Prosedur Penyelesaian Sengketa Pajak Yang Saat Ini Berlaku?

Prosedur Penyelesaian Sengketa Pajak Yang Saat Ini Berlaku
Ada empat prosedur yang bisa digunakan wajib pajak untuk menyelesaikan sengketa pajak.

  1. Mengajukan Keberatan.
  2. Mengajukan Gugatan.
  3. Permohonan Banding.
  4. Permohonan Peninjauan Kembali.

Bagaimana penyelesaian sengketa pajak di Indonesia?

Penyelesaian sengketa pajak yang dapat dilakukan oleh wajib pajak meliputi proses keberatan, banding, peninjauan kembali, dan gugatan. Upaya hukum keberatan atas ketetapan pajak diajukan ke Direktorat Jenderal Pajak, sedangkan upaya hukum banding dan ggatan diajukan ke Pengadilan Pajak (PP).

Apa yang dimaksud dengan sengketa pajak dan jelaskan cara penyelesaiannya?

Bagaimana mekanisme pelaksanaan penyelesaian sengketa pajak menurut UU Perpajakan? Definisi sengketa pajak dijelaskan dalam ketentuan Pasal 1 angka 5 UU No.14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak (“UU 14/2002″), yang berbunyi sebagai berikut: ” Sengketa pajak adalah adalah sengketa yang timbul dalam bidang perpajakan antara Wajib Pajak atau penanggung Pajak dengan pejabat yang berwenang sebagai akibat dikeluarkannya keputusan yang dapat diajukan Banding atau Gugatan kepada Pengadilan Pajak berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan, termasuk Gugatan atas pelaksanaan penagihan berdasarkan Undang-undang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.

  • Etentuan tentang Banding dan Gugatan dalam sengketa pajak diatur lebih lengkap dalam UU No.28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas UU No.6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang selanjutnya kami sebut sebagai UU KUP.
  • Pengadilan pajak dalam hal ini merupakan lembaga penyelesaian sengketa pajak yang dibentuk sesuai amanat UU KUP.

Jadi, yang dimaksud dengan sengketa pajak adalah sengketa dalam bidang perpajakan. Bentuk perkara sengketa pajak dapat berupa Banding atau Gugatan. Sayangnya, Anda tidak memberikan keterangan lebih detail mengenai bentuk sengketa pajak yang mana yang Anda maksud.

Karena itu, kami akan jelaskan mekanisme banding dan gugatan dalam sengketa pajak.1. Banding Menurut Pasal 12 ayat (1) UU KUP, setiap Wajib Pajak wajib membayar pajak yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, dengan tidak menggantungkan pada adanya surat ketetapan pajak.

Yang dimaksud Surat Ketetapan Pajak adalah surat ketetapan yang meliputi Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Nihil, atau Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar ( Pasal 1 angka 15 UU KUP ).

  1. Adangkala terjadi selisih perhitungan pajak yang terutang menurut wajib pajak dan pihak kantor pelayanan pajak.
  2. Terhadap hal ini wajib pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Direktur Jenderal Pajak ( Pasal 25 ayat UU KUP ).
  3. Eberatan diajukan dalam jangka waktu 3 bulan sejak tanggal dikirim surat ketetapan pajak atau sejak tanggal pemotongan atau pemungutan pajak secara tertulis.

Keberatan diajukan dalam Bahasa Indonesia dengan mengemukakan jumlah pajak yang terutang, jumlah pajak yang dipotong atau dipungut, atau jumlah rugi menurut penghitungan Wajib Pajak dengan disertai alasan yang menjadi dasar penghitungan ( Pasal 25 ayat dan ayat UU KUP ).

  • Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu paling lama 12 bulan sejak tanggal surat keberatan diterima harus memberi keputusan atas keberatan yang diajukan ( Pasal 26 ayat UU KUP ).
  • Jika jangka waktu telah terlampaui dan Direktur Jenderal Pajak tidak memberi suatu keputusan, keberatan yang diajukan tersebut dianggap dikabulkan ( Pasal 26 ayat UU KUP ).

Tata cara pengajuan keberatan dan penyelesaian diatur lebih lanjut melalui Permenkeu No.9/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pengajuan dan Penyelesaian Keberatan, Jika wajib pajak tidak puas dengan keputusan Dirjen Pajak atas keberatan yang diajukan, wajib pajak hanya dapat mengajukan banding kepada pengadilan pajak ( Pasal 27 ayat UU KUP ).2.

Gugatan Berbeda halnya dengan proses perkara banding yang merupakan kelanjutan dari proses keberatan kepada Dirjen Pajak, perkara gugatan merupakan perkara yang diajukan wajib pajak atau penanggung pajak terhadap ( Pasal 31 ayat UU 14/2002 jo. Pasal 23 ayat UU KUP ): a. pelaksanaan Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, atau Pengumuman Lelang; b.

keputusan pencegahan dalam rangka penagihan pajak; c. keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan keputusan perpajakan, selain yang ditetapkan dalam Pasal 25 ayat (1) dan Pasal 26 (UU KUP); atau d. penerbitan surat ketetapan pajak atau Surat Keputusan Keberatan yang dalam penerbitannya tidak sesuai dengan prosedur atau tata cara yang telah diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan Pengadilan pajak merupakan pengadilan tingkat pertama dan terakhir dalam memeriksa dan memutus sengketa pajak ( Pasal 33 ayat UU 14/2002 ).

  • Oleh karena itu, upaya hukum yang dapat dilakukan terhadap putusan banding maupun putusan gugatan pengadilan pajak adalah Peninjauan Kembali ke Mahkamah Agung.
  • Jadi, mekanisme penyelesaian sengketa pajak adalah sebagaimana telah kami jelaskan sebelumnya.
  • Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.1.

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak 2. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan 3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 9/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pengajuan dan Penyelesaian Keberatan

Apa saja dasar hukum pemungutan pajak yang berlaku di Indonesia?

UMUM Negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945 yang menjunjung tinggi hak dan kewajiban setiap orang, oleh karena itu menempatkan perpajakan sebagai salah satu perwujudan kewajiban kenegaraan dalam kegotongroyongan nasional sebagai peran serta masyarakat dalam membiayai pembangunan. Sesuai dengan ketentuan Pasal 23 ayat (2) Undang Undang Dasar 1945, ketentuan-ketentuan perpajakan yang merupakan landasan pemungutan pajak ditetapkan dengan Undang-undang. Undang-undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan yang berlaku sejak tahun 1986 merupakan landasan hukum dalam pengenaan pajak sehubungan dengan hak atas bumi dan/atau perolehan manfaat atas bumi dan/atau kepemilikan, pengusaan dan/atau perolehan manfaat atas bangunan. Pada hakekatnya, pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan merupakan salah satu sarana perwujudan kegotongroyongan nasional dalam pembiayaan negara dan pembangunan nasional, sehingga dalam pengenaannya harus memperhatikan prinsip kepastian hukum, keadilan, dan kesederhanaan serta ditunjang oleh sistem administrasi perpajakan yang memudahkan Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban pembayaran pajak. Setelah hampir satu dasawarsa berlakunya Undang-undang Nomor 12 Tahun 1985, dengan makin meningkatnya kesejahteraan masyarakat dan meningkatnya jumlah Objek Pajak serta untuk menyelaraskan pengenaan pajak dengan amanat dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara, dirasakan sudah masanya untuk menyempurnakan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1985. Dengan berpegang teguh pada prinsip kepastian hukum dan keadilan, maka arah dan tujuan penyempurnaan Undang-undang ini adalah sebagai berikut : a. Menunjang kebijaksanaan pemerintah menuju kemandirian bangsa dalam pembiayaan pembangunan yang sumber utamanya berasal dari penerimaan pajak; b. Lebih memberikan kepastian hukum dan keadilan bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembiayaan pembangunan sesuai dengan kemampuannya. Dengan berlandaskan pada arah dan tujuan penyempurnaan tersebut, maka dalam penyempurnaan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1985 perlu diatur kembali ketentuan ketentuan mengenai Pajak Bumi dan Bangunan yang dituangkan dalam Undang-undang tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan, dengan pokok-pokok antara lain sebagai berikut: a. Untuk lebih memberikan keadilan dalam pengenaan pajak, diatur ketentuan mengenai besarnya Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak untuk setiap Wajib Pajak; b. Memperjelas ketentuan mengenai upaya banding ke badan peradilan pajak. PASAL DEMI PASAL Pasal I Angka 1 Pasal 3 Ayat (1) Yang dimaksud dengan tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan adalah bahwa objek pajak itu diusahakan untuk melayani kepentingan umum, dan nyata-nyata tidak ditujukan untuk mencari keuntungan. Hal ini dapat diketahui antara lain dari anggaran dasar dan anggaran rumah tangga dari yayasan/badan yang bergerak dalam bidang ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan, dan kebudayaan nasional tersebut. Termasuk pengertian ini adalah hutan wisata milik Negara sesuai Pasal 2 Undang undang Nomor 5 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kehutanan. Contoh : – pesantren atau sejenis dengan itu; – madrasah; – tanah wakaf; – rumah sakit umum. Ayat (2) Yang dimaksud dengan objek pajak dalam ayat ini adalah objek pajak yang dimiliki/dikuasai/ digunakan oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam menyelenggarakan pemerintahan. Pajak Bumi dan Bangunan adalah pajak negara yang sebagian besar penerimaannya merupakan pendapatan daerah yang antara lain dipergunakan untuk penyediaan fasilitas yang juga dinikmati oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daeah. Oleh sebab itu wajar Pemerintah Pusat juga ikut membiayai penyediaan fasilitas tersebut melalui pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan. Mengenai bumi dan/atau bangunan milik perorangan dan/atau badan yang digunakan oleh negara, kewajiban perpajakannya tergantung pada perjanjian yang diadakan. Ayat (3) Untuk setiap Wajib Pajak diberikan Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak sebesar Rp 8.000.000,00 (delapan juta rupiah). Apabila seorang Wajib Pajak mempunyai beberapa Objek Pajak, yang diberikan Nilai Jual Objek Pajak hanya salah satu Objek Pajak yang nilainya terbesar, sedangkan Objek Pajak lainnya tetap dikenakan secara penuh tanpa dikurangi Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak. Contoh : 1. Seorang Wajib Pajak hanya mempunyai Objek Pajak berupa bumi dengan nilai sebagai berikut : – Nilai Jual Objek Pajak Bumi, Rp 3.000.0000,00 -Nilai Jual Objek Pajak Kena Pajak, Rp 8.000.0000,00 Karena Nilai Jual Objek Pajak berada dibawah Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak, maka Objek Pajak tersebut tidak dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan. 2. Seorang Wajib Pajak mempunyai dua Objek Pajak berupa bumi dan bangunan masing-masing di Desa A dan Desa B dengan nilai sebagai berikut : a. Desa A – Nilai Jual Objek Pajak Bumi Rp.8.000.000,00 – Nilai Jual Objek Pajak Bangunan Rp.5.000.000,00 Nilai Jual Objek Pajak untuk Penghitungan Pajak : – Nilai Jual Objek Pajak Bumi Rp.8.000.000,00 – Nilai Jual Objek Pajak Bangunan Rp.5.000.000,00(+) – Nilai Jual Objek Pajak sebagai dasar pengenaan pajak, Rp13.000.000,00 – Nilai Jual Objek Pajak, Rp.8.000.000,00(-) – Nilai Jual Objek Pajak untuk Penghitungan Pajak, Rp.5.000.000,00 b. Desa B – Nilai Jual Objek Pajak Bumi Rp.5.000.000,00 – Nilai Jual Objek Pajak Bangunan Rp.3.000.000,00 Nilai Jual Objek Pajak untuk Penghitungan Pajak : – Nilai Jual Objek Pajak Bumi, Rp.5.000.000,00 – Nilai Jual Objek Pajak Bangunan, Rp.3.000.000,00(+) – Nilai Jual Objek Pajak sebagai dasar pengenaan pajak, Rp.8.000.000,00 – Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak Rp.0,00(-) – Nilai Jual Objek Pajak untuk Penghitungan Pajak, Rp.8.000.000,00 Untuk Objek Pajak di Desa B, tidak diberikan Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak sebesar Rp 8.000.000,00 (delapan juta rupiah), karena Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak telah diberikan untuk Objek Pajak yang berada di Desa A. 3. Seorang Wajib Pajak mempunyai dua Objek Pajak berupa bumi dan bangunan pada satu Desa C dengan nilai sebagai berikut : a. Objek I – Nilai Jual Objek Pajak Bumi Rp.4.000.000,00 – Nilai Jual Objek Pajak Bangunan Rp.2.000.000,00 Nilai Jual Objek Pajak untuk Penghitungan Pajak : – Nilai Jual Objek Pajak Bumi, Rp.4.000.000,00 – Nilai Jual Objek Pajak Bangunan, Rp.2.000.000,00(+) – Nilai Jual Objek Pajak sebagai dasar pengenaan pajak, Rp.6.000.000,00 – Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak, Rp.8.000.000,00 Karena Nilai Jual Objek Pajak berada di bawah Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak, maka Objek Pajak tersebut dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan.b. Objek II – Nilai Jual Objek Pajak Bumi Rp.4.000.000,00 – Nilai Jual Objek Pajak Bangunan Rp.1.000.000,00 Nilai Jual Objek Pajak untuk Penghitungan Pajak : – Nilai Jual Objek Pajak Bumi, Rp.4.000.000,00 – Nilai Jual Objek pajak Bangunan, Rp.1.000.000,00(+) – Nilai Jual Objek Pajak sebagai dasar pengenaan pajak, Rp.5.000.000,00 – Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak, Rp.0,00(-) – Nilai Jual Objek Pajak untuk Penghitungan Pajak, Rp.5.000.000,00 Ayat (4) Berdasarkan ketentuan ini Menteri Keuangan diberikan wewenang untuk mengubah besarnya Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dengan mempertimbangkan perkembangan ekonomi dan moneter serta perkembangan harga umum objek pajak setiap tahunnya. Angka 2 Dengan dihapuskannya Pasal 17, ketentuan banding Pajak Bumi dan Bangunan mengikuti ketentuan Pasal 27 Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1994 (Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3566). Angka 3 Pasal 23 Yang dimaksud dengan peraturan perundang-undangan lainnya adalah antara lain Undang undang Nomor 19 Tahun 1959 tentang penagihan Pajak Negara dengan Surat Paksa. Angka 4

You might be interested:  Surat Pemberitahuan Pajak Yang Digunakan Oleh Wajib Pajak Untuk Melaporkan?

Cukup Jelas

Pasal II

Cukup Jelas

Pasal III

Cukup Jelas

Pasal IV

Cukup Jelas

Jelaskan apa yang dimaksud dengan sengketa pajak dan meliputi apa saja sengketa pajak itu?

Definisi Sengketa Pajak – Sengketa pajak merupakan sengketa yang timbul dalam bidang perpajakan antara wajib pajak atau penanggung pajak dengan pejabat yang berwenang sebagai akibat diterbitkannya keputusan yang dapat diajukan banding atau gugatan kepada pengadilan pajak sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Sengketa pajak meliputi apa saja?

Mengenal Jenis-Jenis Sengketa Pajak yang Sering Terjadi Ada berapakah jenis sengketa pajak yang umum terjadi di negara Indonesia ini? Sebelum menjawab pertanyaan tersebut sebaiknya ketahui dulu apa sebenarnya yang dimaksud dengan sengketa pajak tersebut. Prosedur Penyelesaian Sengketa Pajak Yang Saat Ini Berlaku Menurut pasal 1 ayat 5 Undang Undang nomor 14 tahun 2002 mengenai Pengadilan Pajak, sengketa pajak adalah sengketa bidang perpajakan yang mungkin timbul antara wajib pajak maupun penanggung pajak dengan pejabat yang memiliki wewenang sebagai akibat dari dikeluarkannya keputusan yang bisa diajukan banding maupun gugatan kepada Pengadilan Pajak berdasar pada peraturan dan perundang-undangan perpajakan.

  1. Termasuk juga di dalamnya adalah gugatan yang timbul atas pelaksanaan penagihan yang berdasarkan pada undang-undang penagihan pajak menggunakan surat paksa.
  2. Pengadilan Pajak bertindak dan berfungsi sebagai lembaga yang menyelesaikan sengketa tersebut sesuai dengan amanat dari Undang Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP).

Jenis Sengketa Pajak dan Cara Pengajuannya Prosedur Penyelesaian Sengketa Pajak Yang Saat Ini Berlaku Sebagaimana yang disebutkan dalam Undang undang perpajakan, sengketa pajak terdiri dari beberapa jenis yaitu sebagai berikut.

Keberatan

Keberatan bisa diajukan kepada Dirjen Pajak oleh wajib pajak atas suatu :

  • Surat ketetapan pajak kurang bayar atau SKPKB
  • Surat ketetapan pajak untuk kurang bayar tambahan atau SKPKBT
  • Surat ketetapan pajak lebih bayar atau SKPLB
  • Surat ketetapan pajak nihil atau SKPN
  • Pemotongan ataupun pemungutan pajak yang dilakukan oleh pihak ketiga berdasarkan pada peraturan perpajakan yang berlaku.

Wajib pajak bisa mengajukan keberatan terhadap isi maupun materi surat ketetapan pajak yang meliputi :

  • Jumlah kerugian berdasarkan pada ketentuan peraturan perpajakan yang berlaku.
  • Jumlah besaran pajak
  • Materi ataupun isi dari pemungutan maupun pemotongan pajak

Banding

Jika setelah diajukan keberatan dan wajib pajak merasa belum puas dengan hasilnya maka selanjutnya diperbolehkan untuk mengajukan banding. Upaya banding diajukan wajib pajak melalui Badan Peradilan Pajak. Banding yaitu upaya hukum yang bisa dilakukan oleh wajib pajak maupun penanggung pajak terhadap suatu keputusan atas keberatan yang diperbolehkan diajukan banding sebagaimana diatur dalam undang-undang perpajakan yang berlaku.

Gugatan

Apakah yang dimaksud dengan gugatan itu? Gugatan merupakan upaya hukum yang bisa dilakukan oleh wajib pajak maupun penanggung pajak pada pelaksanaan penagihan pajak maupun keputusan yang bisa diajukan gugatan sebagaimana peraturan perundangan dalam perpajakan yang dapat diajukan sebuah gugatan.

Peninjauan Kembali

Bila wajib pajak masih merasa belum puas dengan putusan banding yang diterimanya maka langkah selanjutnya yang bisa dilakukan adalah mengajukan peninjauan kembali. Hak untuk mengajukan peninjauan kembali tersebut dilakukan kepada Mahkamah Agung (MA). Pengajuan permohonan peninjauan kembali kepada MA bisa dicabut oleh wajib pajak selaku pihak yang mengajukannya sebelum terjadinya putusan.

You might be interested:  Laporan Keuangan Yang Biasa Disajikan Dalam Perusahaan Dagang?

Kebijakan dari Dirjen Pajak

Sengketa bisa saja muncul sebagai akibat dari adanya kebijakan yang dibuat oleh Dirjen Pajak berdasarkan pada wewenang yang dimilikinya sesuai dengan perundang-undangan. Nah, sengketa akan terjadi ketika wajib pajak merasa tidak puas dengan kebijakan dari Dirjen Pajak tersebut.

Adanya Perbedaan Interpretasi

Hal kedua yang bisa menyebabkan terjadinya suatu sengketa dalam bidang pajak yaitu adanya perbedaan interpretasi antara wajib pajak dengan Dirjen Pajak mengenai suatu aturan tertentu. Perbedaan pengertian dan pemahaman terhadap peraturan tersebut bisa saja menimbulkan masalah yang berujung pada sengketa pajak.

Adanya Perbedaan pada Metode Perhitungan

Penyebab lainnya sehingga bisa terjadi sengketa pajak adalah perbedaan pada metode perhitungan pajak yang digunakan oleh wajib pajak dengan otoritas pajak. Perbedaan metode tersebut bisa berujung pada hasil yang tidak sama sehingga memicu adanya suatu masalah. Ketika kedua pihak tidak berhasil menemukan kesepakatan maka sengketa mungkin akan muncul.

Adanya Keberatan dari Wajib Pajak

Sengketa pajak juga bisa dipicu karena adanya keberatan oleh wajib pajak yang disampaikan kepada Dirjen Pajak. Keberatan oleh wajib pajak tersebut biasanya terkait dengan adanya sanksi administrasi berupa denda yang harus dibayarkan kepada Dirjen Pajak. Wewenang dari Pengadilan Pajak Prosedur Penyelesaian Sengketa Pajak Yang Saat Ini Berlaku Jika terjadi perselisihan atau sengketa dalam hal pajak maka semua akan diproses dan diselesaikan melalui Pengadilan Pajak. Sebagai lembaga yang ditunjuk untuk menyelesaikan semua kasus sengketa di bidang perpajakan maka Pengadilan Pajak mempunyai wewenang tertentu.

  1. Memeriksa persoalan dan memberikan putusan atas sengketa pajak yang terjadi.
  2. Jika terjadi banding dalam sengketa pajak maka wewenang dari Pengadilan Pajak hanyalah sebatas melakukan pemeriksaan dan membuat putusan atas keberatan yang diajukan oleh wajib pajak, kecuali kalau terdapat ketentuan lainnya sebagaimana yang diatur oleh undang-undang perpajakan.
  3. Jika wajib pajak mengajukan gugatan maka Pengadilan Pajak memiliki wewenang untuk melakukan pemeriksaan serta memutuskan sengketa terhadap pelaksanaan penagihan pajak ataupun keputusan pembetulan maupun keputusan yang lainnya sebagaimana yang dimaksud dalam UU nomor 6 tahun 1983 pasal 23 ayat 2.

Undang-undang tersebut berisi tentang aturan Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan atau KUP yang telah beberapa kali mengalami perubahan. Perubahan yang terakhir atas KUP tersebut dituangkan dalam Undang-Undang nomor 16/ 2002 serta peraturan perpajakan yang berlaku.

  1. Pengawasan atas kuasa hukum yang berperan dalam memberikan bantuan hukum pada pihak yang saling bersengketa pada sidang-sidang pengadilan pajak. Pengawasan tersebut dilakukan dengan cara yang telah diatur lebih lanjut melalui Keputusan Ketua Pengadilan.
  2. Berfungsi sebagai lembaga peradilan pajak tingkat pertama dan terakhir dimana keputusannya bersifat final. Maksudnya disini yaitu keputusan yang diambil oleh pengadilan atas sengketa pajak tidak bisa diajukan gugatan melalui ke peradilan umum biasa.
  3. Pengadilan pajak mempunyai kuasa untuk memanggil maupun meminta data ataupun keterangan yang ada kaitannya dengan sengketa pajak yang berasal dari pihak ketiga untuk keperluan pemeriksaan atas sengketa pajak sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

Itulah penjelasan singkat tentang jenis sengketa pajak dan persoalan apa saja yang bisa menyebabkan terjadinya perselisihan tersebut. Sengketa pajak akan diproses dan diselesaikan melalui Pengadilan Pajak sesuai dengan peraturan dan undang-undang yang berlaku.

  • Apabila Anda membutuhkan konsultasi seputar sengketa pajak atau masalah perpajakan lainnya, maka Proconsult.id siap membantu Anda.
  • Perusahaan konsultasi pajak yang berbasis di Surabaya ini siap membantu Anda menyelesaikan segala permasalahan pajak.
  • Berpengalaman di bidangnya dan profesional, Anda tidak perlu khawatir dan ragu dengan kinerja yang bisa Proconsult.id berikan.

Jadi, segera kunjungi https://proconsult.id untuk penawaran dan lingkup pelayanan dari kami selengkapnya!

Jelaskan apakah penyelesaian sengketa pajak boleh dilakukan diluar Pengadilan Pajak?

Beranda Klinik Perdata Bisakah Sengketa Paj.

Perdata Bisakah Sengketa Paj.

Perdata Jumat, 3 Juli 2015 Prosedur Penyelesaian Sengketa Pajak Yang Saat Ini Berlaku Apakah dalam penyelesaian sengketa pajak bisa menggunakan upaya-upaya di luar pengadilan pajak? Kalau memang ada seperti apa ya? Dan dasar hukumnya seperti apa? Dan untuk sengketa pajak ini bisa diselesaikan dengan cara alternatif tidak ya, misalnya seperti mediasi, arbitrase, dan sebagainya? Terima kasih sebelum dan sesudahnya. Prosedur Penyelesaian Sengketa Pajak Yang Saat Ini Berlaku Ulasan: Lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak di luar pengadilan (non litigasi) atau yang lazim dinamakan dengan Alternative Dispute Resolution (ADR) atau Alternatif Penyelesaian Sengketa adalah dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli yang dikenal dalam Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (“UU Arbitrase dan APS”).

Penjelasan selengkapnya tentang penyelesaian sengketa di luar pengadilan dapat Anda simak dalam artikel Litigasi dan Alternatif Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan. Sedangkan sengketa pajak adalah sengketa yang timbul dalam bidang perpajakan antara Wajib Pajak atau penanggung Pajak dengan pejabat yang berwenang sebagai akibat dikeluarkannya keputusan yang dapat diajukan Banding atau Gugatan kepada Pengadilan Pajak berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan, termasuk Gugatan atas pelaksanaan penagihan berdasarkan Undang-undang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.

Demikian yang disebut dalam Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak (“UU 14/2002”). Penjelasan selengkapnya tentang penyelesaian sengketa pajak di pengadilan ini dapat Anda simak dalam artikel Cara Penyelesaian Sengketa Pajak.

Dari definisi di atas sekaligus menjawab pertanyaan Anda dapat kita ketahui bahwa penyelesaian sengketa pajak itu dilakukan melalui banding atau gugatan kepada pengadilan pajak, bukan di luar pengadilan seperti penyelesaian melalui konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli. Sekedar untuk dipahami, ada suatu pemikiran tentang penyelesaian sengketa pajak di luar pengadilan.

Dalam sebuah artikel Perlu Terobosan dalam Penyelesaian Sengketa Pajak yang kami akses dari laman Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Republik Indonesia antara lain dikatakan bahwa butuh waktu yang cukup lama untuk menyelesaikan sengketa pajak di pengadilan pajak.

  1. Ada yang bisa selesai sampai di proses keberatan saja, atau berlanjut ke proses banding, bahkan sampai ke peninjauan kembali.
  2. Masing-masing proses memakan waktu yang cukup panjang.
  3. Bahkan paling cepat bisa setahun lebih,
  4. Jika dihitung sampai ke proses banding, bisa membutuhkan waktu 3 tahun lamanya.
  5. Bisa dibayangkan bagaimana lamanya jika proses tersebut sampai ke upaya hukum Peninjauan Kembali (PK).

Lebih lanjut dijelaskan pula bahwa dalam menyelesaikan sengketa pajak, wajib pajak mempunyai hak untuk mengajukan berbagai upaya hukum dengan berdasarkan ketentuan undang-undang. Wajib pajak dapat mengajukan keberatan ke Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak, lalu banding ke Pengadilan Pajak dan bisa mengajukan upaya hukum luar biasa yakni peninjauan kembali (apabila memenuhi syarat) ke Mahkamah Agung (MA).

Perlu langkah terobosan untuk menyelesaikan sengketa pajak yang terus meningkat. Salah satunya dengan proses mediasi. Di kantor pajak Australia (ATO) dikenal adanya ADR intinya adalah proses mediasi. ADR adalah penyelesaian sengketa dengan cara alternatif. Ada beberapa cara alternatif untuk menyelesaikan sengketa pajak di Australia, dan yang paling populer adalah melalui proses mediasi.

Dalam artikel tersebut juga, Kasubdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi (PKE), Budi Christiadi mengatakan bahwa kalau kita bisa menyelesaikan sengketa pajak tanpa proses hukum berbelit dan panjang, itu akan mempermudah. Tidak hanya dari Ditjen Pajak dalam menyelesaikan permasalahan, tapi akan juga memberikan pelayanan ke wajib pajak dalam proses penyelesaian sengketa.

Jadi memang, untuk saat ini penyelesaian sengketa pajak yang dikenal adalah upaya banding atau gugatan kepada pengadilan, yakni Pengadilan Pajak. Sedangkan alternatif penyelesaian sengketa di luar pengadilan seperti mediasi yang telah dilakukan di negara lain, belum dikenal di hukum Indonesia. Demikian jawaban dari kami semoga bermanfaat.

Dasar Hukum: 1. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa ; 2. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, http://www.pajak.go.id/content/perlu-terobosan-dalam-penyelesaian-sengketa-pajak, diakses pada 26 Mei 2015 pukul 15.45 WIB.

Tahapan upaya hukum apa yang bisa lakukan Wajib Pajak yang tidak puas terhadap ketetapan pajak yang diberikan?

Apabila wajib pajak tetap merasa tidak puas atas keputusan keberatan yang telah dikeluarkan oleh Direktur Jendral Pajak dapat dimungkinkan adanya upaya hukum dengan nama banding.Berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak terhadap surat keputusan keberatan yang diterbitkan akan menjadi dasar

Asas apa dalam pelaksanaan pemungutan pajak yang ditentukan pada efektivitas dan efisiensi?

Asas Adolf Wagner –

  • 1. Asas Politik Finansial
  • Dalam asas ini, pungutan pajak yang dikelola negara jumlahnya memadai, sehingga dengan hasil pungutan pajak tersebut dapat dipergunakan untuk membiayai atau mendorong semua kegiatan negara.
  • 2. Asas Ekonomi
  • Pada asas ini, dalam menentukan objek pajak harus dilakukan secara tepat, misalnya adalah: pajak pendapatan, pajak untuk barang mewah, dll.
  • 3. Asas Keadilan
  • Memiliki arti bahwa pungutan pajak berlaku tanpa adanya diskriminasi, dalam kondisi yang sama, maka harus diperlakukan dengan sama pula.
  • 4. Asas Administrasi
  • Asas ini lebih terkait dengan masalah dari kepastian kegiatan perpajakan (kapan, dimana harus membayar pajak, dll), keluwesan dalam penagihan (tata cara pembayarannya), serta besarnya biaya dari pajak yang dipungut.
  • 5. Asas Yuridis
  • Merupakan segala pungutan pajak yang harus didasarkan pada Undang-Undang yang berlaku.
You might be interested:  Cara Mengembalikan Nomor Faktur Pajak Yang Tidak Terpakai Secara Online?

: Belajar Memahami Asas Pemungutan Pajak Menurut Para Ahli

Dari tiga macam sistem pemungutan pajak yang ada Indonesia menggunakan sistem pemungutan pajak yang mana jelaskan Roboguru?

Terdapat tiga jenis sistem pemungutan pajak yang berlaku di Indonesia, yaitu: Official Assessment System, penghitungan pajak dilakukan oleh aparatur fiskal pajak, Self Assessment System, penghitungan pajak dilakukan oleh wajib pajak, Withholding Assessment System, penghitungan pajak dilakukan oleh pihak ketiga, – Terdapat tiga jenis sistem pemungutan pajak yang berlaku di Indonesia, yaitu:

Official Assessment System, penghitungan pajak dilakukan oleh aparatur fiskal pajak, Self Assessment System, penghitungan pajak dilakukan oleh wajib pajak, Withholding Assessment System, penghitungan pajak dilakukan oleh pihak ketiga,

Apakah dalam penyelesaian sengketa pajak bisa menggunakan upaya upaya di luar Pengadilan Pajak kalau memang bisa seperti apa cara penyelesaian nya?

Beranda Klinik Perdata Bisakah Sengketa Paj.

Perdata Bisakah Sengketa Paj.

Perdata Jumat, 3 Juli 2015 Prosedur Penyelesaian Sengketa Pajak Yang Saat Ini Berlaku Apakah dalam penyelesaian sengketa pajak bisa menggunakan upaya-upaya di luar pengadilan pajak? Kalau memang ada seperti apa ya? Dan dasar hukumnya seperti apa? Dan untuk sengketa pajak ini bisa diselesaikan dengan cara alternatif tidak ya, misalnya seperti mediasi, arbitrase, dan sebagainya? Terima kasih sebelum dan sesudahnya. Prosedur Penyelesaian Sengketa Pajak Yang Saat Ini Berlaku Ulasan: Lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak di luar pengadilan (non litigasi) atau yang lazim dinamakan dengan Alternative Dispute Resolution (ADR) atau Alternatif Penyelesaian Sengketa adalah dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli yang dikenal dalam Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (“UU Arbitrase dan APS”).

  • Penjelasan selengkapnya tentang penyelesaian sengketa di luar pengadilan dapat Anda simak dalam artikel Litigasi dan Alternatif Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan.
  • Sedangkan sengketa pajak adalah sengketa yang timbul dalam bidang perpajakan antara Wajib Pajak atau penanggung Pajak dengan pejabat yang berwenang sebagai akibat dikeluarkannya keputusan yang dapat diajukan Banding atau Gugatan kepada Pengadilan Pajak berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan, termasuk Gugatan atas pelaksanaan penagihan berdasarkan Undang-undang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.

Demikian yang disebut dalam Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak (“UU 14/2002”). Penjelasan selengkapnya tentang penyelesaian sengketa pajak di pengadilan ini dapat Anda simak dalam artikel Cara Penyelesaian Sengketa Pajak.

  1. Dari definisi di atas sekaligus menjawab pertanyaan Anda dapat kita ketahui bahwa penyelesaian sengketa pajak itu dilakukan melalui banding atau gugatan kepada pengadilan pajak, bukan di luar pengadilan seperti penyelesaian melalui konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli.
  2. Sekedar untuk dipahami, ada suatu pemikiran tentang penyelesaian sengketa pajak di luar pengadilan.

Dalam sebuah artikel Perlu Terobosan dalam Penyelesaian Sengketa Pajak yang kami akses dari laman Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Republik Indonesia antara lain dikatakan bahwa butuh waktu yang cukup lama untuk menyelesaikan sengketa pajak di pengadilan pajak.

  • Ada yang bisa selesai sampai di proses keberatan saja, atau berlanjut ke proses banding, bahkan sampai ke peninjauan kembali.
  • Masing-masing proses memakan waktu yang cukup panjang.
  • Bahkan paling cepat bisa setahun lebih,
  • Jika dihitung sampai ke proses banding, bisa membutuhkan waktu 3 tahun lamanya.
  • Bisa dibayangkan bagaimana lamanya jika proses tersebut sampai ke upaya hukum Peninjauan Kembali (PK).

Lebih lanjut dijelaskan pula bahwa dalam menyelesaikan sengketa pajak, wajib pajak mempunyai hak untuk mengajukan berbagai upaya hukum dengan berdasarkan ketentuan undang-undang. Wajib pajak dapat mengajukan keberatan ke Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak, lalu banding ke Pengadilan Pajak dan bisa mengajukan upaya hukum luar biasa yakni peninjauan kembali (apabila memenuhi syarat) ke Mahkamah Agung (MA).

Perlu langkah terobosan untuk menyelesaikan sengketa pajak yang terus meningkat. Salah satunya dengan proses mediasi. Di kantor pajak Australia (ATO) dikenal adanya ADR intinya adalah proses mediasi. ADR adalah penyelesaian sengketa dengan cara alternatif. Ada beberapa cara alternatif untuk menyelesaikan sengketa pajak di Australia, dan yang paling populer adalah melalui proses mediasi.

Dalam artikel tersebut juga, Kasubdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi (PKE), Budi Christiadi mengatakan bahwa kalau kita bisa menyelesaikan sengketa pajak tanpa proses hukum berbelit dan panjang, itu akan mempermudah. Tidak hanya dari Ditjen Pajak dalam menyelesaikan permasalahan, tapi akan juga memberikan pelayanan ke wajib pajak dalam proses penyelesaian sengketa.

Jadi memang, untuk saat ini penyelesaian sengketa pajak yang dikenal adalah upaya banding atau gugatan kepada pengadilan, yakni Pengadilan Pajak. Sedangkan alternatif penyelesaian sengketa di luar pengadilan seperti mediasi yang telah dilakukan di negara lain, belum dikenal di hukum Indonesia. Demikian jawaban dari kami semoga bermanfaat.

Dasar Hukum: 1. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa ; 2. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, http://www.pajak.go.id/content/perlu-terobosan-dalam-penyelesaian-sengketa-pajak, diakses pada 26 Mei 2015 pukul 15.45 WIB.

Faktor apa saja yang melatarbelakangi adanya sengketa pajak?

Karena sengketa pajak dapat timbul disebabkan oleh 2 hal yaitu, (1) sikap wajib pajak yang berupaya menghindar dari pajak dan (2) fiskus sebagai apatur negara yang kurang berwibawa. Kepatuhan wajib pajak merupakan faktor utama yang mempengaruhi realisasi penerimaan pajak.

Bagaimana jika hakim Pengadilan Pajak memberikan keputusan mengabulkan seluruhnya banding yang diajukan Wajib Pajak jelaskan?

Pasal 87 Apabila putusan Pengadilan Pajak mengabulkan sebagian atau seluruh Banding, kelebihan pembayaran Pajak dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan, sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.

Apa yang menimbulkan sengketa pajak di Indonesia?

Penyebab Sengketa Pajak – PADA umumnya, sengketa pajak terjadi ketika pelaksanaan pemungutan pajak tidak sesuai dengan ketentuan perpajakan yang kemudian memicu perbedaan perhitungan pajak atau perbedaan interpretasi aturan antara wajib pajak dan otoritas pajak (Butani, 2016).

Perbedaan pemahaman suatu peraturan tersebut biasanya terjadi ketika adanya peraturan yang belum pasti, masih dalam grey are a, atau aturan yang multitafsir. Dengan tidak adanya pedoman peraturan yang jelas dan masih dalam grey area, otoritas pajak sering kali melakukan diskresi untuk menentukan tindakan hukum atas suatu kasus pajak yang dihadapi.

Di satu sisi, diskresi memang memberikan kepastian hukum untuk kasus yang dihadapi saat itu. Di sisi lain, diskresi juga dapat menyebabkan perbedaan perlakuan hukum kepada wajib pajak. Sementara itu, ketika peraturan bersifat multitafsir, situasi yang paling sering terjadi adalah pembayar pajak dan otoritas pajak akan memiliki posisi yang berbeda dalam penerapan ketentuan.

  1. Tidak diragukan lagi, kedua belah pihak akan mempertahankan posisinya masing-masing.
  2. Etika kondisi ini berlanjut dan tidak menemukan kesepakatan serta pemahaman yang sama maka permasalahan tersebut akan diselesaikan melalui Pengadilan Pajak.
  3. Lebih lanjut, sengketa pajak cenderung terjadi ketika proses pembuatan kebijakan pajak tidak partisipatif (Butani, 2016).

Permasalahan tersebut misalnya terjadi di India. Pasalnya, pembentukan peraturan pajak di India cenderung bersifat straightforward dari pihak legislatif. Tindakan tersebut pada akhirnya berdampak pada kerumitan dalam pelaksanakan regulasi yang telah dibuat.

Tahapan upaya hukum apa yang bisa lakukan Wajib Pajak yang tidak puas terhadap ketetapan pajak yang diberikan?

Apabila wajib pajak tetap merasa tidak puas atas keputusan keberatan yang telah dikeluarkan oleh Direktur Jendral Pajak dapat dimungkinkan adanya upaya hukum dengan nama banding.Berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak terhadap surat keputusan keberatan yang diterbitkan akan menjadi dasar