PPh pasal 25 bagi wajib pajak badan merupakan pembayaran pajak yang dilakukan dengan cara angsuran.

Jika penghasilan bruto dari wajib pajak badan bersangkutan kurang dari Rp4,8 Miliar, maka tarif pajak yang dikenakan adalah 1%. Tarif tersebut kemudian dikalikan dengan penghasilan kotor atau peredaran bruto. Jika penghasilan yang diperoleh wajib pajak badan lebih dari Rp4,8 Miliar sampai dengan Rp50 Miliar, maka perhitungan tarifnya adalah 0,25. Yang kemudian dikalikan dengan penghasilan kena pajak (PKP). Jika penghasilan yang diperoleh lebih dari Rp50 Miliar, maka perhitungan tarifnya yaitu 25% dikalikan PKP.

PPh pasal 26 itu apa?

f. Tarif PPh 26 terbaru dan PPh Pasal 26 ayat 4 – Tarif PPh Pasal 23/26 ini dikenakan atas nilai Dasar Pengenaan Pajak (DPP) atau jumlah bruto dari penghasilan. Ketentuan tarif PPh 23/26 ini diatur dalam UU Pajak Penghasilan No.36/2008. Tarif umum untuk PPh pasal 26 adalah 20%.

  • Akan tetapi jika mengikuti perjanjian pajak ( tax treaty) atau Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B), maka tarif dapat berubah, sesuai ketentuan yang berlaku.
  • Pengenaan tarif pajak penghasilan pasal 26 ini juga didasarkan dari DPP atau jumlah bruto penghasilan.
  • Besar tarif PPh Pasal 26 terbaru ditetapkan adalah sebesar berikut ini: 1.

Tarif PPh 26 terbaru sebesar 10% (final) dari Jumlah Bruto Sebelumnya, sesuai UU No.36 Tahun 2008, tarif PPh26 ditetapkan sebesar 20%. Kemudian tarif PPh 26 terbaru diturunkan menjadi 10% melalui Peraturan pemerintah (PP) Nomor 9 Tahun 2021 tentang Perlakuan perpajakan untuk Mendukung Kemudahan Berusaha.

  1. Masa kepemilikan obligasi memiliki besaran yang sesuai dengan jumlah bruto bunga obligasi dengan kupon
  2. Harga perolehan obligasi memiliki selisih harga jual atau nilai nominal dengan besar kupon diskonto obligasi
  3. Harga perolehan obligasi memiliki selisih harga jual atau nilai nominala dengan diskonto obligasi bunga

Tarif PPh 26 terbaru sebesar 10% dari jumlah bruto yang dikenakan atas:

  • Dividen
  • Bunga (termasuk premium, diskonto, insentif terkait jaminan pembayaran pinjaman)
  • Royalti, sewa, dan pendapatan lain terkait penggunaan aset/harta
  • Imbalan/insentif terkait jasa, pekerjaan, dan kegiatan
  • Hadiah dan penghargaan
  • Pensiun dan pembayaran berkala lainnya
  • Premi swap dan transaksi lindung lainnya
  • Perolehan keuntungan dari penghapusan utang

Jadi, tarif royalti PPh 26 dan tarif PPh 26 jasa luar negeri dan lainnya adalah 10% berdasarkan regulasi tarif PPh 26 terbaru melalui PP No.9 Tahun 2021 tersebut. Bayar dan lapor pajak dalam satu platform lebih mudah dan cepat di Klikpajak. Coba sekarang! 2.

  • perhiasan mewah
  • berlian
  • emas
  • intan
  • jam tangan mewah
  • barang antik
  • lukisan
  • mobil dan motor
  • kapal pesiar dan pesawat terbang ringan

Besarnya perkiraan penghasilan neto ini untuk penjualan harta dengan jumlah persentase sebesar 25% dari harga jual.b. Premi asuransi, premi reasuransi yang dibayarkan langsung maupun melalui pialang pada perusahaan asuransi di luar negeri. Besar perkiraan penghasilan neto untuk premi asuransi dan reasuransi yang dibayarkan pada perusahaan asuransi luar negeri adalah:

  • 0% dari jumlah premi yang dibayarkan, atas premi asuransi yang dibayar tertanggung kepada perusahaan asuransi di luar negeri, baik secara langsung maupun melalui pialang
  • 10% dari jumlah premi yang dibayarkan, atas premi yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi yang berkedudukan di Indonesia kepada perusahaan asuransi di luar negeri, baik secara langsung maupun melalui pialang
  • 5% dari jumlah premi yang dibayarkan, atas premi yang dibayarkan oleh perusahaan reasuransi yang berkedudukan di Indonesia kepada perusahaan asuransi di luar negeri, baik secara langsung maupun melalui pialang

c. Pengalihan atau penjualan saham. Besarnya perkiraan penghasilan neto ini 25% dari harga jual.3. Tarif PPh 26 sebesar 20% (final) dari Laba Bersih Penjualan atau Pengalihan Saham Perusahaan Laba bersih penjualan atau pengalihan saham perusahaan ini adalah antara perusahaan media atau perusahaan tujuan khusus yang didirikan.

  • Atau bertempat di negara yang memberikan perlindungan pajak yang memiliki hubungan khusus untuk suatu entitas atau BUT didirikan di Indonesia.4.
  • Tarif PPh 26 sebesar 0% hingga kurang dari 20% Tarif ini diberlakukan untuk negara-negara yang berada dalam perjanjian pajak ( tax treaty ) dengan Indonesia yang dikenal sebagai Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B).5.

Tarif PPh 26 sebesar 20% (final) dari Penghasilan Kena Pajak Setelah Dikurangi Pajak dari BUT di Indonesia (PPh Pasal 26 ayat 4) Berikutnya adalah tarif pajak penghasilan yang termasuk dalam PPh Pasal 26 ayat 4. Seperti yang sudah disebutkan di atas bahwa PPh Pasal ayat 4 adalah pajak yang dikenakan atas penghasilan BUT di Indonesia yang sudah dikurangi pajak.

Apakah pajak PPh 23 bisa dikreditkan?

Masa berlaku bukti potong PPh 23 untuk dapat di kreditkan. – Bukti potong PPh 23 hanya bisa dikreditkan sesuai tahun pajaknya. Artinya bukti potong 2021 hanya dapat dikreditkan di SPT Tahunan 2021 yang jatuh tempo pelaporannya yaitu 30 April 2022. Apabila kamu menerima bukti potong 2021 di bulan April 2022 pada saat kamu telah melaporkan pajak tahunan, bukti potong tersebut tidak dapat dikreditkan untuk SPT Tahunan tahun 2022.

Bukti potong tahun 2021 bisa dikreditkan dengan cara pembetulan SPT Tahunan 2021, namun itu akan menyebabkan pajak tahunan menjadi lebih bayar. Dan kelebihan bayar tersebut akan menimbulkan pemeriksaan lebih bayar dari kantor pajak untuk restitusi. Tentunya hal tersebut sangat ingin dihindari oleh wajib pajak.

Penerima bukti potong harus gigih dalam menagih dan mencatat bukti potong agar tidak terjadi hal seperti itu. Dan PPh Pasal 23 yang tidak sempat dikreditkan juga tidak boleh anggap sebagai biaya Sesuai ketentuan UU PPh Pasal 9 ayat (1) huruf h Pajak Penghasilan tidak boleh di biayakan.

Apakah PPh Pasal 22 dapat di kreditkan?

WAJIB pajak badan dalam tahun pajak berjalan melunasi pajak yang diperkirakan akan terutang dalam suatu tahun pajak melalui pemotongan dan pemungutan pajak yang dilakukan oleh pihak lain, atau atas pembayaran pajak yang dilakukan oleh wajib pajak badan sendiri.

  1. Pelunasan pajak dalam tahun pajak berjalan merupakan angsuran pembayaran pajak yang nantinya boleh diperhitungkan dengan cara mengkreditkan terhadap pajak penghasilan (PPh) yang terutang untuk tahun pajak yang bersangkutan, kecuali untuk penghasilan yang pengenaan pajaknya bersifat final.
  2. Dalam hal ini, wajib pajak dapat mengkreditkan pajak yang telah dipotong dan dipungut untuk mengurangi jumlah pajak terutangnya pada akhir tahun.
You might be interested:  Badan Yang Memiliki Subjek Pajak Penghasilan Yaitu?

Aturan mengenai kredit pajak diatur dalam Pasal 28 Undang-Undang No.7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang No.36 Tahun 2008 (UU PPh). Sesuai dengan ketentuan UU PPh, beberapa jenis pajak yang dapat dikreditkan atau dikurangkan dalam menghitung PPh badan adalah sebagai berikut:

PPh Pasal 22 berkaitan dengan pemotongan PPh dari kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain. PPh Pasal 23 berkaitan dengan pemotongan PPh dari dividen, bunga, royalti, sewa, hadiah dan penghargaan, serta imbalan lainnya. PPh Pasal 24 berkaitan dengan pajak yang dibayar atau terutang atas penghasilan dari luar negeri yang boleh dikreditkan. PPh Pasal 25 berkaitan dengan pembayaran pajak yang dilakukan sendiri oleh wajib pajak badan. PPh Pasal 26 Ayat 5 berkaitan dengan pemotongan pajak atas subjek pajak luar negeri yang menjadi subjek pajak dalam negeri yang tidak bersifat final.

PPh Pasal 22 Sebagaimana telah diuraikan dalam artikel sebelumnya mengenai PPh Pasal 22, badan-badan tertentu dapat memungut pajak dari wajib pajak yang melakukan kegiatan di bidang impor ataupun kegiatan usaha lain. Adapun badan-badan tertentu yang dimaksud adalah badan baik pemerintahan (bendaharawan) maupun swasta.

  • PPh Pasal 22 merupakan cara pelunasan pembayaran pajak dalam tahun berjalan oleh wajib pajak atas penghasilan antara lain berkenaan dengan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain, seperti kegiatan usaha produksi barang tertentu antara lain otomotif dan semen.
  • Pemungutan PPh Pasal 22 ada yang bersifat final dan tidak final.

Untuk PPh Pasal 22 yang bersifat tidak final dapat dikreditkan dari total PPh terutang pada akhir tahun saat pengisian surat pemberitahuan (SPT) tahunan. PPh Pasal 23 PPh Pasal 23 adalah PPh dalam tahun berjalan yang dipotong atas penghasilan yang diterima atau diperoleh wajib pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap (BUT) berupa penghasilan dividen, bunga, sewa, hadiah penghargaan, bonus, dan sejenisnya selain yang telah dipotong PPh Pasal 21 ayat (1) huruf e.

  1. Atas penghasilan-penghasilan tersebut akan dikenakan tarif pajak sebesar 15% dari jumlah bruto.
  2. Sedangkan beberapa jenis penghasilan lain akan dikenakan tarif sebesar 2%, yakni (1) sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta yang telah dikenai PPh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2).

Kemudian, (2) imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong PPh Pasal 21. PPh Pasal 24 Pada dasarnya wajib pajak dalam negeri terutang pajak atas seluruh penghasilan yang diterimanya, termasuk juga penghasilan yang diterima atau diperoleh dari luar negeri.

  1. Hal ini disebabkan sistem perpajakan di Indonesia menganut sistem worldwide income,
  2. Arena itu, guna menghindari terjadinya pajak berganda yang disebabkan oleh pengenaan pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh di luar negeri, maka besarnya pajak atas penghasilan wajib pajak dalam negeri yang terutang atau dibayar di luar negeri tersebut dapat dikreditkan terhadap total pajak terutang atas seluruh penghasilan wajib pajak dalam negeri.

Ketentuan tersebut diatur dalam PPh Pasal 24 yang mengatur tentang hak wajib pajak untuk memanfaatkan kredit pajak mereka di luar negeri. Dalam PPh Pasal 24 diatur mengenai nominal pajak yang dibayarkan di luar negeri yang berfungsi sebagai pengurang nilai pajak terutang yang dimiliki di Indonesia.

Dalam Pasal 24 ayat 1 UU PPh disebutkan bahwa pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri atas penghasilan dari luar negeri yang diterima atau diperoleh wajib pajak dalam negeri boleh dikreditkan terhadap pajak yang terutang dalam tahun pajak yang sama. Adapun, besarnya kredit pajak adalah sebesar PPh yang dibayar atau terutang di luar negeri tetapi tidak boleh melebihi penghitungan pajak yang terutang berdasarkan UU PPh.

PPh Pasal 25 PPh Pasal 25 adalah pembayaran PPh secara angsuran dalam tahun pajak berjalan yang harus dibayar sendiri oleh wajib pajak badan setiap bulan setelah dikurangi dengan kredit pajak. Pajak yang satu ini memberikan kemudahan bagi wajib pajak badan agar tidak terlalu terbebani dengan pembayaran pajak sekaligus pada akhir tahun yang dirasa akan memberatkan wajib pajak.

Dalam Pasal 25 UU PPh dijelaskan bahwa pembayaran pajak bisa diangsur atau dicicil di muka dengan pembayaran cicilan setiap bulan. Besarnya angsuran PPh Pasal 25 dihitung berdasarkan data SPT tahunan pada tahun sebelumnya, setelah dikurangi dengan PPh yang telah dipotong atau dipungut oleh pihak lain dan kredit pajak lainnya, kemudian dibagi 12 atau total bulan dalam pajak masa setahun.

PPh Pasal 26 PPh Pasal 26 ayat (5) secara umum mengatur mengenai pemotongan pajak yang boleh dikreditkan atas subjek pajak luar negeri badan yang menjadi subjek pajak dalam negeri atau BUT yang tidak bersifat final. Pada prinsipnya pemotongan pajak atas wajib pajak luar negeri adalah bersifat final, tetapi atas penghasilan wajib pajak orang pribadi atau badan luar negeri yang berubah status menjadi wajib pajak dalam negeri atau BUT, pemotongan pajaknya tidak bersifat final sehingga potongan pajak tersebut dapat dikreditkan dalam SPT tahunan.

Status Lebih Kurang Bayar atau Lebih Bayar Apabila pajak yang terutang untuk suatu tahun pajak ternyata lebih besar dari pada jumlah kredit pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 UU PPh, maka kekurangan pajak yang terutang harus dilunasi selambat-lambatnya pada akhir bulan keempat sesudah tahun pajak yang bersangkutan berakhir, atau sebelum SPT tahunan disampaikan.

Namun, apabila pajak yang terhutang untuk suatu tahun pajak ternyata lebih kecil dari pada jumlah kredit pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 UU PPh, maka kelebihan pembayaran pajak dikembalikan atau diperhitungkan dengan utang pajak lainnya. Perlu dicatat, segala bentuk penghasilan yang sudah dikenakan pajak yang bersifat final, tidak boleh diperlakukan sebagai kredit pajak.*

PPh pasal 28 untuk apa?

“Pasal 20 (1) Pajak yang diperkirakan akan terutang dalam suatu tahun pajak dilunasi oleh Wajib Pajak dalam tahun pajak berjalan melalui pemotongan dan pemungutan pajak oleh pihak lain, serta pembayaran pajak oleh Wajib Pajak sendiri. (2) Pelunasan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk setiap bulan atau masa lain yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan. (3) Pelunasan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan angsuran pajak yang boleh dikreditkan terhadap Pajak Penghasilan yang terutang untuk tahun pajak yang bersangkutan kecuali untuk penghasilan yang pengenaan pajaknya bersifat final. 23. Ketentuan Pasal 21 diubah, sehingga seluruhnya berbunyi sebagai berikut: “Pasal 21 (1) Pemotongan, penyetoran, dan pelaporan pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri, wajib dilakukan oleh:
a. pemberi kerja yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan oleh pegawai atau bukan pegawai;
b. bendaharawan pemerintah yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain, sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan;
c. dana pensiun atau badan lain yang membayarkan uang pensiun dan pembayaran lain dengan nama apapun dalam rangka pensiun;
d. badan yang membayar honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan jasa termasuk jasa tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas;
e. perusahaan, badan, dan penyelenggara kegiatan yang melakukan pembayaran sehubungan dengan pelaksanaan suatu kegiatan.

/td>

(2) Tidak termasuk sebagai pemberi kerja yang wajib melakukan pemotongan, penyetoran, dan pelaporan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a adalah:
a. badan perwakilan negara asing;
b. organisasi internasional yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan,

/td>

(3) Penghasilan pegawai tetap atau pensiunan yang dipotong pajak untuk setiap bulan adalah jumlah penghasilan bruto setelah dikurangi dengan biaya jabatan atau biaya pensiun yang besarnya ditetapkan oleh Menteri Keuangan, iuran pensiun, dan Penghasilan Tidak Kena Pajak. (4) Penghasilan pegawai harian, mingguan, serta pegawai tidak tetap lainnya yang dipotong pajak adalah jumlah penghasilan bruto setelah dikurangi bagian penghasilan yang tidak dikenakan pemotongan yang besarnya ditetapkan oleh Menteri Keuangan. (5) Tarif pemotongan atas pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sama dengan tarif pajak sebagaimana tersebut dalam Pasal 17. (6) Pajak yang telah dipotong atas penghasilan yang diterima atau diperoleh sehubungan dengan pekerjaan dari 1 (satu) pemberi kerja sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4), merupakan pelunasan pajak yang terutang untuk tahun pajak yang bersangkutan, kecuali pegawai atau pensiunan tersebut menerima atau memperoleh penghasilan lain yang bukan penghasilan yang pajaknya telah dibayar atau dipotong dan bersifat final menurut Undang-undang ini. (7) Menteri Keuangan berwenang untuk menetapkan pemotongan pajak yang bersifat final atas penghasilan yang diterima atau diperoleh sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan tertentu. (8) Petunjuk mengenai pelaksanaan pemotongan, penyetoran, dan pelaporan pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan jasa, atau kegiatan ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak 24. Ketentuan Pasal 22 diubah, sehingga seluruhnya berbunyi sebagai berikut: ” Pasal 22 (1) Menteri Keuangan dapat menetapkan bendaharawan pemerintah untuk memungut pajak sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang, dan badan-badan tertentu untuk memungut pajak dari Wajib Pajak yang melakukan kegiatan di bidang impor atau kegiatn usaha di bidang lain. (2) Ketentuan mengenai dasar pemungutan, sifat dan besarnya pungutan, tata cara penyetoran, dan tata cara pelaporan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri Keuangan. 25. Ketentuan Pasal 23 diubah, sehingga seluruhnya berbunyi sebagai berikut: ” Pasal 23 (1) Atas penghasilan tersebut di bawah ini dengan nama dan dalam bentuk apapun yang dibayarkan atau terutang oleh badan pemerintah, Subjek Pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, dipotong pajak oleh pihak yang wajib membayarkan:
a. sebesar 15% (lima belas persen) dari jumlah bruto atas:
1) dividen;
2) bunga, termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang;
3) royalti;
4) hadiah dan penghargaan selain yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) huruf e;

/td> b. sebesar 15% (lima belas persen) dari jumlah bruto dan bersifat final atas bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi; c. sebesar 15% (lima belas persen) dari perkiraan penghasilan neto atas:

1) sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
2) imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa selain jasa yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21.

/td>

/td>

(2) Besarnya perkiraan penghasilan neto dan jenis jasa lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak. (3) Orang pribadi sebagai Wajib Pajak dalam negeri dapat ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak untuk memotong pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (4) Pemotongan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilakukan atas:
a. penghasilan yang dibayar atau terutang kepada bank;
b. sewa yang dibayarkan atau terutang sehubungan dengan sewa guna usaha dengan hak opsi;
c. dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf f;
d. bunga obligasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf I;
e. bagian laba sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf j;
f. sisa hasil usaha koperasi yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya;
g. bunga simpanan yang tidak melebihi batas yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya.

/td>

26. Ketentuan Pasal 24 diubah, sehingga seluruhnya berbunyi sebagai berikut: “Pasal 24 (1) Pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri atas penghasilan dari luar negeri yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri boleh dikreditkan terhadap pajak yang terutang berdasarkan Undang-undang ini dalam tahun pajak yang sama. (2) Besarnya kredit pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebesar pajak penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri tetapi tidak boleh melebihi penghitungan pajak yang terutang berdasarkan Undang-undang ini. (3) Dalam menhitung batas jumlah pajak yang boleh dikreditkan, penentuan sumber penghasilan adalah sebagai berikut:
a. penghasilan dari saham dan sekuritas lainnya adalah negara tempat badan yang menerbitkan saham atau sekuritas tersebut bertempat kedudukan;
b. penghasilan berupa bunga, royalti, dan sewa sehubungan dengan penggunaan harta gerak adalah negara tempat pihak yang membayar atau dibebani bunga, royalit, atau sewa tersebut bertempat kedudukan atau berada;
c. penghasilan berupa sewa sehubungan dengan penggunaan harta tak gerak adalah negara tempat harta tersebut terletak;
d. penghasilan berupa imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan adalah negara tempat pihak yang membayar atau dibebani imbalan tersebut bertempat kedudukan atau berada;
e. penghasilan bentuk usaha tetap adalah negara tempat bentuk usaha tetap tersebut menjalankan usaha atau melakukan kegiatan.

/td>

(4) Penentuan sumber penghasilan selain penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menggunakan prinsip yang sama dengan prinsip yang dimaksud pada ayat tersebut. (5) Apabila pajak atas penghasilan luar negeri yang dikreditkan ternyata kemudian dikurangkan atau dikembalikan, maka pajak yang terutang menurut Undang-undang ini harus ditambah dengan jumlah tersebut pada tahun pengurangan atau pengembalian itu dilakukan. (6) Ketentuan mengenai pelaksanaan pengkreditan pajak atas penghasilan dari luar negeri ditetapkan dengan keputusan Menteri Keuangan. 27. Ketentuan Pasal 25 diubah, sehingga seluruhnya berbunyi sebagai berikut: ” Pasal 25 (1) Besarnya angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk setiap bulan adalah sebesar Pajak Penghasilan yang terutang menurut Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak yang lalu dikurangi dengan Pajak Penghasilan yang dipotong dan/atau dipungut serta Pajak Penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23, dan Pasal 24, dibagi 12 (dua belas) atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak. (2) Besarnya angsuran pajak yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk bulan-bulan sebelum batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan, sama dengan besarnya angsuran pajak untuk bulan terakhir dari tahun pajak yang lalu, sepanjang tidak kurang dari rata-rata angsuran bulanan tahun pajak yang lalu. (3) Apabila telah diterbitkan surat ketetapan pajak untuk 2 (dua) tahu pajak sebelum tahun Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yang menghasilkan angsuran pajak yang lebih besar dari angsuran pajak berdasarkan surat ketetapan pajak tahun pajak terakhir. (4) Apabila dalam tahun pajak berjalan diterbitkan surat keterangan pajak untuk 2 (dua) tahun pajak sebelumnya yang menghasilkan angsuran pajak yang lebih besar daripada angsuran pajak bulan yang lalu, yang dihitung berdasarkan ketentuan pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), maka besarnya angsuran pajak dihitung kembali berdasarkan surat ketetapan pajak tahun pajak terakhir dn berlaku mulai bulan berikutnya setelah bulan penerbitan surat ketetapan pajak. (5) Apabila Pajak Penghasilan yang terutang menurut Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak yang lalu lebih keci dari jumlah Pajak Penghasilan yang telah dibayar, dipotong dan/atau dipungut selama tahun pajak yang bersangkutan, maka besarnya angsuran pajak untuk setiap bulan sama denga angsuran pajak untuk bulan terakhir dari tahun pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) sampai dikeluarkannya keputusan Direktur Jenderal Pajak, dan untuk bulan-bulan berikutnya angsuran pajak dihitung berdasarkan jumlah pajak yang terutang menurut keputusan tersebut. (6) Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menetapkan penghitungan besarnya angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan dalam hal-hal tertentu, apabila:
a. Wajib Pajak berhak atas kompensasi kerugian;
b. Wajib Pajak memperoleh penghasilan tidak teratur;
c. Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun yang lalu disampaikan setelah lewat batas waktu yang ditentukan;
d. Wajib Pajak diberikan perpanjangan jangka waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan;
e. Wajib Pajak membetulkan sendiri Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan yang mengakibatkan angsuran bulanan lebih besar dari angsuran bulanan sebelum pembetulan;
f. terjadi perubahan keadaan usaha atau kegiatan Wajib Pajak.

/td>

(7) Penghitungan besarnya angsuran pajak bagi Wajib Pajak baru, bank, badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, dan Wajib Pajak tertentu lainnya ditetapkan oleh Menteri Keuangan. (8) Bagi Wajib Pajak orang pribadi yang bertolak ke luar negeri wajib membayar pajak yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah. 28. Ketentuan Pasal 26 diubah, sehingga seluruhnya berbunyi sebagai berikut: “Pasal 26 (1) Atas penghasilan tersebut di bawah ini, dengan nama dan dalam bentuk apapun, yang dibayarkan atau yang terutang oleh badan pemerintah, Subjek Pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap di Indonesia, dipotong pajak sebesar 20% (dua puluh persen) dari jumlah bruto oleh pihak yang wajib membayarkan:
a. dividen
b. bunga, termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang;
c. royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
d. imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan;
e. hadiah dan penghargaan;
f. pensiun dan pembayaran berkala lainnya.

/td>

(2) Atas penghasilan dari penjualan harta di Indonesia, kecuali yang diatur dalam Pasal 4 ayat (2), yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap di Indonesia, dan premi asuransi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi luar negeri, dipotong pajak sebesar 20% (dua puluh persen) dari perkiraan penghasilan neto. (3) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh Menteri Keuangan. (4) Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi pajak dari suatu bentuk usaha tetap di Indonesia dikenakan pajak sebesar 20% (dua puluh persen), kecuali penghasilan tersebut ditanamkan kembali di Indonesia yang ketentuannya ditetapkan lebih lanjut dengan keputusan Menteri Keuangan, (5) Pemotongan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) dan ayat (4) bersifat final, kecuali:
a. pemotongan atas penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf b dan huruf c;
b. pemotongan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan luar negeri yang berubah status menjadi Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap.”

/td>

29. Ketentuan Pasal 27 dihapus. 30. Judul Bab VI diubah, sehingga menjadi sebagai berikut: ” BAB VI PERHITUNGAN PAJAK PADA AKHIR TAHUN” 31. Ketentuan Pasal 28 disempurnakan dan ditambah dengan ketentuan baru, sehingga seluruhnya berbunyi sebagai berikut: ” Pasal 28 (1) Bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, pajak yang terutang dikurangi dengan kredit pajak untuk tahun pajak yang bersangkutan, berupa:
a. pemotongan pajak atas penghasilan dari pekerjaan, jasa, dan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21;
b. pemungutan pajak atas penghasilan dari kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22;
c. pemotongan pajak atas penghasilan berupa dividen, bunga, royalti, sewa, hadiah dan penghargaan, dan imbalan jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23;
d. pajak yang dibayar atau terutang atas penghasilan dari luar negeri yang boleh dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24;
e. pembayaran yang dilakukan oleh Wajib Pajak sendiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25;
f. pemotongan pajak atas penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (5).

/td>

(2) Sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan yang berlaku tidak boleh dikreditkan dengan pajak yang terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1).” 32. Menambah ketentuan baru diantara Pasal 28 dan Pasal 29 yang dijadikan Pasal 28A, yang berbunyi sebagai berikut: ” Pasal 28A Apabila pajak yang terutang untuk suatu tahun pajak ternyata kebih kecil dari jumlah kredit pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1), maka setelah dilakukan pemeriksaan, kelebihan pembayaran pajak dikembalikan setelah diperhitungkan dengan utang pajak berikut sanksi-sanksinya.” 33. Ketentuan Pasal 29 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut: ” Pasal 29 Apabila pajak yang terutang untuk suatu tahun pajak ternyata lebih besar daripada kredit pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1), maka kekurangan pajak yang terutang harus dilunasi selambat-lambatnya tanggal 25 (duapuluh lima) bulan ke tiga setelah pajak berakhir, sebelum Surat Pemberitahuan Tahunan disampaikan. 34. Ketentuan Pasal 30 dihapus. 35. Ketentuan Pasal 31 dihapus. 36. Menambah ketentuan baru diantara Pasal 31 dan Pasal 32 yang dijadikan Pasal 31A dalam Bab VII tentang Ketentuan Lain-lain, yang berbunyi sebagai berikut: ” Pasal 31A Kepada Wajib Pajak yang melakukan penanaman modal di bidang-bidang usaha tertentu dan/atau di daerah-daerah tertentu dapat diberikan fasilitas perpajakan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah, 37. Ketentuan Pasal 32 disempurnakan, sehingga berbunyi sebagai berikut: ” Pasal 32 Tata cara pengenaan pajak dan sanksi-sanksi berkenaan dengan pelaksanaan Undang-undang ini dilakukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Undang-undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. 38. Menambah ketentuan baru diantara Pasal 33 dan Pasal 34 yang dijadikan Pasal 33A dalam BAB VIII tentang Ketentuan Peralihan, yang berbunyi sebagai berikut: ” Pasal 33A (1) Wajib Pajak yang tahun bukunya berakhir setelah tanggal 30 Juni 1995 wajib menghitung pajaknya berdasarkan ketentuan sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang ini. (2) Wajib Pajak yang memperoleh fasilitas perpajakan dan telah mendapat keputusan tentang saat mulai berproduksi sebelum tanggal 1 Januari 1995, maka fasilitas perpajakan dimaksud dapat dinikmati sesuai dengan jangka waktu yang ditentukan. (3) Fasilitas perpajakan yang diberikan, berakhir pada tanggal 31 Desember 1994, kecuali fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (2). (4) Wajib Pajak yang menjalankan usaha di bidang pertambangan minyak dan gas bumi, pertambangan umum, dan pertambangan lainnya berdasarkan kontrak bagi hasil, kontrak karya, atau perjanjian kerjasama pengusahaan pertambangan yang masih berlaku pada saat berlakunya Undang-undang ini, pajaknya dihitung berdasarkan ketentuan dalam kontrak bagi hasil, kontrak karya, atau perjanjian kerjasama pengusahaan pertambangan tersebut sampai dengan berakhirnya kontrak atau perjanjian kerjasama dimaksud. 39. Ketentuan Pasal 34 disempurnakan, sehingga berbunyi sebagai berikut: ” Pasal 34 Peraturan pelaksanaan di bidang Pajak Penghasilan yang masih berlaku pada saat berlakunya Undang-undang ini dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-undang ini. 40. Ketentuan Pasal 35 disempurnakan, sehingga berbunyi sebagai berikut: ” Pasal 35 Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Undang-undang ini diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.” Pasal II Undang-undang ini dapat disebut “Undang-undang Perubahan Kedua Undang-undang Pajak Penghasilan 1984.” Pasal III Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 1995. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara. Disahkan di Jakarta pada tanggal 9 Nopember 1994 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA S O E H A R T O

PPh pasal 17 tentang apa?

Pentingnya PPh Pasal 17 – PPh pasal 17 merupakan jenis pajak yang dipungut langsung pemerintah dari penghasilan masyarakat atau wajib pajak. Pajak yang dikumpulkan lewat PPh pasal 17 boleh dibilang sebagai pajak yang memberikan kontribusi besar bagi pemerintah.

Bagi masyarakat atau wajib pajak, sangatlah penting mengetahui tarif pajak yang harus dibayarkan. Pasalnya, pemungutan pajak di Indonesia menggunakan sistem self assessment. Artinya beban untuk menghitung, membayar dan melapor pajak ada pada wajib pajak. Karena itu, penting bagi wajib pajak untuk mengetahui rumus dan cara perhitungan pajak penghasilan yang akan disetorkan ke negara.

Dengan begitu, wajib pajak pun dapat jika ia kelebihan atau kekurangan bayar saat hendak mengisi SPT Tahunan. Untuk menghindari kesalahan dalam perhitungan pajak penghasilan, wajib pajak dapat memanfaatkan aplikasi perpajakan seperti OnlinePajak, Sebagai mitra resmi DJP, OnlinePajak berkomitmen untuk memberikan kemudahan dalam melaksanakan kepatuhan perpajakan.

  1. Salah satu fitur yang tersedia adalah e-Filing untuk wajib pajak pribadi maupun badan.
  2. Melalui e-Filing OnlinePajak, wajib pajak dapat meminimalisir kesalahan penghitungan maupun input data keuangan.
  3. Setelah berhasil lapor, wajib pajak akan langsung menerima BPE resmi sesuai waktu dilakukannya pelaporan tersebut.

Tidak hanya itu, e-Filing OnlinePajak juga update mengikuti regulasi perpajakan terbaru. Dengan begitu, wajib pajak tidak perlu khawatir lapor pajak di OnlinePajak. Daftar sekarang untuk lapor pajak lebih praktis, klik di sini,

PPh pasal 19 untuk apa?

Pajak adalah tanggung jawab mandiri bagi Taxmates yang telah memiliki aset dan penghasilan mandiri. Aset yang berdiri di atas sebuah tanah negara hukumnya menekan wajib dan bersanksi. Nilai pajak yang dikenakan adalah nilai pajak berdasarkan nominal asetnya.

PPh pasal 15 tentang apa?

PPh pasal 15 adalah jenis pajak penghasilan yang dikenakan atau dipungut dari wajib pajak yang bergerak pada industri pelayaran, penerbangan international dan perusahaan asuransi asing.

PPh pasal 4 itu apa?

Pemotongan / Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2) – Pemotongan atau pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2) atau PPh Pasal 4 ayat (2) adalah cara pelunasan pajak dalam tahun berjalan antara lain melalui pemotongan atau pemungutan pajak yang bersifat final atas penghasilan tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi;penghasilan berupa hadiah undian;penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivatif yang diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura;penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan/atau bangunan; danpenghasilan tertentu lainnya, yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.

PPh 0 5 itu apa?

Fitur Pajak Penjualan : PPh Final 0,5% Tahukah Anda bahwa dengan, Anda dapat menghubungi tim support kami melalui chat kapan saja selama jam kerja untuk membantu Anda ketika mengalami kesulitan! Usaha atau perusahaan Anda termasuk dalam kategori UMKM atau omzet penjualannya di bawah Rp 4,8 miliar dalam setahun? Jika demikian, maka Anda wajib membayar pajak yang dinamakan PPh Final 0,5%.

Sejak 1 Juli 2018, pemerintah telah memberlakukan penurunan tarif Pajak Penghasilan (PPh) Final dari 1% menjadi 0,5% bagi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Aturan tersebut terdapat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 tentang Pajak atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu.

adalah pajak penjualan atas wajib pajak pribadi atau badan dengan omzet penjualan di bawah Rp 4,8 miliar. Nilai pajaknya dihitung sebesar 0,5% dari total omzet penjualan per bulan. Jika Anda telah membayar PPh Final 0,5% Anda, maka Anda tidak perlu melaporkannya ke DJP setiap bulan, melainkan hanya perlu melaporkannya setahun sekali saja.

Apa perbedaan PPh Pasal 23 dan 4 ayat 2?

Wajib Lapor SPT Masa PPh 23 atau PPh 4 ayat 2 – Selain menyetorkan pemungutan atau pemotongan PPh 23 jasa konstruksi dan PPh 4 ayat 2, juga harus melaporkan pemungutan pajak penghasilan tersebut. Pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPh Pasal 23 ataupun PPh Pasal 4 ayat 2 dilakukan melalui formulir SPT PPh Unifikasi di aplikasi e-Bupot.

Berikut Cara Lapor SPT PPh Unifikasi

Ingin langsung gunakan aplikasi pajak online mitra resmi DJP, Klikpajak.id untuk kelola PPh 23 dan PPh 4 ayat 2 atau PPh Unifikasi? Anda dapat mencobanya sekarang juga, gratis! atau langsung menghubungi tim support Klikpajak! Saya Mau Coba Gratis Klikpajak Sekarang! atau Saya Mau Tanya Ke Sales Klikpajak Sekarang! Itulah penjelasan tentang perbedaan jasa konstruksi PPh 23 dan PPh Final serta ketentuan jasa konstruksi PPh 23 atau 4 ayat 2.

Apakah PPh 22 bisa di kreditkan?

WAJIB pajak badan dalam tahun pajak berjalan melunasi pajak yang diperkirakan akan terutang dalam suatu tahun pajak melalui pemotongan dan pemungutan pajak yang dilakukan oleh pihak lain, atau atas pembayaran pajak yang dilakukan oleh wajib pajak badan sendiri.

Pelunasan pajak dalam tahun pajak berjalan merupakan angsuran pembayaran pajak yang nantinya boleh diperhitungkan dengan cara mengkreditkan terhadap pajak penghasilan (PPh) yang terutang untuk tahun pajak yang bersangkutan, kecuali untuk penghasilan yang pengenaan pajaknya bersifat final. Dalam hal ini, wajib pajak dapat mengkreditkan pajak yang telah dipotong dan dipungut untuk mengurangi jumlah pajak terutangnya pada akhir tahun.

Aturan mengenai kredit pajak diatur dalam Pasal 28 Undang-Undang No.7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang No.36 Tahun 2008 (UU PPh). Sesuai dengan ketentuan UU PPh, beberapa jenis pajak yang dapat dikreditkan atau dikurangkan dalam menghitung PPh badan adalah sebagai berikut:

PPh Pasal 22 berkaitan dengan pemotongan PPh dari kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain. PPh Pasal 23 berkaitan dengan pemotongan PPh dari dividen, bunga, royalti, sewa, hadiah dan penghargaan, serta imbalan lainnya. PPh Pasal 24 berkaitan dengan pajak yang dibayar atau terutang atas penghasilan dari luar negeri yang boleh dikreditkan. PPh Pasal 25 berkaitan dengan pembayaran pajak yang dilakukan sendiri oleh wajib pajak badan. PPh Pasal 26 Ayat 5 berkaitan dengan pemotongan pajak atas subjek pajak luar negeri yang menjadi subjek pajak dalam negeri yang tidak bersifat final.

PPh Pasal 22 Sebagaimana telah diuraikan dalam artikel sebelumnya mengenai PPh Pasal 22, badan-badan tertentu dapat memungut pajak dari wajib pajak yang melakukan kegiatan di bidang impor ataupun kegiatan usaha lain. Adapun badan-badan tertentu yang dimaksud adalah badan baik pemerintahan (bendaharawan) maupun swasta.

PPh Pasal 22 merupakan cara pelunasan pembayaran pajak dalam tahun berjalan oleh wajib pajak atas penghasilan antara lain berkenaan dengan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain, seperti kegiatan usaha produksi barang tertentu antara lain otomotif dan semen. Pemungutan PPh Pasal 22 ada yang bersifat final dan tidak final.

Untuk PPh Pasal 22 yang bersifat tidak final dapat dikreditkan dari total PPh terutang pada akhir tahun saat pengisian surat pemberitahuan (SPT) tahunan. PPh Pasal 23 PPh Pasal 23 adalah PPh dalam tahun berjalan yang dipotong atas penghasilan yang diterima atau diperoleh wajib pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap (BUT) berupa penghasilan dividen, bunga, sewa, hadiah penghargaan, bonus, dan sejenisnya selain yang telah dipotong PPh Pasal 21 ayat (1) huruf e.

Atas penghasilan-penghasilan tersebut akan dikenakan tarif pajak sebesar 15% dari jumlah bruto. Sedangkan beberapa jenis penghasilan lain akan dikenakan tarif sebesar 2%, yakni (1) sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta yang telah dikenai PPh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2).

Kemudian, (2) imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong PPh Pasal 21. PPh Pasal 24 Pada dasarnya wajib pajak dalam negeri terutang pajak atas seluruh penghasilan yang diterimanya, termasuk juga penghasilan yang diterima atau diperoleh dari luar negeri.

Hal ini disebabkan sistem perpajakan di Indonesia menganut sistem worldwide income, Karena itu, guna menghindari terjadinya pajak berganda yang disebabkan oleh pengenaan pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh di luar negeri, maka besarnya pajak atas penghasilan wajib pajak dalam negeri yang terutang atau dibayar di luar negeri tersebut dapat dikreditkan terhadap total pajak terutang atas seluruh penghasilan wajib pajak dalam negeri.

Ketentuan tersebut diatur dalam PPh Pasal 24 yang mengatur tentang hak wajib pajak untuk memanfaatkan kredit pajak mereka di luar negeri. Dalam PPh Pasal 24 diatur mengenai nominal pajak yang dibayarkan di luar negeri yang berfungsi sebagai pengurang nilai pajak terutang yang dimiliki di Indonesia.

  • Dalam Pasal 24 ayat 1 UU PPh disebutkan bahwa pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri atas penghasilan dari luar negeri yang diterima atau diperoleh wajib pajak dalam negeri boleh dikreditkan terhadap pajak yang terutang dalam tahun pajak yang sama.
  • Adapun, besarnya kredit pajak adalah sebesar PPh yang dibayar atau terutang di luar negeri tetapi tidak boleh melebihi penghitungan pajak yang terutang berdasarkan UU PPh.

PPh Pasal 25 PPh Pasal 25 adalah pembayaran PPh secara angsuran dalam tahun pajak berjalan yang harus dibayar sendiri oleh wajib pajak badan setiap bulan setelah dikurangi dengan kredit pajak. Pajak yang satu ini memberikan kemudahan bagi wajib pajak badan agar tidak terlalu terbebani dengan pembayaran pajak sekaligus pada akhir tahun yang dirasa akan memberatkan wajib pajak.

  • Dalam Pasal 25 UU PPh dijelaskan bahwa pembayaran pajak bisa diangsur atau dicicil di muka dengan pembayaran cicilan setiap bulan.
  • Besarnya angsuran PPh Pasal 25 dihitung berdasarkan data SPT tahunan pada tahun sebelumnya, setelah dikurangi dengan PPh yang telah dipotong atau dipungut oleh pihak lain dan kredit pajak lainnya, kemudian dibagi 12 atau total bulan dalam pajak masa setahun.

PPh Pasal 26 PPh Pasal 26 ayat (5) secara umum mengatur mengenai pemotongan pajak yang boleh dikreditkan atas subjek pajak luar negeri badan yang menjadi subjek pajak dalam negeri atau BUT yang tidak bersifat final. Pada prinsipnya pemotongan pajak atas wajib pajak luar negeri adalah bersifat final, tetapi atas penghasilan wajib pajak orang pribadi atau badan luar negeri yang berubah status menjadi wajib pajak dalam negeri atau BUT, pemotongan pajaknya tidak bersifat final sehingga potongan pajak tersebut dapat dikreditkan dalam SPT tahunan.

Status Lebih Kurang Bayar atau Lebih Bayar Apabila pajak yang terutang untuk suatu tahun pajak ternyata lebih besar dari pada jumlah kredit pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 UU PPh, maka kekurangan pajak yang terutang harus dilunasi selambat-lambatnya pada akhir bulan keempat sesudah tahun pajak yang bersangkutan berakhir, atau sebelum SPT tahunan disampaikan.

Namun, apabila pajak yang terhutang untuk suatu tahun pajak ternyata lebih kecil dari pada jumlah kredit pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 UU PPh, maka kelebihan pembayaran pajak dikembalikan atau diperhitungkan dengan utang pajak lainnya. Perlu dicatat, segala bentuk penghasilan yang sudah dikenakan pajak yang bersifat final, tidak boleh diperlakukan sebagai kredit pajak.*

Apakah Pajak Penghasilan Pasal 22 dapat di kreditkan?

Kewajiban Membuat dan Melaporkan Bukti Potong PPh 22 – Pemungut PPh Pasal 22 selain wajib membuat bukti pungut juga wajib menyetor PPh yang dipungut dengan kode pajak 411122-900 ke bank persepsi, kemudian melaporkannya dalam SPT Masa PPh Pasal 22. Sedangkan pihak yang dipungut mendapat bukti pungut dan dapat dikreditkan pada akhir tahun di SPT Tahunan.

  1. Bila Anda belum memiliki akun, silakan daftarkan diri Anda terlebih dahulu. Jika sudah, lanjutkan ke instruksi di bawah ini.
  2. Buka Transaksi → Pembelian → Unifikasi → klik +TAMBAH kemudian Buat Pemotongan Pajak/Buat Bukti Pemotongan.
  3. Pilih vendor dengan NPWP (vendor lokal) dan berikan nomor telepon, dokumen referensi, dan fasilitasi yang valid.
  4. Masukan Objek Pajak Pemotongan yang valid lalu klik kotak centang perjanjian.
  5. Klik SIMPAN DAN SETUJU.
  6. Pengguna diarahkan kembali ke daftar tampilan e-Bupot yang berhasil dan e-Bupot PPh 22 dibuat.