Pajak Yang Dikategorikan Pajak Subjektif Adalah?

Pajak Yang Dikategorikan Pajak Subjektif Adalah
Contoh Pajak Subjektif dan Objektif – Pajak Yang Dikategorikan Pajak Subjektif Adalah Sumber foto : Ey.com Baik pajak subjektif dan pajak objektif adalah pajak yang sama-sama diterapkan langsung dalam kehidupan sehari-hari masyarakat. Hanya saja mungkin banyak yang tidak menyadari kalau pungutan tersebut termasuk dalam kategori pajak subjektif atau objektif.

Apa yang dimaksud dengan pajak subjektif berikan contoh?

Pajak Subjektif – Pajak subjektif merupakan pungutan yang berasal dari orang pribadi dan telah dikukuhkan sebagai Wajib Pajak dengan memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) sebagai syarat administrasi untuk melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.

Setiap warga negara memang diwajibkan untuk membayar pajak sebagai kewajiban utamanya kepada negara sesuai dengan ketentuan Undang-Undang (UU) yang berlaku. Apabila seseorang tidak membayar pajak subjektif, maka orang ini ditetapkan telah melanggar ketentuan hukum dan dapat dikenakan sanksi denda sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Pajak subjektif ini pada dasarnya fokus pada pengenaan pajak yang memperhatikan pribadi dari Wajib Pajak (subjek) sesuai ketentuan Undang-Undang, kemudian menetapkan objek untuk pajaknya. Untuk pajak subjektif ini, besarnya jumlah pajak yang terutang dipengaruhi oleh keadaan pribadi dari Wajib Pajak (subjek) yang bersangkutan.

Subjek Pajak Dalam Negeri Bagi Orang Pribadi:

    • Dimulai pada saat orang pribadi tersebut dilahirkan, berada, atau berniat untuk tinggal di Indonesia
    • Dan berakhir pada saat orang pribadi tersebut meninggal dunia dan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya.

Subjek Pajak Dalam Negeri Berbentuk Badan:

    • Dimulai pada saat badan usaha didirikan atau berkedudukan di Indonesia
    • Dan berakhir pada saat badan usaha tersebut dibubarkan atau tidak lagi berkedudukan di Indonesia.

Subjek Pajak Luar Negeri Berbentuk Badan Usaha Tetap (BUT):

    • Dimulai pada saat melakukan usaha atau kegiatan melalui BUT yang dilakukan di Indonesia
    • Dan berakhir pada saat tidak lagi menjalankan usaha atau kegiatan melalui BUT di Indonesia.

Subjek Pajak Luar Negeri Berbentuk Selain Badan Usaha Tetap (BUT):

    • Dimulai pada saat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia
    • Dan berakhir pada saat tidak lagi menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia.

Warisan yang Belum Terbagi:

    • Dimulai pada saat timbulnya warisan
    • Dan berakhir pada saat warisan selesai dibagikan

Apa saja contoh pajak objektif?

Apa Itu Pajak Objektif? – Pajak objektif adalah jenis pajak yang tidak melihat kondisi wajib pajak (WP). Namun dalam pajak objektif yang diperhatikan yaitu sifat dari objek pajaknya. Dimana pada dasarnya pajak objektif ini fokus dalam pengenaannya memperhatikan objek pajaknya.

Baik itu yang berupa benda, keadaan, perbuatan, maupun peristiwa yang dapat menyebabkan adanya pajak terutang. Barulah kemudian akan ditetapkan subjek pajaknya. Dalam pajak objektif tidak dipersoalkan apakah subjek pajak tersebut berada di Indonesia atau di luar Indonesia. Sedangkan untuk tarif pajak objektif yang dikenakan, lebih mengikuti kepada kebijakan undang-undang yang berlaku.

Secara lebih lanjut, kriteria penghasilan untuk pajak objektif meliputi:

Diperuntukkan bagi orang pribadi atau badan usaha yang memakai atau melaksanakan suatu kegiatan transaksi atas benda kena pajak (BKP). Pungutan pajak berhubungan dengan pemindahan harta dari Indonesia ke luar negeri, Pungutan pajak atas kekayaan kepemilikan barang mewah ataupun aset yang ada di negara lain.

Sementara itu, contoh pajak objektif terdiri dari pajak pertambahan nilai (PPN), pajak bumi bangunan (PBB) serta pajak penjualan atas barang mewah PPnBM. Konsultan pajak BSD adalah partner terbaik untuk mengurus setiap masalah administrasi perpajakan anda.

7 berdasarkan jenis pajak menurut sifatnya Apakah yang dimaksud dengan pajak subjektif?

Pajak Subjektif dan Pajak Objektif –

  • Kemudian ada jenis pajak yang digolongkan berdasarkan sifatnya yakni pajak subjektif dan pajak objektif.
  • Pajak subjektif adalah pajak yang berpangkal pada subjeknya sedangkan pajak objektif berpangkal kepada objeknya.
  • Suatu pungutan disebut pajak subjektif karena memperhatikan keadaan diri wajib pajak.
  • Contoh pajak subjektif adalah pajak penghasilan (PPh) yang memperhatikan tentang kemampuan wajib pajak dalam menghasilkan pendapatan atau uang.
  • Pajak objektif merupakan pungutan yang memperhatikan nilai dari objek pajak.
  • Contoh pajak objektif adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari barang yang dikenakan pajak.

PPN termasuk jenis pajak apa?

5. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) – Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) merupakan pajak yang dikenakan atas pemanfaatan atau kepemilikan tanah atau bangunan. PBB pada dasarnya merupakan Pajak Pusat, namun dalam realisasi penerimaannya, hampir seluruhnya diserahkan kepada Pemerintah Daerah, baik provinsi maupun Kabupaten/Kota.

Pajak Kendaraan Bermotor Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor Pajak Air Permukaan Pajak Rokok

Pajak Kabupaten/Kota:

Pajak Hotel Pajak Restoran Pajak Hiburan Pajak Reklame Pajak Penerangan Jalan Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan Pajak Parkir Pajak Air Tanah Pajak Sarang Burung Walet Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan

Untuk Pajak Daerah sendiri dapat dibayarkan di kantor samsat terdekat (untuk pajak kendaraan bermotor) dan Unit Pelayanan Pajak Daerah untuk jenis pajak daerah lainnya. Baru-baru ini Pemerintah Republik Indonesia telah menetapkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 10 Tahun 2021 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Rangka Mendukung Kemudahan Berusaha dan Layanan Daerah.

Dalam Peraturan Pemerintah ini setidaknya mendukung penyederhanaan perizinan, kemudahan dalam hal berusaha dan layanan daerah. Hal ini bertujuan untuk memperkuat peran daerah dalam menyelaraskan kebijakan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dan saling bahu membahu dalam bekerjasama untuk menciptakan suasana yang kondusif bagi investasi di Indonesia.

Dengan adanya investasi yang dilakukan di daerah juga diharapkan dapat membantu meningkatkan pendapatan asli daerah.

Apa perbedaan pajak subjektif dengan objektif?

Pajak Subjektif dan Pajak Objektif – Kemudian ada jenis pajak yang digolongkan berdasarkan sifatnya yakni pajak subjektif dan pajak objektif. Pajak subjektif adalah pajak yang berpangkal pada subjeknya sedangkan pajak objektif berpangkal kepada objeknya.

Suatu pungutan disebut pajak subjektif karena memperhatikan keadaan diri wajib pajak. Contoh pajak subjektif adalah pajak penghasilan (PPh) yang memperhatikan tentang kemampuan wajib pajak dalam menghasilkan pendapatan atau uang. Pajak objektif merupakan pungutan yang memperhatikan nilai dari objek pajak.

Contoh pajak objektif adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari barang yang dikenakan pajak.

Apakah PPN pajak objektif?

Pemerintah memutuskan tetap menjalankan kebijakan menaikkan Pajak Pertambahan Nilai atau PPN per 1 April 2022. Sebelumnya, melalui Undang-undang (UU) Nomor 7 tahun 2021, pemerintah memutuskan untuk menaikkan tarif PPN dari 10% menjadi 11%. Kenaikan tarif PPN ini diberlakukan untuk menaikkan tingkat penerimaan pajak.

  • Hal ini diperlukan agar pemerintah mampu mencapai target defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebesar 4,8%.
  • Definisi PPN Secara umum, PPN merupakan pungutan yang disematkan dalam proses produksi dan distribusi barang dan jasa.
  • Pemungutannya kerap dijumpai dalam kehidupan sehari-hari.
  • Misalnya, saat kita berbelanja di supermarket atau membeli barang di pusat perbelanjaan atau mall.

Secara spesifik, PPN didefinisikan sebagai pajak yang dikenakan atas seluruh konsumsi barang atau jasa kena pajak yang bersifat umum (general tax on consumption). Pungutan ini menyasar barang kena pajak (BKP) dan jasa kena pajak (JKP), serta dibebankan kepada wajib pajak pribadi atau wajib pajak badan yang telah mendapatkan status Pengusaha Kena Pajak (PKP).

  1. Mengutip www.kemenkeu.go.id, BKP sendiri dimaknai sebagai barang berwujud yang menurut sifat atau hukumnya dapat berupa barang bergerak atau barang tidak bergerak, dan barang tidak berwujud, yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-undang (UU) PPN.
  2. Cakupan BKP dalam UU PPN ini bersifat “negative list”, dalam artian pada prinsipnya seluruh barang merupakan BKP.

Kecuali ditetapkan sebagai barang yang tidak dikenai PPN oleh pemerintah. Dasar Hukum PPN PPN diperkenalkan dalam sistem perpajakan Indonesia pada 1983. Hal ini ditandai dengan diterbitkannya UU Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Barang Mewah atau lebih dikenal dengan UU PPN.

  • Namun, melalui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1984 (Perppu), pemerintah memutuskan untuk menangguhkan pelaksanaan UU Nomor 8 Tahun 1983 menjadi selambat-lambatnya 1 Januari 1986.
  • Penangguhan dilakukan karena pemerintah melihat belum siapnya berbagai pihak untuk melaksanakan UU PPN seketika.

Ketidaksiapan tersebut dikhawatirkan dapat menimbulkan gangguan yang berpotensi merugikan masyarakat dan negara. Sebelum menggunakan sistem PPN, Indonesia telah menggunakan tiga jenis pajak atau pungutan terhadap konsumsi. Tiga pajak tersebut adalah, Pajak Pembangunan I, Pajak Peredaran 1950, dan Pajak Penjualan (PPn).

Dalam perjalanannya, UU PPN telah mengalami empat kali perubahan. Pertama, melalui Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1994 yang berlaku mulai 1 Januari 1995. Perubahan kedua dilakukan melalui pengesahan Undang-Undang (UU) Nomor 18 Tahun 2000 yang berlaku pada 1 Januari 2001. Kemudian, perubahan ketiga atas UU PPN dilakukan melalui UU Nomor 42 Tahun 2009 yang mulai berlaku pada 1 April 2010.

Perubahan terakhir dilakukan melalui pengesahan UU Nomor 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Objek PPN PPN dikenakan pada lima objek, yaitu BKP dan JKP di dalam daerah pabean, yang dilakukan pengusaha. Daerah pabean yang dimaksud adalah, seluruh wilayah Republik Indonesia.

  • Edua, PPN dibebankan untuk impor BKP.
  • Etiga, PPN dikenakan pada pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean.
  • Yang dimaksud dengan BKP tidak berwujud antara lain, hak paten, merk dagang, dan hak cipta.
  • Pengenaan PPN juga diberikan untuk pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean.
You might be interested:  Sebutkan Dua Manfaat Bagi Warga Negara Yang Taat Membayar Pajak?

Terakhir, PPN dikenakan pada ekspor BKP berwujud atau tidak berwujud, serta dan ekspor JKP oleh PKP. Karakteristik PPN Sebagai pungutan atas konsumsi barang dan jasa di Indonesia, PPN memiliki enam karakteristik, antara lain.1. Pajak Atas Konsumsi Sebagai pungutan atas konsumsi, PPN dibebankan kepada konsumen yang membeli BKP dan/atau memanfaatkan JKP.

Artinya, yang bertanggung jawab untuk membayarnya adalah konsumen akhir.2. Pajak Tidak Langsung PPN merupakan bentuk pajak tidak langsung. Artinya, pihak yang diwajibkan untuk membayar adalah konsumen akhir atas pemanfaatan BKP dan JKP. Namun, pihak yang bertugas untuk memungut, menyetor dan melaporkan PPN adalah perusahaan yang sebelumnya telah dikukuhkan menjadi PKP.

Inilah yang dimaksud sebagai sifat pajak tidak langsung, karena pihak yang melakukan pembayaran dan penyetoran berbeda.3. Bersifat Objektif PPN memiliki sifat objektif, di mana tidak memandang subjek pajaknya. Berbeda dengan pajak penghasilan (PPh) misalnya, yang memiliki tarif berbeda, tergantung dari penghasilan wajib pajak.

Tarif yang tertera dalam PPN menyasar semua kalangan.4. Memiliki Tarif Tunggal PPN menggunakan besaran tarif tunggal. Ini berbeda dibandingkan PPh, yang memiliki perhitungan progresif, di mana setiap penghasilan memiliki besaran tarif sendiri.5. Pajak Atas Konsumsi BKP dan/atau JKP di Dalam Negeri Karakteristik PPN berikutnya adalah pengenaannya yang hanya berlaku di dalam daerah paben atau di wilayah Indonesia.

Artinya, PPN hanya dikenakan atas konsumsi BKP dan JKP di dalam negeri seperti misalnya transaksi impor. Selain itu, pungutan PPN juga diterapkan pada pemanfaatan BKP dan JKP tidak berwujud di luar daerah pabean yang dimanfaatkan di dalam negeri.6. Multi Stage Levy Berbeda dengan PPh yang bersifat progresif, PPN memiliki ciri-ciri sebagai pajak yang bersifat multi stage levy,

Artinya, pungutan dikenakan pada setiap tahap jalur produksi dan distribusi. Ini mulai dari pabrik, pedagang besar, grosir, hingga pedagang kecil. Meski dikenakan pada setiap mata rantai produksi dan distribusi, pajak ini tidak akan menimbulkan efek pajak berganda. Karena, mekanismenya menganut pengkreditan Pajak Keluaran dan Pajak Masukan.

Tarif PPN Seperti disebutkan sebelumnya, PPN menggunakan tarif tunggal. Berdasarkan UU Nomor 42 Tahun 2009, tarif PPN ditetapkan sebagai berikut.

Tarif PPN adalah 10%. Tarif PPN sebesar 0% (nol persen) diterapkan atas ekspor BKP berwujud, ekspor BKP tidak berwujud dan ekspor JKP Tarif PPN dapat berubah menjadi paling rendah 5% dan paling tinggi sebesar 15% sebagaimana diatur oleh Peraturan Pemerintah (PP).

Tarif PPN kemudian berubah menjadi 11% melalui pengesahan UU Nomor 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Kenaikan tarif ini akan berlaku per 1 April 2022. Perubahan tarif ini selanjutnya akan diatur melalui Peraturan Pemerintah (PP) Berdasarkan UU 7/2021, tarif PPN ke depan akan dinaikkan menjadi 12%, yang mulai diberlakukan paling lambat 1 Januari 2025.

Sementara, rentang maksimal pemungutan berdasarkan UU PPN adalah sebesar 15%. Rentang tarif PPN yang tertera dalam UU 7/2021 ini tetap mengadopsi aturan yang tercantum dalam UU 42/2009. Adapun, untuk ekspor BKP berwujud dan tidak berwujud, serta ekspor JKP juga tidak mengalami perubahan, yakni tetap 0%.

Ini tertera pada Pasal 7 Ayat (2) UU 7/2021.

Apakah laba termasuk objek pajak?

Penghasilan-Penghasilan Berikut Bukan Merupakan Objek Pajak Sebelumnya, kita telah membahas mengenai jenis penghasilan yang merupakan objek pajak. Berbagai jenis penghasilan, baik berupa gaji, laba usaha, hadiah, keuntungan penjualan harta, bunga, dan lain sebagainya merupakan objek pajak sehingga kita akan dikenakan pajak atas penghasilan-penghasilan tersebut.

Bantuan atau sumbangan yang diterima oleh penerima zakat yang berhak, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang disahkan oleh pemerintah. Sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang disahkan pemerintah dan yang diterima oleh penerima sumbangan yang berhak, juga merupakan penghasilan yang tidak dikenakan pajak penghasilan. Penghasilan berupa harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan. Harta warisan. Setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal. Imbalan pekerjaan atau jasa yang diterima dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak, Wajib Pajak yang dikenakan pajak secara final atau Wajib Pajak khusus lainnya. Imbalan dalam bentuk natura seperti beras, gula, dan sebagainya, dan imbalan dalam bentuk kenikmatan, seperti penggunaan mobil, rumah, dan fasilitas pengobatan bukan merupakan objek pajak. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, maupun asuransi bea siswa. Dividen yang diterima perusahaan dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan, dan kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah modal yang disetor. Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan Menteri Keuangan. Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan. Bagian laba yang diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif. Bagian laba yang diperoleh perusahaan ventura dari badan pasangan usaha yang menjalankan usahanya di Indonesia, dengan syarat badan pasangan usaha tersebut merupakan perusahaan mikro, kecil, menengah, atau yang bergerak dalam sektor usaha tertentu, serta sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia; Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu. Sisa lebih yang diterima lembaga nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan atau bidang penelitian dan pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi yang membidanginya, yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan atau penelitian dan pengembangan, dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut. Bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial kepada Wajib Pajak tertentu.

Penghasilan-penghasilan yang diuraikan di atas bukanlah objek pajak penghasilan sehingga tidak menambah unsur penghasilan dalam perhitungan penghasilan kena pajak pada akhir tahun. Kita juga tidak akan dipotong pajak penghasilan jika menerima pendapatan tersebut.

Mengapa PPN merupakan pajak objektif?

Jasa Konsultan Pajak – Pemahaman akan regulasi pajak sangatlah penting dimiliki oleh setiap wajib pajak di Serpong atau di seluruh wilayah Indonesia. Ini karena hal tersebut mampu mendukung wajib pajak untuk bisa menyelenggarakan kewajiban pajaknya dengan baik dan benar.

Termasuk ketentuan yang berkaitan dengan Pajak Pertambahan Nilai atau dikenal dengan sebutan PPN. Bagi wajib pajak yang merupakan Pengusaha Kena Pajak atau dikenal dengan PKP, tentu sudah tidak asing lagi dengan istilah PPN. Dimana dalam melaksanakan kewajiban perpajakan dengan tertib, tentu PKP akan bersinggungan dengan PPN.

Ini adalah salah satu jenis pajak yang wajib untuk dibayarkan atas suatu transaksi Barang Kena Pajak, yang dilakukan oleh seorang PKP. Konsultan pajak Serpong, adalah pilihan tepat bagi setiap orang dalam mengurus administrasi pajaknya dengan baik. Dalam definisi lain, Pajak Pertambahan Nilai atau PPN bisa diartikan sebagai pajak yang dikenakan atas setiap pertambahan nilai dari suatu barang dan jasa.

Dimana barang dan jasa tersebut termasuk dalam kategori barang dan jasa yang bisa dikenai pajak. Barang dan jasa kena pajak yang dimaksud merupakan barang dan jasa dalam proses transaksi dari pihak produsen kepada pihak konsumen. Yang mana kemudian untuk pembayaran pajaknya dibebankan kepada pihak konsumen akhir.

Sedangkan pihak produsen bertugas untuk menyetorkan dan melaporkan pajak tersebut. Sebagai seorang PKP atau pengusaha kena pajak, maka anda berkewajiban untuk menyertakan perhitungan PPN dalam setiap faktur pajak yang diterbitkan. Seperti yang diketahui, bahwa faktur pajak perlu untuk diterbitkan sebagai bukti atas kegiatan transaksi BKP dan JKP yang telah dilakukan.

Dimana selanjutnya faktor tersebut dibuat rangkap dua, satu untuk dipegang oleh PKP bersangkutan dan satu lagi untuk dipegang mitra transaksi. Konsultan pajak Serpong adalah pilihan tepat dalam urusan pajak yang lebih mudah dan praktis. Berbeda dengan jenis Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 yang bersifat progresif, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) lebih bersifat Multi Stage Levy,

Simak penjelasan lebih lanjut mengenai karakteristik PPN sebagaimana berikut:

PPN merupakan pajak atas konsumsi

PPN akan dibebankan pada pihak konsumen atau orang yang membeli Barang kena Pajak (BKP), dan tidak untuk dijual kembali. Hal ini berarti, yang memiliki tanggung jawab untuk membayar beban pajak adalah pihak konsumen akhir (pembeli).

You might be interested:  Jelaskan Tentang Prinsip-Prinsip Administrasi Keuangan Yang Anda Ketahui?

PPN merupakan pajak tidak langsung

PPN termasuk dalam kategori pajak tidak langsung karena pajak tersebut dibebankan pada konsumen akhir. Sedangkan yang bertanggungjawab untuk melakukan penyetoran pajak bukanlah pihak konsumen akhir. Namun wajib pajak sebagai pengusaha kena pajak atau PKP yang menjual barang tersebut. Baca Juga: Wajib Pajak Harus Tahu Perbedaan Pajak Pusat dan Pajak Daerah

PPN merupakan pajak objektif

PPN juga termasuk dalam kategori pajak objektif, karena melihat dari sisi objek pajaknya. Setiap konsumen, yang juga merupakan wajib pajak dan subjek pajak, akan dikenai tarif PPN yang sama. Yang mana tarif tersebut sesuai dengan harga barang atau transaksi BKP dan JKP yang dilakukan.

Penggunaan Tarif Tunggal

Seperti yang telah disinggung pada pembahasan sebelumnya, bahwa PPN berbeda dengan PPh pasal 21. Yang mana dalam PPN tidak memiliki perhitungan progresif, tapi memiliki tarif dasar tunggal yakni sebesar 10%. Setiap konsumen akhir yang melakukan pembelian BKP bertanggung jawab untuk membayarkan pajak sebesar 10% dari nilai transaksi yang dilakukan.

PPN adalah Pajak Atas Konsumsi BKP dan JKP di Dalam Negeri

PPN adalah pajak yang hanya dikenakan atas konsumsi BKP dan JKP di dalam negeri. Seperti misalnya atas kegiatan transaksi impor barang yang dilakukan oleh PKP. Selain itu, PPN juga akan diterapkan pada pemanfaatan BKP dan JKP yang tidak berwujud diluar daerah kepabeanan yang dimanfaatkan di dalam negeri.

Bersifat Multi Stage Levy

PPN juga akan dikenakan atau dipungut pada setiap tahap jalur produksi dan distribusi. Yakni mulai dari pabrik, pedagang besar, grosir, hingga pada pedagang kecil atau pengecer. PPN tidak akan menimbulkan efek pemungutan pajak ganda karena mekanisme pajaknya menganut pengkreditan pajak keluaran dan pajak masukan.

Indirect Subtraction Method

Mekanisme dalam perhitungan PPN menggunakan metode pengurangan secara tidak langsung. Yang mana artinya wajib pajak sebagai PKP dapat mengkreditkan pajak masukan atas BKP dan JKP yang berbeda. Konsultan pajak Serpong adalah alternatif dalam mengurus pajak dengan tepat dan lebih efektif.

PKB termasuk jenis pajak apa?

Pajak Kendaraan Bermotor (PKB)

Pajak Daerah Jenis pajak yang diterapkan di Negara Republik Indonesia dibagi menjadi dua jenis yaitu: (i) Pajak Pusat; dan (ii) Pajak Daerah. Berdasarkan Pasal 1 angka 10 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, definisi Pajak Daerah adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, Jenis Pajak sebagaimana dimaksud dapat tidak dipungut apabila potensinya kurang memadai dan/atau disesuaikan dengan kebijakan Daerah yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Pajak Daerah, yang selanjutnya disebut Pajak, adalah kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) Adapun Pajak Kendaraan Bermotor termasuk ke dalam jenis pajak provinsi yang merupakan bagian dari Pajak Daerah. Lebih lanjut, Pajak Kendaraan Bermotor sebagaimana yang didefinisikan dalam Pasal 1 ayat 12 dan 13 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2009 adalah pajak atas kepemilikan dan/atau penguasaan kendaraan bermotor, Dalam pelaksanaan pemungutannya dilakukan di kantor bersama samsat. Kantor Bersama SAMSAT wilayah Kalimantan Utara ini melibatkan tiga instansi pemerintah, yaitu: Badan Pengelola Pajak dan Retribusi Daerah (BPPRD), Kepolisian Daerah Republik Indonesia, dan PT. (Persero) Asuransi Kerugian Jasa Raharja. Objek PKB adalah Kepemilikan dan/atau penguasaan kendaraan bermotor. Termasuk dalam pengertian Kendaraan Bermotor (KB):

  • Kendaraan yang digerakkan dengan oleh peralatan teknik berupa motor atau peralatan lainnya yang berfungsi untuk mengubah sumber daya energi tertentu menjadi tenaga gerak.
  • KB beroda beserta gandengannya, yang dioperasikan di semua jenis jalan darat dan yang dioperasikan di air

Subjek PKB adalah orang pribadi atau Badan yang memiliki dan/atau menguasai Kendaraan Bermotor, Wajib Pajak Kendaraan Bermotor adalah orang pribadi atau Badan yang memiliki Kendaraan Bermotor. Dalam hal Wajib Pajak milik Badan, kewajiban perpajakannya diwakili oleh pengurus atau kuasa Badan tersebut.

  1. Nilai Jual Kendaraan Bermotor (NJKB) ; dan
  2. Bobot yang mencerminkan secara relatif tingkat kerusakan jalan dan/atau pencemaran lingkungan akibat penggunaan kendaraan bermotor.

NJKB ditentukan berdasarkan Harga Pasaran Umum (HPU) atas suatu Kendaraan Bermotor. Harga Pasaran Umum adalah harga rata-rata yang diperoleh dari berbagai sumber data yang akurat. NJKB ditetapkan berdasarkan HPU atas suatu kendaraan bermotor pada minggu pertama bulan Desember Tahun Pajak Sebelumnya.

  • Harga Kendaraan Bermotor dengan isi silinderdan/atau satuan tenaga yang sama;
  • Penggunaan Kendaraan Bermotor untuk umum atau pribadi;
  • Harga Kendaraan Bermotor dengan merek Kendaraan Bermotor yang sama;
  • Harga Kendaraan Bermotor dengan tahun pembuatan Kendaraan Bermotor yang sama;
  • Harga Kendaraan Bermotor dengan pembuat Kendaraan Bermotor;
  • Harga Kendaraan Bermotor dengan Kendaraan Bermotor sejenis; dan
  • Harga Kendaraan Bermotor berdasarkan dokumen Pemberitahuan Impor Barang (PIB)

Bobot kendaraan dinyatakan dalam koefisien 1 atau lebih besar dari 1, dengan pengertian sebagai berikut:

  • Koefisien sama dengan 1 berarti kerusakan jalan dan/atau pencemaran lingkungan oleh penggunaan KB tersebut dianggap masih dalam batas toleransi, Bobot tersebut berlaku untuk KB jenis sedan, jeep, minibus, microbus, bus, sepeda motor dan sejenisnya.
  • Koefisien sebesar 1,3 (satu koma tiga) berarti kerusakan jalan dan/atau pencemaran lingkungan oleh penggunaan KB tersebut dianggap melewati batas toleransi, Bobot tersebut berlaku untuk KB jenis mobil barang/beban.

Bobot kendaraan dihitung berdasarkan faktor-faktor:

  • Tekanan gandar, yang dibedakan atas dasar jumlah sumbu/as, roda, dan berat Kendaraan Bermotor;
  • Jenis bahan bakar Kendaraan Bermotor yang dibedakan menurut solar, bensin, gas, listrik, tenaga surya, atau jenis mesin 2 tak atau 4 tak, dan isi silinder.
  • Jenis, penggunaan, tahun pembuatan, dan ciri-ciri mesin Kendaraan Bermotor yang dibedakan berdasarkan jenis mesin 2 tak atau 4 tak, dan isi silinder.

Penghitungan dasar pengenaan PKB dinyatakan dalam suatu table yang ditetapkan dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri setelah mendapat pertimbangan dari Menteri Keuangan, dengan ketentuan:

  • Untuk KB angkutan umum orang ditetapkan sebesar 60% (enam puluh persen) dari dasar pengenaan PKB
  • Untuk KB angkutan umum barang ditetapkan sebesar 80% (delapan puluh persen) dari dasar pengenaan PKB.
  • Untuk KB ubah bentuk ditetapkan berdasarkan hasil penjumlahan NJKB dengan nilai jual ubah bentuk.
  • Untuk KB yang dioperasikan di air ditetapkan berdasarkan penjumlahan nilai jual rangka/ body dan nilai jual motor penggerak kendaraan bermotor di air. NJKB untuk KB yang dioperasikan di air ditetapkan berdasarkan HPU atas suatu KB yang dioperasikan di air pada minggu pertama bulan Desember tahun sebelumnya. Nilai jual rangka/body KB yang dioperasikan di air dibedakan menurut jenis, isi kotor (GT/gross tonnage) Antara GT 5 sampai dengan GT 7, fungsi, dan umur rangka/body. Nilai jual motor penggerak KB yang dioperasikan di air dibedakan menurut daya kuda/horse power dan umur motor.

Berdasarkan pasal 5 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2009, ketentuan yang dikeluaran hanya mengatur penetapan batas bawah dan batas atas tarif PKB pribadi. Sedangkankepastian penetapan Tarif PKB diatur berdasarkan peraturan daerah pada masing-masing provinsi. Penetapan batas bawah dan batas atas tarif PKB pribadi ditetapkan sebagai berikut:

  1. Untuk kepemilikan Kendaran Bermotor pertama paling rendah sebesar 1% (satu persen) dan paling tinggi sebesar 2% (dua persen);
  2. Untuk kepemilikan Kendaraan Bermotor kedua dan seterusnya tarif dapat ditetapkan secara progresif paling rendah sebesar 2% (dua persen) dan paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen).

Tarif Pajak Kendaraan Bermotor Umum ditetapkan sebesar 1,0% (satu persen). Tarif Pajak Kendaraan Bermotor untuk kendaraan ambulance, pemadam kebakaran, sosial keagamaan, lembaga sosial dan keagamaan, Pemerintah/TNI/POLRI dan Pemerintah Daerah, ditetapkan sebesar 0,5% (nol koma lima persen) Tarif Pajak Kendaraan Bermotor untuk Kendaraan Bermotor alat-alat berat dan alat-alat besar, ditetapkan sebesar 0,2% (nol koma dua persen) Tarif Pajak Kendaraan Bermotor pribadi ditetapkan sebagai berikut:

  1. Untuk kepemilikan Kendaraan Bermotor pertama, sebesar 1,5% (satu koma lima persen).
  2. Unutk kepemilikan Kendaraan Bermotor roda 4 (empat) kedua dan seterusnya didasarkan atas nama dan alamat yang sama sesuai tanda pengenal diri, ditetapkan secara progresif sebagai berikut:
  • Kepemilikan kedua 2% (dua persen)
  • Kepemilikan ketiga 2,5% (dua koma lima persen)
  • Kepemilikan keempat 3% (tiga persen)
  • Kepemilikan kelima dan seterusnya sebesar 3,5% (tiga koma lima persen)

Untuk kepemilikan Kendaraan Bermotor roda 2 (dua) dan roda 3 (tiga) diatas 350cc, didasarkan atas nama dan alamat yang sama sesuai tanda pengenal diri, ditetapkan secara progresif sebagai berikut:

    • Kepemilikan kedua 2% (dua persen)
    • Kepemilikan ketiga 2,5% (dua koma lima persen)
    • kepemilikan keempat 3% (tiga persen)

kepemilikan kelima dan seterusnya sebesar 3,5% (tiga koma lima persen)

Berdasarkan pasal 11 PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN UTARA NOMOR 4 TAHUN 2016, Pajak Kendaraan Bermotor dikenalkan untuk masa pajak 12 (dua belas) bulan berturut-turut terhitung mulai saat pendaftara kendaraan bermotor. PKB yang karena keadaan Kahar ( force majeure ) masa pajaknya tidak sampai 12 (dua belas) bulan, maka dapat dilakukan restitusi atas pajak yang sudah dibayar untuk porsi masa pajak yang belum dilalui. Pajak Kendaraan Bermotor dibayar sekaligus di muka. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan restitusi diatur dengan Peraturan Kepala Daerah. Pemungutan Pajak Kendaraan Bermotor dilakukan bersamaan dengan penerbitan Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor Sebagaimana yang telah ditetapkan pada Pasal 17 PERATURAN PROVINSI KALIMANTAN UTARA NOMOR 4 TAHUN 2016, Kendaraan Bemrotor yang sudah terlambat melakukan pembayaran pajak sesuai dengan tanggal berakhirnya masa PKB sebagaimana tertuang dalam Surat Tagihan Pajak Daerah (STPD), dikenakan sanksi administratif berupa bunga sebesar 2% (dua persen) setiap bulan untuk paling lama 15 (lima belas) bulan sejak saat terhutangnya pajak. Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD) yang tidak atau kurang dibayar setelah jatuh tempo pembayaran dikenakan sanksi administratif berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan dan ditagih melalui STPD.

Dasar Hukum 1. UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2009

  • Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
  • 2. PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 33 TAHUN 2018
  • Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 5 Tahun 2018 Tentang Penghitungan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor Tahun 2018.
  • 3. PERATURAN DAERAH NO 4 TAHUN 2016
  • Tentang Pajak Daerah

4. PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN UTARA NO.53 TAHUN 2017 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemungutan Pajak Kendaraan Bermotor Notice : Trying to access array offset on value of type bool in /home/bpprdsta/public_html/wp-content/plugins/download-manager/libs/class.Package.php on line 58 Notice : Trying to access array offset on value of type bool in /home/bpprdsta/public_html/wp-content/plugins/download-manager/libs/class.Package.php on line 1058

Pajak Kendaraan Bermotor (PKB)

Apa saja yang termasuk subjek pajak dalam negeri?

Perbedaan Subjek Pajak Luar Negeri dan Dalam Negeri – Setelah mengetahui subjek pajak dalam negeri dan subjek pajak luar negeri maka ada perbedaan yang jelas antara keduanya. terletak dalam pemenuhan kewajiban pajaknya diantaranya:

  • Subjek pajak dalam negeri dikenai pajak atas penghasilan baik yang diterima atau diperoleh dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, sedangkan subjek pajak luar negeri dikenai pajak hanya atas penghasilan yang berasal dari sumber penghasilan di Indonesia.
  • Subjek pajak dalam negeri dikenai pajak berdasarkan penghasilan bruto dengan tarif umum. Sedangkan subjek pajak luar negeri dikenai pajak berdasarkan penghasilan bruto dengan tarif pajak sepadan alias tarif tunggal terhadap semua objek pajak berapapun nilainya. Bagi wajib pajak luar negeri yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia, pemenuhan kewajiban perpajakannya dipersamakan dengan pemenuhan kewajiban perpajakan. Wajib pajak dalam negeri sebagaimana diatur dalam undang undang ini dan undang undang tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan.
  • Subjek pajak dalam negeri wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) pajak penghasilan sebagai sarana untuk menetapkan pajak yang terutang dalam suatu tahun pajak.Sedangkan subjek pajak luar negeri tidak menyampaikan SPT pajak penghasilan karena kewajiban pajaknya dipenuhi melalui pemotongan pajak yang bersifat final.

Jika Grameds ingin mempelajari lebih lanjut mengenai subjek pajak dan pajak internasional. Grameds bisa membaca buku dan dapatkan bukunya yang tersedia di www.gramedia.com, Sebagai #SahabatTanpaBatas kami selalu berusaha untuk memberikan yang terbaik! Penulis: Yufi Cantika Sukma Ilahiah BACA JUGA:

  1. Pengertain Pajak: Fungsi, Manfaat, Jenis, dan Cara Membayar
  2. Mengenal Jenis-Jenis Pajak yang Ada di Indonesia
  3. Peran dan Fungsi Pajak dalam Pembangunan Ekonomi
  4. Pengertian NPWP: Jenis, Manfaat, dan Cara Membuat NPWP
  5. Cara Membuat NPWP Secara Online dan Offline

Apa yang dimaksud dengan persyaratan subjektif dan objektif?

Berikut Ini Tata Cara Pendaftaran NPWP Pajak Yang Dikategorikan Pajak Subjektif Adalah Pengertian Wajib Pajak menurut Pasal 1 (2) UU KUP adalah orang pribadi atau badan yang meliputi pembayaran pajak, memotong pajak, memungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang – undangan perpajakan.

Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) Pasal 1 (6) UU KUP adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya. Wajib Pajak badan dan orang pribadi memiliki kewajiban untuk mendaftarkan diri agar mendapatkan NPWP.

Terdapat dua syarat kewajiban mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP yaitu syarat objektif dan syarat subjektif. Syarat subjektif adalah syarat yang sesuai dengan aturan yang berkaitan tentang subjek pajak dalam undang – undang pajak penghasilan. Sedangkan syarat objektif adalah syarat bagi subjek pajak yang menerima penghasilan serat diwajibkan melakukan kewajiban perpajakan sesuai dengan aturan perundang – undangan.

  • Wajib Pajak yang telah memenuhi syarat objektif maupun subjektif wajib mendaftarkan diri pada kantor DJP atau KPP setempat yang sesuai dengan wilayah tempat tinggal atau kedudukan Wajib Pajak untuk mendapatkan NPWP.
  • Pendaftaran NPWP dapat dilakukan secara online melalui dengan menyiapkan alamat email, NIK untuk Wajib Pajak orang pribadi, dan nomor telepon, lalu lakukan pengisian identitas diri serta hal lainnya.

Jika sudah melakukan pendaftaran secara online, maka NPWP elektronik langsung didapatkan. Sedangkan NPWP fisik yang berupa kartu dapat diambil di KPP yang terdaftar. Ketika sudah memiliki NPWP maka memiliki kewajiban untuk melakukan pelaporan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT).

  1. Surat Pemberitahuan Tahunan dapat disampaikan melalui website dengan benar, lengkap, dan jelas.
  2. Batas pelaporan SPT untuk Wajib Pajak orang pribadi paling lambat tanggal 31 Maret dan untuk Wajib Pajak badan paling lambat tanggal 30 April.
  3. Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa Wajib Pajak yang telah memenuhi syarat objektif dan syarat subjektif diwajibkan untuk memiliki NPWP.

Pendaftaran NPWP dapat dilakukan dengan datang ke kantor DJP atau KPP setempat dan bisa dilakukan pendaftaran secara online, : Berikut Ini Tata Cara Pendaftaran NPWP

Jenis pajak ada berapa?

KOMPAS.com – Pajak sangat berperan penting sebagai sumber penerimaan negara. Pajak juga memiliki peranan penting dalam pelaksanaan berbagai kebijakan negara di bidang sosial dan ekonomi. Dikutip langsung dari Pasal 1 ayat (1) UU Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, berikut definisi pajak: “Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.” Menurut Supraomono dan Theresia Woro Damayanti dalam buku Perpajakan Indonesia – Mekanisme dan Perhitungan (2010), pajak merupakan iuran dari rakyat kepada negara, yang dibayarkan menggunakan uang dan bukan barang.

Apa perbedaan antara objek pajak dan subjek pajak?

Pajak Yang Dikategorikan Pajak Subjektif Adalah Apa itu Objek Pajak dan Subjek Pajak – Pengertian mendasar Objek pajak adalah sumber penghasilan atau pendapatan yang dikenakan pajak. Sedangkan Subjek pajak adalah perseorangan atau sebuah badan usaha yang ditetapkan menjadi pelaku pajak tersebut. Sehingga bisa dikatakan setiap subjek pajak pasti mempunyai objek pajak sementara perseorangan atau badan usaha disebut sebagai wajib pajak.

Apa saja contoh pajak langsung?

Pertanyaan Terkait –

  • Apa saja contoh pajak langsung? Contoh pajak langsung antara lain: (1) Pajak kendaraan bermotor, (2) Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), (3) Pajak Penghasilan.
  • Apa yang dimaksud dengan pajak langsung? Pengertian pajak langsung adalah pajak yang dikenakan secara berkala terhadap orang atau badan sesuai dengan surat ketetapan pajak; pajak ini harus dipikul sendiri oleh wajib pajak (direct tax).

Apa yang dimaksud dengan tarif pajak progresif dan berikan contohnya?

Pengertian Pajak Progresif – Pajak progresif merupakan tarif pajak yang akan semakin naik sesuai dengan naiknya dasar pengenaan pajak. Contohnya adalah Pajak Penghasilan (PPh). Bila penghasilan Anda masuk ke dalam kategori penghasilan kena pajak yang mana dalam 1 tahun lebih dari Rp50 juta, maka berlaku tarif progresif PPh.

  • Tidak hanya dipotong dengan tarif PPh di lapisan PPh terendah, namun juga kena lapisan lainnya.
  • Pajak progresif juga merupakan pajak yang dikenakan untuk kepemilikan kendaraan kedua dan seterusnya.
  • Misalnya pada kendaraan bermotor yang didasarkan atas nama, alamat tempat tinggal, dan jenis kendaraan yang sama.

Sebagai gambaran, apabila Anda memiliki dia motor yang keduanya atas nama Anda, maka motor keduanya dipungut tarif pajak progresif motor. Atau, bila di keluarga Anda memiliki 3-4 unit motor, meski nama kepemilikan berbeda, namun masih dalam 1 Kartu Keluarga (KK) atau alamat, maka motor kedua-keempat akan dikenakan tarif progresif motor dan mobil Akan tetapi, bila Anda memiliki 1 motor dan 1 mobil, meski dengan nama dan alamat yang sama, selama kendaraan tersebut adalah kendaraan pertama, maka perlakuannya sebagai kepemilikan pertama dan tidak dikenakan tarif progresif.

Apa saja contoh pajak tidak langsung?

Contoh pajak langsung – Setelah mengetahui pengertian pajak langsung dan perbedaannya dengan pajak tidak langsung, kita akan membahas contoh dari keduanya. Dari contoh pajak yang disebutkan di bawah ini, kamu pasti sudah cukup familiar. Hanya saja, banyak yang tidak menyadari apakah contoh pajak berikut ini merupakan contoh pajak langsung atau pajak tidak langsung.

Pajak penghasilan (PPh) Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Pajak Kendaraan Bermotor

Semenara contoh pajak tidak langsung antara lain:

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pajak bea masuk Pajak ekspor

Selengkapnya, berikut contoh dari pajak langsung dan tidak langsung.

Unsur unsur apa saja yang digunakan dalam perpajakan?

KOMPAS.com – Pajak adalah pembayaran wajib masyarakat kepada negara yang tidak mendapat balas jasa secara langsung. Oleh pemerintah, pajak dimanfaatkan untuk membiayai pembangunan nasional, guna meraih kesejahteraan masyarakat. Dikutip dari buku Dasar-dasar Hukum Pajak (2022) karya Moh.